Konstruktivisme
Dalam Pembelajaran
DEC 4
Posted by bangfajars
2. Fungsi kognisi adalah untuk menyesuaikan dan memberi khidmat mengorganisasi dunia
pengalaman, dan bukannya melakukan penemuan realiti ontologi (keberadaan sesuatu
yang kongkret).
Terlihat sangat dramatis memang, tetapi inilah yang memang diharuskan. Menurut Ng Kim
Choy, 1999 guru seharusnya melakukan strukturisasi pelajaran dengan mencabar pelajar
dan membantu pelajar menyadari kerelevan kurikulum pada kehidupan mereka. Mungkin
hal inilah yang menjadi pemicu kurikulum berkharakter dengan memposisikan pelajaran
sesuai dengan kaidahnya.
Dalam paradigma kontruktivisme, murid seharusnya menganggap peranan guru sebagai
salah satu sumber pengetahuan dan guru bukan orang yang tahu segala-galanya, tetapi
guru seharusnya menjadi fasilitator dan pembimbing bagi murid.
Ciri-ciri pembelajaran berdasarkan teori belajar kontruktivisme melalui empat tahap
(hamzah, 2001):
1. Tahap persepsi dimana guru harus mampu mengembangkan konsep awal dan
membangkitkan motivasi belajar siswa
2. Tahap eksplorasi. pelajar diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep
melalui pengumpulan , pengorganisasian dan pengintreprestasian data dalam suatu
aktifiti yang idenya berasal dari guru
3. Tahap perbincangan dan penjelasan konsep. disini pelajar memikirkan penjelasan dan
menyelesaikan yang didasarkan pada hasil pemerhatian dengan bimbingan guru sehingga
pelajar dapat membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari
4. Tahap pengembangan dan aplikasi konsep. Disini guru membimbing pelajar membuat
rfeleksi dan perbandingan ide lama dan ide baru sehingga dapat membuat pelajar
mengaplikasikan pemahamam konseptual baik melalui kegiatan atau yang lainnya.
S
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu
tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan
merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan
himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang
mempunyaipengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai
beberapa konsep umum seperti:
1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan
mereka.
3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling
memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara
aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah
ada.
5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini
berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau
sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman
pelajar untuk menarik miknat pelajar.
Logo Facebook
Email atau Telepon
Kata Sandi
albinahutagao
Masuk
Mendaftar
PENDAHULUAN
proses bagaimana interaksi tersebut berlangsung. Apakah yang menjadi tujuan pendidikan,
siapakah pendidik dan terdidik, apa isi pendidikan dan bagaimana proses interaksi
pendidikan tersebut, merupakan pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang
mendasar, yang esensial, yakni jawaban-jawaban filosofis.
Dalam proses pendidikan, aliran konstruktivisme menghendaki agar anak didik dapat
menggunakan kemampuannya secara konstruktif untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan
perkembangan ilmu dan teknologi. Anak didik harus aktif mengembangkan pengetahuan,
bukan hanya menunggu arahan dan petunjuk dari guru atau sesama siswa. Kreativitas dan
keaktifan siswa membantu untuk berdiri sendiri dalam kehidupan, aliran ini mengutamakan
peran siswa dalam berinisiatif.
Sedangkan penerapan dalam proses belajar mengajar aliran konstruktivisme memberikan
keleluasaan pada siswa untuk aktif membangun kebermaknaan sesuai dengan
pemahaman yang telah mereka miliki, memerlukan serangkaian kesadaran akan makna
bahwa pengetahuan tidak bersifat obyektif atau stabil, tetapi bersifat temporer atau selalu
berkembang tergantung pada persepsi subyektif individu dan individu yang berpengetahuan
menginterpretasikan serta mengkonstruksi suatu realisasi berdasarkan pengalaman dan
interaksinya dengan lingkungan. Pengetahuan berguna jika mampu memecahkan
persoalan yang ada.
Berdasarkan uraian di atas, melalui makalah ini penulis merumuskan masalah mengenai
apa yang dimaksud dengan konstruktivisme dan bagaimana pembelajaran menurut
konstruktivisme. Hal tersebut sangat perlu dibahas karena bertujuan agar kita mengetahui
apa yang dimaksud dengan konstruktivisme dan bagaimana pembelajaran menurut
konstruktivisme. Dengan pemahaman yang cukup mengenai hal tersebut di atas, maka
setiap individu akan mendapatkan hasil pembelajaran yang optimal.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakang perkembangan aliran filsafat konstruktivime dalam
pendidikan?
2. Bagaimana hakikat pendidikan, tujuan umum pendidikan, hakikat guru, hakikat siswa,
dan hakikat pembelajaran menurut aliran filsafat konstruktivisme?
3. Bagaimana implikasi aliran filsafat konstruktivisme dalam praksis pendidikan?
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memahami latar belakang perkembangan aliran filsafat konstruktivisme dalam
pendidikan.
2. Untuk memahami hakikat pendidikan, tujuan umum pendidikan, hakikat guru, hakikat
siswa, dan hakikat pembelajaran menurut aliran filsafat konstruktivisme.
3. Mengetahui implikasi aliran filsafat konstruktivisme dalam praksis pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
c. Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa itu jalan atau tidak.
Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa itu berlaku untuk
menghadapi persoalan baru yang berkaitan. Guru membantu dalam mengevaluasi hipotesa
dan kesimpulan siswa. Disini guru perlu mengerti mereka sudah pada taraf mana?
Guru perlu belajar mengerti cara berpikir siswa, sehingga dapat membantu
memodifikasikannya. Baik dilihat bagaimana jalan berpikir mereka itu terhadap persoalan
yang ada. Tanyakan kepada mereka bagaimana mereka mendapatkan jawaban itu. Ini cara
yang baik untuk menemukan pemikiran mereka dan membuka jalan untuk menjelaskan
mengapa suatu jawaban tidak jalan untuk keadaan tertentu (Von Glasersfeld, 1989).
d. Dalam sistem konstruktivis guru dituntut penguasaan bahan yang luas dan mendalam.
