Anda di halaman 1dari 4

MUSLIKAH

PPG PRAJABATAN GELOMBANG 2 / PGSD C


UNIVERSITAS SEBELAS MARET

“Mengaplikasikan topik belajar dan teori pembelajaran


dalam proses pembelajaran di kelas”
1. Implikasi Teori Behaviorisme Dalam Pembelajaran di Kelas
Pembelajaran perilaku tidak terlepas dari stimulus yang diciptakan guru agar
siswa dapat mengulangi atau berperilaku seperti yang diharapkan guru.
Memberikan stimulasi berulang-ulang kepada siswa agar terjadi pembiasaan
tentunya harus sesuai dengan tujuan pembelajaran. Kehadiran motivasi
sesungguhnya menjadi sarana agar proses dan hasil belajar dapat berkembang
sedemikian rupa, namun tetap dalam konteks tujuan pembelajaran. Pembelajaran
yang direncanakan dan dilaksanakan didasarkan pada teori perilaku, yang
menurutnya pengetahuan itu objektif, pasti, tetap, tidak berubah.
Informasi tersebut disusun dengan baik sehingga belajar adalah perolehan
pengetahuan, sedangkan mengajar adalah transfer pengetahuan kepada pembelajar
atau siswa. Siswa diharapkan memahami informasi yang diajarkan dengan cara
yang sama. Berikut ini adalah contoh penerapan teori belajar perilaku dalam
pembelajaran di kelas, diantaranya:
sebuah.
a. Guru harus mengorganisasikan materi atau materi pembelajaran secara utuh.
b. Mulai dari bahan yang sederhana hingga bahan yang rumit.
c. Guru lebih banyak memberikan contoh berupa petunjuk pada saat pembelajaran
berlangsung.
d. Jika guru melihat adanya kesalahan baik pada materi maupun siswa, guru
langsung mengoreksinya.
e. Guru memberikan banyak latihan dan latihan untuk mengembangkan perilaku
atau kebiasaan yang diinginkan.
f. Evaluasi didasarkan pada perilaku yang dapat diamati.
g. Guru harus mampu memberikan penguatan baik positif maupun negatif.
2. Implikasi Teori Social - Cognitivism (Sosial Kognitif) Dalam Pembelajaran di Kelas
Ketika menerapkan teori belajar kognitif, guru harus fokus pada proses berpikir
siswa dan memberikan strategi yang tepat berdasarkan aktivitas kognitif mereka.
Libatkan siswa dalam berbagai kegiatan, seperti memberi mereka waktu untuk
bertanya, kesempatan untuk membuat kesalahan dan memperbaikinya berdasarkan
pengamatan, dan refleksi diri untuk membantu memahami proses mental. Di bawah ini
adalah contoh kegiatan yang dapat dilakukan guru sebagai bagian dari pembelajaran
kognitif, antara lain:
sebuah.
a. Mintalah siswa untuk merenungkan pengalaman mereka dengan membuat jurnal
atau laporan harian tentang apa yang mereka lakukan.
b. Mendorong diskusi berdasarkan apa yang diajarkan dengan meminta siswa
menjelaskan materi di depan kelas dan mengajak siswa lain untuk bertanya.
c. Membantu siswa menemukan solusi baru untuk masalah untuk mengembangkan
pemikiran kritis.
d. Mintalah siswa untuk menjelaskan pemikiran atau pendapat mereka.
e. Bantu siswa mengeksplorasi dan memahami bagaimana ide dapat dihubungkan.
f. Tingkatkan pemahaman dan daya ingat siswa dengan menggunakan visualisasi dan
permainan untuk menyampaikan materi.
3. Implikasi Teori Constructivism (Konstruktivisme) Dalam Pembelajaran di Kelas
Implikasi teori konstruktivistik jika dikaitkan dengan pembelajaran proses
pembelajaran modern adalah berkembangnya pembelajaran dengan web (web learning)
dan pembelajaran melalui social media (social media learning). Pembelajaran dengan
social media memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berinteraksi,
berkolaborasi, berbagi informasi dan pemikiran secara bersama. Sama halnya dengan
pembelajaran melalui social media, pembelajaran melalui web juga memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk melengkapi satu atau lebih tugas melalui
jaringan internet. Beberapa implikasi teori konstruktivisme dalam pembelajaran adalah
sebagai berikut :
a. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar. Dengan menghargai
gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru
telah membantu siswa menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang
merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta
menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap proses
belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah (problem solvers).
b. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu
kepada siswa untuk merespons. Berpikir reflektif memerlukan waktu yang cukup
dan sering kali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru
mengajukan pertanyaan dan cara siswa merespons atau menjawabnya akan
mendorong siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan
atas informasi yang diterimanya.
c. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking). Guru yang
menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa
untuk mampu menjangkau hal–hal yang berada di balik respons faktual yang
sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsep-
konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi dan mempertahankan gagasan atau
pemikirannya.
d. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru dan siswa lainnya.
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat
intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan
gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk mengemukakan apa
yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan orang lain, maka mereka akan
mampu membangun pengetahuan sendiri yang didasarkan atas pemahaman sendiri.
Jika merasa nyaman dan aman untuk mengemukakan gagasan-gagasan mereka,
maka dialog yang sangat bermakna akan tercipta di dalam kelas.
e. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya
diskusi. Jika diberi kesempatan untuk menyusun berbagai macam prediksi, sering
kali siswa menghasilkan hipotesis tentang informasi maupun kejadian yang sedang
dialaminya. Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam pembelajaran
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hipotesis
mereka, terutama melalui diskusi kelompok dan pengalaman nyata.
f. Guru menggunakan data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi
interaktif. Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme
melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam
dunia nyata. Guru kemudian membantu siswa untuk menghasilkan abstraksi atau
pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-
sama.

