Anda di halaman 1dari 43

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PAIRED STORYTELLING

TERHADAP KEMAMPUAN LITERASI SAINS KELAS IV SDN 10

MATARAM

PROPOSAL

Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Skripsi dalam

menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pendidikan Guru Sekolah Dasar Pada

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram

OLEH:

AINUN JARIAH

E1E216011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Anjasari (2014: 604) secara umum gambaran kemampuan

literasi sains adalah suatu pergeseran penekanan dari IPA yang hanya di

rancang untuk membelajarkan pemahaman IPA khusus untuk “future

sciencetist for all”, berubah menjadi IPA untuk seluruh masyarakat

(science for all). Salah satunya alasannya adalah hanya sedikit dari siswa

akan menjadi “producers of new scientific knowledge”, dan semua siswa

adalah “consumer of scientific knowledge and information”. Berdasarkan

alasan tersebut, maka di beberapa negara, pemilihan konten IPA dalam

kurikulum di sesuaikan dengan kebutuhan siswa.

Menurut Toharudin (2011: 22) kemampuan literasi sains

merupakan kemampuan seseorang memahami sains, mengkomunikasikan

sains (lisan dan tulisan), serta menerapkan pengetahuan sains untuk

memecahkan masalah, sehingga memiliki sikap ilmiah dalam mengambil

keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangann sains. Menurut Amri

(2017: 81) literasi sains (scientific literacy) merupakan hal yang penting

untuk dikuasai karena aplikasinya yang luas dan hampir di segala bidang.

Menurut Ardianto dan Rubini (2016: 1168). Kemampuan literasi

sains penting dikembangkan karena: (1) pemahaman terhadap sains

menawarkan kepuasan dan kesenangan pribadi yang muncul setelah

memahami dan mempelajari alam; (2) dalam kehidupan sehari-hari, setiap


orang membutuhkan informasi dan berpikir ilmiah untuk mengambil

keputusan; (3) setiap orang perlu melibatkan kemampuan mereka dalam

wacana publik dan debat mengenai isu-isu penting yang melibatkan sains

dan teknologi; dan (4) literasi sains penting dalam dunia kerja, karena

semakin banyak pekerjaan yang membutuhkan keterampilan yang tinggi,

sehingga mengharuskan orang-orang belajar sains, bernalar, berpikir secara

kreatif, membuat keputusan, dan memecahkan masalah. Menurut Bassam

(2018: 2) literasi sains di anggap memiliki peran penting untuk

mempersiapkan siswa dalam menghadapi tentang kehidupan sosial yang

berubah-ubah cepat.

Berdasarkan hasil PISA tahun 2018 untuk kompetensi sains,

Indonesia menempati peringkat 62 dari 71 negara dalam hal distribusi

kemampuan literasinya sains. secara nasional baru 25,38% literasi sains

yang nilai cukup, sementara 73,61% dinyatakan kurang. Menurut Abidin

(2018: 154-155) rendahnya kemampuan literasi sains antara lain disebabkan

oleh; pertama, adanya anggapan pada siswa bahwa sains merupakan

pelajaran yang sulit dimengerti. Salah satu faktor ketidaksukaan yang

ditunjukkan oleh siswa yaitu kurangnya keterkaitan materi yang dipelajari

dengan hal-hal yang terjadi dalam lingkungan sehari-hari. Kedua,

pembelajaran sains yang terjadi pada tataran praktis dilaksanakan tidak

secara menyeluruh dan terpadu. Meskipun pembelajaran sains dilaksanakan

secara terintegrasi melalui mata pelajaran IPA terpadu.


Menurut puspitasari (2015: 2) rendahnya literasi sains siswa dapat

terlihat dalam kehidupan sehari-hari, yaitu masih banyak siswa yang

mengukur suhu badan di dekat kipas angin, bermain di lapangan pada saat

hujan deras, membuang sampah di sungai tanpa memperdulikan kebersihan

dan bencana yang dapat terjadi dari perbuatannya. Hal-hal tersebut dapat

terjadi, diakibatkan karena belum bervariasinya model pembelajaran yang

menarik perhatian siswa untuk banyak membaca dan belajar dari berbagai

sumber pembelajaran. kurangnya pembinaan atau pelatihan pembelajaran

IPA yang di peroleh guru, dan terbatasnya media pembelajaran yang

mendukung keberhasilan pembelajaran IPA.

Menurut Asyhari dan Hartati (2015: 181) cara meningkatkan

kemapuan literasi sains yaitu mengajak siswa untuk mengamati fenomena

yang akrab dengan kehidupan sehari-hari. Melalui proses pengamatan ini

siswa diharapkan dapat menemukan masalah yang berhubungan dengan

konsep pengetahuan yang akan dipelajari. Guru berperan sebagai fasilitator

yang membimbing siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir

kritis, pemecahan masalah, dan keterampilan kelompok untuk

mengidentifikasi masalah, membuat hipotesis, mencari data, melakukan

percobaan, merumuskan, dan menentukan solusi terbaik dari permasalahan

tersebut.

Menurut Sobarna (2010 :74) Model pembelajaran paired storytelling

merupakan komunikasi tatap muka yang bersifat dua arah. Walaupun tutor

sebagai storyteller, lebih banyak mendominasi komunikasi, ia harus


memperhatikan pesan-pesan yang disampaikan oleh siswa, baik yang berupa

kata-kata atau tulisan. Menurut Sinaga (2015: 60) kelebihan model

pembelajaran paired storytelling yaitu: a) siswa akan termotivasi dan

bekerja sama untuk tampil bercerita dalam kelompok tersebut. b) siswa yang

memiliki kemampuan lebih dalam bercerita akan memotivasi siswa lain yang

kurang terampil berbicara di depan kelas. c) meningkatkan partisipasi siswa

dalam proses pembelajaran. d) setiap siswa memiliki kesempatan yang lebih

banyak untuk berkontribusi dalam kelompoknya. e) interaksi dalam

kelompok mudah dilakukan. dan f) pembentukan kelompok menjadi lebih

cepat dan mudah.

Menurut Sinaga (2015: 56) Model pembelajaran paired storytelling

dapat mempengaruhi literasi sains, yaitu di mana siswa dirangsang untuk

mengeluarkan gagasan, topik, ide yang ada dalam pikirannya. Sedangkan

menurut William Dkk (2015: 57) Model pembelajaran paired storytelling

dapat menciptakan, gambaran, emosi, dan memahami suatu kejadian atau

peristiwa melalui interaksi antara pendongeng dengan audience.

