“Mengaplikasikan topik belajar dan teori pembelajaran
dalam proses pembelajaran di kelas” 1. Implikasi Teori Behaviorisme Dalam Pembelajaran di Kelas Pembelajaran perilaku tidak terlepas dari stimulus yang diciptakan guru agar siswa dapat mengulangi atau berperilaku seperti yang diharapkan guru. Memberikan stimulasi berulang-ulang kepada siswa agar terjadi pembiasaan tentunya harus sesuai dengan tujuan pembelajaran. Kehadiran motivasi sesungguhnya menjadi sarana agar proses dan hasil belajar dapat berkembang sedemikian rupa, namun tetap dalam konteks tujuan pembelajaran. Pembelajaran yang direncanakan dan dilaksanakan didasarkan pada teori perilaku, yang menurutnya pengetahuan itu objektif, pasti, tetap, tidak berubah. Informasi tersebut disusun dengan baik sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah transfer pengetahuan kepada pembelajar atau siswa. Siswa diharapkan memahami informasi yang diajarkan dengan cara yang sama. Berikut ini adalah contoh penerapan teori belajar perilaku dalam pembelajaran di kelas, diantaranya: sebuah. a. Guru harus mengorganisasikan materi atau materi pembelajaran secara utuh. b. Mulai dari bahan yang sederhana hingga bahan yang rumit. c. Guru lebih banyak memberikan contoh berupa petunjuk pada saat pembelajaran berlangsung. d. Jika guru melihat adanya kesalahan baik pada materi maupun siswa, guru langsung mengoreksinya. e. Guru memberikan banyak latihan dan latihan untuk mengembangkan perilaku atau kebiasaan yang diinginkan. f. Evaluasi didasarkan pada perilaku yang dapat diamati. g. Guru harus mampu memberikan penguatan baik positif maupun negatif. 2. Implikasi Teori Social - Cognitivism (Sosial Kognitif) Dalam Pembelajaran di Kelas Ketika menerapkan teori belajar kognitif, guru harus fokus pada proses berpikir siswa dan memberikan strategi yang tepat berdasarkan aktivitas kognitif mereka. Libatkan siswa dalam berbagai kegiatan, seperti memberi mereka waktu untuk bertanya, kesempatan untuk membuat kesalahan dan memperbaikinya berdasarkan pengamatan, dan refleksi diri untuk membantu memahami proses mental. Di bawah ini adalah contoh kegiatan yang dapat dilakukan guru sebagai bagian dari pembelajaran kognitif, antara lain: sebuah. a. Mintalah siswa untuk merenungkan pengalaman mereka dengan membuat jurnal atau laporan harian tentang apa yang mereka lakukan. b. Mendorong diskusi berdasarkan apa yang diajarkan dengan meminta siswa menjelaskan materi di depan kelas dan mengajak siswa lain untuk bertanya. c. Membantu siswa menemukan solusi baru untuk masalah untuk mengembangkan pemikiran kritis. d. Mintalah siswa untuk menjelaskan pemikiran atau pendapat mereka. e. Bantu siswa mengeksplorasi dan memahami bagaimana ide dapat dihubungkan. f. Tingkatkan pemahaman dan daya ingat siswa dengan menggunakan visualisasi dan permainan untuk menyampaikan materi. 3. Implikasi Teori Constructivism (Konstruktivisme) Dalam Pembelajaran di Kelas Implikasi teori konstruktivistik jika dikaitkan dengan pembelajaran proses pembelajaran modern adalah berkembangnya pembelajaran dengan web (web learning) dan pembelajaran melalui social media (social media learning). Pembelajaran dengan social media memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berinteraksi, berkolaborasi, berbagi informasi dan pemikiran secara bersama. Sama halnya dengan pembelajaran melalui social media, pembelajaran melalui web juga memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melengkapi satu atau lebih tugas melalui jaringan internet. Beberapa implikasi teori konstruktivisme dalam pembelajaran adalah sebagai berikut : a. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar. Dengan menghargai gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru telah membantu siswa menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah (problem solvers). b. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespons. Berpikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan sering kali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa merespons atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan atas informasi yang diterimanya. c. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking). Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu menjangkau hal–hal yang berada di balik respons faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsep- konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi dan mempertahankan gagasan atau pemikirannya. d. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru dan siswa lainnya. Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk mengemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan orang lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuan sendiri yang didasarkan atas pemahaman sendiri. Jika merasa nyaman dan aman untuk mengemukakan gagasan-gagasan mereka, maka dialog yang sangat bermakna akan tercipta di dalam kelas. e. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi. Jika diberi kesempatan untuk menyusun berbagai macam prediksi, sering kali siswa menghasilkan hipotesis tentang informasi maupun kejadian yang sedang dialaminya. Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam pembelajaran memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hipotesis mereka, terutama melalui diskusi kelompok dan pengalaman nyata. f. Guru menggunakan data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif. Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Guru kemudian membantu siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama- sama.
