Anda di halaman 1dari 13

Pandangan Siswa Terhadap Sains, Ilmuwan, dan

Dampak Sosial Terhadap Kehidupan Manusia

DOSEN PENGAMPU:
Sarah Miriam, M.Sc., M.Pd

DISUSUN OLEH:
Kelompok 4
M. Arif ( 2110121110009 )
Noor Aulia Azijah ( 2110121220001 )
Radiyah ( 2110121220013 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2022
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOOGI
MASYARAKAT (STM) TERHADAP HASIL BELAJAR PADA
PENDIDIKAN TEKNOLOGI DASAR (PTD) DITINJAU
DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA

Oleh
NI WAYAN NADI SUPARTINI
NIRM:1029061018

ABSTRAK

Tujuan Penelitian ini untuk) menganalisis :1 Perbedaan hasil belajar PTD


antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran Sains
Teknologi Masyarakat (STM) dengan siswa yang belajar dengan model
pembelajaran Langsung (MPL),2) pengaruh interaksi antara model pembelajaran
dan Motivasi belajar terhadap hasil belajar PTD, 3) Perbedaan hasil belajar PTD
siswa yang belajar dengan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
(STM) dan siswa yang belajar dengan Model pembelajaran Langsung (MPL)
pada siswa yang memiliki motivasi tinggi, dan 4) Perbedaan hasil belajar PTD
siswa yang belajar dengan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
(STM) dan siswa yang belajar dengan Model pembelajaran Langsung (MPL)
pada siswa yang memiliki motivasi rendah.
Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut dilakukan penelitian
eksperimen semu dengan rancangan penelitian The pretest - posttest non-
equivalent control group design. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VII
tahun pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 6 kelas dengan jumlah siswa 255
orang siswa. Sampel penelitian sebanyak 4 kelas diambil dengan cara group
random sampling. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data
motivasi belajar siswa dan data hasil belajar PTD. Data dianalisis dengan gain
skor dan analisis varian (anava) dua jalur.
Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa: 1) Terdapat
perbedaan hasil belajar PTD yang signifikan antara kelompok siswa yang belajar
dengan model pembelajaran STM dan kelompok siswa yang belajar dengan model
pembelajaran langsung (F = 10,608 dan p<0,05), 2) Terdapat pengaruh interaksi
yang signifikan antara model pembelajaran dengan motivasi belajar siswa
terhadap hasil belajar PTD (F = 85,471 dan p<0,05), 3) Terdapat perbedaan hasil
belajar PTD yang signifikan antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran
Sains Teknologi Masyarakat (STM) dengan model pembelajaran Langsung pada
kelompok siswa dengan motivasi belajar tinggi (F = 124,816 dan p<0,05), dan 4)
Terdapat perbedaan hasil belajar PTD yang signifikan antara siswa yang belajar
dengan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) dengan model
pembelajaran Langsung pada kelompok siswa dengan motivasi belajar rendah (F
= 13,050 dan p<0,05).

Kata kunci : Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat, Motivasi


Belajar, Hasil bebelajar PTD

1
I. PENDAHULUAN

Pendidikan adalah kegiatan yang sangat penting, karena dengan pendidikan


setiap manusia mampu mengubah perilaku dan pengetahuan menjadi lebih baik
(Astalini et al, 2018b). Sehingga Pendidikan juga menjadi bagian integral untuk
setiap individu pada suatu bangsa. Kesuksesan pendidikan di suatu negara secara
otomatis juga menunjukkan kemajuan suatu negara. Individu siswa sebagai SDM
berkualitas dapat ditunjukkan dari sisi penguasaan ilmu dan karakter yang dimiliki.
Menurut Islam (2017) pendidikan karakter adalah upaya mendasar dalam
menciptakan situasi belajar untuk memenuhi pengembangan diri siswa yang
dirancang untuk membentuk siswa berkarakter. Sayangnya Pendidikan era
sekarang hanya mengutamakan pada penguasaan aspek keilmuan dan kecerdasan
siswa (Suyitno, 2012). Sehingga pengembangan Kurikulum 2013 saat ini berfokus
pada pendidikan karakter, Salah satu karakter yang perlu dikembangkan oleh
pendidik adalah sikap siswa.

