Anda di halaman 1dari 37

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI


BERBASIS MEDIA AUDIO-VISUAL TERHADAP LITERASI
SAINS SISWA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Pendidikan

Hashifah Rahma Siregar


NIM. 4203151046
Program Studi Pendidikan IPA

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
MEDAN
MEI 2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Abad 21 ditandai dengan pesatnya perkembangan sains dan teknologi dalam
bidang kehidupan di masyarakat, terutama teknologi, informasi, dan komunikasi,.
Mengacu pada pernyataan tersebut mengisyaratkan bahwa pendidikan dihadapkan
pada tantangan yang semakin berat, salah satu tantangan tersebut adalah bahwa
pendidikan hendaknya mampu menghasilkan sumber daya manusia yang
memiliki kemampuan utuh dalam menghadapi berbagai tantangan dalam
kehidupan. Keterampilan pada abad 21 menjadi fokus utama pendidikan saat ini,
khususnya pada pendidikan IPA (Nina Nisrina et al., 2020). Keterampilan ini
menjadi kebutuhan dasar dari pembelajaran sains yang saat ini masih kurang tepat
dibelajarkan disekolah (Astuti, W. P et al., 2012). Salah satu keterampilan yang
sangat penting untuk diperhatikan agar peserta didik mampu mengaplikasikan
sains dengan tepat adalah literasi sains (Suryani, A. I. et al., 2017). Deming et al.,
(2007) menyatakan bahwa kemampuan literasi sains (science literacy) menjadi
salah satu kebutuhan utama peserta didik dalam abad ke 21.
Berdasarkan hasil PISA 2015 menunjukkan bahwa literasi sains siswa
Indonesia masih tergolong rendah. Secara umum, siswa di Indonesia masih lemah
menyatakan penjelasan ilmiah secara jelas, dan memahami secara eksplisit
dengan bukti yang diberikan (OECD, 2016). Selain itu, siswa masih kesulitan
dalam menyusun penjelasan ilmiah dengan tepat, meskipun telah dilakukan
pembelajaran yang melibatkan penjelasan ilmiah (Plummer & Krajcik, 2010;
Yao, Guo, & Neuman, 2016). Rendahnya kemampuan literasi sains peserta didik
di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Hayat & Yusuf (2006)
lingkungan dan iklim belajar disekolah mempengaruhi variasi skor literasi siswa.
Demikian juga keadaan infrastruktur sekolah, sumber daya manusia sekolah dan
tipe organisasi serta manajemen sekolah, sangat signifikan pengaruhnya terhadap
prestasi literasi siswa. Kurnia et al. (2014) juga mengungkapkan rendahnya
literasi sains siswa Indonesia berkaitan erat dengan adamya kesenjangan antara
pembelajaran IPA yang diterapkan di sekolah dan tuntutan PISA. Menurut
Sumartati 2010 menyebutkan bahwa penyebab rendahnya literasi sains siswa
Indonesia disebabkan beberapa hal antara lain yaitu: pembelajaran yang bersifat
terpusat pada guru (teacher centered), rendahnya sikap positif siswa dalam
mempelajari sains, terdapat beberapa kompetensi yang tidak disukai responden
(siswa) terkait konten, proses dan konteks.
Rendahnya literasi sains juga diakibatkan oleh kurangnya kesiapan siswa
dalam mengikuti pembelajaran. Kesiapan mengikuti pembelajaran dapat dimiliki
siswa pada pengembangan mental dan pengetahuan prasyarat yang sudah dimiliki
dengan melibatkan pengalaman atau pemahaman pengetahuan sebelumnya
(Ruseffendi, 2004). Kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran dapat
diartikan dengan kemampuan awal siswa. Kemampuan awal siswa yang
dipadukan melalui pengetahuan kekurangan pengetahuan awal tidak
memungkinkannya untuk maju (Almuntasheri et al., 2016). Kemampuan awal
siswa yang melalui pengetahuan sebelumnya dengan pengetahuan baru akan lebih
baik. Pengetahuan awal merupakan hal penting untuk mengetahui seberapa besar
informasi atau pengetahuan siswa setelah belajar untuk dijadikan sebagai tolak
ukur keberhasilan pembelajaran. Berbagai permasalahan terkait rendahnya literasi
sains menjadi penentu langkah dalam membenahi pembelajaran yang akan
dilakukan kedepannya. Pembekalan dalam bentuk proses pembelajaran kepada
siswa supaya memiliki literasi sains yang baik sangat diperlukan. Salah satunya
dengan pembelajaran yang mampu membuat siswa memahami apa yang sedang
dipelajarinya (Abidin et al., 2017; Ngalimun, 2018). Pembelajaran yang mampu
mengontekstualkan pengetahuannya melalui percobaan maupun penyelidikan.
Model pembelajaran inkuiri memiliki prinsip mengajak siswa melatih
memecahkan masalah sendiri dengan aktivitas melalui penyelidikan pengetahuan
(Kemdikbud, 2014; Ngalimun, 2018). Hal ini dapat dilihat dari sintaks dari
kegiatan pembelajaran eksperimen, presentasi, mengomunikasikan, dan membuat
kesimpulan (Eggen & Kauchak, 2012).
Model inkuiri terbimbing terbukti mampu meningkatkan berbagai macam
keterampilan yang harus dimiliki siswa. Beberapa hasil penelitian menyebutkan
bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat melengkapi konsep
pengetahuan siswa, dengan keterampilan berpikir kritis, dan kreatif, keterampilan
berkomunikasi, bekerja dalam kelompok, dan kemampuan siswa dalam
mengevaluasi diri (Gormally et al., 2015). Model inkuiri terbimbing dapat
meningkatkan keterampilan menemukan bukti-bukti yang dilakukan oleh siswa
dengan literasi sains, Keaktifan atau proses kerja inkuiri terbimbing dalam
mengikuti proses pembelajaran diperlukan guru sebagai fasilitator siswa dalam
memahami materi yang dipelajari. Tujuan model pembelajaran inkuiri terbimbing
yaitu mengembangkan sikap dan keterampilan siswa berlatih memecahkan
masalah sendiri dengan bimbingan guru (Ngalimun, 2018). Memecahkan
permasalahan melalui kegiatan penyelidikan merupakan salah satu dari unsur
pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual dengan memecahkan
permasalahan sehari-hari merupakan salah satu jabaran aspek kompetensi literasi
sains. Komponen penyelidikan pada inkuiri terbimbing diharapkan mampu
meningkatkan literasi sains siswa.
Dilihat dari kelebihan model pembelajaran inkuiri, model pembelajaran ini
sangat efektif diterapkan dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan literasi
sains siswa. Untuk memaksimalkan pengaruh model pembelajaran inkuiri maka
diperlukan media yang dapat membantu mempermudah dalam menerapkan model
pembelajaran inkuiri. Salah satu media yang dapat digunakan adalah media
Audio-Visual.
Wati (2016) menyatakan, “Media Audio-Visual merupakan media yang dapat
menampilkan unsur gambar dan suara secara bersamaan pada saat
mengomunikasikan pesan atau informasi”. Penggambungan kedua unsur inilah
yang membuat audio-visual memiliki kemampuan yang lebih baik. Media Audio-
Visual merupkan seperangkat alat yang dapat memproyeksikan gambar bergerak
dan bersuara. Paduan antara gambar dan suara pada media Audio-Visual akan
membentuk sebuah karakter yang sama dengan obyek aslinya. Media Audio-
Visual memiliki peranan penting terutama dalam pembelajaran seperti, dapat
menarik perhatian siswa, menumbuhkan motivasi belajar siswa, memperjelas
makna bahan ajar sehingga mudah dipahami siswa, metode pengajaran lebih
bervariasi serta siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar.
Model pembelajaran inkuiri berbasis Media Audio-Visual akan membuat
pembelajaran lebih menarik dan menumbuhkan motivasi siswa dalam mengikuti
pembelajaran serta siswa lebih ditekankan pada proses berpikir secara kritis dan
analisis untuk mencari menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang
dipertanyakan, dengan dibimbing oleh guru jika siswa mengalami kesulitan dalam
proses pembelajaran. Pemilihan model maupun media dalam proses pembelajaran
sangatlah penting dilakukan untuk pembelajaran siswa dalam pembelajaran IPA.
Namun, untuk mengetahui seberapa jauh model maupun Media Audio-Visual
dapat berperan dalam mengoptimalkan literasi sains siswa.

