Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT PENDIDIKAN

KONSTRUKTIVISME
Dosen Pembimbing : Drs. H. Sarbaini, M. Pd

Disusun Oleh:
Kelompok 12
ARIANI

A1A213071

FEBRINA NUR ARIANI

A1A213009

HOTIMAH

A1A213018

KHAIRIYATI

A1A213033

SYAHRANI

A1A213055

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2015

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul Filsafat Pendidikan Konstruktivisme. Tak lupa
pula penulis menghaturkan syalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, sebagai suri teladan umat Islam di dunia.
Penyusunan makalah ini di buat dalam rangka memenuhi salah satu tugas dalam
mempelajari mata kuliah Filsafat Pendidikan. Penulis mengucapkan terimakasih
kepada Bapak Dr. H. Sarbaini, M.Pd yang telah membimbing penulis pada mata
kuliah Filsafat Pendidikan.
Penulis mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya jika ada kesalahan dan
kekhilafan pada penulisan makalah ini. Karena itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat diharapkan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna di masa yang akan
datang sebagai penambah ilmu pengetahuan bagi para pembacanya.

Banjarmasin, 24 Maret 2015

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

..................................................................................

DAFTAR ISI ...................................................................................................

ii

BAB I. PENDAHULUAN ...............................................................................

A. Latar Belakang ..................................................................................

B. Rumusan Masalah ...............................................................................

C. Tujuan Penulisan .............................................................................

BAB II. PEMBAHASAN ................................................................................


A.
B.
C.
D.

Pengertian Pendidikan Menurut Konstruktivisme..............................


Tujuan Manusia Melaksanakan Pendidikan .......................................
Yang Harus Dicapai Oleh Pendidikan ................................................
Proses Belajar Menurut Teori Konstruktivisme Agar Cita-cita
Pendidikan Tercapai............................................................................
E. Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme ........
F. Kelebihan Dan Kelemahan Teori Konstruktivistik.............................

12
14
15

BAB III. PENUTUP .......................................................................................

17

A. Kesimpulan .........................................................................................
B. Saran ...................................................................................................

17
17

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

18

ii

3
5
7

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan
bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri (von Glaserfeld
dalam Pannen dkk, 2001:3). Konstruktivisme sebagai aliran filsafat, banyak
mempengaruhi konsep ilmu pengetahuan, teori belajar dan pembelajaran.
Konstruktivisme menawarkan paradigma baru dalam dunia pembelajaran. Sebagai
landasan

paradigma

pembelajaaran,

konstruktivisme

menyerukan

perlunya

partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran, perlunya pengembagan siswa


belajar mandiri, dan perlunya siswa memiliki kemampun untuk mengembangkan
pengetahuannya sendiri.
Seruan tersebut memberi dampak terhadap landasan teori belajar dalam dunia
pendidikan di Indonesia. Semula teori belajar dalam pendidikan Indonesia, lebih
didominasi aliran psikologi behaviorisme. Akan tetapi saat ini, para pakar pendidikan
di Indonesia banyak yang menyerukan agar landasan teori belajar mengaju pada
aliran konstruktivisme. Akibatnya, oreintasi pembelajaran di kelas mengalami
pergeseran. Orentasi pembelajaran bergeser dari berpusat pada guru mengajar ke
pembelajaran berpusat pada siswa.
Melalui pembelajaran tersebut, siswa bisa belajar aktif dan mandiri. Ia akan
membagun pengetahuannya dari yang sederhana menuju pengetahuan yang
kompleks. Dan dengan bantuan guru, siswa bisa diarahkan untuk mengaitkan suatu
informasi dengan informasi yang lainnya sehingga terbentuk suatu pemahaman baru.
Dari hal-hal yang diuraikan di atas maka penulis ingin membuat makalah
dengan judul Filsafat Pendidikan Konstruktivisme.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang makalah kami ini, maka dapat dirumuskan masalahnya
yaitu sebagai berikut:
1. Apa pendidikan menurut teori belajar konstruksivisme?
2. Mengapa manusia harus melaksanakan pendidikan?
3. Apakah yang seharusnya diicapai oleh pendidikan?
4. Dengan cara bagaimana cita-cita pendidikan yang tersurat maupun yang tersirat
dapat dicapai?
5. Apa saja hakikat pembelajaran menurut teori belajar konstruktivisme?
6. Apa kelemahan dan kelebihan teori belajar konstruktivisme?
C. Tujuan
1