Rahayuni (2016) Literasi IPA merupakan hal sangat penting untuk dikuasai
setiap individu Pamungkas, Subali, & Lunuwih (2017) Pendidikan IPA merupakan
suatu upaya atau proses untuk memberikan pembelajaran kepada setiap peserta
didik agar menguasai & memahami hakikat IPA. Sains (IPA) merupakan objek
pelajaran yang diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat/praktek dalam membantu
siswa untuk memperoleh pemahaman lebih merinci terkait alam sekitar (Istikomah,
Hendrato, Bambang, 2010). Pendidikan sains menjadi penting untuk
pengembangan karakter karena kekentalan muatan etika moral sehingga siswa
relevan dengan ajaran leluhur (Astuti, Sunamo, & Sudarisman, 2012). Melalui
partisipasi siswa, guru sains bertugas untuk meningkatkan pengajaran sains dan
proses pembelajaran di kelas dan sebagai guru sains (STLs) memfasilitasi
pembelajaran profesional di Sekolah (Pringle, Mesa, & Hayes, 2017).
Minat dalam sains memiliki hubungan dan pengaruhnya terhadap prestasi,
pemilihan kelas, pilihan karir, dan pembelajaran seumur hidup. Dengan demikian
minat akan berpengaruh terhadap kebiasaan belajar siswa. Meluangkan dan
menambah waktu belajar bagi siswa dapat meningkatkan penguasaan pengetahuan
materi pelajaran, karena siswa mengulang kembali pembelajaran atau melatih soal-
soal yang diperoleh di kelas secara mandiri di rumah baik secara individu atau
kelompok (Astalini, Kurniawan, & Putri, 2018). Sehingga minat meluangkan atau
2
memperbanyak waktu belajar IPA adalah salah satu kunci sikap positif pada siswa.
Implikasi sosial dari IPA merupakan kemampuan siswa(individu) dalam
menghubungkan dan mengaitkan antara sains dan lingkungan sosial siswa.
Pendekatan sosial siswa menjadi fokus utama dalam Implikasinya pada objek IPA.
Umumnya implementasi implikasi sosial terhadap IPA pada siswa mengutamakan
perilaku/kebiasaan sehari-hari siswa yang dikaitkan dengan konsep IPA(Sains).
Implikasi sosial pada IPA adalah bagian terpenting yang harus dimiliki dan
diterapkan siswa dalam mempelajari IPA (Astalini et al, 2018a). Kemampuan
Implikasi sosial terhadap IPA pada siswa berpengaruh terhadap sikap positif
ataupun sikap negatif siswa terhadap IPA/Sains. Implikasi sosial dari IPA
mempengaruhi sikap positif siswa terhadap IPA. Sebaliknya impliikasi siswa yang
cenderung tidak baik terhadap IPA akan mempengaruhi sikap negatif. Sehingga
dapat disimpulkan implikasi sosial dalam IPA adalah pengaruh/dampak kehidupan
sosial siswa yang ditimbulkan dari pembelajaran IPA (Kurniawan, Astalini, &
Anggraini, 2018).
Minat berkarir atau melanjutkan studi di bidang IPA adalah kecenderungan
setiap individu untuk menentukan masa depannya untuk tetap mendalami sesuatu
yang berkaitan dengan IPA atau tidak. Ketertarikan ini juga mempengaruih
penilaian sikap siswa terhadap Sains/IPA. Keterampilan dalam memutuskan
berkarir sangat penting bagi setiap siswa karena dalam hal ini siswa dituntut
memiliiki kematangan dan menilai dalam pilihan karirnya (Zamroni, 2016).
Mengarahkan minat siswa dalam berkarir di bidang IPA sudah seyogyanya menjadi
tugas utama orang tua dan guru. Menurut Erdogan (2017) sangat penting untuk
melatih guru yang berkualitas yang dapat menemukan potensi pelajar yang
berbakat dan mendukung kemajuan mereka dengan mempertimbangkan sosial-
emosional, pembelajaran dan individu mereka kebutuhan. Didukung oleh Halim et
al (2017) Persepsi positif dari nilai-nilai orang tua terhadap subjek sains mendorong
orang tua untuk mengembangkannya minat anak- anak di bidang sains dan karir
yang berhubungan dengan sains. Dengan demikian mendorong minat setiap siswa
berkarir/melanjutkan studi IPA(sains) di masa mendatanng sangat penting dalam
pertumbubuhan sikap dan kemampuan siswa terhadap IPA.
Sikap siswa terhadap mata pelajaran salah satunya adalah dipengaruhi oleh
kesenangan dalam mempelajari pelajaran tersebut (Pritami, Purwoko, & Savalas,
2014). Kesenangan belajar terhadap IPA menjadi salah satu kunci efektifitas