1.2 Identifikasi Masalah


1. Kemampuan literasi sains peserta didik masih rendah.
2. Proses pembelajaran yang digunakan sudah beragam namun masih monoton
dan kurang inovatif.
3. Penerapan model pembelajaran belum berorientasi pada peningkatan
kemampuan literasi sains.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup permasalahan pada penelitian ini adalah proses pembelajaran
menggunakan model pembelajaran Inkuiri berbasis media Audio-Visual terhadap
peningkatan kemampuan literasi sains siswa pada materi sistem pencernaan pada
manusia.

1.4 Batasan Masalah


Untuk memfokuskan penelitian ini pada masalah yang diharapkan, maka ruang
lingkup penelitian ini dibatasi. Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Penelitian ini menggunakan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing
berbasis Media Audio-visual.
2. Domain literasi sains yang dikaji dalam penelitian ini adalah pengetahuan
sains dan proses sains.
3. Pokok bahasan yang diteliti dalam penelitian ini adalah sistem
pencernaan.
4. Penelitian ini dilakukan di MTsN 1 Model Medan.

1.5 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah
untuk penelitian ini adalah: Apakah Model pembelajaran Inkuiri Terbimbing
berbasis Media Audio-Visual berpengaruh terhadap literasi sains siswa.

1.6 Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui pengaruh Model pembelajaran Inkuiri berbasis Media Audio-
visual terhadap literasi sains siswa.
1.7 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan
praktis, antara lain :

A. Manfaat secara teoritis


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan dan
dapat menjadi sumber referensi mengenai pengaruh model pembelajaran inkuiri
terbimbing berbantuan media audio visual terhadap literasi sains siswa.
B. Manfaat secara Praktis
1. Untuk peneliti
1. Memberikan informasi kepada pendidik mengenai model pembelajaran
inkuiri terbimbing berbasis Audio-visual terhadap literasi sains siswa.
2. Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan proses kegiatan
pembelajaran yang efektif dan inovatif untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang diharapkan.
2. Untuk siswa
a. Memberikan pengalaman baru, mendorong siswa untuk lebih terlibat
dalam pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan kemampuan
literasi sains siswa.
b. Model pembelajaran inkuiri berbasis media Audio-visual dapat
mempermudah siswa dalam meningkatkan kemampuan literasi sains
siswa.
3. Untuk sekolah
Penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dan masukan untuk
melakukan pembinan terhadap guru dan upaya meningkatkan
profesionalisme guru di dalam melakukan suatu proses kegiatan belajar
mengajar. Memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah dalam rangka
memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran yang dapat
meningkatkan mutu sekolah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Model Pembelajaran inkuiri


