Anda di halaman 1dari 44

PROPOSAL PENELITIAN

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM


BASED LEARNING (PBL) DAN CONTEXTUAL TEACHING
AND LEARNING (CTL) TERHADAP KEMAMPUAN
BERPIKIR ILMIA PESERTA DIDIK

Oleh:
JIHAN MAGHFIROH VELAYATI (207180037)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN TADRIS ILMU PENGETAHUAN ALAM
TAHUN AKADEMIK 2021/2022

0
A. JUDUL PENELITIAN
PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED
LEARNING (PBL) DAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING
(CTL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR ILMIAH PESERTA DIDIK

B. LATAR BELAKANG MASALAH


Pesatnya perkembangan pengetahuan dan teknologi pada abad 21
mendorong perubahan yang esensial serta subtansial di segala bidang
kehidupan, terutama bidang pendidikan1. Perubahan dalam bidang
pendidikan, menuntut adanya sumber daya manusia yang memiliki
kemampuan berpikir tingkat tinggi untuk menghadapi tantangan di era
revolusi industri 4.0. Berpikir tingkat tinggi sangat dibutuhkan khususnya
dalam pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), mencangkup di
dalamnya berpikir ilmiah. Gauld menyatakan “berpikir ilmiah termasuk ke
dalam hakikat IPA, hal ini dikarenakan pembelajaran IPA melalui penelitian
membutuhkan berpikir ilmiah untuk mengolah, mendeskripsikan fakta, serta
menarik kesimpulan berdasarkan data hasil eksperimen”2.
Pembelajaran IPA bukan hanya memahami tentang fakta, teori,
maupun hukum saja. Akan tetapi, pembelajaran IPA juga menuntut siswa
dapat mengaplikasikan teori dalam kehidupan nyata3. Hal ini dibutuhkan
adanya proses pembuktian teori yang berasal dari penemuan ilmuwan IPA
terdahulu melalui praktikum4. Pembuktian teori-teori tentunya menuntut

1
Muh. Makhrus et al., “Analisis Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Terhadap
Kesiapan Guru Sebagai ‘Role Model’ Keterampilan Abad 21 Pada Pembelajaran IPA SMP,”
Jurnal Penelitian Pendidikan IPA 5, no. 1 (2019), https://doi.org/10.29303/jppipa.v5i1.171.
2
Sinta Nurya et al., “Efektivitas Model Pembelajaran Children Learning In Science (CLIS)
Berbasis STEM Education Terhadap Kemampuan Berpikir Ilmiah Siswa,” Jurnal Tadris IPA
Indonesia 1, no. 2 (2021): 138–47.
3
Adnan Salem Al-doulat, “The Impact of Teaching Using the STEM Approach in
Acquisition of Scientific Concepts and Developing Scientific Thinking among Classroom-Teacher
Students at the University of Jordan The Impact of Teaching Using the STEM Approach in
Acquisition of Scientifi,” International Journal of Instructional Technology and Distance
Learning 14, no. 7 (2017): 29–38.
4
Nabila Aurelia Awalin and Ismono Ismono, “The Implementation of Problem Based
Learning Model With Stem (Science, Technology, Engineering, Mathematics) Approach To Train
Students’ Science Process Skills of Xi Graders on Chemical Equilibrium Topic,” INSECTA:
Integrative Science Education and Teaching Activity Journal 2, no. 1 (2021): 1–14,
https://doi.org/10.21154/insecta.v1i2.2496.
1
siswa untuk memiliki kemampuan berpikir ilmiah. Sebagaimana menurut
Raras dan Linda (2018), pembelajaran IPA melalui praktikum untuk
menjelaskan penemuan-penemuan ilmuwan terdahulu memerlukan
kemampuan siswa dalam menjabarkan suatu fenomena serta menjelaskan
data hasil eksperimen5. Oleh karena itu, berpikir ilmiah sangat dibutuhkan
dalam pembelajaran IPA.
Berpikir ilmiah dibutuhkan dalam pembelajaran IPA, karena melalui
berpikir ilmiah siswa mampu menganalisa serta menyimpulkan data hasil
eksperimen. Sebagaimana menurut Khun,” berpikir ilmiah dapat
meningkatkan kemampauan siswa dalam menganalisa hasil penelitian dengan
cermat sehingga didapatkan kesimpulan yang jelas” 6. Berpikir ilmiah dapat
diukur melalui indikator inkuiri, analisis, inferensi, dan argumentasi 7.
Penelitian yang dilakukan oleh Devy dan Anty (2016), menunjukkan bahwa
media komik berbasis model Problem Based Learning (PBL) efektif dalam
meningkatkan kemampuan berpikir ilmiah8. Sementara itu, berdasarkan
penelitian Juniwati dan Ratih (2019) menyatakan penerapan model
Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran IPA dapat
meningkatkan kemampuan merumuskan hipotesis, mengembangkan
fenomena, serta menyelesaikan masalah berdasarkan data hasil penelitian 9.
Kemampuan berpikir ilmiah siswa SMP Ma’arif 1 Ponorogo termasuk
ke dalam kategori rendah, baik ditinjau dari tes, wawancara dengan salah satu
5
Raras Setyo Retno and Dyan Marlina, “Implementasi STES (Science Environment
Technology and Society) Pada Pembelajaran IPA SD Berbasis Inquiry Terhadap Berpikir Ilmiah
Siswa Kelas 4 MI Al-Irsyad Madiun” 7, no. 2 (2018): 54–58.
6
Cut Nurmaliah Rahmi Agustina, Ismul Huda, “Implementasi Pembelajaran STEM Pada
Materi Sistem Reproduksi Tumbuhan Dan Hewan Terhadap Kemampuan Berpikir Ilmiah Peserta
Didik SMP,” Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education) 8, no.
2 (2020): 241–56, https://doi.org/10.24815/jpsi.v8i2.16913.
7
Ika Suwito dan Meviana, “Kajian Analissi Pembelajaran Kontruktivisme Melalui
Penerapan Model Learning Cycle Terhadap Pembentukan Karakter Berpikir Ilmiah,” in Seminar
Nasional Universitas PGRI Yogyakarat (Yogyakarta: Universitas PGRI Yogyakarta, 2015), 68–
71.
8
Devy Indah Lestari and Anti Kolonial Projosantoso, “Pengembangan Media Komik IPA
Model PBL Untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Analitis Dan Sikap Ilmiah” 2, no. 2
(2016): 145–55.
9
Juniwati dan Ratih Permana Sari, “Pengaruh Moddel Contextual Teaching and Learning
(CTL) Pada Pembelajaran IPA Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik,” Jurnal
Pendidikan Kimia Dan Ilmu Kimia 2, no. 2 (2019): 38–45.
2
guru IPA di SMP Ma’arif 1 Ponorogo, dan observasi. Rendahnya berpikir
ilmiah siswa, dikarenakan kurangnya fokus siswa dalam mengikuti
pembelajaran. Sementara itu, pendekatan dan model pembelajaran yang
digunakan guru terpusat pada peserta didik seperti scientific dan
menghubungkannya dengan lingkungan sekitar, namun dalam
mempraktikkannya terkadang tidak sesuai dengan yang telah direncakan.
Sehingga menyebabkan tujuan pembelajaran tidak tercapai secara maksimum.
Kemampuan berpikir ilmiah yang rendah tentu menjadi masalah yang
harus diselesaikan. Sebagaimana yang telah diketahui berpikir ilmiah
termasuk ke dalam hakikat IPA yang befungsi untuk membuktikan teori
ilmuwan tedahulu. Oleh karena itu, perlu adanya inovasi dalam model,
metode, serta pendekatan pembelajaran yang mampu meningkatkan
kemampuan berpikir ilmiah peserta didik.
Problem Based Learning (PBL) menitikberatkan pada
mengintegrasikan berbagai pengetahuan untuk menyelesaikan masalah 10.
Proses menyelesaikan masalah dapat meningkatkan kemampuan analisis,
karena pembelajaran yang menghubungkan lingkungan sekitar mampu
meningkatkan kemampuan menganalisa serta memecahkan masalah 11. Maka
tidak heran, PBL dapat meningkatkan keaktifan siswa dan kemampuan
berpikir ilmiah12. Oleh karena itu, aspek menyajikan masalah, mengorganisasi
siswa untuk meneliti efektif meningkatkan kemampuan berpikir ilmiah13.
Contextual Teaching Learning (CTL) mendasarkan pembelajaran
dengan mengintegrasikan dengan kehidupan nyata14. Keterhubungan materi
dengan kehidupan nyata dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk
mengembangkan rasa ingintahunya sehingga pembelajaran menjadi lebih

10
Sutirman, Media Dan Model-Model Pembelajaran Inovatif (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013).
11
Helmiati, Model Pembelajaran, ed. Lusiana Susanti (Pekanbaru: Aswaja Pressindo,
2012).
12
Helmiati.
13
Lestari and Projosantoso, “Pengembangan Media Komik IPA Model PBL Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berfikir Analitis Dan Sikap Ilmiah.”
14
Siti Nurhasanah dkk, Strategi Pembelajaran (Jakarta: Edupustaka, 2019).
3
aktif15. Selain itu, pembelajaran yang menghubungkan antara materi dan
lingkungan kehidupan nyata dapat meningkatkan analisa serta menyimpulkan
data hasil percobaan. Dengan demikian, melalui model CTL dapat
meningkatakan kemampuan berpikir ilmiah.
Perubahan abad 21 yang signifikan berdampak pada perkembangan
pembelajaran IPA yang pesat, dimana siswa diarahkan mampu
mengaplikasikan teori dalam kehidupan nyata melalui berpikir ilmiah.
Rendahnya kemampuan berpikir ilmiah siswa, maka diperlukan model
pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir ilmiah siswa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan keefektifan antara
PBL dan CTL. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian yang
berjudul “Perbandingan Model Pembelajaran Problem Based Learnig (PBL)
dan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Kemampuan Berpikir
Ilmiah Peserta Didik”.

C. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah keterlaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan Contextual Teaching
and Learning (CTL)?
2. Bagaimanakah aktivitas peserta didik selama pembelajaran dengan
menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dan Contextual
Teahing and Learning (CTL)?
3. Bagaimanakah perbandingan model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) dan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap
kemampuan berpikir ilmiah peserta didik?

