Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

TEORI-TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVIS

Disusun Oleh : Kelompok 3

Inez Yuniar ( 2020.01.099 )

Dosen Pengampu : Ani Nafisah, M.Pd.I

INSTITUT AGAMA ISLAM AL-QUR’AN AL-ITTIFAQIAH

INDRALAYA OGAN ILIR SUMATERA SELATAN

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya Kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul Teori-Teori Belajar Konstruktivis .

Adapun penyusunan makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna,
untuk itu kami menghanturkan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan dalam
makalah ini. Kami pun berharap pembaca makalah ini dapat memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada kami agar dikemudian hari kami bisa membuat
makalah yang lebih baik lagi.

Indralaya, November 2022

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 1
C. Tujuan..................................................................................................................... 1
BAB II ................................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 2
A. Pengertian Konstruktivis ...................................................................................... 2
B. Teori-Teori Belajar Konstruktivis ....................................................................... 4
1. Teori Individual Cognitive Constructivist ...................................................... 5
2. Teori Sociocultural Constructivist ................................................................... 7
BAB III ............................................................................................................................... 9
PENUTUP .......................................................................................................................... 9
A. Kesimpulan............................................................................................................. 9
B. Saran ....................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sebenarnya pandangan konstruktivis ini bukanlah hal baru, akan tetapi
merupakan penggabungan dari berbagai pendekatan (Bednar, dkk, dalam
Duffy & Jonassen, 1992). Fosnot (1996) Mengatakan Konstruktivisme adalah
teori tentang pengetahuan dan belajar, yang menguraikan tentang apa itu
“mengetahui” (knowing) dan bagaimana seseorang “menjadi tahu” (comes to
know).

Konstruktivis memandang ilmu pengetahuan bersifat non-objective,


temporer, dan selalu berubah. Hal ini sesuai dengan pendapat radical
constructivists yang menyatakan bahwa pengetahuan itu terbentuk dalam
struktur kognisi si pembelajar, bukan berada secara terpisah di luar diri si
pembelajar.

Paparan diatas memberikan sedikit gambaran mengenai teori


konsruktivis tetapi gambaran tersebut masih terbatas dan samar. Oleh karena
itu, dalam makalah ini akan dibahas dari berbagai pandangan mengenai teori-
teori belajar konstruktivis.

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian Teori Belajar Konstruktivis ?


2. Teori-Teori Belajar Konstruktivis ?

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui pengertian Konstruktivis.


2. Untuk Mengetahui Teori-Teori Belajar Konstruktivis.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konstruktivis

Konstruktivisme adalah proses membangun atau Menyusun


pengetahuan baru dalam stuktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.
Pengetahuan itu terbentuk bukan dari objek semata, akan tetapi juga dari
kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang
diamatinya. Menurut Konstruktivisme, Pengetahuan itu memang berasal dari
luar akan tetapi di kostruksi dalam diri seseorang. Oleh sebab itu tidak bersifat
statis akan tetapi bersifat dinamis. Tergantung individu yang melihat dan
mengkonstruksinya. Teori konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran
yang bersifat generative, yaitu Tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
dipelajari.1

Fosnot (1996) Mengatakan Konstruktivisme adalah teori tentang


pengetahuan dan belajar, yang menguraikan tentang apa itu “mengetahui”
(knowing) dan bagaimana seseorang “menjadi tahu” (comes to know).
Konstruktivis memandang ilmu pengetahuan bersifat non-objective, temporer,
dan selalu berubah. Pengetahuan selalu mengalami perubahan sejalan dengan
proses asimilasi dan akomodasi, karena itu guru harus memberikan kesempatan
pada si pembelajar untuk membangun konsep yang akurat tentang pengetahuan
tersebut (Rumel Hart & Norman dalam Sulton, 1998).

Dari perspektif konstruktivisme, belajar dipandang sebagai : “Learning


is view as a self regulatory process of struggling with the conflict between
existing personal models of the world and discrepant new insight, constructing
new representation and models of reality as a human meaning-making venture
with culturally developed tols and symbols, and further negotiating such
meaning through cooperative social activity, discourse and debate”. (Belajar

1
Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), hlm.34

2
suatu proses pengaturan dalam diri seseorang yang berjuang dengan konflik
antara model pribadi yang telah ada dan hasil pemahaman yang baru tentang
dunia ini sebagai hasil konstruksinya, manusia adalah makhluk yang membuat
makna melalui aktivitas sosial, dialog, dan debat).