Mendongeng bisa dilakukan secara lisan, sebagai cara yang tradisional,

Secara visual dalam bentuk gambar, grafik, film, dan juga tekstual maupun

dalam bentuk puisi dan novel. Berdasarkan uraian diatas peneliti akan

melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh apakah model

pembelajaran paired storytelling dapat mempengaruhi literasi sains.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :


1.2.1 Bagaimanakah pengaruh model pembelajaran Paired Storytelling

terhadap literasi sains kelas IV SDN 10 Mataram Tahun Pembelajaran

2019/2020 ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Paired Storytelling

terhadap literasi sains kelas IV SDN 10 Mataram Tahun Pembelajaran

2019/2020.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuannya, penelitian ini memiliki beberapa manfaat

diantaranya:

1.4.1 Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini di harapkan memiliki kontribusi dan mencetak

generasi penerus bangsa yang mampu berpartisipasi dalam

masyarakat demokrasi serta memiliki tanggung jawab sebagai

warga negara Indonesia.

b. Sebagai referensi dalam mengajar tentang literasi sains untuk siswa

SD Kelas IV.

c. Sebagai khazanah keilmuan tentang bidang kemampuan literasi

sains siswa SD Kelas IV.

1.4.2 Manfaat Praktis


a. Bagi Peneliti

Kegunaan bagi peneliti, yaitu dapat digunakan sebagai

gambaran awal tentang dunia pendidikan, sehingga mampu

memberikan solusi di masa depan.

b. Bagi Guru

Kegunaan bagi guru, yaitu sebagai tolak ukur sejauh mana

telah mengembangkan dirinya dalam mewujudkan tujuan Pendidikan

Nasional yang termuat dalam Undan-Undang No. 20 tahun 2003,

khususnya pada bidang meningkatkan literasi sains melalu

keterampilan (berpikir kritis, memecahkan masalah, dan menemukan

ide berdasarkan peristiwa yang terjadi).

c. Bagi Sekolah

Sebagai bahan pertimbangan bagi sekolah untuk

mengambil kebijakan yang berkaitan tentang model pembelajaran

paired storytelling sebagai bahan untuk memotivasi agar literasi

sains siswa dapat berpengaruh.

1.5 Definisi Operasional

Definisi operasional variabel merupakan suatu definisi singkat dari

variabel penelitian yang dapat dioperasionalkan atau dapat menjadi arahan untuk

pelaksanaan di dalam penelitian, maka definisi operasional variabel penelitian

adalah :
1.5.1 Model pembelajaran Paired Storytelling

merupakan teknik belajar bercerita kepada pasangannya. Teknik

ini dapat merangsang kegiatan belajar siswa untuk dapat meningkatkan

kemampuan berpikir dan memahami informasi. Adapun sintak dari model

pembelajaran paired storytelling yaitu guru membagi suatu materi

pelajaran menjadi dua bagian kepada siswa, guru menjelaskan materi yang

dipelajari, lalu siswa dipasangkan, kemudian guru membagi materi

pertama kepada siswa yang pertama dan siswa yang kedua mendapatkan

bagian yang kedua, memberitahukan kepada siswa untuk membaca materi

yang telah diberikan, mengarahkan siswa untuk memahami materi

tersebut, mengarahkan siswa untuk menulis beberapa kata kunci dari

materi yang telah dibaca, masing-masing siswa menukar hasil karangan

tersebut dengan pasangannya, mengarahkan siswa untuk membuat

karangan dari cerita yang telah di baca, kemudian masing-masing siswa

yang sudah dipasangkan mempresentasikan hasil karangan tersebut.

1. 5.2 Kemampuan Literasi Sains

Merupakan kemampuan siswa untuk mencari, menemukan, dan

mengolah informasi. Melalui keterampilan berpikir kritis, memecahkan

masalah, menemuka ide, serta mengambil keputusan berdasarkan peristiwa

yang terjadi .
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembelajaran Paired StoryTelling

2.1.1 Pengertian Model pembelajaran Paired StoryTelling

Menurut Lie (2008: 71) model pembelajaran paired storytelling

merupakan model pendekatan interaktif yang merangsang siswa untuk

mengembangkan kemampuan berpikir dan berimajinasi. Menurut Alkaaf

(2017) paired storytelling adalah penyampaian cerita kepada seseorang

yang memiliki sifat menyenangkan, tidak menggurui dan dapat

mengembangkan imajinasi. Melalui model pembelajaran paired

storytelling dapat meningkatkan memori siswa dengan informasi dan nilai-

nilai kehidupan. Menurut Mualifah (2013: 67) model pembeajara paired

storytelling merupakan suatu model yang dilakukan seseorang, dengan

cara bercerita, berdasarkan peristiwa yang telah terjadi.

Menurut Astiti dkk (2016: 232) model pembelajaran paired

storytelling merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh siswa kepada

pasangannya secara lisan, dengan alat atau tanpa alat, untuk

menyampaikan informasi atau hanya sebuah dongeng. Agar membuat

siswa yang lain terhibur dan menyenangkan. Menurut Rofiq (2010: 120)

Teknik model pembelajaran paired storytelling merupakan salah satu dari

pendekatan cooperative learning. Pada pendekatan cooperative learning

terdapat beberapa teknik, yaitu: teknik mencari pasangan, bertukar

pasangan, jigsaw, bercerita berpasangan dan lain-lain.


Menurut Arini (2011: 185) menyatakan bahwa kegiatan bercerita

dapat memberikan hiburan dan rangsangan imajinasi siswa. Melalui

kegiatan storytelling di dalam proses pembelajaran di kelas, siswa akan

dikenalkan dengan konsep-konsep IPA dengan cara yang menyenangkan.

Storytelling dalam pembelajaran IPA juga dapat merangsang siswa

bernalar tentang suatu fenomena alam dengan bercerita mengenai

pengalaman dan pengataman yang siswa dilakukan sendiri.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat ditarik

kesimpulan. Bahwa model pembelajaran paired storytelling dapat

merangsang keinginan belajar siswa untuk bernalar tentang suatu peristiwa

alam . agar dapat meningkatkan imajinasi siswa yang berhubungan dengan

pengalaman mengenai fenomena alam.

