KONSTRUKTIVISME
Dosen Pembimbing : Drs. H. Sarbaini, M. Pd
Disusun Oleh:
Kelompok 12
ARIANI
A1A213071
A1A213009
HOTIMAH
A1A213018
KHAIRIYATI
A1A213033
SYAHRANI
A1A213055
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul Filsafat Pendidikan Konstruktivisme. Tak lupa
pula penulis menghaturkan syalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, sebagai suri teladan umat Islam di dunia.
Penyusunan makalah ini di buat dalam rangka memenuhi salah satu tugas dalam
mempelajari mata kuliah Filsafat Pendidikan. Penulis mengucapkan terimakasih
kepada Bapak Dr. H. Sarbaini, M.Pd yang telah membimbing penulis pada mata
kuliah Filsafat Pendidikan.
Penulis mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya jika ada kesalahan dan
kekhilafan pada penulisan makalah ini. Karena itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat diharapkan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna di masa yang akan
datang sebagai penambah ilmu pengetahuan bagi para pembacanya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
..................................................................................
ii
12
14
15
17
A. Kesimpulan .........................................................................................
B. Saran ...................................................................................................
17
17
18
ii
3
5
7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan
bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri (von Glaserfeld
dalam Pannen dkk, 2001:3). Konstruktivisme sebagai aliran filsafat, banyak
mempengaruhi konsep ilmu pengetahuan, teori belajar dan pembelajaran.
Konstruktivisme menawarkan paradigma baru dalam dunia pembelajaran. Sebagai
landasan
paradigma
pembelajaaran,
konstruktivisme
menyerukan
perlunya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Menurut Teori Belajar Kontruktivisme
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat
generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.
Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui
dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman
demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi
lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum
seperti:
1.
Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2.
Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya mampu membina
pengetahuan mereka secara mandiri.
3.
Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui
proses saling memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran
terbaru.
2
4.
5.
6.
tidak
dibatasi
pada
pengetahuan yang logis dan tinggi. Pengetahuan di sini juga dapat mengacu pada
pembentukan gagasan, gambaran, pandangan akan sesuatu atau gejala sederhana.
Dalam konstruktivisme, pengalaman dan lingkungan kadang punya arti lain dengan
arti sehari-hari. Pengalaman tidak harus selalu pengalaman fisis seseorang seperti
melihat, merasakan dengan indranya, tetapi dapat pula pengalaman mental yaitu
berinteraksi secara pikiran dengan suatu obyek (Suparno, 1997 : 80). Dalam
konstruktivisme kita sendiri yang aktif dalam mengembangkan pengetahuan.
Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan)
dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari
guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa
yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif di mana
terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga
terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru. Seseorang yang belajar itu
berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan terus-menerus
(Suparno, 1997).
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan,
Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya
modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran
konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit,
yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk
diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi
makna melalui pengalaman nyata.
Sedangkan menurut Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar
yang dibangun atas anggapan bahwa dengan memfreksikan pengalaman-pengalaman
sendiri. Sedangkan teori Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan
3
kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan
kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan
bantuan fasilitasi orang lain.
Pembelajaran konstruktivistik adalah pembelajaran yang lebih menekankan
pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam
mengkonstruksi pengalaman. Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan
kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk
berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif
serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Hal terpenting dalam
teori konstruktivistik adalah bahwa dalam proses pembelajaran siswalah yang harus
mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan
mereka, bukannya guru atau orang lain. Peserta didik perlu dibiasakan untuk
memecahkan masalah dan menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan
bergelut dengan ide-ide. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu
dikembangkan karena kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk
berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Pembentukan pengetahuan menurut model konstruktivisme memandang
subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan
lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian
realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui
struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa
harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang
sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses
rekonstruksi (Piaget,1988:60).
Belajar lebih diarahkan pada experiental learning yaitu merupakan adaptasi
kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman
sejawat, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan
konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada
si pendidik melainkan pada pebelajar. Belajar seperti ini selain berkenaan dengan
hasilnya (outcome) juga memperhatikan prosesnya dalam konteks tertentu.