15
Helmiati, Model Pembelajaran.
4
D. TUJUAN PENELITIAN
Adapun Tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran dengan menerapkan
model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan Contextual
Teaching and Learning (CTL).
2. Untuk mengetahui aktivitas peserta didik selama pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan
Contextual Teaching and Learning (CTL).
3. Untuk mengetahui perbandingan model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) dan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap
kemampuan berpikir ilmiah.

E. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai
berikut.
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dimaksudkan mampu memberikan gambaran
yang jelas serta dapat dijadikan acuan dalam mengambil model
pembelajaran yang akan digunakan dalam menyampaiakan materi IPA
untuk meningkatkan kemampuan berpikir ilmiah peserta didik.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini dapat membantu sekolah dalam meningkatkan
kualitas pembelajaran serta kemampuan peserta didik terutama
kemampuan berpikir ilmiah.
b. Bagi guru
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai reverensi guru dalam
memilih model pembelajaran IPA khususnya untuk meningkatkan
kemampuan berpikir ilmiah peserta didik.

5
c. Bagi peserta didik
Kegiatan pembelajaran melalui model pembelajaran yang
digunakan dapat meningkatkan keaktifan peserta didik, semangat
belajar IPA, dan juga meningkatkan kemampuan berpikir ilmiah.

F. BATASAN PENELITIAN
Penelitian ditujukan untuk menanggapi permasalahan-permasalahan
meninjau luasnya penelitian, maka peneliti membatasi penelitian dengan
menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan
Contextual Teaching Learning (CTL), dimana kedua model tersebut
menitikberatkan pada integrasi antara materi pembelajaran dengan masalah
dalam kehidupan nyata. Kemampuan dalam mengaplikasikan atau
menerapkan materi dalam kehidupan sehari-hari dianggap mampu
menstimulasi kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan masalah
melalui prosedur atau metode ilmiah.
Penelitian ini memfokuskan pada kemampuan berpikir ilmiah
peserta didik. Berpikir ilmiah merupakan berpikir secara mendalam dengan
mempertajam pemikiran peserta didik selama kegiatan pembelajaran dengan
tujuan agar peserta didik mampu berpikir secara empiris, runtut, dan jeli.
Sedangkan tema materi pembelajaran dalam penelitian ini adalah tekanan
zat dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

G. LANDASAN TEORI
1. Model Problem Based Learning (PBL)
Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) termasuk ke
dalam model pembelajaran yang memfokuskan pembelajaran pada peserta
didik (student centered learning). Strategi yang digunakan dalam PBL
dengan memberikan masalah kepada peserta didik, dimana masalah
tersebut berkaitan dengan kehidupan sehari-hari atau lingkungan sekitar
peserta didik. Peserta didik diminta untuk menganalisa akar permasalahan
yang terjadi untuk diketahui faktor penyebabnya agar dapat dicarikan

6
solusi berdasarkan khasanah keilmuan yang dimiliki peserta didik
sebelumnya (prior knowledge) 16.
Strategi yang digunakan PBL melalui pemberian masalah terlebih
dahulu sebelum menyampaikan materi dimaksudkan untuk
menghubungkan pengetahuan awal yang dimiliki peserta didik dengan
materi yang akan diajarkan, melalui kegiatan ini menjadikan peserta didik
belajar secara mandiri, dimana motivasi dan semangat belajarnya akan
mengalami peningkatan. Kegiatan menganalisa suatu masalah akan
mampu menstimulasi peserta didik dalam meningkatkan kemampuan
berpikir secara mendalam dan juga meningkatkan rasa ingin tahunya.
Selain itu, kegiatan dalam memecahkan masalah akan mendorong peserta
didik dapat menyelesaikan suatu masalah dengan berbagai sudut pandang
dan literatur yang kredibel17.
Problem Based Learning didasarkan pada empat teori belajar yaitu
teori belajar Jean Piaget dan kontruktivisme, David Ausubel, Vygotsky,
dan Jerom S. Bruner. PBL didasarkan pada teori Jean Peaget, hal ini
dikarenakan model ini menitikberatkan pada pemberian masalah yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang akan dapat membangun
pengetahuan peserta didik terhadap materi yang akan dipelajari.
Sebagaimana teori Jean Peaget yang menyatakan bahwa pengetahuan guru
tidak dapat secara langsung dialihkan ke peserta didik, namun peserta
didik yang harus berperan aktif dalam menggali berbagai informasi untuk
menyelesaikan suatu permasalahan. Ditinjau dari teori David Ausubel
yang dikenal dengan pembelajaran yang bermakna, dimana pembelajaran
bermakna dapat mengkaitkan antara pengetahuan yang telah didapatkan
dengan pengetahuan baru. Hal ini tentu sesuai dengan PBL yang mana
16
Anggia Rohdila Sari, Nyimas Natasha, and Ayu Shafira, “Gambaran Pelaksanaan
Problem-Based Learning Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi,” Jambi Medical Journal: Jurnal Kedokteran Dan
Kesehatan 3, no. 2 (2015): 99–110.
17
Iyam Maryati, “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Materi Pola
Bilangan Di Kelas VII Sekolah Menengah Pertama,” Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika
7, no. 1 (2018): 63–74, https://doi.org/10.31980/mosharafa.v7i1.342.
7
peserta didik tidak langsung diberikan materi, tetapi diminta untuk
menyelesaikan masalah dengan pengetahuan awalnya, dimana dalam
prosesnya peserta didik akan menemukan pengetahuan baru. Model PBL
juga didukung oleh teori Vigotsky yang menyatakan bahwa pembelajaran
yang melibatkan aspek sosial dapat memberikan kemudahan bagi peserta
didik untuk menemukan gagasan baru serta meningkatkan kecerdasan,
dimana dalam PBL juga menerapkan hal tersebut melalui kerja kelompok.
Sedangkan ditinjau dari teori penemuan oleh Jerome S. Bruner, dimana
PBL menstimulasi peserta didik untuk menemukan kembali seperti teori,
hukum, atau fakta-fakta penemuan ilmuwan terdahulu 18.
Karakteristik kegiatan pembelajaran dapat dikatakan
mengiplementasikan model PBL, ketika kegiata pembelajaran memuat hal-
hal sebagai berikut19. a. Pengutaraan masalah yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari atau lingkungan sekitar peserta didik, b.
Penyelesaian masalah diselesaikan dengan mengkaji berbagai pengetahuan
atau dapat diartikan mengintegrasikan antar disiplin ilmu, c. Proses
penyelesaian masalah dilakukan melalui analisis secara kredibel melalui
prosedur penelitian, d. adanya hasil berupa karya atau produk, dan e.
Adanya kolaborasi serta diskusi dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan
menurut Maryati (2018) tahapan pembelajaran PBL sebagai berikut20.

Tabel 1 Tahapan Model Problem Based Learning (PBL)


N Langkah-Langkah Kegiatan
Kegiatan Guru
o Pokok Peserta Didik

18
Ade Gafar Abdullah and Taufik Ridwan, “Implementasi Problem Based Learning (PBL)
Pada Proses Pembelajaran Di BPTP Bandung,” Portal Jurnal 5, no. 13 (2008): 1–10.
19
Murni Arifah, “Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) Terhadap Keteramilan
Metakognitif Siswa Pada Materi Hidrolisis Garam” (UIN Syarif Hidayatullah, 2017).
20
Maryati, “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Materi Pola Bilangan
Di Kelas VII Sekolah Menengah Pertama.”
8
1. Tahap 1: Guru menyampaikan Peserta didik
Orientasi peserta tujuan pembelajaran memerhatikan tujuan
didik pada masalah serta memotivasi pembelajaran yang
peserta didik agar disampaikan oleh
terlibat aktif dalam guru dan peserta
memecahkan didik melakukan
masalah. Selain itu diskusi berkaitan
guru juga masalah yang telah
menjelaskan rubrik disampaikan oleh
penilaian hasil guru.
berupa karya atau
produk.
2. Tahap 2: Guru Peserta didik secara
Mengorganisasikan mengakomodasi berkelompok
peserta didik peserta didik dalam menganalisa
menginterpretasikan permasalahan untuk
serta dicarikan solusi yang
mengorganisasikan tepat.
tugas yang berkaitan
dengan penyelesaian
masalah.
3. Tahap 3: Guru menstimulasi Peserta didik
Membimbing peserta didik untuk menggali informasi
penyelidikan mencari fakta, serta melakukan riset
individu melalukan riset atau untuk menyelesaikan
observasi guna masalah
menyelasikan
masalah
4. Tahap 4: Guru Peserta didik
Mengembangkan mengakomodasi mengkomunikasikan
dan menyajikan peserta didik dalam melalui presentasi

9
hasil karya menyusun hasil atau dalam bentuk
berupa karya atau susunan laporan
produk seperti video,
laporan, alat peraga
sederhana, dan lain
sebagainya.
5. Tahap 5: Guru membantu Peserta didik
Menganalisa dan peserta didik dalam mengerjaka soal atau
mengevaluasi merefleksi materi tugas sebagai bahan
proses pemecahan dan tahapan yang evaluasi
masalah telah dilakukan oleh
peserta didik.