2.1.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Paired Storytelling

Menurut Nugraha (2017: 32) langkah-langkah model pembelajaran

paired storytelling antara lain:

1. Guru membagi bahan pelajaran yang akan diajarkan menjadi dua

bagian.

2. Sebelum bahan pelajaran diberikan, guru memberikan pengenalan

mengenai topik yang akan dibahas.

3. Guru perlu menekankan bahwa dalam kegiatan siswa, tidak perlu

memberikan prediksi yang benar-benar tepat.

4. Siswa di pasangkan.
5. Bagian pertama, bahan di berikan kepada siswa yang pertama.

Sedangkan yang kedua menerima bagian yang kedua.

6. Kemudian siswa disuruh membaca

7. Sambil membaca atau mendengarkan, siswa di suruh untuk

mencatat beberapa kata yang ada dalam bagian masing-masing

8. Setelah selesai membaca, siswa saling menukar daftar kata dengan

pasangan masing-masing.

9. Sambil mengingat atau memperhatikan bagian yang telah di baca

atau di dengarkan sendiri, masing-masing siswa berusaha untuk

mengarang yang lain yang belum dibaca.

10. Siswa yang telah membaca/ mendengarkan bagian pertama,

memperidiksi dan menulis apa yang terjadi selanjutnya. Sedangkan

siswa yang membaca/mendengarkan bagian kedua, memperidiksi

apa yang terjadi sebelumnya.

11. Setelah selesai menulis, siswa di berikan kesempatan untuk

membacakan hasil karangan sendiri.

12. Kemudian, guru membagikan bagian cerita yang belum terbaca

kepada masing-masing siswa.

13. Kemudian dilanjutkan dengan berdiskusi mengenai topik dalam

bahan pembelajaran.

2.1.3 Kelebihan dan kelemahan model pembelaran paired storytelling


Dalam pelaksanaan model pembelajaran paired storytelling,

memiliki kelebihan dan kelemahannya. Menurut Mualifah (2013: 99-100)

kelebihan model pembelajaran paired storytelling , yaitu:

1. Pembelajaran berpusat pada siswa.

2. Membantu mengembangkan imajinasi dan kreatifitas.

3. Melatih daya tangkap, daya pikir dan konsentrasi.

Kelemahan model pembelajaran paired storytelling yaitu:

a. Membutuhkan banyak waktu.

b. Susah di aplikasikan kepada siswa yang minder dan tidak memiliki

keberanian melakukan komunikasi di hadapan gurunya.

c. Terkadang cerita tidak sesuai topik yang telah di tentukan.

2.2 Literasi Sains

2.2.1 Definisi Literasi sains

Menurut Gherardini (2015: 254) Kemampuan literasi sains artinya

kemampuan yang memiliki pengetahuan. Setiap warga negara pada

berbagai jenjang pendidikan perlu memiliki pengetahuan, pemahaman, dan

kemampuan literasi sains menjadi suatu keharusan dan kebutuhan bagi

setiap siswa. Menurut Abidin (2018: 132) literasi sains adalah kemampuan

seseorang untuk menjelaskan fenomena alam beseta interaksi yang terlibat

isu-isu dan ide-ide yang terkait dengan ilmu pengetahuan.

Menurut Hidayat dkk (2018: 103) kemampuan Literasi pada

umumnya merupakan kemampuan membaca, mendengarkan, berbicara,


membaca dan menulis berkaitan dengan kemampuan analisis untuk

memperhitungkan, mempersepsikan informasi, mengkomunikasikan serta

menggambarkan informasi berdasarkan pemahaman dan pengambilan

keputusan. Menurut Abidin dkk (2018: 1) literasi didefinisikan sebagai

kemampuan untuk menggunakan bahasa dan gambar dalam bentuk yang

kaya beragam untuk membaca, menulis mendengarkan, berbicara, melihat

menyajikan dan berpikir kritis tentang ide-ide.

Menurut wisudawati dan sulistyowati (2017: 22) Sains merupakan

rumpun ilmu, memiliki karakteristik khusus yaitu mempelajari fenomena

alam yang faktual, baik berupa kenyataan atau kejadian. Sains adalah ilmu

yang di peroleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif)

namun pada perkembangan selajutnya sains juga di peroleh dan di

kembangkan berdasarkan teori (deduktif). Menurut Salirawati (2009: 103)

Sains merupakan pembelajaran yang disajikan sebagai satu kesatuan yang

tidak terpisahkan, artinya siswa tidak belajar ilmu fisika, biologi, dan

kimia secara terpisah sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri,

melainkan diramu dalam satu kesatuan. Menurut Khairiyah (2017: 40).

Pembelajaran sains pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu

sikap, proses dan produk. Sikap berkaitan dengan rasa ingin tahu tentang

benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang

menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang

benar. Proses berkaitan dengan prosedur pemecahan masalah dengan


menggunakan metode ilmiah. Produk meliputi konsep, prinsip, hukum dan

teori.

Berdasarkan definisi para ahli di atas, dapat di simpulkan bahwa

kemampuan literasi sains merupakan kemampuan seseorang untuk

mencari dan menemukan ide untuk menyelesaikan permasalah

berdasarkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.

2.3 Penelitian Yang Relevan

Untuk menjadi suatu pembanding penelitian. Peneliti akan

menguraikan penelitian terdahulu, dimana penelitian ini berkaitan dengan

penelitian yang relevan dan berhubungan dengan penelitian yang akan

dilaksanakan oleh peneliti:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Resmi (2019) yang berjudul “Penerapan

Model Paired Storytelling dalam Pembelajaran Bercerita”. Penelitian ini

dilakukan di SD Negeri Kumendung Rembang. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa, penerapan model paired storytelling dalam

pembelajaran bercerita oleh kelompok 1 mendapat prosentase 80%,

kelompok 2 mendapat prosentase 65%, kelompok 3 mendapat 75

prosentase, kelompok 4 mendapat prosentase 80, kelompok 5 mendapat

70%, kelompok 6 mendapat prosentase 75%, kelompok 7 mendapat

prosentase 55%, kelompok 8 mendapat prosentase mendapat 55%,

kelompok 9 mendapat prosentase 80%, dan kelompok 10 mendapat

prosentase 65%. Dengan demikian diatas dapat di simpulkan bahwa


penerapan model paired storyteliing mampu meningkatkan motivasi

belajar siswa siswa.

