Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

MATEMATIKA
“TEORI KONSTRUKTIVISME”
Dosen pengampu:

Nurul Husna, S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh:

LEONARDO VENUS ALVONZO

(11308502220004)

SUDARNILA

(11308502220010)

YOHANA LAIMENA

(11308502220014)

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

DEPARTEMEN PENDIDIKAN MATEMATIKA

SINGKAWANG

2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas dalam bentuk penulisan
makalah ini dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada
Rasulullah SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak. Tidak lupa penyusun
ucapkan terima kasih kepada Ibu Nurul Husna, S,Pd.,M,Pd. selaku dosen
pengampu mata kuliah Strategi Belajar Mengajar yang telah membimbing kami.
Makalah berjudul “Teori Konstruktivisme”. Penyusun harap dapat membuka dan
menambah wawasan pembaca sehingga dapat bermanfaat untuk kehidupan
sehari-hari serta sebagai media belajar. Makalah ini masih memerlukan
penyempurnaan, terutama pada bagian isi. Penyusun menerima segala bentuk
kritik dan saran pembaca demi penyempurnaan makalah. Apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini, mohon maaf. Demikian yang dapat penyusun
sampaikan. Akhir kata, Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
.
Selasa, 10 Oktober 2023

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme....................................................3
B. Teori Konstruktivisme menurut Jean Piaget dan Lev Vygotsky..................4
C. Strategi Belajar Mengajar Menurut Teori Lev Vygotsky.……...……..…..12
D. Skenario Pengimplementasian Strategi Belajar Mengajar ……………….13
BAB III PENUTUP..............................................................................................15
A. Kesimpulan................................................................................................15
B. Saran...........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Belajar adalah proses di mana manusia memahami, melalui pemikiran,
perasaan, dan gerakan, bahwa mereka ingin menghasilkan keterampilan atau
pengetahuan, perilaku, pengetahuan atau teknologi atau segala bentuk karya
dan inisiatif manusia untuk menjadi lebih baik di masa depan. pengembangan
diri pribadi mereka sehingga kehidupan mereka dapat lebih baik dari
sebelumnya. Belajar juga berarti menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
interaksi manusia dengan lingkungan tersebut.
Konstruktivisme dikembangkan atas dasar pandangan ini. Pada dasarnya,
pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh sedikit demi sedikit dari
konteks yang terbatas. Konstruktivisme adalah aliran filsafat pengetahuan,
yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah hasil konstruksi kita.
Konstruktivisme, sebagai semacam aliran filosofis, adalah tentang konsep
ilmiah, teori pembelajaran dan pembelajaran memiliki dampak yang besar.
Konstruktivisme memberikan paradigma baru bagi dunia belajar.
Konstruktivisme, sebagai landasan paradigma pembelajaran, menuntut siswa
untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, menumbuhkan
kemampuan siswa untuk belajar secara mandiri, dan menumbuhkan
kemampuan siswa untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri.
Oleh karena itu, arah pembelajaran di kelas telah berubah. Orientasi
pembelajaran telah berubah dari pembelajaran yang berpusat pada guru
menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa, dan siswa tidak lagi
menunggu untuk diisi seperti wadah kosong. Para siswa siap menerima pesan
guru dengan sikap pasrah. Atau siswa menerima pengetahuan guru dengan
cara ini. Siswa kini diposisikan sebagai mitra belajar guru. Guru bukan satu-
satunya pusat informasi, mereka yang paling tahu. Guru hanyalah sumber
belajar atau sumber informasi. Sumber belajar lainnya dapat berupa teman
sebaya, perpustakaan, alam, laboratorium, televisi, surat kabar, dan internet.