Kegiatan pembelajaran yang menerapakan model pembelajaran


PBL memiliki sistim sosial diantaranya melalui pembelajaran berbasis
PBL peran guru sebagai penyampai atau menjelaskan pelajaran berkurang,
guru lebih berperan sebagai pembimbing dalam proses penyelesaian
masalah. Selain itu, pembelajaran lebih terpusat pada peserta didik,
interaksi antara guru dengan peserta didik maupun peserta didik dan
peserta didik lainnya menjadi lebih intens dan aktif. Kegiatan penyelesaian
masalah dengan berkelompok dapat membentuk kelompok kecil yang
heterogen, dimana melalui kelompok kecil ini peserta didik menjadi berani
mengemukakan gagasannya untuk mencari solusi21.
Proses pembelajaran dengan PBL memberikan dampak pengiring
bagi peserta didik. Pembelajaran PBL membentuk peserta didik dalam
mengembangkan atau meningkatkan keterampilan berpikir kritis serta rasa
ingin tahunya. Selain itu, kerja sama atau kekompakan antara peserta didik
lebih meningkat serta peserta didik menjadi lebih berani dalam
mengungkapkan pendapatnya dan menerima pendapat berbeda dari teman
21
Septiana Manda Sari, “Pengaruh Pembelajaran PBL (Problem Based Learning) Terhadap
Keterampilan Proses Dan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Fisika Di SMP” (Universitas
Jember, 2010).
10
yang lain22. Dengan demikian, pembelajaran dikelas menjadi lebih hidup
dan bermakna karena berjalannya diskusi dan keaktifan peserta didik.
2. Model Contextual Teaching and Learning (CTL)
Contextual Teaching and Learning atau biasa disingkat dengan
CTL merupakan salah satu model pembelajaran yang memfasilitasi
kegiatan pembelajaran secara menyeluruh, dimana melalui pembelajaran
ini dapat menstimulasi peserta didik dalam menguasai materi serta dapat
mengasosiasi pemahamanya dengan mengaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari baik dalam lingkungan perorangan, sosial, maupun budaya23.
Oleh karena itu, melalui pembelajan CTL peserta didik mampu
membangun pemahamannya secara aktif, dinamis, dan supel.
Model pembelajaran CTL didukung oleh teori belajar Jean Piaget
yaitu teori kontruktivisme serta teori Vygoutsky. Jean Piaget
mengemukakakn bahwa pengetahuan bersifat kontruks, dimana
pengetahuan peserta didik dibangun melalui proses secara langsung
dengan berbagai aktivitas pembelajaran. Maka dari itu, dapat dikatakan
bahwa model CTL mengajak peserta didik beljaar secara langsung melalui
aktivitas yang nyata guna membangun pengetahuannya tentang mmateri
tersebut. selain itu, model CTL juga didukung oleh teori Vygoustky yang
menyatakan bahwa melalui aspek bersosial akan mampu menumbuhkan
pengetahuan peserta didik. sebagaimana yang telah diketahui, bahwa
model CTL merupakan pembelajaran yang didasarkan pada aktivitas nyata
yang melibatkan interaksi langsung antar peserta didik24.
Suatu pembelajaran dapat dinyatakan menaplikasikan model CTL,
ketika memenuhi kriteria CTL diantaranya, a. membangun pengetahuan
(kontruktivisme), b. inquiri, c. questioning, d. learning community, e.

22
Sari.
23
Idrus Hasibuan, “Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning),”
Logaritma 2, no. 1 (2014): 1–12.
24
Delfi Eliza, “Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Learning (CTL) Berbasis Centra Di
Taman Kanak-Kanak,” PEDAGOGI: Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan 13, no. 2 (2013): 93–106.
11
modeling, f. reflection, g. authentic assessment 25. Sementara itu, tahapan
dalam model CTL adalah sebagai berikut26.
Tabel 2 Tahapan Contextual Teaching and Learning (CTL)
No Langkah- Kegiatan
Kegiatan Guru
Langkah Pokok Peserta Didik
1. Tahap 1: Menyuguhkan Peserta didik
Melaksanakan peristiwa, konflik, menyimak
kegiatan inkuiri atau masalah dalam penyampian guru
untuk semua topik kehidupan sehari- tentang peristiwa,
hari untuk konflik, atau masalah
menstimulasi rasa dalam kehidupan
ingin tahu peserta sehari-hari.
didik.
2. Tahap 2: Guru menumbuhkan Peserta didik
Mengembangkan rasa ingin tahu menggali informasi
sifat ingin tahu peserta didik melaui yang berkaitan
pertanyaan yang dengan peristiwa
didasarkan pada untuk menjawab
peristiwa yang pertanyaan dari guru.
disampaikan.
3. Tahap 3: Guru mengarahkan Peserta ddik
Menciptakan peserta didik untuk berdiskusi untuk
masyarakat belajar menyelesaikan menyelesaikan
konflik atau masalah permasalahan.

25
Kurnia Hadi, “Peningkatan Mengenal Wujud Benda Dan Sifatnya Dengan Model
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Siswa Kelas IV Sd 2 Banjarharjo
Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul Tahun Pelajaran 2010/2011,” Universitas Sebelas Maret
(Universitas Sebelas Maret, 2011),
http://www.ainfo.inia.uy/digital/bitstream/item/7130/1/LUZARDO-BUIATRIA-2017.pdf.
26
Khotimah and Ulhaq Uhdi, “Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching and
Learning ( Ctl ) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran IPA Kelas I SD,” Jurnal
Pendidikan Guru Sekolah Dasar 1, no. 2 (2013): 1–10.
12
dengan bekerjasa
antara peserta didik
lainnya melalui
bertukar pendapat
4. Tahap 4: Guru memberikan Peserta didik
Menghadirkan suatu model dalam memerhatikan contoh
model pembelajaran, yang dijelaskan oleh
dimana hal ini guru.
dimaksudkan agar
peserta didik dapat
belajar, bekerja, dan
juga berpikir.
5. Tahap 5: Guru merefleksi Peserta didik
Melakukan refleksi materi, menelaah memahami materi-
manfaat materi yang telah
pembelajaran yang dipelajari serta
mana untuk dijadikan memperkuat
dalam mengambil pemahaman melalui
tindak lanjut kegiatan penjelasan guru.
pembelajaran.
6. Tahap 6: Guru melakukan Peserta didik
Melakukan evaluasi guna mepresentasikan
penilaian yang mengukur tugas baik berupa
sebenarnya kemampuan peserta laporan maupun
didik melalui tugas produk atau evaluasi
berupa laporan, melalui mengerjakan
produk, maupun tes tes.
dengan
dipertimbangkan
relevansi dan
kontektualnya.

13
Sistem sosial dalam model pembelajaran CTL menjadikan
pembelajaran lebih aktif, dimana melalui CTL peserta didik dapat
membertajam kemampuan berpikir kritis serta mengembangkan rasa ingin
tahunya. Selain itu, melalui kerjasama kelompok akan mampu
menumbuhkan kepercayaan diri peserta didik dalam berargumentasi dan
juga saling menghargai pendapat. Maka pembelajaran dengan CTL dapat
dikatakan terfokus pada peserta didik, sedangkan posisi guru sebagai
pembimbing27. Dengan demikian, pembelajaran dengan model CTL dapat
menjadikan pembelajaran lebih hidup serta meningkatkan keaktivan
peserta didik.
Pembelajaran dengan mengaplikasikan CTL memiliki dampak
pengiring terhadap peserta didik, dimana melalui CTL yang
menghubungkan materi dengan kehidupan nyata akan memberikan
pengetahuan yang bermakna bagi peserta didik. Selain itu, melalui
kegiatan inkuiri akan mampu menumbuhkan sikap percaya diri dan juga
tanggung jawab. Sedangkan, melaui kegiatan Learning Community akan
menstimulus bahkan meningkatkan kerjasama antara peserta didik, salling
membantu, dan menghargai pendapat28.
3. Kemampuan Berpikir Ilmiah
Kemampuan berpikir ilmiah sangat penting bagi peserta didik, hal
ini dikarenakan melalui berpikir ilmiah peserta didik akan mampu
membuat hipotesa hingga menyimpulkan data hasil penelitian tentunya
komponen-komponen tersebut penting dalam melakukan suatu penelitian
atau eksperimen. Berpikir ilmiah merupakan berpikir yang logis dan
empiris, maksud dari logis bahwa dalam berpikir harus masuk akal,
dimana hasil dari pemikirannya dapat dibuktikan melalui teori-teori
terdahulu, sedangkan yang dimaksud dengan empiris merupakan berpikir
secara mendalam, artinya dalam menganalisa suatu objek bukan hanya
27
Sri Utaminingsing and Naela Khusna Faela Shufa, Model Contextual Teaching and
Learning Berbasis Kearifan Lokal Kudus, vol. 1 (Kudus, 2019).
28
Utaminingsing and Shufa.
14
diuraikan secara universal tetapi dalam menguraikannya harus ditinjau dari
berbagai sudut pandang agar dapat menghasilkan kesimpulan yang jelas
dan kredibel. Maka dapat disimpulkan bahwa berpikir ilmiah merupakan
proses berpikir yang mendalam serta membuahkan hasil berupa
kesimpulan yang masuk akal dan dapat dipertanggungajawabkan. Hal ini
senada dengan pendapat Khun yang menyatakan bahwa berpikir ilmiah
termasuk ke dalam berpikir tingkat tinggi atau dapat dikatakan berpikir
yang mendalam dan cermat29. Sedangkan Nurya (2012) mendefinisikan
berpikir ilmiah sebagai proses penajaman berpikir, dimana melalui proses
ini mampu menjadikan pembelajaran lebih efektif karena dapat
menstimulasi peserta didik untuk berpikir empiris, sistematis, dan juga
teliti dalam menganalisa suatu objek penelitian 30. Dengan demikian, dapat
simpulkan bahwa berpikir ilmiah merupakan pengasahan pikiran dalam
kajian bidang ilmu pengetahuan yang objektif, sistematis, serta teliti,
dimana tujuan dari berpikir ilmiah agar dalam menyelesaikan masalah
yang berkaitan dalam bidang keilmuan peserta didik dapat menyelesaikan
dari berbagai sudut pandang.
Penelitian tentang berpikir ilmiah sebagai salah satu keterampilan
yang dibutuhkan dalam abad 21, enjadikan motivasi peneliti-peneliti
dalam berlomba-lomba mencari pembelajaran yang efektif dalam
meningkatkan kemampuan berpikir ilmiah. Ada berbagai penelitian yang
menyatakan bahwa keterampilan berpikir ilmiah dapat ditingkatkan
melalui pendekatan STEM (Science, Technology, Engineering, and
Matemathics), dimana berpikir ilmiah membutuhkan proses atau metode
ilmiah maka sangat cocok apabila dipadukan dengan STEM. STEM
sendiri merupakan pendekatan yang menitikberatkan pada integrasi antara
disiplin ilmu, dimana melalui integrasi antara disiplin ilmu dapat
menstimulasi kemampuan peserta didik dalam menganalisa, membuat