Model pembelajaran inkuiri merupakan suatu proses pembelajaran yang
diawali dengan kegiatan merumuskan masalah, mengembangkan hipotesis,
mengumpulkan bukti, menguji hipotesis, menarik kesimpulan sementara, dan
menguji kesimpulan sementara tersebut sampai pada kesimpulan yang diyakini
kebenarannya. Jadi, pembelajaran dengan inkuiri menuntut siswa untuk
menemukan sendiri atas pemecahan suatu masalah berdasarkan data-data yang
nyata hasil dari observasi atau pengamatannya. Siswa harus memproses
informasi secara mental untuk memahami makna dan secara aktif terlibat dalam
pembelajaran.
Pembelajaran inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Siswa
berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri. Guru
berperan membimbing dan bertindak membawa perubahan, fasilitator, motivator
bagi siswanya. Khususnya di lingkungan sekolah dasar, membutuhkan
bimbingan yang lebih intensif kepada siswa dalam menerapkan proses inkuiri ini
di dalam pembelajaran maka untuk Sekolah Dasar sebaiknya menggunakan
inkuiri terbimbing. Melalui pembelajaran inkuiri guru memberi bimbingan dan
arahankepada siswa sehingga siswa dapat melakukan kegiatan penyelidikan.
Kegiatanini menuntut siswa untuk memiliki keaktifan yang sangat tinggi dalam
pembelajaran.
Menurut Sanjaya (2014), ada beberapa hal yang menjadi karakteristik
utama dalam pembelajaran inkuiri, yaitu:
1. Inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari
dan menemukan. Siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran
melalui penjelasan guru secara verbal didalam proses pembelajaran, tetapi
siswa juga berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu
sendiri.
2. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan
menemukan jawaban sendiri dan sesuatu yang dipertanyakan, sehingga
diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belajar). Dengan
demikian, metode pembelajaran inkuiri menempatkan guru sebagai sumber
belajar akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa.
3. Tujuan dari penggunaan inkuiri dalam pembelajaran adalah
mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis atau
mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.
Siswa tidak hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran dalam metode
inkuiri, akan tetapi bagaimana siswa dapat menggunakan kemampuan yang
dimilikinya secara optimal.
Pembelajaran yang hanya berpusat pada guru (teacher centered) menjadikan
siswa relatif pasif karena pembelajaran hanya didominasi oleh guru. Materi yang
didapat siswa hanya berupa hafalan jangka pendek.Proses Pembelajaran yang
berorientasi terhadap target penguasaan materi terbukti berhasil dalam
kompetensi mengingat jangka pendek, namun gagal dalam membekali siswa
memecahkan persoalan-persoalan dalam kehidupan jangka panjang (Depdiknas,
2006). Hal-hal tersebut sudah seharusnya segera dikoreksi guru karena proses
belajar yang seharusnya berlangsung adalah proses yang sebagaimana
ditekankan oleh aliran konstruktivisme yaitu lebih ditekankan pada keterlibatan
aktif peserta didik melalui pendekatan proses mental untuk mengkonstruksi dan
mentransformasikan pengetahuannya.
Sebagai fasilitator peranan guru dalam pembelajaran adalah menstimulasi
dan memotivasi siswa, mendiagnosis dan mengatasi kesulitan siswa, serta
menyediakan pengalaman untuk menumbuhkan pemahaman siswa. Guru harus
menyediakan dan memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa
untuk belajar secara aktif, Sehingga para siswa dapat menciptakan, membangun,
mendiskusikan, membandingkan, bekerja sama, dan melakukan eksperimen
dalam kegiatan belajarnya.
Menurut Rahayu dan Nuryata (2012;171) tugas guru sebagi fasilitator
adalah a) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi peserta didik, b)
memberi kesempatan bagi peserta didik menemukan dan menerapkan idenya
sendiri, c) menyadarkan peserta didik agar menerapkan strategi mereka sendiri
dalam belajar. Model pembelajaran yang dikembangkan harus dikemas dengan
cukup baik agar proses pembelajaran berjalan dengan aktif, inovatif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan.
Pembelajaran IPA di sekolah dasar sangat berkaitan dengan alam maupun
lingkungan sekitar, Pembelajaran akan efektif dan mencapai sasaran jika
melibatkan fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar siswa dalam kehidupan
nyata sehari-hari (Hastuti, 2010:191). Untuk itu perlu dikembangkan model
pembelajaran yang memberikan siswa kesempatan untuk melakukan kegiatan-
kegiatan nyata yang memancing kreatifitas siswa dalam menemukan ide-ide baru
dalam proses pembelajaran.
Menurut Sandra L. Laursen, dkk. (2014). menyatakan bahwa pembelajaran
berbasis inkuiri memiliki kelebihan yang sangat berarti dalam mendorong
kolaborasi dan keterlibatan siswa. Rahmatsyah & Simamora (2011) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa model pembelajaran inkuiri memiliki tahapan
pembelajaran yang membangkitkan keaktifan siswa sehingga selain aktivitas
meningkat, hasil belajar juga meningkat. Interaksi melalui kegiatan diskusi juga
akan melatih siswa, untuk mengembangkan kepekaan sosialnya, karena siswa
memiliki lebih banyak kesempatan untuk meningkatkan komunikasi dan
kemampuan berpikir.
2.2 Pembelajaran Berbasis Media Audio-Visual
Media Audio-Visual adalah media yang mempuyai unsur suara dan unsur
gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi
kedua jenis media auditif ( mendengar ) dan visual ( melihat ). Media audio visual
merupakan sebuah alat bantu audio visual yang berarti bahan atau alat yang
dipergunakan dalam situasi belajar untuk membantu tulisan dan kata yang
diucapkan dalam menularkan pengetahuan, sikap, dan ide. Pengajaran secara luas
dapat diartikan, setiap orang, bahan, alat atau kejadian yang memantapkan
kondisi memungkinkan peserta didik memperoleh pengetahuan, keterampilan,
dan sikap.
2.2.1 Jenis – Jenis Media Audio Visual
Media merupakan sarana dan prasarana untuk menunjang pelaksanaan
kegiatan pembelajaran serta menunjang pendidikan, pelatihan dan tentunya perlu
mendapat perhatian tersendiri. Dalam proses belajar mengajar kehadiran media
tidak dapat diabaikan begitu saja. Hal ini dikarenakan tanpa adanya media
pembelajaran, maka pelaksanaan pendidikan tidak akan berjalan dengan baik.
Seperti umumnya media sejenis media audi-visual mempunyai tingkat efektivitas
yang cukup tinggi, menurut riset, rata-rata di atas 60 % sampai 80 %. Pengajaran
melalui media audio-visual jelas bercirikan pemakaian perangkat keras selama
proses belajar, seperti mesin proyektor, televise, tape recorder, dan proyektor
visual yang lebar.
Media audio visual dapat membantu peserta didik dalam proses
pembelajaran yang berfungsi memperjelas atau mempermudah dalam memahami
bahasa yang sedang dipelajari. Adapun jenis – jenis media audio visual adalah
sebagai berikut:
1. Media auditif
Media auditif adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan suara
saja, seperti radio, media ini tidak cocok untuk orang tuna rungu atau kelainan
dalam pendengarannya.
2. Media visual
Media visual adalah media yang hanya mengandalkan penglihatan. Media
visual ini ada yang menampilkan gambar diam seperti, slide (film bingkai) foto,
gambar atau lukisan dan cetakan. Ada pula media visual yang menampilkan
gambar atau simbol yang bergrak seperti film bisu, dan film kartun.
3. Media Audio Visual
Media audio visual adalah media yang mempunyai unsur suara dan gambar.

2.2.2 Video Pembelajaran


Media diartikan dengan the storage of visuals and their display on
television-type screen ( penyimpanan / perekaman gambar dan penanyangannya
pada layar televisi). Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan
bahwa video itu berkenaan dengan apa yang dapat dilihat, utamanya adalah
gambar hidup (bergerak; motion), proses perekaman dan penayangannya yang
tentunya melibatkan teknologi. Dengan menggunakan video pembelajaran ini,
guru dapat memecahkan masalah yang menjadi penyebab waktu yang
terbatasuntuk menjelaskan materi. Ini juga membantu peserta didik untuk
meningkatkan pemahaman dan motivasi mereka ketika mereka mendapatkan
masalah selama belajar di kelas. Dengan menggunakan video pembelajaran,
peserta didik juga dapat mengulangi pelajaran mereka sebanyak yang mereka
inginkan dengan memutar video yang memiliki penjelasan guru.
Video merupakan media penyampai pesan termasuk media audio visual
atau media pandang - dengar. Kelebihan media video yaitu menyajikan objek
belajar secara konkret atau pesan pembelajaran secara realistik, sehingga sangat
baik untuk menambah pengalaman belajar, memiliki daya tarik tersendiri dan
dapat menjadi pemacu atau memotivasi pembelajar untuk belajar, sangat baik
untuk pencapaian tujuan belajar psikomotorik, dapat mengurangi kejenuhan
belajar, terutama jika dikombinasikan dengan teknik mengajar secara ceramah
dan diskusi persoalan yang ditayangkan, menambah daya tahan ingatan atau
retensi tentang obyek belajar yang dipelajari pembelajar, portable dan mudah
didistribusikan, sedangkan kelemahan media video yaitu: pengadaanya
memerlukan biaya mahal, tergantung pada energi listrik, sehingga tidak dapat
dihidupkan di segala tempat, sifat komunikasinya searah, sehingga tidak dapat
memberi peluang untuk terjadinya umpan balik, mudah tergoda untuk
menayangkan kaset VCD yang bersifat hiburan, sehingga suasana belajar akan
terganggu.