Guru perlu mempunyai pandangan yang sangat luas mengenai pengetahuan dari bahan
yang mau diajarkan. Pengetahuan yang luas dan mendalam akan memungkinkan seorang
guru menerima pandangan dan gagasan siswa yang berbeda dan juga memungkinkan
untuk menunjukkan apakah gagasan siswa itu jalan atau tidak. Penguasaan bahan
memungkinkan seorang guru mengerti macam-macam jalan dan model untuk sampai
kepada suatu pemecahan persoalan, dan tidak terpaku kepada satu model.
Tanggung jawab seorang guru adalah menyediakan dan memberikan kesempatan
sebanyak mungkin untuk belajar secara aktif dimana peran siswa bisa menciptakan,
membangun, mendiskusikan/ membandingkan, bekerjasama, dan melakukan eksplorasi
eksperimentasi (Setyosari, Herianto, Effendi, Sukadi,1996). Tugas guru hanyalah
mengamati atau mengobservasi, menilai, dan menunjukkan hal-hal yang perlu dilakukan
siswa.
4. Hakikat Murid Menurut Aliran Filsafat Konstruktivisme
Para siswa menciptakan atau membentuk pengetahuan mereka sendiri melalui tingkatan
atau interaksi dengan dunia. Siswa tidak lagi diposisikan bagaikan bejana kosong yang siap
diisi. Dengan sikap pasrah siswa disiapkan untuk dijejali informasi oleh gurunya. Atau siswa
dikondisikan sedemikian rupa untuk menerima pengetahuan dari gurunya. Siswa kini
diposisikan sebagai mitra belajar guru. Guru bukan satu-satunya pusat informasi dan yang
paling tahu. Guru hanya salah satu sumber belajar atau sumber informasi. Sedangkan
sumber belajar yang lain bisa teman sebaya, ratorium, televisi, koran dan internet.
Siswa diberikan kebebasan untuk mencari arti sendiri dari apa yang mereka pelajari. Ini
merupakan proses menyesuaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang
telah ada dalam pikiran mereka dan siswa bertanggung jawab atas hasil belajarnya. Mereka
membawa pengertian yang lama dalam situasi belajar yang baru. Mereka sendiri yang
membuat penalaran atas apa yang dipelajarinya dengan cara mencari makna,
membandingkannya dengan apa yang telah ia ketahui dengan apa yang ia perlukan dalam
pengalaman yang baru.
5. Hakikat Pembelajaran Menurut Aliran Filsafat Konstruktivisme
Menurut kaum konstruktivis, belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksikan arti
sebuah teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses
mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan
pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Proses
tersebut antara lain bercirikan sebagai berikut:
a. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka
lihat, dengar, rasakan dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah
ia punyai.
b. Konstruksi arti adalah proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan dengan
fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi, baik secara kuat maupun
lemah.
c. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan
pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan,
melainkan merupakan perkembangan itu sendiri (Fosnot, 1996), suatu perkembangan yang
menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
d. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan
yang merangsang pemikiran lebih lanjut situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah
situasi yang baik untuk memacu belajar.
e. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar dengan dunia fisik dan lingkungan.
f. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui pelajar konsep-konsep,
tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari (Paul
Suparno 2001:61).
didalami secara individual ataupun kolektif, kemudian diskusi kelompok, menulis, dialog dan
presentasi di depan teman yang lain.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia
melalui interaksi dengan objek, fenomena pengalaman dan lingkungan mereka.
Konstruktivisme bertitik tolak dari pembentukan pengetahuan, dan rekonstruksi
pengetahuan adalah mengubah pengetahuan yang dimiliki seseorang yang telah dibangun
atau dikonstruk sebelumnya dan perubahan itu sebagai akibat dari interaksi dengan
lingkungannya.
Kaum konstruktivis berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk dalam diri individu atas
dasar struktur kognitif yang telah dimilikinya, hal ini berimplikasi pada proses belajar yang
menekankan aktivitas personal peserta didik. Agar proses belajar dapat berjalan lancar
maka pendidik dituntut untuk mengenali secara cermat tingkat perkembangan kognitif
peserta didik. Atas dasar pemahamannya pendidik merancang pengalaman belajar yang
dapat merangsang struktur kognitif anak untuk berpikir, berinteraksi membentuk
pengetahuan yang baru. Pengalaman yang disajikan tidak boleh terlalu jauh dari
pengetahuan peserta didik tetapi juga jangan sama seperti yang telah dimilikinya.
Pengalaman sedapat mungkin berada di ambang batas antara pengetahuan yang sudah
diketahui dan pengetahuan yang belum diketahui sebagai zone of proximal development of
knowledge.
Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai pemberi ilmu. Tidak
lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih diposisikan sebagai fasiltator
yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
Aliran ini lebih menekankan bagaimana siswa belajar bukan bagaimana guru mengajar.
Bagikan
6 Berbagi
Aldino Bayu, Tere Hutagaol, dan Iwan Ariepoedin menyukai ini.
Syahrur Romadlon
PMII KOMISARIAT LOKAJAYA KEDIRI
Semua Catatan
Cari
Seluler
Tema
n
Lencan
a
Orang
Tentan
Buat
Buat
Pengemba
Iklan
Halama
ng
Halama
Temp
Aplika
Permaina
at
si
Karier
Privas
Kuki
Ketentua
Bantua
Musik
n
Facebook 2013 Bahasa Indonesia
I. PENDAHULUAN
Pendekatan pembelajaran di dalam psikologi pendidikan mengalami proses perkembangan yang cukup
panjang dan menarik untuk dikaji. Perkembangan tersebut menunjukkan tahap proses berfikir para pakar di dunia
psikolgi khususnya psikologi pendidikan dalam upaya pengembangan pendekatan baru baik yang disengaja ataupun
secara tidak disengaja.
