Anda di halaman 1dari 58

PENGARUH MODEL BLENDED LEARNING BERBASIS

PENDEKATAN STEM TERHADAP KETERAMPILAN


GENERIK SAINS PESERTA DIDIK PADA MATERI
HUKUM TERMODINAMIKA
(Penelitian Eksperimen Kuasi di MAN 11 Jakarta Selatan)

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh :
MUHAMAD SYAHRIL SIDIQ
11170163000057

PROGRAM STUDI TADRIS FISIKA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pembelajaran abad 21 memanfaatkan peran teknologi, oleh karena itu
pembelajaran diharapkan mampu mengubah suasana kelas yang sebelumnya
terkesan membosankan menjadi menyenangkan.1 Fisika merupakan salah
satu mata pelajaran IPA yang mendasari perkembangan IPTEK serta
pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari.2 Untuk menghadapi
perkembangan teknologi tersebut, maka pendidikan di Indonesia harus
mampu menciptakan sumber daya manusia yang kompeten, dengan
menempatkan unsur keterampilan sebagai fokus utama pendidik dalam
memberikan perlakuan pembelajaran kepada peserta didik.3 Maka dari itu,
perlu adanya inovasi pada kegiatan pembelajaran fisika.4 Keterampilan
berpikir dan bersikap yang menerapkan pengetahuan sains di dalamnya,
disebut juga dengan keterampilan generik sains.5 Keterampilan generik sains
di Indonesia masih tergolong rendah, apabila ditinjau dari Human
Development Index (HDI) rata-rata kualitas SDM di Indonesia berada pada
peringkat 111 dari 189 negara, hal ini dapat dikatakan bahwa kompetensi
sumber daya manusia di Indonesia belum memanfaatkan keterampilan
generiknya secara maksimal.6 Permendikbud RI No. 59 tahun 2014 pasal 3
ayat 3 menegaskan bahwa, pembelajaran fisika diharapkan mampu
menumbuhkan kompetensi spiritual, sosial, kemampuan berpikir, dan

1
Nanindya Deklara Wardani, Anselmus J.E, Toenlioe, Agus Wedi. 2018. Daya
Tarik Pembelajaran Di Era 21 Dengan Blended Learning. JKTP Volume 1, Nomor 1 hlm.
1.
2
Yuniar Fikriani Amalia, Zainuddin, dan Misbah, Pengembangan Bahan Ajar IPA
Fisika berorientasi Keterampilan Generik Sains menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri
Terbimbing di SMP Negeri 13, (2016) Banjarmasin.
3
Agus Rohman, Mengembangkan Keterampilan Generik Sains Mahasiswa Guru
Fisikka melalui Blended Learning (2018), Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Integrasinya
Vol. 01, No. 02, hlm. 3.
4
Irfan Maulana dan Nana, Implementasi Media Pembelajaran Berbasis M-Learning
Menggunakan Model Blended POE2WE untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta
Didik. (2018) Universitas Siliwangi: Tasikmalaya, hlm. 2.
5
Liliasari, Membangun Keterampilan Berpikir Kritis Indonesia Melalui Pendidikan
Sains (2005), Bandung: UPI.
6
UNDP. The Rise of the South: Human Progress in Diverse World. (New York:
United Nation Development Programme, 2018), hlm. 148 – 151.
keterampilan.7 Namun, cita-cita tersebut belum tercapai apabila meninjau
berdasarkan hasil studi internasional pada Programme for Internasional
Student Assesment (PISA) tahun 2018, yang menunjukkan bahwa prestasi
peserta didik di Indonesia dalam berliterasi membaca (reading literacy),
matematika (mathematical literacy), dan sains (scientific literacy) berada
pada peringkat 74 dari 79 negara.8 Indikasi rendahnya keterampilan generik
sains peserta didik disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya yaitu; 1)
pembelajaran abad 21 yang masih mempertahankan metode ceramah dan
tanya jawab (teacher centered), sehingga kegiatan belajar mengajar terkesan
membosankan dan 2) guru jarang memberikan pengalaman secara langsung
berkaitan dengan materi dan fenomena fisika.9
Keterampilan dasar atau keterampilan inti yang disebut juga dengan
keterampilan generik sains berfungsi sebagai pengetahuan dasar untuk
memahami konsep yang rumit, menyelesaikan berbagai masalah (problem
solve) yang ada di lingkungan sekitar atau ketika pembelajaran fisika sedang
berlangsung di kelas.10 Keterampilan generik sains peserta didik madrasah
aliyah negeri (MAN) di wilayah Jakarta Selatan masih tergolong rendah,
fakta tersebut dibuktikan dengan analisis studi pendahuluan yang dilakukan
oleh Mahestha Rastha Andara (2020), bahwa didapatkan rata-rata sebanyak
55% siswa MAN di wilayah Jakarta Selatan masih mengalami kesulitan
dalam memahami materi fisika.11 Ketidakmampuan peserta didik dalam
memahami materi fisika disebabkan karena metode pembelajaran yang
cenderung monoton (ceramah), guru jarang memberikan praktik secara
langsung melihat fenomena fisika, dan terjalin komunikasi pasif antara
pendidik dan peserta didik di kelas, sehingga peserta didik kurang antusias

7
Peraturan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 59
Tahun 2014 Pasal 3 Ayat 3 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah, hlm. 2.
8
An Programme for International Student Assesment Result from PISA 2018 (Paris:
OECD Publishing, 2019), hlm. 8.
9
Ibid, hlm. 143
10
Rahman, T et al (2007). Peran Pendidikan dalam Membekali Kemampuan
Generik pada Calon Guru. UPI: Bandung
11
Andaara, Mahestha Rastha. “Pengaruh Model Brain Based Learning berbantuan
Website terhadap Kemampuan Kognitif Siswa pada Konsep Termodinamika”, Skripsi
Sarjana Strata satu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta 2020.
untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Keterampilan generik dapat
dibangun apabila setiap pendidik memahami betul bagaimana gaya belajar
peserta didiknya. Milenials adalah sebutan untuk mereka yang tumbuh pada
masa perkembangan teknologi, hal ini berkesinambungan dengan gaya
pembelajaran pada abad 21 yang memerlukan peran TIK sebagai penunjang
kegiatan pembelajaran atau yang disebut dengan pembelajaran elektronik (e-
learning).12 Pelaksanaan kegiatan pembelajaran harus mampu mewadahi
milenial untuk meningkatkan keterampilan generiknya.
Dalam pembelajaran fisika, terdapat empat komponen utama yang harus
dikuasai dan dicapai oleh peserta didik diantaranya yaitu; pemahaman,
keterampilan, kemampuan, dan sikap ilmiah. Keterampilan generik
melibatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dapat dipelajari
dan tertinggal di dalam diri siswa, sehingga aspek tersebut dapat menunjang
pembelajaran fisika di kelas.13 Salah satu pokok bahasan dalam fisika yang
dapat melatih keterampilan generik peserta didik adalah materi hukum
termodinamika. Sebanyak 69% siswa MAN di wilayah Jakarta Selatan
menganggap bahwa materi hukum termodinamika merupakan pokok bahasan
yang relatif sulit untuk dipahami, karena materinya yang bersifat abstrak.14
Ketidakmampuan peserta didik dalam memahami dan mengabstraksi materi
hukum termodinamika akan menyebabkan berbagai permasalahan baru
seperti; gagal memahami (misconception) materi, siswa menjadi mudah
jenuh, dan pembelajaran tidak berorientasi pada peningkatan keterampilan
generik peserta didik. Keterampilan generik peserta didik perlu dilatih dan
dibiasakan. Keterampilan-keterampilan tersebut sangat berguna sebagai
bekal untuk menghadapi berbagai tantangan pembelajaran di era teknologi
seperti saat ini.15
Salah satu upaya untuk menghadapi tantangan pembelajaran abad 21
adalah dengan menerapkan model pembelajaran dengan pendekatan yang
tepat, sehingga dapat meningkatkan 9 indikator keterampilan generik sains

12
Nanindya, dkk., Op.cit.
B.S. Brotosiswoyo. 2000. “Pekerti Mipa/Hakikat Pembelajaran Fisika”. (Jakarta:
13

PAU-PPAI Universitas Terbuka, 2001), hlm. 2.


14
Andaara, Mahestha Rastha., Loc.cit.
15
Agus Rohman, Op. cit.
peserta didik yang diantaranya; pengamatan langsung, pengamatan tidak
langsung, pemahaman tentang skala, bahasa simbolis, kerangka logika taat
azas, konsistensi logis, inferensi logika, pemodelan matematis, dan hubungan
sebab akibat.16 Salah satu model pembelajaran yang dimaksud adalah model
pembelajaran blended learning. Model pembelajaran blended learning atau
bauran dapat menunjang fleksibelitas belajar, keaktifan, dan partisipasi siswa,
karena model ini merupakan perpaduan antara pembelajaran tatap muka (face
to face) dengan pembelajaran berbasis elektronik (e-learning), sehingga
pembelajaran pada era perkembangan terknologi dapat mewadahi peserta
didik.17 Berlandaskan pada kerangka dasar kurikulum 2013, yang bertujuan
untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup
sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif,
dan afektif serta mampu berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, bernegara, dan peradaban global, dipandang perlu adanya
persiapan yang matang.18 Untuk merealisasikan cita-cita tersebut, ternyata
model pembelajaran saja tidak cukup dan dipandang perlu adanya sebuah
pendekatan pembelajaran yang mengintegerasikan teknologi dengan
konsentrasi mata pelajarannya yaitu sains dengan pendekatan STEM (Sains,
Technology, Engineering, and Mathematics). Pembelajaran fisika berbasis
pendekatan STEM diharapkan mampu meningkatkan pemahaman peserta
didik terhadap konten sains, kemampuan inovasi, pemecahan masalah, dan
soft skills (komunikasi, kerjasama, dan kepemimpinan). Selain itu pendekatan
STEM mampu mendorong minat dan motivasi peserta didik untuk
melanjutkan jenjang studi di tingkat yang lebih tinggi dan berkarir di dunia
pekerjaan.19
Model pembelajaran yang akan digunakan pada penelitian ini, memiliki
nilai tambah tersendiri apabila meninjau pada penelitian sebelumnya. Nilai

16
Brotosiswoyo. 2000. Hakekat Pembelajaran Fisika di Perguruan Tinggi. Jakarta
: Universitas Terbuka
17
Cheung, W. S, & Hew, K. F. (2011). Using Blended learning, Springer Briefs in
Education: Singapore. DOI: 10.1007/978-981-287-089-6_1.
18
Permendikbud Republik Indonesia Nomor 69 (2013). Tentang Kerangka Dasar
dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.
19
Harry Firman, Pendidikan Sains Berbasis STEM: Konsep, Pengembangan, dan
Peranan Riset Pascasarjana (2015), UPI: Bandung, hlm.7.
tambah tersebut terletak pada penggunaan aplikasi perangkat lunaknya, yaitu
dengan menggunakan zoom cloud meeting. Zoom merupakan perangkat lunak
yang memiliki fitur video conference, yang mana dapat mempertemukan
banyak orang secara langsung dalam satu waktu yang sama dan tempat yang
berbeda (synchronous), aplikasi ini dapat meningkatkan efektifitas dan
efisiensi kegiatan pembelajaran di abad 21. Selain itu, kegiatan pembelajaran
bisa dilakukan dimanapun dan kapanpun, sehingga pendidik bisa mengontrol
dan mengawasi perkembangan peserta didiknya di luar kelas. Aplikasi yang
digunakan pada penelitian ini juga didukung dengan model pembelajaran
berbasis elektronik dan tatap muka (bauran), serta pendekatan pembelajaran
yang mengintegrasikan antara sains dan teknologi. Berdasarkan uraian yang
telah dipaparkan, peneliti perlu melakukan penelitian dengan judul Pengaruh
Model Blended Learning Berbasis Pendekatan STEM terhadap Keterampilan
Generik Sains (KGS) Peserta Didik pada Materi Hukum Termodinamika.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, terdapat
beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini, yaitu:
1. Metode pembelajaran yang monoton dan tidak melibatkan partisipasi
aktif peserta didik (teacher centered), menyebabkan keterampilan
generik peserta didik menjadi rendah.
2. Pembelajaran yang belum mewadahi milenial dan pemanfaatan TIK
(Teknologi Informasi dan Komunikasi) yang belum maksimal di era
pembelajaran abad 21, menyebabkan peserta didik dan pendidik kurang
melek teknologi.
3. Keterampilan generik sains peserta didik masih tergolong rendah. Hal
tersebut dikarenakan pendidik kurang komunikatif dan interaktif kepada
peserta didik, serta pendidik jarang mengajak peserta didik untuk
mengamati fenomena fisika secara langsung.
C. Pembatasan Masalah
Mengingat banyaknya permasalahan dan luasnya ruang lingkup
pembahasan, serta demi terarahnya penelitian ini maka peneliti perlu
membatasi masalah yang akan diteliti, yaitu:
1. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
blended learning jenis flipped classroom.
2. Pembelajaran online yang akan diterapkan menggunakan aplikasi zoom
cloud meeting.
3. Penelitian ini terbatas pada 9 aspek keterampilan generik sains menurut
Brotosiswoyo (2000), yaitu; pengamatan langsung, pengamatan tidak
langsung, pemahaman tentang skala, bahasa simbolis, kerangka logika
taat azas, konsistensi logis, inferensi logika, pemodelan matematis,
hubungan sebab akibat, dan abstraksi.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, rumusan
masalah dalam penelitian ini secara umum yaitu: “Apakah terdapat pengaruh
model pembelajaran blended learning berbasis pendekatan STEM terhadap
keterampilan generik sains siswa pada materi hukum termodinamika?”
Rumusan umum di atas secara operasional dijabarkan ke dalam beberapa
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan model blended learning
berbasis pendekatan pembelajaran STEM terhadap keterampilan generik
sains peserta didik?
2. Bagaimana peningkatan keterampilan generik sains peserta didik setelah
diberi perlakuan pembelajaran dengan menggunakan model blended
learning?
3. Bagaimana respon siswa terhadap model blended learning berbasis
pendekatan pembelajaran STEM dalam materi hukum termodinamika?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini secara
umum, yaitu: Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran blended
learning berbasis pendekatan STEM terhadap keterampilan generik sains
siswa pada materi hukum termodinamika.
Secara terperinci, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh model blended learning berbasis pendekatan
pembelajaran STEM terhadap keterampilan generik sains siswa.
2. Mengetahui peningkatan keterampilan generik sains siswa setelah diberi
perlakuan pembelajaran dengan menggunakan model blended learning.
3. Mengetahui respon siswa terhadap model blended learning berbasis
pendekatan pembelajaran STEM dalam materi hukum termodinamika.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mendapatkan hasil yang berguna bagi seluruh
pihak yang terlibat diantaranya:
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi penulis, penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk
menempuh dan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, dan sebagai tambahan ilmu pengetahuan dalam
setiap prosesnya.
b. Bagi sekolah, sebagai bahan pertimbangan untuk menerapkan metode
pembelajaran yang efektif dan efisien, untuk meningkatkan mutu
pembelajaran dalam dunia pendidikan di era perkembangan teknologi
seperti saat ini.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, memberikan informasi dan referensi agar dapat
menerapkan model pembelajaran blended learning untuk mengetahui
sejauh mana peningkatan keterampilan generik sains yang sangat
penting untuk masa depan siswa.
b. Bagi siswa, dapat memberikan solusi atas permasalahan dalam
mempelajari materi hukum termodinamika, dan menjadikan siswa
lebih aktif dan progresif dalam kegiatan belajar mengajar.
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN

A. Landasan Teori
1. Model Pembelajaran Blended Learning
a. Definisi Model Pembelajaran
Kata “model” menurut KBBI adalah pola (contoh, acuan, ragam, tiruan,
dsb.) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan.20 Model dapat diartikan
sebagai barang tiruan atau prototype dari benda yang sesungguhnya. Dalam
pengertian lain, model juga bisa diartikan sebagai kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman atau acuan untuk melakukan sebuah kegiatan. 21
Sedangkan pembelajaran, merupakan suatu sistem yang mengatur lingkungan
pembelajaran yang di dalamnya terdiri dari berbagai komponen yang saling
berhubungan satu sama lain. Komponen tersebut meliputi: tujuan, materi,
metode, dan evaluasi.22
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi
pengajar dalam merencanakan pembelajaran. Dengan demikian, aktivitas
pembelajaran merupakan kegiatan yang tersusun secara sistematis dan
memiliki tujuan tertentu.23 Model pembelajaran disusun berdasarkan prinsip
atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan
prinsip-prinsip pembelajaran dan teori-teori psikologis, sosiologis, analisis
sistem, atau teori lain yang mendukung. 24 Model pembelajaran mempunyai

20
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengertian Model, http://kbbi.web.id/model.
Diakses pada 20 September 2020 pukul 22.53 WIB.
21
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013),
hlm. 13.
22
Rusman, Belajar & Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana, 2017), hlm. 84.
23
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2009), hlm. 22.
24
Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru,
(Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2013), hlm. 132.
cakupan yang lebih luas daripada strategi, metode, atau prosedur
pembelajaran. Model pembelajaran memiliki 4 ciri khusus, yaitu:25
1) Rasional teoritis yang logis disusun oleh pendidik.
2) Tujuan pembelajaran yang dicapai.
3) Langkah-langkah mengajar yang diperlukan agar dalam
pelaksanaannya menjadi optimal.
4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat
dicapai.

Model pembelajaran bisa dijadikan sebagai opsi oleh para pendidik


untuk memilih model yang tepat guna bagi peserta didik yang dia hadapi di
kelas, sehingga guru lebih siap ketika tampil di depan kelas, dan tujuan serta
esensi pembelajaran dapat tersampaikan dengan baik. 26

b. Pengertian Blended Learning


Perkembangan teknologi yang tidak bisa diprediksi membawa perubahan
kuat pada sistem pendidikan, sehingga teknologi mempengaruhi cara
berpikir, belajar, dan berinteraksi.27 Era teknologi menuntut kegiatan belajar
mengajar menjadi sangat memerlukan seorang pendidik dan model
pembelajaran yang yang menunjang dan mewadahi peserta didik. Salah satu
model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam perkembangan teknologi
adalah model blended learning. Model pembelajaran blended learning
merupakan sebuah model pembelajaran yang mengkombinasikan atau
menggabungkan berbagai teknologi berbasis web, untuk mencapai tujuan
pembelajaran.28 Selain itu blended learning dapat didefinisikan sebagai
proses belajar yang mengkombinasikan pembelajaran secara tatap muka dan
pembelajaran berbasis elektronik, baik online ataupun offline.29 Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa blended learning adalah kombinasi antara

25
Noer, Khosim, Model-Model Pembelajaran, (Surya Media Publishing, 2017),
hlm. 5
26
Op.cit. hlm. 133.
27
Oktaria, Sheren Dwi, dkk., “Model Blended learning Berbasis Moodle”. (Jakarta:
Halaman Moeka Publishing, 2018), hlm. 5.
28
Driscoll, M., Blended Learning: Let’s Get beyond the Hype. (IBM Global
Services, 2002).
29
Dwiyogo, W. D., Pembelajaran Berbasis Blended Learning, (Depok: Raja
Grafindo Persada, 2018)
pembelajaran tatap muka (metode konvensional, metode ceramah,
penugasan, tanya jawab dan demontrasi), dan pembelajaran secara online (e-
learning) dengan memanfaatkan berbagai media dan teknologi untuk
menunjang proses pembelajaran.
Menurut Rossete (2009), blended learning adalah merupakan
pembelajaran yang mencampurkan pendekatan yang berbeda, misalnya
formal and informal learning, face-to-face and online learning experience,
directed paths and reliance on self-direction or digital references and
collegial connections.30 Apabila ditinjau dari masanya, pencampuran tersebut
memanfaatkan alat yang mumpuni yakni dengan bantuan komputer yang
sifatnya adalah online. Sehingga dengan variasi alat yang akan digunakan,
membuat model blended learning menjadi fleksibel dan dapat meningkatkan
motivasi siswa, terlebih lagi kegiatan belajar mengajar menjadi tidak
monoton karena terjadi interaksi dan partisipasi aktif dari peserta didik. 31
Berikut ini adalah ilustrasi pembelajaran blended learning.

Gambar 2. 1 Ilustrasi pembelajaran Blended Learning

Blended learning dalam kosa kata bahasa Indonesia dapat diartikan


sebagai pembelajaran bauran, dikatakan bauran karena blended learning
memadukan secara harmonis antara keunggulan pembelajaran tatap muka
dengan keunggulan-keunggulan pembelajaran daring (online).32 Dalam

30
Rossert, Allison. & Frazee, R.V., Blended Learning Oppurtunities, (American
Management Assosiation, 2009), www.amanet.org. Diakses pada 15 September 2020 pukul
17. 24 WIB.
31
Ulvia Rahmi, Desain Sistem Pembelajaran Blended Learning: Upaya
Peningkatan Kualitas Pendidkan Indonesia, (Indonesian Scholar Journal. UNP : Padang,
2018).
32
Nurwardani, P., Wahyu, N. S., & dkk., Panduan Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi di Era Industri 4.0 (Edisi 3), (Jakarta: Dirjen Belmawa, 2018).
pembelajaran bauran peserta didik tidak hanya mendapatkan pengalaman
belajar saat didampingi pendidik di kelas ataupun di luar kelas, namun juga
mendapatkan pengalaman belajar yang lebih luas secara mandiri. Penerapan
model blended learning yang tepat dapat mempermudah pendidik dan peserta
didik dalam proses pemahaman beberapa disiplin ilmu yang memungkinkan
dengan mengoptimalkan pengajaran dan belajar yang lebih fleksibel dengan
memanfaatkan peran teknologi.
c. Konsep Model Blended Learning
Sistem pembelajaran dengan model blended learning bersifat fleksibel
karena aktivitas belajar yang dilakukan bergantung pada waktu (time), tempat
(place), jalur (path) dan kecepatan (pace) yang tidak ditentukan, sehingga
tercipta istilah “belajar kapanpun dan dimanapun”. Sementara Allen (2007),
memberikan klasifikasi yang jelas terhadap blended learning, traditional
learning, web facilitated, dan online learning berdasarkan persentase konten
yang disampaikan secara online dan tatap muka. Menurut Allen, online
learning jika lebih dari 80% program kontennya disampaikan secara online
dan dikatakan blended learning apabila 30% - 79% program kontennya
disampaikan secara daring. Blended learning mampu meningkatkan akses
dan fleksibilitas peserta didik, meningkatkan level pembelajaran aktif, dan
mencapai pengalaman, serta hasil belajar peserta didik yang lebih baik.
Sependapat dengan Allen, menurut Nurwardani pembelajaran bauran
bisa dilaksanakan jika materi pembelajaran 30% - 79% dapat dipelajari
peserta didik melalui daring.33 Implementasi pembelajaran harusnya terdapat
koneksi antara tipe pembelajaran dengan presentasi konten secara online.
Sloan (2007) dalam Ronsen, D & Stewart, C., (2015) bahwa terdapat empat
tipe pembelajaran yang disajikan dalam tabel 2.1 berikut:34

33
Ibid.
34
Ronsen, David dan Stewart, Carmine, Blended learning for the Adult Education
Classroom. (Essential Education Corporation, Inc, 2015).
Tabel 2.1 Hubungan Tipe Pembelajaran dengan Proporsi Konten
Online
Proporsi konten
yang Tipe
Deskripsi
disampaikan Pembelajaran
secara online
Pembelajaran tanpa
memanfaatkan fasilitas online,
0% Tradisional karena pembelajaran hanya
berbasis tatap muka atau face to
face di kelas.
Pembelajaran yang
menggunakan teknologi
berbasis web untuk
memfasilitasi pembelajaran
1% - 29% Web facilitated
secara tatap muka. Misalnya,
menggunakan schoology,
google classroom untuk
memposting silabus dan tugas.
Pembelajaran yang
menggambarkan model
campuran (hibrida) yang
benarbenar dicampur, kursus
30% - 79% Blended learning
yang memadukan proses
pemebelajaran secara online
menggunakan e-learning atau
web dan tatap muka.
Pembelajaran yang dilakukan
secara online. Biasanya dalam
Online learning
≥ 80% kursus online atau pembelajaran
atau e-learning
jarak jauh dan tidak ada
pertemuan secara tatap muka

Blended Learning merupakan gabungan yang efektif serta dapat


diterapkan pada lingkungan belajar yang interaktif, baik secara online (e-
learning) maupun konvensional (face to face). Blended learning dapat
meningkatkan hasil belajar peserta didik dan untuk mengatasi masalah
pembelajaran.35 Akan tetapi semua impian tersebut tidak secara langsung
akan tercapai dengan mudah, jika dan hanya jika terjadi penggabungan antara
konten daring dan konvensionalnya tanpa memberikan esensi lebih pada

35
Cheung, W. S, & Hew, K. F, Using Blended learning, Springer Briefs in
Education: Singapore, 2011).
pembelajaran. Untuk mencapai sebuah sistem pembelajaran yang efektif,
blended learning harus mencakup pembelajaran secara asynchronous (waktu
yang berbeda—tempat yang berbeda) atau melalui e-learning secara tidak
langsung dan synchronous (waktu yang sama–tempat yang berbeda) atau
ruang kelas virtual melalui e-learning, dengan adanya kombinasi
asynchronous dan synchronous ini dapat meningkatkan motivasi dan minat
belajar peserta didik serta berdampak pada meningkatnya keterampilan dan
hasil belajar peserta didik.36

d. Klasifikasi Model Blended Learning


Dalam pelaksanaannya model blended learning memiliki beberapa
model praktik yang menyesuaikan dengan situasi dan kondisi kelas.
Klasifikasi model blended learning tersebut disajikan pada Gambar 2. 1
berikut ini:37

Gambar 2. 1 Klasifikasi Model Blended Learning

1) Rotation Model
Pembelajaran ini mengintegrasikan antara e-learning dan face to face di
dalam kelas dengan pengawasan oleh pendidik atau pengajar dengan cara
bergantian sesuai dengan jadwalnya. Pergantian yang dimaksud adalah
terletak pada aktivitasnya, misalnya; diskusi dari kelompok kecil ke

36
Oktaria, Sheren Dwi, dkk. Op.cit., hlm. 8-9.
37
Nurwardani, P. dkk., Loc.cit.
kelompok besar, tutorial individu, tugas/ujian, dan pembelajaran daring.
Model rotasi ini terbagi menjadi 4 sub model, yaitu:38
a) Station Rotation Model: Di dalam model ini, setidaknya terdapat satu
stasiun dengan komponen pembelajaran online, sedangkan stasiun yang
lain menerapkan komponen pembelajaran konvensional. Sehingga, dari
masing-masing kelompok akan mendapatkan giliran yang sama sesuai
dengan jadwal yang sudah ditentukan.

