Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dikalangan peserta didik

masih dianggap sebagai produk, yaitu berupa kumpulan konsep yang harus

dihafal sehingga berdampak pada rendahnya kemampuan peserta didik pada aspek

koognitif (mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi dan

menciptakan). Namun, pada kenyataannya aspek pada tingkat yang tinggi seperti

analisis mengolah masalah mengevaluasi dan menciptakan belum bisa dilatihkan

kepada peserta didik. Peserta didik masih kesulitan dalam menerapkan

pengetahuan yang dimiliki dalam kehidupan sehari–hari.1

Secara umum istilah sains memiliki arti sebagai Ilmu Pengetahuan. Oleh

karena itu, sains didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun

secara sistematis, sehingga secara umum istilah sains mencakup Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS) dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Secara khusus,

istilah sains dimaknai sebagai Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau natural science.

Depdiknas menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan

upaya memahami berbagai fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan

hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-

konsep, prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.2

1
Diyas Sari, Penerapan model problem based learning untuk meningkatkan kemampuan
berfikir kritis siswa. (Yogyakarta, Diss universitas Negri , 2012) h. 1-2
2
Depdiknas, panduan pengembangan pembelajaran IPA secara terpadu. Dirktorat
jendral pendidikan dasar (Jakarta : PEPDIKNAS, 2011), h. 82

1
2

Didalam pendidikan sains terdapat adanya dampak positif dan negatif

dari pesatnya perkembangan sains dan teknologi yang membutuhkan individu-

individu yang dapat memilah dan memilih teknologi yang ramah lingkungan,

dapat mengantisipasi dan mengeleminir dampak-dampak negatif dari

perkembangan sains dan teknologi. Individu diharapkan dapat

menggunakan konsep-konsep dan prinsip-prinsip sains untuk memecahkan

masalah dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Terbentuknya individu-

individu yang berliterasi sains dan teknologi merupakan kebutuhan mutlak.3

National Science Teacher Association (NTSA) menguraikan dua


belas ciri individu yang literasi sains dan teknologi, yaitu: 1)
menggunakan konsep-konsep sains, ketrampilan proses dan nilai apabila
ia mengambil keputusan yang bertanggungjawab dalam kehidupan
sehari-hari, 2) mengetahui bagaimana masyarakat mempengaruhi sains
dan teknologi serta bagaimana sains dan teknologi mempengaruhi
masyarakat, 3) mengetahui bahwa masyarakat mengontrol sains dan
teknologi melalui pengelolaan sumber daya alam, 4) menyadari
keterbatasan dan kegunaan sains dan teknologi untuk meningkatkan
kesejahteraan manusia, 5) memahami sebagaian besar konsep-konsep
sains, hipotesis dan teori sains dan mampu menggunakannya, 6)
menghargai sains dan teknologi sebagai stimulus intelektual yang
dimilikinya, 7) mengetahui bahwa pengetahuan ilmiah bergantung pada
proses-proses inkuari dan teori-teori, 8) membedakan antara fakta ilmiah
dan opini pribadi, 9) mengakui asal usul sains, dan mengetahui bahwa
pengetahuan ilmiah itu tentatif, 10) mengetahui aplikasi teknologi dan
pengambilan keputusan menggunakan teknologi, 11) memiliki
pengetahuan dan pengalaman yang cukup untuk memberi penghargaan
kepada penelitian dan pengembangan teknologi, dan 12) mengetahui
sumber-sumber informasi dari sains dan teknologi yang dipercaya dan
menggunakan sumber-sumber tersebut dalam pengambilan keputusan.4

Literasi IPA merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dikuasai

setiap individu karena hal ini berkaitan erat dengan bagaimana seseorang dapat

memahami lingkungan hidup dan masalah-masalah lain yang dihadapi oleh


3
Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat: Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
Bermuatan Nilai. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2010), h. 102
4
NSTA. Standards for Science Teacher Preparation. (2003).
3

masyarakat modern yang sangat bergantung pada perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, termasuk juga masalah sosial kemasyarakatan. Akan

tetapi, sampai tahun 2011 tujuan dari pendidikan tersebut belum tercapai dengan

baik. Hal ini dapat dilihat dari ”rendahnya hasil survei TIMSS (Trends in

International Mathemathic and Science Study) dan The Programme For

International Student Assesment (PISA) yang menempatkan Indonesia pada

peringkat 10 besar terbawah.”