2.2.3 Manfaat Penggunaan Video Pembelajaran


Keberadaan media pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses
pembelajaran merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Dengan
adanya media, penyampaian materi pembelajaran yang susah dan rumit dapat
sampai kepada peserta didik secara efektif dan efisien.
Media video sangat tidak disangsikan lagi di dalam kelas. Dengan video
peserta didik dapat menyaksikan suatu peristiwa yang tidak bisa disaksikan
secara langsung, berbahaya, maupun peristiwa lampau yang tidak bisa dibawa
langsung ke dalam kelas. Peserta didik pun dapat memutar kembali video
tersebut sesuai kebutuhan dan keperluan mereka. Pembelajaran dengan media
video menumbuhkan minat serta memotivasi peserta didik untuk selalu
memperhatikan pelajaran.
Manfaat media video pembelajaran, antara lain :
1. Memberikan pengalaman yang tak terduga kepada peserta didik.
2. Memperlihatkan secara nyata sesuatu yang pada awalnya tidak mungkin bisa
dilihat.
3. Menganalisis perubahan dalam periode waktu tertentu.
4. Memberikan pengalaman kepada peserta didik untuk merasakan suatu keadaan
tertentu.
5. Menampilkan presentasi studi kasus tentang kehidupan sebenarnya yang dapat
memicu diskusi peserta didik.
Berdasarkan penjelasan di atas, keberadaan media video sangat tidak
disangsikan lagi di dalam kelas. Dengan video peserta didik. dapat menyaksikan
suatu peristiwa yang tidak bisa disaksikan secara langsung, berbahaya, maupun
peristiwa lampau yang tidak bisa dibawa langsung ke dalam kelas. Peserta didik
pun dapat memutar kembali video tersebut sesuai kebutuhan dan keperluan
mereka. Pembelajaran dengan media video menumbuhkan minat serta
memotivasi peserta didik untuk selalu memperhatikan pelajaran.Salah satu
kelebihan media video yaitu memiliki penggambaran yang bersifat tiga dimensi
sehingga peserta didik dapat melihat bangun ruang dengan jelas tanpa harus
membayangkan bangun ruang tersebut.

2.3 Literasi Sains


Secara harfiah, literasi sains terdiri dari kata yaitu literatus yang berarti
melek huruf dan scientia yang diartikan memiliki pengetahuan. Literasi sains
merupakan kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi
pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka
memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang
dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia.
OECD (2013) mendefinisikan literasi sains sebagai (1) pengetahuan
ilmiah individu dan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan tersebut untuk
mengidentifikasi masalah, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena
ilmiah, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti yangberhubungan dengan isu
sains; (2) memahami karakteristik utama pengetahuan yang dibangun dari
pengetahuan manusia dan inkuiri; (3) peka terhadap bagaimana sains dan
teknologi membentuk material, lingkungan intelektual dan budaya; (4) adanya
kemauan untuk terlibat dalam isu dan ide yang berhubungan dengan sains.
Kemudian pengertian ini disederhanakan kembali oleh Toharudin, dkk. (2013)
yang mendefinisikan literasi sains sebagai kemampuan seseorang untuk
memahami sains, mengomunikasikan sains (lisan dan tulisan), serta menerapkan
pengetahuan sains untuk memecahkan masalah sehingga memiliki sikap dan
kepekaan yang tinggi terhadap diri dan lingkungannya dalam mengambil
keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sains.
Menurut OECD (2013), domain literasi sains terdiri atas konteks,
pengetahuan, kompetensi, dan sikap. Asesmen PISA dibuat agar siswa dapat
memahami bahwa ilmu pengetahuan memiliki nilai tertentu bagi individu dan
masyarakat dalam meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup dan dalam
pengembangan kebijakan publik. Oleh karena itu, soal-soal literasi sains PISA
berfokus pada situasi terkait pada diri individu, sosial, dan peraturan global
sebagai konteks, atau situasi spesifik untuk latihan penilaian. Asesmen literasi
sains PISA tidak menilai konteks, tetapi menilai kompetensi, pengetahuan, dan
sikap yang berhubungan dengan konteks. Penelitian ini merujuk pada asesmen
PISA 2013, di mana domain literasi sains yang dinilai adalah aspek pengetahuan
dan kompetensi.
a. Aspek Pengetahuan Sains
Tujuan penilaian PISA adalah untuk menggambarkan sejauh mana siswa
dapat menerapkan pengetahuan mereka dalam konteks yang relevan
dengan kehidupan mereka. Oleh karena itu, penilaian pengetahuan akan
dipilih dari bidang utama fisika, kimia, biologi, ilmu bumi dan ruang
angkasa, dan teknologi.
b. Aspek Kompetensi Sains
Penilaian PISA dalam literasi sains memberikan prioritas terhadap
beberapa kompetensi, yaitu:
1) Mengidentifikasi isu ilmiah, yaitu mengenal isu yang mungkin
diselidiki secara ilmiah, mengidentifikasi kata-kata kunci untuk informasi
ilmiah, mengenal ciri khas penyelidikan ilmiah.
2) Menjelaskan fenomena ilmiah, yaitu mengaplikasikan pengetahuan
sains dalam situasi yang diberikan, mendeskripsikan atau menafsirkan
fenomena dan memprediksi perubahan, mengidentifikasi deskripsi,
eksplanasi, dan prediksi yang sesuai.
3) Menggunakan bukti ilmiah, yaitu menafsirkan bukti ilmiah dan menarik
kesimpulan, memberikan alasan untuk mendukung atau menolak
kesimpulan dan mengidentifikasikan asumsi-asumsi yang dibuat dalam
mencapai kesimpulan, mengomunikasikan kesimpulan terkait bukti dan
penalaran dibalik kesimpulan dan membuat refleksi berdasarkan implikasi
sosial dari kesimpulan ilmiah.
Literasi sains wajib dikembangkan karena: (1) pemahaman terhadap sains
menawarkan kepuasan dan kesenangan pribadi yang muncul setelah
memahami dan mempelajari alam; (2) dalam kehidupan sehari-hari, setiap
orang membutuhkan informasi dan berpikir ilmiah untuk pengambilan
keputusan; (3) setiap orang perlu melibatkan kemampuan mereka dalam
wacana publik dan debat mengenai isu-isu penting yang melibatkan sains
dan teknologi; (4) dan literasi sains penting dalam dunia kerja, karena
makin banyak pekerjaan yang membutuhkan keterampilan-keterampilan
yang tinggi, sehingga mengharuskan orang-orang belajar sains, bernalar,
berpikir secara kreatif, membuat keputusan, dan memecahkan masalah.