Gambar 2. 2 Ilustrasi Tipe Rotasi Stasiun

b) Lab Rotation Model: Model rotasi ini mirip dengan tipe rotasi stasiun,
namun yang membedakan adalah tempat pelaksanaan pembelajarannya,
yakni di laboratorium. Pertama-pertama peserta didik melakukan
pembelajaran konvensional di dalam kelas, setelah itu dilanjutkan selama
waktu yang ditentukan di laboratorium untuk melanjutkan pembelajaran
yang sebelumnya berlangsung di dalam kelas.

Gambar 2. 3 Ilustrasi Tipe Rotasi Laboratorium

38
Dwiyogo, W. D, Pembelajaran Berbasis Blended Learning. (Depok: Raja
Grafindo Persada, 2018).
c) Flipped Classrom Model: Model ini memiliki tujuan agar peserta didik
dapat dikontrol ketika sudah keluar dari kelas. Pembagian jadwal pada
model ini mencakup tugas-tugas yang dikerjakan di rumah, dengan
intruksi secara online, dan mendiskusikannya dengan pengajar dengan
waktu yang sudah ditentukan. Hal ini dilakukan untuk mendorong
peserta didik untuk belajar menguasai konsep dengan penugasan-
penugasan.

Gambar 2. 4 Ilustrasi Tipe Flipped Classroom

d) Individual Rotation Model: dalam model rotasi ini, peserta didik


menyesuaikan bagaimana peserta didik dapat bergiliran secara individual
antara pembelajaran, di kelas, dan pembelajaran daring.39

Gambar 2. 5 Ilustrasi Tipe Rotasi Individu

39
Jessica, K,B., Brittan, H., Lucas, W., Blended learning: Defining Models and
Examining Conditions to Support Implementation. (Philadelphia Education Research
Consortium (PERC): Philadelphia, 2014).
2) Flex Model
Dalam model ini konten materi disampaikan secara online atau daring,
dimana pengajar berperan sebagai pemberi arahan dan bantuan apabila
peserta didik mengalami kendala dalam prosesnya. Serupa dengan model
rotasi individu, model flex dirancang lebih fleksibel dan tetap menonjolkan
segi kemandirian peserta didik dalam penugasan dan mempelajari konsep
serta praktiknya.40 Yang dimaksud dengan fleksibel dalam model ini adalah
terletak pada konfigurasi sistem pembelajarannya, misalnya seperti;
menggabungkan ruan belajar, laboratorium pembelajaran, kelompok kecil,
dan area sosial.

Gambar 2.6 Ilustrasi Flex Model

3) Self Blend Model


Model ini menggunakan kelas online atau daring yang paling utama,
selain itu bisa dilakukan pembelajaran di dalam kelas atau ruang kelas yang
sudah disediakan di sekolah, seperti seminar, ruang laboratorium, dll. Guru
berperan sebagai pengajar, pemberi arah, dan bimbingan pada saat
pembelajaran daring maupun konvensional.

40
Eleni, C., Eliza, P., Georgia, G., Blended learning methodology: Part of the
GREENT Project Funded by the ERASMUS, (Programme of the European Union, 2016).
Gambar 2.7 Ilustrasi Self Blend Model

4) Enriched Virtual Model


Pembelajaran ini lebih banyak menggunakan komponen pembelajaran
jarak jauh. Sehingga setelah melakukan pembelajaran di sekolah secara tatap
muka, kemudian peserta didik berkesempatan untuk menyelesaikan tugas-
tugas dan sisa materi pembelajarannya dirumah masing-masing.41

Gambar 2.8 Ilustrasi Enriched Virtual Model

e. Tahapan Model Blended Learning


Agar kegiatan belajar mengajar dapat berjalan baik, dalam
pelaksanaannya perlu terdapat sintaks atau langkah-langkah. Pelaksanaan
model ini dapat disesuaikan dengan porsi jam mengajar guru disekolah

41
Eleni, C., Eliza, P., Georgia, G., Blended learning methodology: Part of the
GREENT Project Funded by the ERASMUS. (Programme of the European Union, 2016).
(normal), tidak termasuk waktu pembelajaran secara e-learning di rumah
masing-masing. Oleh karena itu model Ini akan menjelaskan tahapan-tahapan
dalam pelaksanaannya baik secara online atau tatap muka.42
1) Orientasi awal pembelajaran
Tahap awal merupakan kesan pertama yang akan mengendalikan
suasana kelas mulai dari awal sampai akhir pembelajaran. Dengan
orientasi yang baik maka akan timbul motivasi siswa untuk belajar,
sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi esensial.
2) Mempersiapkan siswa
Agar pembelajaran dapat memberikan kesan yang baik, maka
penting bagi pendidik untuk mempersiapkan peserta didik agar
termotivasi dan muncul semangat belajar. Karena dalam pembelajaran
bauran atau blended learning, guru dituntut bisa mengoperasikan
teknologi, berkolaborasi, dan berkomunikasi dalam lingkungan online.
3) Mendukung dan mempertahankan pembelajaran
Pembelajaran harus memiliki jalinan komunikasi yang harmonis
antara pendidik dengan peserta didik. Terkadang peserta didik mudah
jenuh dengan kondisi pembelajaran. Hal ini bisa dilakukan dengan
pemantauan, untuk melacak peserta didik yang berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran online atau tatap muka.
4) Pengelolaan kelas
Untuk mencapai esensi pembelajaran bauran, harus memiliki usaha
lebih untuk memaksimalkannya. Tentunya fokus pendidik bukan hanya
pada satu mekanisme pembelajarannya saja (online atau tatap muka),
melainkan keduanya harus mampu berkolaborasi dan memberikan
motivasi pada peserta didik.

Oktaria, Sheren Dwi, dkk., “Model Blended learning Berbasis Moodle”, (Jakarta:
42

Halaman Moeka Publishing, 2018).


\

Gambar 2.9 Gambaran tahapan model blended learning

5) Evaluasi
Salah satu pemantauan atau tindak lanjut dari pembelajaran adalah
evaluasi, hal tersebut dapat membantu pendidik untuk mengetahui
perkembangan peserta didiknya. Evaluasi banyak sekali macamnya, bisa
menggunakan quiz, ujian, post test, pre test, dll.
f. Manfaat Model Blended Learning
Sebagai suatu model pembelajaran, blended learning pasti memiliki
kekurangan dan kelebihan, berikut ini beberapa manfaat penggunaan model
blended learning, diantaranya:43
1) Blended learning lebih efektif daripada hanya belajar secara tatap
muka atau hanya belajar secara online.
2) Blended learning dapat meningkatkan hasil belajar.
3) Blended learning dapat menjadi cara yang tepat untuk memantau
peserta didik, setelah kegiatan di sekolah. Sehingga, terbangun
motivasi dan semangat belajar pada peserta didik.
4) Blended learning dapat menambah wawasan selain akademik,
melainkan soft skill dari bagaimana cara mengoperasikan teknologi,
serta keterampilan-keterampilan lainnya.
5) Blended learning dapat membuat penugasan menjadi lebih menarik
dan fleksibel, sehingga terjalin komunikasi yang baik antara

43
Ronsen, David dan Stewart, Carmine, Blended learning for the Adult Education
Classroom, (Essential Education Corporation, Inc, 2015).
pengajar dengan murid, serta tercipta suasana belajar yang bisa
dilakukan kapanpun dan dimanapun.
6) Blended learning dapat dijadikan sebagai solusi yang tepat untuk
menutupi pembelajaran yang tidak bisa dilakukan secara tatap muka.
7) Blended learning juga bisa dijadikan sebagai acuan pendidik dalam
mengontrol perkembangan peserta didik, sehingga lebih intensif dan
secara emosional hubungan guru ke murid menjadi sangat baik

Sehingga dengan meningkatkan insight (pemahaman) peserta didik maka


secara berkesinambungan akan membentuk dan menambah pengalaman
belajarnya. Dengan memperhatikan kedua hal tersebut, potensi peserta didik
akan dapat berkembang.44

2. Pendekatan STEM
a. Pengertian Pembelajaran Berbasis Pendekatan STEM
STEM adalah akronim dari science, technology, engineering, dan
mathematics. Kata STEM diluncurkan oleh National Science Foundation AS
pada tahun 1990-an sebagai sebagai tema gerakan reformasi pendidikan
dalam keempat bidang disiplin tersebut untuk menumbuhkan angkatan kerja
pada masing- masing bidang STEM, serta mengembangkan warga negara
yang melek STEM, serta meningkatkan daya saing global AS dalam inovasi
IPTEK.45 Dalam bidang pendidikan STEM dapat dikatakan sebagai sebuah
pendekatan dimana konsep-konsep secara akademis diintegrasikan dengan
masalah atau fenomena pada kehidupan sehari-hari, sehingga peserta didik
dapat membawa sains, teknologi, engineering, matematika ke dalam ranah
tersebut dan menjadi keterkaitan satu sama lain.46 STEM dapat diartikan juga
sebagai meta disiplin di tingkat sekolah dimana guru sains, teknologi, teknik,
dan matematika mengajar pendidikan sebagai satu kesatuan yang dinamis dan

44
Gredler, Margaret E., Learning and Instruction. (Jakarta: Kencana, 2011).
45
Hanover Research, K-12 STEM education overview, (Inovasi pendidikan
tingkatkan daya saing, 2015), Kompas, hlm.12.

46
Lantz, H. B., Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM)
Education. What form? What function? CurrTech Integrations, 2009, hlm.1-11.
tak bisa dipisah-pisahkan.47 Selain itu, STEM sebagai pendekatan
pembelajaran yang mengeksplorasi pembelajaran satu atau lebih bidang
subyek STEM dan atau antara STEM dengan mata pelajaran sekolah lainnya.
Pendidikan dengan menerapkan pendekatan STEM ialah suatu pembelajaran
secara terintegrasi antara sains, teknologi, teknik, dan matematika untuk
mengembangkan kreativitas siswa melalui proses pemecahan masalah dalam
kehidupan sehari.48
Salah satu karakteristik Pendidikan STEM adalah mengintegrasikan
sains, teknonogi, , dan matematika dalam memecahkan masalah nyata.
Namun demikian, terdapat beragam cara yang digunakan dalam praktik untuk
mengintegrasikan disiplin-disiplin STEM, pola, dan derajat keterpaduannya
bergantung pada banyak faktor.49 Jika mata pelajaran sains, teknologi,
engineering, dan matematika diajarkan sebagai empat mata pelajaran yang
terpisah satu sama lain dan tidak terintegrasi, keadaan ini lebih tepat
digambarkan sebagai S-T-E-M daripada STEM.50 Cara kedua adalah
mengajarkan masing-masing disiplin STEM dengan lebih berfokus pada satu
atau dua dari disiplin-disiplin STEM. Cara ketiga adalah mengintegrasikan
satu ke dalam tiga disiplin STEM, misalnya konten engineering
diintegrasikan ke dalam mata pelajaran sains, teknologi, dan matematika.
Cara yang lebih komprehensif adalah melebur keempat disiplin STEM dan
mengajarkannya sebagai mata pelajaran yang terintegrasi atau terhubung,
misalnya konten teknologi, engineering dan matematika dalam sains,
sehingga guru sains mengintegrasikan T, E, dan M ke dalam S. Perhatikan
Gambar 3.1 berikut ini merupakan ilustrasi subjek STEM berdasarkan
porsinya:

47
Brown, R., dkk, Understanding STEM: Current Perceptions. Technology and
Engineering teacher, 2011, Vol. 6, hlm. 5-9.
48
Winarni, J., Siti Zubaidah., & Supriyono K.H., STEM: Apa, Mengapa dan
Bagaimana, (Malang: Pros. Semnas Pend. IPA Pascasarjana, 2016) UM. 21(2), 976-984.
49
Roberts, A., A justification for STEM education. Technology and Engineering
Teacher, 2012, 74(8), hlm. 1-5.
50
Dugger, Jr., W. E. (n.d.)., Evolution of STEM in the United States, 2015,
http://www.iteea.org/Resources/PressRoom/AustraliaPaper.pdf. Diakses pada 15 September
2020 pukul 20.30 WIB.
Gambar 3.1 Ilustrasi Pembelajaran Pendekatan STEM

Sains dan matematika dipandang sebagai mata pelajaran yang berperan


sebagai kendaraan yang mampu mengiringi pendidikan STEM, sebab kedua
mata pelajaran ini merupakan mata pelajaran pokok dalam pendidikan dasar
dan menengah, dan menjadi landasan bagi peserta didik untuk memasuki
karir dalam disiplin-disiplin STEM, yang dipandang fundamental bagi
inovasi teknologi dan produktivitas ekonomi.51 Secara umum (Bybee, 2013)
menyatakan Pendidikan STEM berbeda dengan bentuk pendidikan lainnya
pada hal-hal berikut:52

1) Pendidikan STEM berkaitan dengan mengatasi masalah yang berkaitan


dengan tantangan globalisasi.
2) Pendidikan STEM berkaitan dengan perubahan persepsi mengenai
masalah yang berkaitan dengan lingkungan.
3) Pendidikan STEM berkaitan dengan keterampilan tenaga kerja abad ke-
21 (21st century skills).

