Anda di halaman 1dari 21

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................1
BAB I.......................................................................................................................2
PENDAHULUAN...................................................................................................2
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................2
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan Makalah.........................................................................................3
BAB II......................................................................................................................4
ISI.............................................................................................................................4
2.1 Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme................................................4
2.2 Tokoh-Tokoh Teori Belajar Kontruktivistik.............................................6
2.3 Unsur Penting dalam Lingkungan Pembelajaran Konstruktivisme..........8
2.4 Tujuan Belajar menurut Paradigma Konstruktivistik..............................10
2.5 Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Kontruktivistik......................12
2.6 Implikasi Teori Belajar Konstruktivisme dalam Pembelajaran..............12
BAB III..................................................................................................................19
PENUTUP..............................................................................................................19
3.1 Kesimpulan..........................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Tjipto, Ketua Unit Implementasi Kurikulum, mengatakan Kurikulum
2013 sesungguhnya berbasis pada kurikulum konstruktivisme, yang artinya
membangun jiwa anak. Konstruktivisme berarti siswa diajak untuk turut serta
dalam pembelajaran itu sendiri. "Murid memegang alat, guru mengarahkan”.
Hal ini sejalan dengan teori belajar menurut konstruktivistik yang
bukanlah sekedar menghapal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan
melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil “pemberian” dari orang lain
seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan
setiap individu. Pengetahuan hasil dari pemberian tidak akan bermakna.
Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi
pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau
lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan atau diingat dalam setiap individu.
Oleh karena itu penting bagi seorang guru untuk memahami serta
menguasai teori belajar konstruktivistik ini sehingga dapat
mengimplementasikannya pada pembelajaran.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah pengertian dari teori belajar konstruktivistik?
1.2.2 Siapa tokoh-tokoh dalam teori belajar konstruktivistik?
1.2.3 Apa saja unsur penting dalam lingkungan pembelajaran
konstruktivistik?
1.2.4 Apa tujuan belajar menurut paradigma konstruktivistik?
1.2.5 Apa kelebihan dan kekurangan dari teori belajar konstruktivistik?
1.2.6 Bagaimana implikasi teori belajar konstruktivistik dalam
pembelajaran?

2
1.3 Tujuan Makalah
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari teori belajar konstruktivistik
1.3.2 Untuk mengetahui tokoh-tokoh dalam teori belajar konstruktivistik
1.3.3 Untuk mengetahui unsur penting dalam lingkungan pembelajaran
konstruktivistik
1.3.4 Untuk mengetahui tujuan belajar menurut paradigma konstruktivistik
1.3.5 Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari teori belajar
konstruktivistik
1.3.6 Untuk mengetahui implikasi teori belajar konstruktivistik dalam
pembelajaran

3
BAB II
ISI

2 Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme


Belajar menurut konstruktivisme adalah suatu proses mengasimilasikan
dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan
pengertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat
dikembangkan. Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran
yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar
sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon,
kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia
membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada
pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya
bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita
selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi
pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan
menjadi lebih dinamis.
Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya
memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan
aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini,
guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan membri
kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide – ide
mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar
menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan
siswa anak tangga yang membawasiswa ke tingkat pemahaman yang lebih
tinggi dengan catatan siswa sendiri yang mereka tulis dengan bahasa dan
kata–kata mereka sendiri.
Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan
mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan
untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan

