NIM:23050514037
Teori belajar konstruktivistik mengakui bahwa peserta didik akan dapat menginterpretasi-
kan informasi ke dalam pikirannya, hanya pada konteks pengalaman dan pengetahuan
mereka sendiri, pada kebutuhan, latar belakang dan minatnya. Guru dapat membantu
peserta didik mengkonstruksi pemahaman representasi fungsi konseptual dunia eksternal.
Jika hasil belajar dikonstruksi secara individual, bagaimana
mengevaluasinya? Evaluasi belajar pandangan konstruktivistik menggunakan goal-free
evaluation, yaitu suatu konstruksi untuk mengatasi kelemahan evaluasi pada tujuan
spesifik. Evaluasi akan lebih obyektif jika evaluator tidak diberi informasi tentang tujuan
selanjutnya. Jika tujuan belajar diketahui sebelumproses belajar dimulai, proses belajar dan
evaluasinya akan berat sebelah.
2. Tahap kedua
Pada tahap ini, Bapak/Ibu meminta peserta didik untuk mencari solusi atau menyelidiki
konsep yang telah dipaparkan di tahap pertama. Kegiatan tersebut bisa diisi dengan
membaca buku, mencari referensi dari berbagai sumber, atau mengorganisasi ilmu-ilmu
yang relevan. Dengan demikian, mereka bisa memenuhi rasa ingin tahunya secara
mandiri. Dalam hal ini, peran Bapak/Ibu hanya sebagai fasilitator.
3. Tahap ketiga
Tahap ketiga berisi kegiatan lanjutan dari hasil penyelidikan dan eksplorasi di tahap
kedua. Pada tahap ini, peserta didik diminta untuk memberikan pemaparan tentang
konsep yang dirumuskan berdasarkan pengetahuan yang telah diperolehnya. Bapak/Ibu
juga bisa memberikan penguatan berdasarkan keilmuan yang Bapak/Ibu miliki.
4. Tahap keempat
Untuk mengoptimalkan ketiga tahap sebelumnya, Bapak/Ibu bisa mengondisikan suasana
belajar di kelas menjadi lebih hangat, santun, dan penuh wibawa. Dengan demikian,
Bapak/Ibu bisa mendorong peserta didik untuk bisa menerapkan pemahaman konseptual
yang telah diperolehnya di kehidupan sehari-hari.
KESIMPULAN {KONTEKS]
Teori ini sangat membantu peserta didik dalam tingkat SMP sampai ke tingkat mahasiswa
karena dengan berkembangnya teknologi peserta didik dapat mengembangkan
kreativitasnya secara mandiri., diantaranya yaitu :
pertama memberikan penemuan-penemuan menjadi sistematis. Kedua melahirkan
hipotesis, maksudnya
setiap penelitian membutuhkan hipotesis, sebab tanpa sebuah hipotesis maka
penelitiannya itu kurang baik, sebab hipotesis mempunyai fungsi tersendiri dalam
setiap penelitian. ketiga membuat prediksi, maksudnya yaitu sebuah terori harus bisa
melahirkan sebuah prediksi-prediksi sementara dari pada anggapan-anggapan kita
sebagai peneliti, untuk membuktikannya tersebut maka dibutuhkanlah sebuah teori
untuk memberikan atau membuktikannya apakah benar tidak atau sesuai dengan
pemikiran peneliti, dan yang terakhir memberi penjelasan.
Teori konstruktivisme merupakan teori yang sudah tidak asing lagi bagi dunia
pendidikan, sebelum mengetahui lebih jauh tentang teori konstruktivisme alangkah
lebih baiknya di ketahui dulu konetruktivisme itu sendiri. Konstruktivisme berarti
bersifat membangun. Dalam konteks filsafat pendidikan, konstruktivisme adalah
suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.