2. Ayuni dkk (2013) yang berjudul “ Pengaruh Storytelling terhadap Perilaku

Empati Siswa” penelitian dilakukan di SD. Hj. Isriati Baiturrahman 1

Semarang. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa, tidak ada perbedaan

perilaku empati antara dua kelompok, hanya pada aspek fantasi saja ada

perbedaan diantara dua kelompok.

2.4 Kerangka Berpikir

Hasil observasi yang dilakukan di siswa kelas IV SDN 10

Mataram, terlihat bahwa semua guru sudah sangat semangat memberikan

materi pelajaran. Guru memberikan pelajaran dengan menggunakan

model pembelajaran koperatif, yaitu model pembelajaran dengan cara

berkelompok ataupun berdiskusi. Walaupun siswa sebenarnya sudah

bagus, dilihat dari kemauan mereka menjawab pertanyaan yang di

sampaikan oleh guru. Namun, hasil belajar siswa masih rendah dan

kurang.

Proses pembelajaran siswa di dalam kelas, dituntut untuk lebih

aktif melalui kegiatan tanya jawab/ umpan balik antara guru dan siswa.

Siswa dapat mengingat kembali materi pelajaran yang telah diberikan.

Oleh karena rendahnya keinginan siswa dalam belajar, guru harus

membuat model pembelajaran yang membuat siswa aktif, menarik dan

menantang terhadap proses pembelajaran. Pasifnya siswa dalam poses


pembelajaran IPA hanya memusatkan pada guru, sehingga tidak adanya

umpan balik dari siswa.

Hal ini berdampak pada rendahnya literasi sains siswa khususnya

pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Melalui pembelajaran

yang inovatif, kreatif dan menantang agar siswa dapat meningkatkan

literasi sains siswa. Dengan menggunakan model Pembelajaran Paired

Storytelling dapat mempermudah siswa dalam mengerti dan memahami

pelajaran. Siswa dapat memiliki kesempatan, baik secara individual

maupun kelompok. Dengan menggunakan model pembelajaran Paired

Storytelling dapat berpengaruh pada literasi sains siswa.

Paired Story Telling merupakan suatu strategi pembelajaran yang

menggunakan keterampilan dalam bercerita sebagai suatu konteks bagi

siswa untuk belajar tentang literasi dan keterampilan dalam bercerita. ,

serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi

pelajaran. Paired storytelling merupakan salah satu pembelajaran efektif

yang dapat memberikan peserta didik antusias dalam mengikuti

pembelajaran . Peserta didik diharapkan akan lebih memahi terhadap

materi yang di ajarkan sehingga dapat mempengaruhi hasil belajar perserta

didik sekaligus memberdayakan kemampuan peserta didik. Adapun skema

kerangka berpikir dibawah ini.


Gambar 1.

Tema 6: aku dan cita-citaku, pembelajaran 1; siklus hidup makhluk

hidup

Model pembelajaran paired storytelling

Persiapan: Pelaksanaan : Evaluasi:


1. Membuat 1. Guru 1. Siswa secara
karangan menjelaskan individu
cerita. materi siklus
mengerjakan soal
2. Menyusun hidup kupu-
pertanyaan kupu. siklus hidup
seputar 2. Guru makhluk hidup.
materi siklup memberikan 2. Waktu terbatas.
hidup penugasan 3. Mengumpulkan
makhluk untuk hasil penugasan.
hidup. mengerjakan
soal terkait
siklus hidup
kupu-kupu

Meningkatkan kemampuan
literasi sains
2.3 Hipotesis Penelitian

Menurut Arikunto (2006: 71) Hipotesis merupakan suatu jawaban

yang bersifat sementara mengenai permasalahan, hingga terbukti

dengan melalui data yang terkumpul.

Ha = Ada hubungan yang posistif dan signifikan antara model

pembelajaran Paired Storytelling terhadap literasi siswa pada mata

pelajaran IPA materi siklus hidup kupu-kupu kelas IV SDN 10

Mataram Tahun Pelajaran 2019/2020.

H0 = Tidak ada hubungan yang positif dan signifikan antara model

pembelajaran Paired Storytelling terhadap literasi siswa pada mata

pelajaran IPA materi siklus hidup kupu-kupu kelas IV SDN 10

Mataram Tahun Pelajaran 2019/2020.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen jenis Quasi Experimental

Desaign tipe Nonequivalen control group desaign. Menurut Sugiyono (2012: 77)

penelitian tipe Nonequivalen control group design ini merupakan penelitian

merupakan penelitian yang dilakukan terhadap dua kelompok yang dipilih secara

random, yakni terdiri dari kelas eksperimen dan kelas control. Pada kelas

eksperimen diberikan perlakuan berupa model pembelajaran paired storytelling

sedangkan kelas kontrol dalam pembelajarannya dilakukan tanpa menggunakan

model pembelajaran paired storytelling. Adapun alasan peneliti menggunakan tipe

ini, karena memerlukan kelompok kontrol sebagai pembanding dari kelompok

eksperimen yang diberikan perlakuan. Dengan adanya kelompok eksperimen dan

kontrol, peneliti dengan mudah mengetahui pengaruh model pembelajaran paired

storytelling terhadap kemampuan literasi sains siswa. Peneliti memberikan tes

awal sebagai data awal untuk pre-tes. Kemudian di akhir penelitian untuk

mendapatkan data akhir, dilakukan dengan post test terhadap dua kelas. Dengan

adanya kelompok eksperimen dan control peneliti dengan mudah mengetahui

pengaruh model pembelajaran Paired Storytelling terhadap kemampuan literasi

sains siswa. Peneliti memberikan tes sebagai data awal untuk pre-test. Kemudian

di akhir penelitian untuk mendapatkan data akhir, dilakukan post test terhadap dua

kelas, dengan demikian bentuk rancangan yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini:


Tabel 3.1 Pretest dan Posttest Nonequivalent Control Group Design

Group Pretest Variable bebas Posttest


Eksperimen O1 X O2
Kontrol O3 - O4
Sumber : Sugiyono (2018:79)

Keterangan :

O1 = pretest kelas eksperimen

O2 = posttest kelas eksperimen

O3 = pretest kelas kontrol

O4 = posttest kelas kontrol

X = perlakuan pada kelas eksperimen berupa penerapan model

pembelajaran Paired Storytelling terhadap kemampuan literasi sains siswa.