4
yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan
sehingga diperoleh konstruksi yang baru.
Menurut pendekatan konstruktivistik, pengetahuan bukanlah kumpulan
fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai
kunstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun
lingkungannya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia
dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai
suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat
mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru.
Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari pikiran
seseorang yang telah mempunyai pengetahuan kepada pikiran orang lain yang
belum memiliki pengetahuan tersebut. Bila guru bermaksud untuk
mentransfer konsep, ide, dan pengetahuannya tentang sesuatu kepada siswa,
pentransfer itu akan diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh siswa sendiri
melalui pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri.
Menurut Suparno, paham konstruktivistik pengetahuan merupakan
konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata).
Pengatahuan tidak bisa ditransfer dari seorang guru kepada semua siswanya,
karena setiap individu mempunyai skema sendiri tentang pengetahuan yang
dimilikinya (memiliki pengetahuan yang berbeda-beda). Pembentukan
pengetahuan merupakan proses kognitif tempat terjadinya proses asimilasi
dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu
skema yang baru. Seseorang yang belajar berarti membangun
pengetahuannya sendiri secara aktif dan terus-menerus.
Dalam konteks filsafat pendidikan, konstruktivisme adalah suatu upaya
membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme
merupakan landasan berfikir (filosifis) pembelajaran konstektual, yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya
diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap
untuk diambil dan diingat. Dan juga haru membangun pengetahuan itu dan

5
memberi makna melalui pengalaman yang bermakna. Adapun menurut Tran
Vui, konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas
pengalaman-pengalaman sendiri. Sedangkan teori konstruktivisme adalah
teori yang memberikan kebebasan terhadap individu yang ingin belajar atau
mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau
kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain.
Dari pendapat ahli diatas dapat kami simpulkan bahwa konstruktivistik
adalah proses belajar individu yang aktif dengan membangun pengetahuan
awal yang dimiliki individu dan dikaitkan dengan pengetahuan baru sehingga
pengetahuannya itu dapat dikembangkan oleh dirinya sendiri.
Sedangkan tujuan teori konstruktivisme adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyan dan
mencari sendiri jawabannya
b. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman
konsep secara lengkap
c. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang
mandiri. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Adapun karakteristik/ciri pembelajaran secara konstruktivisme adalah
sebagai berikut:
a. Memberi peluang kepada pembelajar untuk membina pengetahuan baru
melalui keterlibatannya dalam dunia sebenarnya.
b. Mendorong ide-ide pembelajar sebagai panduan merancang pengetahuan.
c. Mendukung pembelajaran secara kooperatif.
d. Mendorong dan menerima usaha dan hasil yang diperoleh pembelajar.
e. Mendorong pembelajar mau bertanya dan berdialog dengan guru.
f. Menganggap pembelajran sebagai suatu proses yang sama penting
dengan hasil pembelajaran.
g. Mendorong proses inkuiri pembelajar melalui kajian dan eksperimen

3 Tokoh-Tokoh Teori Belajar Kontruktivistik


2.2.1 Driver dan Bell

6
Diver dan Bell mengajukan karakteristik teori belajar kontruktivistik
sebagai berikut:
a) Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan
memiliki tujuan,
b) Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan
siswa,
c) Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan
dikonstruksi secara personal,
d) Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan
melibatkan pengaturan situasi kelas,
e) Kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat
pembelajaran, materi, dan sumber.
2.2.2 Tasker Tasker
Mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme
sebagai berikut:
a) Peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara
bermakna.
b) Pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam
pengkonstruksian secara bermakna.
c) Mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima
2.2.3 Wheatley
Mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip
utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme
sebagai berikut:
a) Pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara
aktif oleh struktur kognitif siswa.
b) Fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian
melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.
Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya
keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah
gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui

7
lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4)
mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu
bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain.
Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru,
pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi
terjadinya proses belajar tersebut.
2.2.4 Hanbury
Mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan
pembelajaran, yaitu:
a) siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara
mengintegrasikan ide yang mereka miliki,
b) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti,
c) strategi siswa lebih bernilai, dan
d) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling
bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
Berdasarkan beberapa pandangan diatas, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaraan yang mengacu kepada teori belajar kontruktivistiklebih
memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman
mereka, bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah
diperinthakan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih
diutamakan untuk mengontruksi sendiri pengetahuan mereka melalui similasi
dan akomodasi.