Poin-poin tersebut yang menjadikan pembelajaran pendekatan STEM


menjadi berbeda, dimana sebagai salah satu bentuk pendidikan yang paling
sesuai untuk menjawab tantangan masa depan. Karena didalam pembelajaran
pendekatan STEM peserta didik akan dilatih untuk terbiasa menerapkan
subyek STEM terutama sains dan matematika, dimana kedua bidang tersebut

51
Harry Firman, Op.cit. hlm. 9
52
Bybee, R. W., The case for STEM education: Challenges and opportunity,
(Arlington, VI: National Science Teachers Association (NSTA) Press, 2013).
menjadi unsur yang penting bagi kemajuan zaman, dan menarik minat peserta
didik untuk berkarir di bidang STEM.53

b. Konsep dan Tujuan Pembelajaran Berbasis Pendekatan STEM


Penerapan STEM cocok digunakan pada pembelajaran sains. 54
Pembelajaran berbasis STEM dapat melatih siswa dalam menerapkan
pengetahuannya untuk membuat desain sebagai bentuk pemecahan masalah
terkait lingkungan dengan pemanfaatan teknologi. Sains merupakan salah
satu komponen dari STEM yang di dalamnya mengakaji tentang fenomena
alam yang melibatkan observasi dan pengukuran, sebagai wahana untuk
menjelaskan secara obyektif alam yang selalu berubah.55 Terdapat beberapa
domain utama dari sains pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, yakni
fisika, biologi, kimia, serta ilmu pengetahuan kebumian dan antariksa.
Teknologi adalah tentang inovasi-inovasi manusia yang digunakan untuk
memodifikasi alam agar memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia,
sehingga membuat kehidupan lebih baik dan lebih aman. Teknologi membuat
manusia dapat melakukan perjalanan secara cepat, berkomunikasi langsung
dengan orang di tempat yang berjauhan, mendapati makanan yang sehat, serta
alat-alat keselamatan. Enjiniring (engineering) adalah pengetahuan dan
keterampilan untuk memperoleh dan mengaplikasikan pengetahuan ilmiah,
ekonomi, sosial, serta praktis untuk mendesain dan mengkonstruksi mesin,
peralatan, sistem, material, dan proses yang bermanfaat bagi manusia secara
ekonomis dan ramah lingkungan. Selanjutnya, matematika adalah ilmu
tentang pola-pola dan hubungan-hubungan, dan menyediakan bahasa bagi
teknologi, sains, dan engineering.56

Pendidikan STEM tidak bermakna hanya penguatan praksis pendidikan


dalam bidang-bidang STEM secara terpisah, melainkan mengembangkan

53
Adnan, M., Ayob dkk, Memperkasa Pembangunan Modal Insan Malaysia di
Peringkat Kanakkanak: Kajian Kebolehlaksanaan dan Kebolehintegrasian Pendidikan
STEM dalam Kurikulum PERMATA Negara, (Malaysian Journal of Society and Space,
2016), 12(1), hlm. 29-36.
54
Anna, P., STEM Education: Inovasi dalam Pembelajaran Sains, (Bandung:
Seminar Nasional Pendidikan Sains UPI, 2016
55
Rustaman, Y. Nuryani, Pembelajaran Sains Masa Depan Berbasis STEM
Education, (Sumatera Barat: Prosising Seminar Nasional Biologi Edukasi, 2016).
56
Adnan M. Ayob, dkk. Loc.cit.
pendekatan pendidikan yang mengintegrasikan sains, teknonogi, engineering,
dan matematika, dengan memfokuskan proses pendidikan pada pemecahan
masalah yang nyata dalam kehidupan sehari-hari maupun kehidupan
profesi.57 Menurutu Bybee (2013), dalam konteks pendidikan dasar dan
menengah, Pendidikan STEM bertujuan mengembangkan peserta didik yang
melek STEM, diantarnya memiliki:58

1) Pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk mengidentifikasi


pertanyaan dan masalah dalam situasi kehidupannya, menjelaskan
fenomena alam, mendesain, serta menarik kesimpulan berdasar
bukti mengenai isu-isu terkait STEM;
2) Memahami karakteristik fitur-fitur disiplin STEM sebagai bentuk-
bentuk pengetahuan, penyelidikan, serta desain yang digagas
manusia;
3) Kesadaran bagaimana disiplin-disiplin STEM membentuk
lingkungan material, intelektual dan kultural;
4) Mau terlibat dalam kajian isu-isu terkait STEM (misalnya efisiensi
energi, kualitas lingkungan, keterbatasan sumberdaya alam) sebagai
warga negara yang konstruktif, peduli, serta reflektif dengan
menggunakan gagasan-gagasan sains, teknologi, enjiniring dan
matematika.
c. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Pendekatan STEM
Menurut Syukri (2013), langkah-langkah pembelajaran berbasis
pendekatan STEM terbagi menjadi 5, diantaranya yaitu:59
1) Langkah pengamatan (Observe)
Siswa diminta untuk melakukan pengamatan terhadap berbagai
fenomena yang terdapat dalam lingkungan kehidupan sehari-hari yang
mempunyai kaitan dengan konsep sains yang sedang diajarkan. Sebagai

57
National STEM Education Center, STEM Education Network Manual, (Bangkok:
The Institute for the Promotion of Teaching Science and Technology, 2014).
58
Bybee, R. Op.cit. hlm. 5.
59
Muhammad Syukri, dkk., Pendidikan STEM dalam Enterpreneurial Science
Thinking “EsCit” : Satu Perkongsian Pengalam dari UKM Untuk Aceh, (Aceh: ADIC,
2016), hlm. 107.
contoh, misalkan guru ingin mengajarkan topik energi, maka siswa
diminta untuk mencari informasi sebanyak mungkin tentang energi.
Mulai dari apa itu energi, alat-alat kehidupan yang menggunakan sumber
energi dan lain sebagainya.
2) Langkah ide baru (New Idea)
Siswa mengamati dan memperoleh mengenai berbagai macam
fenomena atau produk yang berhubungan dengan topik sains yang
dibahas. Siswa mencari informasi sampai menemukan ide atau produk
yang diingankan. Kemudian, setelah siswa menemukan ide baru tersebut,
siswa mencari dan memikirkan ide baru yang berbeda, baik dari aspek
fungsi, teknologi, cara kerja, dll. Sehingga langkah ini memerlukan
kemahiran, usaha keras dalam menganalisa.
3) Langkah inovasi (Inovation)
Siswa diminta untuk menguraikan hal-hal apa saja yang harus
dilakukan agar ide yang telah dihasilkan pada ide baru sebelumnya dapat
diaplikaiskan dalam kehidupan sehari-hari.
4) Langkah kreasi (Creativity)
Langkah ini merupakan pelaksanaan semua saran dan pandangan hasil
diskusi mengenai ide suatu produk baru yang ingin diaplikasikan.
5) Langkah Nilai (Society)
Langkah terakhir adalah nilai yang dimiliki oleh ide produk yang
dihasilkan oleh siswa bagi kehidupan bermasyarakat. Tentu produk-
produk yang tercipta dapat membantu manusia dan sesama.
3. Zoom Cloud Meeting
a. Pengertian Zoom Cloud Meeting
Zoom meeting atau zoom merupakan aplikasi perangkat lunak (software)
yang memiliki fitur video conference, dimana dapat mempertemukan banyak
orang secara langsung dalam satu waktu di tempat yang berbeda-beda.
Aplikasi zoom sangat efektif sebagai media komunikasi dalam sebuah
jaringan internet yang terkoneksi, sehingga bisa menjadi sebuah solusi
apabila pendidik memiliki halangan dalam menyampaikan pembelajaran
secara tatap muka. Hanya melalui koneksi internet dan melakukan registrasi
pada sebuah website atau mengunduh aplikasinya, bisa langsung terhubung
terhadap sesama pengguna aplikasi.60
b. Tata cara Mengoperasikan Zoom Cloud Meeting
Sebelum mengoperasikannya, langkah pertama adalah melakukan
pengunduhan pada website yang tersedia. Apabila menggunakan gawai
(smartphone) maka bisa mengunduhnya melalui PlayStore. Berikut langkah-
langkah cara mengoperasikan aplikasi zoom cloud meeting, yaitu:61
1) Unduh aplikasi zoom cloud meeting dengan membuka link:
https://zoom.us/download
2) Setelah mengunduh, dapat melakukan registrasi dengan e-mail atau
dengan akun yang sudah disediakan secara otomatis oleh website
(Facebook, Gmail, dan/ membuat akun secara manual), dengan klik
laman berikut: https://zoom.us/signup
3) Buka aplikasi zoom yang sudah selesai diunduh.
4) Maka akan muncul tampilan sign in untuk menghubungkan aplikasi
zoom dengan pengguna. Masukkan e-mail dan password yang sudah
dibuat.
5) Setelah selesai registrasi, muncul tampilan aplikasi zoom yang siap
untuk digunakan setiap fiturnya.
6) Dengan memilih fitur New Meeting pada aplikasi zoom, maka secara
langsung akan bisa memulai aktivitas belajar dengan e-learning.
c. Fitur Zoom Cloud Meeting
Zoom cloud meeting merupakan aplikasi yang dapat menggantikan peran
ruang kelas menjadi ruang belajar online.62 Karena terdapat fitur-fitur atau
perlengkapan yang membantu kegiatan belajar mengajar seperti di sekolah
pada umumnya. Berikut ini merupakan fitur-fitur yang terdapat pada aplikasi

60
Ipan Ripai, Efektivitas Pembelajaran E-commerce dalam Jaringan (Daring)
Berbantukan Aplikasi Zoom Cloud Meeting, (STKIP Muhammadiyah : Kuningan Jawa
Barat, 2018), hlm 2.
61
Zalik Nuryana, Panduan Penggunaan Zoom.us untuk Pembelajaran Online. (FAI
UAD: Yogyakarta, 2020), hlm. 2-4.
62
Op.cit., hal. 3.
zoom yang bisa kita gunakan sebagai pengganti perlengkapan di dalam kelas,
yaitu:63
1) Share materi
2) Upload materi
3) Komunikasi dua arah
4) Record Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
5) Tanya jawab dan diskusi
d. Manfaat Aplikasi Zoom Cloud Meeting
Berikut ini merupakan manfaat dari aplikasi zoom cloud meeting dalam
kegiatan belajar mengajar, diantaranya:64
1) Mempermudah pertemuan secara langsung tanpa harus bertemu
secara fisik.
2) Memudahkan dosen menyampaikan materi pelajaran kepada
mahasiswa.
3) Bisa dilakukan secara langsung dengan bersamaan lebih dari 50
orang.
4) Terdapat banyak fitur yang bisa digunakan mahasiswa untuk
melakukan presentasi.
5) Menyediakan fitur video conference yang akan menampilkan audio
visual seluruh peserta yang join link didalam aplikasi zoom cloud
meeting.
4. Keterampilan Generik Sains (KGS)
a. Pengertian Keterampilan Generik Sains
Keterampilan generik sains merupakan keterampilan yang dapat
diterapkan untuk mempelajari konsep-konsep serta menyelesaikan berbagai
masalah sains.65 Oleh karena itu, keterampilan ini melahirkan keterampilan
lain yang relevan dan membantu peran pendidikan untuk menggaungkan
belajar sepanjang hayat (long life education). Keterampilan generik
merupakan keterampilan yang mampu menunjang keterampilan bekerja lain,

63
Zalik Nuryana, Panduan Penggunaan Zoom.us untuk Pembelajaran Online. (FAI
UAD: Yogyakarta, 2020), hlm. 5-9.
64
Loc.cit.
65
Brotosiswoyo, “Hakekat Pembelajaran Fisika di Perguruan Tinggi”. (Jakarta :
Universitas Terbuka, 2000).
sebab keterampilan generik ini merupakan implementasi dari semua ilmu
pengetahuan yang sudah didapatkan.66 Dalam pelaksanaannya keterampilan
generik sains sangat penting bagi dunia pendidikan, sehingga dianggap
sebagai keterampilan kunci, keterampilan inti (core ability), keterampilan
esensial, dan kemampuan dasar.67
Keterampilan generik sains dapat digunakan dalam berbagai bidang
keilmuan dan fokus. Namun, selain itu keterampilan ini sangat berguna untuk
melanjutkan jenjang pendidikan dan kesuksesan berkarir.68 Keterampilan
generik sains membuka peluang besar di masa depan dalam dunia pekerjaan
dan bidang yang lebih luas.69 Keterampilan generik memiliki tiga ciri,
diantaranya sebagai berikut:70
1) Keterampilan generik yang diteliti dalam dunia kerja sangat
bergantung kepada nilai-nilai dan atribut personal. Sebagai contoh,
keterampilan komunikasi seseorang berkaitan dengan integritas, nilai-
nilai etis, pemahaman terhadap topik, kejujuran, kepercayaan-diri,
serta perhatian terhadap detail dan tindak lanjut.
2) Di dalam dunia kerja, keterampilan generik seringkali beririsan
dengan keterampilan teknis. Sebagai contoh, dalam “menyiapkan
laporan”, seseorang akan menggunakan keterampilan teknis dan
keterampilan generik.
3) Keterampilan generik cenderung “bergantung-konteks”. Sebagai
contoh, perencanaan dan pengkoordinasian bagi kebanyakan tenaga
kerja merupakan keterampilan generik; akan tetapi bagi manajer ini
adalah keterampilan teknis yang melibatkan teknik-teknik
penjadwalan dan aplikasi komputer yang teknis.