29
Rahmi Agustina, Ismul Huda, “Implementasi Pembelajaran STEM Pada Materi Sistem
Reproduksi Tumbuhan Dan Hewan Terhadap Kemampuan Berpikir Ilmiah Peserta Didik SMP.”
30
Nurya et al., “Efektivitas Model Pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) Berbasis
STEM Education Terhadap Kemampuan Berpikir Ilmiah Siswa.”
15
hipotesa, menyimpulkan data hasil penelitian, serta menghubungkananatar
hasil penelitian dengan hipotesa yang telah dibuat. Selain membahas
tentang pendekatan, ada berbagai penelitian yang membahas tentang
model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir
ilmiah, diantara model pembelajaran yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir ilmiah dapat melalui model PBL, NHT, CLIS, dan
lain sebagainya. Banyaknya penelitian yang mencoba meningkatkan
kemampuan berpikir ilmiah, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan
berpikir ilmiah sangat penting bagi peserta didik sebagai salah satu cara
dalam menghadapi tantangan abad 21.
Berpikir ilmiah merupakan suatu keterampilan, maka berpikir
ilmiah memiliki indikator. Indikator tersebut dapat dijadikan sebagai tolak
ukur kemampuan berpikir ilmiah seseorang. Menurut Nurya (2021)
indikator berpikir ilmiah ada empat yaitu analisis, inkuiri, inferensi, dan
argumentasi31. Aspek inkuiri merupakan indikator berpikir ilmiah yang
memiliki deskriptor merumuskan tujuan, mengidentifikasi hasil
pengamatan atau fenomena, merumuskan masalah, serta membuat
hipotesa. Aspek analisis terdiri dari deskriptor kemampuan dalam
merancang desain percobaanserta menyajikan data hasil penelitian. Aspek
inferensi terdiri dari deskriptor menemukan teori hasil pengamatan,
membuat kesimpulan, mencocokkan kesimpulan dengan hipotesa yang
telah dibuat. Sedangkan ditinjau dari aspek arguumentasi terdiri dari
deskriptor mengemukakan bukti ilmiah, menarik kesimpulan, dan
memecahkan persoalan menggunakan teori yang telah didapatkan32.
4. Hubungan antara Model Problem Based Learning, Model Contextual
Teaching and Learning, dan Berpikir Ilmiah
IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang menggabungkan
antara fisika, kimia, dan biologi. Sebagaimana yang diketahui bahwa IPA
membahas tentang makhluk hidup dan lingkungan disekitarnya. Maka
31
Nurya et al.
32
Rahmi Agustina, Ismul Huda, “Implementasi Pembelajaran STEM Pada Materi Sistem
Reproduksi Tumbuhan Dan Hewan Terhadap Kemampuan Berpikir Ilmiah Peserta Didik SMP.”
16
dalam mempelajarinya juga memerlukan ketelitian, dimana IPA seringkali
dalam pemelajarannya melakukan suatu praktiku untuk membuktikan teori-
teori tterdahulu serta adanya mengkaitkan materi dengan kehidupan sehari-
hari. Kompleknya materi IPA karena adanya pengaruh perkembangan ilmu
dan teknologi, mendorong peserta didik memliki kemampuan berpikir
ilmiah. Sebagaimna yang dikatakan Khun, bahwa berpikir ilmiah termasuk
ke dalam hakikat IPA33, maka keduanya tidak dapat dipisahkan,
pembelajaran IPA yang kompleks serta tuntutan kemampuan abad 21 untuk
dikuasai peserta didik, maka perlu adanya model pembelajaran yang mampu
mencangkup semuanya. Salah satu pembelajaran yang dapat diaplikasikan
dalan materi IPA serta mampu meningkatkan keterampilan berpikir ilmiah
peserta didik diantaranya model Problem Based Learning dan Contextual
Teaching and Learning. Kedua model pembelajaran tersebut
menitikberatkan pembelajaran pada masalah atau peristiwa tertentu, dimana
peserta didik diajak membangun pengetahuannya secara mandiri agar dapat
mencapai pembelajaran yang bermakna.
5. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Adapun hasil telaah dari hasil penelitian terdahulu yang relevan
sebagai berikut.
a. Penelitian yang dilakukan oleh M. Fayakun dan P. Joko dengan judul
Efektivitas Pembelajaran Fisika Menggunakan Model Kontekstual
(CTL) dengan Metodepredict, Observe, Explain terhadap Kemampuan
Berpikir Tingkat Tinggi dalam Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia
menyatakan bahwa penelitian melalui metode eksperimen didapatkan
hasil sebesar 0,37 artinya model kontekstual dapat meningkatkan
kemampuan berpikir ilmiah34. Persamaan jurnal ini dengan penelitian
penulis terletak pada model pembelajaran yang digunakan yaitu CTL,

33
Nurya et al., “Efektivitas Model Pembelajaran Children Learning In Science (CLIS)
Berbasis STEM Education Terhadap Kemampuan Berpikir Ilmiah Siswa.”
34
M Fayakun and P Joko, “Efektivitas Pembelajaran Fisika Menggunakan Model
Kontekstual (CTL) Dengan Metodepredict, Observe, Explain Terhadap Kemampuan Berpikir
Tingkat Tinggi,” Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 11, no. 1 (2015): 49–58,
https://doi.org/10.15294/jpfi.v11i1.4003.
17
sedangkan perbedaannya terletak pada fokus penelitian dimana penulis
berfokus pada berpikir ilmiah dan juranl penelitian ini pada berpikir
tingkat tinggi.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Bayu Hatmokomukti Wiyono dan
Widodo Budhi dengan judul Pengaruh Metode Pembelajaran CTL
terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas VIII ditinjau dari Kemampuan
Berkomunikasi dalam jurnal Ilmiah Pendidikan IPA menyatakan bahwa
penelitian melalui metode quasi eksperimen didapatkan hasil bahwa
kelas yang diberi perlakukan model CTL dalam kemampuan
berkomunikasi lebih tinggi daripada kelas dengan model
konvensional35. Persamaan penelitian ini terletak pada mdel
pembelajaran yang digunakan yaitu CTL, sedangkan perbedaannya
terletak pada fokus penelitian.
c. Penelitian yang dilakukan oleh sanjayanti dkk dengan judul Pengaruh
Model Contextual Teaching and Learning bermuatan Pendidikan
Karakter terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif dan Sikap Ilmiah
ditinjau dari Motivasi Belajar bahwa penelitian dengan metode
eksperimen didapatkan hasil bahwa model CTL dapat meningkatkan
keterampilan berpikir kreatif dan sikap ilmiah peserta didik 36.
Persamaan dengan penelitian ini terletak pada model pembelajaran yang
digunakan sedangkan perbedaannya terletak pada fokus penelitian.
d. Penelitian yang dilakukan oleh Evi Tri Fatmawati dan Sigit Sujatmika
dengan judul Efektivitas Pembelajaran Problem Based Learning
terhadap Hasil belajar IPA ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kritis
bahwa penelitian dengan metode quasi eksperimen didapatkan hasil
kelas yang diperlakukan dengan PBL lebih tinggi kemampuan berpikir

35
Bayu Hatmokomukti Wiyono and Widodo Budhi, “Pengaruh Metode Pembelajaran CTL
Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas VIII Ditinjau Dari Kemampuan Berkomunikasi,”
Natural: Jurnal Ilmiah Pendidikan IPA 5, no. 1 (2018): 11,
https://doi.org/10.30738/natural.v5i1.2561.
36
Sanjayanti, I. W. Sadia, and N. M. Pujani, “Model Pembelajaran Problem Solving
Bermuatan Pendidikan Karakter Terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif Dan Sikap Ilmiah
Ditinjau Dari Motivasi Belajar,” E-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan
Ganesha 3, no. 1 (2013).
18
kritisnya dari pada kelas dengan model konvensional 37. Persamaan
dalam penelitian ini terletak pada model pembelajaran yang digunakan
yaitu PBL, sedangkan perbedaannya terletak pada fokus penelitian yaitu
berupa berpikir kritis sedangkan penelitian penulis berfokus pada
berpikir ilmiah.
e. Penelitian yang dilakukan oleh Nestri dan kawan-kawan dengan judul
Efektivitas Model Pembelajaran Problem Based Learning terhadap
Hasil Belajar IPA ditinjau dari Kemampuan berkomunikasi dalam
jurnal Pijar MIPA bahwa penelitian dengan metode quasi eksperimen
didapatkan hasil siswa dengan model PBL memiliki kemampuan
berkomunikasi yang lebih tinggi38. persamaan penelitian ini terletak
pada model yang digunakan yaitu PBL, sedangkan perbedaannya
terletak pada fokus penelitian.
f. Penelitian yang dilakukan oleh Fitriyanti dan kawan-kawan dengan
judul Peningkatan Sikap dan Kemampuan Berpikir Ilmiah Peserta
Didik melalui Model PBL di Sekolah Dasar dalam jurnal BasicEdu
bahwa penelitian dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif
didapatkan bahwa model PBL dapat meningkatkan kemampuan
berpikir ilmiah siswa39. Persamaan penelitian ini terletak pada model
yang digunakan dan fokus penelitiannya yaitu berpikir ilmiah,
sedangkan perbedaannya terletak pada objek penelitian, dimana jurna
ini menggunakan objek sekolah dasar dan penulis menggunakan objek
penelitian sekolah menengah pertama.