3
kegiatan belajar & mengajar. Terjadinya proses kegiatan belajar (ranah afektif)
dapat diketahui terhadap tingkah laku peserta didik yang menunjukan adanya
kesenangan belajar (Suchdi, 2008). Kesenangan belajar IPA merupakan
kecenderungan penilaian terhadap pelajaran IPA. Pemahaman konsep sains
menawarkan kepuasan dan kesenangan pribadi siswa yang muncul karena sesudah
memahami dan mempelajari ilmu alam (Ardianto & Rubini, 2016). Dengan
demikian, sikap positif siswa pada IPA tentunya juga dipengaruhi oleh
kesenanganya terhadap objek IPA.
Siswa terhadap pembelajaran (khususnya IPA/Sains) akan memberikan
dampak yang baik & positif terhadap hasil belajar kognitif siswa. Sehingga dapat
disimpulkan penanaman pendidikan karakter terhadap pendidikan IPA(Sains)
memberikan dampak positif. Pendidikan karakter sangat penting diterapkan di
sekolah untuk setiap individu guna mencapai tujuan pendidikan (Pratiwi & Fasha,
2015).

4
II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini tergolong dalam penelitian eksperimen yang menggunakan
desain The Pretest –Posttest Non Equivalent Control Group Design. Populasi
penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Dwijendra Denpasar yang berjumlah
255 orang terdistribusi dalam 6 kelas. Selanjutnya dirandom untuk menentukan
empat kelas untuk sampel penelitian. Dari 4 kelas tersebut dirandom lagi untuk
menentukan 2 kelas sebagai kelas eksperimen dan 2 kelas sebagai kelas kontrol.
Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel independent, variabel
moderator, dan variabel dependent. Variabel independent berupa model
pembelajaran yang terdiri atas model pembelajaran STM dan model pembelajaran
langsung. Variabel moderator adalah motivasi belajar, dipilah menjadi motivasi
belajar tinggi dan motivasi belajar rendah. Sedangkan variabel dependent, yakni
hasil belajar PTD.

Metode yang digunakan adalah teknik pengumpulan data dengan metode


instrumen angket (kuisioner). Angket berisikan pertanyaan-pertanyaan yang
membantu dalam menjawab permasalahan ”Pandangan siswa terhadap sains,
ilmuwan, dan dampak sosial terhadap kehidupan manusia”. Pertanyaan tersebut
ialah

1. Bagaimana pandangan Anda tentang sains?


2. Bagaimana pandangan Anda tentang ilmuwan?
3. Bagaimana pandangan Anda tentang dampak sosial sains terhadap kehidupan
manusia?