Dengan demikian, belajar menurut konsruktivis dapat dirumuskan


sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkret, melalui aktivitas
kolaboratif, refleksi dan interpretasi. Aktivitas yang demikian memungkinkan
si pembelajar memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan
tergantung pada pengalamannya dan perspektif yang dipakai dalam
menginterpretasikannya. Pembelajaran merupakan aktivitas pengaturan
lingkungan agar terjadi proses belajar, yaitu interaksi si pembelajar dengan
lingkungannya.

Inti dari kegiatan pembelajaran dalam hal ini adalah penataan


lingkungan belajar. Lingkungan belajar berarti tempat di mana si pembelajar
dapat bekerja sama dan saling mendukung satu sama lain, sebagaimana mereka
menggunakan berbagai sarana dan sumber informasi dalam mencapai tujuan
belajar dan aktivitas pemecahan masalah (Wilson, 1996). Sedangkan tujuan
belajar menurut konstruktivis adalah menanamkan pada diri si pembelajar rasa
tanggung jawab dan kemandirian, mampu mengembangkan studi,
penyelidikan dan pemecahan masalah nyata, kebermaknaan dan berdasarkan
situasi nyata, dan menggunakan aktivitas belajar dinamik yang dapat
meningkatkan pada level operasi tingkat tinggi.

Menurut Eggen dan Kauchak (1997), ada empat ciri teori konstruktivis,
yaitu :

1. Dalam proses belajar, individu mengembangkan pemahaman sendiri,


bukan menerima pemahaman dari orang lain,
2. Proses belajar sangat tergantung pada pemahaman yang telah dimiliki
sebelumnya,
3. Belajar difasilitasi oleh interaksi sosial,

3
4. Belajar yang bermakna (meaningful learning) timbul dalam tugas-tugas
belajar yang autentik.2

Prinsip teori ini antara lain :

1. Pembelajaran sosial : peserta didik belajar melalui interaksi dengan orang


dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.
2. Zona perkembangan terdekat : peserta didik lebih mudah belajar konsep
jika konsep itu berada pada zona perkembangan terdekat mereka.
3. Pemagangan kognitif : peserta didik secara bertahap memperoleh keahlian
melalui interaksinya dengan orang lain yang telah menguasai bidangnya.
4. Scaffolding : peserta didik diberikan tugas tugas kompleks, sulit dan
realitas untuk kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk
menyelesaikan tugas tugas tersebut.

Pembelajaran konstruktivisme menekankan pada proses pembelajaran,


bukan mengajar. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu
proses, bukan menekankan hasil. Menurut teori konstruktivisme sosial,
pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri dan tidak dapat dipindahkan dari guru
ke murid, kecuali hanya dengan keaktivan murid sendiri untuk menalar. Peran
guru hanya sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses
konstruksi berjalan lancar.3

B. Teori-Teori Belajar Konstruktivis

Dari berbagai pandangan konstruktivis yang ada, ada dua pandangan


yang mendominasi, yaitu Individual Cognitive Constructivist dan
Sociocultural Constructivist.

2
Prof. Dr.Nyayu Khodijah, S.Ag., M.Si., Psikologi Pendidikan, (Depok : PT RajaGrafindo Persada,
2019), hlm. 80-81
3
Dr.Halim Purnomo, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta : LP3M UMY, 2019), hlm. 60-61

4
1. Teori Individual Cognitive Constructivist

Teori ini dikemukakan oleh Jean Piaget (1977). Teori ini berfokus
pada konstruksi internal individu terhadap pengetahuan (Fowler,
Moshman, dalam Eggen & Kauchak, 1997). Pengetahuan tidak berasal
dari lingkungan sosial, akan tetapi interaksi sosial penting sebagai stimulus
terjadinya konflik kognitif internal pada individu (Eggen & Kauchak,
1997). Cognitive Constructivist menekankan pada aktivitas belajar yang
ditentukan oleh pembelajar dan berorientasi penemuan sendiri. Misalnya,
guru matematika yang menggunakan perspektif ini akan berpandangan
bahwa anak akan belajar fakta matematika lebih efektif jika mereka
menemukan fakta tersebut sendiri atas dasar apa yang telah mereka
ketahui, dibandingkan jika fakta tersebut disajikan oleh guru. Dengan
demikian, belajar merupakan proses reorganisasi kognitif secara aktif
(Duffy dan Cunningham, 1996).