Terdapat tiga pendekatan psikologi yang dikenal di dalam pembelajaran, yaitu pendekatan behavioristik,
pendekatan kognitivisme dan pendekatan konstruktifisme. Masing-masing pendekatan memiliki berbagai asumsi
dan teknik tersendiri. Ketiga-tiganya bermanfaat dalam setiap kegiatan pembelajaran antara guru dengan
siswa. Penggunaannya tentu saja disesuaikan dengan kebutuhan dan gaya belajar siswa
Pada makalah yang akan dibahas adalah pendekatan kognitifisme, dengan beberapa sub pokok bahasan,
yaitu:
1. Pendekatan kognotovisme dalam pembelajaran
2. Hakikat kognitifisme
3. Berbagai teori kognitivisme (Piaget, Burner, Ausuvel, Bloom, Gestal)
4. Proses pengolahan informasi
5. Aplikasi kognitifisme dalam pembelajaran
Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat untuk memberikan pemahaman tentang pendekatan kognitifisme
dalam pembelajaran serta beberapa wawasan yang terkait dengan aliran kognitifisme
II. PEMBAHASAN
A. Hakikat Kognitifisme
Tidak seperti model belajar behavioristik yang mempelajari proses belajar hanya sebagai hubungan
stimulus-respon, pendekatan belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai
model perseptual. Model belajar kognitif menyatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta
pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan
persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.
Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh
konteks situasi tersebut. Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponenkomponen yang kecil-kecil dan mempelajarinya secara terpisahpisah, akan kehilangan makna. Teori ini
berpandangan bahwa belajar merpakan suatu proses integral yang mencakupi ingatan, retensi, pengolahan
informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan poses berfikir
yang sangat kompleks.
Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya
dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan
pengalaman-pengalaman sebelumnya. Dalam praktek pembelajaran, teori kognitif antara lain tampak dalam
rumusan-rumusan seperti para pakar antara lain: teori tahap-tahap perkembangan (Piaget), pemahman konsep
(Burner), advance organixer (Ausubel), (Bloom), dan (Gestal).
Model kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah
berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan
pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan
yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses
Piaget
disebut skema. Skema akan menentukan bagaimana data dan informasi yang diterima akan dipahami seseorang .
Jika informasi sesuai dengan skema yang ada, maka peserta didik akan menyerap informasi tersebut ke dalam
skema ini. Seandainya tidak sesuai dengan skema yang ada, informasi akan ditolak atau diubah, atau disesuaikan
dengan skema, atau skema yang akan diubah dan disesuaikan.
Penganut teori kognitif mengakui bahwa belajar melibatkan penggabungan-penggabungan yang dibangun
melalui keterkaitan atau penguatan. Mereka juga mengakui pentingnya penguatan (reinforcement) walaupun lebih
menekankan pada pemberian balikan (feedback) pada tanggapan yang benar dalam perannya sebagai pendorong
(motivator). Walaupun menerima sebagian konsep dari behavioris, para penganut teori kognitif memandang belajar
sebagai perbuatan penguasaan atau penataan kembali struktur kognitif di mana seseorang memproses dan
menyimpan informasi.
Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual
dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog developmental karena penelitiannya mengenai tahap tahap
perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu.
Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang
sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektual adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya
berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif. Jean Piaget
mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap:
Tahap sensory motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap ini diidentikkan
dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.
Tahap pre operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap ini
diidentikkan dengan mulai digunakannya simbol atau bahasa tanda, dan telah dapat memperoleh pengetahuan
berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
Tahap concrete operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulai
menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual
pasif.
Tahap formal operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahap
yang terahir ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola pikir kemungkinan.
Proses Kognitif
Piaget juga mengemukakan teori mengenai proses kognitif, terkait adaptasi seseorang dengan lingkungannya
yang berlangsung simultan yang dikenal dengan proses kognitif. Menurut Piaget, proses kognitif ketika anak
mengkontruksi pengetahuannya melibatkan skema, asimilasi dan akomodasi, organisasi dan ekuilibrium.
Menurut Piaget, skema adalah kegiatan atau representasi mental dalam menyusun pengetahuan; skema atau
skemata dalam bentuk jamak adalah struktur pengetahuan yang disimpan dalam ingatan. dijelaskan bahwa skema
adalah sistem tindakan atau pikiran yang terorganisasi yang memungkinkan kita untuk mepresentasikan secara
mental atau memikirkan tentang berbagai objek dan kejadian di dunia.
Skema bisa sangat kecil dan spesifik misalnya skema mengenali setangkai mawar atau skema yang lebih
besar dan umum misalnya skema mengkategorikan tanaman.
Asimilasi adalah proses kognitif yang mencocokkan informasi yang diterima dengan informasi yang telah ada
dalam struktur pengetahuan (skema). Sedangkan akomodasi adalah proses yang terjadi dalam menggunakan
informasi yang telah ada untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Jika pada suatu hal apabila informasi yang ada
tidak dapat digunakan untuk memecahkan masalah, lalu individu akan mencari cara lain untuk memecahkan
masalah. Proses yang terakhir dikenal dengan nama ekuilibrium, agar seseorang dapat terus mengembangkan dan
menambah pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas mentalnya. Equilibrasi ini dapat dimaknai sebagai sebuah
keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan
struktur dalamya. Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui
asimilasi dan akomodasi.Teori Piaget juga menjelaskan mengenaipengorganisasian, yaitu mengelompokkan
perilaku dan berpikir melalui tingkat berpikir yang lebih tinggi. Pengorganisasian secara kognitif ini diperlukan
seseorang untuk bisa memahami dunia sekitar.
perkembangan anak itu berlangsung gradual tidak terjadi tiba-tiba. Selain itu kadang ada anak yang kemampuannya
melebihi batasan usia itu ada yang memang lebih cepat dalam aspek-aspek tertentu.
Ada juga yang berpendapat bahwa Piaget terlalu meremehkan kemampuan kognisi pada anak-anak kecil.
Piaget juga dikritik bahwa anak-anak dan orang dewasa juga seringkali berpikir dengan cara-cara yang tidak
konsisten dengan gagasan tahap-tahap yang tidak bervariasi.
Jerome Bruner
Bruner menegaskan teori pembelajaran secara penemuan yaitu mengolah apa yang diketahui pelajar itu
kepada satu corak dalam keadaan baru (lebih kepada prinsip konstruktivisme). Menurut Bruner belajar bermakna
hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan
lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan
berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.
Dalam teori belajarnya Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa
dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu.
Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh
manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya
belajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk
memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan
konsep dan prinsip itu sendiri.
Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan, antara lain:
1. Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat.
2. Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
3. Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.
Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambargambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga
menyatakan konsep kesegitigaan.
Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik dibuktikan oleh kemampuan
seseorang lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan daripada objek-objek, memberikan struktur hirarkis pada
konsep-konsep dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu cara kombinatorial.
Sebagai contoh dari ketiga cara penyajian ini, tentang pelajaran penggunaan timbangan. Anak kecil hanya
dapat bertindak berdasarkan prinsip-prinsip timbangan dan menunjukkan hal itu dengan menaiki papan jungkatjungkit. Ia tahu bahwa untuk dapat lebih jauh kebawah ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih tua
dapat menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu model atau gambaran. Bayangan timbangan itu
dapat diperinci seperti yang terdapat dalam buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan dengan
menggunakan bahasa tanpa pertolongan gambar atau dapat juga dijelaskan secara matematik dengan
menggunakan Hukum Newton tentang momen.
Ciri khas Teori Bruner dan perbedaannya dengan teori yang lain
Teori Bruner mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu tentang belajar dengan menemukan
konsep sendiri. Disamping itu, karena teori Bruner banyak menuntut pengulangan-penulangan, maka desain yang
berulang-ulang itu disebut kurikulum spiral kurikulum. Secara singkat, kurikulum spiral menuntut guru untuk
memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang
sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu materi baru yang lebih
kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh.
Bruner berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur konsep-konsep yang
dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan melihat benda-benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan
perbedaan. Selain itu, pembelajaran didasarkan kepada merangsang siswa menemukan konsep yang baru dengan
menghubungkan kepada konsep yang lama melalui pembelajaran penemuan.
David Ausebel
Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari hukum belajar yang
bermakna. Pengertian belajar bermakna Menurut Ausubel ada dua jenis belajar : Belajar bermakna (meaningful
learning) dan belajar menghafal (rote learning).
Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur
pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar menghafal adalah siswa
berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna. Sebagai ahli
psikologi pendidikan Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan memperhatikan/memberikan
tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar melalui bahasa (meaningful verbal learning).
Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan prinsip, bila ditinjau
bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja tidak dianggap sebagai belajar bermakna.
Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa
menemukan sendiri semuanya. Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan
mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang
disampaikan gurunya.
Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh Ausubel adalah bila
informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu
sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Belajar
seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan
dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyaratan :
-
Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan
pengetahuan masa lalu peserta didik.
Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasi memegang peranan penting dalam hal ini, sebab
peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan
pengetahuan bagaimana melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak dipelajari secara
hafalan.
Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau
yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan (discovery
learning) lebih bermakna dari pada kegiatan belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramah
pun, asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar
yang baik.
Benjamin S Bloom
Taxonomi Bloom
Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan
secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks.
Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti
misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai pemahaman yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan
pengetahuan yang ada pada tingkatan pertama.
Bloom mengklasifikasi lebih lanjut ranah kognitif menjadi 6 tingkatan hirarkhis, dan tiap-tiap klasifikasi
dikembangkan lagi menjadi bagian-bagian klasifikasi yang lebih khusus. Semua klasifikasi diurut secara hirarkhis
dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. Keenam klasifikasi ranah kognitif Bloom adalah sebagai
berikut: 1. pengetahuan, 2. pemahaman, 3. penerapan, 4. analisis, 5. sintesis, 6. penilaian. Domain ini terdiri dari dua
bagian: bagian pertama berupa adalah pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa kemampuan dan
keterampilan intelektual (kategori 2-6)
Pengetahuan: Klasifikasi yang menekankan pada mengingat, apakah dengan mengungkapkan atau
mengenal kembali sesuatu yang telah pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Pemahaman: Klasifikasi ini
menekankan pada pengubahan informasi ke bentuk yang lebih mudah dipahami. Penerapan: Menggunakan
abstraksi pada situasi tertentu dan konkrit. Tekanannya adalah untuk memecahkan suatu
masalah. Analisis: Memilah informasi ke dalam satuan-satuan bagian yang lebih rinci sehingga dapat dikenali
fungsinya, kaitannya dengan bagian yang lebih besar, serta organisasi keseluruhan bagian. Sintesis: Penyatuan
bagian-bagian untuk membentuk suatu kesatuan yang baru dan unik. Penilaian: Pertimbangan-pertimbangan
tentang nilai dari sesuatu untuk tujuan tertentu.
Menurut Kohler belajar adalah fenomena kognitif. Organisme mulai melihat solusi setelah memikirkan problem.
Pembelajar memikirkan semua unsur yang dibutuhkan untuk memecahkan problem dan menempatkannya bersama
(secara kognitif) dalam satu cara dan kemudian ke cara-cara lainnya sampai problem terpecahkan.Untuk menguji
gagasan tentang belajar ini, Kohler menggunakan sejumlah eksperimen kreatif. Satu percobaan adalah problem
memecahkan jalan memutar di mana hewan dapat melihat tujuannya dengan jelas tetapi tidak bisa mencapainya
langsung. Hewan itu harus memutar dan mengambil jalur lain untuk mendapatkan obyek yang
diinginkannya. Kohler menemukan bahwa ayam amat berkesulitan mendapatkan solusi, tetapi monyet bisa
memecahkannya dengan reatif murah.
Percobaan kedua, Kohler mengharuskan organisme menggunakan alat untuk menjangkau obyek yang
diinginkannya. Misalnya sebuah pisang diletakkan di luar jangakaun monyet sehinngga monyet harus mengguakan
tongkat untuk menggapainya atau menggunakan dua tingkat agar cukup panjang untuk menjangkaunya. Dalam
masing-masing kasus ternya hewan tsb memiliki semua unsur yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah.
Step-1
Simpanse dimasukkan sangkar dan di luar sangkar diletakkan pisang yang tidak akan mungkin dapat diraih jika
hanya dengan tangan kosong. Dalam sangkar tersebut diletakkan tongkat, sehingga lama kelamaan simpanse dapat
meraih pisang tersebut dengan bantuan tongkat.
Step-2
Sama dengan step-1, namun kali ini pisang diletakkan lebih jauh. Selain tongkat tadi diberikan tongkat tambahan
yang dapat disambung. Denganinsight yang dimiliki, maka simpanse dapat meraih pisang tadi dengan bantuan
tongkat yang disambung dengan tongkat kedua.
