Anda di halaman 1dari 79

PENGARUH MODEL INDUCTIVE THINGKING TERHADAP

SCIENTIFIC LITERACY SKILL DAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK


PADA SUB KONSEP VERTEBRATA
(Studi Eksperimen di Kelas X MIPA SMA Negeri 1 Manonjaya
Tahun Ajaran 2017/2018)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar


Sarjana Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Siliwangi

Oleh
RISWANDI MAULANA
142154034

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2018

1
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini perkembangan pendidikan telah memasuki era globalisasi

yang dalam penyelenggaraannya harus mampu menghasilkan sumber daya

manusia yang memiliki kompetensi utuh abad 21, hal ini sejalan dengan

pernyataan Yuni, Wijaya et.al., (2016:263) bahwa relevansi isu pendidikan

yang dikonfirmasi oleh PBB saat dideklarasikan antara tahun 2005 dan 2014

mengenai peranan pendidikan untuk membangun suatu bangsa, terutama dalam

menghadapi abad 21 yang disebut sebagai masa pengetahuan (knowledge age).

Pendidikan abad 21 atau biasa disingkat P21 (Partnership for 21st

Century Learning) mengembangkan framework pembelajaran di abad 21 yang

menuntut peserta didik untuk memiliki keterampilan, pengetahuan dan

kemempuan dibidang teknologi, media dan informasi, keterampilan

pembelajaran dan inovasi serta keterampilan hidup dan karir. Pernyataan

tersebut sejalan dengan Yuni, Wijaya et.al., (2016:268), bahawa pada skema

yang dikembangkan oleh P21 diperjelas dengan tambahan subjek 3R. Dalam

konteks pendidikan, 3R adalah singkatan dari reading, writing dan aritmatik,

diambil lafal “R” yang kuat dari setiap kata. Dari subjek reading, writing dan

aritmatik muncul gagasan modern yaitu “literasi” yang digunakan sebagai

pembelajaran untuk memahami gagasan melalui media kata-kata.


3

Kenyataannya pembelajaran biologi yang ada di sebagian sekolah saat

ini belum secara kesuluruhan berorientasi pada tuntutan era pengetahuan

(knowledge age) sehingga perlu adanya upaya perbaikan terhadap proses

pengajaran, metode dan strategi pembelejaran agar keterampilan literasi sains

peserta didik dapat tercapai. Senada dengan pernyataan tersebut Haris Odja dan

Citron (2014:41) dalam penelitiannya berasumsi bahwa rendahnya

keterampilan literasi sains peserta didik merupakan suatu alasan yang melandasi

pemerintah melakukan revisi kurikulum 2006 ke 2013. Selain itu alasan

dirubahnya kurikulum tersebut karena permasalahan yang sering terjadi

menurut Susanti (2014:123) dalam penelitiannya manyatakan bahwa peserta

didik kurang mampu mengungkapkan gagasan, ide, dan pendapat sehingga

belum memiliki sifat kritis dalam proses belajar, tentunya hal tersebut

berpengaruh pada tingkat hasil belajar peserta didik yang belum maksimal.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di SMAN 1

Manonjaya melalui wawancara pada tanggl 10 Januari 2018 dengan guru mata

pelajaran biologi mengenai permasalahan yang terjadi bahwa proses

pembelajaran biologi dirasa belum mencapai hasil yang memuaskan sesuai

dengan tuntutan kurikulum 2013 yang berorientasi pada keterampilan 4C,

HOTS dan literasi, hal ini menunjukan bahwa keterampilan literasi sains peserta

didik perlu diukur dan ditingkatkan. Disamping itu dilihat dari rata-rata nilai

hasil ulangan peserta didik pada materi vertebrata tahun ajaran 2016/2017

masih kurang dari kriteria ketuntasan minimum (KKM) yaitu baru mencapai

74, 58. Sedangkan nilai ketuntasan minimal (KKM) yang harus dicapai peserta
4

didik di SMAN 1 Manonjaya Tasikmalaya adalah 76. Dari permasalahan

tersebut terbukti bahwa guru harus melakukan repitalisasi terhadap model atau

metode pembelajaran yang digunakan, untuk mencapai hasil belajar peserta

didik yang optimal serta memenuhi tuntutan pembelajaran biologi terutama

keterampilan literasi sains peserta didik pada mata pelajaran biologi konsep

vertebrata.

Merujuk dari kutipan tersebut, keterampilan literasi sains menjadi

sangat penting untuk dimiliki peserta didik karena secara langsung berkorelasi

dengan membangun generasi baru yang memiliki pemikiran serta sikap ilmiah

yang kuat dapat secara efektif mengkomunikasikan ilmu dan hasil penelitian,

Arohman et.al., (2016:90). Keterampilan literasi sains diartikan sebagai

keterampilan seseorang untuk membedakan fakta-fakta sains dari bermacam

macam informasi, mengenal dan menganalisis metode penyidikan saintifik serta

keterampilan untuk mengorganisasi menganalisis, menginterpensikan data

kuantitatif dan informasi sains (Gormaly, 2012:364).

Terlepas dari pentingnya keterampilan literasi sains yang dimiliki oleh

peserta didik selain itu proses pembelajaran seyogyanya memberikan sebuah

pengalaman serta pengetahuan yang dapat mendukung peserta didik untuk

mencerna dan mendalami pembelajaran, hal ini berorientasi terhadap hasil

belajar yang harus diperoleh peserta didik secara maksimal seperti yang

dikemukakan oleh Hamalik, Oemar (2010:31) Hasil-hasil belajar adalah pola-

pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan

keterampilan.
5

Senada dengan latar belakang masalah tersebut penulis mencoba

melakukan penelitian dengan menggunakan model inductive thingking pada

materi vertebrata. Model inductive thingking merupakan model yang

dikembangkan atas dasar konsep mental proses berfikir peserta didik untuk

menangani informasi dan menyelasikannya serta melibatkan keterampilan-

keterampilan kognitif atau intelektual, manual, dan sosial (Ika et.al. 2012:60).

Model tersebut menekankan adanya proses pembelajaran yang menarik dengan

melibatkan peserta didik untuk mencari data secara langsung melalui berbagai

media atau sumber bahan belajar.

Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, penulis mengidentifikasi

beberapa masalah sebagai berikut:

1. apakah faktor yang dapat mempengaruhi peserta didik dalam peningkatan

kemempuan literasi sains?;

2. apakah faktor yang dapat mempengaruhi peserta didik dalam meningkatkan

hasil belajar?;

3. apakah penggunaan model pembelajaran yang bervariasi dapat

meningkatkan keterampilan literasi sains peserta didik?;

4. apakah penggunaan model pembelajaran yang bervariasi dapat

meningkatkan hasil belajar peserta didik?;

5. apakah penggunaan model pembelajaran Inductive Thinking dapat

meningkatkan keterampilan literasi sains peserta didik ?;

6. apakah penggunaan model pembelajaran Inductive Thinking dapat

meningkatkan hasil belajar peserta didik?;


6

7. apakah model pembelajaran induktive thingking dapat membantu peserta

didik dalam memahami materi vertebrata ?;

Agar permasalahan tidak terlalu luas dan keberhasilannya dapat diukur,

permasalahan yang telah dikemukakan tersebut dibatasi sebagai berikut:

1. model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran Inductive

Thinking;

2. scientific literacy skill yang diukur mengacu pada indikator keterampilan

literasi sains Gormally yang terdiri dari sembilan aspek yaitu

mengidentifikasi argument saintifik yang tepat, menggunakan pencarian

literature yang efektif, evaluasi dalam menggunakan informasi saintifik,

memahami elemen desain penelitian dan bagaimana dampaknya terhadap

penemuan saintifik, membuat grafik yang dapat merepresentasikan data,

membaca dan merepresantisakan data, pemecahan masalah dengan

menggunakan keterampilan kuantitatif termasuk statistic probabilitas,

memahami dan mampu menginterpresentasikan statistik dasar,

menyuguhkan kesimpulan dan prediksi berdasarkan data kuantitatif, yang

diukur dengan menggunakan test multiple choice;

3. hasil belajar yang diukur adalah hasil belajar kognitif meliputi dimensi

pengetahuan yang dibatasi pada jenjang pengetahuan faktual (K1),

konseptual (K2), dan prosedural (K3) serta dimensi proses kogintif yang

dibatasi pada jenjang menghafal (C1), memahami (C2), mengaplikasikan

(C3), menganalisis (C4), dan mengevaluasi (C5,yang diukur dengan

menggunakan test multiple choice;


7

4. materi pelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi

vertebrata;dan,

5. penelitian dilakukan di kelas X MIPA tahun pelajaran 2017/2018 di SMAN

1 Manonjaya Tasikmalaya.

Berkorelasi dari pernyataan tersebut, maka harapan penulis yaitu dengan

penggunaan model pembelajan inductive thingking yang menekankan pada

pemrosesan informasi baik untuk digunakan pada proses pembelajaran.

Harapan lainnya dengan model tersebut juga dapat meningkatkan keterampilan

literasi sains melalui kemampuan peserta didik dalam hal mengenali masalah,

terkait penyelidikan ilmiah, mengidentifikasi informasi ilmiah dan

membuktikan data ilmiah serta mampu meningkatkan hasil belajar peserta

didik dalam mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna serta dapat

merubah prilaku pada peserta didik secara tetap yang dapat diukur setelah

melakukan proses belajar.

B. Rumusan Masalah

Masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Adakah pengaruh

model induktive thingking terhadap scientific literasi skill dan hasil belajar

peserta didik serta hubungan antara scientific literasi skill dan hasil belajar pada

sub konsep vertebrata di Kelas X MIPA SMAN 1 Manonjaya Tasikmalaya ?”.

C. Definisi Operasional

Dalam definisi oprasional ini penulis akan memberikan penjelasan

tentang beberapa pengertian tentang scientific literacy skill, hasil belajar dan

model pembelajaran yang digunakan, menurut pemahaman penulis sendiri.


8

1. Scientific literacy skill merupakan kapasitas pemikiran untuk menggunakan

daya nalar dalam memperoleh dan menggunakan pengetahuan ilmiah,

mengidentifikasi sebuah permasalahan dan menarik sebuah kesimpulan

berdasarkan fakta dan data yang akurat dari berbagai macam informasi

untuk mengenterprentasikan data sains, kemudian diukur dengan test

multiple choice berdasarkan indikator-indikator yang perlu diperhatikan

untuk meningkatkan keterampilan literasi sains peserta didik,yaitu:

a. mengidentifikasi argument saintifik yang tepat.

b. menggunakan pencarian literature yang efektif.

c. evaluasi dalam menggunakan informasi saintifik.

d. memahami elemen desain penelitian dan bagaimana dampaknya

terhadap penemuan saintifik.

e. membuat grafik yang dapat mempresentasikan data.

f. membaca dan menginterpresentasikan data.

g. pemecahan masalah dengan menggunakan keterampilan kuantitatif

termasuk statistic probabilitas.

h. memahami dan mampu menginterpresentasikan statistik dasar.

i. menyuguhkan kesimpulan, prediksi berdasarkan data kuantitatif.

2. Hasil belajar peserta didik adalah mekanisme berubahnya karakter, sikap

dan prilaku dan keterampilan berpikir peserta didik secara tetap dan dapat

diukur setelah melakukan proses belajar melalui test multiple choice pada

materi vertebrata. Adapun hasil belajar yang diukur yaitu hanya dari tes

kognitif yang dibatasi pada jenjang mengingat (C1), memahami (C2),


9

mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), dan mengevaluasi (C5), meliputi

pengetahuan faktual (K1), konseptual (K2), dan prosedural (K3).

3. Model Inductive thingking

Model pembelajaran inductive thingking merupakan salah satu

model pemrosesan informasi yang bertujuan untuk melatih peserta didik

dalam memahami, mengidentifikasi, dan menentukan keterhubungan antara

konsep konsep yang menjadikan peserta didik sebagai konseptor alamiah,

model tersebut dikembangkan oleh Hilda Taba (1971). Langkah – langkah

model pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut:

a. guru mengkalkulasi dan menyajikan data berupa karakteristik

permasalahan, atau daftar tetang berbagai konsep;

b. peserta didik mengelompokan daftar tentang berbagai karakteristik dari

konsep materi yang akan dipelajari;

c. peserta didik membuat label dan kategori pada daftar berupa

karakteristik konsep yang telah dikelompokan;

d. peserta didik mengidentifikasi hubungan yang saling berkaitan antar

kategori pada daftar berupa karakteristik konsep yang telah

dikelompokan;

e. peserta didik mengekplorasi hubungan yang saling berkaitan antar

kategori pada daftar berupa karakteristik konsep yang telah

dikelompokan;

f. peserta didik membuat kesimpulan dari daftar berupa karakteristik

konsep yang telah dikelompokan;


10

g. peserta didik memprediksi konsekuensi dari kesimpulan yang

dikemukakan, dan menyusun hipotesis-hipotesis terkait konsep atau

materi yang sedang dipelajari;

h. peserta didik menjelaskan prediksi atau hipotesis, dan

i. guru membimbing peserta didik menguji kebenaran (verifikasi)

prediksi atau hipotesis yang telah diajukan.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh model

induktive thingking terhadap scientific literasi skill dan hasil belajar peserta

didik pada konsep vertebrata di Kelas X MIPA SMAN 1 Manonjaya

Tasikmalaya.

E. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoretis

a. Bahan informasi, mengenai relevansi penggunaan model inductive

thingking untuk bahan rujukan tambahan dalam proses belajar mengajar

untuk tercapainya tujuan pembelajaran.

b. Dapat menciptakan pembelajaran yang berkarakter, menarik dan aktif

dalam menyelesaikan masalah pembelajaran terutama untuk

meningkatkan scientific literacy skill dan hasil belajar peserta didik.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Penulis

Medapatkan wawasan baru dalam memahami dan menerapkan model –

model yang tepat dalam pembelajaran.


11

b. Bagi Peserta Didik

Membantu peserta didik dalam memahami sebuah konsep pembelajaran

biologi serta memberikan pengalaman baru dalam memperoleh suatu

gagasan materi pembelajaran sehingga peserta didik akan mampu

meningkatkan scientific literacy skill nya dan memperoleh hasil belajar

yang optimal.

c. Bagi Guru

Memberikan informasi tambahan terkait model yang bisa membantu

pelaksanaan pembelajaran yang utuh dan tepat dalam menyampaikan

informasi atau materi yang membutuhkan pemahaman konsep oleh

peserta didik, sehingga tujuan pembelajaran dapat terpenuhi.

d. Bagi Sekolah

Memberikan informasi tambahan kepada pihak sekolah tentang upaya

peningkatkan kualitas pembelajaran dalam penggunaan strategi, metode

dan model pembelajaran yang tepat dan bervareasi untuk meningkatkan

motivasi, scientific literacy skill, dan hasil belajar peserta didik.


12

BAB II

LANDASAN TEORETIS

F. Kajian Teoretis

1. Scientific Literacy Skill (SLS)

a. Pengertian scientific literasi skill

Scientific literasi skill merupakan salah satu skill atau

keterampilan yang harus dimiliki oleh peserta didik, mengingat

kemampuan tersebut sangat menunjang dalam proses pembelajaran

serta kompetisi dalam menggunakan pengetahuan yang dimilikinya

untuk memenuhi kebutuhan hidup yang dipengaruhi oleh perkembangan

sains dan teknologi. Menurut Trecy et.al., (2011:29)“Scientific literacy

is directly correlated with building a new generation of stronger

scientific minds that can effectively communicate research science to the

general public”, bahwa literasi sains secara langsung berkorelasi

dengan membangun generasi baru yang memiliki pemikiran serta sikap

ilmiah yang kuat dapat secara efektif mengkomunikasikan ilmu dan

hasil penelitian kepada masyarakat umum.

Merujuk dari pernyataan tersebut Rustaman et.al., (2011:7)

berpendapat bahwa:

scientific literasi skill adalah kemampuan seseorang untuk


memahami sains, mengkomunikasikan sains (lisan maupun
tulisan), serta merupakan kemampuan sains untuk memecahkan
masalah sehingga memiliki sikap dan kepekaan yang tinggi
terhadap diri dan lingkungannya dalam mengambil keputusan
berdasarkan pertimbangan sains.
13

Didukung pendapat Arohman et.al., (2016:90), “scientific

literasi skill merupakan kapasitas untuk menggunakan pengetahuan

ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan

berdasarkan fakta dan data untuk memahami alam semesta dan

membuat keputusan”. Sedangkan menurut Kusuma, Yani (2016:67),

“scientific literasi skill berarti pengetahuan dan pemahaman tentang

konsep-konsep ilmiah dan proses yang diperlukan untuk pengambilan

keputusan pribadi, partisipasi, dan produktivitas ekonomi”.

Menurut Suwono, Hadi, et.al., (2016:772), SLS adalah

“kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi

pertanyaan, menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti untuk

memahami dan membuat keputusan bekenaan dengan alam yang

dilakukan manusia”.

Senada dengan pernyataan tersebut Gormaly, et.al., (2012:364),

menyatakan bahwa definisi SLS diartikan sebagai:

kemampuan sesesorang untuk membedakan fakta-fakta sains


dari bermacam-macam informasi, mengenal dan menganalisis
penggunaan metode penyelidikan saintifik serta kemampuan
mengorganisasi, menganalisis, menginterpretasikan data
kuantitatif dan informasi sains.

Dari beberapa kutipan tersebut penulis dapat menyimpulkan

bahwa keterampilan literasi sains atau scientific literasi skill dapat

didefinisikan sebagai kapasaitas peserta didik untuk menggunakan

pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi masalah dari pertanyaan-

pertanyaan sehingga mampu membedakan fakta-fakta sains dari


14

berbagai macam informasi, mengenal dan menganalisis data kemudian

menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti agar dapat memahami dan

membantu membuat keputusan yang bersifat ilmiah tentang dunia alami

serta interaksi manusia dengan lingkungannya.

b. Indikator scientific literasi skill

Indikator yang dikembangkan penulis mengacu pada indikator

yang tertuang dalam pengembangan alat tes TOSLS (Test of Scientific

Literacy Skill) oleh Gormally et.al., (2012). Dibawah ini merupakan

tabel indikator dan sub indikator yang merujuk pada TOSLS.

Tabel 2.1. Kategori indikator dalam TOSLS

No. Indikator Penjelasan


1. Mengidentifikasi argument Mengenali apa yang
saintifik yang tepat. memenuhi syarat
sebagai bukti dan
hipotesis yang
mendukung bukti
ilmiah.
2. Menggunakan pencarian literature Membedakan antara
yang efektif jenis sumber,
mengidentifikasi
opini, luas cakupan
dan juga kecakapan
dalam menentukan
literature.
3. Evaluasi dalam menggunakan Mengenali etika yang
informasi saintifik valid dan menganalisis
bidang kajian ilmu
pengetahuan
pemerintah, industry,
keakuratan media,
ekonomi, dan tekanan
politik untuk membuat
keputusan.
4. Memahami elemen desain Mengidentifikasi
penelitian dan bagaimana kekuatan dan
dampaknya terhadapa penemuan kelemahan dalam
saintifik. desain penelitian
15

No. Indikator Penjelasan


yang berkaitan
dengan ukuran
sampel, pengacakan,
dan eksperimental
kontrol
5. Membuat grafik yang dapat mengidentifkasi
merepresntasikan data format yang sesuai
untuk representasi
grafis dari data yang
diberikan
6. Membaca dan menghitung
menginterpresentasikan data prsentase, dan
frekwensi untuk
menarik kesimpulan
7. Pemecahan masalah dengan menghitung
menggunakan kemampuan prsentase, dan
kuantitatif termasuk statistic frekwensi untuk
probabilitas menarik kesimpulan
8. Memahami dan mampu memahami
menginterpretasikan statistic kebutuhan statistic
dasar. untuk mengukur
ketidak pastian pada
data.
9. Menyuguhkan kesimpulan, menafsirkan data dan
prediksi berdasarkan data kritik desain
kuantitatif. eksperimental untuk
mengevaluasi
hipotesis dan
mengakui kelamahan
dalam argument.
Sumber: Gormally et.al., (2012:367)

2. Hakikat Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Interaksi antara pendidik dengan peserta didik yang dilakukan

secara sadar, terencana baik di dalam maupun di luar ruangan untuk

meningkatkan kemampuan peserta didik ditentukan oleh hasil belajar.

Sebagaimana dikemukakan oleh Aminoto dan Haerul (2014:13) bahwa

“Hasil belajar mengacu pada segala sesuatu yang menjadi milik peserta
16

didik sebagai akibat dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan”.

Bahkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan

“hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindakan belajar dan

tindak mengajar”. Sedangkan menurut Hamalik, Oemar (2013:31)

“Hasil-hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian,

sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan keterampilan”.

Didiukung oleh Susanti (2014:12) “Hasil belajar merupakan

nilai yang diperoleh peserta didik pada akhir satuan pelajaran yang

diukur dengan tes. Peserta didik dikatakan berhasil dalam belajar

apabila telah mencapai prestasi belajar yang diharapkan”. Sedangkan

Suprijono, Agus., (2015:5) menyatakan “hasil belajar adalah pola-pola

perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan

keterampilan”.

Merujuk pemikiran Gagne (Suprijono, Agus, 2017:5),

menyatakan bahwa hasil belajar berupa:

1) Informasi verbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan


pengetahuan dalam bentuk bahasa.
2) Keterampilan intelektual, yaitu kemampuan
mempersentasikan konsep dan lambing.
3) Strategi kognitif, yaitu kecakapan menyalurkan dan
mengarahkan aktifitas kognitifnya sendiri.
4) Keterampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan
serangkian gerak jasmani dan koordinasi.
5) Sikap, yaitu kemampuan menerima atau menolak objek
berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.

Pendapat lain tentang teori hasil belajar dikemukakan oleh

Mager (Tawil, Muh dan Liliasari, 2014:4), “bahwa hasil belajar seorang

peserta didik selalu dinyatakan dalam terbentuknya tingkah laku sebagai


17

hasil dari proses belajar yang telah dialami peserta didik tersebut”.

Sedangkan menurut Lindgren (Suprijono, Agus, 2017:7), menyatakan

bahwa “hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian,

dan sikap”.

Pernyataan tersebut telah sesuai dengan Bloom (Suprijono,

Agus, 2017:5), bahwa hasil belajar mencakup tiga domain yaitu;

1) Domain kognitif, adalah knowledge (pengetahuan, ingatan),


comperehensiaon (pemahaman, menjelaskan, meringkas,
contoh), Aplication (menerapkan), analysis (menguraikan,
menentukan hubungan), shytesis (mengorganisasikan,
merencanakana, memebentuk bangunan baru. dan
evaluation (menilai).
2) Domain afektif, adalah receiving (sikap menerima),
responding (memberikan respon), valving (nilai),
organization (organisasi), characterization (karakteristik).
3) Domain psikomotor, meliputi initiatory, pre-routine, dan
rountinized. Psikomotor juga mencakup ketermpilan
produktif, teknik, fisik, social, manjeriarl, dan intelektual.

Hasil belajar menurut Widodo, Ari (2006:2-13) menjelaskan

bahwa:

Taksonomi yang baru memungkinkan pembuatan soal yang

bervariasi untuk setiap jenis proses kognitif. Apabila dalam

taksonomi yang lama, hanya dikenal jenjang C1, C2, C3, C4, C5,

dan C6, dalam taksonomi yang baru tiap jenjang menjadi 4 kali

lipat sebab ada 4 macam pengetahuan. Seorang guru yang

membuat soal jenjang C1, kini bisa memvariasikan soalnya,

menjadi C1-faktual, C1-konseptual, C1-prosedural, C1-

metakognitif, dsb.

1) Dimensi Pengetahuan
18

Ada empat macam pengetahuan, yaitu: pengetahuan faktual,

pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan

pengetahuan metakognitif.

a) Pengetahuan faktual: pengetahuan yang berupa


potonganpotongan informasi yang terpisah-pisah atau
unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu.
Pengetahuan faktual pada umumnya merupakan
abstraksi tingkat rendah.
b) Pengetahuan konseptual: pengetahuan yang
menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur dasar
dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi
bersamasama. Pengetahuan konseptual mencakup
skema, model pemikiran, dan teori baik yang implisit
maupun eksplisit.
c) Pengetahuan prosedural: pengetahuan tentang
bagaimana mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat rutin
maupun yang baru. Seringkali pengetahuan prosedural
berisi langkah-langkah atau tahapan yang harus diikuti
dalam mengerjakan suatu hal tertentu.
d) Pengetahuan metakognitif: mencakup pengetahuan
tentang kognisi secara umum dan pengetahuan tentang
diri sendiri. Penelitian-penelitian tentang metakognitif
menunjukkan bahwa seiring dengan perkembangannya
peserta didik menjadi semakin sadar akan pikirannya dan
semakin banyak tahu tentang kognisi, dan apabila peserta
didik bisa mencapai hal ini maka mereka akan lebih baik
lagi dalam belajar.
2) Dimensi proses kognitif dalam taksonomi yang baru
Jumlah dan jenis proses kognitif tetap sama seperti dalam

taksonomi yang lama, hanya kategori analisis dan evaluasi

ditukar urutannya dan kategori sintesis kini dinamai

membuat (create).Seperti halnya taksonomi yang lama,

taksonomi yang baru secara umum juga menunjukkan

penjenjangan, dari proses kognitif yang sederhana ke proses

kognitif yang lebih kompleks.


