Anda di halaman 1dari 4

Nama: Farkhan Putra Maulana Andiri

NIM:23050514037

Prodi: S1 Pendidikan Teknik Elektro

Mata Kuliah: Teori Belajar

BAHAN TEORI BELAJAR KONTUKTIVISME

Pandamgan konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat


mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realiatas,
konstruksi pengetahuan ,serta pengalaman. Hal ini memunculkan pemikiran terhadap
usaha mengevaluasi belajar konstruktivistik.

1. Pengertian belajar menurut pandangan konstruktivistik


Saudara mahasiswa, teori belajar konstruktivistik memahami belajar sebagai proses
pembentukan (kontruksi) pengetahuan oleh peserta didik itu sendiri. Pengetahuan ada di
dalam diri seseorang yang sedang mengetahui (Schunk,1986). Dengan kata lain, karena
pembentukan pengetahuan adalah peserta didik itu sendiri,peserta didik harus aktif selama
kegiatan pembelajaran, aktif berpikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal
yang di pelajari, tetapi yang paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar
pesrta didik itu sendiri. Pengetahuan ada di dalam diri seseorang yang sedang mengetahui
(Schunk, 1986). Dengan kata lain, karena pembentukan pengetahuan adalah peserta didik
itu sendiri, peserta didik harus aktif selama kegiatan pembelajaran, aktif berpikir,
menyusun kosep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari, tetapi yang
paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar peserta didik itu sendiri.
Sementara peranan guru dalam belajar konstruktivistik adalah membantu agar
prosespengkonstruksian pengetahuan oleh peserta didik berjalan lancar. Guru tidak
mentransfer pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu peserta didik
untuk membentuk pengetahuannya sendiri dan dituntut untuk lebih memahami jalan
pikiran atau cara pandang peserta didik dalam belajar. Ciri-ciri belajar konstruktivisme
yang dikemukakan oleh Driver dan Oldhan (1994) adalah sebagai berikut:
a) Orientasi, yaitu peserta didik diberik kesempatan untuk mengembangkan motivasi
dalam mempelajari suatu topik dengan memberi kesempatan melakukan observasi.
b) Elitasi, yaitu peserta didik mengungkapkan idenya denegan jalan berdiskusi, menulis,
membuat poster, dan lain-lain.
c) Restrukturisasi ide, yaitu klarifikasi ide dengan ide orang lain, membangun ide baru,
mengevaluasi ide baru.
d) Penggunaan ide baru dalam setiap situasi, yaitu ide atau pengetahuan yang telah
terbentuk perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi.
e) Review, yaitu dalam mengapliasikan pengetahuan, gagasan yang ada perlu direvisi
dengan menambahkan atau mengubah.
Paradigma konstruktivistik memandang peserta didik sebagai pribadi yang sudah
memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kamampuan awal tersebut akan
menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu meskipun
kemampuan awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat
guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan. Peranan
kunci guru dalam interaksi pedidikan adalah pengendalian yang meliputi;
1) Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk megambil
keputusan dan bertindak.
2) Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik.
3) Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar peserta
didik mempunyai peluang optimal untuk berlatih.

Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung


munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi
pengetahuan, serta aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan pada pengalaman. Hal ini
memunculkan pemikiran terhadap usaha mengevaluasi belajar konstruktivistik.
Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa realitas ada pada pikiran seseorang.
Manusia mengkonstruksi dan menginterpretasikannya berdasarkan pengalamannya.
Konstruktivistik mengarahkan perhatiannya pada bagaimana seseorang mengkonstruksi
pengetahuan dari pengalamannya, struktur mental, dan keyakinan yang digunakan untuk
menginterpretasikan obyek dan peristiwa. Pandangan konstruktivistik mengakui bahwa
pikiran adalah instrumen penting dalam menginterpretasikan kejadian, obyek, dan
pandangan terhadap dunia nyata, di mana interpretasi tersebut terdiri dari pengetahuan
dasar manusia secara individual.