3 Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan adalah kumpulan organ pencernaan dan saluran
pencernaan yang berfungsi untuk mencerna makanan yang masuk menjadi
sumber energi bagi tubuh sampai pada akhirnya sisa-sisa makanan tersebut
dikeluarkan melalui anus, (Nurhayati, 2015). Adapun Organ sistem
pencernaan pada manusia yaitu sebagai berikut:

1. Mulut
Proses pencernaan dimulai sejak makanan masuk ke dalam mulut. Di
dalam mulut terdapat alat-alat yang membantu dalam proses pencernaan,
yaitu gigi, lidah, dan kelenjar ludah (air liur). Di dalam rongga mulut,
makanan mengalami pencernaan secara mekanik dan kimiawi.
2. Kerongkongan
Kerongkongan merupakan saluran panjang sebagai jalan makanan dari
mulut menuju ke lambung. Panjang kerongkongan lebih kurang 20 cm.
Kerongkongan dapat melakukan gerakan melebar, menyempit,
bergelombang, dan 53 meremas-meremas untuk mendorong makanan
masuk ke lambung. Gerak demikian disebut dengan gerak peristaltik. Di
esophagus, makanan tidak mengalami pencernaan. Di sebelah depan
kerongkongan terdapat saluran pernapasan yang disebut trakea. Trakea
menghubungkan rongga hidung dengan paru-paru. Pada saat kita menelan
makanan, ada tulang rawan yang menutup lubang ke tenggorokan. Bagian
tersebut dinamakan epiglotis. Epiglotis mencegah makanan masuk ke paru
– paru.
3. Lambung
Lambung merupakan suatu kantong yang terletak di dalam rongga perut
sebelah kiri di bawah sekat rongga badan. Lambung dapat dibagi menjadi
3 daerah yaitu daerah kardia, fundus, dan pilorus.
a. Kardia adalah bagian atas, daerah pintu masuk makanan dari
kerongkongan.
b. Fondus adalah bagian tengah Fundus adalah bagian tengah,
bentuknya membulat.
c. Pilorus adalah bagian bawah, daerah yang berhubungan dengan usus
12 jari.

4. Usus halus
Bagian usus ini disebut usus dua belas jari karena panjangnya sekitar 12
jari berjajar parallel. Di dalam dindin usus dua belas jari terdapatmuara
saluran bersama dari kantong empedu berisi empedu yang dihasilkan oleh
hati. Berguna untuk mengemulsikan lemak. Empedu berwarna kehijauan
dan berasa pahit. Pankreas terletak di bawah lambung dan menghasilkan
getah pankreas. Getah pankreas mengandung enzim amilase, tripsinogen,
dan lipase. Amilase mengubah zat tepung menjadi gula. Tripsinogen
merupakan enzim yang belum aktifnamun dapat diaktifkan terlebih dahulu
oleh enzim enterokinase yang dihasilkan 55 oleh usus halus. Enzim
enterokinase mengubah tripsinogen menjadi tirpsin yang aktif. Tripsin
mengubah protein menjadi peptide dan asam amino. Lipase mengubah
lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Zat-zat hasil pencernaan tersebut
mudah terserap oleh dinding usus melalui proses difusi dan osmosis. Zat-
zat yang belum teruraikan dapat memasuki membran sel usus melalui
transpor asli.

5. Usus Besar, Rektum, dan Anus


Usus besar atau kolon merupakan kelanjutan dari usus halus. Panjang usus
besar lebih kurang satu meter. Batas antara usus halus dengan usus besar
disebut sekum(usus buntu). Usus buntu memiliki tambahan usus yang
disebut umbai cacing (apendiks). Peradangan pada usus tambahan tersebut
dinamakan apendisitis dan sering disebut sebagai ”sakit usus buntu”. Usus
besar terdiri atas bagian usus yang naik, bagian mendatar, dan bagian
menurun. Fungsi utama usus besar adalah mengatur kadar air sisa
makanan. Jika kadar air yang terkandung dalam sisa makanan berlebihan,
kelebihan air akan diserap oleh usus besar. Sebaliknya jika sisa makanan
kekurangan air, akan diberi tambahan air. Di dalam usus besar terdapat
bakteri pembusuk Escherichia Coli yang membusukkan sisa makanan
menjadi kotoran. Dengan demikian kotoran menjadi lunak dan mudah
dikeluarkan. Bakteri ini pada umumnya tidak mengganggu kesehatan
manusia. Bakteri tsb bahkan ada yang menghasilkan vitamin K dan asam
57 amino tertentu yang berguna bagi manusia. Bagian akhir usus besar
disebut poros usus ( rektum ). Panjang rektum lebih kurang 15 cm.
Rektum bermuara pada anus. Anus mempunyai dua macam otot, yaitu otot
tak sadar dan otot sadar. Pada saat sampai di rektum, semua zat yang
berguna telah diserap ke dalam darah. Sisanya berupa makanan yang tidak
dapat dicerna, bakteri, dan sel-sel mati dari saluran pencernaan makanan.
Campuran bahan-bahan tersebut dinamakan feses. Berbagai penyakit
masuk ke tubuh melalui sistem pencernaan makanan. Ini berarti bahwa
kebersihan dan kesehatan makanan harus dijaga.

2.4 Hasil Penelitian yang Relevan


Penelitian tentang pembelajaran sebelumnya sudah banyak dilakukan,
beberapa di antaranya mengkaji tentang pengaruh model pembelajaran
ataupun media pembelajaran, serta dampaknya terhadap motivasi dan hasil
belajar siswa. Berikut peneliti sajikan hasil penelitian yang relevan dengan
penelitian ini.