Berdasarkan hasil survei dari TIMSS pada tahun 2011 dilaporkan bahwa

prestasi belajar IPA siswa kelas VIII di Indonesia berada pada peringkat 40 dari

42 negara peserta TIMSS5, dan Data dari hasil survei PISA, menyatakan bahwa

pada tahun 2009 kemampuan literasi IPA anak-anak Indonesia usia 15 tahun

masing-masing berada pada peringkat 60 dari 65 Negara peserta PISA dengan

skor perolehan 383.6

Kemampuan literasi sains peserta didik Indonesia dipengaruhi oleh banyak

hal, antara lain kurikulum dan sistem pendidikan, pemilihan metode dan model

pengajaran oleh guru, sarana dan fasilitas belajar, sumber belajar, bahan ajar, dan

lain sebagainya. Salah satu faktor yang secara langsung bersinggungan dengan

kegiatan pembelajaran peserta didik yang mempengaruhi rendahnya kemampuan

literasi peserta didik Indonesia adalah pemilihan metode dan model pengajaran

oleh guru.7 Selain itu, kecenderungan pembelajaran IPA pada masa kini hanya

berorientasi pada produk IPA. Hal ini ditunjukan dengan banyaknya peserta didik
5
Utomo, Y.S., Survey Internasional Timss. (2011).
6
Elianur, R. Indonesia peringkat 10 besar terbawah dari 65 Negara peserta PISA.
(November, 2013).
7
Fathurrahman dkk, Analisis bahan ajar fisika SMA kelas IX di kecamatan Indramayu
Utara berdasarkan kategori literasi sains. jurnal inovasi dan pembelajaran fisika, 1, (2014), h. 43-
47
4

yang mempelajari IPA cara menghafal konsep, prinsip, hukum, dan teori.

Akibatnya, dimensi sikap, proses, dan aplikasi tidak dapat tercapai secara optimal.

Oleh karena itu, perlu dilakukan perubahan dalam pembelajaran IPA.8

Pembelajaran sains untuk membangun literasi sains peserta didik dapat

dilakukan dengan pembelajaran yang semuanya bertumpu pada “student active

learning”. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, sudah pasti berpusat

pada proses ilmiah dengan prinsip konstruktivisme.

Salah satu model pembelajaran yang mengusung teori kontruktivisme

adalah model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM).9 Model

Pembelajaran STM dalam pembelajaran sains merupakan perekat yang

mempersatukan sains, teknologi dan masyarakat. pembelajaran dengan model

pembelajaran STM berpengaruh tinggi terhadap peningkatan literasi sains dalam

pembelajaran IPA.10 Isu-isu sosial dan teknologi dimasyarakat merupakan

karakteristik kunci dari STM.11 Isu-isu tersebut dipakai sebagai titik acuan oleh

guru untuk merancang dan mengimplementasikan program pembelajaran. Melihat

dasar pijakan pengembangan model pembelajaran STM tersebut, maka tidak

berlebihan kiranya jika model STM dalam pembelajaran IPA layak dimunculkan

sebagai upaya penguasaan konsep peserta didik.12

8
Depdiknas, panduan pengembangan pembelajaran..., h. 103
9
Permanasari, Pembelajaran Sains : Wahana Potensial Untuk Pembelajaran Soft Skill
Dan Karakter. Jurnal Universitas Lampung, 3, (2011), h.38
10
Eviana dkk, Pengaruh model pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan
literasi sains IPA kelas V SD. Jurnal pendidikan dan pembelajaran, 3, h. 1-13
11
Rai Sujanem, Penerapan Bahan Ajar Yang Berwawasan Pendekatan STM Sebagai
Upaya Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Praktikum Fisiska Dasar, Sikap Ilmiah,
Lerasi Sains, Dan Teknologi Mahasiswa Pendidikan MIPA STKIP Singaraja, Aneka Widya IKIP
Negeri (Singaraja No. 1 Th. XXXV : Cisaat Sukabumi, Januari 2002), h. 124.
12
Rai Sujanem, Penerapan Bahan Ajar..., h. 124.
5