Teori belajar konstruktivistik mengakui bahwa peserta didik akan dapat menginterpretasi-
kan informasi ke dalam pikirannya, hanya pada konteks pengalaman dan pengetahuan
mereka sendiri, pada kebutuhan, latar belakang dan minatnya. Guru dapat membantu
peserta didik mengkonstruksi pemahaman representasi fungsi konseptual dunia eksternal.
Jika hasil belajar dikonstruksi secara individual, bagaimana
mengevaluasinya? Evaluasi belajar pandangan konstruktivistik menggunakan goal-free
evaluation, yaitu suatu konstruksi untuk mengatasi kelemahan evaluasi pada tujuan
spesifik. Evaluasi akan lebih obyektif jika evaluator tidak diberi informasi tentang tujuan
selanjutnya. Jika tujuan belajar diketahui sebelumproses belajar dimulai, proses belajar dan
evaluasinya akan berat sebelah.

Pemberian kriteria pada evaluasi mengakibatkan pengaturan pada pembelajaran. Tujuan


belajar mengarahkan pembelajaran yang juga akan mengontrol aktifitas belajar peserta
didik. Pembelajaran dan evaluasi yang menggunakan kriteria merupakan prototipe
obyektifis/behavioristik, yang tidak sesuai bagi teori konstruktivistik. Hasil belajar
konstruktivistik lebih tepat dinilai dengan metode evaluasi goal-free. Evaluasi yang
digunakan untuk menilai hasil belajar konstruktivistik, memerlukan proses pengalaman
kognitif bagi tujuan-tujuan konstruktivistik. Beberapa hal penting tentang evaluasi dalam
aliran konstruktivistik (Siregar & Nara, 2010), yaitu: diarahkan pada tugas-tugas autentik,
mengkonstruksikan pengetahuan yang menggambarkan proses berpikir yang lebih tinggi,
mengkonstruksi pengalaman peserta didik, dan mengarhkan evaluasi pada konteks yang
luas dengan berbagai perspektif.
Dalam teori belajar kokonstruktivistik ini, pengetahuan yang dimiliki seseorang berasal
dari sumber-sumber sosial yang terdapat di luar dirinya. Untuk mengkonstruksi
pengetahuan, diperlukan peranan aktif dari orang tersebut. Pengetahuan dan kemampuan
tidak datang dengan sendirinya, namun harus diusahakan dan dipengaruhi oleh orang
lain. Prinsip-prinsip utama teori belajar konstruktivistik yang banyak digunakan dalam
pendidikan adalah:
a) pengetahun dibangun oleh peserta didik secara aktif,
b) tekanan proses belajar mengajar terletak pada peserta didik,
c) mengajar adalah membantu peserta didik,
d) tekanan dalam proses belajar dan bukan pada hasil belajar,
e) kurikulum menekankan pada partisipasi peserta didik dan
f) guru adalah fasilitator.

Langkah-Langkah Teori Belajar Konstruktivisme


1. Tahap pertama
Pada tahap ini, guru harus bisa memancing peserta didik tentang suatu pokok bahasan
atau konsep, misalnya dengan memberikan sejumlah pertanyaan yang bersifat clickbait di
kehidupan sehari-hari. Lalu, Bapak/Ibu bisa mulai membangun komunikasi dua arah agar
mereka bersedia memberikan gambaran umumnya.

2. Tahap kedua
Pada tahap ini, Bapak/Ibu meminta peserta didik untuk mencari solusi atau menyelidiki
konsep yang telah dipaparkan di tahap pertama. Kegiatan tersebut bisa diisi dengan
membaca buku, mencari referensi dari berbagai sumber, atau mengorganisasi ilmu-ilmu
yang relevan. Dengan demikian, mereka bisa memenuhi rasa ingin tahunya secara
mandiri. Dalam hal ini, peran Bapak/Ibu hanya sebagai fasilitator.