Untuk Menggambarkan pengetahuan, Piaget menggunakan salah


satu dari tiga istilah yaitu : scheme, konsep dan struktur. Sebuah scheme
dapat berbentuk fisik atau mental dan bisa digambarkan sebagai tindakan
atau proses yang digunakan secara berulang-ulang oleh seorang anak
untuk mencapai tujuan atau mengatasi masalah. Berbeda dengan scheme,
Konsep hanya dimiliki oleh anak-anak yang sudah cukup besar dan orang
dewasa dan dibentuk dengan cara abstraksi terhadap objek dan situasi yang
berbeda-beda. Struktur adalah sesuatu yang memiliki bentuk dan isi.
Bentuk Struktur pengetahuan merupakan organisasi pandangan-
pandangan.

Teori ini juga mengemukakan tahap-tahap perkembangan pribadi


serta pertambahan umur yang memengaruhi kemampuan belajar individu.
Menurut Piaget, perkembangan kapasitas mental memberikan
kemampuan-kemampuan mental baru yang sebelumnya tidak ada. Dalam
hal ini, perkembangan kognitif manusia melalui 4 (empat) tahap, yaitu :

5
1) Tahap sensori motoris (0-2 tahun), dimana anak belum
mempunyai konsepsi tentang objek secara tetap. Ia hanya dapat
mengetahui hal-hal yang ditangkap melalui indranya ;
2) Tahap preoperasional (2-7 tahun), dimana anak mulai timbul
perkembangan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal
yang dapat dijumpai ;
3) Tahap operasional konkret (7-11 tahun), di mana anak telah
dapat berpikir konkret ;
4) Tahap operasional formal (11-15 tahun), dimana anak telah
mempunyai pemikiran abstrak pada bentuk-bentuk yang
kompleks.

Piaget memelopori gagasan konstruktivisme Menurutnya, bahwa


ekpose anak-anak pada dunia sekitarnya dan aktivitas-aktivitas mereka
menyebabkan mereka menciptakan rintisan mental ke arah pandangan
yang dikembangkan lebih utuh. teori Piaget merupakan teori dominan
perkembangan kognitif dalam lapangan psikologi perkembangan dan
pendidikan.

Implikasi teori Piaget dalam praktek Pendidikan dinyatakan dalam


bentuk dua prinsip (Byrnes, 1996), yaitu:

1) Agar siswa mampu menciptakan stuktur mental mereka,


pertamanya harus diinternalisasikan schema-schema Tindakan
dengan melaksanakannya secara berulang-ulang untuk mencapai
suatu tujuan ; dan
2) Berpikir pada tiap level perkembangan memiliki ciri yang unik
karenanya perlu dipertimbangkan ketika mendesain program
Pendidikan.4

4
Prof. Dr.Nyayu Khodijah, S.Ag., M.Si., Psikologi Pendidikan, (Depok : PT RajaGrafindo
Persada, 2019), hlm. 81-83

6
2. Teori Sociocultural Constructivist

Teori ini dikemukakan oleh Lev Vygotsky (Bruning dkk.,1995).


Teori ini berpandangan bahwa pengetahuan berada dalam konteks sosial,
karenanya ditekankan pentingnya Bahasa dalam belajar yang timbul dalam
situasi-situasi sosial yang berorientasi pada aktivitas (Eggen dan Kauchak,
1997). Menurut Vygotsky, anak-anak hanya dapat belajar dengan cara
terlibat langsung dalam aktivitas-aktivitas bermakna dengan orang-orang
yang lebih pandai. Dengan berinteraksi dengan orang lain, anak
memperbaiki pemahaman dan pengetahuan mereka dan membantu
membentuk pemahaman tentang orang lain. Strategi-strategi pembelajaran
yang didasarkan pada teori Vygotsky ini menempatkan pembelajar dalam
situasi dimana bahan pelajaran yang diberikan berada dalam jangkauan
perkembangan mereka. Berkaitan dengan ini, Vygotsky mengemukakan
sebuah konsep yang disebut Zone of Proximal Develoment (ZPD). ZPD
adalah level kecakapan melebihi apa yang dapat dilakukan sendiri oleh
anak didik dan menunjukkan rentang tugas belajar yang dapat dikerjakan
jika dibantu oleh orang dewasa atau teman sebaya yang berkompeten.