4 Unsur Penting dalam Lingkungan Pembelajaran Konstruktivisme


Lima unsur penting dalam lingkungan pembelajaran yang konstruktivis
sebagai berikut:
a. Memerhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa
Siswa didorong untuk mengonstruksi pengetahuan baru dengan
memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Pembelajaran
harus memerhatikan pengetahuan siswa dan memanfaatkan teknik-teknik
untuk mendorong agar terjadi perubahan konsepsi pada diri siswa.

8
b. Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna
Dirancang pembelajaran yang bermakna bagi siswa sehingga dapat
mengakomodasi perkembangan minat, bakat, sikap, dan kebutuhan
belajar siswa. Dengan mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan
sehari-hari.
c. Adanya lingkungan sosial yang kondusif
Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan
sesama siswa maupun dengan guru.
d. Adanya dorongan agar siswa bisa mandiri
Siswa didorong untuk bertanggung jawab terhadap proses belajarnya,
diberikan kesempatan untuk merefleksi dan mengatur kegiatan
belajarnya.
e. Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah
Sains bukan berupa produk (fakta, konsep, prinsip, dan teori) namun juga
sikap dan proses. Pembelajaran sains harus bisa melatih dan
memperkenalkan siswa tentang kehidupan ilmuwan. Pengertian ilmuwan
sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang
yang ahli atau memiliki banyak pengetahuan mengenai suatu ilmu.
Dalam arti yang lain, ilmuwan adalah orang yang berkecimpung dalam
ilmu pengetahuan.
Di dalam pembelajaran, guru harus mampu menumbuhkan sikap
seorang ilmuwan pada diri siswanya. Sikap ini tentunya berhubungan
erat dengan teori belajar konstruktivistik. Ilmuwan mempelajari gejala
alam melalui proses dan sikap ilmiah. Sikap ilmiah itu sendiri adalah
sikap tertentu yang diambil dan dikembangkan oleh ilmuwan untuk
mencapai hasil yang diharapkan (Iskandar dalam T Pardede, 2000). Sikap
sikap ilmiah itu meliputi : Obyektif /jujur, tidak tergesa-gesa mengambil
kesimpulan, terbuka, tidak mencampuradukan fakta dengan pendapat,
bersikap hati-hati, sikap ingin menyelidiki atau keingintahuan
(couriosity) yang tinggi.

9
Aktivitas ilmuwan menurut Pruitt & Underwood (2006) terdiri dari;
observasi, bertanya, berhipotesis, menguji hipotesis dan eksplanasi. Hal
ini berarti bahwa siswa memperoleh pengetahuan melalui serangkaian
kegiatan seperti yang dilakukan oleh para ilmuwan, dalam arti siswa pada
proses pembelajaran berperan sebagai peneliti. Dalam situasi ini siswa
mengambil inisiatif untuk mengobservasi dan bertanya mengenai sebuah
fenomena, mengajukan penjelasan mengenai apa yang mereka observasi,
melaksanakan dan merencanakan pengujian untuk mendukung atau
menentang teori mereka, menganalisis data, menyimpulkan dari data
eksperimen, mendesain dan membentuk model atau beberapa kombinasi
dari kegiatan tersebut.

5 Tujuan Belajar menurut Paradigma Konstruktivistik


Tujuan belajar menurut paradigma konstruktivistik mendasarkan diri
pada tiga fokus belajar, yaitu:
a) Proses
Fokus yang pertama—proses, mendasarkan diri pada nilai sebagai dasar
untuk mempersepsi apa yang terjadi apabila siswa diasumsikan belajar.
Nilai tersebut didasari oleh asumsi, bahwa dalam belajar, sesungguhnya
siswa berkembang secara alamiah. Oleh sebab itu, paradigma
pembelajaran hendaknya mengembalikan siswa ke fitrahnya sebagai
manusia dibandingkan hanya menganggap mereka belajar hanya dari apa
yang dipresentasikan oleh guru. Implikasi nilai tersebut melahirkan
komitmen untuk beralih dari konsep pendidikan berpusat pada kurikulum
menuju pendidikan berpusat pada siswa.
Dalam pendidikan berpusat pada siswa, tujuan belajar lebih
berfokus pada upaya bagaimana membantu para siswa melakaukan
revolusi kognitif. Model pembelajaran perubahan konseptual (Santyasa,
2004) merupakan alternatif strategi pencapaian tujuan pembelajaran
tersebut. Pembelajaran yang fokus pada proses pembelajaran adalah suatu
nilai utama pendekatan konstruktivstik.