1
2

Sebagai fasilitator, guru bertanggung jawab atas kegiatan pembelajaran di


kelas. Salah satu tanggung jawab guru dalam pembelajaran adalah
menginspirasi dan memotivasi siswa. Mendiagnosis dan mengatasi kesulitan
siswa dan memberikan pengalaman untuk meningkatkan pemahaman siswa.
Oleh karena itu, guru harus memberikan dan memberikan kesempatan
sebanyak-banyaknya kepada siswa untuk belajar secara aktif. Dengan cara ini
siswa dapat berkreasi, mengkonstruksi, berdiskusi, membandingkan,
berkolaborasi dan bereksperimen dalam kegiatan belajarnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu teori Konstruktivisme?
2. Bagaimana teori konstruktivisme menurut Jean Piaget dan Lev Vygotsky?
3. Bagimana strategi belajar pada teori konstruktivisme Vygotsky?
4. Seperti apa skenario pengimplementasian teori konstruktivisme Vygotsky?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu teori konstruktivisme
2. Untuk mengetahui bagaimana teori konstruktivisme menurut Jean piaget
dan Lev Vygotsky
3. Untuk mengetahui stratehi belajar pada teori konstruktivisme Vygotsky
4. Untuk memahami skenario pengimplementasian teori konstruktivisme
vygotsky.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme


Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun
pengetahuan baru dalam stuktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.
Pengetahuan itu terbentuk bukan dari objek semata, akan tetapi juga dari
kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang di
amatinya. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari
luar akan tetapi dikontruksi dalam diri seseorang. Oleh sebab itu tidak
bersifat statis akan tetapi bersifat dinamis. Tergantung individu yang
melihat dan mengkontruksinya.
Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori
konstruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam
belajar adalah suatu pendekatan di mana siswa harus secara individual
menemukan dan menstransformasikan informasi yang kompleks,
memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu.
Teori konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat
belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon,
konstruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia
membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada
pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme
sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam
kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan
pengalaman demi pengalaman. Demikian ini menyebabkan seseorang
mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Model pembelajaran
ini dikembangkan dari teori belajar konstruktivisme yang lahir dari
gagasan Pieget dan vigotsky.

3
4

Shymansky mengatakan konstuktivisme adalah aktivitas yang aktif,


di mana peserta didik membina sendiri pengetahuannya, mencari arti dari
apa yang mereka pelajari, dan merupakan proses menyelesaikan konsep
dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dimilikinya.
Berdasarkan pendapatnya di atas, maka dapat di pahami bahwa
konsturktivisme merupakan bagaimana mengaktifkan siswa dengan cara
memberikan ruang yang seluas-luasnya untuk memahami apa yang mereka
telah pelajari dengan cara menerpakan konsep-konsep yang di ketahuinya
kemudian mempaktikkannya ke dalam kehidupan sehari-harinya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat dibuat sebuah
kesimpulan yaitu konstruktivisme merupakan sebuah teori yang
memberikan keluasan berfikir kepada siswa dan memberikan siswa di
tuntut untuk bagaimana mempraktikkan teori yang sudah di ketahuinya
dalam kehidupannya.

B. Teori Konstruktivisme menurut Jean Piaget dan Lev Vygotsky


1. Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama, menegaskan
bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan
teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran
guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai
fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan
konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori
belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun
dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi
sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget
adalah sebagai berikut:
a. Skemata
Sekumpulan konsep yang digunakan ketika berinteraksi
dengan lingkungan disebut dengan skemata. Sejak kecil anak
5

sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan


skema (schema). Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya,
anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang sama-sama
berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap
perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan
kelinci berkaki dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah
dalam struktur kognitif anak terbentuk skema tentang binatang
berkaki empat dan binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak,
maka semakin sempurnalah skema yang dimilikinya. Proses
penyempurnaan sekema dilakukan melalui
proses asimilasi dan akomodasi.
Menurut Piaget, skema berkembang seturut perkembangan
intelektual khususnya dalam taraf operasional formal. Piaget
membedakan empat taraf perkembangn kognitif seseorang, yaitu:
1) Taraf sensori-motor (0-2 tahun)
2) Praoperasional (2-7 tahun)
3) Taraf operasional kongkrit (7-11 tahun)
4) Taraf operasional formal (11 tahun keatas)
b. Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang
mengintegrasikan persepsi, konsep, atau pengalaman baru ke
dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya.
Asimilasi dapat dipandang sebagai suatu proses kognitif yang
menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan
yang baru dalam skema yang telah ada. Asimilasi tidak
menyebabkan perubahan skema, melainkan memperkembangkan
skema. Misalnya, seseorang yang baru mengenal konsep balon,
maka dalam pikiran orang itu memiliki skema “balon”. Kalau ia
mengempeskan balon itu kemudian meniupnya lagi sampai besar
dan meletus atau mengisinya dengan air sampai besar, ia tetap
memiliki skema tentang balon. Perbedaannya adalah skemanya
6