Tujuan dari rumusan masalah tersebut adalah:


1. Untuk mnegetahui apa pendidikan menurut teori belajar konstruksivisme
2. Untuk mnegetahui sebab manusia harus melaksanakan pendidikan
3. Untuk mnegetahui apakah yang seharusnya diicapai oleh pendidikan
4. Untuk mnegetahui bagaimana cara cita-cita pendidikan yang tersurat maupun
yang tersirat dapat dicapai
5. Untuk mnegetahui apa saja hakikat pembelajaran menurut teori belajar
konstruktivisme
6. Untuk mnegetahui apa kelemahan dan kelebihan teori belajar konstruktivisme

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Menurut Teori Belajar Kontruktivisme
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat
generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.
Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui
dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman
demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi
lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum
seperti:
1.
Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2.
Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya mampu membina
pengetahuan mereka secara mandiri.
3.
Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui
proses saling memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran
terbaru.
2

4.

Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan


dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan

5.

pemahamannya yang sudah ada.


Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama.
Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak

6.

konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.


Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan
pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar
Pengetahuan dalam pengertian konstruktivisme

tidak

dibatasi

pada

pengetahuan yang logis dan tinggi. Pengetahuan di sini juga dapat mengacu pada
pembentukan gagasan, gambaran, pandangan akan sesuatu atau gejala sederhana.
Dalam konstruktivisme, pengalaman dan lingkungan kadang punya arti lain dengan
arti sehari-hari. Pengalaman tidak harus selalu pengalaman fisis seseorang seperti
melihat, merasakan dengan indranya, tetapi dapat pula pengalaman mental yaitu
berinteraksi secara pikiran dengan suatu obyek (Suparno, 1997 : 80). Dalam
konstruktivisme kita sendiri yang aktif dalam mengembangkan pengetahuan.
Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan)
dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari
guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa
yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif di mana
terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga
terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru. Seseorang yang belajar itu
berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan terus-menerus
(Suparno, 1997).
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan,
Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya
modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran
konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit,
yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk
diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi
makna melalui pengalaman nyata.
Sedangkan menurut Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar
yang dibangun atas anggapan bahwa dengan memfreksikan pengalaman-pengalaman
sendiri. Sedangkan teori Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan
3

kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan
kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan
bantuan fasilitasi orang lain.
Pembelajaran konstruktivistik adalah pembelajaran yang lebih menekankan
pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam
mengkonstruksi pengalaman. Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan
kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk
berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif
serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Hal terpenting dalam
teori konstruktivistik adalah bahwa dalam proses pembelajaran siswalah yang harus
mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan
mereka, bukannya guru atau orang lain. Peserta didik perlu dibiasakan untuk
memecahkan masalah dan menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan
bergelut dengan ide-ide. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu
dikembangkan karena kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk
berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Pembentukan pengetahuan menurut model konstruktivisme memandang
subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan
lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian
realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui
struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa
harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang
sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses
rekonstruksi (Piaget,1988:60).
Belajar lebih diarahkan pada experiental learning yaitu merupakan adaptasi
kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman
sejawat, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan
konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada
si pendidik melainkan pada pebelajar. Belajar seperti ini selain berkenaan dengan
hasilnya (outcome) juga memperhatikan prosesnya dalam konteks tertentu.
Pengetahuan yang ditransformasikan diciptakan dan dirumuskan kembali (created
and recreated), bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Bentuknya bisa objektif maupun
subjektif, berorientasi pada penggunaan fungsi konvergen dan divergen otak manusia
( Semiawan, 2001: 6 ).
4