3.2. Variable Penelitian

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan

variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat),

sedangkan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat , karena adanya variabel bebas Sugiyono (2017:4). Adapun variabel bebas

dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Paired Storytelling sedangkan

yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan literasi

sains siswa

3.3. Waktu dan Tempat Penelitian

3.3.1 Waktu Penelitian


Penelitian akan dilaksanakan pada Tahun Pelajaran 2019/2020.

Dimana dalam melakukan penelitian disesuaikan dengan waktu yang

diberikan oleh pihak sekolah. penelitian akan dilakukan pada siswa SDN 10

Mataram pada semester Genap Tahun Pelajaran 2019/2020. diberikan oleh

pihak sekolah.

3.3.2 Tempat Penelitian

Lokasi Penelitian yang akan dilaksanakan di kelas IV SDN 10

Mataram. Berlokasi di Jln. Ade Irma Suryani Kota Mataram Provinsi Nusa

Tenggara Barat.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Menurut Arikunto (2013: 173) Populasi adalah keseluruhan subyek

penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada di

dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian

populasi. Sedangkan menurut Sugiyono (2018: 80) populasi adalah

wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai

kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi, populasi dalam

penelitian ini adalah siswa SDN 10 Mataram.


Berlandaskan batasan teori tersebut populasi pada penelitian ini

adalah siswa kelas IV SDN 10 Mataram yang berjumlah 59 orang.

Tabel 3.2 Jumlah Siswa Kelas IV SDN 10 Mataram

No SDN Jumlah Siswa Jumlah Siswa Jumlah Total

. Laki-laki Kelas Perempuan

IV Kelas IV
1 SDN 10 42 17 59 Iswa

Mataram

3.4.2 Sampel

Menurut Sugiyono (2018: 81) sampel adalah bagian dari jumlah

dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi

besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada

populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka

peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa

yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan

untuk populasi. Menurut Sugiyono (2018: 82). Adapun jenis teknik

sampling dari probability sampling yang digunakan adalah simple

random sampling. Alasan peneliti menggunakan tekhnik pengambilan

sampel, yaitu karena teknik pengambilan sampel dari populasi dilakukan

secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu.

3.5 Data dan Metode Pengumpulan Data


3.5.1 Data

Data merupakan fakta atau informasi atau keterangan yang dijadikan

sebagai sumber atau bahan menemukan kesimpulan dan membuat

keputusan (Mahmud, 2011: 146). Data menurut sifatnya yaitu data

kualitatif dan data Kuantitatif. Data kualitatif merupakan data yang tidak

terbilang angka melainkan berupa uraian, kutipan langsung atau

dokumentasi kasus, sedangkan data kuantatif merupakan data yang dapat

diukur secara langsung yang berbentuk bilangan dan angka. Dalam

penelitian ini data yang diperoleh yaitu data dari kemampuan literasi

sains melalui pretest (sebelum diberikan perlakuan) dengan

menggunakan model pembelajaran paired storytelling dan post test

(sesudah diberikan perlakuan) dengan menggunakan model pembelajaran

paired storytelling.

3.5.2 Metode Pengumpulan data

Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara yang dilakukan

oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Metode pengumpumpulan data

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.5.2.1 Observasi

Observasi dilakukan untuk mengamati proses kegiatan

pembelajaran siswa di dalam kelas. Dalam penelitian ini observasi

dilakukan untuk mengetahui performa siswa dalam bercerita. Observasi ini


untuk mengukur tingkat keterampilan siswa yang dijadikan sampel dalam

peneltian. Dalam proses observasi (pengamatan) dengan memberikan

tanda checklist (√).

3.5.2.2 Wawancara

Metode pengumpulan data dengan wawancara. Dalam penelitian

ini wawancara digunakan untuk mengetahui tanggapan dari guru tentang

tingkat kemampuan literasi sains siswa. Wawancara dilakukan dengan

guru kelas IV SDN 10 Mataram.

3.5.2.3 Tes

Alat ukur yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur

pengetahuan siswa terhadap kemampuan literasi sains adalah tes. Tes yang

digunakan oleh peneliti yaitu tes subjektif (tes uraian). Tes uraian adalah

tes yang berbentuk pertanyaan atau perintah yang terstruktur secara

sistematik. Melalui studinya, Zidner (1987: 607) menyimpulkan bahwa

pada bentuk tes uraian, membutuhkan kemampuan yang tinggi, untuk

mengorganisasi jawaban, membutuhkan pengetahuan yang integratif dan

kemampuan menulis dengan baik. Sedangkan tes pilihan ganda tidak

didapatkan hal seperti itu, oleh karena siswa tinggal memilih opsi yang

telah disiapkan. Dengan menggunakan tes uraian dapat mempermudah

peneliti mengukur tingkat pengetahuan siswa tersebut.

3.6 Instrumen penelitian


Instrument penelitian adalah alat ukur yang digunakan oleh peneliti

dalam mengumpulkan data. Instrumen dalam penelitian adalah:

3.6.1 Instrumen Variabel Bebas

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar

observasi keterlaksanan yang disesuai dengan model pembelajaran paired

storytelling. Model PST memuat beberapa tahapan yang dilakukan dalam

proses kegiatan pembelajaran. Lembar obsevasi terlebih dahulu

dikembangkan oleh peneliti dan divalidasi terlebih dahulu. Adapun

rancangan pengumpulan data model paired storytelling (PST) adalah:

Tabel 3.2. kisi-kisi alat pengumpulan data lembar observasi

keterlaksanaan pembelajaran model pembelajaran paired storytelling

Langkah-langkah Deskriptor T TT

model PST
Tahap  Guru membuka pembelajaran dan

pendahuluan meminta siswa untuk berdo’a.

 Guru mengecek kehadiran siswa

 Guru memberikan siswa motivasi

terhadap kedisiplin

 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran

yang akan di pelajari

Tahap proses  Guru membagi topik teks menjadi 2


bagian.

 Guru memberikan pengenalan topik

yang akan di bahas kepada siswa,

sambil menayangkan video yang telah

disediakan.

 Guru mengarahkan siswa untuk

membentuk kelompok pasangan terdiri

dari dua orang

 Guru membagi sub topik kepada siswa.

Sub topik pertama diberikan kepada

siswa ke-1 sedangkan sub topik kedua

diberikan kepada siswa yang ke-2 .

 Guru meminta kepada siswa untuk

membaca topik yang telah diberikan.

 Guru mengarahkan siswa untuk

mencatatat beberapa kata kunci yang

terdapat dalam topik tersebut.