Step-3
Pisang diletakkan di atas sangkar dengan asumsi simpanse tidak akan dapat meraih dengan tinggi loncatnya. Lalu di
sudut ruangan disediakan kotak, sehingga dengan kotak itu simpanse dapat meraih pisang.
Step-4
Sama dengan step-3, hanya jaraknya diperjauh dan disediakan kotak tambahan, sehingga simpanse dapat meraih
pisang dengan bantuan kotak tambahan tersebut.
Koffka berusaha menghubungkan masa lalu dan masa sekarang dengan jejak memori. Menurutnya,
pengalaman saat ini akan membangkitkan apa yang sesebut sebagi memory proses, ketika proses berhenti, jejak
dari efeknya akan tertinggal di otak. Jejak ini, pada gilirannya, akan mempengaruhi semua proses serupa yang
terjadi si masa depan. Jika seseorang mendefenisikan belajar sebagai modifikasi potensi perilaku yang berasal dari
pegalaman, maka setiap pemunculan proses ini dapat dilihat sebagai pengalaman belajar
Dalam model ini, informasi dalam bentuk energi fisik tertentu (sinar untuk bahan tertulis, bunyi untuk ucapan,
tekanan untuk sentuhan,dan lain-lain) diterima oleh reseptor yang peka terhadap eenergi dalam bentuk-bentuk
tertentu itu. Reseptor-reseptor itu mengirimkan tanda-tanda dalam bentuk impuls-impuls elektrokimia ke otak. Jadi
tranformasi pertama yang dialami informasi ialah dari berbagai bentuk energi ke satu bentuk yang sama.
Impuls-ilmpluls saraf dari reseptor masuk ke suatu registor pengindraan yang terdapat dalam sistem saraf
pusat. Informasi penginderaan disimpan dalam sistem saraf pusat selama waktu yang sangat singkat; menurut
Serling (1960), hanya selama seperempat detik. Dari seluruh informasi yang masuk ini, sebagian kecil yang
disimpan untuk selanjutnya diteruskan ke memori jangka pendek, sedangkan selebihnya hilang dari sistem. Proses
reduksi ini disebut persepsi selektif.
Memori jangka pendek secara kasar dapat disamakan dengan kesadaran. Artinya, apa yang kita sadari
pada suatu waktu, dikatakan terdapat pada memori jangka pendek kita. Memori ini disebut jangka pendek sebab
informasi keluar dari memori jangak pendek ini kira-kira 10 detik, kecuali kalau informasi itu diulang-ulang. Bila kita
mencari nomor telepon manual misalnya, nomor-nomor tersebut akan lupa waktu kita berjalan dari buku telepon ke
pesawat telepon
Bukan hanya memori jangka pendek yang pendek, tetapi kapasitasnya pun terbatas. Oleh karena itu,
memori jangka pendek kerap kali disebut bottleneck sistem pemrosesan informasi manusia. kapasitas memori
jangka pendek yang kecil ini implikasinya penting sekali bagi pengajaran atau instruksi pada umumnya.
Makin lama makin banyak digunakan istilah memori kerja untuk memori jangka pendek. Kedua istilah ini
memberi penekanan pada apek-aspek yang berbeda dengan konsep: jangka pandek menekankan lama
bertahannya imformasi, sedangkan kerja menekanan fungsinya. Memori kerja merupakan tempat dilakukannya
kegiatan mental secara sadar. Sebagi contoh misalnya, jika kita memecahkan soal,sebenanrnya sudah ada
beberapa alyernatif jawaban sementara di otak.
Informasi
Memori kerja dapat dikode, kemudian disimpan dalam memori jangka panjang. Pengodean merupakan
suatu proses transformasi, dimana informasi baru diintegrasikan pada informasi lama dengan berbagai
cara. Memori jangka panjangmenyimpan infromasi yang akan digunakan di kemudian hari. Berlawanan dengan
memori kerja, memori jangka panjang bertahanlam a sekali
Informasi yang telah disimpan di memori jangka panjang bila akan digunakan lagi, harus
dipanggil. Informasi yang telah dipanggil merupakan dasar generator respons. Dalam pikiran sadar infromasi
mengalir dari memori jangka panjang ke memori jangka pendek, kemudian ke generator respon. Akan tetapi, untuk
respons otomatis, informasi mengalir langsung dari memori jangka panjang ke generator respons selama
pemanggilan.
Generator respons mengatur urutan respons dan membimbing efektor-efektor. Efektor-efektor meliputi
semua otot dan kelenjer kita, tetapi untuk tugas sekolah, efektor-efektor yang utama ialah tangan untuk menulis dan
alat suara untuk berbicara.
Aliran informasi dalam sistem manusia ternyata bertujuan dan diatur oleh kotak-kotak yang disebut harapan
dan kontrol eksekutif Khususnya harapan-harapan tentang hasil kegiatan mental mempengaruhi pemrosesan
informasi, seperti prosedur pengontrolan dan strategi-strategi mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan
Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran , tidak lagi
mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara
aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa. Sedangkan kegiatan
pembelajarannya kognitif mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. siswa bukan sebagai orang dewasa muda dalam proses berfikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif
melalui tahap-tahap tertentu.
2. anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama jika menggunakan bendabenda kongkrit.
3. keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran amat dipentingkan karena hanya dengan mengaktifkan siswa
maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik
4. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan pengalaman atau informasi baru dengan
struktur kognitif yang telah dimimiki oleh siswa
5. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika
tertentu, dari sederhana ke kompleks
6. Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar bermakna, informasi baru harus
disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimilikisiswa. Tugas guru adalah menunjukkan
hubungan antara apa yag sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa.
7. adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan
belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan berfikir, pengetahuan awal, dan
sebagainya.
8. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat
hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses
pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru
hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami
tujuannya.
9. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada.
Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan
kehidupan peserta didik.
10. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain.
Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu
konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan
yang tepat.
III. Kesimpulan
Pengertian belajar menurut teori kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu
berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki
pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar
akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah
dimiliki sesorang.
