TEORI KONSTRUKTIVISTIK
Disusun Oleh:
Kelompok 4
M. Arif (2110121110009)
Radiyah (2110121220013)
BANJARMASIN
2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3
A. Pengertian Teori Belajar Kontruktivistik..........................................................3
B. Pendapat Ahli Tentang Teori Belajar Kontruktivistik.....................................4
C. Proses Belajar Menurut Teori Belajar Kontruktivistik....................................6
D. Implikasi Teori Belajar Kontruktivistik.............................................................8
E. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Kontruktivistik..............................8
BAB III PENUTUP........................................................................................................10
A. Kesimpulan.........................................................................................................10
B. Saran...................................................................................................................10
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama ini proses belajar hanya bertumpu kepada pendidik sebagai sumber
utama, sehingga peserta didik kurang terlibat dalam pembelajaran, karena peserta
didik dikatakan belajar apabila mereka mampu mengingat dan menghafal
informasi atau pelajaran yang telah disampaikan. Pembelajaran seperti ini tidak
akan membuat peserta didik menjadi aktif, mandiri dan mengembangkan
pengetahuannya berdasarkan pengalaman belajar yang telah mereka lakukan.
Sedangkan seiring kemajuan zaman dan teknologi, dibutuhkan SDM (Sumber
Daya Manusia) dengan karakteristik yang baik.
Karakteristik manusia masa depan yang dikehendaki adalah manusia-
manusia yang memiliki kepekaan, kemandirian, tanggung jawab terhadap resiko
dalam mengambil keputusan, dan mengembangkan segenap aspek potensi melalui
proses belajar untuk menemukan diri sendiri dan menjadi diri sendiri.
Teori belajar konstruktivistik merupakan pembelajaran yang menekankan
pada proses dan lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide
peserta didik. Teori ini juga memandang kebebasan sebagai penentu keberhasilan
belajar. Pengetahuan menurut teori konstruktivistik bukanlah kumpulan fakta dari
suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif
seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya. Sehingga dalam
upaya membangun sumber daya manusia di masa depan yang peka, mandiri, dan
tanggung jawab serta memiliki potensi yang tinggi bisa tercapai. Dengan kata lain,
pendidikan ditantang untuk memusatkan perhatian pada terbentuknya manusia
masa depan yang memiliki karakteristik sesuai harapan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Teori Belajar Kontruktivistik?
2. Bagaimana pendapat ahli tentang Teori Belajar Kontruktivistik?
3. Bagaimana proses belajar menurut Teori Belajar Kontruktivistik?
4. Bagaimana implikasi Teori Belajar Kontruktivistik?
5. Apa saja kelebihan dan kekurangan Teori Belajar Kontruktivistik?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Teori Belajar Kontruktivistik
2. Mengetahui pendapat ahli tentang Teori Belajar Kontruktivistik
3. Mengetahui proses belajar menurut Teori Belajar Kontruktivistik
1
4. Mengetahui implikasi Teori Belajar Kontruktivistik
5. Mengetahui kelebihan dan kekurangan Teori Belajar Kontruktivistik
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Dalam penerapan teori Kontruktivistik dalam konteks pembelajaran adalah
seperti guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan
beberapa waktu kepada siswa untuk meresponsnya. Misalnya ketika dalam
pembelajaran fisika, guru memberikan pertanyaan mengenai “ bagaimana bunyi
yang terdapat dalam Hukum III Newton “ ? kemudian setelah mendapatkan
pertanyaan dari guru tersebut maka tindakan siswa selanjutnya adalah merespons
pertanyaan tersebut dengan menjawabnya dari berbagai sudut pandang yang
berbeda-beda. Sehingga dengan cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa
merespon atau menjawabnya maka hal tersebut akan mendorong siswa dalam
membangun sebuah keberhasilan daalam belajar dengan kemantapan konsep yang
didapatkannya tersebut.
4
skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang
sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan.
2. Konstruktivisme Sosial
Konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa
belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun
fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam
konteks sosial budaya seseorang. Dalam penjelasan lain mengatakan bahwa inti
konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang
penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.
Beberapa ahli konstruktivisme yang terkemuka berpendapat bahwa
pembelajaran yang bermakna itu bermula dengan pengetahuan atau pengalaman
sedia ada murid. Rutherford dan Ahlgren berpendapat bahawa murid mempunyai
ide mereka sendiri tentang hampir semua perkara, di mana ada yang betul dan ada
yang salah. Jika kepahaman dan miskonsepsi ini diabaikan atau tidak ditangani
dengan baik, kepahaman atau kepercayaan asal mereka itu akan tetap kekal
walaupun dalam pemeriksaan mereka mungkin memberi jawaban seperti yang
dikehendaki oleh guru. John Dewey menguatkan lagi teori konstruktivisme ini
mengatakan bahawa pendidik yang cekap harus melaksanakan pengajaran dan
pembelajaran sebagai proses menyusun atau membina pengalaman secara
berterusan. Beliau juga menekankan kepentingan penyertaan murid di dalam
setiap aktivitas pengajaran dan pembelajaran.
Berbeda dengan konstruktivisme kognitif dimana anak cenderung lebih
bebas mengkonstruk sendiri pengetahuannya dan peran guru yang akhirnya kabur
dan tidak jelas sebagai pengajar. Sebaliknya, konstruktivisme sosial yang
dipelopori Vygotsky mengedepankan pengkonstruksian pengetahuan dalam
konteks sosial sehingga peran guru menjadi jelas dalam membantu anak mencapai
kemandirian. Dari Piaget ke Vygotsky ada pergeseran konseptual dari individual
ke kolaborasi, interaksi sosial, dan aktivitas sosiakultural. Pengertian belajar
menurut konstruktivisme sosial adalah proses perubahan perilaku yang terjadi
sebagai akibat munculnya pemahaman baru yang dibangun dalam konteks sosial
sebelum menjadi bagian pribadi individu.