B. Tujuan Manusia Melaksanakan Pendidikan


Konstruktivisme merupakan salah satu perkembangan model pembelajaran
mutakhir yang mengedepankan aktivitas peserta didik dalam setiap interaksi edukatif
untuk dapat melakukan eksplorasi dan menemukan pengetahuannya sendiri. Aliran
konstruktivisme ini, dalam kajian ilmu pendidikan merupakan aliran yang
berkembang dalam psikologi kognitif yang secara teoritik menekankan peserta didik
untuk dapat berperan aktif dalam menemukan ilmu baru. Kontruktivisme
menganggap bahwa semua peserta didik mulai dari usia kanak-kanak sampai dengan
perguruan tinggi memiliki gagasan atau pengetahuan tentang lingkungan dan
peristiwa (gejala) yang terjadi di lingkungan sekitarnya, meskipun gagasan atau
pengetahuan ini sering kali masih naif, atau juga miskonsepsi.
Konstruktivisme senantiasa mempertahankan gagasan atau pengetahuan naif
ini secara kokoh. Gagasan atau pengetahuan tersebut terkait dengan gagasanatau
pengetahuan awal lainnya yang sudah dibangun dalam wujud schemata (struktur
kognitif/

pengetahuan).

Pembelajaran

konstruktivisme

juga

memungkinkan

tersedianya ruang yang lebih baik bagi keterlibatan peserta didik, memungkinkan
peserta didik untuk bereksplorasi: menggali secara lebih dalam kemampuan, potensi,
keindahan dan sikap perilaku yang lebih terbuka. Diantara ciri yang dapat ditemukan
dalam model

pembelajaran konstruktivisme ini adalah peserta didik tidak

diindoktrinasi dengan pengetahuan yang disampaikan oleh guru, melainkan mereka


menemukan dan mengeksplorasi pengetahuan tersebut dengan apa yang telah mereka
ketahui dan pelajari sendiri. Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan diperoleh
melalui proses aktif individu mengkonstruksi arti dari suatu teks, pengalaman fisik,
dialog, dan lain-lain melalui asimilasi pengalaman baru dengan pengertian yang telah
dimiliki seseorang.
Tujuan pendidikannya menghasilkan individu yang memiliki kemampuan
berpikir untuk menyelesaikan persoalan hidupnya. Tujuan filsafat pendidikan
memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal.
Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsiprinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau
proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum
dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan
dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat
5

pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi


masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan
tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan ramburambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan
dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subyek terkait, agar tidak
terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik.
Secara garis besar, dalam melaksanakan pendidikan membutuhkan prinsipprinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan
keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ilmiah.
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi
5.
6.
7.
8.

berjalan lancar.
Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
Mmencari dan menilai pendapat siswa.
Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak

boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus


membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu
proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat
bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak
siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk
belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya
dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.
C. Yang Harus Dicapai Oleh Pendidikan
Untuk mencapai suatu pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme
dapat menggunakan implikasi-implikasi. Ada sejumlah implikasi yang relevan
terhadap proses pembelajaran berdasarkan pemikiran konstruktivisme personal dan
sosial. Implikasi itu antara lain sebagai berikut:
a) Kaum konstruktivis personal berpendapat bahwa pengetahuan diperoleh melalui
konstruksi individual dengan melakukan pemaknaan terhadap realitas yang
dihadapi dan bukan lewat akumulasi informasi. Implikasinya dalam proses
pembelajaran adalah bahwa pendidik tidak dapat secara langsung memberikan
6

informasi, melainkan proses belajar hanya akan terjadi bila peserta didik
berhadapan langsung dengan realitas atau objek tertentu. Pengetahuan diperoleh
oleh peserta didik atas dasar proses transformasi struktur kognitif tersebut.
Dengan