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Objek dalam penelitian ini adalah perbedaan hasil belajar PTD sebagai
hasil treatment antara penerapan model pembelajaran STM dan model
pembelajaran langsung serta pengaruh variabel moderator motivasi belajar siswa.
Pengujian keempat hipotesis yang diajukan pada penelitian ini telah menghasilkan
hasil uji hipotesis sebagai berikut. Untuk hipotesis 1, diperoleh harga F (A)hitung =
10,608 sedangkan harga Ftabel = 3,949. Ini berarti bahwa Fhitung lebih besar dari
pada Ftabel pada taraf signifikansi 5%. Dengan demikian, hipotesis nol (H0) yang
menyatakan bahwa “tidak terdapat perbedaan hasil belajar PTD yang signifikan

5
antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran STM dan
kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran langsung”, ditolak.
Sebaliknya hipotesis alternatif (H1) yang menyatakan bahwa “terdapat perbedaan
hasil belajar PTD yang signifikan antara kelompok siswa yang belajar dengan
model pembelajaran STM dan kelompok siswa yang belajar dengan model
pembelajaran langsung”, diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
secara keseluruhan terdapat perbedaan hasil belajar PTD yang signifikan antara
kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran STM dan kelompok
siswa yang belajar dengan model pembelajaran langsung. Skor rata-rata hasil
belajar PTD yang diperoleh kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran
STM yakni 71,078 lebih besar dari rata-rata hasil belajar PTD kelompok siswa
yang mengikuti model pembelajaran langsung yakni 65,013.
Perbedaan hasil belajar PTD secara lebih rinci diuji melalui hipotesis 3
untuk siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan melalui hipotesis 4 untuk
siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Dari pengujian hipotesis 3 didapat
nilai Fhitung = 124,816 sedangkan Ftabel(1;44;0,05) = 4,062. Ternyata Fhitung lebih besar
dari Ftabel sehingga dijadikan dasar untuk menarik kesimpulan, yaitu menolak H 0
yang menyatakan bahwa “tidak terdapat perbedaan hasil belajar PTD antara siswa
yang belajar dengan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM)
dengan model pembelajaran Langsung pada kelompok siswa dengan motivasi
belajar tinggi”. Dengan kata lain, hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan
bahwa “terdapat perbedaan hasil belajar PTD antara siswa yang belajar dengan
model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) dengan model
pembelajaran Langsung pada kelompok siswa dengan motivasi belajar tinggi”,
diterima. Kesimpulannya bahwa terdapat perbedaan hasil belajar PTD antara
siswa yang belajar dengan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
(STM) dengan model pembelajaran Langsung pada kelompok siswa dengan
motivasi belajar tinggi. Rata-rata hasil belajar pendidikan teknologi dasar
kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran sains teknologi masyarakat (
Y A1B1 = 82,698) lebih besar dari kelompok siswa yang mengikuti model