tentang balon diperluas dan terici lebih lengkap, bukan hanya


sebagai balon yang menggelembung karena terisi udara,
melainkan balon dengan macam-macam sifatnya. Asimilasi
merupakan salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan
mengoirganisasikan diri dengan lingkungan baru sehingga
pengertian orang itu berkembang.
c. Akomodasi
Seseorang dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman
yang baru,tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu
dengan skema yang ia punyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi
sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam
keadaan seperti ini orang itu akan mengadakan akomodasi, yaitu
1) membentuk skema baru yang dapat cocok dengan rangsangan
yang baru
2) memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan
rangsangan itu.
Misalnya, seorang anak memiliki skema bahwa semua binatang
berkaki dua atau empat. Skema itu didapat dari abstraksinya
terhadap binatang yang pernah dijumpainya. Pada suatu ketika ia
berjalan ke sawah dan menemukan banyak binatang yang kakinya
lebih dari empat. Anak tersebut merasakan bahwa skema lamanya
tidak cocok lagi dan terjadi konflik dalam pikirannya. Ia harus
mengadakan perubahan terhadap skema lamanya. Ia mengadakan
akomodasi dengan membentuk skema baru bahwa binatang dapat
berkaki dua, empat, dan atau lebih dari empat. Skema seseorang
dibentuk dengan pengalaman sepanjang waktu. Skema
menunjukkan taraf pengertian dan pengetahuan seseorang
sekarang tentang dunia sekitarnya. Karena skema itu suatu
konstruksi, maka bukan tiruan dari kenyataan dunia yang ada.
Menurut Piaget, proses asimilasi dan akomodasi ini terus berjalan
dalam diri seseorang. Dalam contoh pengalaman anak di atas, ia
7

akan terus mengembangkan skemanya tentang kaki binatang bila


dijumpainya pengalaman yang berbeda, misalnya bahwa ada juga
binatang yang tidak berkaki.
d. Ekuilibrasi
Proses asimilasi dan akomodasi perlu untuk perkembangan
kognitif seseorang. Dalam perkembangan intelek seseorang
diperlukan keseimbangan antara asimilasi dengan akomodasi.
Proses ini disebut.. Equilibration adalah proses dari disequilibrium
ke equilibrium. Equilibrium, yaitu pengaturan diri secara mekanis
untuk mengatur keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi
sedangkan Disequilibrium adalah keadaan tidak seimbang antara
asimilasi dan akomodasi. Proses tersebut berjalan terus dalam diri
individu melalui asimilasi dan akomodasi. Equilibration membuat
seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur
dalamnya (skema). Bila terjadi ketidakseimbangan, maka
seseorang terpacu untuk mencari keseimbangan dengan jalan
asimilasi atau akomodasi.
Bagi Piaget semua pengetahuan adalah konstruksi (bentukan)
dari kegiatan atau tindakan seseorang, kemudian membedakan
adanya tiga macam pengetahuan, yaitu:
1) Pengetahuan fisis Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan
sifat-sifat fisis dari suatu objek atau kejadian seperti bentu,
besar, kekasaran berat serta bagaimana objekobjek itu
berinteraksi satu dengan yang lain.
2) Pengetahuan matematis-logis Pengetahuan logis adalah
pengetahuan yang dibentuk dengan berpikir tentang
pengalaman dengan suatu objek atau kejadian tertentu.
3) Pengetahuan sosial Pengetahuan sosial adalah pengetahuan
yang didapat dari kelompok budaya dan sosial yang secara
bersamaan menyetujui sesuatu.
8

Kelemahan:
Konstruktivisme Piaget terlalu personal dan individual dan kurang
menekankan pentingnya masyarakat dan lingkungan terhadap cara
invidu membangun pengetahuannya.