demikian

tugas

pendidik

dalam

proses

pembelajaran

adalah

menyediakan objek pengetahuan secara konkret, mengajukan pertanyaanpertanyaan sesuai dengan pengalaman peserta didik atau memberikan
pengalaman-pengalaman hidup konkret (nilai-nilai, tingkah laku, sikap) untuk
dijadikan objek pemaknaan.
b) Kaum konstruktivis berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk dalam diri
individu atas dasar struktur kognitif yang telah dimilikinya, hal ini berimplikasi
pada proses belajar yang menekankan aktivitas personal peserta didik. Agar
proses belajar dapat berjalan lancar maka pendidik dituntut untuk mengenali
secara cermat tingkat perkembangan kognitif peserta didik. Atas dasar
pemahamannya pendidik merancang pengalaman belajar yang dapat merangsang
struktur kognitif anak untuk berpikir, berinteraksi membentuk pengetahuan yang
baru. Pengalaman yang disajikan tidak boleh terlalu jauh dari pengetahuan
peserta didik tetapi juga jangan sama seperti yang telah dimilikinya. Pengalaman
sedapat mungkin berada di ambang batas antara pengetahuan yang sudah
diketahui dan pengetahuan yang belum diketahui sebagai zone of proximal
development of knowledge.
Terkait dengan kedua hal di atas, maka dalam proses pembelajaran seorang
pendidik harus menciptakan pengalaman yang autentik dan alami secara sosial
kultural untuk para peserta didiknya. Materi pembelajaran sungguh harus
kontekstual, relevan dan diambil dari pengalaman sosio budaya setempat. Pendidik
tidak dapat memaksakan suatu materi yang tidak terkait dengan kehidupan nyata
peserta didik. Pemaksaan hanya akan menimbulkan penolakan atau menimbulkan
kebosanan atau akan menghambat proses perkembangan pengetahuan peserta didik.
Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan.
Proses konstruksi itu dilakukan secara pribadi dan sosial. Proses ini adalah proses
aktif, sedangkan mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa,
melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan siswa dalam membentuk
pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, dan bersikap kritis. Jadi mengajar
adalah suatu bentuk belajar sendiri.
7

Penggunaan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran akan membawa


implikasi sebagi berikut:
a. Isi Pembelajaran
Dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme, guru
tidak dapat menentukan secara spesifik isi atau bahan yang harus dipelajari oleh
siswa, tetapi hanya sebatas memberikan rambu-rambu bahan pembelajaran yang
sifatnya umum. Proses penyajian dimulai dari keseluruhan ke bagian-bagian,
bukan sebaliknya. Mengingat aliran konstruktivisme lebih mengutamakan
pemahaman terhadap konsep-konsep besar, maka konsep tersebut disajikan
dalam konteksnya yang actual yang kadang-kadang kompleks. Siswa perlu
didorong agar ia tidak takut pada hal-hal yang komplek. Siswa perlu memahami
bahwa hal-hal yang kompleks akan memberikan tantangan untuk diketahui dan
dipahami. Dalam belajar secara konstruktivis, siswa harus membentuk pengertian
dari berbagai sudut pandang, maka dalam proses belajarnya tidak bisa dipisahkan
dengan dunia riil dan informasi dari berbagai sumber. Di kelas siswa harus
dimotivasi untuk mencari sudut pandang baru dan mempertimbangkan sumber
data alternatif.
b. Tujuan Pembelajaran
Tugas guru dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme adalah
membantu siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui proses
internalisasi, pembentukan kembali, dan transformasi informasi yang telah
diperolehnya menjadi pengetahuan baru. Transformasi terjadi kalau ada
pemahaman (understanding ), sedangkan pemahaman terjadi sebagai akibat
terbentuknya struktur kognitif baru dalam pikiran siswa. Pemahaman terjadi
kalau terjadi proses akomodasi atau perubahan paradigma dalam pikiran siswa.
Berlandaskan teoritik, tujuan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
konstruktivisme adalah membangun pemahaman. Pemahaman dinilai penting,
karena pemahaman akan memberikan makna kepada apa yang dipelajari. Karena
itu tekanan belajar bukanlah untuk memperoleh atau menemukan lebih banyak,
akan tetapi yang lebih penting adalah memberikan interpretasi melalui skema
atau struktur kognitif yang berbeda.
c. Strategi Pembelajaran
Tugas guru adalah membantu agar siswa mampu mengkonstruksi
pengetahuannya sesuai dengan situasi konkrit, maka strategi pembelajaran yang
digunakan perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi siswa. Guru tidak
8

dapat memastikan strategi yang digunakan, yang dapat hanya sebatas tawaran
dan saran. Dalam hal ini teknik dan seni yang dimiliki guru ditantang untuk
mengoptimalkan pembelajaran. Pendekatan konstruktivisme mementingkan
pengembangan lingkungan belajar yang meningkatkan pembentukan pengertian
dari perspektif ganda, dan informasi yang efektif atau kontrol eksternal yang teliti
dari peristiwa-peristiwa siswa yang ketat, dihindari sama sekali. Untuk maksud
tersebut, guru perlu melakukan hal-hal berikut: (1) menyajikan masalah-masalah
aktual kepada siswa dalam konteks yang sesuai dengan tingkat perkembangan
siswa, (2) pembelajaran distrukturkan di sekitar konsep-konsep primer, (3)
memberi dorongan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan sendiri, (4)
memberikan siswa untuk menemukan jawaban dari pertanyaan sendiri, (5)
memberanikan