pembelajaran langsung ( Y A2 B1 = 59,416). Hal ini mengindikasikan bahwa dalam


pencapaian hasil belajar PTD, model pembelajaran STM memberikan hasil yang

6
lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran langsung pada siswa yang
memiliki motivasi belajar tinggi
Sedangkan dari pengujian hipotesis 4 didapat nilai Fhitung = 13,050
sedangkan Ftabel(1;44;0,05) = 4,062. Ternyata Fhitung lebih besar dari Ftabel sehingga
dijadikan dasar untuk menarik kesimpulan, yaitu menolak H0 yang menyatakan
bahwa “tidak terdapat perbedaan hasil belajar PTD antara siswa yang belajar
dengan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) dengan model
pembelajaran Langsung pada kelompok siswa dengan motivasi belajar rendah”.
Dengan kata lain, hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan bahwa “terdapat
perbedaan hasil belajar PTD antara siswa yang belajar dengan model
pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) dengan model pembelajaran
Langsung pada kelompok siswa dengan motivasi belajar rendah”, diterima.
Kesimpulannya bahwa terdapat perbedaan hasil belajar PTD antara siswa yang
belajar dengan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) dengan
model pembelajaran Langsung pada kelompok siswa dengan motivasi belajar
rendah. Rata-rata hasil belajar pendidikan teknologi dasar kelompok siswa yang
mengikuti model pembelajaran sains teknologi masyarakat ( Y A1B 2 = 59,459) lebih
kecil dari rata-rata kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran langsung
( Y A2 B 2 = 70,610). Hal ini mengindikasikan bahwa dalam pencapaian hasil belajar
PTD, model pembelajaran langsung memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan model pembelajaran STM pada siswa yang memiliki
motivasi belajar rendah.
Untuk pengaruh interaksi (hipotesis 2), harga FA×B(hitung) = 85,471 dan
harga Ftabel = 3,949. Hal ini berarti nilai FA×B(hitung) lebih besar dari pada nilai Ftabel
pada taraf signifikansi 5%. Dengan demikian, hipotesis nol (H 0) yang menyatakan
“tidak terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara model pembelajaran
dengan motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar PTD”, ditolak. Sebaliknya,
hipotesis alternatif (H1) yang menyatakan bahwa “terdapat pengaruh interaksi
yang signifikan antara model pembelajaran dengan motivasi belajar siswa
terhadap hasil belajar PTD”, diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dengan
motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar PTD.

7
Pertanyaan yang harus dijawab adalah mengapa model pembelajaran STM
memberikan hasil belajar PTD yang lebih baik dari model pembelajaran
langsung?. Pertanyaan ini dijawab dengan penjelasan sebagai berikut. Model
pembelajaran langsung yang secara umum diterapkan oleh guru SMP Dwijendra
Denpasar, cenderung menjadikan suasana pembelajaran sebagai suatu hal yang
bersifat rutinitas, pembelajaran berpusat pada guru, siswa kurang diberikan ruang
dan waktu untuk mengeksplorasi materi pembelajaran yang sedang dibicarakan.
Siswa hanya menerima apa kata gurunya di depan kelas. Guru mendominasi
dalam pembelajaran. Keterlibatan siswa dalam pembelajaran relatif kecil,
sehingga siswa cenderung hanya mengetahui sesuatu dengan pemahaman yang
relatif dangkal. Rasa ingin tahu siswa untuk menemukan sesuatu yang baru dalam
pembelajaran menjadi tertutup. Siswa cenderung pasif dan rasa terpaksa untuk
mengikuti pembelajaran. Terkadang siswa melakukan aktivitas di luar konteks
pembelajaran untuk menghilangkan rasa jenuhnya, atau terkadang berlaku pura-
pura memperhatikan penjelasan guru, pikirannya melayang entah kemana. Bakat
yang terpendam dalam diri siswa relatif tidak tergali. Motivasi siswa untuk belajar
relatif kurang berkembang. Dampaknya adalah pengetahuan siswa menjadi
dangkal, hal itu terukur pada hasil pembelajaran PTD yang diperoleh siswa.
Sedangkan Model STM yang dilaksanakan, pada prinsipnya memberikan
ruang dan waktu kepada siswa untuk mengeksplorasi dan mengelaborasi
pengetahuannya mendalami standar kompetensi maupun kompetensi dasar yang
dibicarakan. Siswa dapat melakukan kegiatan dalam pembelajaran sesuai dengan
potensi yang dimiliki, menumbuhkan rasa ingin tahu, dan memungkinkan
berkembangnya secara maksimal semua potensi dan motivasi tinggi yang terdapat
dalam diri siswa. Sisi positif yang lain dalam model pembelajaran STM ini adalah
pemahaman siswa menjadi lebih dalam karena siswa itu sendiri yang terlibat
secara langsung untuk menemukan sesuatu yang baru. Tugas guru dalam
menerapkan model pembelajaran STM ini adalah mengkemas pembelajaran
menjadi menarik dan menjadi fasilitator bagi siswanya. Guru menyiapkan yang
mesti diberikan kepada siswanya agar mereka menjadi tertantang untuk menggali
dan terus menggali pengetahuan-pengetahuan baru sesuai dengan tuntutan standar
kompetensi dan kompetensi dasar serta indikator yang sudah dituangkan dalam