 Guru mengarahkan siswa untuk

mengarang isi teks atau topik yang

telah dibaca atau yang belum dibaca.

 Guru mengarahkan siswa yang sudah

membaca/ mendengarkan bagian yang

pertama untuk memprediksi dan


menulis apa yang terjadi selajutnya dari

isi topik/teks tersebut. Sedangkan siswa

yang membaca/mendengarkan bagian

kedua menulis apa yang terjadi

sebelumnya

 Guru meminta siswa untuk

mempresentasikan hasil karangannya.

 Guru membagikan bagian bagian cerita

yang belum dibaca oleh masing-masing

siswa, kemudian siswa membaca

bagian tersebut.

 Guru mengarahkan siswa untuk

mendiskusi topik pembelajaran.

Tahap evaluasi  Guru memberikan LKS kepada siswa

 Guru memberikan soal posttest kepada

siswa
Tahap penutupan  Guru melakukan refleksi terhadap

topik pembelajaran yang telah di

ajarkan

 Guru menyampaikan terimakasih

kepada siswa yang sudah ikut

berpartisipasi.

 Guru mengajak semua siswa untuk


berdo’a untuk mengakhiri kegiatan

pembelajaran
T = Terlaksana

TT= Tidak terlaksana

3.6.2 Instrumen pedoman wawancara

Pedoman wawancara digunakan sebagai panduan dalam

melakukan wawancara untuk mengetahi tanggapat guru terhadap

kemampuan literasi sains siswa. Adapun kisi-kisi pedoman wawancara

adala

Tabel 3.3. kisi-kisi instrument pedomen wawancara guru kemampuan

literasi sains siswa

No. Pertanyaan Jawaban Guru


1. Bagaiman tanggapan Anda tentang kemampuan

literasi sains siswa Kelas IV di SDN ini?


2. Untuk Siswa Kelas IV di SDN ini, berapa

presentase siswa yang memiliki kemampuan

literasi sains yang baik dan masih kurang?


3. Apakah kendala yang Anda temukan dalam

membelajarkan kemampuan Literasi siswa?


4. Hal apa yang paling mempengaruhi pada

kemampuan literasi sains siswa Kelas IV di

SDN ini?
5. Apa rencana Anda selanjutnya untuk

meningkatkan kemampuan literasi sain siswa


Kelas IV di SDN ini?

3.6.3 Instrumen Variabel Terikat

Instrument dalam penelitian ini adalah tes tulis. Tes tulis digunakan

pada saat pre-tes dan postest. Tes digunakan untuk mengukur

kemampuan literasi sains siswa. Instrument tes tulis berupa tes yang

berbentuk uraian. Sebelum digunakan penelitian pada kelas. Tes terlebih

dahulu di uji validitas dan reliabilitasnya. Instrument yang valid adalah

suatu yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan

sesustu instrumen. Sedangkan instrumen reliable adalah sesuatu

instrument cukup yang dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat

pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2013:

221).

a. Uji Validitas

Menurut Arikunto (2013: 211) menyatakan bahwa suatu instrument

dapat dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan.

Sugiyono (2018: 173) berpendapata bahwa valid berarti instrumen tersebut

dapat digunakan untuk mengukur yang seharusnya diukur.

Pada penelitian ini menggunakan uji validitas konstrak. Menurut

sugiyono (2006: 177) berpendapat bahwa untuk menguji validitas

kontruks, dapat digunakan dapat digunakan pendapat dari ahli (judgment

experts).

a) Pengujian Validitas Konstruksi (Construct Validity)


Untuk menguji validitas konstruksi, dapat digunakan pendapat ahli

(judgment experts). Uji ahli dilakukan untuk mengukur apakah

instrumen penilaian yang dikembangkan sudah tepat dan mengetahui

ketidaksesuaian pada hasil yang dibuat baik dari tampilan maupun isi.

Instrument tersebut dapat diuji cobakan pada siswa diluar sampel

penelitian yang dianggap memiliki karakteristik yang sama dengan

populasidan sampel penelitian.

b. Uji Reabilitas

Suatu instrumen tes dapat dikatakan reliabel yaitu jika instrumen

yang sudah dapat dipercaya, yang relibel akan menghasilkan data yang

dapat dipercaya juga. Apabila datanya memang benar sesuai dengan

kenyataan, maka beberapa kali pun diamin, tetap akan sama (Arikunto,

2013: 221). . Rumus yang dapat digunakan untuk mengukur reliabilitas

adalah dengan rumus Spearman Brown (Sugiyono, 2012:184).

2r b
r i=
1+r b

Keterangan:

ri = Nilai reliabilitas

rb = Nilai koefisien korelasi

Rentang koefesien reliabilitas dari 0 sampai 1 (0 ≤ r ≤ 1), jadi koefesien

reliabilitas tidak memiliki nilai negatif. Suatu instrumen dikatakan reliabel

jika koefesien reliabilitasnya minimal 0,6 (Sugiyono, 2012:184)


Tabel 3.3 Kriteria pengujian untuk Reliabilitas

0,80 – 1,00 Sangat tinggi


0,61 – 0,70 Tinggi
0,41 – 0,60 Sedang
0,21 – 0, 40 Rendah
0,00 – 0,20 Sangat rendah
Sumber: Arikunto (2009:101

3.7. Metode Analisis Data

Menurut patton (1980: 268) mengemukakan bahwa analis data adalah

“proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam satu pola,kategori

dan satuan dasar”. Selanjutnya menurut Bogdan dan Taylor (1975: 79)

mengemukakan bahwa analisis data merupakan “proses yang merinci usaha secara

formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis kerja (ide) seperti yang

disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan tema dan

hipotesis kerja itu”. Data hasil penelitian akan dianalisis dengan analisis statistik

deskriptif dan statistik inferensial. Nilai statistik deksriptif meliputi rata-rata,

simpangan baku, rerata tertinggi, rerata terendah, dan persentase perubahan pre-

test dengan post-test. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk

mendeskripsikan keterlaksanaan sintaks pembelajaran dan profil kemampuan

literasi sains.

Statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis dengan

menggunakan analisis statistik ini dibantu dengan program analisis statistik SPSS

16.0 for Windows, dilakukan dengan taraf signifikansi 5%. Sebelum data

dianalisis dengan uji-t terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas
dan uji homogenitas. Uji normalitas menggunakan uji One-Sample Kolmogorov

Smirnov. Uji homogenitas menggunakan Levene’s Test of Equality of Error

Variances. Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini maka sebelumnya

dilakukan uji prasyarat berupa:

3.7.1. Uji Normalitas Data

Uji normalitas data bertujuan untuk mengetahui sebaran data penelitian

yang didapatkan. Apakah berdistribusi normal atau tidak. Penelitian ini

menggunakan uji normalitas data dengan bantuan Pogram SPSS 16.0 for

windows kolmogrov-semirnov. Bila data berdistribusi normal, maka dapat

digunakan uji statistic non parametric. Sedangkan data tidak berdistribusi

normal digunakan uji statistic nonparametric. Data dikatakan beristribusi

normal apabila nilai signifikan yang diperoleh >0,05 atau sig. >0,05.

Sebalikknya jika nilai signifikan yang diperoleh <0,05 atau sig. <0,05 maka

data tidak berdistribusi normal.

3.7.2. Uji Homogenitas Data

Uji homogenitas adalah pengujian yang memberikan keyakinan

bahwa sekumpulan data yang dimanipulasi dalam serangkaian analisis

yang berasal dari populasi yang tidak jauh berbeda keragamannya. Uji

homogenitas dalam penelitian ini adalah uji homohgenitas Levene’s Test

of Equality of Error dengan bantuan SPSS 16.0. kriteria yang digunakan

untuk mengambil kesimpulan adalah dengan membandingkan nilai

signifikan dengan nilai derajat kepercayaan 0,05. Jika nilai sig lebih besar

dari 0,05 maka asumsi homogenitas homogesn atau sama. Sedangkan jika
nilai sig lebih kecil dari 0,05 maka asumsi homogenitas tidak homogeny

atau tidak sama.

3.7.3. Uji Hipotesis

Sugiyono (2018: 63) menyatakan hipotesis merupakan jawaban

sementara terhadap rumusan masalah pada suatu penelitian.Terdapat dua

rumus t-test yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis komparatif dua

sampel indepen yakni dengan rumus:

Uji-t separated varians

x´₁− x´₂
t= s ₁² s ₂ ²
√ +
n₁ n₂

Keterangan:

t = nilai t-hitung

x´₁ = rata-rata kelompok kesatu

x´₂ = rata-rata nilai kelompok kedua

s ₁²= varians kelompok kesatu

s ₂²= varians kelompok kedua

n ₁=banyak subjek kelompok kesatu

n₂ =banyak subjek kelompok kedua

Nilai t yang diperoleh disebut sebagai thitung kemudian dibandingkan

dengan nilai ttabel pada taraf signifikan 5% dengan ketentuan sebagai

berikut:
1. Jika thitung > ttabel maka H0 ditolak dan Ha diterima.

2. Jika thitung < ttabel maka H0 diterima dan Ha ditolak.

Lampiran

Kisi-kisi Soal Kognitif

Tema 6 : Cita-citaku
Subtema : 1 (Aku dan Cita-citaku)
Pembelajaran :1

Kompetensi Level Tipe Nomor


Indikator
Dasar Soal Soal Soal
3.2 3.2.1 C1 Uraian 1,2,3,4,5
Membandingka mengidentifikasi
n siklus hidup tahapan-tahapan
beberapa jenis dalam hidup
makhluk hidup hewan
serta ( metamorphosis
mengaitkan )
dengan upaya
pelestariannya.
C2 Uraian 6,7,8,9

4.2 Membuat
skema siklus 4.2.1 membuat 10,11,12
hidup beberapa skema siklus
C3 Uraian
jenis makluk hidup hewan
hidup yang ada (kupu-kupu).
dilingkungan
sekitarnya, dan
slogan upaya C4 Uraian 13,14,15
pelestariannya.

INSTRUMEN SOAL UJI COBA RANAH KOGNITIF

Satuan Pendidikan : SDN 10 MATARAM

Kelas/Semester : IV/I

Mata Pelajaran : IPA

Petunjuk : Jawablah soal dibawah ini dengan benar!

1. Jelaskan pengertian siklus hidup pada hewan!

2. Sebutkan 2 jenis siklus hidup hewan !

3. Sebutkan berapa lama proses terjadinya metamorfosis pada kupu-kupu!


4. Apa yang akan terjadi jika salah satu tahapan siklus hidup pada hewan kupu-

kupu tidak dilakukan ?

5. Sebutkan 5 hewan yang tidak mengalami metamorfosis !

6. Uraikanlah perbedaan antara siklus hidup tanpa metamorfosis dan siklus

hidup dengan metamorfosis, jelaskan!

7. Tuliskan perbedaan antara metamorfosis sempurna dan metamorfosis tidak

sempurna!!

8. Jelaskan 4 tahapan siklus hidup metamorfosis pada kupu-kupu!

9. Jelaskan pengertian hewan kupu-kupu!

10. Berikan pendapatmu, cara menjaga kelestarian hewan kupu-kupu agar tidak

mudah punah, Jelaskan !

11. Bagaimana pendapatmu, jika hewan kupu-kupu tidak melakukan proses

siklus hidup, Jelaskan!

12. Berikan pendapatmu, jika metamorfosis pada hewan kupu-kupu tidak di

lestarikan denga baik, jelaskan !

13. Buatlah skema tahapan metamorfosis pada hewan kupu-kupu dengan

benar!.

14. Ceritakan skema metamorfosis kupu-kupu pada gambar dibawah ini!


15. Buatlah kesimpulan tahapan siklus hidup pada hewan kupu-kupu

Kunci Jawaban

1. Siklus hidup pada hewan merupakan rangkaian proses tahapan hidup yang

dilalui oleh hewan mulai dari telur, menetas (bagi hewan ovipar), jika bagi
hewan vivipar maka mulai dari anak hewan, masa remaja, dewasa,sampai

menghasilkan sel kelamin yang siap dibuahi. Setelah dewasa hewan dapat

menghasilkan keturunan kembali. Namun, siklus hidup pada hewan

ternyata berbeda-beda.

2. Siklus hidup hewan dibagi menjadi dua, yaitu siklus hidup tanpa

metamorfosis dan siklus hidup dengan metamorfosis.

3. Siklus hidup pada hewan kupu-kupu dapat berlangsung selama 4 minggu

atau sekitar 1 bulan.

4. Hewan kupu-kupu tersebut akan terjadi tidaknya keseimbangan pada

proses pertumbuhan dan perkembangannya .