10
b) Transfer Belajar
Fokus yang kedua—transfer belajar, mendasarkan diri pada premis
“siswa dapat menggunakan dibandingkan hanya dapat mengingat apa yang
dipelajari”. Satu nilai yang dapat dipetik dari premis tersebut, bahwa
meaningful learning harus diyakini memiliki nilai yang lebih baik
dibandingkan dengan rote learning, dan deep understanding lebih baik
dibandingkan senseless memorization. Konsep belajar bermakna
sesungguhnya telah dikenal sejak munculnya psikologi Gestal dengan
salah satu pelopornya Wertheimer (dalam Mayer, 1999). Sebagai tanda
pemahaman mendalam adalah kemampuan mentransfer apa yang
dipelajari ke dalam situasi baru.
c) Bagaimana Belajar
Fokus yang ketiga—bagimana belajar (how to learn) memiliki nilai
yang lebih penting dibandingkan dengan apa yang dipelajari (what to
learn). Alternatif pencapaian learning how to learn, adalah dengan
memberdayakan keterampilan berpikir siswa. Dalam hal ini, diperlukan
fasilitas belajar untuk ketarampilan berpikir. Belajar berbasis keterampilan
berpikir merupakan dasar untuk mencapai tujuan belajar bagaimana
belajar (Santyasa, 2003).Desain pembelajaran yang konsisten dengan
tujuan belajar yang disasar tersebut tentunya diupayakan pula untuk
mencapai hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan.
Paradigma tentang hasil belajar yang berasal dari tujuan belajar
kekinian tersebut hendaknya bergeser dari no learning dan rote learning
menuju constructivistic learning. No learning, miskin dengan retensi,
transfer, dan hasil belajar. Siswa tidak menyediakan perhatian terhadap
informasi relevan yang diterimanya. Rote learning, hanya mampu
mengingat informasi-informasi penting dari pelajaran, tetapi tidak bisa
menampilkan unjuk kerja dalam menerapkan informasi tersebut dalam
memecahkan masalah-masalah baru. Siswa hanya mampu menambah
informasi dalam memori. Constructivist learning dapat menampilkan
unjuk kerja retensi dan transfer.

11
Siswa mencoba membuat gagasan tentang informasi yang diterima,
mencoba mengembangkan model mental dengan mengaitkan hubungan sebab
akibat, dan menggunakan proses-proses kognitif dalam belajar. Proses-proses
kognitif utama meliputi penyediaan perhatian terhadap informasi-informasi
yang relevan dengan selecting, mengorganisasi infromasiinformasi tersebut
dalam representasi yang koheren melalui proses organizing, dan
mengintegrasikan representasi-representasi tersebut dengan pengetahuan yang
telah ada di benaknya melalui proses integrating. Hasil-hasil belajar tersebut
secara teoretik menjamin siswa untuk memperoleh keterampilan penerapan
pengetahuan secara bermakna.

6 Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Kontruktivistik


a. Kelebihan
1. Dalam proses membina pengetahuan baru, pembelajar berfikir untuk
menyelesaikan masalah, menjalankan ide-idenya, dan membuat
keputusan.
2. Karena pembelajar terlibat secara langsung dalam membina
pengetahuan baru, pembelajar lebih paham dan dapat
mengaplikasikannya dalam semua situasi.
3. Karena pembelajar terlibat langsung secara aktif, pembelajar akan
mengingat semua konsep lebih lama.
4. Pembelajar akan lebih memahami keadaan lingkungan sosialnya, yang
diperoleh dari interaksi dengan teman dan guru dalam membina
pengetahuan baru.
5. Karena pembelajar terlibat langsung secara terus menerus, pembelajar
akan paham, ingat, yakin, dan berinteraksi dengan sehat.
b. Kekurangan
1. Peran guru sebagai pendidik kurang mendukung.
2. Karena cakupannya lebih luas, lebih sulit dipahami.