Menurut Eggen dan Kauchak (1997), penerapan ZPD dalam


pembelajaran mencakup tiga tugas, yaitu: (1) Pengukuran, (2) Pemilihan
akitivitas belajar, dan (3) Pemberian dukungan pemebelajaran untuk
membantu siswa melalui zonanya secara berhasil. Pengukuran ZPD
dilakukan dengan mengukur kemampuan siswa dalam memahami masalah
yang realistic, proses ini disebut asssessment dinamik. Hal yang diukur
mencakup kemampuan berpikir, pengetahuan yang dimiliki, minat dan
toleransi terhadap ambigusitas.

Tugas kedua adalah menyesuaikan tugas-tugas belajar dengan


level perkembangan siswa. Jika tugas terlalu mudah, pembelajaran tidak
diperlukan, tapi jika tugas terlalu sulit, siswa menjadi bingung dan
frustrasi. Karenanya diperlukan penyederhanaan tugas bagi siswa yang
memiliki kemampuan kurang dan peningkatan tantangan tugas bagi siswa

7
yang berkemampuan lebih. Selain memilih tugas, guru harus menentukan
bagaimana menyajikannya pada siswa. Tujuannya adalah pemahaman
Bersama. Pemahaman Bersama timbul bila guru dan siswa mempunyai
pemahaman umum tentang tugas.

Tugas ketiga adalah memberikan dukungan pembelajaran. Ini


dilakukan dengan menerapkan konsep scaffolding. Dalam hal ini, ada
beberapa tipe scaffolding yang dapat diterapkan (Eggen dan Kauchak),
yaitu: (1) Modeling, (2) Think aloud, (3) Pertanyaan- pertanyaan, (4)
Adaptasi bahan pembelajaran, dan (5) Prompt dan cue,. (dorongan dan
isyarat).

Teori Vygotsky memiliki empat implikasi Pendidikan yang utama


(Byrnes, 1996), yaitu:

1) Guru harus bertindak sebagai scaffold yang memberikan


bimbingan yang cukup untuk membantu anak-anak mencapai
kemajuan.
2) Pembelajaran harus selalu berupaya “mempercepat” level
penguasaan terkini anak.
3) Untuk menginternalisasi keterampilan pada anak-anak.
4) Anak-anak perlu berulang-ulang dihadapkan dengan konsep-
konsep ilmiah agar konsep spontan mereka menjadi lebih akurat
dan umum.5

5
Prof. Dr.Nyayu Khodijah, S.Ag., M.Si., Psikologi Pendidikan, (Depok : PT RajaGrafindo Persada,
2019), hlm. 83-86

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa


Belajar menurut konsruktivis dapat dirumuskan sebagai penyusunan
pengetahuan dari pengalaman konkret, melalui aktivitas kolaboratif, refleksi
dan interpretasi. Dari berbagai pandangan konstruktivis yang ada, ada dua
pandangan yang mendominasi, yaitu Individual Cognitive Constructivist dan
Sociocultural Constructivist.

Teori Individual Cognitive Constructivist dikemukakan oleh Jean


Piaget (1977). Teori ini berfokus pada konstruksi internal individu terhadap
pengetahuan (Fowler, Moshman, dalam Eggen & Kauchak, 1997). Cognitive
Constructivist menekankan pada aktivitas belajar yang ditentukan oleh
pembelajar dan berorientasi penemuan sendiri.

Teori Sociocultural Constructivist dikemukakan oleh Lev Vygotsky


(Bruning dkk.,1995). Teori ini berpandangan bahwa pengetahuan berada dalam
konteks sosial, karenanya ditekankan pentingnya Bahasa dalam belajar yang
timbul dalam situasi-situasi sosial yang berorientasi pada aktivitas (Eggen dan
Kauchak, 1997).

B. Saran

Makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
memohon saran kepada seluruh pembaca khususnya kepada dosen pengampu
agar kami untuk kedepannya mampu menyusun dan menyadari dalam
penyusunan makalah yang lebih baik.

9
DAFTAR PUSTAKA

Dalyono, 2009. Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta

Dr. Halim Purnomo, 2019. Psikologi Pendidikan, Yogyakarta : LP3M UMY

Prof. Dr.Nyayu Khodijah, S.Ag., M.Si., 2019. Psikologi Pendidikan, Depok : PT


RajaGrafindo Persada

10

Anda mungkin juga menyukai