Pengetahuan yang ditransformasikan diciptakan dan dirumuskan kembali (created
and recreated), bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Bentuknya bisa objektif maupun
subjektif, berorientasi pada penggunaan fungsi konvergen dan divergen otak manusia
( Semiawan, 2001: 6 ).
4
pengetahuan).
Pembelajaran
konstruktivisme
juga
memungkinkan
tersedianya ruang yang lebih baik bagi keterlibatan peserta didik, memungkinkan
peserta didik untuk bereksplorasi: menggali secara lebih dalam kemampuan, potensi,
keindahan dan sikap perilaku yang lebih terbuka. Diantara ciri yang dapat ditemukan
dalam model
berjalan lancar.
Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
Mmencari dan menilai pendapat siswa.
Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak
informasi, melainkan proses belajar hanya akan terjadi bila peserta didik
berhadapan langsung dengan realitas atau objek tertentu. Pengetahuan diperoleh
oleh peserta didik atas dasar proses transformasi struktur kognitif tersebut.
Dengan
demikian
tugas
pendidik
dalam
proses
pembelajaran
adalah
menyediakan objek pengetahuan secara konkret, mengajukan pertanyaanpertanyaan sesuai dengan pengalaman peserta didik atau memberikan
pengalaman-pengalaman hidup konkret (nilai-nilai, tingkah laku, sikap) untuk
dijadikan objek pemaknaan.
b) Kaum konstruktivis berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk dalam diri
individu atas dasar struktur kognitif yang telah dimilikinya, hal ini berimplikasi
pada proses belajar yang menekankan aktivitas personal peserta didik. Agar
proses belajar dapat berjalan lancar maka pendidik dituntut untuk mengenali
secara cermat tingkat perkembangan kognitif peserta didik. Atas dasar
pemahamannya pendidik merancang pengalaman belajar yang dapat merangsang
struktur kognitif anak untuk berpikir, berinteraksi membentuk pengetahuan yang
baru. Pengalaman yang disajikan tidak boleh terlalu jauh dari pengetahuan
peserta didik tetapi juga jangan sama seperti yang telah dimilikinya. Pengalaman
sedapat mungkin berada di ambang batas antara pengetahuan yang sudah
diketahui dan pengetahuan yang belum diketahui sebagai zone of proximal
development of knowledge.
Terkait dengan kedua hal di atas, maka dalam proses pembelajaran seorang
pendidik harus menciptakan pengalaman yang autentik dan alami secara sosial
kultural untuk para peserta didiknya. Materi pembelajaran sungguh harus
kontekstual, relevan dan diambil dari pengalaman sosio budaya setempat. Pendidik
tidak dapat memaksakan suatu materi yang tidak terkait dengan kehidupan nyata
peserta didik. Pemaksaan hanya akan menimbulkan penolakan atau menimbulkan
kebosanan atau akan menghambat proses perkembangan pengetahuan peserta didik.
Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan.
Proses konstruksi itu dilakukan secara pribadi dan sosial. Proses ini adalah proses
aktif, sedangkan mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa,
melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan siswa dalam membentuk
pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, dan bersikap kritis. Jadi mengajar
adalah suatu bentuk belajar sendiri.
7
dapat memastikan strategi yang digunakan, yang dapat hanya sebatas tawaran
dan saran. Dalam hal ini teknik dan seni yang dimiliki guru ditantang untuk
mengoptimalkan pembelajaran. Pendekatan konstruktivisme mementingkan
pengembangan lingkungan belajar yang meningkatkan pembentukan pengertian
dari perspektif ganda, dan informasi yang efektif atau kontrol eksternal yang teliti
dari peristiwa-peristiwa siswa yang ketat, dihindari sama sekali. Untuk maksud
tersebut, guru perlu melakukan hal-hal berikut: (1) menyajikan masalah-masalah
aktual kepada siswa dalam konteks yang sesuai dengan tingkat perkembangan
siswa, (2) pembelajaran distrukturkan di sekitar konsep-konsep primer, (3)
memberi dorongan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan sendiri, (4)
memberikan siswa untuk menemukan jawaban dari pertanyaan sendiri, (5)
memberanikan
siswa
mengemukakan
pendapat
dan
menghargai
sudut
sejumlah
karakteristik
hubungan
guru-siswa
dalam
tingkat
tinggi
seperti
mengklasifikasi,
menganalisis,
Identifikasi
pengetahuan awal siswa dilakukan melalui tes awal, interview klinis dan peta
konsep.