7 Implikasi Teori Belajar Konstruktivisme dalam Pembelajaran

12
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar kontruktivisme, Tytler
mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran
sebagai berikut:
1) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya
dengan bahasa sendiri.
2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya
sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif
3) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.
4) Mengalami pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang dimiliki
siswa.
5) Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka.
6) Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan
anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut:
1) Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah
menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir
untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi.
2) Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang
memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh
peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan
melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
3) Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar
yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator,
fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya
konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Selain itu, pendekatan saintifik juga merupakan salah satu implementasi
dari teori belajar konstruktivistik. Ada lima kegiatan utama di dalam proses
pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik, yaitu:
1) Mengamati

13
Mengamati dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan mencari
informasi, melihat, mendengar, membaca, dan atau menyimak.
2) Menanya
Menanya untuk membangun pengetahuan peserta didik secara faktual,
konseptual, dan prosedural, hingga berpikir metakognitif, dapat dilakukan
melalui kegiatan diskusi, kerja kelompok, dan diskusi kelas.
3) Mencoba
Mengeksplor/mengumpulkan informasi, atau mencoba untuk
meningkatkan keingintahuan peserta didik dalam mengembangkan
kreatifitas, dapat dilakukan melalui membaca, mengamati aktivitas,
kejadian atau objek tertentu, memperoleh informasi, mengolah data, dan
menyajikan hasilnya dalam bentuk tulisan, lisan, atau gambar.
4) Mengasosiasi
Mengasosiasi dapat dilakukan melalui kegiatan menganalisis data,
mengelompokan, membuat kategori, menyimpulkan, dan
memprediksi/mengestimasi.
5) Mengkomunikasikan
Mengomunikasikan adalah sarana untuk menyampaikan hasil
konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, gambar/sketsa, diagram, atau
grafik, dapat dilakukan melalui presentasi, membuat laporan, dan/ atau
unjuk kerja.
Ada banyak model pembelajaran dan beberapa yang disarankan di dalam
kurikulum 2013 yang juga menganut teori belajar konstruktivistik diantaranya
adalah:
1. Discovery Based Learning
Model Discovery Based Learning mengacu kepada teori belajar yang
didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi ketika pelajar tidak
disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa
mengorganisasi sendiri. Dalam mengaplikasikan model pembelajaran
Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif,

14
sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan
kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini ingin
merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student
oriented. Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan
kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang
scientis, historin, atau ahli matematika.
Langkah-langkah atau sintaks nya adalah sebagai berikut:
a. Stimulation (memberi stimulus); bacaan, atau gambar, atau situasi,
sesuai dengan materi pembelajaran/topik/tema.
b. Problem Statement (mengidentifikasi masalah); menemukan
permasalahan menanya, mencari informasi, dan merumuskan masalah.
c. Data Collecting (mengumpulkan data); mencari dan mengumpulkan
data/informasi, melatih ketelitian, akurasi, dan kejujuran, mencari atau
merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah
d. Data Processing (mengolah data); mencoba dan mengeksplorasi
pengetahuan konseptualnya, melatih keterampilan berfikir logis dan
aplikatif.
e. Verification (memferifikasi); mengecek kebenaran atau keabsahan hasil
pengolahan data, mencari sumber yang relevan baik dari buku atau
media, mengasosiasikannya menjadi suatu kesimpulan.
f. Generalization (menyimpulkan); melatih pengetahuan metakognisi
peserta didik.
2. Inquiry Based Learning
Pembelajaran inkuiri biasa disebut dengan model pembelajaran penemuan.
Pembelajaran inkuiri membuat siswa dapat mencari dan menyelidiki suatu
masalah dengan cara yang sistematis, krtitis, logis dan dianalisis dengan
baik.
Langkah-langkah atau sintaks nya adalah sebagai berikut:
a. Observasi/Mengamati
b. Mengajukan pertanyaan