Beberapa hasil penelitian para peneliti sebelumnya yang mengkaji

tentang Perbedaan penerapan model pembelajaran STS dan CTL terhadap

literasi sains dan prestasi belajar IPA yang menjelaskan bahwa

berdasarkan rata-rata N-gain, model STS lebih baik dalam meningkatkan

literasi sains siswa pada materi pencemaran lingkungan dan pemanasan

global.13 Kemudian, Hubungan Keterampilan Berpikir Kritis Dan Literasi

Sains Pada Pembelajaran IPA Terpadu Dengan Model PBM Dan STM

yang menjelaskan bahwa berdasarkan nilai signifikan posttest literasi sains

(LS), kelas PBM lebih rendah nilainya dibandingkan dengan kelas STM,

hal ini membuktikan bahwa model pembelajaran STM lebih baik dalam

meningkatkan lierasi sains siswa.14 Dan Pengaruh Model Pembelajaran

STM Terhadap Penguasaan Materi Dan Keterampilan Pemecahan Masalah

Siswa Pada Mata Pelajaran IPA di MTS yang menjelaskan bahwa model

pembelajaran STM dapat meningkatkan penguasaan siswa terhadap

materi-materi IPA dan siswa lebih dapat meningkatkan keterampilan

pemecahan masalah dalam pembelajaran dibandingkan dengan siswa yang

belajar menggunakan model pembelajaran langsung.15

Oleh karena itu penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah

dipaparkan diatas, penelitian ini membahas tentang Pengaruh model


13
Siti Muhajir dan Eli Rohaeti. Perbedaan penerapan model pembelajaran STS dan CTL
terhadap literasi sains dan prestasi belajar IPA. Jurnal pendidikan matematika dan sains Thn
III,.2 (2015), h. 30-35
14
Galuh Rahayuni, Hubungan Ketermpilan Berpikir Kritis dan Literasi Sains Pada
Pembelajaran IPA Terpadu Dengan Model PBM dan STM., Jurnal penelitian dan pembelajaran
IPA, 2 (2016), h. 8
15
D. Agustin, dkk, Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM)
Terhadap Penguasaan Materi Dan Keterampilan Pemecahan Masalah Siswa Pada Mata
Pelajaran IPA di MTS. Negeri Patas, Jurnal Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, 3,
(2013), h. 23
6

pembelajaran STM dalam meningkatkan literasi sains siswa terhadap

materi pencemaran lingkungan. Penelitian yang akan dilakukan peneliti

bertujuan untuk melihat pengaruh penggunaan model pembelajaran

tersebut guna meningkatkan literasi sains siswa, sehingga penelitian ini

penting untuk dilakukan karena model pembelajaran ini penerapannya

belum pernah dilakukan disekolah yang menjadi lokasi penelitian.

Berdasarkan fakta yang ditemukan oleh peneliti saat melakukan observasi

di MTs Negeri 1 Konsel bahwa permasalahan yang didapatkan yaitu hasil belajar

IPA siswa kelas VII masih sangat rendah karena tedapat ± 50% siswa yang

nilainya belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah di

tentukan yaitu dengan nilai 75. Selain itu siswa masih kurang aktif dan kurang

antusias pada saat pembelajaran berlangsung, pemahaman siswa terhadap materi

masih sangat rendah dikarenakan pada saat proses pembelajaran guru masih

menggunakan pendekatan saintifik dan guru juga kurang memaksimalkan dalam

penggunaan model-model pembelajaran. Mayoritas guru-guru IPA di MTs Negeri

1 Konsel belum menggunakan model pembelajaran yang bersifat konstruktivisme

seperti model pebelajaran STM.16 Sehingga peneliti berkeinginan untuk

melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran STM Dalam

Meningkatkan Literasi Sains Siswa Pada Pembelajaran IPA di MTs Negeri 1

Konsel.”

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam proposal penelitian ini adalah sebagai berikut :

16
Obseravasi, MTS Negeri 1 Konawe selatan. (18 Januari 2019)
7

1) Minat siswa untuk belajar IPA masih rendah.

2) Keaktifan siswa dalam pembelajaran belum optimal.

3) Siswa malu bertanya dan mengeluarkan pendapat.

4) Sebagian besar guru belum mampu menciptakan suasana pembelajaran

yang menyenangkan, sehingga siswa kurang termotivasi dan merasa bosan

dalam melaksanakan pembelajaran IPA.

5) Proses pembelajaran IPA lebih menekankan pada pencapaian tujuan

kurikulum dan menyampaikan materi semata, sehingga menyebabkan

rendahnya penguasaan konsep IPA siswa.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Bagaimana kemampuan literasi sains siswa yang menggunakan model

pembelajaran STM dikelas VII MTsN 1 Konsel ?

2) Bagaimana kemampuan literasi sains siswa yang menggunakan

pendekatan saintifik di kelas VII MTsN 1 Konsel ?

3) Apakah terdapat perbedaan kemampuan literasi sains siswa yang

menggunakan model pembelajaran STM dan pendekatan saintifik pada

materi pencemaran lingkungan dikelas VII MTsN 1 Konsel ?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :


8

1. Untuk mengetahui kemampuan literasi sains siswa yang menggunakan

model pembelajaran STM dikelas VII MTsN 1 Konsel.