Menurut Santrock (2008) salah satu asumsi penting dari konstruktivisme
sosial adalah situated cognition yaitu ide bahwa pemikiran selalu ditempatkan
(disituasikan) dalam konteks sosial dan fisik, bukan dalam pikiran seseorang.
Konsep situated cognition menyatakan bahwa pengetahuan dilekatkan dan
dihubungkan pada konteks di mana pengetahuan tersebut dikembangkan. Jadi
idealnya, situasi pembelajaran diciptakan semirip mungkin dengan situasi dunia
nyata. Dari uraian di atas maka secara garis besar perbedaan antara
konstruktivisme kognitif dan konstruktivisme sosial sebagai berikut:
5
Tabel 1. Perbedaan antara konstruktivisme kognitif dan konstruktivisme sosial
6
bagian terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya
gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah lain, dapat
dikatakan bahwa hakekatnya kendala belajar sepenuhnya ada pada siswa.
Paradigma konstruktivisme memandang siswa sebagai pribadi yang sudah
memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal
tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh
karena itu meskipun kemampuan awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak
sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar
pembelajaran dan pembimbingan.
3. Peranan Guru
Dalam belajar kostruksi guru atau pendidik berperan membantu agar
proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa untuk membentuk
pengetahuaanya sendiri. Guru dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau
cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-
satunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemampuannya.
Peranan guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendali, yang meliputi;
a) Menumbuhkan kamandirian dengan menyediakan kesempatan untuk
mengambil keputusan dan bertindak.
b) Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak dengan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa.
c) Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar
siswa mempunyai peluang optimal untuk latihan.
4. Sarana belajar
Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar
adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Segala
sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya
disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Siwa di beri kebebasan untuk
mengungkapkan pendapat dan pemikiranya tentang sesuatu yang di hadapinya.
Untuk menyampaikan pengalaman yaitu menyajikan bahan kepada murid-murid
yang sekiranya tidak mereka peroleh dari pengalaman langsung. Ini dapat di
lakukan dengan melalui film, TV, rekaman suara, dan lain-lain. Hal ini merupakan
pengganti pengalaman yang langsung.
5. Evaluasi
Pandangan konstruktivisme mengemukakan bahwa lingkungan belajar
sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap
realitas, kontruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada
pengalaman.
7
D. Implikasi Teori Belajar Kontruktivistik
Menurut Karli H dan Margaretha (2004) Implikasi dari teori konstruktivisme
meliputi empat tahapan, yaitu: apersepsi, eksplorasi, diskusi dan penjelasan
konsep serta pengembangan konsep dan aplikasi. Berikut penjelasan tahap-tahap
model konstruktivisme:
1. Apersepsi, pada tahap ini siswa didorong untuk mengemukakan pengetahuan
awalnya tentang konsep yang dibahas. Bila perlu guru memancing dan
memberikan pertanyaan-pertanyaan tentang fenomena yang sering terjadi dalam
kehidupan sehari-hari dengan mengaitkan konsep yang dibahas. Siswa diberi
kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengilustrasikan pemahamannya tentang
konsep.
2. Eksplorasi, pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan
menemukan konsep melalui pengumpulan data dalam suatu kegiatan yang telah
dirancang oleh guru kemudian secara berkelompok didiskusikan dengan
kelompok lain.
3. Diskusi dan penjelasan konsep. Pada tahap ini saat siswa memberikan
penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan
penjelasan guru, sehingga siswa tidak ragu-ragu lagi tentang konsepnya.
4. Pengembangan dan aplikasi. Pada tahap ini guru berusaha menciptakan iklim
pembelajaran. Yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman
konseptualnya, baik melalui kegiatan atau pemunculan dan pemecahan masalah-
masalah yang berkaitan dengan isu-isu di lingkungan.
8
d) Pembelajaran konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk
mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri
dengan menggunakan berbagai konteks.
e) Pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan
gagasan mereka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan
siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
f) Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif
yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan
menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
2. Kelemahan:
a) Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil
konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ahli sehingga
menyebabkan miskonsepsi.
b) Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri,
hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan
penanganan yang berbeda-beda.
c) Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah
memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreativitas siswa.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
Pembelajaran konstruktivisme adalah pembelajaran yang lebih menekankan pada
proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam
mengkonstruksi pengalaman. Proses belajar jika dipandang dari pendekatan
kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar
ke dalam diri siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada
pengalamannya melalui prosesnya asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada
pemutahkiran struktur kognitifnya.
Kegiatan pembelajaran yang selama ini berlangsung, yang berpijak pada
teori behahioristik banyak di dominasi oleh guru. Guru menyampaikan materi
pelajaran melalui ceramah, dengan harapan siswa dapat memahaminya dan
memberikan respon sesuai materi yang diceramahkan. Pembelajaran
konstruktivisme membantu siswa menginternalisasi dan mentransformasi
informasi baru. Tranformasi terjadi dengan menghasilkan pengetahuan baru yang
selanjutnya akan membentuk struktur kognitif baru.
B. Saran
Dari makalah kami ini, kami berharap para pembaca mampu
memanfaatkannya sebagai sumber belajar untuk menambah wawasan dan
pemgetahuan.
10
DAFTAR PUSTAKA
11