8
silabus dan RPP yang sudah disusun sebelumya.
Pada awalnya penerapan model STM ini memang relatif sulit diterapkan.
Hal itu disebabkan karena kebiasaan siswa kita relatif disuguhkan dengan model
pembelajaran langsung. Jadi siswa menunggu sampai dengan gurunya
menerangkan apa yang terkandung dalam materi pembelajaran tersebut. Demikian
halnya siswa kelas VII SMP Dwijendra Denpasar saat peneliti melakukan
penelitian, siswa relatif menunggu gurunya untuk menjelaskan materi
pembelajaran secara tuntas dan siswa tidak mau menggali sendiri pengetahuan
baru seperti tuntutan SK–KD. Setelah siswa diberikan motivasi untuk bangkit
yang sudah dikemas dengan baik, dan dengan menggali motivasi tinggi yang
terpendam dalam diri siswa, perlahan-lahan motivasinya timbul untuk menggali
sendiri pengetahuan baru yang terkandung dalam materi pembelajaran. Hasilnya
adalah pemahaman siswa menjadi lebih baik, siswa menjadi lebih bertanggung
jawab dan berani mengambil resiko untuk menggali pengatahuan baru sesuai
dengan tuntutan SK–KD.
Berdasarkan paparan dari hasil penelitian di atas, sangatlah logis siswa kelas VII
SMP Dwijendra Denpasar yang mengikuti model STM memiliki hasil
pembelajaran PTD lebih tinggi dari siswa yang mengikuti model pembelajaran
langsung. Siswa yang mengikuti model pembelajaran STM lebih tertantang untuk
melakukan eksplorasi dan elaborasi dalam pembelajaran. Sehingga pemahaman
siswa menjadi lebih dalam dan lebih lama mengendap di memorinya daripada
siswa yang mengikuti model pembelajaran langsung.

IV. SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian, maka beberapa
simpulan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut. Pertama, terdapat
perbedaan hasil belajar PTD yang signifikan antara kelompok siswa yang belajar
dengan model pembelajaran STM dan kelompok siswa yang belajar dengan model
pembelajaran langsung (F = 10,608 dan p<0,05). Nilai rata-rata hasil belajar PTD
yang diperoleh kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran STM yakni
71,078 lebih besar dari rata-rata hasil belajar PTD kelompok siswa yang
mengikuti model pembelajaran langsung yakni 65,013.

9
Kedua, terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara model pembelajaran
dengan motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar PTD (F = 85,471 dan
p<0,05). Ketiga, terdapat perbedaan hasil belajar PTD yang signifikan antara
siswa yang belajar dengan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
(STM) dengan model pembelajaran Langsung pada kelompok siswa dengan
motivasi belajar tinggi (F = 124,816 dan p<0,05). Rata-rata hasil belajar
pendidikan teknologi dasar kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran

sains teknologi masyarakat (Y A1B1 = 82,698) lebih besar dari kelompok siswa yang

mengikuti model pembelajaran langsung ( Y A2 B1 = 59,416). Keempat, terdapat


perbedaan hasil belajar PTD yang signifikan antara siswa yang belajar dengan
model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) dengan model
pembelajaran Langsung pada kelompok siswa dengan motivasi belajar rendah (F
= 13,050 dan p<0,05). Rata-rata hasil belajar pendidikan teknologi dasar
kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran sains teknologi masyarakat (

Y A1B 2 = 59,459) lebih kecil dari rata-rata kelompok siswa yang mengikuti model

pembelajaran langsung (Y A2 B 2 = 70,610).