4. Implikasi Teori Humanistik Dalam Pembelajaran di Kelas


Komponen pendidikan termasuk tujuan pendidikan diarahkan pada
terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang dicita-citakan, yaitu manusia yang
mampu mencapai aktualisasi diri. Untuk itu, sangat perlu diperhatikan bagaimana
perkembangan peserta didik dalam mengaktualisasikan dirinya, pemahaman terhadap
dirinya, serta realisasi diri. Pengalaman emosional dan karakteristik khusus individu
dalam belajar perlu diperhatikan oleh guru dalam merencanakan pembelajaran. Karena
seseorang akan dapat belajar dengan baik jika mempunyai pengertian tentang dirinya
sendiri dan dapat membuat pilihan-pilihan secara bebas ke arah mana ia akan
berkembang. Dengan demikian teori humanistik mampu menjelaskan bagaimana
tujuan yang ideal tersebut dapat dicapai.
Teori humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah
belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada
konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Hal
ini akan dapat membantu dalam menentukan komponen-komponen pembelajaran
seperti perumusan tujuan, penentuan materi, pemilihan strategi pembelajaran, serta
pengembangan alat evaluasi, ke arah pembentukan manusia yang dicita-citakan
tersebut. Kegiatan pembelajaran yang dirancang secara sistematis, tahap demi tahap
secara ketat, sebagaimana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dinyatakan secara
eksplisit dan dapat diukur, kondisi belajar yang diatur dan ditentukan, serta
pengalaman-pengalaman belajar yang dipilih untuk peserta didik,
Menurut teori ini, agar belajar bermakna bagi peserta didik, diperlukan inisiatif
dan keterlibatan penuh dari peserta didik sendiri. Maka peserta didik akan mengalami
belajar eksperiensial (experiential learning). Pada teori humanistik, guru diharapkan
tidak hanya melakukan kajian bagaimana dapat mengajar yang baik, namun kajian
mendlam justru dilakukan untuk menjawab pertanyaan bagaimana agar peserta didik
dapat belajar dengan baik. Pendidikan modern mengalami banyak perubahan jika
dibandingkan dengan pendidikan tradisional. Pada pendidikan modern, peserta didik
menyadari hal-hal yang terjadi dalam proses pembelajaran, hal ini menunjukkan
hubungan dua arah antara guru dan peserta didik. Sementara itu, dalam pendidikan
tradisional proses belajar terjadi secara stabil, dimana peserta didik dituntut untuk
mengetahui informasi melalui buku teks, memahami informasi yang mereka dapatkan
tesebut dan menggunakan informasi terbut dalam aktivitas keseharian peserta didik.
Sedangkan dalam pendidikan modern, peserta didik memanfaatkan teknologi untuk
membuat kognisi, pemahaman dan membuat konten pembelajaran menjadi lebih
menarik dan lebih berwarna.
Pada penerapan teori humanistik di kelas ini adalah hal yang sangat baik bila
guru dapat membuat hubungan yang kuat dengan peserta didik dan membantu peserta
didik untuk membantu peserta didik berkembang secara bebas. Dalam proses
pembelajaran, guru dapat menawarkan berbagai sumber belajar kepada peserta didik,
seperti situs-situs web yang mendukung pembelajaran. Inti dari pembelajaran
humanistic adalah bagaimana memanusiakan peserta didik dan membuat proses
pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik. Dalam prakteknya teori
humanistik ini cenderung mengarahkan peserta didik untuk berfikir induktif,
mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan peserta didik secara aktif
dalam proses belajar.

Anda mungkin juga menyukai