37
Evi Tri Fatmawati and Sigit Sujatmika, “Efektivitas Pembelajaran Problem Based
Learning Terhadap Hasil Belajar IPA Ditinjau Dari Kemampuan Berpikir Kritis,” WACANA
AKADEMIKA: Majalah Ilmiah Kependidikan 2, no. 2 (2018): 163,
https://doi.org/10.30738/wa.v2i2.2786.
38
Nestri Indah Wulandari, Astuti Wijayanti, and Widodo Budhi, “Efektivitas Model
Pembelaaran Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar IPA Ditinjau Dari Kemampuan
Berkomunikasi Siswa,” Jurnal Pijar MIPA 13, no. 1 (2018): 2372–77.
39
Fitriyanti, Farida F, and Ahmad Zikri, “Peningkatan Sikap Dan Kemampuan Berpikir
Ilmiah Siswa Melalui Model PBL Di Sekolah Dasar,” Jurnal Basicedu 5, no. 3 (2021): 1683–88.
19
Gambar 1 Perkembangan Penelitian

6. Kerangka Konseptual

20
Pembelajaran Abad 21 Ilmu Pengetahuan Alam
 Menekankan pada proses penemuan
Pembelajaran yang menitikberatkan pada  Menitikberatkan penyelesaian masalah
keaktifan peserta didik dan mampu melalui metode ilmiah
mengaplikasikan materi dalam kehidupan  Melibatkan sikap ilmiah
sehari-hari

Kurikulum 2013
Menitikberatkan pada pembelajaran yang
mengembangkan pada penalaran ilmiah

Problem Based Learning Contextual Teaching and


Kemampuan Berpikir
 Melibatkan keaktifan Learning
Ilmiah
siswa  Melibatkan pengalaman
 Mampu memecahkan
 Melibatkan keterampilan siswa secara langsung
masalah yang berkaitan
berkerja sama dalam  Menekankan keaktifan
dengan aktivitas ilmiah
penyelidikan  Menekankan kerjasama
 Mampu menggali informasi
 Pembelajaran diarahkan  Mengarahkan pada
untuk menyelesaikan
pada penyelesaian penyelesaian persoalan
masalah
masalah yang dapat terkait peristiwa maupun
 mampu mengaplikasikan
membentuk pengetahuan fenomena
pengetahuannya untuk
bermakna
menyelesaikan masalah

Indikator PERBANDINGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING


 Inkuiri (PBL) DAN CONTEXTUAL TEACHING LEARNING (CTL)
 Analisis TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR ILMIAH PESERTA
 Inferensi DIDIK
 argumentasi

 Menggunakan model Problem Based Learning sebagai upaya


meningkatkan berpikir ilmiah
 Menggunakan model Contextual Teaching and Learning sebagai
upaya meningkatkan berpikir ilmiah
 Model pembelajaran berbasis masalah dalam kehidupan sehari-
hari akan mampu mengkonstruk pengetahuan peserta didik untuk
melakukan kegiatan penemuan
 Menstimulasi peserta didik untuk meningkatkan kerjasama tim
dalam menyelesaikan masalah
 Membandingkan antara model PBL dan CTL untuk diketahui
yang lebih efektif

Gambar 2 Kerangka Konseptual

H. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Metode kuantitatif dijadikan sebagai metode penelitian yang
bertujuan untuk mengukur kemampuan berpikir ilmiah peserta didik,

21
dimana metode ini didasarkan pada filsafat positivisme 40. Metode
kuantitatif sendiri merupakan suatu metode penelitian yang digunakan
untuk menguji teori objektif melalui uji hubungan antar variabel.
Sedangkan data dalam penelitian ini dianalisis menggunakan teknik
komparasional. Teknik komparasiaonal sendiri merupakan teknik analisa
data yang digunakan untuk membuktikan hipotesis adanya suatu
perbedaan diantara variabel yang diteliti. Jenis penelitian dalam penelitian
ini menggunakan eksperimen semu yang bertujuan untuk membuktikan
adanya suatu pengaruh terhadap suatu perlakuan (treatment), dimana
desain penelitiannya the static-group comparison design.
2. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang berjudul perbandingan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan Contextual Teaching and
Learning (CTL) terhadap kemampuan berpikir ilmiah peserta didik dengan
menyiapkan beberapa instrumen sebelum melakukan penelitian. Instrumen
yang dibutuhkan dalam penelitian ini diantaranya RPP, instrumen penilaian,
kisi-kisi penilaian, serta pedoman penilaian.
Materi IPA yang dijadikan sebagai bahan pembelajaran dalam
penelitian ini adalah tekanan zat dan penerapannya dalam kehidupan sehari-
hari. Hal ini dikarenakan materi tekanan zat cocok apabila menggunakan
model pembelajaran yang dikaitkan dengan kehidupan nyata baik model
pembelajaran Problem Based Learning maupun Contextual Teaching and
Learning.
Variabel dalam penelitian ini menggunakan variabel bebas
(Independen) dan variael terikat (Dependen). Variabel bebas merupakan
variabel yang yang memengaruhi variabel terikat atau dapat dikatakan
variabel yang dapat dimanipulasi oleh peneliti 41, dimana pada penelitian ini
yang termasuk ke dalam variabel bebas adalah model pembelajaran baik

40
Sugiono, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif Dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2015).
41
Syahrum and Salim, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Bandung: Citapustaka Media,
2014).
22
model Problem Based Learning maupun Contextual Teaching and
Learning. Sedangkan yang dimaksud dengan variabel terikat merupakan
variabel yang memberikan respon apabila dihubungkan dengan variabel
bebas atau dapat dikatakan variabel yang tidak dapat dimanipulasi oleh
peneliti42, dimana pada penelitian ini yang termasuk ke dalam variabel
terikat adalah kemampuan berpikir ilmiah. Selain itu, dalam penelitian ini
menggunakan dua kelas sebagai kelas eksperimen, dimana kelas eksperimen
satu diberi perlakuan melalui pembelajaran yang menggunakan model
Problem Based Learning. sementara kelas eksperimen 2 diberikan
perlakuan dengan pembelajaran yang menggunakan model Contextual
Teaching and Learning.
3. Subjek dan Lokasi penelitian
Subjek dalam penelitian ini menggunakan kelas VIII yang
berlokasi di SMP Ma’arif 1 Ponorogo. Adapun kelas yang dijadikan untuk
pengambilan data penelitian adalah kelas VIII C kelompok 1 dan VIII C
kelompok 2, dimana kedua kelompok tersebut dijadikan sebagai kelompok
eksperimen.
4. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari model pembelajaran
Problem Based Learning, model Contextual Teaching and Learning, dan
Kemampuan berpikir ilmiah. Problem Based Learning merupakan model
pembelajaran yang yang menitiberatkan pada proses, dimana peserta didik
diminta untuk menyelesaikan masalah yang telah diberikan berdasarkan
pengetahuan awal yang dimiliki peserta didik. model ini sering digunakan
karena melalui model ini peserta didik dapat terbiasa saling bertukar
pendapat, dimana hal ini dapat menstimulasi beragai keterampilan berpikir
tingkat tinggi salah satunya berpikir ilmiah. Model ini dapat diukur melalui
indikatornya antaralain engagement, inquiry and investigation, dan
debriefing43.
42
Syahrum and Salim.
43
N. Puspitasari, N., & Hardjono, “Peningkatan Proses Dan Hasil Belajar Matematikasiswa
SD Kelas 4 Melalui Model Problem Based Learning.,” MAJU: Jurnal Ilmiah Pendidikan
23
Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning merupakan
suatu konsep pembelajaran yang mengintegrasikan antara materi dengan
kehidupan nyata, dimana salah satu keunggulan dari model pembelajaran ini
adalah pembelajaran yang bermakna. Peserta didik tidak hanya
menghafalkan teori saja tetapi juga dapat mengaplikasikan teori dalam
kehidupan sehari-hari sehingga pengetahuan yang diperoleh peserta didik
bukan hanya dalam konteks menghafal namun sudah samapai dengan
konteks memahami atau dapat dikatakan model ini mengarahkan pada
pembelajaran yang bermakna. Model pembelajaran CTL dapat diketahui
keberhasilannya melalui indikator contructivisme, inquiry, questioning,
learning community, modeling, reflection, dan authentic assessment44.
Berpikir ilmiah merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi,
dimana melalui berpikir ilmiah peserta didik akan dapat meningkatkan sikap
ilmiah seperti membuat hipotesis sampai menyimpulkan data hasil
observasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa berpikir ilmiah merupakan
proses penajaman pikiran selama proses pembelajaran, dimana melaui
berpikir ilmiah ini dapat menjadikan pembelajaran lebih efektif yang
bertujuan untuk menstimulasi peserta didik dalam berpikir secara empiris,
sistematis, logis, dan teliti dalam mengamati suatu objek penelitian 45.
Kemampuan berpikir ilmiah dapat diukur melalui indikator analisis, inkuiri,
inferensi, dam argumentasi46.

Matematika 6, no. 1 (2019): 2019.


44
Desi Putrianasari and Wasitohadi, “Pengaruh Penerapan Pendekatan Contextual Teaching
and Learning (CTL) Terhadap HasilBealajar Matematika Ditinjau Dari Motivasi Belajar Siswa
Kelas 5 SD Negeri Cukil 01 Kecamatan Tengaran-Kabupaten Semarang,” Scholaria 5, no. 20
(2003): 57–77.
45
Nurya et al., “Efektivitas Model Pembelajaran Children Learning In Science (CLIS)
Berbasis STEM Education Terhadap Kemampuan Berpikir Ilmiah Siswa.”
46
Rahmi Agustina, Ismul Huda, “Implementasi Pembelajaran STEM Pada Materi Sistem
Reproduksi Tumbuhan Dan Hewan Terhadap Kemampuan Berpikir Ilmiah Peserta Didik SMP.”
24
5. Instrumen
Instrumenn penelitian merupakan alat yang digunakan untuk
mengukur peristiwa yang sedang diamati47. Penelitian ini menggunkan
lembar tes dan lembar kuisioner sebagai instrumen penelitiannya.
a. Lembar tes
Lembar tes tersebut berupa soal pilihan ganda dengan materi
tekanan zat dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, dimana
tes ini diberikan kepada peserta didik setelah adanya perlakuan yang
bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari model Problem Based
Learning dan Contextual Teaching and Learning. Sedangkan acuan
dalam pembuatan soal didasarkan pada indikator berpikir ilmiah yang
meliputi analisis, inkuiri, inferensi, dan argumentasi.
b. lembar kuisioner
Lembar kuisiner berisi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan
dengan keterlaksanaan dan aktivitas peserta didik selama
pembelajaran dengan menggunkan model Problem Based Learning
atau Contextual Teaching and Leraning. Tujuan dari adanya lembar
kuisioner adalah untuk mengetahui perbedaan keterlaksanaan dan
aktivitas peserta didik yang menggunkan model Problem Based
Leraning dan Contextual Teaching and Leraning.
Tabel 3 Indikator dan Deskriptor Berpikir Ilmiah
No Indikator Deskriptor
1. Inkuiri Merumuskan tujuan
Mengidentifikasi hasil observasi
Merumuskan masalah berdasarkan fenomena
Membuat hipotesis
2. Analisis Merancang desain percobaan
Menyajikan data hasil percobaan
3. Inferensi Menemukan konsep atau teori hasil