66
Khamsah, M. Z., Developing Generic Skills in Classroom Environment:
Engineering Student's Perspective, 2004, (http://web,ctl.utm.my). Diakses pada 23
September 2020 pukul 20.35.
67
Rahman, T et al., Peran Pendidikan dalam Membekali Kemampuan Generik pada
Calon Guru. (UPI: Bandung, 2007).
68
Iwan Permana S., “Mengembangkan Keterampilan Generik pada matakuliah
IPBA”,
(Jurnal Pendidikan Fisika UIN Jakarta, 2013), hlm. 3.
69
Brotosiswoyo. Loc.cit.
70
Professional Standard’s Council, The Nature of Soft Skill, 2004
(http://www.lawlink.nsw.gov.au/). Diakses pada 1 Oktober 2020 pukul 20.00 WIB.
Ciri dari pembelajaran sains erat kaitannya dengan menghafal rumus,
menghafal informasi, dll, tetapi pembelajaran sains yang esensial adalah
pembelajaran yang memanfaatkan informasi dan pengetahuan untuk
mengasah kemampuan berpikir.71 Hal ini selaras dengan Candy (2002),
bahwa kurikulum pendidikan haruslah didesian untuk memberikan
kesempatan bagi peserta didik untuk mengembangkan keterampilan generik
mereka.72

b. Jenis Keterampilan Generik Sains


Berbagai asosiasi dan peneliti telah merumuskan berbagai jenis
keterampilan generik. Hasil rumusan tersebut berbeda-beda, walaupun
beberapa jenis keterampilan generik secara konsisten ada dalam rumusan
mereka. Inggris juga menerapkan keterampilan generik yang disebut juga
keterampilan inti atau keterampilan kunci yang diklasifikasikan menjadi dua
kelompok besar, yakni:73
 Keterampilan dasar, meliputi komunikasi, numerasi, dan penggunaan
teknologi informasi.
 Keterampilan kunci yang lebih luas, meliputi bekerja dengan orang
lain, meningkatkan kinerja dan pembelajaran diri, serta pemecahan
masalah

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) berdasarkan


Kepmenakertrans RI No. 227 tahun 2003 dan No. 69 tahun 2004 menyatakan
bahwa terdapat kompetensi kunci, yakni kemampuan kunci atau generik yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan. Terdapat tujuh
kompetensi kunci tersebut, yakni:74 1) mengumpulkan, mengorganisisr, dan
menganalisis informasi; 2) mengkomunikasikan ide-ide dan informasi; 3)

71
Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
(Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 101
72
Candy, Philip C., Reaffirming a proud tradition: Universities and lifelong
learning. Active Learning in Higher Education, 2000, (http://www.sagepub.com). Diakses
Pada 2 Oktober 2020 Pukul 22.30 WIB.
73
NCVER., Defining Generic Skills-At a Glance, 2003, (http://www.ncver.edu.au).
Diakses pada tanggal 2 Oktober 2020 Pukul 15.45 WIB
74
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. (Jakarta: Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor 239 Tahun 2004 tentang SKKNI Sektor Pariwisata Subsektor
Hotel dan Restoran).
merencanakan pengorganisasian aktivitas-aktivitas; 4) bekerjasama dengan
orang lain dan kelompok; 5) menggunakan ide-ide dan teknik matematika;
memecahkan masalah; dan 6) menggunakan teknologi. Sedangkan menurut
Brotosiswoyo (2000), terdapat sembilan keterampilan generik yang dapat
dikembangkan melalui pengajaran sains, diantaranya: pengamatan langsung;
pengamatan tak langsung; kesadaran tentang skala besaran; bahasa simbolik;
kerangka logika taat asas; inferensia logika; hukum sebab akibat; permodelan
matematika; dan membangun konsep. 75

c. Indikator Keterampilan Generik Sains


Indikator keterampilan generik menurut Brotosiswoyo (2000), seperti
yang dirumuskan dalam Sudarmin (2007) disajikan pada Tabel 5.1 berikut
ini:

Keterampilan Generik
No. Indikator
Sains
a. Menggunakan indera dalam
percobaan.
1. Pengamatan Langsung b. Mencari fakta hasil percobaan.
c. Menemukan persamaan dan
perbedaan.
a. Menggunakan alat ukur dalam
percobaan.
Pengamatan tidak
2. b. Mencari fakta hasil percobaan
Langsung
c. Menemukan persamaan dan
perbedaan.
Kepekaan terhadap skala mikroskopis
3. Kesadaran akan Skala
maupun makroskopik.
a. Mengetahui tentang simbol, kode,
istilah dan lambang.
b. Mengetahui arti secara kuantitatif
satuan dan besaran dari sebuah
4. Bahasa Simbolik persamaan.
c. Menggunakan persamaan dalam
menyelesaikan masalah.
d. Membaca grafik, tabel, kode, serta
lambang.

75
Brotosiswoyo, Loc.cit.
Kerangka Logika Taat
5. Menghubungkan dua aturan secara logis.
Asas
a. Memahami aturan-aturan.
b. Berargumentasi berdasarkan aturan.
Konsistensi c. Menyelesaikan masalah melalui
6.
Logis/Inferensi Logika aturan.
d. Membuat kesimpulan sesuai aturan
/hukum-hukum yang sudah ada.
a. Menghubungkan dua variabel atau
lebih.
7. Hukum Sebab Akibat
b. Memprediksi penyebab terjadinya
gejala alam.
a. Membuat grafik/gambar berdasarkan
masalah.
8. Permodelan Matematika b. Merumuskan masalah.
c. Memberi solusi alternatif cara
menyelesaikan masalah.
9. Membangun Konsep Menambah konsep baru.
Tabel 5. 1 Indikator Keterampilan Generik Sains (Brotosiswoyo, 2020)

5. Kajian Materi Hukum Termodinamika


a. Karakteristik Materi
Termodinamika merupakan salah satu materi fisika yang bersifat abstrak
dan sulit dipahami, karena fenomenanya tidak dapat secara langsung dilihat
oleh siswa. Oleh karena itu, materi termodinamika merupakan materi yang
tepat untuk menguji sejauh mana peningkatan keterampilan generik sains
peserta didik, karena di dalamnya mengandung banyak sekali konsep yang
harus ditelaah dan dipahami.
b. Peta Konsep

Gambar 6. 1 Peta Konsep Termodinamika


c. Uraian Materi
1) Konsep Dasar Termodinamika
a) Sistem
Dalam analisis termodinamika, penting memahami sistem dan
lingkungan. Suatu sistem termodinamika adalah sesuatu yang menjadi pusat
perhatian analisis. Sistem dalam termodinamika terbagi menjad 3 yaitu:
 Sistem terbuka, merupakan sistem yang dimana energi dan massa
dapat keluar dan masuk melewati batas sistem. Sebagian besar mesin
konversi energi memiliki sistem terbuka. Contohnya pemanas air,
turbin, dan kompresor.
 Sistem tertutup, adalah suatu sistem dimana sejumlah energi dapat
keluar dan masuk melewati batas sistem. Namun massa tidak bisa
melewati batas sistem.76 Contoh sederhana dari sistem tertutup
adalah botol yang tertutup.
 Sistem terisolasi, adalah suatu sistem yang tidak memungkinkan
terjadinya perpindahan energi dan massa/kalor.77 Dengan kata lain,
baik energi maupun massa tidak dapat melewati batas sistem.
Contoh sederhana sistem terisolasi adalah termos.
b) Lingkungan
Suatu lingkungan dalam termodinamika adalah daerah sekitar di luar
sistem. Perhatikan Gambar 6.1 dibawah ini:

Gambar 6.2 Sketsa Sistem dan Lingkungan Termodinamika

76
Fathiah Alatas dan Ai Nurlela, Termodinamika (Tangerang: UIN Press, 2015)
hlm. 17-19.
77
Sunardi, dkk. Fisika untuk Siswa SMA/MA Kelas XI, (Bandung: Yrama Widya,
2018) hlm. 167.
c) Usaha
Untuk melakukan usaha pada suatu sistem, maka tenaga kita juga harus
kita lepaskan kepada sistem tersebut. Perhatikan Gambar 6.3 berikut ini:

Gambar 6.3 Proses Mekanik pada Piston

Sebuah tabung yang diisi gas. Luas piston atau penghisap adalah A.
Piston dapat bergeser sebesar ds, ds bisa ke atas atau ke bawah. Tekanan
dalam tabung dapat menggerakkan piston.78 Dengan demikian, usaha adalah
tekanan yang diberikan pada gas yang dipanaskan hingga mengalami
perubahan volume. Usaha dapat dinyatakan dengan;

𝑾 = 𝑷∆𝑽

Keterangan:

𝑊 = usaha/kerja (Joule)

𝑃 = tekanan (Pa)

∆𝑉 = perubahan volume (m3)

2) Hukum Nol Termodinamika


Hukum ke-nol termodinamika berbunyi bahwa, “jika dua buah sistem
yang terpisah berada dalam kesetimbangan termal dengan sistem ketiga
(sistem lain), maka ketiga sistem berada dalam kesetimbangan termal satu
sama lain.” Hukum ini adalah hukum dasar pada termodinamika dan
berfungsi sebagai dasar untuk validasi pengukuran suhu. Namun, hukum ke-
nol tidak sebatas seperti bunyi di atas. Jika kita mengganti sistem ketiganya

78
Dwi Satya Palupi., Suharyanto., dan Karyono, FISIKA Untuk Kelas XI SMA dan
MA Jilid 2, (Pusat Perbukuan Dept. Pendidikan Nasional, 2009), hlm. 278.
dengan termometer, maka hukum ke nol termodinamika bisa dinyatakan
dengan,

“dua sistem berada dalam kesetimbangan termal jika dua buah sistem
memiliki suhu yang sama bahkan ketika kedua sistem tersebut tidak
bersentuhan.”

Hukum ke nol ini pertama kali dirumuskan dan diberi nama oleh R.H Fowler
pada tahun 1931. Prinsip fisika dasar ini dinamai hukum ke-nol karena baru
diakui lebih dari setengah abad setelah perumusan hukum pertama dan kedua
termodinamika. Dinamai hukum ke-nol karena prinsip ini harus telah
mendahului hukum pertama dan kedua termodinamika yang sebelumnya.79

3) Hukum I Termodinamika
Hukum I termodinamika merupakan pernyataan hukum kekekalan
energi.80 Dimana, hukum kekekalan energi berbunyi, “energi tidak dapat
dimusnahkan atau diciptakan, tetapi hanya dapat diubah dari suatu bentuk
energi ke bentuk energi lainnya.”. Dari hukum kekekalan energi ini, kita akan
mengemukakan sebuah hukum penting. Dimana, energi dalam pada suatu
sistem akan naik jika kerja yang dilakukan padanya atau jika kalor yang
ditambahkan pada sistem tersebut. Dan energi dalam pun bisa turun jika kerja
dilakukan oleh sistem atau kalor keluar dari sistem.81 Kalau dibuat ke dalam
bentuk persamaan, maka hukum ke-1 termodinamika akan memiliki rumus
seperti di bawah ini.
𝑸 = ∆𝑼 + 𝑾

Keterangan:

𝑸 = kalor (Joule)
∆𝑼 = perubahan energi dalam (Joule)
𝑾 = usaha/kerja (Joule)

79
Fathiah Alatas., dkk. Op.cit, hlm. 32-33
80
Giancolli, Fisika Edisi Kelima Jilid 1, hlm. 519
81
Ibid.
Ada beberapa proses yang berhubungan dengan usaha, perubahan
volume, suhu, tekanan, dan energi dalam gas. Proses-proses tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut.
(a) Isobarik
Proses isobarik adalah gas dalam ruang tertutup yang mengalami
proses dengan tekanan tetap. Pada tekanan tetap, gas memenuhi
persamaan berikut.82
𝑽𝟏 𝑽𝟐
=
𝑻𝟏 𝑻𝟐
Diagram P – V pada proses isobarik berbentuk garis lurus yang
sejajar dengan sumbu V. Berikut ini Gambar 6.4 merupakan grafik pada
proses isobarik.83

Gambar 6.4 Grafik Proses Isobarik

(b) Isokhorik
Proses isokhorik adalah proses gas dalam ruang tertutup yang
berlangsung pada volume tetap. Pada keadaan volume yang tidak
berubah, gas memenuhi persamaan berikut.84
𝑷𝟏 𝑷𝟐
=
𝑻𝟏 𝑻𝟐
Kurva P – V pada proses isobarik berbentuk garis lurus yang sejajar
dengan sumbu P. Grafik pada proses isokhorik dapat dilihat pada Gambar
6.5 berikut ini.