siswa

mengemukakan

pendapat

dan

menghargai

sudut

pandangnya, (6) menantang siswa untuk mendapatkan pemahaman yang


mendalam, bukan sekedar menyelesaikan tugas, (7) menganjurkan siswa bekerja
dalam kelompok, (8) mendorong siswa untuk berani menerima tanggung jawab,
dan (9) menilai proses dan hasil belajar siswa dalam konteks pembelajara.
d. Penataan Lingkungan
Belajar Penataan lingkungan belajar berdasar pendekatan konstruktivistik
diidentifikasikan dengan alternatif sebagai berikut; (1) menyediakan pengalaman
belajar melalui proses pembentukan pengetahuan dimana siswa ikut menentukan
topik/sub topik yang mereka sikapi, metode pembelajaran beriku tstrategi
pembelajaran yang dipergunakan, (2) menyediakan pengalaman belajar yang
kaya akan alternatif seperti peninjauan masalah dari berbagai segi, (3)
mengintegrasikan proses belajar dengan konteks yang nyata dan relevan dengan
harapan siswa dapat menerapkan pengetahuan yang didapat dalam hidup seharihari, (4) memberikan kesempatan pada siswa untuk menentukan isi dan arah
belajar mereka dengan menempatkan guru sebagai konsultan, (5) peningkatan
interaksi antara guru dengan siswa dan antar siswa sendiri, (6) meningkatkan
penggunaan berbagai sumber belajar disamping komunikasi tertulis dan lisan, (7)
meningkatkan kesadaran siswa dalam proses pembentukan pengetahuan mereka
agar siswa mampu menjelaskan mengapa/bagaimana mereka memecahkan
masalah dengan cara tertentu.
e. Hubungan Guru-Siswa

Dalam aliran kostruktivisme, guru bukanlah seseorang yang mahatahu dan


siswa bukanlah yang belum tahu, karena itu harus diberi tahu. Dalam proses
belajar, siswa aktif mencari tahu dengan membentuk pengetahuannya, sedangkan
guru membantu agar pencarian itu berjalan baik. Dalam banyak hal guru dan
siswa bersama-sama membangun pengetahuan. Dalam hal ini hubungan guru dan
siswa lebih sebagai mitra yang bersamasama membangun pengetahuan. Untuk
mengidentifikasi

sejumlah

karakteristik

hubungan

guru-siswa

dalam

pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik berikut ini: (1) hubungan


antara guru dengan siswa diupayakan terjadi secara optimal, (2) pembelajaran
perlu difokuskan pada kemampuan siswa untuk menguasai konsep dan
mengutarakan pandangannya, (3) evaluasi siswa terintegrasi dalam proses
belajar mengajar melalui observasi terhadap siswa yang umumnya bekerja dalam
kelompok, (4) aktivitas siswa lebih ditekankan pada pengembangan generalisasi
dan demonstrasi, (5) aktivitas pembelajaran relatif tergantung pada isi yang
menyebabkan siswa berpikir.
Selain itu adapun Implikasi konstruktivisme terhadap pendidik dan peserta
didik
a. Pendidik dalam proses pembelajaran harus mendorong terjadinya kegiatan
kognitif

tingkat

tinggi

seperti

mengklasifikasi,

menganalisis,

menginterpretasikan, memprediksi dan menyimpulkan, dll.


b. Pendidik merancang tugas yang mendorong peserta didik untuk mencari
pemecahan masalah secara individual dan kolektif sehingga meningkatkan
kepercayaan diri yang tinggi dalam mengembangkan pengetahuan dan rasa
tanggungjaawab pribadi.
c. Dalam proses pembelajaran, pendidik harus memberi peluang seluas-luasnya
agar terjadi proses dialogis antara sesama peserta didik, dan antara peserta
didik dengan pendidik, sehingga semua pihak merasa bertanggung jawab
bahwa pembentukan pengetahuan adalah tanggungjawab bersama. Caranya
dengan memberi pertanyaan-pertanyaan, tugas-tugas yang terkait dengan
topik tertentu, yang harus dipecahkan, didalami secara individual ataupun
kolektif, kemudian diskusi kelompok, menulis , dialog dan presentasi di
depan teman yang lain.
D. Proses Belajar Menurut Teori Konstruktivisme Agar Cita-cita Pendidikan
Tercapai
10