No Judul Penulis Hasil


1. “Pengaruh Media Friska dwi Hasil penelitian
Audio dan Audio Yusantika, menunjukkan bahwa
Visual terhadap Imam Suyitno, terdapat pengaruh
Kemampuan Furaidah (2018) media audio visual
Menyimak Siswa terhadap kemampuan
Kelas IV.” menyimak cerita
rakyat pada siswa
kelas IV di SDN
Buring Malang. Hal
tersebut didapatkan
melalui perbedaan
hasil nilai pretest dan
postest yang telah
dilakukan. Adapun
rincian yang
menunjukkan adanya
51 pengaruh dapat
dilihat melalui
perolehan rata-rata
(mean) pada saat
pretest 66,38 dengan
standart deviasi 5,225,
sedangkan pada saat
posttest rata-rata
(mean) meningkat
menjadi 79,92 dengan
standart deviasi
sebesar 4,233.

2. “Meningkatkan Muh. Yusuf, Hasil penelitian


Aktivitas dan Hasil Amiruddin menunjukkan bahwa
Belajar IPA Hatibe, Amram terjadi peningkatan
melalui Model Rede (2015) aktivitas guru dan
Inkuiri Berbantuan siswa serta hasil
Audio Visual pada belajar siswa dari
Siswa Kelas VI SD siklus I sampai siklus
Negeri Model II. Peningkatan hasil
Terpadu Madani belajar dibuktikan dari
Palu” hasil pencapaian daya
serap nilai rata-rata,
dan ketuntasan
klasikal yang
mengalami
peningkatan secara
signifikan dari
pratindakan, siklus I
dan siklus II. Hasil ini
dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran
yang dilakukan
menggunakan model
pembelajaran inkuiri
berbantuan audio
visual dapat
meningkatkan
aktivitas dan hasil
belajar IPA pada
siswa kelas VI SD
Negeri Model Terpadu
Madani Palu.

3. “Peningkatan Cahya Hasil yang didapat


Hasil Belajar IPA Murtiningsih, menunjukkan bahwa
melalui Penerapan Henny Dewi pada siklus I terjadi
Metode Inkuiri Koeswanti, Sri peningkatan nilai hasil
Berbantuan Video Gianti ( 2018) belajar dengan nilai
Interaktif pada rata-rata 69, nilai
Siswa Kelas III terendah 40, nilai
SD” tertinggi 95, siswa
yang mecapai KKM
terdapat 22 siswa dan
yang belum mencapai
kkm terdapat 17 siswa
dengan persentase
ketuntasan 56%. Pada
siklus II ini terjadi
peningkatan nilai hasil
belajar yang signifikan
dengan ratarata 72,
nilai terendah 40, nilai
tertinggi 95, siswa
yang mencapai KKM
32, sedangkan siswa
yang belum mecapai
KKM terdapat 7 siswa
dengan
persentaseketuntasan
82%.

4. “Penerapan Model A A Istri Hasil yang didapat


Pembelajaran Dianika Perama menunjukkan
Sains Teknologi Dewi, I Komang Persentase rata-rata
Masyarakat Ngurah Wiyasa, keaktifan belajar
Berbantuan Media dan I Wayan prasiklus diperoleh
Audiovisual dapat Wiarta ( 2016) 67,36%, sedangkan
Meningkatkan pada siklus I
Keaktifan dan meningkat menjadi
Kompetensi 74,60% terkategori
Pengetahuan IPA cukup aktif dan pada
Siswa Kelas IV A siklus II telah
SDN 9 Pedungan” mencapai 81,23% dari
38 orang atau 53
berada pada kategori
aktif. Sedangkan data
hasil observasi awal
kompetensi
pengetahuan IPA
diperoleh 26,31% dari
38 siswa mencapai
nilai ≥ B+, setelah
diberikan tindakan
pada siklus I terdapat
57,89% siswa
mencapai nilai ≥ B+,
dan pada siklus II
mengalami
peningkaan sebesar
26,31% menjadi
81,58% dari 38 siswa
mencapai nilai ≥ B+.
Dengan demikian
dapat disimpulkan
bahwa model
pembelajaran Sains
Teknologi Masyarakat
berbantuan media
audiovisual dapat
meningkatkan
keaktifan belajar dan
kompetensi
pengetahuan IPA tema
cita-citaku pada siswa
kelas IVA di SDN 9
Pedungan tahun
pelajaran 2015/2016.
5. “Penerapan Ni Made Hasil penelitian
Pendekatan Suwitri, I Ketut menunjukkan bahwa
Saintifik Ardana, I Ketut keaktifan pada siklus I
Berbantuan Media Adnyana Putra ( skor rata-rata siswa
Audiovisual dapat 2016) adalah 35,55%.
Meningkatkan Kemudian pada siklus
Keaktifan dan II terjadi peningkatan
Kompetensi rata-rata keaktifan
Pengetahuan IPA siswa menjadi
Kelas IV A” 93,33%. Sedangkan
untuk kompetensi
pengetahuan IPA
siswa pada siklus I
skor ratarata
kompetensi
pengetahuan IPA
siswa adalah 55,55%,
sedangkan pada siklus
II terjadi peningkatan
rata-rata kompetensi
pengetahuan IPA
siswa menjadi
91,11%. Jadi dapat
disimpulkan bahwa
penerapan pendekatan
55 saintifik
berbantuan media
audiovisual dapat
meningkatkan
keaktifan dan
kompetensi
pengetahuan.

2.5 Kerangka Berpikir


Dalam pelaksanaan pembelajaran, metode pembelajaran yang efektif
sangat diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya
dan terciptanya pembelajaran yang menarik bagi siswa dan guru. Begitu pula
dengan media, media dapat membantu proses penyampaian materi yang
disampaikan guru kepada siswanya. Namun pada kenyataannya banyak
pembelajaran yang bersifat teacher centered atau berpusat pada guru dan
minimnya penggunaan media pembelajaran penunjang, dapat menyebabkan
siswa kurang minat, motivasi dan aktivitas dalam pembelajaran, hal ini juga
dapat berdampak pada hasil literasi sains siswa.
Dewasa ini, banyak model dan metode pembelajaran inovatif guna
menciptakan kegiatan pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menarik,
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar para siswanya. Salah satunya
adalah model pembelajaran inkuiri yang dibantu dengan media audio-visual.
Penerapan model pembelajaran ini dimaksudkan agar siswa dapat ikut
berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran, sehingga motivasi siswa dapat
terbentuk dan materi yang disampaikan guru dapat tersampaikan dengan baik.
Pembelajaran dengan model ini juga melatih kemampuan berfikir tinggi pada
siswa, karena siswa mencari informasi sendiri dari beberapa sumber mengenai
materi yang sedang dipelajari.
Penelitian ini akan mengujikan model pembelajaran inkuiri pada kelas
eksperimen dan model konvensional pada kelas kontrol. Kemudian hasil
belajar dari kedua kelas tersebut dibandingkan. Dari hasil perbandingan
tersebut, diharapkan dapat diketahui model mana yang lebih efektif terhadap
hasil literasi sains siswa.
2.6 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh model pembelajaran
Inkuiri berbasis Media Audio-Visual terhadap literasi sains siswa di MTsN 1
Model Medan Tema Sistem Pencernaan.
H0 : Tidak ada pengaruh model pembelajaran Inkuiri terbimbing berbasis
Media Audio-Visual terhadap literasi sains siswa di MTsN 1 Model Medan
H1 : Ada pengaruh model pembelajaran Inkuiri terbimbing berbasis Media
Audio-Visual terhadap literasi sains siswa di MTsN 1 Model Medan.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.1.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di MTsN 1 Model Medan. Alasan memilih
sekolah MTsN 1 Model Medan dikarenakan berdasarkan dari pengamatan
peneliti di sekolah tersebut terdapat kendala yang dihadapi oleh guru dalam
pembelajaran IPA, dari hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti dengan
pendidik mata pelajaran IPA kelas VII MTsN 1 Model Medan, bahwa model
pembelajaran konvensional yang selama ini digunakan dirasa sangat
membosankan sehingga mengakibatkan kurangnya keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran di kelas, dan di sekolah tersebut juga belum pernah
diadakan penelitian yang tujuannya untuk mengetahui dan mendeskripsikan
kemampuan literasi sains siswa dengan menggunakan model inkuiri berbasis
Media Audio-Visual terhadap literasi sains siswa pada mata pelajaran sistem
pencernaan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini perlu dilakukan untuk
mengetahui kemampuan literasi sains siswa di MTsN 1 Model Medan.