19

a) Menghafal (remember): menarik kembali informasi yang


tersimpan dalam memori jangka panjang. Mengingat
merupakan proses kognitif yang paling rendah
tingkatannya. Kategori ini mencakup dua macam proses
kognitif: mengenali (recognizing) dan mengingat
(recalling).
b) Memahami (understand): mengkonstruk makna atau
pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki,
mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan
yang telah dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan
yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam
pemikiran peserta didik. Kategori memahami mencakup
tujuh proses kognitif: menafsirkan (interpreting),
memberikan contoh (exemplifying), mengkelasifikasikan
(classifying), meringkas (summarizing), menarik
inferensi (inferring), membandingkan (comparing), dan
menjelaskan (explaining).
c) Mengaplikasikan (applying): mencakup penggunaan
suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau
mengerjakan tugas. Oleh karena itu mengaplikasikan
berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural. Namun
tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk
pengetahuan prosedural saja. Kategori ini mencakup dua
macam proses kognitif: menjalankan (executing) dan
mengimplementasikan (implementing).
d) Menganalisis (analyzing): menguraikan suatu
permasalahan atau obyek ke unsurunsurnya dan
menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-
unsur tersebut dan struktur besarnya. Ada tiga macam
proses kognitif yang tercakup dalam menganalisis:
membedakan (differentiating), mengorganisir
(organizing), dan menemukan pesan tersirat
(attributting).
e) Mengevaluasi: membuat suatu pertimbangan
berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada dua
macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini:
memeriksa (checking) dan mengritik (critiquing).
f) Membuat (create): menggabungkan beberapa unsur
menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga macam proses
kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu:
membuat (generating), merencanakan (planning), dan
memproduksi (producing).
20

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar merupakan suatu perubahan prilaku yang baru pada peserta didik

secara tetap setelah melakukan proses pembelajaran. Adapun hasil

belajar yang diukur yaitu dari tes kognitif yang dibatasi pada jenjang

mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis

(C4), dan mengevaluasi (C5), meliputi pengetahuan faktual (K1),

konseptual (K2), dan prosedural (K3).

b. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Terkait Scientific


Literacy Skill

Faktor yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik salah

satunya adalah “kemampuan guru, media yang digunakan guru, serta

kesiapan siswa dalam mengikuti materi” (Hasni, 2014:59). Menurut

Slameto (2010:54) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

bayak sekali jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan

saja, yaitu faktor interen dan faktor eksteren.

Faktor interen adalah faktor yang ada dalam diri individu yang

sedang belajar, sedangkan faktor eksteren adalah faktor yang ada diluar

individu, menurut pendapat Slameto (2010:54), yang termasuk faktor-

faktor internal terdiri dari tiga faktor dasar yakni: faktor jasmani, faktor

psikologi dan faktor kelelahan.

a. Faktor Jasmani
1) Faktor Kesehatan
Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan
seseorang terganggu, proses belajar seseorang terganggu,
maka akan berdampak pada hasil belajar seseorang.
21

2) Cacat Tubuh
Keadaan cacat tubuh juga tentunya akan mempengaruhi
kemampuan berpikir kritis seseorang, orang yang
memiliki cacat tubuh akan memiliki hasil belajar yang
berbeda dengan orang yang normal.
b. Faktor Psikologis
1) Inteligensi
Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan
belajar. Dalam situasi yang sama, peserta didik yang
mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih
berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelegensi
rendah.
2) Perhatian
Untuk mendapatkan hasil belajar yang memuaskan maka
peserta didik perlu menaruh perhatian lebih terhadap
suatu konsep yang akan dipelajarai, maka dari itu guru
perlu mempersiapkan suatu konsep yang menarik
perhatian peserta didik.
3) Minat
Hasil belajar peserta didik akan meningkat jika bahan
yang akan dipelajari sesuai dengan minat peserta didik.
4) Bakat
Bakat merupakan kemampuan, peserta didik yang
memiliki kemampuan lebih terhadap suatu konsep yang
di sajikan guru, maka akan berdampak pada kemampuan
berpikir kritis yang baik.
5) Motif
Guru harus paham apa motif peserta didik dalam belajar
karena motif tersebut akan menjadi dasar guru untuk
memahami keinginan peserta didik.
6) Kematangan
Tingkat kematangan peserta didik jauga sangat
mempengaruhi dalam hasil belajar, artinya peserta didik
yang sudah siap untuk belajar maka akan cakap dalam
proses belajar, dan tentunya akan memberi hasil yang
baik dari belajar.
7) Kesiapan
Peserta didik yang siap belajar, maka akan memberi hasil
belajar yang baik.
c. Faktor Kelelahan
Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan
tetapi dapat dibedakan menjadi dua yakni kelelahan jasmani
dan kelelahan rohani. Peserta didik yang merasa lelah dalam
belajar tentunya akan memberikan hasil belajar yang buruk.
22

Sedangkan yang termasuk faktor eksteren dapat dikelompokan

menjadi tiga kelompok yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah dan

faktor masyarakat.

a. Faktor Keluarga
Peserta didik yang belajar akan menerima pengaruh dari
keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antar
anggota keluarga, suasan rumah tangga, dan keadaan
ekonomi keluarga, pengaruh pengaruh ini tentunya akan
berdampak pada hasil belajar seorang peserta didik.
b. Faktor Sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi hasil belajar peserta
didik mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan peserta didik, relasi peserta didik dengan peserta
didik, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar
pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.
c. Faktor Masyarakat
Peserta didik juga adalah bagian dari masyarakat, factor ini
mencakup kegiatan peserta didik dalam masyarakat, mass
media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor dari dalam siswa

itu sendiri seperti faktor kecerdasan, kemauan belajar yang tinggi,

mental, dan kesehatan. Sedangkan faktor eksternal merupakan

faktor yang mempengaruhi dari luar diri siswa seperti faktor

lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, dan kualitas dalam

pengajaran.
23

3. Model Pembelajaran

a. Pengertian model pembelajaran

Joyce, Bruce et.al., (2011:30) mendeskripsikan “model

pembelajaran sebagai gambaran suatu lingkungan pembelajaran, yang

juga meliputi perilaku kita sebagai guru saat model tersebut diterapkan”.

Gagasan yang dikembangkan oleh Joyce dan Weill mengenai

model pembelajaran yang efektif untuk diterapkan di sekolah harus

mempunyai karakteristik dan tujuan yang tepat, yaitu:

1) Membantu peserta didik mempelajari bagaimana untuk belajar,

dengan gayanya sendiri semua model membantu peserta didik

memperbaiki repertoar strateginya untuk pembelajaran.

2) Orientasi kontruktif, semua model berupaya untuk membantu para

peserta didik membangun pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai.

3) Scaffolding proses pembelajaran, model terpilih harus menyediakan

tempat bagi para guru untuk “mendorong” peserta didik melampaui

kesulitan dan menuju level pembelajaran berikutnya.

4) Assement dan penyesuain formatif, memberikan peluang bagi para

guru dan peserta didik untuk mempelajari kemajuan, penyesuaian,

melanjutkan hal-hal yang berjalan dengan baik dan menggantikan

yang tidak berjalan.

5) Keterampilan abad 21, model yang terpelih harus bisa mendukung

pada keahlian dunia digital serta keteramipilan vital yang bersifat


24

kognitif seperti pembelajaran untuk penelitian, membangun

gagasan, mengkategorisasi dan merangkum.

6) Kreativitas, model yang dipilih harus memicu pengetahuan serta

keterampilan di dalam pengolahan informasi, konsep, gambar,

suara, dan objek.

Model-model yang dikembangkan oleh Joyce memiliki struktur

yang jelas, stuktur tersebut terdiri dari empat aspek yaitu: Sintak, Sitem

Sosial, Tugas/Peran Guru, dan Pengaruh Model. Hal ini sejalan dengan

tuntutan yang dituturkan oleh (Kemendikbud, 2017:3) untuk mencapai

tujuan pembelajarn model pembelajaran harus memenuhi lima unsur

dasar yaitu:

1) syntax, merupakan langkah-langkah operasional


pembelajaran.
2) social system, adalah suasana dan norma yang berlaku dalam
pembelajaran.
3) principles of reaction, menggambarkan bagaimana
seharusnya guru memandang, memperlakukan, dan
merespon peserta didik.
4) support system, segala sarana, bahan, alat, atau lingkungan
belajar yang mendukung pembelajaran, dan
5) instructional dan nurturant effects yang merupakan hasil
belajar yang diperoleh langsung berdasarkan tujuan yang
ditetapkan (instructional effects) dan hasil belajar di luar
yang ditetapkan (nurturant effects)

Menurut Afandi, Muhamad et.al., (2013:16), “model

pembelajaran adalah prosedur atau pola sistematis yang digunakan

sebagai pedoman untuk mencapai tujuan pembelajaran didalamnya

terdapat strategi, teknik, metode, bahan, media dan alat penilaian

pembelajaran”.
25

Didiukung pendapat menurut Huda, Miftahul (2015:73),

menyatakan bahwa;

model-model pengajaran dirancang untuk tujuan-tujuan tertentu,


pengajaran konsep-konsep informasi, cara-cara berfikir, studi
nilai-nilai social, dan sebagainya. Dengan meminta peserta didik
untuk terlibat aktif dan kognitif dalam social tertentu, akan tetapi
semua model tersebut menekankan bagaimana membantu
peserta didik belajar mengontruksi pengetahuan-pengetahuan
tantang cara belajar, mengontruksi sumber sumber yang
dianggap pasif, seperti belajar dari membaca dan lain-lain.

Merujuk dari beberapa pernyataan tersebut penulis dapat

mendeskripsikan bahwa model pembelajaran merupakan alat bantu

dalam mencapai tujuan pembelajaran yang didalamnya terdapat

kerangka acuan, langkah-langkah, teknik, system, serta evaluasi dalam

proses pembelajaran. Selain itu model pembelajaran berfungsi untuk

mempermudah guru dalam memilih atau menyampaikan sebauh konsep

dengan akurat dan tepat agar suasana belajar lebih kondusip, interaktiv,

dan menyenangkan.

b. Model inductive thingking

Model pembelajaran Inductive Thinking merupakan salah satu

model pembelajaran dari rumpun model pemrosesan informasi yang

dikembangkan oleh seorang teoretikus Hilda Taba (1971) dimana

menurut Huda, Miftahul (2015:78) bahwa “model pembelajaran ini

didasarkan pada asumsi awal bahwa setiap manusia, termasuk peserta

didik, merupakan konseptor alamiah”.

Merujuk dari pernyataan tersebut, bahwa model inductive

thingking merupakan “model yang dikembangkan atas dasar konsep


26

mental proses berfikir peserta didik untuk menangani informasi dan

menyelasikannya serta melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif

atau intelektual, manual, dan sosial” (Ika et.al., 2012:60).

c. Sintak model inductive thingking

Menurut Joyce, Bruce et.al., (2015:103), mengemukakan bahwa

langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran Inductive Thinking

adalah sebagai berikut :

Table 2.2. Sintaks Model Inductive thingking

Sintaks/fase Prosedur pelaksanaan


Menentukan fokus dan batas
Mengidentifikasi penelitian awal
domain Mengklasifikasi tujuan jangka
Pembentukan panjang
Konsep Menggabungkan dan
Mengumpulkan dan menampilkan perangkat data
menghitung data Menghitung dan memberi label
data
Memeriksa data Memeriksa item-item secara
menyeluruh pada perangkat
data dan mengidentifikasi
sifatnya
Mengklasifikasi item-item
Interpertasi
dalam perangkat data dan saling
Data
Membentuk konsep- mengungkapkan hasilnya
konsep dan Menambahkan data ke
mengklasifikasi perangkat
Mengklasifikasi kembali,
kemungkingan berulangkali
Memeriksa implikasi perbedaan
antara katagori-katagori
Mengklasifikasi kategori-
Menghasilkan dan
kategori (jika diperlukan)
menguji hipotesis
Penerapan Mengklasifikasi kembali
Prinsip matriks dua arah, serta dengan
korelasi (jika diperlukan)
Mencari item-item data
Mengkonsolidasi
tambahan dalam materi
dan mentransfer
sumbernya
27

Sintaks/fase Prosedur pelaksanaan


Mensintesis dengan menulis
tentang domail, menggunakan
kategori-kategori
Mengkonversi kategori menjadi
ketermapilan
Menguji dan mengkonslidasikan keterampilan melalui praktik dan
aplikasi
Sumber : Joyce, Bruce et.al., (2015:103) dan Huda Miftahul
(2015:78)

Untuk lebih mengoprasionalkan langkah-langkah pembelajaran

pada model pembelajaran Inductive Thinking maka langkah-langkah

pembelajaran menurut ahli, penulis modifikasi menjadi sebagai berikut:

1) guru mengkalkulasi dan menyajikan data berupa karakteristik

permasalahan, atau daftar tetang berbagai konsep;

2) peserta didik mengelompokan daftar tentang berbagai karakteristik

dari konsep materi yang akan dipelajari;

3) peserta didik membuat label dan kategori pada daftar berupa

karakteristik konsep yang telah dikelompokan;

4) peserta didik mengidentifikasi hubungan yang saling berkaitan antar

kategori pada daftar berupa karakteristik konsep yang telah

dikelompokan;

5) peserta didik mengekplorasi hubungan yang saling berkaitan antar

kategori pada daftar berupa karakteristik konsep yang telah

dikelompokan;

6) peserta didik membuat kesimpulan dari daftar berupa karakteristik

konsep yang telah dikelompokan;


28

7) peserta didik memprediksi konsekuensi dari kesimpulan yang

dikemukakan, dan menyusun hipotesis-hipotesis terkait konsep atau

materi yang sedang dipelajari;

8) peserta didik menjelaskan prediksi atau hipotesis, dan

9) guru membimbing peserta didik menguji kebenaran (verifikasi)

prediksi atau hipotesis yang telah diajukan.