82
Hari Subagya, Konsep dan Penerapan Fisika SMA/MA Kelas XI, (Jakarta:
Barilmu, 2018) hlm. 211.
83
Dwi Satya Palupi, dkk., Op.cit., hlm. 280.
84
Op.cit., hlm, 211.
Gambar 6.5 Grafik Proses Isokhorik

(c) Isotermik
Proses isotermik adalah proses gas dalam ruang tertutup yang
berlangsung pada suhu tetap. Gas memenuhi persamaan berikut.
𝑷𝟏 𝑽𝟏 = 𝑷𝟐 𝑽𝟐
Grafik pada proses isotermik terlihat bahwa, tekanan berbanding
lurus dengan kebalikan volume, sehingga kurva P-V berbentuk
hiperbola. Grafik pada proses isotermik bisa dilihat pada Gambar 6.6
berikut ini.

Gambar 6.6 Grafik Proses Isotermik

(d) Adiabatik
Proses adiabatik adalah proses gas dalam ruang tertutup yang
berlangsung tanpa pertukaran panas antara sistem dan lingkungan.85
Dengan kata lain, tidak ada kalor yang masuk dan keluar.

85
Hari Subagya, Op.cit., hlm. 212-213
Kurva P-V adiabatik berbentuk hiperbola seperti proses isotermik.
Namun kurva P-V pada proses adiabatik lebih curam. Grafik pada proses
adiabatik bisa dilihat pada Gambar 6.7 berikut

Gambar 6.7 Grafik Proses Adiabatik

4) Hukum II Termodinamika
Hukum II termodinamika berisi pernyataan mengenai proses yang dapat
terjadi di alam maupun yang tidak dapat terjadi di alam. Hukum II
termodinamika dapat dinyatakan dengan berbagai cara, namun memiliki
maksud yang sama.
B. Penelitian yang Relevan
Beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Hermawanto, dkk., (2018), penelitian ini berjudul “Pengaruh Blended
Learning terhadap Penguasaan Konsep dan Penalaran Fisika Peserta
Didik Kelas X”. Penelitian ini dilakukan di kelas X SMA Negeri 1
dengan sampel sebanyak 56 orang, yang terbagi menjadi kelas kontrol
dan eksperimen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penalaran konsep
fisika peserta didik pada kelas eksperimen yang menggunakan model
blended learning lebih tinggi daripada kelas kontrol yang menggunakan
model konvensional.
2. Agus Rohman (2018), penelitian ini berjudul “Mengembangkan
Keterampilan Generik Sains Mahasiwa Guru Fisika Melalui Blended
Learning”. Hasil penelitian menyatakan bahwa penting menyiapkan
guru-guru yang dapat memfasilitasi generasi milenial pada pembelajaran
abad 21. Dimana keterampilan generik sains sangat penting dimiliki oleh
para peserta didik sebagai kemapuan dasar/inti.
3. Suji Ardianti, dkk., (2019), penelitian ini berjudul “Efektivitas Blended
Learning Berbasis Pendekatan STEM Education Berbantuan Schoology
untuk Meningkatkan Critical Thinking Skill pada Materi Fluida
Dinamik”. Penelitian ini dilakukan di SMAN 3 Surabaya dengan sampel
sebanyak 54 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model
pembelajaran blended learning yang dipadukan dengan pendekatan
STEM akan memunculkan esensi dan motivasi dalam belajar, dan
kegiatan pembelajaran menjadi tidak monoton. Sehingga, mampu
meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada materi fluida dinamis.
4. Lestari Lumban Gaol dan Makmur Sirait (2019), penelitian ini berjudul
“The Effect Of Blended Learning Using Schoology Toward Student
Learning Outcomes On Work and Energy Topic in SMAN 1
Perbaungan”. Penelitian ini dilakukan di sekolah SMAN 1 Perbaungan
diantaranya diambil 2 kelas yaitu kelas X MIA 1 sebagai kelas
eksperimen dan X MIA 2 kelas kontrol. Hasil penelitian menunjukkan
terdapat peningkatan hasil belajar peserta didik SMAN 1 Perbaungan.
Dimana hasil belajar setelah diberikan perlakuan pembelajaran blended
learning pada materi gaya dan energy adalah X MIA 1 dengan skor
78.67, sedangkan X MIA 2 dengan skor 63.67. Dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran blended learning meningkatkan hasil pembelajaran
peserta didik.
5. Farah Khoirunnisa (2020), yang berjudul “Pengaruh Model Blended
Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SMA
pada Materi Suhu dan Kalor”. Menyatakan bahwa model pembelajaran
blended learning merupakan model ini mampu meningkatkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik, dimana kemampuan
tersebut sangat dibutuhkan untuk mempersiapkan generasi milenial pada
pembelajaran abad 21.
6. Izatul Azalia (2020), penelitian ini berjudul “The Effects of Ethnoscience
Integrated STEM E-Book Application on Student’s Science Generik
Skills in Chemical Equilibrium Topic”. Penelitian dilakukan di SMAN
12 Semarang, kemudian diambil kelas XI IPA 3 sebagai kelas kontrol
dan kelas XI IPA 4 sebaga kelas eksperimen. Hasil penelitian
menunjukkan terdapat peningkatan terhadap keterampilan generik sains.
Hal ini menunjukkan 95% e-book berbasis pendekatan STEM sangat
membantu meningkatkan keterampilan generik sains peserta didik.
7. Senja Shaldy Gemilang (2020), penelitian ini berjudul “Pengaruh
Pembelajaran Blended Learning Berbasis Pendekatan STEM
Berbantuan Schoology pada Materi Gelombang Bunyi terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik di SMAN 2 Bandar
Lampung”. Penelitian dilakukan di SMA Negeri 2 Bandar Lampung
khususnya pada seluruh kelas XI MIPA, yang terbagi menjadi kelompok
kontrol dan eksperimen. Hasil penelitian membuktian bahwa terdapat
perbedaan setelah diberi perlakuan pembelajaran blended learning
berbasis pendeketan STEM melalui posttest. Nilai menunjukkan bahwa
kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol.
C. Kerangka Berpikir
Sudah berkembang dalam mindset peserta didik bahwa fisika merupakan
mata pelajaran yang sulit untuk dipahami. Fisika merupakan salah satu mata
pelajaran yang notabenenya adalah sains, dimana sains memiliki peran yang
sangat penting dalam proses penciptaan sampai perkembangan teknologi
yang manfaatnya kita bisa rasakan sampai saat ini. Perkembangan teknologi
yang pesat, seharusnya dapat membantu dalam pelaksanaan pembelajaran di
abad 21. Dimana pendidikan harus mampu mencetak generasi yang melek
teknologi dan daya kualitas yang tinggi. Namun, fakta dilapangan berkata
bahwa pendidikan belum menempuh sampai sejauh itu dan juga teknologi
belum hadir membantu pada pelaksanaan pembelajaran. Alhasil, banyak
peserta didik yang belum memaksimalkan potensi keterampilan berpikirnya,
yang mana keterampilan tersebut merupakan inti/dasar sebagai kunci untuk
menentukan jenjang pendidikan dan kesuksesan berkarir. Terdapat 9
indikator keterampilan generik sains yang masih perlu dilatih pada peserta
didik yaitu diantara; pengamatan langsung, pengamatan tidak langsung,
pemahaman tentang skala, bahasa simbolis, kerangka logika taat azas,
konsistensi logis, inferensi logika, pemodelan matematis, dan hubungan
sebab akibat.
Mata pelajaran fisika banyak menerapkan rumus-rumus, perhitungan,
analisis konsep, dllnya, maka apabila metode pembelajaran yang digunakan
cenderung monoton (teacher-centered) maka akan menyebabkan peserta
didik mudah bosan dan jenuh untuk berpartisipasi dalam pembelajaran, selain
itu komunikasi antara pendidik dan peserta didik menjadi pasif. Oleh karena
itu, untuk membangun kegiatan pembelajaran yang esensial dan efektif di era
perkembangan IPTEK abad 21 maka perlu adanya inovasi pada model
pembelajaran yang diterapkan oleh pendidik di kelas. Penerapan model
blended learning dalam kegiatan pembelajaran fisika akan lebih menekankan
partisipasi aktif peserta didik, dan kegiatan pembelajaran menjadi hidup.
Secara tidak langsung peserta didik akan terlatih dan terbiasa dengan
teknologi yang ia gunakan untuk menunjang pembelajarannya.
Namun, model pembelajaran saja tidak cukup untuk memfasilitasi dan
mewadahi generasi milenial di era perkembangan teknologi seperti ini. Maka
dari itu, dengan menerapkan pembelajaran berbasis pendekatan STEM
(Sains, Technology, Engineering, and Mathematic) peserta didik akan lebih
bijaksana dalam menggunakan teknologi, dan dapat memaksimalkan potensi
keterampilan dasar yang masih tersembunyi di dalam dirinya, karena
keterampilan dasar atau keterampilan generik dapat dilatih dan dipelajari oleh
peserta didik. Pendekatan STEM memfokuskan proses pendidikan pada
pemecahan masalah yang nyata, baik dalam kehidupan sehari-hari atau
fenomena yang ada disekitar kita. Sehingga dengan model blended learning
berbasis pendekatan STEM suasana kelas menjadi hidup, interaktif, dan
komunikatif. Selain itu, pembelajaran akan mampu menuntun milenial dalam
memahami konsep fisika yang abstrak dan sulit, salah satunya terdapat pada
materi hukum termodinamika. Kerangka berpikir dapat dilihat pada Gambar
6.7 berikut ini.
Gambar 6.7 Kerangka Berpikir

D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
yang didasarkan pada teori yang relevan, sehingga belum didasarkan pada
fakta empiris yang diperoleh melalui kegiatan pengumpulan data.86 Hipotesis
terbagi menjadi dua, yakni dinamakan sebagai hipotesis kerja (Ha) apabila
hipotesisnya akan diuji berdasarkan rumusan masalahnya. Sebaliknya,
hipotesis nol (Ho) dirumuskan karena teori yang digunakan masih diragukan
kehandalannya.87

86
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2017), hlm. 64.
87
Ibid.
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang sudah diuraikan,
maka hipotesis pada penelitian ini yaitu terdapat pengaruh positif pada model
blended learning berbasis pendekatan STEM terhadap keterampilan generik
sains peserta didik pada materi hukum termodinamika. Sehingga dapat
dirumuskan sebagai berikut:
𝑯𝟎 : 𝝁𝟏 ≤ 𝝁𝟐 = Pembelajaran dengan model blended learning tidak
berpengaruh positif terhadap keterampilan generik sains
peserta didik.
𝑯𝒂 : 𝝁𝟏 ≥ 𝝁𝟐 = Pembelajaran dengan model blended learning
berpengaruh positif terhadap keterampilan generik sains
peserta didik.