3.1.2 Waktu Penelitian


Waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran
2022/2023.

3.2 Jenis penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif kuantitatif.
Penelitian deskriptif dimaksud untuk mengidentifikasi rendahnya literasi sains
siswa pada mata materi system pencernaan pada manusia menggunakan
instrumen tes, angket dan wawancara. Penelitian kuantitatif untuk memperoleh
data, data berupa nilai dari angka-angka hasil rendahnya literasi sains siswa.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah sebagian siswa kelas VIII MTsN 1 Model
Medan tahun ajaran 2022/2023 yang terdiri dari 2 kelas.
3.3.2 Sampel
Sampel yang diambil pada penelitian yang akan dilakukan terdiri dari dua
kelas, yaitu kelas VIII-1 sebagai sampel kelas eksperimen dengan
menggunakan model pembelajaran Inkuiri berbasis Media Audio-Visual dan
kelas VIII-2 sebagai sampel kelas kontrol dengan menggunakan model
pembelajaran konvensional (ceramah).

3.4 Variabel Penelitian


Variabel penelitian adalah objek dari penelitian atau yang menjadi
perhatian dalam suatu penelitian (Arikunto, 2010). Dalam penelitian ini
melibatkan beberapa variabel yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Variabel Bebas. Variabel bebas adalah variabel yang dapat
mempengaruhi atau yang menjadi sebab timbulnya variabel terikat. Dalam
penelitian ini variabel bebasnya adalah model pembelajaran Inkuiri
terbimbing berbasis Media Audio-Visual.
2. Variabel Terikat. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau
yang menjadi akibat dikarenakan adanya variabel bebas. Variabel terikat
dalam penelitian ini adalah hasil literasi sains siswa.

3.5 Desain Penelitian


Desain penelitian quasi experimen dipilih secara nonequivalent control
group design yaitu dengan pretest posttest design. Desain ini melibatkan
dua kelas yaitu kelas eksperimen yang memperoleh perlakuan dan kelas
kontrol memperoleh pembelajaran IPA dengan menggunakan model
konvensional.

Tabel 3.1. Desain Penelitian


Kelas Pretest Perlakuan Post-test
Eksperimen O1 X1 O1X1
Kontrol O2 X2 O2X2

Keterangan:
O1 = Pretest pada kelas eksperimen
O2 = Pretest pada kelas kontrol
X1 = Perlakuan model model Inquiry Interactive Demonstration dalam
pembelajaran IPA
X2 = Perlakuan model pembelajaran konvensional
O1X1 = Posttest pada kelas eksperimen
O2X2 = Posttest pada kelas kontrol

3.6 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam penelitian menggunakan tes pilihan ganda,
angket, dan wawancara. Tes pilihan ganda diberikan untuk memperoleh data
hasil belajar serta rendahnya literasi sains siswa pada setiap indikator materi
sistem pencernaan pada manusia.
Teknik pengumpulan data non tes berupa angket tertutup bentuk check list
dengan skala likert. Penilaian dilakukan berdasarkan buku pedoman Universitas
Negeri Medan, kriteria penilaian ada 4 (empat) macam yaitu A, B, C, dan E.
Nilai A memiliki bobot 4, tingkat pengusaan 90-100 artinya sangat kompeten.
Nilai B memiliki bobot 3, tingkat penguasaan 80-90 artinya kompeten. Nilai C
memiliki bobot 2, tingkat penguasaan 70-80 artinya cukup kompeten, dan nilai
E memiliki bobot 1 tingkat penguasaan kurang dari 69 artinya tidak kompeten
pada mata kuliah perkembangan hewan di program studi pendidikan biologi
Universitas Negeri Medan dengan. Responden yang tidak mencapai nilai 70
akan diberi angket untuk mengetahui faktor-faktor penyebab rendahnya literasi
sains siswa. Selain itu, dilakukan wawancara secara langsung kepada siswa
untuk mengetahui lebih dalam kesulitan yang dialami siswa terkait indikator
pembelajaran dan faktor penyebab rendahnya literasi sains siswa.