4. Implikasi Teori Humanistik Dalam Pembelajaran di Kelas
Komponen pendidikan termasuk tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang dicita-citakan, yaitu manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri. Untuk itu, sangat perlu diperhatikan bagaimana perkembangan peserta didik dalam mengaktualisasikan dirinya, pemahaman terhadap dirinya, serta realisasi diri. Pengalaman emosional dan karakteristik khusus individu dalam belajar perlu diperhatikan oleh guru dalam merencanakan pembelajaran. Karena seseorang akan dapat belajar dengan baik jika mempunyai pengertian tentang dirinya sendiri dan dapat membuat pilihan-pilihan secara bebas ke arah mana ia akan berkembang. Dengan demikian teori humanistik mampu menjelaskan bagaimana tujuan yang ideal tersebut dapat dicapai. Teori humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Hal ini akan dapat membantu dalam menentukan komponen-komponen pembelajaran seperti perumusan tujuan, penentuan materi, pemilihan strategi pembelajaran, serta pengembangan alat evaluasi, ke arah pembentukan manusia yang dicita-citakan tersebut. Kegiatan pembelajaran yang dirancang secara sistematis, tahap demi tahap secara ketat, sebagaimana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dinyatakan secara eksplisit dan dapat diukur, kondisi belajar yang diatur dan ditentukan, serta pengalaman-pengalaman belajar yang dipilih untuk peserta didik, Menurut teori ini, agar belajar bermakna bagi peserta didik, diperlukan inisiatif dan keterlibatan penuh dari peserta didik sendiri. Maka peserta didik akan mengalami belajar eksperiensial (experiential learning). Pada teori humanistik, guru diharapkan tidak hanya melakukan kajian bagaimana dapat mengajar yang baik, namun kajian mendlam justru dilakukan untuk menjawab pertanyaan bagaimana agar peserta didik dapat belajar dengan baik. Pendidikan modern mengalami banyak perubahan jika dibandingkan dengan pendidikan tradisional. Pada pendidikan modern, peserta didik menyadari hal-hal yang terjadi dalam proses pembelajaran, hal ini menunjukkan hubungan dua arah antara guru dan peserta didik. Sementara itu, dalam pendidikan tradisional proses belajar terjadi secara stabil, dimana peserta didik dituntut untuk mengetahui informasi melalui buku teks, memahami informasi yang mereka dapatkan tesebut dan menggunakan informasi terbut dalam aktivitas keseharian peserta didik. Sedangkan dalam pendidikan modern, peserta didik memanfaatkan teknologi untuk membuat kognisi, pemahaman dan membuat konten pembelajaran menjadi lebih menarik dan lebih berwarna. Pada penerapan teori humanistik di kelas ini adalah hal yang sangat baik bila guru dapat membuat hubungan yang kuat dengan peserta didik dan membantu peserta didik untuk membantu peserta didik berkembang secara bebas. Dalam proses pembelajaran, guru dapat menawarkan berbagai sumber belajar kepada peserta didik, seperti situs-situs web yang mendukung pembelajaran. Inti dari pembelajaran humanistic adalah bagaimana memanusiakan peserta didik dan membuat proses pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik. Dalam prakteknya teori humanistik ini cenderung mengarahkan peserta didik untuk berfikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses belajar.