4. Identifikasi dan Klarifikasi Miskonsepsi Siswa. Pengetahuan awal siswa yang
telah diidentifikasi dan diklarifikasi perlu dianalisa lebih lanjut untuk
menetapkan mana diantaranya yang telah sesuai dengan konsepsi ilmiah,
mana yang salah dan mana yang miskonsepsi.
5. Perencanaan Program Pembelajaran dan Strategi Pengubahan Konsep.
Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran. Sedangkan
strategi pengubahan konsepsi siswa diwujudkan dalam bentuk modul.
6. Implementasi Program Pembelajaran dan Strategi Pengubahan Konsepsi.
Tahapan ini merupakan kegiatan aktual dalam ruang kelas. Tahapan ini terdiri
dari tiga langkah yaitu : (a) orientasi dan penyajian pengalaman belajar, (b)
menggali ide-ide siswa, (c) restrukturisasi ide-ide.
7. Evaluasi. Setelah berakhirnya kegiatan implementasi program pembelajaran,
maka dilakukan evaluasi terhadap efektivitas model belajar yang telah
diterapkan.
8. Klarifikasi dan analisis miskonsepsi siswa yang resisten. Berdasarkan hasil
evaluasi perubahan miskonsepsi maka dilakukaan klarifikasi dan analisis
terhadap miskonsepsi siswa, baik yang dapat diubah secara tuntas maupun
yang resisten.
9. Revisi strategi pengubahan miskonsepsi. Hasil analisis miskonsepsi yang
resisten digunakan sebagai pertimbangan dalam merevisi strategi pengubahan
konsepsi siswa dalam bentuk modul.
Dapat kita jelaskan peranan antara pendidik dan peserta didik menurut aliran
konstruktivisme adalah sebagai berikut:
NO
1
Peranan pendidik
Mengutamakan peran siswa dalam
sendiri.
Bertanggung jawab sendiri terhadap
sekelasnya mendiskusikan
perkataan
I
ni satu-satunya
jawaban benar
Guru perlu menyediakan
masalah belajar.
siswa.
Guru perlu menyampaikan tujuan
yang diterima.
Kelemahan
Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam
proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik sepertinya kurang begitu
mendukung.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori kontruktivisme adalah sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,
yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Salah satu teori atau
pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme
adalah teori perkembangan mental Piaget yang merupakan bagian dari teori kognitif
juga. Piaget menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk
menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru
dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau
moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih
mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa
ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi
dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial
yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam
interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. bahwa pembelajaran yang mengacu
kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa
dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam
refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru.
B. Saran
Teori konstruktivisme pada dasarnya menekankan pembinaan konsep dan
asas sebelum konsep itu dibangunkan dan kemudiannya diaplikasikan. Belajar
konstruktivisme berarti semakin membangun kemampuan peserta didik, dimana
peserta didik dapat belajar dari pengalamannya. Sebuah kata bijak mengatakan
pengalaman adalah guru yang paling baik. Oleh sebab itu, penulis menyarankan
agar teori belajar ini dipahami oleh guru yang kemudian diadaptasikan dengan
budaya belajar di Indonesia.
15
DAFTAR PUSTAKA
Indrie. 07 Januari 2014. Teori Belajar Konstruktivisme. File
http://indrierb.blogspot.com/2014/01/teori-belajar-konstruktivisme-dan.html diakses
pada 24 Maret 2015 pukul 08:25 WITA).
Hidayat, Muhammad Ikhsan. 21 April 2013. Teori Belajar Konstruktivisme. File
https://ikhsanhidayat28.wordpress.com/2013/04/21/teori-belajar-konstruktivistik/
diakses pada 24 Maret 2015 pukul 08:23 WITA).
Wibawa, Wigih Adi. 13 Februari 2013. Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme.
File http://wiare.blogspot.com/2013/02/teori-belajar-konstruktivisme.html
diakses
16