47
Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatais (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2006).
25
pengamatan
Membuat kesimpulan
Mencocokkan kesimpulan dengan hipotesis
4. Argumentasi Menyelesaikan masalah dengna menggunkan
teori hasil percobaan
Mengemukakan bukti ilmiah
Menarik kesimpulan
Instrumen penelitian ini dilakukan uji validitas dan juga uji
reliabilitas terlebih dahulu. Hal ini bertujuan agar instrumen ini dapat
dapat mengukur fokus penelitian dengan valid. Validitas adalah suatu
alat ukur yang bertujuan mengukur tingkat kesahihan instrumen.
Validitas instrumen penelitian ini divalidasi oleh validitas ahli seperti
dosen dan guru, kemudian diujicobakan pada peserta didik. Hasil uji
coba akan di cek dengan SPSS 25 dengan uji correlate. Sedangkan
realiabilitas adalah suatu uji yang digunakan untuk mengukur sejauh
mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Instrumen penelitian ini
menguji reliabilitas denga bantuan software SPSS 25 dengan uji spilt
half.
6. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian pasti memerlukan suatu data yang dijadikan pijakan
dalam suatu penelitian48, maka perlu adanya pengumpulan data, dimana
dalam penelitian ini teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data
adalah tes normatif dan dokumentasi. Tes normatif merupakan alat yang
memuat pertanyaan-pertanyaan dengan tujuan untuk mengukur perilaku
seseorang. Tujuan dari adanya tes normatif ini untuk mengetahui skor
dari masing-masing individu. Tes dalam penelitian ini berbentuk pilihan
ganda untuk mengukur kemampuan berpikir ilmiah peserta didik yang
menggunkan model pembelajaran Problem Based Learning dan
Contextual Teaching and Learning. Sedangkan, dokumentasi merupakan
teknik dalam mengumpulkan data, dimana dalam memeroleh data

48
Sarwono.
26
tersebut dengan catatan peristiwa serta peninggalan baik dalam bentuk
gambar, maupun tulisan. Teknik pengumpulan data melalui dokumentasi
digunakan untuk mendapatkan informasi yang berkenaan dengan sejarah
berdirinya SMP Ma'arif 1 Ponorogo, struktur organisasi, visi dan misi,
data guru, data peserta didik, serta data sarana prasarana di lingkungan
SMP Ma’arif 1 Ponorogo.
7. Teknik Analisis Data
Data yang telah terkumpul perlu diolah agar dapat ditarik
kesimpulan, dimana pada penelitian ini menggunakan teknik analisis
komparasional bivariat melalui uji t sebagai teknik analisis data 49. Teknik
analissi data menggunakan uji t, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat.
Adapun penjelasan dari uji statistik yang digunakan adalah sebagai
berikut.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dipergunakan untuk mengetahui data
berdistribusi normal atau tidak normak, dimana uji normalitas
dilakukan melalui menggunakan Software Minitab 16 dengan statistik
uji Kolmogorov-Smirnov. Data pada uji normalitas dikatakan
berdistribusi normal apabila p-value lebih dari 5% atau 0,05,
sedangkan p-value yang kurang dari 5% atau 0,05 dikatakan data tidak
berdistribusi normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dipergunakan untuk mengetahui bahwa data
memiliki varian homogen atau tidak homogen, dimana uji homogenias
dalam penelitian ini menggunakan bantuan software Minitab 16
dengan statitistik uji Levene’s Test. Data dikatakan homogen apabila
p-value lebih dari 5% atau 0,005, sedangkan p-value yang kurang dari
5% atau 0,05 dikatakan data yang tidak homogen.
c. Uji Hipotesis

49
Sarwono.
27
Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji T
Independent Sample T-test dengan menggunakan bantuan software
Minitab 16, dimana uji ini dilakukan dengan membandingkan dua data
yaitu antara kemampuan berpikir ilmiah peserta didik dengan
menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dan
model pembelajaran Contextual Teaching and Learning. Data hasil
post-test yang dilakukan uji T dengan bantuan software Minitab 16,
maka dapat diinterpretasikan melalui tahapan rumusan hipotesis, taraf
signifikansi, statistik uji, komputasi, keputusan uji, dan yang terakhir
kesimpulan.

I. REFERENSI
Abdullah, Ade Gafar, and Taufik Ridwan. “Implementasi Problem Based
Learning (PBL) Pada Proses Pembelajaran Di BPTP Bandung.” Portal
Jurnal 5, no. 13 (2008): 1–10.
Al-doulat, Adnan Salem. “The Impact of Teaching Using the STEM
Approach in Acquisition of Scientific Concepts and Developing
Scientific Thinking among Classroom-Teacher Students at the
University of Jordan The Impact of Teaching Using the STEM
Approach in Acquisition of Scientifi.” International Journal of
Instructional Technology and Distance Learning 14, no. 7 (2017): 29–
38.
Arifah, Murni. “Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) Terhadap
Keteramilan Metakognitif Siswa Pada Materi Hidrolisis Garam.” UIN
Syarif Hidayatullah, 2017.
Awalin, Nabila Aurelia, and Ismono Ismono. “The Implementation of
Problem Based Learning Model With Stem (Science, Technology,
Engineering, Mathematics) Approach To Train Students’ Science
Process Skills of Xi Graders on Chemical Equilibrium Topic.”
INSECTA: Integrative Science Education and Teaching Activity
Journal 2, no. 1 (2021): 1–14.

28
https://doi.org/10.21154/insecta.v1i2.2496.
Eliza, Delfi. “Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Learning (CTL)
Berbasis Centra Di Taman Kanak-Kanak.” PEDAGOGI: Jurnal Ilmiah
Ilmu Pendidikan 13, no. 2 (2013): 93–106.
Fatmawati, Evi Tri, and Sigit Sujatmika. “Efektivitas Pembelajaran Problem
Based Learning Terhadap Hasil Belajar IPA Ditinjau Dari Kemampuan
Berpikir Kritis.” WACANA AKADEMIKA: Majalah Ilmiah
Kependidikan 2, no. 2 (2018): 163.
https://doi.org/10.30738/wa.v2i2.2786.
Fayakun, M, and P Joko. “Efektivitas Pembelajaran Fisika Menggunakan
Model Kontekstual (CTL) Dengan Metodepredict, Observe, Explain
Terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi.” Jurnal Pendidikan
Fisika Indonesia 11, no. 1 (2015): 49–58.
https://doi.org/10.15294/jpfi.v11i1.4003.
Fitriyanti, Farida F, and Ahmad Zikri. “Peningkatan Sikap Dan Kemampuan
Berpikir Ilmiah Siswa Melalui Model PBL Di Sekolah Dasar.” Jurnal
Basicedu 5, no. 3 (2021): 1683–88.
Hadi, Kurnia. “Peningkatan Mengenal Wujud Benda Dan Sifatnya Dengan
Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada
Siswa Kelas IV Sd 2 Banjarharjo Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul
Tahun Pelajaran 2010/2011.” Universitas Sebelas Maret. Universitas
Sebelas Maret, 2011.
http://www.ainfo.inia.uy/digital/bitstream/item/7130/1/LUZARDO-
BUIATRIA-2017.pdf.
Hasibuan, Idrus. “Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and
Learning).” Logaritma 2, no. 1 (2014): 1–12.
Helmiati. Model Pembelajaran. Edited by Lusiana Susanti. Pekanbaru:
Aswaja Pressindo, 2012.
Juniwati dan Ratih Permana Sari. “Pengaruh Moddel Contextual Teaching and
Learning (CTL) Pada Pembelajaran IPA Terhadap Keterampilan
Berpikir Kritis Peserta Didik.” Jurnal Pendidikan Kimia Dan Ilmu

29
Kimia 2, no. 2 (2019): 38–45.
Khotimah, and Ulhaq Uhdi. “Penerapan Model Pembelajaran Contextual
Teaching and Learning ( Ctl ) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Mata Pelajaran IPA Kelas I SD.” Jurnal Pendidikan Guru Sekolah
Dasar 1, no. 2 (2013): 1–10.
Lestari, Devy Indah, and Anti Kolonial Projosantoso. “Pengembangan Media
Komik IPA Model PBL Untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir
Analitis Dan Sikap Ilmiah” 2, no. 2 (2016): 145–55.
Makhrus, Muh., Ahmad Harjono, Abdul Syukur, and Syamsul Bahri Muntari.
“Analisis Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Terhadap
Kesiapan Guru Sebagai ‘Role Model’ Keterampilan Abad 21 Pada
Pembelajaran IPA SMP.” Jurnal Penelitian Pendidikan IPA 5, no. 1
(2019). https://doi.org/10.29303/jppipa.v5i1.171.
Maryati, Iyam. “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada
Materi Pola Bilangan Di Kelas VII Sekolah Menengah Pertama.”
Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika 7, no. 1 (2018): 63–74.
https://doi.org/10.31980/mosharafa.v7i1.342.
Nurya, Sinta, Syaiful Arif, Titah Sayekti, and Rahmi Faradisya Ekapti.
“Efektivitas Model Pembelajaran Children Learning In Science (CLIS)
Berbasis STEM Education Terhadap Kemampuan Berpikir Ilmiah
Siswa.” Jurnal Tadris IPA Indonesia 1, no. 2 (2021): 138–47.
Puspitasari, N., & Hardjono, N. “Peningkatan Proses Dan Hasil Belajar
Matematikasiswa SD Kelas 4 Melalui Model Problem Based Learning.”
MAJU: Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika 6, no. 1 (2019): 2019.
Putrianasari, Desi, and Wasitohadi. “Pengaruh Penerapan Pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) Terhadap HasilBealajar
Matematika Ditinjau Dari Motivasi Belajar Siswa Kelas 5 SD Negeri
Cukil 01 Kecamatan Tengaran-Kabupaten Semarang.” Scholaria 5, no.
20 (2003): 57–77.
Rahmi Agustina, Ismul Huda, Cut Nurmaliah. “Implementasi Pembelajaran
STEM Pada Materi Sistem Reproduksi Tumbuhan Dan Hewan