2. Teori Belajar Konstruktivisme Lev Vygotsky


Karya Vygotsky didasarkan pada dua ide utama. Pertama,
perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari
konteks historis dan budaya pengalaman anak. Kedua, perkembangan
bergantung pada sistem sistem isyarat mengacu pada simbol simbol
yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang berfikir,
berkomunikasi dan memecahkan masalah, dengan demikian
perkembangan kognitif anak mensyaratkan sistem komunikasi budaya
dan belajar menggunakan sistem sistem ini untuk menyesuaikan proses
berfikir diri sendiri.
Vygotsky menekankan pentingnya memanfaatkan lingkungan
dalam pembelajaran. Lingkungan sekitar siswa meliputi orang-orang,
kebudayaan, termasuk pengalaman dalam lingkungan tersebut. Orang
lain merupakan bagian dari lingkungan, pemerolehan pengetahuan
siswa bermula dari lingkup sosial, antar orang, dan kemudian pada
lingkup individu sebagai peristiwa internalisasi. Vygotsky
menekankan pada pentingnya hubungan antara individu dan
lingkungan sosial dalam pembentukan pengetahuan yang menurut
beliau, bahwa interaksi sosial yaitu interaksi individu tersebut
dengan orang lain merupakan faktor terpenting yang dapat memicu
perkembangan kognitif seseorang. Vygotsky berpendapat bahwa
proses belajar akan terjadi secara evisien dan efektif apabila anak
belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain dalam suasana dan
lingkungan yang mendukung (supportive), dalam bimbingan seseorang
yang lebih mampu, guru atau orang dewasa.
9

Berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat


prinsip seperti yang dikutip oleh yaitu:
a. Pembelajaran sosial (social leaning).
Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalah
pembelajaran kooperatif. Vygotsky menyatakan bahwa siswa
belajar melalui interaksi bersama dengan orang dewasa atau teman
yang lebih cakap;
b. ZPD (zone of proximal development).
Bahwa siswa akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan
baik jika berada dalam ZPD. Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa
tidak dapat memecahkan masalah sendiri, tetapi dapat
memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan orang dewasa
atau temannya. Bantuan atau support dimaksud agar si anak
mampu untuk mengerjakan tugas-tugas atau soal-soal yang lebih
tinggi tingkat kerumitannya dari pada tingkat perkembangan
kognitif si anak.
c. Masa Magang Kognitif (cognitif apprenticeship).
Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit demi sedikit
memperoleh kecakapan intelektual melalui interaksi dengan orang
yang lebih ahli, orang dewasa, atau teman yang lebih pandai;
d. Pembelajaran Termediasi (mediated learning).
Vygostky menekankan pada scaffolding. Siswa diberi
masalah yang kompleks, sulit, dan realistik, dan kemudian diberi
bantuan secukupnya dalam memecahkan masalah siswa.
Teori yang diperkenalkan oleh Vygotsky fokus pada tiga faktor
sebagai berikut.
1. Budaya (Culture)
Vygotsky menyatakan bahwa hal terpenting yang
berpengaruh terhadap pembentukan pengetahuan seorang anak
adalah budaya dan lingkungan sosialnya. Lagu, bahasa, kesenian,
dan permainan dapat menjadi sarana belajar bagi anak-anak.
10

Vygotsky juga berpendapat bahwa anak-anak belajar melalui


interaksi dan kerjasama dengan orang lain dan lingkungannya
sehingga budaya berpengaruh terhadap proses belajarnya. Cara
berpikir seseorang diyakini Vygotsky harus dipahami berdasarkan
latar sosial budaya dan sejarahnya.
2. Bahasa.
Vygotsky berpendapat bahwa bahasa memiliki peran penting
dalam proses perkembangan kognitif seorang anak. Menurutnya,
perkembangan bahasa memiliki kaitan yang erat dengan
perkembangan kognitif. Ia juga menyatakan bahwa terdapat tiga
tahap perkembangan yang dipaparkan dalam Tabel 1

3. Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development


atau ZPD)
Vygotsky mengembangkan konsep kognitif zona belajar.
Vygotsky berpendapat bahwa terdapat dua tingkat perkembangan
seseorang, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat
perkembangan potensial. Zone of actual development (ZAD)
terjadi ketika siswa dapat menyelesaikan tugas mereka sendiri. Di
zona ini, siswa mandiri. Sementara itu, orang dewasa atau teman
sebaya dibutuhkan dalam zone of proximal development (ZPD)
untuk membantu siswa yang tidak dapat menyelesaikan tugas yang
diberikan tanpa bantuan. ZPD adalah kesenjangan antara apa yang
peserta didik itu mampu melakukannya secara mandiri, dan apa
yang mungkin mereka butuhkan untuk membantu dalam mencapai
11