3. Tahap ketiga
Tahap ketiga berisi kegiatan lanjutan dari hasil penyelidikan dan eksplorasi di tahap
kedua. Pada tahap ini, peserta didik diminta untuk memberikan pemaparan tentang
konsep yang dirumuskan berdasarkan pengetahuan yang telah diperolehnya. Bapak/Ibu
juga bisa memberikan penguatan berdasarkan keilmuan yang Bapak/Ibu miliki.

4. Tahap keempat
Untuk mengoptimalkan ketiga tahap sebelumnya, Bapak/Ibu bisa mengondisikan suasana
belajar di kelas menjadi lebih hangat, santun, dan penuh wibawa. Dengan demikian,
Bapak/Ibu bisa mendorong peserta didik untuk bisa menerapkan pemahaman konseptual
yang telah diperolehnya di kehidupan sehari-hari.

Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Kontruktivisme

Kelebihan Teori Belajar Konstruktivisme


1.Dalam proses belajar mengajar guru dapat mengajarkan para murid untuk mengeluarkan
ide-idenya atau gagasannya dan melatihnya agar bisa mengambil keputusan.
2.Semua murid bisa mengingat pelajaran yang sudah diajarkan karena mengikuti proses
belajar mengajar secara langsung dan aktif.
3.Pengulangan pelajaran yang dilakukan secara berulang akan membuat murid lebih
mudah untuk berinteraksi dan yakin bisa memahami pelajarannya.
4.Ketika proses belajar mengajar, murid akan lebih mudah beradaptasi dengan
lingkungannya dan mendapatkan pengetahuan baru. Misalnya berinteraksi dengan teman-
temannya dan guru.
5.Pengetahuan yang diterima oleh murid akan mudah diterapkan dalam kehidupannya.

Kekurangan Teori Belajar Konstruktivisme


1.Teori ini lebih susah untuk dimengerti karena ruang lingkupnya lebih luas.
2.Tugas guru menjadi tidak maksimal karena murid diberi kebebasan lebih banyak.

Tujuan Teori Belajar Konstruktivisme


1.Teori belajar konstruktivisme ini dikembangkan dari teori kognitif. Adapun tujuan
penggunaan teori ini adalah sebagai berikut.
2.Membantu peserta didik dalam memahami isi dari materi pembelajaran.
3.Mengasah kemampuan peserta didik untuk selalu bertanya dan mencari solusi atas
pertanyaannya.
4.Meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap suatu konsep secara komprehensif.
5.Mendorong peserta didik untuk menjadi pemikir aktif.

KESIMPULAN {KONTEKS]
Teori ini sangat membantu peserta didik dalam tingkat SMP sampai ke tingkat mahasiswa
karena dengan berkembangnya teknologi peserta didik dapat mengembangkan
kreativitasnya secara mandiri., diantaranya yaitu :
pertama memberikan penemuan-penemuan menjadi sistematis. Kedua melahirkan
hipotesis, maksudnya
setiap penelitian membutuhkan hipotesis, sebab tanpa sebuah hipotesis maka
penelitiannya itu kurang baik, sebab hipotesis mempunyai fungsi tersendiri dalam
setiap penelitian. ketiga membuat prediksi, maksudnya yaitu sebuah terori harus bisa
melahirkan sebuah prediksi-prediksi sementara dari pada anggapan-anggapan kita
sebagai peneliti, untuk membuktikannya tersebut maka dibutuhkanlah sebuah teori
untuk memberikan atau membuktikannya apakah benar tidak atau sesuai dengan
pemikiran peneliti, dan yang terakhir memberi penjelasan.
Teori konstruktivisme merupakan teori yang sudah tidak asing lagi bagi dunia
pendidikan, sebelum mengetahui lebih jauh tentang teori konstruktivisme alangkah
lebih baiknya di ketahui dulu konetruktivisme itu sendiri. Konstruktivisme berarti
bersifat membangun. Dalam konteks filsafat pendidikan, konstruktivisme adalah
suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.

Anda mungkin juga menyukai