15
c. Mengajukan dugaan atau kemungkinan jawaban/ mengasosiasi atau
melakukan penalaran
d. Mengumpulkan data yang terakait dengan dugaan atau pertanyaan yang
diajukan/memprediksi dugaan
e. Merumuskan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan data yang telah
diolah atau dianalisis, mempresentasikan atau menyajikan hasil
temuannya.
3. Problem Based Learning
Pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang
penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan,
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan dan
membuka dialog.
Langkah-langkah atau sintaks nya adalah sebagai berikut:
a. Orientasi pada masalah; mengamati masalah yang menjadi objek
pembelajaran.
b. Pengorganisasian kegiatan pembelajaran; menyampaikan berbagai
pertanyaan (atau menanya) terhadap malasalah kajian.
c. Penyelidikan mandiri dan kelompok; melakukan percobaan (mencoba)
untuk memperoleh data dalam rangka menyelesaikan masalah yang
dikaji.
d. Pengembangan dan Penyajian hasil; mengasosiasi data yang ditemukan
dengan berbagai data lain dari berbagai sumber.
e. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah;

Dalam mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, tentu saja


guru harus mempunyai keterampilan bertanya. Keterampilan bertanya
merupakan keterampilan yang bersifat mendasar yang dipersyaratkan bagi
penguasaan keterampilan berikutnya.
Ada empat alasan mengapa seorang guru perlu menguasai keterampilan
bertanya, yaitu:
1) Guru cenderung mendominasi kelas dengan ceramah

16
2) Siswa belum terbiasa mengajukan pertanyaan
3) Siswa harus dilibatkan secara mental-intelektual dengan maksimal
4) Adanya anggapan bahwa pertanyaan hanya berfungsi untuk menguji
pemahaman siswa
Salah satu komponen keterampilan bertanya yaitu Prompting dan Probing.
1. Pertanyaan menuntun (prompting)
Pertanyaan mengarahkan atau menuntun (prompting question) adalah
pertanyaan yang bermaksud memberi arah atau menuntun peserta didik
sehingga dapat menemukan sendiri jawaban atas pertanyaan yang
diajukan kepadanya.
Bentuk pertanyaan prompting dibedakan menjadi 3:
a. Mengubah susunan pertanyaan dengan kata-kata yang lebih sederhana
yang membawa mereka kembali pada pertanyaan semula.
b. Menanyakan pertanyaan-pertanyaan dengan kata-kata berbeda atau
lebih sederhana yang disesuaikan dengan pengetahuan murid-
muridnya saja.
c. Memberikan suatu review informasi yang diberikan dan pertanyaan
yang membantu murid untuk mengingat atau melihat jawabannya
(E.C.Wrag dan George Brown, 1997: 43).
Dengan kata lain prompting adalah cara lain dalam merespon
(menanggapi) jawaban siswa apabila siswa gagal menjawab pertanyaan,
atau jawaban kurang sempurna. Dengan demikian salah satu bentuk
prompting adalah menanyakan pertanyaan lain yang lebih sederhana
yang jawabannya dapat dipakai menuntun siswa untuk menemukan
jawaban yang tepat (Suwandi dan Tjetjep S, 1996: 18).
Jadi dari keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwasanya teknik
Probing Prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan
serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga
terjadi proses berfikir yang mengaitkan pengetahuan siswa dan
pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari.