(Daniels, 2001). Petunjuk dan pembelajaran terjadi di ZPD. Ketika


siswa di zona ini, mereka bisa sukses dengan bantuan
instruksional.
4. Scaffolding

Scaffolding merupakan ide penting lain yang diperkenalkan


oleh Vygotsky. Scaffolding dapat dipahami sebagai bantuan atau
dukungan yang diberikan kepada orang yang lebih dewasa atau
lebih kompeten kepada seorang anak agar mampu menyelesaikan
tugas-tugas atau soal-soal dengan tingkat kerumitan yang lebih
tinggi daripada tingkat perkembangan kognitif yang sesungguhnya
dari anak tersebut.
 Kelemahan Teori Vygotsky
a. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa
hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para
ahli sehingga menyebabkan miskonsepsi.
b. Konstruktivistik menanamkan agar siswa membangun
pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang
lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda.
c. Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua
sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan
dan kreativitas siswa.
 Kelebihan teori belajar konstruktivisme Vygotsky
a. Pembelajaran konstruktivistik memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan
menggunakan bahasa siswa sendiri.
b. Pembelajaran konstruktivistik memberi pengalaman yang
berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa sehingga
siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan
tentang fenomena yang menantang siswa.
12

c. Pembelajaran konstruktivistik memberi siswa kesempatan untuk


berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa
berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan
teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
d. Pembelajaran konstruktivistik memberi kesempatan kepada siswa
untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk
memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai
konteks.
e. Pembelajaran konstruktivistik mendorong siswa untuk memikirkan
perubahan gagasan mereka setelah menyadari kemajuan mereka
serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan
gagasan mereka.
f. Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar
yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan,
saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban
yang benar.

C. Strategi Belajar Mengajar Menurut Teori Lev Vygotsky


1. Nilai ZPD anak.
ZPD adalah konsep scaffolding. Scaffolding berarti mengubah
tingkat dukungan. Vygotsky tidak berpendapat bahwa tes formal yang
terstandardisasi adalah cara terbaik untuk menilai pembelajaran anak-
anak. Sebaliknya, Vygotsky berpendapat bahwa penilaian harus
berfokus pada penentuan zona perkembangan proksimal anak.
Penolong yang terampil memberikan tugas-tugas dengan berbagai
kesulitan kepada anak-anak untuk menentukan tingkat yang terbaik
untuk memulai mengajar.
2. Gunakan ZPD anak dalam mengajar.
Pengajaran harus dimulai ke arah batas atas dari zona tersebut,
sehingga anak-anak dapat mencapai tujuan dengan bantuan dan pindah
ke tingkat ketrampilan dan pengetahuan yang lebih tinggi. Tawarkan
13

bantuan secukupnya. Anda mungkin bertanya "Apa yang dapat saya


lakukan untuk membantu Anda?" Atau sekedar mengamati niat dan
upaya, serta menyediakan dukungan bila diperlukan. Ketika anak ragu-
ragu, berikan dukungan. Dan dorong anak-anak untuk mempraktikan
ketrampilan-ketrampilan tersebut. Anda dapat melihat dan menghargai
usaha anak atau memberikan dukungan ketika anak lupa apa yang
harus dilakukan.
3. Gunakan teman sebaya yang lebih terampil sebagai guru.
Ingatlah bahwa tidak hanya orang dewasa yang merupakan faktor
penting dalam membantu anak belajar. Anak-anak juga mendapat
manfaat dari dukungan dan bimbingan dari anak-anak yang lebih
terampil.
4. Pantau dan dorong anak-anak untuk menggunakan private speech
Sadari perubahan perkembangan dari berbicara kepada diri
sendiri secara eksternal ketika memecahkan masalah selama tahun-
tahun pra sekolah menjadi berbicara kepada diri sendiri secara pribadi
pada tahun-tahun awal sekolah dasar. Pada tahun sekolah dasar,
dorong anak-anak untuk menginternalisasi dan mengatur ucapan
mereka kepada diri sendiri.
5. Tempatkan pengajaran dalam konteks yang bermakna.
Saat ini, para pendidik bergerak menjauh presentasi abstrak
materi, dan sebaliknya memberikan kepada murid peluang untuk
mengalami pembelajaran di dunia nyata. Misalnya, alih-alih hanya
menghafalkan rumus matematika, murid mengerjakan soal-soal
matematika dengan implikasi dunia nyata.