Menurut Joyce, Bruce et.al., (2011:107), mengemukakan bahwa

model pembelajaran Inductive Thinking juga memiliki sistem sosial

yaitu sebagai berikut:

dalam model ini, atmosfir kelas bersifat koopratif, saat guru


diposisikan sebagai inisiator pengajaran dan penentuan
rangkaian aktivitas pembelajaran, maka ia harus bertanggung
jawab melakukan kontrol pada peserta didik secara koopratif.
Tetapi dalam hal ini peserta didik adalah pengontrol sebenarnya.

Tugas atau peran guru dalam pengaplikasian model

pembelajaran ini menurut Joyce, Bruce et.al., (2011:107)

mengemukakan bahwa langkah-langkah pembelajaran model

pembelajaran Inductive Thinking sebagai berikut:

ketika melibatkan tugas-tugas kognitif dalam setiap strategi


pengajaran, guru harus yakin bahawa tugas-tugas kognitif
tersebut muncul dengan instruksi yang optimal dan juga pada
saat yang tepat, dengan demikian tugas guru dalam hal ini adalah
sebagai pemonitor.
29

d. Peranan Model inductive thingking dalam proses pembelajaran

Penerapan utama model ini untuk mengembangkan kemampuan

berpikir. Berikut peran model inductive thingking menurut Joyce, Bruce

et.al., (2016:109);

1) dapat digunakan dalam setiap bidang kurikulum dari taman


kanak-kanak sampai sekolah tinggi;
2) mempengaruhi peserta didik untuk melampaui data yang
diberikan;
3) menjadikan peserta didik mengumpulkan informasi dan
memeriksanya dengan cermat, mengorganisasikannya
menjadi konsep-konsep, dan belajar untuk memanipulasi
konsep tersebut, dan;
4) berperan untuk menarik gagasan-gagasan dalam istilah
praktis.

4. Deskripsi Materi Vertebrata

Menurut Campbell (2008:271) mengemukakaan bahwa; Vertebrata

adalah anggota filum kordata (chordata). Kordata adalah hewan bilateria

(bersimetri bilateral). Semua kordata memiliki serangkaian karakter.

Gambar di bawah mengilustrasikan empat karakter kunci kordata, yaitu;

notokord, batang saraf (nerve cord) dorsal yang berongga, celah atau

sibakan faring, dan ekor (post anal) di belakang anus yang berotot. Berikut

adalah gambar karakteristik kordata:

Sumber : Campbell (2008:271)

Gambar 2.1
Karakteristik Kordata
30

Vertebrata memiliki jumlah yang relativ kecil jika dibandingkan

dengan, katakanlah 1 juta spesies serangga di Bumi. Walaupun demikian

vertebrata mereka memiliki kisaran perbedaan karakteristik yang luas.

Berikut karakteristik umum vertebrata berdasarkan Campbell

(2008:271):

a. memiliki tengkorak atau kranium yang terdiri dari otak di ujung anterior

batang saraf dorsal, mata dan organ-organ pengindra lainnya.

b. memiliki ukuran tubuh kecil hingga besar dengan bentuk tubuh bilateria

(bersimetri bilateral).

c. sebagian atau seluruh notokord diganti oleh ruas tulang belakang

(kolumna vertebrate).

d. memiliki anggota tubuh yang berfungsi sebagai alat gerak, misalnya

sirif pada pisces, ekor pada reptil, kaki pada mamalia, atau tangan yang

tersusun atas atas otot dan tulang.

e. memiliki kerangka dalam yang tersusun dari tulang keras ataupun tulang

lunak.

f. alat pernafasan berupa insang dan paru-paru. pada vertebrata tingkat

tinggi celah insang hanya terapadapat pada fase embrio missal pada

amfibi.

g. alat kelamin terpisah atau hermafrodit, fertilisasi bisa dilakukan secara

internal, dan bersifat ovivar (bertelur) missal aves, ovovivipar (e,brio

berkembang di dalam telur, tapi telur menetas di tubuh induk betina)

missal ikan hiu, atau vivipar (melahirkan anak) missal manusia.


31

Vertebrata merupakan terdiri dari lima subfilum yaitu pisces,

amphibia, reptil, aves dan mamalia. Berikut penulis sajikan data tentang

klasifikasi dari filum vertebrata:

a. Pisces
Pisces merupakan vertebrata akuatik artinya hidup didalam air

baik air laut maupun air tawar, yang dibagi menjadi beberapa kelas yaitu

sebagai berikut:

1) Superkelas Agnatha
Sebagian besar hewan agnatha adalah penghisap lumpur atau

pemakan suspensi yang mengambil sedimen dan serpihan bahan

organik yang tersuspensi melalui mulutnya. Menurut Campbell

(2003:253-254) menyatakan bahwa “agnatha merupakan vertebrata

tak berahang meliputi hewan-hewan mirip ikan yang telah punah

yang disebut ostrakoderma (berkulit cangkat)”. dengan ciri-ciri

sebagai berikut;

(a) Kerangka bertulang rawan.

(b) Lidah seperti parut.

(c) Notokord tetap ada sepanjang hidup.

(d) Hidup di air laur dan tawar.

(e) Mulut berbentuk bundar atau berupa bukaan mirip celah.

Untuk lebih mengenal kelas-kelas dalam Agnatha Campbell

(2003:253-254), membagi agnatha ke dalam dua kelas, yaitu:

a) Kelas Chephalaspidomorphi (Lamprey)


Lamprey laut yang berbentuk belut mengambil makanan
dengan cara mengaitkan mulut bundarnya ke sisi ikan
32

yang hidup, kemudian menggunakan lidah yang


menusuk untuk menembus kulit mangsanya kemudian
menghisap dan menelan darah mangsanya. Kebanyakan
lamprey menggunakan mulut (diperbesar,kanan) dan
lidahnya untuk melubungi sisi tubuh ikan. Berikut adalah
salah satu gambar Chephalaspidomorphi:

Sumber : Campbell (2008:277)

Gambar 2.2
Lamprey laut, vertebrata tak berahang

b) Kelas Myxini (Hagfish)


Hagfish pada umumnya merupakan pemakan bangkai
dan bukan penyedot darah atau pemakan suspensi,
bagian mulut tidak diadaptasikan untuk menusuk.
Keseluruhan hidupnya berlangsung didalam permukaan
air.

Sumber : Campbell (2008:276)

Gambar 2.3
Hagfish
33

2) Superkelas Gnathostomata

Campbell (2003:254) mengemukakan bahwa: “Pada awal

masa devon ikan yang masih hidup (Chondrichthyes dan

Osteichthyes) pertama kali muncul bersama dengan suatu kelompok

yang disebut plakoderma. Plakoderma merupakan ikan yang

berkulit lepeng yang tidak memiliki keturunan yang hidup”.

Sumber : Campbell (2008:279)

Gambar 2.4
Evolusi rahang vertebrata

Superkelas Gnathostomata dibagi menjadi dua kelas yaitu

kelas Chondrichthyes dan Osteichthye Chondrichthyes disebut ikan

bertulang rawan karena memiliki endosekelton yang relatif lentur

yang terbuat dari tulang rawan dan bukan dari tulang keras. Rahang

dan sirip berpasangan berkembang dengan baik.

a) Chondrichthyes

Menurut Campbell (2003:253) yang merupakan ciri-ciri

kelas Chondrichthyes yaitu :

(1) kerangka bertulang rawan ;


(2) memiliki rahang ;
(3) respirasi melalui insang ;
(4) pembuahan internal ;
(5) bisa bertelur atau melajirkan anak;
(6) memilki indera yang tajam
34

(7) berkembang biak secara ovipar, ovovivipar dan


vivipar

Campbell (2003:256) mengemukakaan bahwa: “Ikan

hiu dan pari merupakan sub kelas terbesar dalam kelas

Chondrichthyes. Hiu memiliki tubuh yang langsing dan

merupakan perenang yang cepat, ikan pari adalah penghuni

dasar laut yang berbentuk pipih”.

(1) Ikan Pari

Kebanyakan pari merupakan penghuni dasar laut yang

memakan molusca dan krustasea. Sebagian besar ikan pari,

seperti ikan pari penyengat berbintik biru, adalah hewan

berbentuk pipih dan hidup di dasar perairan

Sumber : Campbell (2008:280)

Gambar 2.5
Ikan Pari

(2) Ikan Hiu

ikan ini merupakan perenang yang cepat dengan indra yang

tajam dan rahang yang sangat kuat, dan beradaptasi dengan


35

baik sebagai pemangsa. System gurat sisi meumungkinkan

hewan ini untuk mendetkesi getaran-getaran kecil.

Sumber : Campbell (2008:280)

Gambar 2.6
Hiu karang berujung hitam

b) Osteichthye

Campbell (2003:253), “Ikan bertulang keras umumnya

adalah perenang yang dapat mengontrol arah, siripnya yang

lentur lebih sesuai untuk pengendalian dan pendorongan

dibandingkan dengan sirip hiu yang lebih kaku.

Berdasarkan Campbell (2003:253) ciri-ciri Osteichthyes

adalah sebagai berikut:

(1) ikan bertulang keras.


(2) kerangka dan tulang berrahang.
(3) sebagian besar sepesis melakukan pembuahan
eksternal meluarkan telur dalam jumlah banyak.
(4) pernapsan terutama melalui insang.
(5) memiliki kantung renang.
(6) hidup dilaur atau air tawar.
(7) Berkembang biak secara ovipar
36

Berikut adalah salah satu gambar dari ikan sirip duri

(Gambar 2.7 )

Sumber : Champbell (2008:282)

Gambar 2.7
Ikan sirip kuning (Thunnus albaceres)

Pada pisces kita mengenal adanya sisik yang menutup bagian

luar tubuhnya yang berfungsi sebagai pelindung bagian luar tubuh,

secara umum sisik dapat kita amati secara kasat mata atau dibantu

menggunakan kaca pembesar.

Untuk lebih memahami, Pratomo, Hurip dan Bayu Rosadi

(2010:27) Kita mengenal berbagai macam bentuk sisik ikan yaitu :

1) sisik placoid

Sisik placoid terdapat pada sisik ikan hiu dan sisik ikan pari. Sisik

tersebut melekat erat pada kulit, sehingga kulit ikan hiu atau ikan

pari bila dikeringkan dengan baik dapat digunakan sebagai “kertas

amplas” atau “kertas gosok”.

2) sisik cosmoid
37

Sisik cosmoid ialah sisik-sisik pada kelompok ikan crossopterygii,

yang bagian luarnya dilapisi oleh bahan seperti dentin disebut

cosmin.

3) sisik paleoniscoid

Sisik paleoniscoid adalah sisik-sisik yang terdapat pada kelompok

ikan paleoniscoid. Lapisan luar jaringannya berupa dentin atau

tulang gigi.

4) sisik cycloid

Sisik cycloid, sisik-sisik pada kebanyakan ikan bertulang yang kita

kenal sehari-hari, seperti halnya sisik ctenoid. Lapisan luarnya

berupa bahan tulang.