17
Selanjutnya siswa mengkonstruksikan sendiri konsep menjadi
pengetahuan baru.
2. Pertanyaan melacak (probing)
Secara bahasa kata “probing” memiliki arti menggali atau melacak,
sedangkan menurut istilah probing berarti berusaha memperoleh
keterangan yang lebih jelas atau lebih mendalam. Pengertian probing
dalam pembelajaran di kelas didefinisikan sebagai suatu teknik bertanya
untuk membimbing siswa menggunakan pengetahuan yang telah ada
pada dirinya guna memahami gejala atau keadaan yang sedang diamati
sehingga terbentuk pengetahuan baru (Wijaya, 197). Teknik menggali
(probing) ini dapat digunakan sebagai teknik untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas jawaban murid. Pertanyaan itu bermaksud untuk
menuntun murid agar isinya dapat menemukan jawaban yang lebih
benar. Teknik probing diawali dengan menghadapkan siswa pada situasi
baru yang mengandung teka-teki atau benda-benda nyata. Situasi baru itu
membuat siswa mengalami pertentangan dengan pengetahuan yang sudah
dimilikinya sehingga memberikan peluang kepada siswa untuk
mengadakan asimilasi, disinilah probing mulai diperlukan.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Belajar dan pembelajaran bukanlah sesuatu yang mudah dilaksanakan
tanpa ada teori-teori yang mendukung untuk menjalankannya. Terdapat
banyak teori belajar yang salah satunya adalah Teori Konstruktivistik. Para
pelaku pembelajaran dan berbagai komponen pendidikan atau pembelajaran
harus benar-benar cermat dan selektif terhadap teori belajar yang ada dan
tersedia. Mereka harus benar-benar tepat dalam menerapkan teori yang
sesuai dengan keadaan atau kondisi peserta didik. Jika salah dalam
menerapkannya, maka sangat mungkin banyak pihak yang menjadi korban,
entah itu negara, institusi pendidikan, atau pelaku pembelajaran (siswa).
Prinsip yang paling penting diterapkan dalam pembelajaran
konstruktivistik adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan
pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan di dalam
benaknya sendiri. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi
agar proses konstruksi pengetahuan siswa berjalan lancar.
Terakhir, kami menyimpulkan teori belajar konstruktivistik ini melalui
puisi terkait learning by teaching oleh Mel Siberman (1996:2) yakni
seorang konstruktivis yang mengembangkan puluhan metode pembelajaran
aktif (student active learning) dengan cara memadukan filosofi Konfusius
(Kong Hu Cu) tentang pembelajaran dengan asas konstruktivisme sebagai
berikut.
Apa yang saya dengar, saya lupa
Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit
Apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan dengan
beberapa teman lain, saya mulai paham
Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan lakukan, saya memperoleh
pengetahuan dan keterampilan
Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya kuasai

19
20
DAFTAR PUSTAKA

Hendracipta, Nana. Maret 2016. Menumbuhkan Sikap Ilmiah Siswa Sekolah


Dasar Melalui Pembelajaran IPA Berbasis Inkuiri. Volume 2, No. 1,
https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jpsd/article/download/672/527, 06
Maret 2017.
Matematrick. (2014). Pendekatan Saintifik dan Model Pembelajaran Kurikulum
2013. [Online]. Diakses dari
http://www.matematrick.com/2014/11/pendekatan-saintifik-dan-
model.html
Niam, Uli. (2011). Keterampilan Bertanya. [Online]. Diakses dari
http://niamnilu.blogspot.co.id/2011/02/keterampilan-bertanya.html
Pratiwi, Inten. (2015). Model-Model Pembelajaran Kontruktivisme. [Online].
Diakses dari https://intenpratiwii.wordpress.com/2015/06/11/model-
model-pembelajaran-kontruktivisme/
Sriwahyuni, Reni. (2012). Probing dan Prompting. [Online]. Diakses dari
http://reni-saja.blogspot.co.id/2012/11/probing-dan-prompting.html
Suyono & Hariyanto. (2012). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Thobroni, M. (2016). Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta:Ar-Ruzz Media

21

Anda mungkin juga menyukai