5. Hewan yang tidak mengalami siklus hidup tanpa metamorfosis, yaitu :

a. Ayam

b. Bebek

c. Ular

d. Kucing

e. Burung.

6. Siklus hidup tanpa metamorfosis merupakan siklus yang tidak

mengakibatkan perubahan bentuk tubuh yang sangat berbeda. Sedangkan

siklus hidup dengan metamorfosis merupakan siklus hidup yang

mengalami proses yang melibatkan perubahan fisik dan/ atau struktur

setelah kelahiran atau penetasan.

7. Metamorfosi sempurna merupakan metamorfosis yang mengalami

perubahan bentuk dan fungsi yang sangat mencolok selama tahap


pertumbuhan. Sedangkan metamorfosis tidak sempurna merupakan

metamorfosis yang tidak mencolok selama tahap pertumbuhan.

8. 4 tahapan siklus hidup pada kupu-kupu sebagai berikut :

a. Fase Telur.

Seekor kupu-kupu akan memulai hidup dari fase telur yang sangat

kecil, bulat, oval atau silindris. Hal yang paling unik tentang telur

kupu-kupu, terutama telur kupu-kupu (monoarch), dapat dilihat

cukup dekat dan teliti maka akan nampak ulat kecil yang tumbuh

didalamnya. Telur kupu-kupu biasanya diletakkan di daun

tanaman. Seekor kupu-kupu betina dapat bertelur 100 dan 300

sedangkan kupu-kupu jantan dapat bertelur .kupu- kupu bertelur

pada daun dengan tujuan agar jik telur tidak menetas maka kupu-

kupu yang baru lahirbisa dengan mudah menemukan makanannya.

b. Fase Larva (ulat)

Larva adalah sebutan lain dari ulat kupu-kupu. Pada tahap ini

banyak orang merasa jijik melihatnya. Setiap harinya ulat akan

memakan daun dan mempunyai pertumbuhan sangat cepat. Seiring

pertumbuhan ukuran ulat akan melebih kulitnya sendiri. Sehinga

secara alami ulat akan berganti kulit, atau biasa disebut molting.

Biasanya ulat akan berganti kulit 4 sampai 6 kali. Ketika larva

sudah mencapai ukuran maksimal dia akan berhenti untuk makan.


dan kemudian mencari tempat berlindung, untuk berubah menjadi

kepompong.

c. Fase Kepompong (Pupa)

Pupa memiliki struktur kulit yang halus, keras dan biasanya

berwarna coklat, hijau. Ini sebagai bentuk kamuflase dengan

lingkungan sekitar. Jika diamati dari luar fase pupa terlihat seperti

sedang beristirahat, namun sejatinya di dalamnya sedang

berlangsung proses pembentukan kupu-kupu selama 7 sampai 20

hari tergantung spesies.

d. Fase Kupu-kupu

Setelah berlalu beberapa hari kepompong akan berubah menjadi

kupu-kupu. yang indah. Saat pertama kali keluar dari kepompong

sayap kupu-kupu akan terlihat kusut, kecil, basah, dan terlihat

menempel di cangkang kepompong. Menurut penelitian, cairan

basah yang menyelimuti kupu-kupu ketika baru keluar dari

kepompong berfungsi untuk membantu pembesaran sayap dan

tubuh kupu-kupu. Cairan tersebut disebut Hemolymph. Untuk

pertama kalinya kupu-kupu akan merangkak ke atas dahan, agar

tubuhnya mengering dan sayapnya bisa berfungsi dengan normal.

Untuk menunjang pertumbuhannya kupu-kupu dewasa kan

mencari bunga untuk menyerap sari atau nektar bunga pada siang

hari.
9. Kupu-kupu adalah hewan jenis serangga yang termasuk dalam Ordo

Lopidoptera. Hewan yang identik dengan keindahan saat dipandang

dengan mata dan merupan simbol kecantikan ini merupakan hewan diurnal

(Aktif saat siang hari). Kupu-kupu memiliki jumlah spesies yang cukup

banyak yaitu sekitar 600 spesies yang diketahui dipulau Bali dan Jawa.

10. Cara melestarikan hewan kupu-kupu yaitu :

a. Merawatnya dengan baik

b. Tidak menangkap sembarangan,

c. Menanam bunga yang banyak agar kupu-kupu bisa bekembang

biak.

11. Hewan kupu-kupu akan sulit melakukan keseimbangan dalam

pertumbuhan dan berkembangbiak.

12. Jika hewan kupu-kupu tidak dilestarikan dengan baik,maka hewan kupu-

kupu tersebut akan cepat punah,mati dan sulit melakukan keseimbangan.

13. Berikut ini skema siklus hidup pada metamorfosis kupu-kupu:


14. Adapun uraian singkat skema siklus hidup pada metamorfosis pada kupu-

kupu sebagai berikut :

a. Umumnya kupu-kupu meletakkan telurnya di bagian ujung/bawah

daun. Telur ini mempunyai ukuran sangat kecil, dan biasanya

berwarna putih. Telur kupu-kupu akan menetas dalam waktu 3

sampi 5 hari. ketika keluar mereka akan membuat lubang kecil di

telur tersebut.

b. Biasanya ulat akan berganti kulit 4 sampai 6 kali. Ketika larva

sudah mencapai ukuran maksimal dia akan berhenti untuk makan.

dan kemudian mencari tempat berlindung, untuk berubah menjadi

kepompong.

c. Pupa memiliki struktur kulit yang halus, keras dan biasanya

berwarna coklat, hijau. Ini sebagai bentuk kamuflase dengan

lingkungan sekitar. Jika diamati dari luar fase pupa terlihat seperti

sedang beristirahat, namun sejatinya di dalamnya sedang

berlangsung proses pembentukan kupu-kupu selama 7 sampai 20

hari tergantung spesies.

d. Setelah berlalu beberapa hari kepompong akan berubah menjadi

kupu-kupu. yang indah. Saat pertama kali keluar dari kepompong


sayap kupu-kupu akan terlihat kusut, kecil, basah, dan terlihat

menempel di cangkang kepompong.

15. Siklus hidup pada hewan kupu-kupu merupakan proses perubahan melalui

tahapan dengan cara bertelur, ulat, pupa dan kepompong (kupu). Proses

kupu-kupu berlangsung selama 1 bulan agar bisa menjadi kupu-kupu.

Anda mungkin juga menyukai