Dimana 𝝁𝟏 adalah rata-rata hasil belajar pada kelas eksperimen sedangkan


𝝁𝟐 merupakan rata-rata hasil belajar pada kelas kontrol.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di MAN 11 Jakarta kelas XI semester
genap, pada tahun ajaran 2020-2021 yang berlokasi di Jl. H. Gandun No. 60,
RT.12/RW.08, Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, Daerah Khusus
Ibukota Jakarta.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu
metode eksperimen kuasi atau quasi eksperimen. Metode ini mempunyai
kelompok kontrol, tetapi tidak memiliki fungsi sepenuhnya untuk mengontrol
variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Metode
ini digunakan karena pada kenyataannya sulit untuk kelompok kontrol dalam
sebuah penelitian.88 Dalam hal ini agar tidak menyulitkan suatu kegiatan
administrasi yang ada di sekolah.
C. Desain Penelitian
Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu
nonequivalent control group design yang bertujuan untuk mengetahui
perbandingan keterampilan generik sains peserta didik sebelum dan sesudah
diberi perlakuan dengan menggunakan model blended learning berbasis
pendekatan STEM. Desain penelitian ini melibatkan dua kelompok yaitu
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dimana pemilihan kelompok
penelitian tersebut tidak dipilih secara acak.89
Langkah pertama yang dilakukan adalah sebelum diberi perlakuan
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diberikan pretest terlebih
dahulu untuk mengukur keterampilan generik sains pada konsep hukum
termodinamika. Kemudian, kedua kelompok penelitian tersebut akan diberi
perlakuan yang berbeda. Kelompok eksperimen akan diberi perlakuan
pembelajaran berupa model blended learning berbasis STEM, sedangkan

88
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2017), hlm. 77.
89
Ibid. hlm. 79.
kelompok kontrol diberi perlakuan pembelajaran yang biasanya dilakukan di
sekolah. Setelah diberi perlakuan, kedua kelompok tersebut akan diberikan
posttest untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan sebelum dan sesudah
diberi perlakuan model blended learning berbasis pendekatan STEM
terhadap keterampilan generik sains pada konsep hukum termodinamika.
Desain penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini:
Tabel 3.1 Desain Penelitian Nonequivalent Control Group Design90
Kelompok Pretest Perlakuan Posttest
KE 𝑋1
𝑂1 𝑂2
KK 𝑋2
Keterangan:

KE = Kelompok Eksperimen
KK = Kelompok Kontrol
𝑂1 = Pretest (test awal) yang diberikan sebelum perlakuan yang
diberikan kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
𝑂2 = Postest (test akhir) yang diberikan setelah perlakuan yang
diberikan kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
𝑋1 = Perlakuan yang diberikan kepada kelompok eksperimen, yaitu
berupa pembelajaran model blended learning berbasis
pendekatan STEM
𝑋2 = Perlakuan yang diberikan kepada kelompok kontrol, yaitu tidak
berupa pembelajaran model blended learning berbasis
pendekatan STEM
D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel
bebas (independen) dan variabel terikat (dependen). Variabel bebas adalah
variabel yang memengaruhi atau penyebab munculnya variabel terikat.
Sedangkan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau timbul
karena adanya variabel bebas.91 Dalam penelitian ini terdapat dua variabel
penelitian, yaitu:

90
Ibid.
91
Ibid, hlm. 124
Variabel bebas (independen) : Model blended learning berbasis
pendekatan STEM (Sains, Technology, Engineering, and Mathematics).

Variabel terikat (dependen) : Keterampilan generik sains peserta didik.

E. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dibagi kedalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan,
pelaksanaan, dan akhir penelitian. Berikut adalah penjabaran dari ketiga tahap
tersebut.
1) Tahap persiapan
Tahap persiapan ini terdiri dari, mengikuti agenda seminar proposal;
merumuskan masalah; melakukan studi pendahuluan; menganilisis studi
pendahuluan; menyusun RPP dan bahan ajar; menyusun instrumen
penelitian; uji coba instrumen penelitian; menganalisis, dan merevisi hasil uji
coba instrumen penelitian; serta mengajukan surat izin penelitian.
2) Tahap pelaksanaan
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan penelitian di sekolah. Kemudian
memilih kelompok penelitian yang diantaranya kelas kontrol dan kelas
eksperimen, kemudian dilakukan pengambilan data berupa pretest dan
posttest penelitian terhadap kelompok tersebut.
3) Tahap akhir
Tahap ini dilakukan analisis data dari hasil pelaksanaan
penelitian di sekolah untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dan
melaporkan hasil penelitian.
F. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek atau subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. 92 Selain itu
populasi merupakan jumlah dari keseluruhan objek penelitian yang
karakteristiknya akan diuji.93 Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas
XI di MAN 11 Jakarta Selatan.

92
Ibid, hlm. 80.
93
Pangestu Subagyo dan Djarwanto, Statistika Induktif, (Yogyakarta: BPFE, 2009),
Cet. ke-2, hlm 93.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut.94 Apabila populasi cenderung memiliki jumlah yang sangat
banyak, maka peneliti akan membutuhkan banyak dana, tenaga, dan waktu
untuk mempelajari semua populasi tersebut dipandang perlu melakukan
sampling.95
G. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan teknik sampling purposive yaitu dengan cara pengumpulan
sampel berdasarkan adanya pertimbangan tertentu yang bertujuan agar data
yang diperoleh nantinya bisa lebih representatif.96 Sampel yang dipilih
tergantung pada pertimbangan peneliti sesuai dengan maksud dan tujuan
penelitiannya, biasanya sampel yang dipilih mempertimbangkan
karakteristrik, sifat, dan ciri khusus dari populasinya.
H. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data memiliki tujuan utama dari sebuah penelitian,
yaitu untuk mendapatkan data.97 Dalam penelitian ini, teknik penelitian yang
akan digunakan terbagi menjadi 3 tahap yaitu teknik pengumpulan data
sebelum pembelajaran, ketika pelaksanaan pembelajaran, dan setelah
pembelajaran.
I. Instrumen Penelitian
Instrumen yang akan digunakan pada penelitian ini adalah tes dan nontes.
Adapun penjabarannya sebagai berikut:
1) Instrumen Tes
Instrumen tes yang akan digunakan untuk menganalisis keterampilan
generik sains peserta didik adalah menggunakan soal pilihan ganda (PG) dan
isian (essay) yang mengandung indikator-indikator keterampilan generik
sains versi Brotosiswoyo (2000).

94
Op.cit. hlm. 81.
95
Sugiyono, Op.cit. hlm. 131.
96
Ibid. hlm. 85.
97
Ibid. hlm. 224
Tes yang digunakan tentunya untuk mengukur aspek pengetahuan dan
keterampilan yang telah dikuasai oleh peserta didik.98 Dalam penelitian ini
tes yang digunakan adalah pretest dan posttest. Pretest merupakan tes awal
sebelum dilakukan sebuah treatment pembelajaran, hal ini ditujukan untuk
mengetahui kemampuan awal siswa. Posttest merupakan tes yang dilakukan
setalah peserta didik diberikan treatment. Tes yang digunakan harus valid,
reliabel, dan memiliki tingkat kesukaran serta daya pembeda yang tinggi.
2) Instrumen Nontes
Instrumen nontes yang akan digunakan pada penelitian ini adalah
kuesioner (angket) yang didalamnya berisi pertanyaan-pertanyaan yang
ditujukan untuk mengetahui respon dan informasi dari peserta didik.99
Untuk mengetahui tingkat keakuratan suatu variabel yang sedang diteliti,
maka diperlukan skala pengukuran yang tepat dalam penelitian. Penelitian ini
akan menggunakan skala likert untuk mengetahui sikap, pendapat, dan
persepsi seorang atau sekelompok orang tentang sebuah fenomena.100
J. Teknik Analisis Data
Dalam pengujian hipotesis digunakan statistik parametris yang
mengharuskan data tersebut berdistribusi normal.101 Maka sebelum pengujian
hipotesis, perlu dilakukan uji normalitas data.
1) Uji Normalitas
Uji normalitas data pretest maupun posttest yang digunakan pada penelitian
ini dengan menggunakan uji chi-quadrat dengan langkah perhitungan
sebagai berikut:102
a. Mencari skor terbesar dan terkecil
b. Mencari nilai rentangan (R)
𝑹 = 𝑺𝒌𝒐𝒓 𝒕𝒆𝒓𝒃𝒆𝒔𝒂𝒓 − 𝒔𝒌𝒐𝒓 𝒕𝒆𝒓𝒌𝒆𝒄𝒊𝒍
c. Mencari banyaknya kelas (BK) – Rumus Sturgess

98
Sudaryono, dkk. Penilaian Hasil dan Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosda
Karya, hlm.63
99
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:
Rineka Cipta, cet. XI, 1998), hlm. 140.
100
Sugiyono, Op.cit. hlm. 152.
101
Ibid., hlm. 171.
102
Riduwan, Belajar Mudah Penelitian, (Bandung, Alfabeta, 2011), Cet. 7,
hlm.121-124
𝑩𝑲 = 𝟏 + 𝟑. 𝟑 𝐥𝐨𝐠 𝑵
d. Mencari nilai panjang kelas (i)
𝑹
𝒊=
𝑩𝑲
e. Membuat daftar frekuensi observasi
f. Mencari rata-rata (mean)
∑ 𝒇𝒙𝒊
̅=
𝒙
𝒏
g. Menentukan simpangan baku (standar deviasi)
𝟐
𝒏 ∑ 𝒇𝒙𝒊 𝟐 − (∑ 𝒇𝒙𝒊 )
𝒔= √
𝒏(𝒏 − 𝟏)
h. Membuat data frekuensi yang diharapkan dengan cara:
 Menentukan batas kelas, yaitu angka skor kiri batas
interval pertama dikurangi 0,5 dan kemudian skor kanan
kelas interval ditambah 0,5.
 Mencari nilai Z-score untuk batas kelas interval dengan
rumus:
̅
𝑩𝒂𝒕𝒂𝒔 𝑲𝒆𝒍𝒂𝒔 − 𝒙
𝒁=
𝒔
 Mencari luas 0-Z dari tabel kurva normal dari 0-Z
dengan menggunakan angka-angka untuk batas kelas.
 Mencari luas tiap kelas interval dengan cara
mengurangkan angka-angka 0-Z, yaitu angka baris
pertama dikurangi batas kedua, angka baris kedua
dikurangi baris ketiga dan begitu seterusnya, kecuali
untuk angka yang berbeda pada baris paling tengah
ditambahkan dengan angka pada baris berikutnya.
 Mencari frekuensi yang diharapkan (𝑓𝑒) dengan cara
mengalikan luas tiap interval dengan jumlah responden.
 2
Mencari chi-quadrat hitung (𝑥ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 )
𝒌
𝟐
(𝒇 𝟎 − 𝒇 𝒆 )𝟐
𝒙 =∑
𝒇𝒆
𝒊=𝟏
 2
Membandingkan 𝑥ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 2
dengan 𝑥𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 untuk 𝛼 = 0,05
dan derajat kebebasan (dk) = n-1, dengan kriteria:
2 2
Jika 𝑥ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝑥𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 artinya distribusi data tidak
normal
2 2
Jika 𝑥ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝑥𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 artinya distribusi data normal
2) Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui kesamaan (homogenitas)
beberapa bagian sampel, yakni seragam tidaknya variasi sampel-sampel yang
diambil dari populasi yang sama.103 Uji homogenitas yang digunakan adalah
Uni Fisher dengan rumus berikut:104

𝑺𝟐𝟏
𝑭= 𝟐
𝑺𝟐
dimana

𝟐
𝒏 ∑ 𝒙𝟐𝒊 − (∑ 𝒔𝟏 )𝟐
𝑺 =
𝒏(𝒏 − 𝟏)
keterangan :
𝑆12 = kelompok yang mempunyai variasi besar
𝑆22 = kelompok yang mempunyai variasi kecil

Membandingkan nilai 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 dengan 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 untuk 𝛼 = 0,05 dan


derajat kebebasan (dk) = n-1, dengan kriteria sebagai berikut :
 Jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka 𝐻0 diterima, yang berarti
varians kedua populasi homogen.
 Jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka 𝐻0 diterima, yang berarti
varians kedua populasi tidak homogen.
3) Uji Hipotesis

103
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:
Rineka Cipta, cet. XI, 1998), hlm. 317
104
Nana Sudjana, Metode Statistika-Edisi keenam, (Bandung: Tarsito, 2005), Cet. Ke-
3, hlm. 249.
Setelah dilakukan pengujian distribusi menggunakan uji normalitas dan
homogenitas, maka selanjutnya melakukan uji hipotesis berdasarkan kedua
keadaan tersebut.
 Apabila data populasi berdistribusi normal dan homogen,
pengujian hipotesis statistik yang akan dilakukan menggunakan
rumus uji t: 105
̅̅̅̅
𝑿𝟏 − ̅̅̅̅
𝑿𝟐
𝒕=
𝟏 𝟏
𝑺𝒈𝒂𝒃 √𝒏 + 𝒏
𝟏 𝟐

Dengan nilai 𝑆𝑔𝑎𝑏 sebagai berikut:

(𝒏𝟏 − 𝟏)𝑺𝟐𝟏 + (𝒏𝟐 − 𝟏)𝑺𝟐𝟐


𝑺𝒈𝒂𝒃 = √
(𝒏𝟏 + 𝒏𝟏 + 𝟐)

Keterangan:
t = harga t hitung
̅̅̅
𝑋1 = nilai rata-rata hitung data kelompok eksperimen
̅̅̅
𝑋2 = nilai rata-rata hitung data kelompok control
𝑆12 = varians data kelompok eksperimen
𝑆22 = varians data kelompok kontrol
𝑆𝑔𝑎𝑏 = simpangan baku kedua kelompok
𝑛1 = jumlah siswa pada kelompok eksperimen
𝑛2 = jumlah siswa pada kelompok control