5) sisik ctenoid.

sisik terakhir tersebut terletak pada bagian sisik yang bebas. Pada

sisik cycloid, bagian yang bebas tersebut adalah yang halus,

sedangkan pada sisik ctenoid bagian yang bebas tersebut bergerigi.

b. Amphibia

Amphibia memiliki berbagai peranan penting bagi kehidupan

manusia, baik itu untuk konsumsi, sibernetik maupun bahan percobaan

penelitian yakniperanan ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis,

amphibia memiliki peranan penting dalam rantai makanan sebagai

konsumen sekunder. Amfibi memakan serangga sehingga dapat

membantu keseimbangan ekosistem terutama dalam pengendalian

populasi serangga
38

Amphibia kini diwakili oleh sekitar 6.150 spesies salamander

(ordo urodela yang berekor) katak (ordo anura yang tidak berekor) dan

sesilia (ordo apoda yang tidak berkaki). Djuhanda,(1982: 17) dalam

bukunya menyebutkan adapun ciri ciri Amphibia secara umum sebagai

berikut:

1) Mempunyai kulit lembab yang banyak mengandung kelenjar


2) Tidak ada sisik luar, mempunyai dua pasang kaki serta tidak
ada sisik berpasangan.
3) Lubang hidungnya ada sepasang, berhubungan dengan
rongga mulut
4) Tengkorak mempunyai dua kondil oksifikal.
5) Jantungnya berongga tiga, yaitu dua atrium dan satu
ventrikal yang terpisah dengan sekat-sekat yang sempurna
6) Bernapas dengan menggunakan insang, paru-paru, kulit.
7) Telur terbungkus lender, selalu diletakan dalam air
8) Larva, selalu hidup dalam air, dewasanya hidup dalam air,
darat atau tempat yang lembab.

Dalam campbell (2008:284-285) terdapat tiga ordo kelas

amphibia yang masih hidup pada saat ini yaitu :

1) Urodela

Secara keseluruhan merupakan spesies akuatik, namun ada

pula yang hidup di daratan. sepanjang hidupnya atau ketika

dewasa. Sebagian besar salamander yang hidup didaratan

berjalan dengan tubuh yang meliuk liuk ke kiri dan kanan,

ciri yang diwarisi dari tetropoda darat awal.

Sejalan dengan pernyataan Djhuanda (1981: 17-18)

menyebutkan bahwa: “pada tubuhnya dapat dibedakan

bagian-bagaian kepala, badan dan ekor. Kaki depan dan


39

belakang ukurannya sama besar. Larvanya yang hidup di

dalam air mempunyai bentuk yang serupa dengan hewan

dewasanya.dan mempunya gigi pada kedua rahangnya”.

berikut adalah salah satu contoh gambar dari salamander.

Sumber: Campbell (2008:2)

Gambar 2.8
Salamander

2) Anura

Anura lebih terpesialisasi untuk bergerak didaratan dari pada

urodela. Katak dewasa menggunakan kaki belakangnya yang

kuat untuk melompat-lompat. Katak menangkap serangga

dan mangsa yang lain dengan menjulurkan lidahnya yang

panjang dan lengket yang melekat ke bagian depan mulut.

Sejalan dengan pernyataan pernyataan tersebut,

Djuhanda (1981:18), ciri umum dari anura adalah: “Anura

tidak mempunya leher, karena itu kelihatan kepalanya

menjadi satu dengan badannya, ekor tidak ada, kaki depan

pendek, tetapi kaki belakangnya panjang dan besar, seta ada


40

selaput diantara jari-jarinya yang digunakan untuk meloncat

dan berenang”

Berikut merupakan salah satu gambar dari anura

sesuai dengan karakteristik yang telah disebutkan.

Sumber : Campbell (2008:285)

Gambar 2.9
Anura

3) Apoda

Apoda tidak berkaki, dan hampir buta, sekilas mereka mirip

cacing tanah. Ketiadaan kaki meruapakan adaptasi kedua,

saat mereka berevolusi dari nenek moyang yang berkaki.

Sesilia menghuni daerah tropis, tempat sebagian besar

sepsesies meliang didalam tanah hutan yang lembap.

Sumber: Campbell (2008:285)

Gambar 2.10
Apoda, atau sesillia, adalah amfibia tak berkaki
41

c. Reptil

Menurut Storer dan Usinger (tanpa tahun:534) ,”reptil

merupakan pokok vertebrata pertama yang beradaptasi untuk hidup

didaerah kering di darat. Kulit dan sisik menahan kehilangan

kelembapan dari tubuh dan membantu hidup dipermukaan yang kasar”.

Adapun ciri-ciri reptil berdasarkan Campbell (2003:253), yaitu

sebagi berikut:

1) Tetrapoda darat dengan kulit bersisik;

2) Pernapasan melalui paru-paru; dan

3) Menghasilkan telur amniotik bercabang atau melahirkan anak;

Sejalan dengan penjelasan di atas Djuanda (1981:19)

mengemukakan ciri-ciri reptil sebagai berikut:

1) Kulitnya kering menanduk


2) Biasanya bersisik atau lempeng lempeng tanduk
3) Umumnya mempunyai dua pasang kaki, yang masing-
masing mempunyai lima jari yang bercakar, tetapi pada jenis
tertentu kakinya mereduksi atau sama sekali tidak ada.
4) Rangka dari bahan tulang
5) Jantung mempunyai empat ruangan, dua atrium dan dua
ventrikel tetapi sekat ventrikel belum sempurna

Reptilia merupakan hewan berdarah dingin karena mereka tidak

menggunakan metabolismenya secara luas untuk mengontrol suhu

tubuh. Sebagaimana yang dikatakan Campbell (2003:262), bahwa:

reptilia mengatur suhu tubuhnya menggunakan adaptasi


perilaku. Seperti cohtoh banyak kadal yang mengatur suhu
internalnya dengan cara berjemur di bawah terik matahri ketika
udara sejuk dan mencari tempat berteduh ketika udara terlalu
panas.
42

Campbell (2003:264-265) membagi Reptilia dalam tiga ordo

yaitu Chelonia (kura-kura), Squamata (kadal dan ular) dan Crocodilia

(algator dan buaya).

1) Chelonia

Cangkangnya yang umunya keras, suatu adaptasi yang

melindungi diri dari predator, turut membantu keberhasilan

jangka panjang tersebut . Perisai dorsal berbentuk cembung,

dinamakan karapaks, dan perisai ventral bentuknya lebih

datar dinamakan plastron, rahang tidak bergigi, tetapi

dilapisi oleh tanduk yang menyerupai paruh pada bangsa

burung. Habitatnya air laut, tawar, dan daratan macam-

macam jenis hewannya ialah kura-kura, penyu, dan labi-labi.

Sumber: Campbell (2008:290)

Gambar 2.11
Penyu kotak timur

2) Squamata

Kadal adalah Reptila yang paling banyak jumlahnya yang

paling beraneka ragam yang masih hidup saat ini. Sebagia

besar diantaranya berukuran relatif kecil. Kretaseus dengan


43

cara bersarang dilubang dan menurunkan aktivitasnya

selama musim dingin. Ular adalah hewan karnivora,

meskipun tidak tidak memiliki gendang telinga, ular sangat

sensitif terhadap getar di darat, sehingga membantu mereka

mendeteksi pergerakan mangsa.

3) Crocodilia

Buaya dan aligator merupakan sebagian dari Reptilia yang

berukuran besar. Mereka menghaabiskan sebagian besar

waktunya dalam air dan menghirup udara melalui lubang

hidung yang membuka ke atas (Gambar 2.12) . Hewan

Crocodilia terdapat di Afrika, Cina, Indonesia, India,

Australia, Amerika Serikat bagian tenggara.

Sumber: Campbell (2008:290)

Gambar 2.12
Crocodilia diwakili seekor aligator

d. Aves

Burung adalah hewan endotermik, mereka menggunakan panas

metabolisnya sendiri untuk mempertahankan suhu tubuh yang hangat

dan konstan. Bulu dan lapisan lemak pada beberapa spesies

memeberikan penyekatan yang memungkinkan unggas untuk


44

mempertahankan panas yang dihasilkan dari metabolisme tersebut.

System pernapasan yang efesien dan sebuah system peredaran darah

dengan sebuah jantung empat ruang menjaga agar jaringan tetap

mendapatkan suplai oksigen dan zat makanan yang mencukupi. Burung

memiliki mata yang sangat bagus, mungkin lebih baik dari semua

vertebrata. Fertilisasi terjadi secara internal. Bulu adalah salah satu

adaptasi vertebrata yang paling luar biasa karena sangat ringan dan kuat,

bulu terbuat dari keratin Campbell (2003: 266-269). Burng juga

mempunya peranan yang sangat penting dalam ekologi seperti

Indikkator pencemaran air seperti burung raja udang (Iskandar, Johan

2015:105).

Adapun ciri-ciri aves menurut Djuhanda (1982: 20) yaitu

sebagai berikut:

1) Tubuhnya berbulu
2) kaki depan bermodifikasi menjadi sayap, diadaptasikan
untuk terbang
3) kaki belakang untuk bejalan, bertengger, atau berenang,
selalu berjari empat
4) mulut berparuh pada burung-burung yang sekarang masih
hidup
5) tidak terdapat gigi
6) jantung beruang empat dengan sekat-sekat yang sempura
lengkung aorta hanya ada yang kaka saja.
7) mempunyai kantung udara, kotak suara terdapat pada dasar
krongkongan, dinamakan sirings.
8) kantung air seni tidak ada suhu tubuh dapat diatur oleh tubuh,
hewan betina bertelur.

Berikut klasifikasi Aves yang disajikan dalam bentuk tabel

menurut Jhonson, Raven (2001:971):


45

Tabel 2.3. Klasifikasi pada aves

Ordo Contoh tipe Karakteristik Gambar


Passeriformes Gagak, Burung penyanyi
burung Organ vokal yang
pemarah, berkembang
robin, burung dengan baik;
gereja, bertengger, kaki;
penggantung

Apodiformes Jalak, Fast fliers


warblers Terbang cepat
Kolibri, Kaki pendek;
Swifts tubuh kecil;

Piciformes Honeyguides, Pelatuk atau


toucans, toucans
burung Kaki terjepit;
pelatuk seperti pahat,
cengkraman
tajam, bisa
memecah kayu

Psittaciformes Kakatua, beo Burung beo


Cengkraman kuat
untuk
menghancurkan
biji
Charadriiformes Auks, burung Burung bangau
camar, Kaki Panjang;
plovers, ramping
sandpiper, mencengkram
terns mangsa

Columbiformes Merpati, Merpati


merpati Perching kaki;
bulat, tubuh
gemuk

Falconiformes Elang, elang, Burung pemangsa


elang, burung Karnivora; indra
pemakan yang tajam; kuku
bangkai runcing
paruh untuk
merobek daging;
aktif di siang hari
46

Ordo Contoh tipe Karakteristik Gambar


Galliformes Ayam, Burung gamebird
grouse, kemampuan
burung pegar, terbang terbatas;
puyuh tubuh bulat

Gruiformes Bitterns, Burung Marsh


coots, Kaki yang
crane, rel panjang; bentuk
tubuh beragam;
penghuni rawa

Anseriformes Bebek, angsa, Unggas air


angsa Jari kaki
berselaput; tapak
kaki luas

Strigiformes Burung hantu Burung hantu


gudang, Burung
jeritan pemangsa,
burung hantu nokturnal; paruh
yang kuat;kaki
yang kuat

Ciconiiformes Bangau, Waders


ibises Berkaki panjang;
tubuh besar

Procellariformes Albatrosses, Burung laut


petrels berbentuk tabung;
mampu terbang
lama
Sphenisciformes Penguin Penguin
Kaisar, Laut; sayap
penguin dimodifikasi
jambul untuk berenang;
tidak terbang;
hanya ditemukan
di selatan
belahan bumi;
mantel tebal
isolasi
bulu
47

Ordo Contoh tipe Karakteristik Gambar


Dinornit kiwis kiwis
Tidak terbang;
kecil; primitif;
terbatas pada
Selandia Baru

Struthioniformes Burung unta Burung unta


Kaki yang kuat;
tidak terbang;
hanya dua
jari kaki;
berukuran besar

e. Mamalia

Mamalia merupakan kelompok hewan “paling tinggi”. Mereka

mencakup tikus mondok, kelelawar, hewan pengerat, kucing, monyet,

paus, kijang, manusia, dan sepesies lain yang masih hidup atau sudah

punah. Semua kurang lebih diseluputi dengan rambut atau bulu halus

dan berdarah panas. Mamalia merupakan kelompok dominan didunia

pada saat ini. Beberapa sepesies liar diburu sebagi hewan buruan dan

yang lain untuk bulu halusnya. Beberapa hewan penget dan pemakan

daging menghancurkan tanaman pangan dan hewan ternak milik

manusia, dan sepesies tertentu merupakan gudang penyakit, Storer dan

(Usinger, tanpa tahun:565).