Di antara pakar kognitif paling tidak adal ima yang terkenal yaitu Piaget, Bruner, Ausubel, Bloom dan
Gestal. Menurut Piaget, kegiatan belajar terjadi sesuai dengan pola tahap-tahap perkembangan tertentu dan umur
seseorang, serta melalui prosesasi asimilasi, akomodasi dan equilibrasi. Sedangkan Brumer mengatakan bahwa
belajar terjadi lebih ditentukan oleh cara seseorang mengatur pesan atau informasi, dan bukan ditentukan oleh
umur. Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap enaktif, ikonik, dan simbolik. Sementara itu Ausebel
mengatakan bahwa proses belajar mengajar terjadi jika seseorang mampu mengasimilasikan pengetahuan yang
dimilikinya dengan pengetahuan baru. Bloom menyatakan proses kognitif mengikuti tahap perkembangan,
sedangkan gestal menyatakan bahwa kognitif bukanlah bersifat parsial, tetapi bersifat keseluruhan.
Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran , tidak lagi
mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara
aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa.
Daftar Pustaka
John W Santrock. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2008
B.R Hergenhahn, Mattew H.Olson, Theories Of Learning (Teori Belajar). Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2010
http://tip.psychology.org/wertheim.html
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/02/teori-teori-belajar/
http://www.learningandteaching.info/learning/gestalt.htm
http://belajarpsikologi.com/teori-belajar-gestalt/#ixzz1kGZlpRPM
http://elearning.unesa.ac.id/myblog/alim-sumarno/tipe-isi-matakuliah-ranah-kognitif
Dipresentasikan dalam Mata Kuliah Orientasi Baru Psikologi Pendidikan Prodi PAUD PPs UNJ Februari 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
IstilahCognitive berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian,
mengerti.Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan,
danpenggunaan
pengetahuan.
Dalam
pekembangan
selanjutnya,
kemudian
istilahkognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia
/satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi
setiapperilaku
mental
yang
berhubungan
dengan
masalah
pemahaman,
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Kognitivisme
a. Pengertian Teori Kognitivisme
Teorikognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar.
Kognisiadalah kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati,
melihat,menyangka, memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain,
kognisimenunjuk pada konsep tentang pengenalan. Teori kognitif menyatakan
bahwa prosesbelajar terjadi karena ada variabel penghalang pada aspek-aspek
kognisiseseorang.
Teori
belajar
kognitiv
lebih
mementingkan
proses
belajar
dalam
ranah
psikologi
kognitif,
maka
disisi
lain
juga
diaplikasikan
padakonteks
pembelajaran
secara
menyeluruh.
Terlebih
untuk
dan
kemudian
disesuakan
dengan
tingkatan
pendidikan
bahwa
dari
proses
konkret
berpikir
menuju
sebagai
aktivitas
gradual
dari
abstrak.
Piaget
adalah
ahli
yangsebelumnya
tidak
ada.
Pertumbuhan
intelektuan
adalah
tidak
untuk
materi
yang
akan
dipelajari.Berfungsi
sebagai
jembatan
yang
menghubungkan antara yang sedang dipelajari danyang akan dipelajari. Dapat membantu siswa
untuk memahami bahan belajar secaralebih mudah.
B. Pandangan Teori Kognitivisme terhadap BelajarMengajar dan Pembelajaran
Teori kognitif adalah teori yangumumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi
adalah kemampuan psikis ataumental manusia yang berupa mengamati, melihat, menyangka,
memperhatikan,menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep
tentangpengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena adavariabel
penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang. Teori belajar kognitivlebih mementingkan
proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajartidak sekedar melibatkan hubungan
antara stimulus dan respon, lebih dari itubelajar melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks. Belajar adalahperubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan
pemahaman tidak selaluberbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.Dari beberapa
teori belajarkognitif diatas (khusunya tiga di penjelasan awal) dapat pemakalah ambil
sebuahsintesis bahwa masing masing teori memiliki kelebihan dan kelemahan jikaditerapkan
dalam dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teoridiatas memiliki kesamaan
yang sama-sama dalam ranah psikologi kognitif, makadisisi lain juga memiliki perbedaan jika
diaplikasikan dalam proses pendidikan.Sebagai misal,
Teori bermakna ausubel dan discoveryLearningnya bruner memiliki sisi pembeda. Dari
sudut pandang Teori belajarBermakna Ausubel memandang bahwa justru ada bahaya jika siswa
yang kurang mahirdalam suatu hal mendapat penanganan dengan teori belajar discoveri,
karenasiswa cenderung diberi kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman
tentangsegala sesuatu. Oleh karenanya menurut teori belajar Bermakna guru tetap
berfungsisentral
sebatas
membantu
mengkoordinasikan
pengalaman-pengalaman
yang
hendakditerima oleh siswa namun tetap dengan koridor pembelajaran yang bermakna.
Daripoin diatas dapat pemakalah ambil garis tengah bahwa beberapa teori belajarkognitif
diatas, meskipun sama-sama mengedepankan proses berpikir, tidak sertamerta dapat
diaplikasikan pada konteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebihuntuk menyesuaikan
teori belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dansistem pembelajaran sekarang maka
harus benar-benar diperhatikan antarakarakter masing-masing teori dan kemudian disesuakan
dengan tingkatanpendidikan maupun karakteristik peserta didiknya.