10
Daftar Pustaka

Ardianto, D., & Rubini, B. (2016). Literasi sains dan aktivitas siswa pada pembelajaran
IPA terpadu tipe shared.

Astalini, A, Kurniawan, D. A., Kurniawan, N., & Anggraini, L. (2019). Evaluation of


Student’s Attitude Toward Science in Indonesia. Open Journal for Educational
Research,3(1),1-12. https://doi.org/10.32591/coas.ojer.030 1.01001a

Astalini, Kurniawan, D. A., & Putri, A. D. (2018). Identifikasi Sikap Implikasi Sosial
Dari IPA, Ketertarikan Menambah Waktu Belajar IPA, dan Ketertarikan Berkarir di
Bidang IPA Siswa SMP Se-Kabupaten Muaro Jambi. Jurnal Tarbiyah: Jurnal Ilmu
Kependidikan, 7(2), 93-108

Astuti , R., Sunarno, W., & Sudarisman, S. (2012). Pembelajaran Ipa Dengan Pendekatan
Keterampilan Proses Sains Menggunakan Metode Eksperimen Bebas Termodifikasi Dan
Eksperimen Terbimbing Ditinjau Dari Sikap Ilmiah Dan Motivasi Belajar Siswa. Jurnal
INKUIRI, 51-59.

Erdogan, S. C. (2017). Science Teaching Attitudes and Scientific Attitudes of Pre-service


Teachers of Gifted Students. Journal of Educational and Practice, 8(6), 164-170.

Halim, L., Rahman, N. A., Zamri, R., & Mohtar, L. (2017). The role of parents in
cultivating children's interest towards science learning and careers. Journal of Sciences,
1-7.

Islam, S. (2017). Karakteristik Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan


Multidimensional Melalui Implementasi Kurikulum 2013. Jurnal Edureligia. 1(1), 89-
101.

Istikomah, H., Hendratto, S. & Bambang, S. (2010). Penggunaan Model Pembelajaran


Group Investigation Untuk Menumbuhkan Sikap Ilmiah Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika
Indonesia, 6(2010), 40-43.

Pamungkas, A., Subali, B., & Lunuwih, S. (2017). Implementasi Model Pembelajaran
IPA Berbasis Kearifan Lokal untuk Meningkatkan kreativitas dan Hasil Belajar Siswa.
Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 118-127.

Pratiwi, U. & Fasha, E. F. (2015). Pengembangan Instrumen Penilain HOTS berbasis


Kurikulum 2013 terhadap Sikap Disiplin. Jurnal Penelitian dan Pembelajaran IPA, 1 (1),
123-142.

11
Pringle, P. M., Mesa, J., & Hayes, L. (2017). Professional Development for Middle
School? Journal of Science Teacher Education, 57-72.

Pritami, S. E., Purwoko, A. A. & Savalas, L. R. T. (2014). Hubungan Iklim Kelas dan
Sikap Siswa Terhadap Pelajaran Kimia dengan Prestasi Belajar Kimia Siswa Kelas XII
IPA SMA Negeri Se- Kota Mataram Tahun Pelajaran 2012/2013. Jurnal Pijar MIPA,
9(2), 73-77

Rahayuni, G. (2016). Keterampilan Berpikir Kritis dan Literasi Sains Pada Pembelajaran
IPA Terpadu dengan Model PBM. ejournal.kopertis10.or.id/index.php/curricula/index

Suchdi, Darmiyati. (2008). Humanisasi Pendidikan Menemukan Kembali Pendidikan


yang Manusiawi. Jakarta: Bumi Aksara

Suyitno, I. (2012). Pengembangan Pendidikan Karakter Dan Budaya Bangsa


Berwawasan Kearifan Lokal. Jurnal pendidikan karakter, 1-13.

12

Anda mungkin juga menyukai