Adapun ciri-ciri mamalia menurut Campbell (2003:253) yaitu

sebagai berikut:

1) tetrapoda dengan anak yang diberi makan dari kelenjar susu


betina;
2) memiliki rambut;
3) diafragma yang memventilasi paru-paru;
4) endotermik; dan memiliki amnion.
48

Campbell (2008:269-297) menyatakan bahwa mamlia dibagi

menjadi tiga kelompok, yaitu monoterma, marsupialia dan eutheria.

1) Monoterma
Platypus dan echidna adalah mamalia bertelur yang masih
hiduphingga saat ini. Pada bagan perut induk moneterma
terdapat kelenjar khusus yang mensekresi susu. Monoterma
memiliki rambut dan menghasilkan susu, namun mereka
tidak memiliki puting.

Sumber : Campbell (2008:296)

Gambar 2.13
Ekidina (Tachyglossus aculeatus)

2) Marsupialia

Marsupialia maupun euteria memiliki krakter-karakter

turunan yang tidak dimiliki oleh monotremata. Kedua

kelompok tersebut memiliki laju metabolik yang lebih tinggi

dan puting yang menyediakan susu, serta melahirkan anak.

Embrio berkembang didalam uterus dari saluran reproduksi

betina. Lapisan uterus dan membran-membran

ekstraembrionik yang muncul dari embrio membentuk

plasenta (placenta), struktur tempat nutrien berdifusi

kedalam embrio dari darah induknya.


49

Sumber : Campbell (2008:296)

Gambar 2.14
Anak opusum Ekor sikat

3) Euteria
Campbell (2008:297-299) Euteria lazim disebut

mamalia berplasenta karena plasentanya jauh lebih

kompleks dari pada marsupilia.. Plasenta euteria

memberikan hubungan jangka panjang yang intim antara

induk betina dan anaknya yang sedang berkembang.

Klasifikasi Euteria hingga saat ini masih terdapat jutaan

spesies yang masih hidup dan dikelompokan menjadi

beberapa ordo, yaitu : Pimata (Lemur, Tarsius, Anthropoid

termasuk manusia), Proboscidea, Sirenia, Xenarthra,

lagomorpha, Carnivora, Cetartiodactyla, Tubulidentata,

Hyracoidea, Rodintea, Perissodactyla, Chiroptera, dan

Eulipotyphla.

5. Hasil Penelitian yang relevan

Berikut ini penulis sajikan beberapa penelitian yang relevan

mengenai penelitian yang akan penulis laksanakan , penelitian yang relevan

yang pernah dilakukan oleh Rahmawati Ika Listyaningrum, Sajidan dan


50

Suciati pada tahun 2012 yang menyatakan bahwa berdasarkan hasil

pengolahan data dan pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa

penerapan model pembelajaran inductive thinking berbasis keterampilan

proses biologi mampu meningkatkan performance guru dalam kelas

menjadi lebih baik, mampu meningkatkan sikap ilmiah peserta dan

mampu meningkatkan motivasi berprestasi peserta didik kelas X.7 SMA

Negeri 2 Karanganyar tahun pelajaran 2011/2012 menjadi lebih

meningkat.

Selanjutnya penelitian yang dikembangkan oleh Asep Yudi

Supriatna dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai dengan bulan

April 2016 di MAN Awipari Kota Tasikmalaya. Berdasarkan hasil analisis

data dan pengujian hipotesis, diperoleh simpulan bahwa Proses

pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Inductive Thinking

mampu menunjukan kemampuan berpikir kritis peserta didik yang lebih

baik serta unggul karena diberi keleluasaan dan dituntut untuk mengakses

serta menggali sebanyak mungkin informasi tentang materi yang disajikan

guru dari berbagai sumber, dibandingkan model pembelajaran Concept

Attainment peserta didik merasa kebingungan dan harus selalu diberikan

stimulus agar dapat memahami konsep materi .

Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini adalah yang

dilakukan oleh Mamat Arohman, Saefudin, Didik Priyandoko tahun 2016

pada peserta didik kelas VIII di Madrasah Tsanawiyah Nurul Ikhsan Desa

Belawa Kecamatan Lemahabang Kabupaten Cirebon. Dari penilitian


51

tersebut didapatkan Kesimpulan bahwa kemampuan literasi sains peserta

didik Madrasah Tsanawiyah Nurul Ikhsan dalam kategori sedang .Perlu

adanya penerapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan yang

dapat mendukung untuk meningkatkan kemampuan literasi sains peserta

didik.

6. Kerangka berfikir

Peningkatan Scientific literacy skill dan hasil belajar peserta didik

yaitu melalui pembelajaran biologi. Pada pembelajaran biologi, peserta

didik diajarkan untuk memperoleh pengetahuan melalui pengumpulan data

dengan eksperimen, pengamatan, dan komunikasi untuk menghasilkan

suatu penjelasan yang dapat dipercaya kebenarannya.

Scientific literacy skill merupakan salah satu tuntutan perkembangan

era pengethauan (knowledge age), dan merupakan keterampilan yang harus

dimiliki peserta didik. Selain itu kurangnya kemampuan peserta didik dalam

mengungkapkan gagasan, ide dan pendapat serta sifat kritis dalam proses

belajar yang berpengaruh pada hasil belajar, melandasi dirubahnya

kurikulum 2006 ke 2013.

Scientific literacy skill sangat diperlukan untuk menunjang

kemampuan berfikir peserta didik yang mempunyai pemikiran dan sikap

ilmiah, sehingga mampu membedakan fakta-fakta sains dari berbagai

macam informasi. Kemudian menyimpulkan, mengorganisasi, dan

menginterpretasikan data kuantitatif serta informasi sains melalui

penyelidikan saintifik. Berkaitan dengan hal tersebut maka Hasil belajar


52

peserta didik akan berubah karena dampak dari proses pembelajaran yang

mengakibatkan pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian, sikap-sikap,

apresiasi, abilitas dan keterampilan atau skill.

Model pembelajaran merupakan alat bantu dalam mencapai tujuan

pembelajaran yang didalamnya terdapat kerangka acuan, langkah-langkah,

teknik, system, serta evaluasi dalam proses pembelajaran. Dalam penelitian

ini penulis mencoba menggunakan model inductive thingking sebagai

sebuah wadah dalam menjembatani tercapainya suatu proses pembelajaran

yang utuh.

Model inductive thingking menekankan peserta didik untuk

mengurai data-data atau fenomena yang disuguhkan oleh guru, bahkan yang

tersaji di lingkungannya. Mereka dituntut untuk mencari berbagai informasi

untuk mengaitkan antar sifat dengan konsep inti yang guru sajikan,

mengelompokan data, menganalisis data, sehingga terbentuk konsep yang

kemudian dikomunikasikan antar sesama, kemudia diverifikasi dan dipatlah

sebuah kesimpulan yang dipandu oleh guru. Dengan pembelajaran melewati

tahapan tersebut sangat memungkinkan bagi peserta didik untuk terasah

scientific literacy skill dan mendapatkan pengalaman belajar yang merubah

pola tingkah laku peserta didik secara tetap.

Maka dari uraian tersebut penulis menduga ada pengaruh model

induktive thingking terhadap scientific literasi skill dan hasil belajar peserta

didik pada sub konsep vertebrata di Kelas X MIPA SMAN 1 Manonjaya

Tasikmalaya.
53

7. Hipotesis

Ho. Tidak ada pengaruh model induktive thingking terhadap scientific literasi

skill dan hasil belajar peserta didik serta hubungan scientific literasi skill

dan hasil belajar pada sub konsep vertebrata di Kelas X MIPA SMA N 1

Manonjaya Tasikmalaya.

Ha. Ada pengaruh model induktive thingking terhadap scientific literasi skill

dan hasil belajar peserta didik serta hubungan scientific literasi skill dan

hasil belajar pada sub konsep vertebrata di Kelas X MIPA SMA N 1

Manonjaya Tasikmalaya.
54

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah true experimental.

Sugiyono (2017:112) menjelaskan bahwa:

True experimental (eksperimen yang betul-betul), karena dalam desain


ini, peneliti dapat mengontrol semua variabel luar yang mempengaruhi
jalannya eksperimen. Ciri utama dari true experimental adalah sampel
yang digunakan untuk eksperimen maupun sebagai kelompok kontrol
diambil secara random dari populasi tertentu.

Metode penelitian tersebut dilakukan yang bertujuan untuk mengetahui

pengaruh model inductive thingking terhadap scientific literacy skill dan hasil

belajar peserta didik.

2. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu :

a. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Scientific literacy skill dan

hasil belajar peserta didik.

b. Varibel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Inductive

Thinking.

3. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi menurut Sugiyono (2015:80) adalah “Wilayah generalisasi

yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik


55

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas X

MIPA SMAN 1 Manonjaya Tasikmalaya tahun ajaran 2017/2018 sebanyak

7 kelas. Berdasarkan persamaan dari karakteristik seperti nilai rata-rata

ulangan harian peserta didik pada mata pelajaran biologi semester 1 maka

keadaan populasi penulis anggap homogen.

Tabel 3.1. Nilai Rata-rata Hasil Ulangan Harian Peserta Didik


Kelas X MIA Semester 1 Tahun Ajaran 2017/2018

Jumlah Peserta Rata-Rata Nilai


No. Kelas
didik Ulangan Harian
1 X MIPA 1 30 75
2 X MIPA 2 32 74
3 X MIPA 3 29 76
4 X MIPA 4 31 75
5 X MIPA 5 31 76
6 X MIPA 6 31 74
7 X MIPA 7 31 74
Jumlah 215 74,58
Sumber : Buku Pegangan Penilaian Guru Kelas X MIPA SMA N 1

MANONJAYA

b. Sampel

Sugiyono (2017:118) mengemukakan bahwa “Sampel adalah bagian

dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Dalam

penelitian ini sampel yang digunakan peserta didik sebanyak dua kelas yang

diambil dari populasi dengan menggunakan teknik cluster random

sampling. Untuk menentukan kelas yang digunakan sebagai sampel

dilakukan pengocokan dengan langkah sebagai berikut:


56

1) membuat gulungan kertas bertulisan nama kelas sebanyak tujuh buah

yaitu X MIPA 1, X MIPA 2, X MIPA 3, X MIPA 4, X MIPA 5, X MIPA

6, dan X MIPA 7, kemudian memasukan gulungan tersebut ke dalam

gelas;

2) mengocok gelas yang berisi gulungan kertas tersebut. Pada kocokan

pertama keluar satu nama kelas, kemudian nama kelas tersebut dicatat;

3) nama kelas yang sudah keluar dimasukan kembali ke dalam gelas,

sehingga populasi masih berjumlah tujuh kelas untuk dilakukan

pengocokan kembali;

4) pada pengocokan kedua keluar satu nama kelas lagi, kemudian nama

kelas tersebut dicatat;

Setelah pengambilan sampel, dilakukan penentuan perlakuan

terhadap sampel dengan langkah-langkah sebagai berikut;

1) membuat gulungan kertas sebanyak dua buah yaitu kelas eksperimen

dan kelas kontrol yang bertulisan model pembelajaran inductive

thingking dan model pembelajaran direct interaction, kemudian

memasukan gulungan kertas ke dalam gelas pertama dan gelas kedua.

2) mengocok kedua gelas secara bersamaan untuk menentukan kelas

kontrol dan kelas eksperimen.


57

4. Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah pre-test post-test control group design.

Menurut Creswell, John (2015:243) menjelaskan bahwa rancangan ini

merupakan rancangan klasik dan tradisional yang menerapkan prosedur random

assignment (R) pada para partisipan untuk ditempatkan ke dalam dua kelompok

(A dan B).

Peneliti menerapkan pre-test dan post-test pada dua kelompok ini.

Meski demikian, yang di treatment hanya kelompok eksperimen (A) saja.

Kelompok A R O1 X O2

Kelompok B R O3 O4

Keterangan:
A = kelas eksperimen;
B = kelas kontrol;
R = kelas yang dipilih secara random;
O1 = pengukuran awal (pretest) kelas eksperimen;
O2 = pengukuran akhir (posttest) kelas eksperimen;
X = perlakuan (treatment) menggunakan model inductive thingking:
O3 = pengukuran awal (pretest) kelas kontrol;
O4 = pengukuran (posttest) kelas kontrol.