Setelah harga 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 diperoleh, lalu lakukan pengujian


kebenaran kedua hipotesis dengan membandingkan besarnya 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
dan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 . Sebelum menguji hipotesis, terlebih dahulu menetapkan
derajat kebebasannya dengan rumus 𝑑𝑓 = (𝑛1 + 𝑛1 ) − 2. Setelah
itu, nilai df didapat, maka cari harga 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf signifikan
0,05. Kriteria pengujinya adalah sebagai berikut :
 Jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka 𝐻0 diterima dan 𝐻𝑎 ditolak
 Jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka 𝐻𝑎 diterima dan 𝐻0 ditolak

105
Nana Sudjana, Op.cit., h.238-239
 Apabila data populasi berdistribusi normal dan tidak homogen,
maka untuk menguji hipotesisnya digunakan statistik t’ sebagai
berikut:106
̅̅̅̅
𝑿𝟏 − ̅̅̅̅
𝑿𝟐
𝒕′ =
𝒔𝟐 𝒔𝟐
𝑺𝒈𝒂𝒃√𝒏𝟏 + 𝒏𝟐
𝟏 𝟐

dengan :
𝑋1 = rata-rata skor kelompok eksperimen
𝑋2 = rata-rata skor kelompok kontrol
𝑆12 = varians data kelompok eksperimen
𝑆22 = varians data kelompok kontrol
𝑛1 = jumlah siswa pada kelompok eksperimen
𝑛2 = jumlah siswa pada kelompok kontrol
Penentuan uji hipotesis berdasarkan uji t’ didadasarkan pada
Tabel 3.4 berikut”
Rentang Nilai t Kategori
𝒕𝒉𝒊𝒕𝒖𝒏𝒈 > 𝒕𝒕𝒂𝒃𝒆𝒍 𝐻1 diterima dan 𝐻0 ditolak
𝒕𝒉𝒊𝒕𝒖𝒏𝒈 < 𝒕𝒕𝒂𝒃𝒆𝒍 𝐻0 diterima dan 𝐻1 ditolak

4) Uji N-Gain
Gain merupakan selisis antara nilai posttest dan pretest, gain
menunjukkan peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep siswa setelah
pembelajaran yang dilakukan guru. Sedangkan, N-gain (Normal gain)
merupakan uji yang digunakan ketika untuk mengetahui “judgement nilai”
bagaimana hasil peningkatan yang terjadi, apakah tinggi, sedang, atau rendah.
Berikut rumus yang digunakan untuk uji normal gain:107

106
Ibid., h.240-241
107
Yanti Herlanti, Buku Saku Tanya Jawab Seputar Penelitian Pendidikan Sains,
(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h.74.
𝒔𝒌𝒐𝒓 𝒑𝒐𝒔𝒕𝒕𝒆𝒔𝒕 − 𝒔𝒌𝒐𝒓 𝒑𝒓𝒆𝒕𝒆𝒔𝒕
𝑵 − 𝒈𝒂𝒊𝒏 =
𝒔𝒌𝒐𝒓 𝒊𝒅𝒆𝒂𝒍 − 𝒔𝒌𝒐𝒓 𝒑𝒓𝒆𝒕𝒆𝒔𝒕

Untuk mengetahui kategori peningkatan N-gain ddapat dilihat pada


Tabel 3. dibawah ini.
Klasifikasi Kategori
N-gain > 0,7 Tinggi
N-gain 0,3 – 0,7 Sedang
N-gain < 0,3 Rendah

K. Rencana Penelitian

No. Kegiatan Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
1. Penerimaan
Usulan
Proposal
2. Penyusunan
Instrumen
Penelitian
3. Validasi
Instrumen
Penelitian dan
Revisi
4. Pengambilan
Data
Penelitian
5. Analisis Data
6. Penulisan
Laporan Draft
Akhir
7. Penyerahan
Laporan
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M., dkk, Memperkasa Pembangunan Modal Insan Malaysia


di Peringkat Kanakkanak: Kajian Kebolehlaksanaan dan
Kebolehintegrasian Pendidikan STEM dalam Kurikulum PERMATA Negara.
Malaysian Journal of Society and Space, 2016.
Alatas, Fathiah dan Ai, Nurlela. Termodinamika. Tangerang: UIN
Press, 2015.
Arikunto, Suharsimi. ”Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek.” Jakarta: Rineka Cipta, cet. XI, 1998.
Andaara, Mahestha Rastha. “Pengaruh Model Brain Based Learning
berbantuan Website terhadap Kemampuan Kognitif Siswa pada Konsep
Termodinamika”, Skripsi Sarjana Strata satu UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2020.
An Programme for International Student Assesment Result from PISA.
(Paris: OECD Publishing, 2019.
Brotosiswoyo. Hakekat Pembelajaran Fisika di Perguruan Tinggi.
Jakarta: Universitas Terbuka, 2000.
B.S. Brotosiswoyo. “PEKERTI MIPA/Hakikat Pembelajaran Fisika”.
Jakarta: PAU-PPAI Universitas Terbuka, 2000.
Brown, R., Brown J., Reardon, K., dan Merril, C. Understanding
STEM: Current Perceptions. Technology and Engineering Teacher, 2011.
Bybee, R. W., The case for STEM education: Challenges and
opportunity. Arlington, VI: National Science Teachers Association (NSTA)
Press, 2013.
Candy, Philip C., Reaffirming a proud tradition: Universities and
lifelong learning. Active Learning in Higher Education, 2000,
(http://www.sagepub.com). Diakses Pada 2 Oktober 2020 Pukul 22.30 WIB.
Cheung, W. S, & Hew, K. F. Using Blended learning, Springer Briefs
in Education: Singapore. DOI: 10.1007/978-981-287-089-6_1, 2011.
Driscoll, M., Blended Learning: Let’s Get beyond the Hype. IBM
Global Services, 2002.
Dugger, Jr., W. E. Evolution of STEM in the United States, 2015.
http://www.iteea.org/Resources/PressRoom/AustraliaPaper.pdf. Diakses
pada 15 September 2020 pukul 20.30 WIB.
Dwiyogo, W. D. Pembelajaran Berbasis Blended Learning. Depok:
Raja Grafindo Persada, 2018.
Dwi Satya Palupi., Suharyanto., dan Karyono. FISIKA Untuk Kelas
XI SMA dan MA Jilid 2. Pusat Perbukuan Dept. Pendidikan Nasional, 2009.
Eleni, C., Eliza, P., Georgia, G. Blended learning methodology: Part
of the GREENT Project Funded by the ERASMUS. Programme of the
European Union, 2016.
Giancolli, Douglas C. Fisika Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2005.
Gredler, Margaret E. Learning and Instruction. Jakarta: Kencana,
2011.
Jessica, K,B., Brittan, H., Lucas, W. Blended learning: Defining
Models and Examining Conditions to Support Implementation. Philadelphia
Education Research Consortium (PERC): Philadelphia, 2014.
Harry Firman. Pendidikan Sains Berbasis STEM: Konsep,
Pengembangan, dan Peranan Riset Pascasarjana UPI: Bandung, 2015.
Herlanti, Yanti. Buku Saku Tanya Jawab Seputar Penelitian
Pendidikan Sains, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengertian Model,
http://kbbi.web.id/model.
Khamsah, M. Z., Developing Generic Skills in Classroom
Environment: Engineering Student's Perspective, 2004,
(http://web,ctl.utm.my). Diakses pada 23 September 2020 pukul 20.35.
Lantz, H. B. Science, Technology, Engineering, and Mathematics
(STEM) Education. What form? What function? CurrTech Integrations. 2009.
Liliasari. Membangun Keterampilan Berpikir Kritis Indonesia
Melalui Pendidikan Sains Bandung: UPI, 2005.
Maulana, Irfan dan Nana. Implementasi Media Pembelajaran
Berbasis M-Learning Menggunakan Model Blended POE2WE untuk
Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik. Universitas Siliwangi:
Tasikmalaya, 2018.
Majid, Abdul. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2013.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. (Jakarta: Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 239 Tahun 2004 tentang SKKNI
Sektor Pariwisata Subsektor Hotel dan Restoran).
Nanindya Deklara Wardani, Anselmus J.E, Toenlioe, Agus Wedi.
Daya Tarik Pembelajaran Di Era 21 Dengan Blended Learning. JKTP, 2018.
National STEM Education Center. STEM Education Network
Manual. Bangkok: The Institute for the Promotion of Teaching Science and
Technology, 2014.
Noer, Khosim. Model-Model Pembelajaran. Surya Media Publishing,
2017.
Nurwardani, P., Wahyu, N. S., & dkk. Panduan Penyusunan
Kurikulum Pendidikan Tinggi di Era Industri 4.0 (Edisi 3). Jakarta: Dirjen
Belmawa, 2018.
Nuryana, Zalik. Panduan Penggunaan Zoom.us untuk Pembelajaran
Online. FAI UAD: Yogyakarta, 2020.
NCVER. Defining Generic Skills-At a Glance, 2003,
(http://www.ncver.edu.au). Diakses pada tanggal 2 Oktober 2020 Pukul 15.45
WIB
Oktaria, Sheren Dwi, Prof. Dr. C.Asri Budiningsih, Eko Risdianto, M.
Cs. “Model Blended learning Berbasis Moodle”. Jakarta: Halaman Moeka
Publishing, 2018.
Peraturan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia No. 59 Tahun 2014 Pasal 3 Ayat 3 tentang Kurikulum 2013
Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah, hlm. 2.
Permanasari, Anna. STEM Education: Inovasi dalam Pembelajaran
Sains. Bandung: Seminar Nasional Pendidikan Sains UPI, 2016.
Permana S., Iwan. Mengembangkan Keterampilan Generik pada
matakuliah IPBA. Jurnal Pendidikan Fisika UIN Jakarta, 2013.
Professional Standard’s Council, The Nature of Soft Skill, 2004
(http://www.lawlink.nsw.gov.au/). Diakses pada 1 Oktober 2020 pukul 20.00
WIB.
Rahman, T., dkk., Peran Pendidikan dalam Membekali Kemampuan
Generik pada Calon Guru. UPI: Bandung, 2007.
Rahmi, Ulvia. Desain Sistem Pembelajaran Blended Learning:
Upaya Peningkatan Kualitas Pendidkan Indonesia. Indonesian Scholar
Journal. UNP : Padang, 2018.
Ripai, Ipan. Efektivitas Pembelajaran E-commerce dalam Jaringan
(Daring) Berbantukan Aplikasi Zoom Cloud Meeting. STKIP
Muhammadiyah : Kuningan Jawa Barat, 2018.
Riduwan. Belajar Mudah Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2011.
Roberts, A. A justification for STEM education. Technology and
Engineering Teacher, 2012.
Ronsen, David dan Stewart, Carmine. Blended learning for the Adult
Education Classroom. Essential Education Corporation, Inc, 2015.
Rossert, Allison. & Frazee, R.V. Blended Learning Oppurtunities.
American Management Assosiation. www.amanet.org, 2009.
Rusman. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan
Profesionalisme Guru. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2013.
Rusman. Belajar & Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pen
didikan. Jakarta: Kencana, 2017.
Rustaman, Y. Nuryani. Pembelajaran Sains Masa Depan Berbasis
STEM Education. Sumatera Barat: Prosising Seminar Nasional Biologi
Edukasi, 2016.
Subagyo, Pangestu dan Djarwanto. Statistika Induktif. Yogyakarta:
BPFE, 2009.
Sudjana, Nana. Metode Statistika-Edisi keenam. Bandung: Tarsito,
2005.
Sugiyono. “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D”.
Bandung: Alfabeta, 2017.
Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2006.
Subagya, Hari. Konsep dan Penerapan Fisika SMA/MA Kelas
XI.Jakarta: Barilmu, 2018.
Sunardi., et al., Fisika untuk Siswa SMA/MA Kelas XI. Bandung:
Yrama Widya, 2018.
Syukri, Muhammad, Lilia, dan Subahan. Pendidikan STEM dalam
Enterpreneurial Science Thinking “EsCit” : Satu Perkongsian Pengalam
dari UKM Untuk Aceh. Aceh: ADIC, 2016.
Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif - Progresif.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.
UNDP. The Rise of the South: Human Progress in Diverse World.
New York: United Nation Development Programme, 2018. hlm. 148 – 151.
Wena, Made. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu
Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara, 2014.
Winarni, J., Siti Zubaidah., & Supriyono K.H. STEM: Apa, Mengapa
dan Bagaimana. Malang: Pros. Semnas Pend. IPA Pascasarjana, 2016.
Yuniar Fikriani Amalia, Zainuddin, dan Misbah. Pengembangan
Bahan Ajar IPA Fisika berorientasi Keterampilan Generik Sains
menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing di SMP Negeri 13.
Banjarmasin, 2016.
Zulkarnaini. Penerapan Pembelajaran Berbasis Web untuk
Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Generik Sains Siswa
Kelas X SMA pada Materi Suhu dan Kalor. Jurnal Dedikasi Pendidikan, 2018.

Anda mungkin juga menyukai