3.7 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan
data penelitian. Karena intrumen atau alat ini menggambarkan cara
pelaksanaannya maka sering disebut juga sebagai teknik penelitian. Karena
penelitian memerlukan data yang empiris dan data tersebut hanya mungkin
diperoleh melalui intrumen dan teknik pengumpulan data yang tepat, dengan
demikian intrumen dapat menentukan kualitas peneliti itu sendiri.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah ,
observasi, wawancara, dokumentasi dan angket. Oleh sebab itu penelitian ini
dibantu dengan intrumen observasi, wawancara, angket, video pembelajaran,
dan alat tulis yang digunakan peneliti sebagai pendukung dan mempermudah
terlaksana penelitian.lembar instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini
berisi soal-soal tes yang terdiri atas butir-butir soal.
1. Tes
Tes digunakan untuk mengukur kemampuan dasar dan pencapaian atau
prestasi. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal sains berbentuk
pilihan berganda, untuk menilai aspek pengetahuan sains seperti memahami
fenomena sains dan aspek kompetensi sains seperti mengidentifikasi isu ilmiah,
menjelaskan fenomena ilmiah dan menggunakan bukti ilmiah.
2. Nontes
a. Observasi
Observasi atau yang disebut dengan pengamatan, meliputi kegiatan
pemuatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat
indra. Teknik pengumpulan data dengan observasi peneliti melakukan
pengamatan langsung, maka teknik ini digunakan bila responden yang diamati
tidak terlalu besar jumlahnya. Teknik pengumpulan data dengan observasi
digunakan jika penelitian yang dilakukan dengan berkenaan perilaku manusia,
proses pembelajaran, dan jumlah responden tidak terlalu besar. Peneliti secara
langsung melihat dalam pembelajaran di kelas dan mengamati Peserta didik
kelas VIII bagaimana analisis model pembelajaran Inkuiri terhadap literasi
sains siswa.
b. Wawancara
Wawancara pada penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan
Wali kelas VIII yang bertujuan untuk mendapatkan informasi dari pendidik
dan peserta didik terhadap kegiatan fokus penelitian bagaimana analisis model
pembelajaran Inkuiri terhadap hasil literasi sains siswa kelas VIII MTsN 1
Model Medan.
c. Dokumentasi
Melalui Wawancara peneliti memperoleh data dokumentasi berupa
silabus, RPP, data peserta didik, foto kegiatan pendidik dan peserta didik
yang berkaitan dengan analisis model pembelajaran Inkuiri terhadap literasi
sains siswa kelas VIII MTsN 1 Model Medan.
d. Angket
Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberi seperangkat pertanyan atau pertanyaan yang tertulis kepada
responden untuk dijawab. Angket diberi kepada peserta didik kelas VIII
MTsN 1 Model Medan. Untuk peserta didik peneliti menyebarkan angket
yang berisikan pernyataan-pernyataan mengenai pembelajaran peserta didik di
sekolah.
Angket yang digunakan merupakan angket skala likert, skala likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan presepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial dalam penelitian ini digunakan
skala skor.
3.8 Analisis Data
3.8.1 Uji Normalitas
Uji normalitas adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mengetahui
apakah data berasal dari populasi yang terdistribusi normal atau berada dalam
sebaran normal. Distribusi normal adalah distribusi simetris dengan modus,
mean, dan median berada dipusat. Uji normalitas biasanya digunakan untuk
mengukur data berskala ordinal, interval, ataupun rasio.
Uji normalitas data bertujuan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti
berdistribusi normal atau tidak dengan uji keormalan yaitu uji Liliefors.
Dengan hipotesis:
H0: Data megikuti sebaran normal
HI: Data kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak homogen
Jika Lhitung< Ltabel maka H0 diterima.

3.8.2 Uji Homogenitas


Uji homogenitas adalah suatu prosedur uji statistik yang dimaksudkan
untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih kelompok data sampel berasal
dari populasi yang memiliki variansi yang sama.Uji homogenitas bertujuan
untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang homogen atau
tidak. Sampel dikatakan homogen apabila memiliki varian yang sama.
Adapun hipotesis yang akan diuji yaitu:
H0 : Data kelas eksperimen dan kelas kontrol homogen
HI : Data kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak homogen
Jika Fhitung< Ftabel , H0 maka diterima
Jika Fhitung> Ftabel , Ha maka ditolak
3.8.3 Uji Hipotesis
Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji hipotesis “t” berguna
menganalisis data dalam penelitian yaitu dengan menggunakan hipotesis
komperatif dua sampel yang mempuyai jumlah sampel dan varians yang sama
(homogen). Melihat pengaruh variabel X terhadap variabel Y dengan melakukan
pembadingan antara t0 dengan t1 , dengan hipotesis sebagai berikut:
1) Jika t0 > atau t1 = terdapat pengaruh yang signifikan dalam
penggunakan model pembelajaran penerapan Model pembelajaran
Inkuiri pada Materi IPA Terhadap literasi sains siswa di MTsN 1
Model Medan.
3.9 Jika t0 < atau t1 = tidak terdapat pengaruh yang signifikan dalam penggunakan
model pembelajaran penerapan Model inkuiri pada Materi IPA Terhadap literasi
sains siswa di MTsN 1 Model Medan
DAFTAR PUSTAKA

Aiman, U., & Ahmad, R. A. R. (2020). Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)
terhadap literasi sains siswa kelas V Sekolah Dasar. Jurnal pendidikan dasar
flobamorata, 1(1), 1-5.
Hafizah, E. (2021). Implementasi Problem Based Learning (PBL) Terhadap
Kemampuan Literasi Sains Siswa. Quantum; Jurnal Inovasi Pendidikan
Sains, 12(1), 1-11.
Handayani, L. (2020). Peningkatan Motivasi Belajar IPA Melalui Model
Pembelajaran Project Based Learning pada Masa Pandemi Covid-19 bagi
Siswa SMP Negeri 4 Gunungsari. Jurnal Paedagogy, 7(3), 168-174.
Kristyowati, R., & Purwanto, A. (2019). Pembelajaran literasi sains melalui
pemanfaatan lingkungan. Scholaria: Jurnal Pendidikan Dan
Kebudayaan, 9(2), 183-191.
Mayshandy, M. F., Mahardika, I. K., & Budiarso, A. S. (2021). Pengaruh model
problem based learning disertai peta konsep terhadap motivasi belajar ipa
siswa smp kelas vii materi pemanasan global. Bioilmi: Jurnal
Pendidikan, 7(2), 101-109.
Narut, Y. F., & Supardi, K. (2019). Literasi sains peserta didik dalam pembelajaran
ipa di indonesia. JIPD (Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar), 3(1), 61-69.
Saleh, M. (2013). Strategi pembelajaran fiqh dengan problem-based
learning. JURNAL ILMIAH DIDAKTIKA: Media Ilmiah Pendidikan dan
Pengajaran, 14(1).
Widiana, R., Maharani, A. D., & Rowdoh, R. (2020). Pengaruh Model Problem
Based Learning terhadap Kemampuan Literasi Sains Siswa
SMA. Ta'dib, 23(1), 87-94.
Wuryastuti, S., & Ni'mah, I. (2013). Model Pembelajaran Berbasis Lingkungan
Untuk Meningkatkan Kecakapan Hidup Mahasiswa Melalui Pembuatan
Kompor Biogas. EduHumaniora| Jurnal Pendidikan Dasar Kampus
Cibiru, 5(2).
Widodo, W., Rachmadiarti, F., Hidayati, S. N. (2017). Buku Guru Ilmu Pengetahuan
Alam Kelas VII SMP/MTs. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Yuliati, Y. (2017). Literasi sains dalam pembelajaran IPA. Jurnal cakrawala
pendas, 3(2).

Anda mungkin juga menyukai