2. Untuk mengetahui kemampuan literasi sains siswa yang menggunakan

pendekatan saintifik di kelas VII MTsN 1 Konsel.

3. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan literasi sains siswa yang

menggunakan model pembelajaran STM dan pendekatan saintifik pada

materi pencemaran lingkungan dikelas VII MTsN 1 Konsel.

E. Manfaat penelitian

Manfaat dari penulisan proposal penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis

Memberikan konstribusi secara teori bagi dunia pendidikan dan

memperkaya hasil penelitian yang telah ada dan memberikan gambaran

mengenai Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat

dalam meningkatkan literasi sains siswa di MTs Negeri 1 Konawe

Selatan.

2. Secara praktis

a. Bagi lembaga pendidikan formal (madrasah/sekolah) maupun

informal, penelitian ini dapat memberikan gambaran secara rill

mengenai kondisi pelaksanaan pembelajaran IPA yang berbasis

lingkungan dengan model pembelajaran yang variatif, sehingga

menjadi masukkan untuk mengadakan evaluasi dan pengembangan

pembelajaran IPA kearah yang lebih baik.

b. Bagi siswa
9

a) Meningkatkan kemampuan literasi sains siswa dalam pembelajaran

IPA materi pencemaran lingkungan.

b) Memberikan sesuatu pembelajaran yang variatif sehingga

pembelajaran IPA tidak monoton dan membosankan.

c. Bagi Guru

a) Memberikan referensi bagi guru IPA untuk memperoleh gambaran

penggunaan pembelajaran yang dapat diterapkan pada pokok

bahasan pembelajaran.

b) Memotifasi guru untuk mengembangkan lebih lanjut model

pembelajaran STM.

d. Bagi Institusi

Memberi masukan dalam upaya mengembangkan proses

pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan literasi sains

siswa sehingga meningkatkan sumber daya pendidikan untuk

menghasilkan lulusan yang berkualitas.

e. Bagi peneliti bidang yang sejenis

Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu dasar perbandingan

dan masukkan dalam mengembangkan penelitian selanjutnya.

F. Definisi Operasional

Supaya lebih terarah dan tidak terjadi kekeliruan dan kesalahan penafsiran,

maka perlu dijelaskan mengenai variabel–variabel penelitian ini secara


10

perasional, sehingga data yang dikumpulkan dapat menjawab atau memberi

solusi masalah– masalah penelitian ini, diantaranya yaitu :

1. Pembelajaran IPA terpadu merupakan pembelajaran yang memadukan

beberapa pokok bahasan ilmu pengetahuan alam/konsep ilmiah dalam satu

disiplin atau antar disiplin ilmu yang bersifat holistik, bermakna, dan

autentik, berpusat pada peserta didik dan mengutamakan pembelajaran

melalui pengalaman langsung.

2. Literasi sains merupakan kemampuan seseorang dalam menggunakan

pengetahuan ilmiah dan prosesnya, tetapi ia tidak sekadar memahami alam

semesta, tetapi juga ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan

menggunakannya.

3. Model STM merupakan model pembelajaran yang didasarkan pada

masalah yang membutuhkan penyelidikan autentik yaitu penyelidikan

yang membutuhkan penyelesaian nyata. Dengan mengangkat

permasalahan nyata jika diselesaikan secara nyata, memungkinkan siswa

memahami konsep bukan sekedar menghafal konsep. Hal ini sesuai

dengan pendapat Bruner. “Model pembelajaran STM secara garis besar

ada 4 tahap. Tahap-tahap tersebut, adalah sbb : (1) invitasi (2) eksplorasi

(3) tahap penjelasan dan solusi (4) dan tahap pengambilan tindakan.”

G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan

masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan


11

dalam bentuk kalimat pertanyaan.17 Hipotesis dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1) Model pembelajaran STM lebih baik dari pada pembelajaran

menggunakan pendekatan saintifik dalam meningkatkan literasi sains

siswa pada materi pencemaran lingkungan di kelas VII MTsN 1 Konsel.

2) Terdapat perbedaan yang signifikan literasi sains siswa yang

menggunakan model pembelajaran STM dan pendekatan saintifik pada

materi pencemaran lingkungan di kelas VII MTsN 1 Konsel.

17
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
(Bandung : Alfabeta, cv : 2014). h. 96

Anda mungkin juga menyukai