Dalam teori pembelajaran konstruktivisme mempunyai beberapa langkah,


yaitu:
1. Identifikasi tujuan. Tujuan dalam pembelajaran akan memberi arah dalam
merancang program, implementasi program dan evaluasi.
2. Menetapkan Isi Produk Belajar. Pada tahap ini, ditetapkan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip fisika yang mana yang harus dikuasai siswa.
3. Identifikasi dan Klarifikasi Pengetahuan Awal Siswa.

Identifikasi

pengetahuan awal siswa dilakukan melalui tes awal, interview klinis dan peta
konsep.
4. Identifikasi dan Klarifikasi Miskonsepsi Siswa. Pengetahuan awal siswa yang
telah diidentifikasi dan diklarifikasi perlu dianalisa lebih lanjut untuk
menetapkan mana diantaranya yang telah sesuai dengan konsepsi ilmiah,
mana yang salah dan mana yang miskonsepsi.
5. Perencanaan Program Pembelajaran dan Strategi Pengubahan Konsep.
Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran. Sedangkan
strategi pengubahan konsepsi siswa diwujudkan dalam bentuk modul.
6. Implementasi Program Pembelajaran dan Strategi Pengubahan Konsepsi.
Tahapan ini merupakan kegiatan aktual dalam ruang kelas. Tahapan ini terdiri
dari tiga langkah yaitu : (a) orientasi dan penyajian pengalaman belajar, (b)
menggali ide-ide siswa, (c) restrukturisasi ide-ide.
7. Evaluasi. Setelah berakhirnya kegiatan implementasi program pembelajaran,
maka dilakukan evaluasi terhadap efektivitas model belajar yang telah
diterapkan.
8. Klarifikasi dan analisis miskonsepsi siswa yang resisten. Berdasarkan hasil
evaluasi perubahan miskonsepsi maka dilakukaan klarifikasi dan analisis
terhadap miskonsepsi siswa, baik yang dapat diubah secara tuntas maupun
yang resisten.
9. Revisi strategi pengubahan miskonsepsi. Hasil analisis miskonsepsi yang
resisten digunakan sebagai pertimbangan dalam merevisi strategi pengubahan
konsepsi siswa dalam bentuk modul.
Dapat kita jelaskan peranan antara pendidik dan peserta didik menurut aliran
konstruktivisme adalah sebagai berikut:
NO
1

Peranan peserta didik


Berinisiatif mengemukakan masalah

Peranan pendidik
Mengutamakan peran siswa dalam

dan pokok pikiran, kemudian

berinisiatif sendiri dan keterlibatan

menganalisis dan menjawabannya

aktif dalam kegiatan belajar.


11

sendiri.
Bertanggung jawab sendiri terhadap

Memusatkan perhatian kepada

kegiatan belajarnya atau

proses berpikir atau proses mental

penyelesaian suatu masalah.

siswa, bukan kepada kebenaran

Secara aktif bersama dengan teman

jawaban siswa saja.


Guru perlu fleksibel dalam

sekelasnya mendiskusikan

merespons jawaban atau

penyelesaian masalah atau pokok

pemikiran siswa. Menghargai

pikiran yang mereka munculkan,

pemikiran siswa dan meghindari

dan apabila dirasa perlu dapat

perkataan

menanyakannya kepada guru.

I
ni satu-satunya

Atas inisiatif sendiri dan mandiri

jawaban benar
Guru perlu menyediakan

berupaya memperoleh pemahaman

pengalaman belajar dengan

yang mendalam (deep

mengkaitkan pengetahuan yang

understanding) terhadap suatu topik

telah dimiliki siswa sehingga

masalah belajar.

belajar sebagai proses konstruksi

Secara aktif mengajukan dan

pengetahuan dapat terwujud


Memaklumi akan adanya

menggunakan berbagai hipotesis

perbedaan individual, termasuk

(kemungkinan jawaban) dalam

dalam hal perkembangan kognitif

memecahkan suatu masalah.