5. Langkah – langkah Penelitian

Secara umum penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu:

a. Tahap perencanaan atau persiapan, yang meliputi:

1) Pada tanggal 31 Oktober 2017 mendapatkan Surat Keputusan Dekan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi

mengenai penetapan bimbingan skripsi;


58

2) Pada tanggal 10 Januari 2018 mengadakan observasi mengenai tempat

penelitian dan kondisi sekolah di SMA N 1 Manonjaya serta konsultasi

dan wawancara dengan guru mata pelajaran biologi kelas X MIPA;

3) Pada tanggal 12 Januari 2018 mengajukan judul atau permasalahan yang

akan diteliti kepada pembimbing I, dilanjutkan ke Dewan Pembimbing

Skripsi (DBS);

4) Mencari dan mengkaji berbagai literatur yang relevan dengan

permasalahan yang akan dijadikan penelitian;

5) Pada tanggal 25 Januari 2018 menyusun proposal dan instrument

penelitian kemudian dikonsultasikan kepada pembimbing I dan II untuk

diseminarkan;

6) Pada tanggal 20 Maret 2018 mengajukan permohonan penyelenggaraan

seminar proposal penelitian kepada Dewan Pembimbingan Skripsi

(DBS) setelah proposal penelitian disetujui pembimbing I dan

pembimbing II pada tanggal 19 Maret 2018;

7) Pada tanggal 28 Maret 2018 melaksanakan seminar proposal penelitian;

8) Pada tanggal 5 April 2018 mengajukan hasil perbaikan pada seminar

proposal serta menerima rekomendasi untuk dilanjut pada penyusunan

skripsi;

9) Pada tanggal 7 April 2018 instrumen penelitian selasai direvisi dan

diperbaiki dan selanjutnya di uji cobakan;


59

10) Pada tanggal 7 April 2018 mengajukan permohonan izin penelitian dan

izin uji coba instrumen penelitian ke pihak fakultas keguruan dan ilmu

pendidikan universitas siliwangi;

11) Pada hari kamis tanggal 12 April 2018 melakukan observasi kedua serta

berkonsultasi dengan Wakasek Kurikulum serta guru mata pelajaran

biologi kelas X MIPA terkait pelaksanaan penelitian (Gambar 3.1);

Gambar 3.1
Konsultasi dengan Guru Mata Pelajaran Biologi
Kelas X MIPA

12) Pada hari Jumat tanggal 13 April 2018 pukul 09.00-10.30 WIB

mengadakan uji coba instrumen penelitian dikelas XI IPA 2 (Gambar

3.2);

Gambar 3.2
Uji Coba Instrumen Penelitian
di Kelas XI IPA 2
13) Pada tanggal 13 April 2018 – 15 April 2018 mengolah data hasil uji coba

instrumen penelitian;
60

b. tahap pelaksanaan, yang meliputi

1) Pada hari Senin tanggal 16 April 2018 pukul 07.45 WIB s.d 10.00 WIB

melaksanakan pretest di kelas X MIA 3 (sebagai kelas Kontrol) yang

proses pembelajarannya menggunakan model pembelajaran direct

interaction di SMAN 1 Manonjaya (Gambar 3.3);

Gambar 3.3
Pelaksanaan Preetest di Kelas X MIPA 3
Sebagai Kelas kontorl

2) Pada hari Jumat tanggal 20 April 2018 pukul 07.00 WIB s.d 09.15 WIB

melaksanakan pretest di kelas X MIPA 4 (sebagai kelas Eksperimen)

yang proses pembelajarannya menggunakan model pembelajaran

inductive thingking di SMAN 1 Manonjaya (Gambar 3.4);

Gambar 3.4
Pelaksanaan Preetest di Kelas X MIPA 34
Sebagai Kelas Eksperimen
61

3) Pada hari Senin tanggal 23 April 2018 pukul 07.45 WIB sampai 10.00

WIB melaksanakan penelitian proses belajar mengajar pertemuan

pertama di kelas di kelas X MIPA 3 (sebagai kelas kontrol) yang proses

pembelajarannya menggunakan model direct interaction pada materi

Klasifikasi vertebrata di SMAN 1 Manonjaya (Gambar 3.5);

Gambar 3.5
Pelaksanaan Proses Pembelajaran pada
Pertemuan Pertama di Kelas X MIPA 3 Menggunakan
Model Direst Interaction sebagai Kelas Kontrol

4) Pada hari Jumat tanggal 27 April 2018 pukul 07.00 sampai 09.15 WIB

melaksanakan proses penelitain pembelajaran pertemuan pertama di

kelas X MIPA 4 dengan model pembelajaran Inductive Thinking pada

materi klasifikasi pada vertebrata;

Gambar 3.6
Penyajian kategori klasifikasi vertebrata
62

Gambar 3.7
Peserta didik membuat daftar label dengan
kategori terkait klasifikasi vertebrtaa

Gambar 3.8
Peserta didik mentransfer informasi
yang mereka temui

Gambar 3.9
Peserta didik menyimpulkan pembelajaran
terkait materi klasifikasi vertebrata

5) Pada hari Senin tanggal 30 April 2018 pukul 07.45 WIB sampai 10.00

WIB melaksanakan penelitian proses belajar mengajar pertemuan kedua

di kelas di kelas X MIPA 3 (sebagai kelas kontrol) yang proses


63

pembelajarannya menggunakan model direct interaction pada materi

peranan vertebrata di SMAN 1 Manonjaya (Gambar 3.10);

Gambar 3.10
Pelaksanaan Proses Pembelajaran pada
Pertemuan kedua di Kelas X MIPA 3 Menggunakan
Model Direst Interaction sebagai Kelas Kontrol

6) Pada hari Jumat tanggal 4 Mei 2018 pukul 07.00 sampai 09.15 WIB

melaksanakan proses penelitain pembelajaran pertemuan keduaa di

kelas X MIPA 4 dengan model pembelajaran Inductive Thinking pada

materi peranan vertebrata;

Gambar 3.11
Penyajian kategori peranan vertebrata
64

Gambar 3.12
Peserta didik membuat daftar label dengan
kategori terkait klasifikasi vertebrtaa

Gambar 3.13
Peserta didik mentransfer informasi
yang mereka temui

Gambar 3.14
Peserta didik menyimpulkan pembelajaran
terkait materi klasifikasi vertebrata

7) Pada hari Senin tanggal 7 Mei 2018 pukul 07.45 WIB s.d 10.00 WIB

melaksanakan posttest di kelas X MIA 3 (sebagai kelas Kontrol) yang


65

proses pembelajarannya menggunakan model pembelajaran direct

interaction di SMAN 1 Manonjaya (Gambar 3.15);

Gambar 3.15
Pelaksanaan posttest di Kelas X MIA 3 sebagai
Kelas Kontrol

8) Pada hari Jumat tanggal 11 Mei 2018 pukul 07.00 WIB s.d 09.15 WIB

melaksanakan posttest di kelas X MIPA 4 (sebagai kelas Eksperimen)

yang proses pembelajarannya menggunakan model pembelajaran

inductive thingking di SMAN 1 Manonjaya (Gambar 3.16);

Gambar 3.15
Pelaksanaan posttest di Kelas X MIPA 4 sebagai
Kelas Eksperimen
c. tahap pengolahan data, yang meliputi

1) Pada Tanggal 14 Mei 2018 sampai 16 Juni 2018 melakukan pengolahan

data dan analisis data terhadap scientific literacy skill dan hasil belajar

peserta didik yang diperoleh dari penelitian

2) Pada tanggal 30 Juni 2018 selesai melakukan penyusunan skripsi


66

6. Teknik pengumpulan data

Pada penelitian ini peneliti memperoleh data dengan menggunakan

teknik tes, berbentuk multiple choice dengan lima option. Tes digunakan untuk

mengetahui scientific literacy skill dan hasil belajar peserta didik pada materi

vertebrata yang model pembelajarannya menggunakan model pembelajaran

inductive thingking.

7. Instrument Penelitian

a. Konsepsi

1) Scientific literacy skill

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes

scientific literacy skill pada sub konsep vertebrata. Tes ini berupa pilihan

majemuk dengan jumlah soal 30 dan kisi-kisi instrument penelitian

scientific literacy skill mengacu pada aspek kemampuan literasi sains

yang digunakan Gormally, et. al., (2012). Yaitu mengidentifikasi

argumen saintifik yang tepat, menggunakan pencarian literatur yang

efektif, evaluasi dalam menggunakan informasi saintifik, memahami

elemen desain penelitian dan bagaimana dampaknya terhadap

penemuan saintifik, membuat grafik yang dapat mempresentasikan data,

membaca dan menginterpresentasikan data, pemecahan masalah dengan

menggunakan keterampilan kuantitatif termasuk statistic probabilitas,

memahami dan mampu menginterpresentasikan statistik dasar,

menyuguhkan kesimpulan, prediksi berdasarkan data kuantitatif.

Berikut kisi kisi instrument tersebut:


67

Tabel 3.1
Kisi-kisi instrumen penelitian Scientific Literacy Skills pada Sub
konsep vertebrata
Jumlah
No. Materi Indikator Nomor soal
soal
1. Proses adaptasi dalam Mengidentifikasi 1,10,19,28,30
mempertahankan argument saintifik yang 5
hidup pada vertebbrata tepat.
2. Peranan vertebrata Menggunakan 2*,11,20
dalam kehidupan pencarian literature 4
yang efektif
3. Karakterisitik pada Evaluasi dalam 3,12,21*
vertebrata menggunakan informasi 4
saintifik
4. Klasifikasi pada Memahami elemen 4*,13,22
vertebrata desain penelitian dan
bagaimana dampaknya 4
terhadapa penemuan
saintifik.
5. Fungsi fisiologi pada Membuat grafik yang 5*,14,23
vertebrata dapat merepresntasikan 4
data
6. System reproduksi Membaca dan 6,15,24*,31
pada vertebrata menginterpresentasikan 4
data
7. Struktur anatomi pada Pemecahan masalah 7,16,25
vertebrata dengan menggunakan
kemampuan kuantitatif 4
termasuk statistic
probabilitas
8. Perbedaan Menyuguhkan 8,17*,26*
karakteristik pada kesimpulan, prediksi
4
filum vertebrata berdasarkan data
kuantitatif.
9. Fungsi fsiologi pada Memahami dan mampu 9*,18,27
vertebrata menginterpretasikan 3
statistik dasar.
Jumlah soal 30
Keterangan : (*) Soal tidak digunakan
68

2) Hasil Belajar

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini, adalah tes hasil

belajar siswa pada materi vertebrata yang terdiri dari 50 butir soal. Tes

berbentuk pilihan majemuk dengan lima option. Hasil belajar yang

diukur adalah dari ranah kognitif yang dibatasi pada jenjang mengingat

(C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), dan

mengevaluasi (C5), meliputi pengetahan faktual (K1), konseptual (K2),

dan prosedural (K3). Selanjutnya soal yang jawabannya benar diberi

skor (1) dan jawaban yang salah diberi skor nol (0).

Tabel 3.2
Kisi-kisi instrumen penelitian hasil belajar pada Sub konsep
vertebrata
Dimensi Aspek Kognitif
Jum
No Materi pengeta
C1 C2 C3 C4 C5 lah
huan
K1 1,3,6,27* 26 16* 6
Karakteris 7,10,
12,13*
1 tik umum K2 22,17* 23* 14*, 44,46* 13
,19,41*
vertebrata 15
K3 8,28 2
K1 24*,25 4 2,5 5
Klasifikasi
2 K2
vertebrata
K3
K1 30* 1
Peran 43*,47
3 K2 20* 18*,42* 7
vertebrata ,48,50
K3 38* 49 2
Struktur K1 33,34,35* 31* 4
4 tubuh K2 32* 39,40 3
vertebrata K3 37,45 2
Jumlah 10 8 7 9 9 50
Keterangan : (*) Soal tidak digunakan
69

b. Uji Coba Instrument

Tujuan dilaksanakannya uji coba instrumen pada penelitian ini

adalah untuk mengetahui apakah instrumen yang telah disusun tersebut

telah valid dan reliabel atau belum. Uji coba instrument penelitian ini telah

dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 13 April 2018 pukul 09.00-10.30

WIB di kelas XI IPA 2 SMAN 1 Manonjaya tahun ajaran 2017/2018. Uji

coba instrumen meliputi uji validitas butir soal dan uji reliabilitas.