D. Skenario Pengimplementasian Strategi Belajar Mengajar


Seorang guru memberikan tugas kepada siswanya untuk
menunjukkan bangun ruang atau datar yang merupakan kesebangunan dan
mana yang kongruen. Nah bangun datar atau ruang tersebut berupa benda
yang ada di kehidupan mereka sehari hari. Joni belum paham apa konsep
14

dari sebangun dan kongruen, jadi dia bertanya kepada Nita mengenai
perbedaan sebangun dan kongruen. Dan nita pun menjelaskan sambil
mencontohkan nya. Seperti ada dua buah ketupat dengan bentuk yang
sama namun ukurannya berbeda tetapi memiliki perbandingan yang sama
makakedua ketupat tersebut adalah sebangun.
Dalam hal ini penerapan teori konstruktivisme Lev Vygotsky adalah
memberdayakan teman sebaya sebagai ahli. Maka salah satu penerapan
strategi yang dapat dilakukan adalah pembelajaran peer tutoring.
Pembelajaran Peer Tutoring (Tutor Sebaya) merupakan salah satu bentuk
penerapan teori konstruktivisme sosial terutama pada pengaplikasian
konsep ZPD.
Namun ternyata Joni masih belum paham mengenai konsep
kesebangunan, sehingga guru kembali menjelaskan kepada Joni dengan
memberikan beberapa contoh lainnya. Setelah Joni paham, guru menyuruh
joni untuk memberikan satu contoh mengenai kesebangunan dan
kekongruenan lagi. Nah, hal itu merupakan scaffolding. Dimana guru
memberikan bantuan agar siswa dapat memecahkan sendiri masalahnya.
Dan Joni pun bisa memberikan contoh lain dan dia juga sudah paham.
Nah, hal tersebut termasuk cognitif apprenticeship, dimana Joni sedikit
demi sedikit dapat memahami pembelajaran melalui interaksi dengan Nita
yang merupakan temannya yang lebih cakap dan juga dengan guru.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konstruktivisme memahami hakikat belajar sebagai kegiatan manusia
membangun atau menciptakan pengetahuan dengan cara mencoba memberi
makna pada pengetahuan sesuai pengalamannya. Dalam proses belajar dan
pembelajaran, anak harus terlibat aktif di dalamnya. Dan guru hanya berperan
sebagai fasilitator yang memberi kesempatan pada siswa untuk menemukan
dan mengaplikasikan idenya sendiri. Dasar Pendekatan Konstrukivisme dalam
Belajar adalah Konsep dari Jean Piaget (proses organisasi dan
adaptasi_skemata, asimilasi, akomodasi, dan keseimbangan) dan Konsep
Vygotsky (adanya interaksi sosial individu dengan lingkungannya
perkembangan zone proximal dengan scaffolding).
Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah
menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk
menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi peserta didik diharapkan selalu
aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru
hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat
situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri
peserta didik.
B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan
makalah ini, akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang
perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan
penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
sangat diharapkan sebagai bahan evaluasi untuk ke depannya. Sehingga bisa
terus menghasilkan penelitian dan karya tulis yang bermanfaat bagi banyak
orang.

15
DAFTAR PUSTAKA

IKSM, M. S. (2017). Teori Belajar Konstruktivisme. Jakarta Timur: Santosa Asih.


Rahma, W. E. (2013, Desember Minggu). Teori Konstruktivisme. Makalah Teori
Konstruktivisme, pp. 1-8.
Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Kanisius.
Verrawati, A. J. (2021). Paska Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
IMPLIKASI TEORI KONSTRUKTIVISME VYGOTSKY DALAM
PELAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF DI
SD, 12-14.

16

Anda mungkin juga menyukai