30
Terhadap Kemampuan Berpikir Ilmiah Peserta Didik SMP.” Jurnal
Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science Education)
8, no. 2 (2020): 241–56. https://doi.org/10.24815/jpsi.v8i2.16913.
Retno, Raras Setyo, and Dyan Marlina. “Implementasi STES (Science
Environment Technology and Society) Pada Pembelajaran IPA SD
Berbasis Inquiry Terhadap Berpikir Ilmiah Siswa Kelas 4 MI Al-Irsyad
Madiun” 7, no. 2 (2018): 54–58.
Sanjayanti, I. W. Sadia, and N. M. Pujani. “Model Pembelajaran Problem
Solving Bermuatan Pendidikan Karakter Terhadap Keterampilan
Berpikir Kreatif Dan Sikap Ilmiah Ditinjau Dari Motivasi Belajar.” E-
Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha 3, no.
1 (2013).
Sari, Anggia Rohdila, Nyimas Natasha, and Ayu Shafira. “Gambaran
Pelaksanaan Problem-Based Learning Pada Mahasiswa Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi.” Jambi Medical Journal: Jurnal Kedokteran Dan
Kesehatan 3, no. 2 (2015): 99–110.
Sari, Septiana Manda. “Pengaruh Pembelajaran PBL (Problem Based
Learning) Terhadap Keterampilan Proses Dan Hasil Belajar Siswa
Dalam Pembelajaran Fisika Di SMP.” Universitas Jember, 2010.
Sarwono, Jonathan. Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatais.
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006.
Siti Nurhasanah dkk. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Edupustaka, 2019.
Sugiono. Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif Dan R&D. Bandung:
Alfabeta, 2015.
Sutirman. Media Dan Model-Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2013.
Suwito dan Meviana, Ika. “Kajian Analissi Pembelajaran Kontruktivisme
Melalui Penerapan Model Learning Cycle Terhadap Pembentukan
Karakter Berpikir Ilmiah.” In Seminar Nasional Universitas PGRI
Yogyakarat, 68–71. Yogyakarta: Universitas PGRI Yogyakarta, 2015.

31
Syahrum, and Salim. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Bandung:
Citapustaka Media, 2014.
Utaminingsing, Sri, and Naela Khusna Faela Shufa. Model Contextual
Teaching and Learning Berbasis Kearifan Lokal Kudus. Vol. 1. Kudus,
2019.
Wiyono, Bayu Hatmokomukti, and Widodo Budhi. “Pengaruh Metode
Pembelajaran CTL Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas VIII
Ditinjau Dari Kemampuan Berkomunikasi.” Natural: Jurnal Ilmiah
Pendidikan IPA 5, no. 1 (2018): 11.
https://doi.org/10.30738/natural.v5i1.2561.
Wulandari, Nestri Indah, Astuti Wijayanti, and Widodo Budhi. “Efektivitas
Model Pembelaaran Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar
IPA Ditinjau Dari Kemampuan Berkomunikasi Siswa.” Jurnal Pijar
MIPA 13, no. 1 (2018): 2372–77.

32
LEMBAR PENGAJUAN JUDUL PENELITIAN

Nama Mahasiswa : Jihan Maghfiroh Velayati


NIM : 207180037
Semester : Tujuh/7
Jurusan : Tadris Ilmu Pengetahuan Alam
Pendekatan Penelitian : Kuantitatif (Kn)

1 MENEMUKAN MASALAH Berpiki ilmiah menjadi salah satu


keterampilan yang dibutuhkan peserta
(Pada tahap awal ini peneliti
didik di abad 21. Akan tetapi,
menemukan banyak
kemampuan berpikir ilmiah rata-rata
fenomena terkait pendidikan
peserta didik saat ini berada pada
IPA yang terjadi pada obyek
kategori rendah. Hal ini dapat diketahui
yang akan diteliti, tetapi
melalui hasil preliminary study di SMP
fenomena-fenomena itu
Ma’arif 1 Ponorogo yang dilaksanakan
nampaknya ada
pada bulan Oktober 2021 dengan tes
penyimpangan dari standar
kemampuan berpikir ilmiah peserta
keilmuan. Fenomena-
didik kelas VII pada materi klasifikasi
fenomena tersebut perlu
materi. Berdasarkan hasil tes tersebut,
ditunjukkan dengan bukti
didapatkan nilai rata-rata peserta didik
yang valid).
sebesar 51,6 yang tergolong dalam
kateogi rendah. Penentuan soal yang
digunakan dalam tes preliminary stuudy
ini didasarkan pada empat indikator
berpikir ilmiah, antara lain 1) inkuiri
dengan deskriptor peserta didik mampu
merumuskan tujuan, mengidentifikasi
hasil pengamatan atau fenomena,
merumuskan masalah berdasarkan
isu/fenomena, serta membuat hipotesis;
2) analisis dengan deskriptor peserta
didik mampu merancang desain
percobaan serta menyajikan data hasil
percobaan; 3) inferensi dengan
deskriptor peserta diidik dapat
menemukan konsep atau teori hasil
pengamatan, membuat kesimpulan,
mencocokkan kesimpulan dengan
33
hipotesis; dan 4) argumentasi dengan
deskriptor menyelesaikan masalah
dengan menggunakan teori hasil
percobaan. Ditinjau dari hasil
prelimenery study, didapatkan hasil dari
keseluruhan peserta didik yang
berjumlah 21 dapat dikategorikan
menjadi tiga yaitu peserta didik dalam
kategori ”tinggi” yang mendapatkan
nilai 80–100, peserta didik dalam
kategori ”sedang” yang mendapatkan
nilai antara 60–79, dan peserta didik
dalam kategori ”rendah” yang mendapat
nilai 20–59. Selain rendahnya
kemmapuan berpikir ilmiah, konsentrasi
peserta didik dalam pembelajaran
dikategorikan dalam tingkat rendah. Hal
ini dapat diketahui dari pengamatan
pada saat proses pembelajaran, dimana
pada saat pembelajaran beberapa peserta
didik ada yang berbiica sendiri dengan
temannya atau bahkan bermain hp
sendiri. Berdasarkan hasil wawancara
dengan salah satu guru yang mengampu
mata pelajaran IPA di SMP Ma’arif 1
Ponorogo. Beliau menyatakan:
”Guru IPA SMP Ma’arif 1
Ponorogo selalu berusaha dan
memperbaiki proses
pembelajaran, dimana guru selalu
berinovasi dalam menyampaiakan
materi. Salah satu caranya
dengan menggunakan berbagai
pendekatan dan model
pembelajaran yang relevan
dengan keadaan nyatanya. Guru
biasanya melibatkan peserta didik
dalam proses pembelajaran.”
Akan tetapi, guru mengakui bahwa
dalam mengajar belum maksimal serta
perlu adanya evaluasi. Guru IPA di
SMP Ma’arif 1 Ponorogo selalu
34
melakukan pembaharuan dalam
pembelajaran dan menggunakan
berbagai pendekatan serta model
pembelajaran, namun terkadang dalam
praktiknya tidak sesuai ddengan apa
yang telah direncakan. Sehingga hasil
yang didapatkan tidak maksimal.
Berdasarkan data hasil tes, observasi,
dan wawancara dengan guru IPA di
SMP Ma’arif 1 Ponorogo dapat
disimpulkan bahwa ada beberapa faktor
yang menyebakakn rendahnya
keterapilan berpikir ilmiah pada peserta
didik di SMP Ma’arif 1 Ponorogo
diantaranya kurangnya fokus peserta
didik pada saat pembelajaran, kurang
adanya variasi pendekatan yang dipilih
guru dalam pembelaaran, guru kurang
mampu memberika pembelajaran yang
berbasis praktikum, guru tdak
menggunakan alat peraga dalam proses
pembelajaran.
2 MELAKUKAN Berdasarkan fenomena-fenomena yang
IDENTIFIKASI terjadi, maka dapat diidentifikasi sebagai
MASALAH. berikut.
(Fenomena-fenomana yang 1. Nnilai keterampilan berpikir
terjadi pada obyek yang ilmiah peserta didik di SMP
akan diteliti, harus Ma’arif 1 Ponorogo masih
diidentifikasi. Dari hasil dikatakan dalam kategori rendah
identifikasi ini, peneliti akan yaitu <67.
menemukan variabel- 2. Guru kurang mampu
mengintegrasi dalam
variabel rencana penelitian)
pembelajaran IPA
3. Kurangnya minat peserta didik
dalam membaca materi
4. Kurangnya fokus peserta didik
dalam proses pembelajaran
5. Kurangya latihan soal bagi
peserta didik untuk
meningkatkan kepahaman
terhadap materi.
3 MENENTUKAN 1. Model Pembelajaran

35
BATASAN MASALAH Mode pembelajaran yang digunakan
dalam penelitian adalah
(Karena keterbatasan waktu,
membandingkan antara model
dana, tenaga, dan lainnya,
pembelajaran Problem Based
peneliti harus memberikan
Learning (PBL) dan Contextual
batasan penelitian (variabel,
Teaching and Learning (CTL).
materi pelajaran, jumlah
Problem Based Learning (PBL)
pertemuan, dll))
merupakan model pembelajaran yang
berusaha menerapkan masalah dalam
kehidupan nyata sebagai sebuah
konteks peseerta didik berlatih untuk
berpikir tingkat tinggi dan
menyelesaikan masalah. Sedangkan
model pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL)
merupakan model pembelajaran yang
membantu guru dalam
menguhungkan materi pembelajaran
dengan masalah dalam kehidupan
nyata serta mendorong peserta didik
untuk mampu mengaplikasikan
materi dalam kehidupan sehari-hari.