1) Uji Validitas Butir Soal

Validitas dilakukan untuk menentukan tingkat kecocokan antara

hasil tes dengan kriteria yang telah ditentukan. Menurut Arikunto,

Suharsimi (2013:211) “Validitas adalah suatu ukuran yang

menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu

instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya,

instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah”. Uji

validitas tiap butir soal menggunakan teknik dengan rumus rpbis yang

mengacu pada Arikunto, Suharsimi (2010:326). Adapun persamaannya

adalah:

Mp − Mt 𝑝
rpbis = √
St 𝑞

Keterangan:
rpbis = koefisien korelasi poin biseral
Mp = rerata skor dari subjek yang menjawab
betul bagi item yang dicari validitasnya.
Mt = rerata skor total
St = standar deviasi dari skor total
p = proporsi subjek yang menjawab betul
item tersebut
q = proporsi subjek yang menjawab salah
(q =1 – p)
70

Tabel 3.3
Korelasi Uji Validitas Butir Soal
rpbis Keterangan
0,90 ≤ rpbis ≤ 1,00 Korelasi sangat tinggi (soal dipakai)
0,70 ≤ rpbis ˂ 0,90 Korelasi tinggi (soal dipakai)
0,40 ≤ rpbis ˂ 0,70 Korelasi sedang (soal dipakai)
0,20 ≤ rpbis ˂ 0,40 Korelasi rendah (soal diperbaiki)
rpbis ≤ 0,20 Korelasi sangat rendah (soal tidak
dipakai)
Sumber: Guilford,J.P., (Ruseffendi,2010:160)
1) Validitas butir soal Scientific Literacy Skill

Dari hasil analisis uji coba tiap butir soal yang diuji dengan

menggunakan rumus rpbis, diperoleh 22 butir soal scientific literacy

skill yang memenuhi kriteria validitas dan 8 butir soal yang tidak

memenuhi kriteria validitas, karena 6 soal rendah, dan 2 sangat

rendah. Berikut disajikan tabel kriteria perhitungan rpbis untuk butir

soal scientific literacy skill (tabel 3.4).

Tabel 3.4
Kriteria validitas hasil uji coba instrument scientific literacy skill

Butir Nilai
Kriteria validitas Keterangan
soal validitas rpbis
1 0,62 Berkorelasi sedang Soal dipakai
2 0,27 Berkorelasi rendah Soal tidak dipakai
3 0,66 Berkorelasi sedang Soal dipakai
4 0,30 Berkorelasi rendah Soal tidak dipakai
5 0,30 Berkorelasi rendah Soal tidak dipakai
6 0,44 Berkorelasi sedang Soal dipakai
7 0,67 Berkorelasi sedang Soal dipakai
8 0,57 Berkorelasi sedang Soal dipakai
9 0,30 Berkorelasi rendah Soal tidak dipakai
10 0,72 Berkorelasi tinggi Soal dipakai
71

Butir Nilai
Kriteria validitas Keterangan
soal validitas rpbis
11 0,50 Berkorelasi sedang Soal dipakai
12 0,48 Berkorelasi sedang Soal dipakai
13 0,69 Berkorelasi sedang Soal dipakai
14 0,55 Berkorelasi sedang Soal dipakai
15 0,47 Berkorelasi sedang Soal dipakai
16 0,43 Berkorelasi sedang Soal dipakai
Berkorelasi sangat
17 0,06 Soal tidak dipakai
rendah
18 0,62 Berkorelasi sedang Soal dipakai
19 0,45 Berkorelasi sedang Soal dipakai
20 0,44 Berkorelasi sedang Soal dipakai
21 0,28 Berkorelasi rendah Soal tidak dipakai
22 0,42 Berkorelasi sedang Soal dipakai
23 0,56 Berkorelasi sedang Soal dipakai
Berkorelasi sangat
24 0,16 Soal tidak dipakai
rendah
25 0,45 Berkorelasi sedang Soal dipakai
26 0,20 Berkorelasi rendah Soal tidak dipakai
27 0,60 Berkorelasi sedang Soal dipakai
28 0,43 Berkorelasi sedang Soal dipakai
29 0,51 Berkorelasi sedang Soal dipakai
30 0,45 Berkorelasi sedang Soal dipakai
Sumber: Hasil perhitungan uji validitas butir soal

2) Validitas butir soal hasil belajar

Dari hasil analisis uji coba tiap butir soal yang diuji dengan

menggunakan rumus rpbis, diperoleh 32 butir soal hasil belajar yang

memenuhi kriteria validitas dan 18 butir soal yang tidak memenuhi


72

kriteria validitas, karena 11 soal rendah, dan 7 sangat rendah. Berikut

disajikan tabel kriteria perhitungan rpbis untuk butir soal hasil belajar

(tabel 3.5).

Tabel 3.5
Kriteria validitas hasil uji coba instrument hasil belajar

Butir Nilai
Kriteria validitas Keterangan
soal validitas rpbis
1 0,41 Berkorelasi sedang Soal dipakai
2 0,52 Berkorelasi sedang Soal dipakai
3 0,45 Berkorelasi sedang Soal dipakai
4 0,64 Berkorelasi sedang Soal dipakai
5 0,54 Berkorelasi sedang Soal dipakai
6 0,67 Berkorelasi sedang Soal dipakai
7 0,68 Berkorelasi sedang Soal dipakai
8 0,59 Berkorelasi sedang Soal dipakai
9 0,59 Berkorelasi sedang Soal dipakai
10 0,42 Berkorelasi sedang Soal dipakai
11 0,45 Berkorelasi sedang Soal dipakai
12 0,51 Berkorelasi sedang Soal dipakai
Berkorelasi sangat
13 0,16 Soal tidak dipakai
rendah
14 0,32 Berkorelasi rendah Soal tidak dipakai
15 0,52 Berkorelasi sedang Soal dipakai
Berkorelasi sangat
16 0,17 Soal tidak dipakai
rendah
Berkorelasi sangat
17 0,09 Soal tidak dipakai
rendah
Berkorelasi sangat
18 0,09 Soal tidak dipakai
rendah
73

Butir Nilai
Kriteria validitas Keterangan
soal validitas rpbis
19 0,44 Berkorelasi sedang Soal dipakai
20 0,27 Berkorelasi rendah Soal tidak dipakai
21 0,61 Berkorelasi sedang Soal dipakai
22 0,70 Berkorelasi sedang Soal dipakai
23 0,26 Berkorelasi rendah Soal tidak dipakai
24 0,32 Berkorelasi rendah Soal tidak dipakai
25 0,56 Berkorelasi sedang Soal dipakai
26 0,46 Berkorelasi sedang Soal dipakai
27 0,49 Berkorelasi sedang Soal dipakai
28 0,54 Berkorelasi sedang Soal dipakai
29 0,44 Berkorelasi sedang Soal dipakai
30 0,31 Berkorelasi rendah Soal tidak dipakai
Berkorelasi sangat
31 0,13 Soal tidak dipakai
rendah
32 0,36 Berkorelasi rendah Soal tidak dipakai
33 0,57 Berkorelasi sedang Soal dipakai
34 0,61 Berkorelasi sedang Soal dipakai
35 0,38 Berkorelasi rendah Soal tidak dipakai
36 0,43 Berkorelasi sedang Soal dipakai
37 0,64 Berkorelasi sedang Soal dipakai
38 0,24 Berkorelasi rendah Soal tidak dipakai
39 0,50 Berkorelasi sedang Soal dipakai
40 0,67 Berkorelasi sedang Soal dipakai
41 0,22 Berkorelasi rendah Soal tidak dipakai
Berkorelasi sangat
42 0,18 Soal tidak dipakai
rendah
43 0,20 Berkorelasi rendah Soal tidak dipakai
44 0,58 Berkorelasi sedang Soal dipakai
74

Butir Nilai
Kriteria validitas Keterangan
soal validitas rpbis
45 0,62 Berkorelasi sedang Soal dipakai
46 0,31 Berkorelasi rendah Soal tidak dipakai
47 0,75 Berkorelasi sedang Soal dipakai
48 0,51 Berkorelasi sedang Soal dipakai
49 0,54 Berkorelasi sedang Soal dipakai
50 0,52 Berkorelasi sedang Soal dipakai
30 0,45 Berkorelasi sedang Soal dipakai
Sumber: Hasil perhitungan uji validitas butir soal

2) Uji Reliabilitas Butir Soal

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi

instrumen yang akan digunakan. Arikunto, Suharsimi (2013:221)

menyatakan bahwa:

Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu


instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.
Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius
mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban
tertentu. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel
akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga.

Menurut Arikunto, Suharsimi (2013:221) “Reliabilitas

menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat

dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena

instrumen tersebut sudah baik”. Untuk mencari reliabilitas soal

digunakan rumus sebagai berikut :


75

𝑘 𝑉𝑡 − ∑𝑝𝑞
r11 = { }x{ }
𝑘−1 𝑉𝑡

Keterangan:
r11 = reabilitas instrumen
p = proporsi subjek yang menjawab benar
q = proporsi yang menjawab salah (q = 1-p)
∑pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q
k = banyaknya butir pertanyaan
V1 = varians total

Tabel 3.6
Kriteria Reliabilitas Butir Soal
No Reliabilitas Penafsiran
1 r11 ˂ 0,20 derajat reliabilitas sangat rendah
2 0,20 ≤ r11 ˂ 0,40 derajat reliabilitas rendah
3 0,40 ≤ r11 ˂ 0,70 derajat reliabilitas sedang
4 0,70 ≤ r11 ˂ 0,90 derajat reliabilitas tinggi
5 0,90 ≤ r11 ≤ 1,00 derajat reliabilitas sangat tinggi
Sumber: Guilford,J.P., (Ruseffendi, 2010:160)

1) Reliabilitas butir soal Scientific Literacy Skill

Berdasarkan hasil perhitungan, maka diperoleh KR11= 0,85

yang berarti bahwa tes yang diberikan mempunyai tingkat reliabilitas

tinggi.

2) Reliabilitas butir soal hasil belajar

Berdasarkan hasil perhitungan, maka diperoleh KR11= 0,95

yang berarti bahwa tes yang diberikan mempunyai tingkat reliabilitas

sangat tinggi.

8. Teknik pengolahan analisis data

Setelah penelitian dilaksankan, kemudian dilakukan analisis terhadap

data yang telah diperoleh, dengan langkah-langkah sebagai berikut:


76

1. Uji prasyarat analisis

a. Uji normalitas dengan menggunakan Uji kolmogorof smirnof data yang

di uji meliputi pretest, posttest dari kelas kontrol dan pretest, posttest

dari kelas eksperimen.

b. Uji homogenitas dengan menggunakan Uji levene’s data yang di uji

meliputi pretest, posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen.

2. Uji Hipotesis

Jika semua data berdistribusi normal dan homogen maka analisis

dilanjutkan ke langkah pengajuan hipotesis dengan uji analysis kovarians

(ANCOVA). Pengujian ANCOVA ini dilakukan dengan menggunakan

software SPSS.

3. Teknik pengolahan data

Teknik pengolahan data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan perbandingan nilai gain yang di normalisasi (N-gain)

antara kelompok eksperimen dan klompok control. Untuk meliht

peningkatan hasil belajar peserta didik data di olah dengan menggunakan

rumus N-Gain dapat di hitung dengan rumus.

SPost - SPre
N-Gain =
Smax - SPre

Keterangan :
N-gain :nilai yang di normalisasi dari dua pendekatan
Spost :skor tes khir
Spre :Skor tes awal
Smax :Skor maksimum
77

Kriteria perolehan skor N-gain dapat di lihat pada tabel berikut:

Tabel 3.7
Kriteria skor N-gain
Perolehan N-gain Kriteria
0.70 < N-Gain Tinggi
0.30 ≤ N-Gain ≤ 0.70 Sedang
N-Gain < 0.30 Rendah
Sumber: Panjaitan dan Jatmiko (2015:14-15)

9. Waktu dan Tempat Penelitian

a. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Oktober 2017 sampai

dengan Mei 2018 mulai dari tahap persiapan sampai akhir.


78

Tabel 7. Rencana Jadwal Kegiatan Penelitian

April’1 Mei’18 Juni’18


Nov’17 Des’17 Jan’18 Feb’18 Mar’18
Kegiatan 8
No Mingg Mingg Mingg Mingg Minggu Minggu Minggu Minggu
Penelitian
u u u u
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Mendapat SK
Pembimbing
2 Mengadakan
observasi
3 Mengkonsulta
si judul
dengan
pembimbing
4 Mengajukan
judul/masalah
penelitian
5 Mengkaji
berbagai
literatur
Menyusun
proposal
penelitian
6 Menyusun
instrument
penelitian
7 Melaksanakan
seminar
proposal
Penyempurnaa
n proposal
8 Persiapan
penelitian
9 Uji coba
instrument
10 Pelaksanaan
penelitian
11 Pengolahan
data
12 Penyusunan
skripsi
13 Bimbingan
skripsi
14 Pelaksanaan
sidang skripsi
79

15 Revisi hasil
sidang skripsi
16 Upload Jurnal
Penelitian

b. Tempat penelitian

Adapun tempat penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1

Manonjaya yang tepatnya bertempat di Alamat: Jl. RTA. Prawira

Adiningrat No.187, Margaluyu, Manonjaya, Tasikmalaya, Jawa Barat

46197, Telepon: (0265) 380054, Provinsi: Jawa Barat.

Gambar 3.21
Lokasi Penelitian SMA Negeri 5 Kota Tasikmalaya

Anda mungkin juga menyukai