Secara aktif mengajukan berbagai

siswa.
Guru perlu menyampaikan tujuan

data atau informasi pendukung

pembelajaran dan apa yang akan

dalam penyelesaian suatu masalah

dipelajari di awal kegiatan belajar.

atau pokok pikiran yang

Hal ini akan mempengaruhi

dimunculkan sendiri atau yang telah

keaktifan siswa, karena ia tahu apa

dimunculkan oleh teman sekelas.

yang akan di pelajari dan untuk apa

Secara kreatif dan imajinatif

ia terlibat dalam pembelajaran.


Guru perlu banyak berinteraksi

mengaitkan antara gagasan yang

dengan siswa untuk dapat

telah dimiliki dengan informasi baru

mengetahui apa yang telah mereka

yang diterima.

ketahui dan apa yang mereka


pikirkan.
12

E. Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme


Menurut teori belajar konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat dipindahkan
begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif
secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan
kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botolbotol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan
kehendak guru.
Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga
penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran
aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah
pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna.
Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.
Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam
teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek
dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu:
1. Siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang
mereka miliki.
2. Pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti.
3. Strategi siswa lebih bernilai, dan
4. Siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman
dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler
(1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan
pembelajaran, sebagai berikut:
a. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan
bahasa sendiri.
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya
sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif.
c. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.
d. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki
siswa.
e. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan
f. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang
mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan
siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam
refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain,
13

siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui


asimilasi dan akomodasi.
F. Kelebihan Dan Kelemahan Teori Konstruktivistik
Kelebihan
a) Berfikir : Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk
menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan.
b) Paham : Karena murid terlibat secara langsung dalam membina pengetahuan
baru, mereka akan lebih faham dan bisa mengapliksikannya dalam semua situasi.
c) Ingat : Oleh karena murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan
ingat lebih lama semua konsep. Keyakinan murid melalui pendekatan ini
membina sendiri kefahaman mereka. Justru mereka lebih yakin menghadapi dan
menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
d) Kemahiran sosial : Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rekan
dan guru dalam membina pengetahuan baru.
e) Senang : Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin
dan berinteraksi dengan sehat, maka mereka akan berasa senang belajar dalam
membina pengetahuan baru.

Kelemahan
Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam
proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik sepertinya kurang begitu
mendukung.

14

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori kontruktivisme adalah sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,
yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Salah satu teori atau
pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme
adalah teori perkembangan mental Piaget yang merupakan bagian dari teori kognitif
juga. Piaget menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk
menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru
dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau
moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih
mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa
ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi
dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial
yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam
interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. bahwa pembelajaran yang mengacu
kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa
dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam
refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru.
B. Saran
Teori konstruktivisme pada dasarnya menekankan pembinaan konsep dan
asas sebelum konsep itu dibangunkan dan kemudiannya diaplikasikan. Belajar
konstruktivisme berarti semakin membangun kemampuan peserta didik, dimana
peserta didik dapat belajar dari pengalamannya. Sebuah kata bijak mengatakan
pengalaman adalah guru yang paling baik. Oleh sebab itu, penulis menyarankan
agar teori belajar ini dipahami oleh guru yang kemudian diadaptasikan dengan
budaya belajar di Indonesia.

15

DAFTAR PUSTAKA
Indrie. 07 Januari 2014. Teori Belajar Konstruktivisme. File
http://indrierb.blogspot.com/2014/01/teori-belajar-konstruktivisme-dan.html diakses
pada 24 Maret 2015 pukul 08:25 WITA).
Hidayat, Muhammad Ikhsan. 21 April 2013. Teori Belajar Konstruktivisme. File
https://ikhsanhidayat28.wordpress.com/2013/04/21/teori-belajar-konstruktivistik/
diakses pada 24 Maret 2015 pukul 08:23 WITA).
Wibawa, Wigih Adi. 13 Februari 2013. Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme.
File http://wiare.blogspot.com/2013/02/teori-belajar-konstruktivisme.html

diakses

pada 24 Maret 2015 pukul 07:40 WITA).


Wikipedia. 08 September 2014. Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme. File
http://id.wikipedia.org/wiki/Konstruktivisme diakses pada 24 Maret 2015 pukul
07:40 WITA).

16

Anda mungkin juga menyukai