2. Keterampilan Berpikir Ilmiah


Kemampuan atau keterampilan yang
dikembangkan dalam penelitian ini
adalah berpikir ilmiah. Berpikir
ilmiah merupakan proses berpikir
secara teliti yang membuahkan
pengetahuan, dimana pengetahuan
yang dihasilkan harus masuk akal
serta dapat dipertanggung jawabkan.

3. Materi Pembelajaran
Materi pelajaran yang digunakan
dalam penelitian ini adalah materi
kelas VIII semester genap, yaitu
tekanan zat dan penerapnnya dalam
sehari-hari.
4 MELAKUKAN DIALOG 1. Penelitian yang dilakukan oleh
TEORITIK “MENGAPA Muttia Ratna tahun 2015 dengan
FENOMENA TERSEBUT judul “Pengaruh Metode CTL dan

36
DIKATAKAN MASALAH Kemampuan Berpikir Logis terhadap
DAN LAYAK UNTUK Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV
DITELITI". Sekolah Dasar Negeri 114
Palembang” yang diterbitkan dalam
(Peneliti harus menunjukkan jurnal pendidikan dasar, diketahui
teori yang bersumber dari bahwa Kemampuan berpikir logis
minimal 5 referensi Jurnal peserta didik yang menggunakan
yang valid terkait dengan metode CTL dengan teknik Problem
fokus yang diteliti secara Based Learning lebih tinggi daripada
mendalam. Ini penting peserta didik yang menggunakan
dilakukan untuk memperkuat metode CTL dengan teknik Problem
dan memperjelas bahwa Posing.
2. Penelitian yang dilakukan oleh M.
fenomena yang akan diteliti
Fayakun dan P. Joko tahun 2015
benar-benar penting dan
dengan judul “Efektivitas
layak untuk diteliti, karena Pembelajara Fisika Menggunakan
ada penyimpangan dari Mode Kontekstual (CTL) dengan
standar keilmuan/teori) Metodepredict, Observe, Explain
terhadap Kemampuan Berpikir
Tingkat Tinggi” yang diterbitkan
dalam jurnal pendidikan fisika
indonesia, didapatkan hasil penelitian
bahwa model CTL dengan metode
POE efektif dalam meningkatkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi
pada materi fluida statis.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Bayu
Hatmokomukti Wiyono dan Widodo
Budhi tahun 2018 dengan judul
“Pengaruh Metode Pembelajaran
CTL terhadap Hasil Belajar Siswa
Kelas VIII ditinjau dari Kemampuan
Berkomunikasi” yang diterbitkan
dalam jurnal ilmiah pendidikan IPA,
didapatkan hasil bahwa nilai siswa
yang menggunakan model
pembelajaran CTL lebih tinggi
daripada siswa yang menggunakan
model pembelajaran langsung.
Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa model CTL berpengaruh
terhadap hasil belajar IPA peserta
didik.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Ni
Putu Ayu Hervina Sanjayati tahun
2016 dengan judul “Pengaruh Model

37
Contextual Teaching Learning
Bermuatan Pendidikan Karakter
terhadap Keterampilan Berpikir
Kreatif dan Sikap Ilmiah ditinjau
dari Motivasi Belajar” yang
diterbitkan dalam seminar nasional
riset inovatif (senari) ke-4,
didapatkan kesimpulan bahwa
adanya perbedaan antara kemampuan
berpikir kreatif dan sikap ilmiah
siswa yang menggunakan model
pembelajaran CTLBPK dan MPK,
dimana siswa yang menggunakan
pembelajaran model CTLBPK
memiliki keterampilan berpikir
kreatif dan sikap ilmiah yang tinggi
daripada siswa yang menggunakan
model pembelajaran MPK.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Siti
Hardiyanti Indah Nugraha tahun
2018 dengan judul “Pengaruh
Penerapan Kontesktual terhadap
Hasl Belajar IPA Konsep Perubahan
Wujud Benda Kelas IV SD Negeri
No. 25 Panaikang Kecamatan
Bissapu Kabupaten Bantaeng” yang
diterbitkan di tahun 2018 di
Universitas Muhammadiyah
Makassar, diketahui bahwa
pembelajaran yang menggunakan
model CTL memiliki pengaruh
terhadap hasil belajar siswa.
6. Penelitian yang dilakukan oleh Anna
Permanasari tahun 2016 dengan judul
“STEM Education: Inovasi dalam
Pembelajaran Sains” dalam seminar
nasional pendidikan sains, diketahui
bahwa pembelajaran STEM dengan
mengkombinasikan dengan model
pembelajaran lain dapat memberikan
dampak terhadap keterampilan
peserta didik, salah satunya
keterampilan berpikir ilmiah.
7. Penelitian yang dilakukan oleh Putri
ratnasari tahun 2017 dengan judul
“Pengaruh Penerapan Model

38
Pembelajaran Problem Based
Learning dan Pendekatan
Kontekstual terhadap Keterampilan
Berpikir Kritis Siswa Kelas XI IPS 1
SMA Negeri Welahan” yang
diterbitkan di tahun 2017 di
Universitas Negeri Semarang,
didapatkan kesimpulan terdapat
pengaruh antar model pembelajaran
PBL dan CTL terhadap kemampuan
berpikir kritis, dimana kedua model
menunjukkan hasil yang positif.
8. Penelitian yang dilakukan oleh
Ariyatun dan Disca Feby
Octavianelis tahun 2020 dengan
judul “Pengaruh Model Problem
Based Learning Terintegrasi STEM
terhadap Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa” dalam journal of educational
chemistry, didapatkan hasil bahwa
model pembelajaran PBL dapat
diterapkan dalam pelajaran kimia,
dimana model PBL yang terintegrasi
dengan STEM mampu meningkatkan
keterampilan berpikir ilmiah peserta
didik.
5 KEGELISAHAN PENELITI Mengapa keterampilan atau kemampuan
berpikir ilmiah serta kemampuan
(Seorang peneliti harus
mengaplikasikan materi pada kehidupan
gelisah” dengan mengajukan
nyata peserta didik saat ini masih
satu pertanyaan “mengapa
tergolong dalam kategori rendah?
terjadi penyimpangan atau
sebagaimana yang telah diketahui
kesenjangan antara idealita
bahwa pembelajaran IPA saat ini
dengan realita”).
mengalami perkembangan yang pesat,
dimana peserta didik tidak hanya
diarahkan hanya memahami teori saja
tetapi juga mampu mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan
untuk mampu mengaplikasikan teori
dalam kehidupan sehari-hari perlu
adanya kemampuan berpikir ilmiah.
6 MENGAJUKAN SOLUSI Untuk menyelesaikan permasalahan
ALTERNATIF UNTUK yang berkaitan dengan meningkatkan
MENYELESAIKAN kemampuan atau keterampilan berpikir

39
MASALAH. ilmiah pada peserta didik, maka
diperlukan model, metode, serta
(Peneliti perlu menjelaskan
pendekatan pembelajaran yang sesuai
rencana solusi penyelesaian
yaitu Contextual Teacher and Learning
masalah. Dalam hal ini
(CTL) dan Problem Based Learning
peneliti perlu juga
(PBL).
menjelaskan secara teoritis
mengapa solusi tersebut
relevan dengan
permasalahan yang
teridentifikasi)
7 MERUMUSKAN JUDUL Perbandingan Model Pembelajaran
PENELITIAN Problem Based Learning (PBL) dan
Contextual Teaching and learning
(CTL) terhadap kemampuan berpikir
ilmiah peserta didik
8 KATA KUNCI Problem Based Learning (PBL),
Cotextual Teaching and Learning
(CTL). dan Berpikir Ilmiah

Direkomendasi Ponorogo, 13 November 2021


sebagai pijakan untuk membuat proposal Nama Mahasiswa,
Dosen PA,

____________________________ Jihan Maghfiroh Velayati


NIP. NIM. 207180037

Disetujui
sebagai pijakan untuk membuat proposal
Ketua Jurusan Tadris Ilmu Pengetahuan Alam

40
Dr. Wirawan Fadly, M.Pd.
NIP. 198707092015031009
LEMBAR MATRIK PENELITIAN

Nama Mahasiswa : Jihan Maghfiroh Velayati


NIM : 207180037
Semester : Tujuh/7
Jurusan : Tadris Ilmu Pengetahuan Alam
Pendekatan Penelitian : Kuantitatif (Kn)

Judul Variabel Sub


Indikator Rumusan Masalah
Penelitian Penelitian Variabel

Pengaruh (VARIABEL Engagement 1. Bagaimanakah


Perbandingan X1) keterlakasanaan
Model Inquuiry and pembelajaran
Model dengan
Pembelajaran Investigation
Problem menerapkan
Problem
based model
Based Debriefing
Learning pembelajaran
Learning
(PBL) Problem Based
(PBL) dan
Learning
Contextual (PBL) dan
(VARIABEL Contructivism
Teaching model
X2)
and learning Contextual
Inquiry
(CTL) Model Teaching and
terhadap Contextual Learning
Questionng
kemampuan Teaching (CTL)?
berpikir and 2. Bagaimanakah
Learning aktivitas
ilmiah Learning Community peserta didik
peserta didik (CTL)
dengan
Modeling menerapkan
model
Reflection pembelajaran
Problem Based
Authentic Learning

41
Assessment (PBL) dan
model
Inkuiri pembelajaran
Contextual
Inferensi Teaching and
Learning
Analisis (CTL)?
3. Bagaimanakah
perbandingan
(VARIABEL Argumentasi
model
Y) pembelajaran
Problem Based
Kemampuan
Learning
Berpikir (PBL) dan
Ilmiah Contextual
Teaching and
Learning
(CTL) dalam
meningkatkan
kemampuan
berpikir ilmiah
peserta didik?

Direkomendasi Ponorog, 13 November 2021


sebagai pijakan untuk membuat proposal Nama Mahasiswa,
Dosen PA,

____________________________ Jihan Maghfiroh Velayati


NIP. NIM. 207180037

Disetujui
sebagai pijakan untuk membuat proposal
Ketua Jurusan Tadris Ilmu Pengetahuan Alam

42
Dr. Wirawan Fadly, M.Pd.
NIP. 198707092015031009

43

Anda mungkin juga menyukai