C. Implikasi Teori Kognitivistik dalam Dunia Pendidikan
Adapun Impilikasi Teori Kognitivisme dalamdunia pendidikan yang lebih dispesifikasikan
dalam Pembelajaran sesuai denganTeori yang telah dikemukan diatas sebagai berikut:
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalampembelajaran adalah :
Bahasa dan cara berfikir anak berbeda denganorang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yangsesuai dengan cara berfikir anak; Anak-anak akan
belajar lebih baik apabiladapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu
anak agar dapatberinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya; Bahan yang harus dipelajari
anakhendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing; Berikan peluang agar anak belajarsesuai
tahap perkembangannya. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberipeluang untuk saling
berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Implikasi Teori Bruner dalam Proses Pembelajaran :
Menghadapkan anak pada suatu situasi yangmembingungkan atau suatu masalah; anak
akan berusaha membandingkan realita diluar dirinya dengan model mental yang telah
dimilikinya;
dan
denganpengalamannya
anak
akan
mencoba
menyesuaikan
atau
mengorganisasikan
kembalistruktur-struktur
idenya
dalam
rangka
untuk
mencapai
keseimbangan di dadalambenaknya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Teori kognitif adalah teori yangumumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi
adalah kemampuan psikis ataumental manusia yang berupa mengamati, melihat,
menyangka, memperhatikan,menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi
menunjuk pada konsep tentangpengenalan. Adapun teori yang tekenal antara lain:
JeanPiaget, teorinya disebut Cognitive Developmental yang Dalamteorinya, Piaget
memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual darifungsi intelektual
dari konkret menuju abstrak,
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Bruner,yang dimana Burner memandang
perkembangan kognitif manusia berkaitan dengankebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan
kognitif seseorang sangat dipengaruhioleh lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang
biasanya digunakan.
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausebel,yang mengatakan bahwa siswa akan
belajar dengan baik jika isi pelajarannyadidefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan
baik dan tepat kepada siswa(advanced organizer), dengan demikian akan mempengaruhi
pengaturan kemampuanbelajar siswa.
DAFTARPUSTAKA
http://fairuzelsaid.wordpress.com/2011/12/01/teori-kognitif/ (diakses
pada
hari
Kamis,
tanggal 16/2/2012)
http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/24/teori-belajar-kognitivisme/ (diakses
pada
hari
pada
hari
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi
antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam
belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa
respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan
respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh
guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati
adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus)
dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas mimetic, yang menuntut
pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam
bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan
pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian
ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga
aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan
penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib
tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang
benar. Maksudnya bila siswa menjawab secara benar sesuai dengan keinginan
guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan
pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori
ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual (Degeng, 2006).
Prinsip-Prinsip dalam Teori Behavioristik
a) Obyek psikologi adalah tingkah laku.
b) Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek.
c) Mementingkan pembentukan kebiasaan.
d) Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri.
e) Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik harus dihindari.
Tokoh-Tokoh Aliran Behaviorisme
a) Edward LeeThorndike
Teori Kognitivisme
Teori belajar kognitif berasal dari pandangan Kurt Lewin (1890-1947), seorang
Jerman yang kemudian beremigrasi ke Amerika Serikat. Intisari dari teori belajar
konstruktivisme adalah bahwa belajar merupakan proses penemuan (discovery) dan
transformasi informasi kompleks yang berlangsung pada diri seseorang. Individu
yang sedang belajar dipandang sebagai orang yang secara konstan memberikan
informasi baru untuk dikonfirmasikan dengan prinsip yang telah dimiliki, kemudian
merevisi prinsip tersebut apabila sudah tidak sesuai dengan informasi yang baru
diperoleh. Agar siswa mampu melakukan kegiatan belajar, maka ia harus
melibatkan diri secara aktif.
Teori kognitivisme ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses
informasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan
kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan
pengetahuan yang telah ada. Teori ini menekankan pada bagaimana informasi
diproses.
Karakteristik :
a) Belajar adalah proses mental bukan behavioral
b) Siswa aktif sebagai penyadur
c) Siswa belajar secara individu dengan pola deduktif dan induktif
d) Instrinsik motivation, sehingga tidak perlu stimulus
e) Siswa sebagai pelaku untuk menuntun penemuan
f) Guru memfasilitasi terjadinya proses insight.
Beberapa tokoh dalam aliran kognitivisme
a) Teori Gestalt dari Wertheimer dkk
Menekankan pada kebermaknaan dan pengertian sehingga tidak menimbulkan
ambiguitas dalam proses pembelajaran.
b) Teori Schemata Piaget
Teori ini mengatakan bahwa pengalaman kependidikan harus dibangun di sekitar
struktur kognitif siswa. Struktur kognitif ini bisa dilihat dari usia serta budaya yang
dimilik oleh siswa.
c) Teori Belajar Sosial Bandura
Bandura mempercayai bahwa model akan mempunyai pengaruh yang
paling efektif apabila mereka dianggap atau dilihat sebagai orang yang
mempunyai kehormatan, kemampuan, status tinggi, dan juga kekuatan,
sehingga dalam banyak hal seorang guru bisa menjadi model yang paling
berpengaruh.
d) Pengolahan Informasi Norman
Norman melihat bahwa materi baru akan dipelajari dengan menghubungkannya
dengan sesuatu yang sudah diketahuinya, yang dalam teorinya di sebut learning by
analogy. Pengajaran yang efektif memerlukan guru yang mengetahui struktur
kognitif siswa.
Teori Konstruktivisme
Menurut cara pandang teori konstruksivisme belajar adalah proses untuk
membanguin pengetahuan melalui pengalaman nyata dari lapangan. Artinya siswa
akan cepat memiliki pengetahuan jika pengetahuan itu dibangu atas dasar realitas
yang ada di dalam masyarakat. Evaluasi pembelajaran. Dalam treori
kontruktivisme, evaluasi tidak hanya dimaksudkan untuk mengetahui kualitas siswa
dalam memahami materi dari guru. Evaluasi menjadi saran untuk mengetahui
kekurangan dan kelebihan proses pembelajaran.
Konstruktivisme sebagai deskripsi kognitif manusia seringkali diasosiasikan dengan
pendekatan paedagogi yang mempromosikan learning by doing. Teori ini
memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri
kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlakukan guna
mengembangkan dirinya sendiri.
Menurut asalnya, teori konstruktivime bukanlah teori pendidikan. Teori ini berasal
dari disiplin filsafat, khususnya filsafat ilmu. Pada tataran filsafat, teori ini
membahas mengenai bagaimana proses terbentuknya pengetahuan manusia.
Menurut teori ini pembentukan pengetahuan terjadi sebagai hasil konstruksi
manusia atas realitas yang dihadapinya. Dalam perkembangan kemudian, teori ini
mendapat pengaruh dari disiplin psikologi terutama psikologi kognitif Piaget yang
berhubungan dengan mekanisme psikologis yang mendorong terbentuknya
pengetahuan. Menurut kaum konstruktivis, belajar merupakan proses aktif siswa
mengkostruksi pengetahuan. Proses tersebut dicirikan oleh beberapa hal sebagai
berikut:
1.
Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan siswa dari apa yang
mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi makna ini dipengaruhi oleh
pengertian yang telah ia punyai.
2.
Konstruksi makna merupakan suatu proses yang berlangsung terus-menerus
seumur hidup.
3.
Belajar bukan kegiatan mengumpulkan fakta melainkan lebih berorientasi
pada pengembangan berpikir dan pemikiran dengan cara membentuk pengertian
yang baru. Belajar bukanlah hasil dari perkembangan melainkan perkembangan itu
sendiri. Suatu perkembangan yang menuntun penemuan dan pengaturan kembali
pemikiran seseorang.
4.
Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skemata seseorang dalam
keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi disekuilibrium
merupakan situasi yang baik untuk belajar
5.
Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik dan
lingkungan siswa.
6.
Hasil belajar siswa tergantung pada apa yang sudah diketahuinya.
Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah suatu proses organik untuk menemukan
sesuatu, bukan suatu proses mekanis untuk mengumpulkan fakta. Dalam konteks
yang demikian, belajar yang bermakna terjadi melalui refleksi, pemecahan konflik
pengertian dan selalu terjadi pembaharuan terhadap pengertian yang tidak
lengkap.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut dapat ditarik sebuah inferensi bahwa menurut
teori konstruktivisme belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan dengan
cara mengabstraksi pengalaman sebagai hasil interaksi antara siswa dengan
realitas baik realitas pribadi, alam, maupun realitas sosial. Proses konstruksi
pengetahuan berlangsung secara pribadi maupun sosial. Proses ini adalah proses
yang aktif dan dinamis. Beberapa faktor seperti pengalaman, pengetahuan awal,
kemampuan kognitif dan lingkungan sangat berpengaruh dalam proses konstruksi
makna.Argumentasi para konstruktivis memperlihatkan bahwa sebenarnya teori
belajar konstrukvisme telah banyak mendapat pengaruh dari psikologi kognitif,
sehingga dalam batas tertentu aliran ini dapat disebut juga neokognitif.
Walaupun mendapat pengaruh psikologi kognitif, namun harus diakui bahwa
stressing point teori ini bukan terletak pada berberapa konsep psikologi kognitif
yang diadopsinya (pengalaman, asimilasi, dan internalisasi).melainkan pada
konstuksi pengetahuan. Konstruksi pengetahuan yang dimaksudkan dalam
pandangan konstruktivisme yaitu pemaknaan realitas yang dilakukan setiap orang
ketika berinteraksi dengan lingkungan. Dalam konteks demikian, konstruksi atau
pemaknaan terhadap realitas adalah berlajar itu sendiri. Dengan asumsi seperti ini,
sebetulnya substansi konstrukvisme terletak pada pengakuan akan hekekat
manusia sebagai homo creator yang dapat mengkonstruksi realitasnya sendiri.
IMPLIKASI TEORI BELAJAR TERHADAP EVALUASI PENDIDIKAN
Teori Behaviorisme
Implikasi teori ini dalam pembelajaran tergantung tujuan pembelajaran, sifat materi
pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang
tersedia.Teori ini sangat sesuai untuk pengetahuan yang bersifat obyektif, pasti,
tetap, tidak berubah. Dalam hal ini pengetahuan telah terstruktur dengan rapi,
sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau
pebelajar
Menurut teori behaviorisme apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa saja
yang dihasilkan siswa (respons) semua harus bisa diamati, diukur, dan tidak boleh
hanya implisit (tersirat). Faktor lain yang juga penting adalah faktor penguat
(reinforcement). Penguat adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya
respons. Bila penguatan ditambah (positive reinforcement) maka respons akan
semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement)
responspun akan tetap dikuatkan.. Misalnya bila seorang anak bertambah giat
belajar apabila uang sakunya ditambah maka penambahan uang saku ini disebut
sebagai positive reinforcement. Sebaliknya jika uang saku anak itu dikurangi dan
pengurangan ini membuat ia makin giat belajar, maka pengurangan ini disebut
negative reinforcement.
Konsep evaluasi pendidikan sudah sangat jelas dalam teori ini yaitu melalui
pengukuran, pengamatan. Sebab seseorang dikatakan belajar bila telah mengalami
perubahan perilaku. Akan tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua hasil belajar
bisa diamati dan diukur, paling tidak dalam tempo seketika. Semua aspek materi
juga tidak bisa diukur dengan teori ini. Evaluasi dilakukan untuk menilai hasil akhir
dari penggunaan teori ini yaitu perubahan perilaku.
Teori Kognitivisme
Implikasi teori kognitivisme dalam kegiatan pembelajaran lebih memusatkan
perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada
hasilnya. Selain itu, peran siswa sangat diharapkan untuk berinisiatif dan terlibat
secara aktif dalam kegiatan belajar. Teori ini juga memaklumi akan adanya
perbedaan individual dalam hal kemajuan per- kembangan. Oleh karena itu guru
harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari
individu individu ke dalam bentuk kelompok kelompok kecil siswa daripada
aktivitas dalam bentuk klasikal.
Teori ini juga mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget,
pertukaran gagasan gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan
penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung,
perkembangannya dapat disimulasi.
Implikasi dalam konsep evaluasi bahwa evaluasi dilakukan selama proses belajar
bukan hanya semata dinilai dari hasil belajar. Jadi, teori ini menitikberatkan pada
proses daripada hasil yang dicapai oleh siswa.
Bagi para penganut aliran kognitifisme, pembelajaran dipandang sebagai upaya
memberikan bantuan kepada siswa untuk memperoleh informasi atau pengetahuan
baru melalui proses discovery dan internalisasi. Agar discovery dan internalisasi
dapat berlangsung secara benar maka perlu diperhatikan beberapa prinsip
pembelajaran yang perlu sebagai berikut:
Setiap siswa perlu dimotivasi oleh guru agar merasa bahwa belajar
merupakan suatu kebutuhan, dan bukan sebaliknya sebagai beban
Posting LamaBeranda
Langganan: Poskan Komentar (