Anda di halaman 1dari 19

TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK DAN LANDASAN

FILOSOFINYA
Makalah Ini Dibuat dengan Tujuan untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Belajar dan Pembelajaran

DOSEN PENGAMPU:
Dr. Sugiarti, M.Si

OLEH :
KELOMPOK
KELAS PENDIDIKAN KIMIA A

Nita Aryuni 200105500013


Nur Fadillah Aulia 200105502007
Nur Hikma 200105501023
Nur Rizqa Aziza T 200105501011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULITAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas
ridho dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Belajar dan
Pembelajaran dengan judul “Teori Belajar Konstruktivistik dan Landasan
Filosofinya” ini dengan baik.
Dalam penyusunan makalah ini mungkin kami mengalami kesulitan dan
kendala yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan, pengetahuan, dan
wawasan serta pola pikir kami. Namun berkat keyakinan, keinginan, dan usaha
dengan sungguh-sungguh akhirnya semua hambatan itu dapat kami atasi dengan
baik.
Kami menyadari sedalam-dalamnya bahwa kami tidaklah sempurna dalam
pembuatan makalah ini. Dengan demikian kami berharap dengan dibuatnya
makalah ini dapat memenuhi persyaratan dalam Mata Kuliah Belajar dan
Pembelajaran ini dan dapat bermanfaat bagi kami serta para pembaca lainnya.
Tidak lupa kami berterimakasih kepada rekan-rekan yang telah banyak
membantu dalam proses pembuatan Makalah ini. Sekian dari kami.

Makassar, Oktober 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................... 1


KATA PENGANTAR .................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................. 4
C. Tujuan ................................................................................... 4

BAB II ISI
A. Pengertian Teori Belajar Konstruktivistik................................. 3
B. Bentuk- Bentuk Pendidikan Teori Belajar Konstruktivistik....... 3
C. Tokoh-Tokoh Teori Belajar Konstruktivistik ............................. 9
D. Prinsip Dasar Teori Belajar Konstruktivistik............................ 12
E. Aplikasi Teori Belajar Konstruktivistik Terhadap Pembelajaran..13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 15
B. Saran .......................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upaya membangun sumber daya manusia ditentukan oleh karakteristik
manusia dan masyarakat masa depan yang dikehendaki, yaitu orang-orang yang
memiliki kepekaan, kemandirian, tanggung jawab terhadap resiko dalam
mengambil keputusan dan mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses
belajar yang terus menerus untuk menemukan diri sendiri.
Langkah srategis bagi perwujudan tujuan tersebut adalah adanya layanan ahli
kependidikan yang bersifat berhasil dan berdaya guna tinggi. Pendekatan cara
belajar siswa aktif di dalam pengelolaan proses pembelajaran yang mengakui
peranan siswa di dalam proses belajar adalah landassan yang kokoh bagi
terbentuknya manusia masa depan yang diharapkan.
Dalam proses belajar dan mengajar yang harus diperhatikan adalah
bagaimana manusia belajar dan bagaimana manusia mengajar. Kedua kegiatan
tersebut dalam rangka memahami cara manusia mengkonstruksi pengetahuannya
tentang objek-objek dan peristiwa yang dijumpai selama kehidupannya. Manusia
akan mencari dan menggunakan hal-hal atau peralatan yang dapat membantu
memahami pengalamannya. Demikian juga manusia akan mengkonstruksi
pengetahuan mereka sendiri.  Pengetahuan bukanlah suatu yang sudah ada dan
tersedia sementara orang lain tinggal menerimanya, pengetahuan bukanlah suatau
barang yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang yang telah mempunyai
pengetahuan kepada pikiran orang lain yang belum memiliki pengetahuan
tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud teori belajar konstruktivistik?
2. Apa bentuk- bentuk pendidikan dari teori belajar konstruktivistik?
3. Siapa tokoh-tokoh konstruktivistik?
4. Apa prinsip dasar teori belajar konstruktivistik?
5. Apa aplikasi teori belajar konstruktivistik terhadap pembelajarab?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian teori belajar konstruktivistik.
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk pendidikan dari teori belajar
konstruktivistik.
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh teori belajar konstruktivistik.
4. Untuk mengetahui prinsip dasar teori belajar konstruktivistik.
5. Untuk mengetahui aplikasi teori belajar konstruktivistik terhadap
pembelajaran.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK


Kotruktivittik struksi (bentuk) dari orang yang mengenal sesuatu.
Konstruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan.
Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang
berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi)
pembelajaran konseptual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit
demi sedikit.
Menurut Tran Vui, Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang
dibangun atas anggapan bahwa dengan memfreksikan pengalaman-pengalaman
sendiri. Sedangkan teori konstruktivisme adalah teori yang memberikan
kebenaran terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya
tersebut dengan bantuan fasilitas orang lain.
Yang terpenting dalam teori konstruktivistik adalah bahwa dalam proses
pembelajaran siswalah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang
harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukannya guru atau orang lain.
Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Kreativitas dan
keaktifan akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif
siswa (Suparno, 1997 :81)
Dari beberapa pandangan diatas dapat kami simpulkan, bahwa teori ini
memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri
kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna
membangun dirinya sendiri.
B. BENTUK- BENTUK PENDIDIKAN DARI TEORI BELAJAR
KONSTRUKTIVISTIK
1. Konstruktivisme Personal
Piaget (Fosnot (ed), 1996: 13-14) menyoroti bagaimana anak-anak pelan-
pelan membentuk skema pengetahuan, pengembangan skema dan mengubah
skema. Ia menekankan bagaimana anak secara individual mengkonstruksi
pengetahuan dari berinteraksi dengan pengalaman dan objek yang dihadapinya. Ia

3
menekankan bagaimana seorang anak mengadakan abstraksi, baik secara
sederhana maupun secara refleksif, dalam membentuk pengetahuannya. Tampak
bahwa tekanan perhatian Piaget lebih keaktifan individu dalam membentuk
pengetahuan. Bagi Piaget, pengetahuan lebih dibentuk oleh si anak itu sendiri
yang sedang belajar daripada diajarkan oleh orang tua.
Konstruktivisme psikologis bercabang dua: (1) yang lebih personal,
individual, dan subjektif seperti Piaget dan para pengikutnya; (2) yang lebih sosial
seperti Vigotsky. Piaget menekankan aktivitas individual, lewat asimilasi dan
akomodasi (Suparno, 1997: 31-32) dalam pembentukan pengetahuan; sedangkan
Vygotsky menekankan pentingnya masyarakat dalam mengkonstruksi
pengetahuan ilmiah (Mattews,1994:235-138).
Dalam pandangan Piaget, pengetahuan dibentuk oleh anak lewat asimilasi
dan akomodasi dalam proses yang terus menerus sampai ketika dewasa. Asimilasi
adalah proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi,
konsep, nilai-nilai ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang
sudah ada di dalam pikirannya. Asimilasi dapat dipandang sebagai suatu proses
kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan
yang baru dalam skema yang telah ada. Setiap orang selalu secara terus menerus
mengembangkan proses asimiliasi. Proses asimilasi bersifat individual dalam
mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru sehingga
pengertian orang berkembang.
Dalam proses pembentukan pengetahuan dapat terjadi seseorang tidak
dapat mengasimilasikan pengalaman baru dengan skema yang telah dipunyai.
Dalam keadaan seperti ini orang akan mengadakan akomodasi, yaitu (1)
membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru, atau (2)
memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Misalnya,
seorang anak mempunyai skema bahwa semua binatang harus berkaki dua atau
empat. Skema ini didapat dari abstraksinya terhadap binatang-binatang yang
pernah dijumpainya. Pada suatu hari ia datang ke kebun binatang, di mana ada
puluhan bahkan ratusan binatang yang jumlah kakinya ada yang lebih dari empat
atau bahkan tanpa kaki. Anak tadi mengalami bahwa skema lamanya tidak cocok

4
dengan pengalaman yang baru, maka dia mengadakan akomodasi dengan
membentuk skema baru bahwa binatang dapat berkaki dua, empat atau ledih
bahkan ada yang tanpa kaki namun semua disebut binatang.
Skema itu hasil suatu konstruksi yang terus menerus diperbaharui, dan
bukan tiruan dari kenyataan dunia yang ada. Menurut Piaget, proses asimilasi dan
akomodasi ini terus berjalan dalam diri seseorang, sampai pada pengetahuan yang
mendekati para ilmuwan. Pendekatan Piaget dalam proses pembentukan
pengetahuan memang lebih personal dan individual, kendati dia juga bicara soal
pengaruh lingkungan sosial terhadap perkembangan pemikiran anak, tetapi tidak
secara jelas memberikan model bagaimana hal itu tejadi pada diri anak. Bagi
Piaget, dalam taraf-taraf perkembangan kognitif yang lebih rendah (sensori-motor,
dan pra-operasional), pengaruh lingkungan sosial lebih dipahami oleh anak
sebagai sama dengan objek-objek yang sedang diamati anak. Anak belum dapat
menangkap ide-ide dari masyarakatnya. Baru pada taraf perkembangan yang lebih
tinggi (operasional konkret, terlebih operasional formal), pengaruh lingkungan
sosial menjadi lebih jelas. Dalam taraf ini, bertukar gagasan dengan teman-teman,
mendiskusikan bersama pendirian masing-masing, dan mengambil konsensus
sosial sudah lebih dimungkinkan.
Pandangan konstruktivisme personal sebenarnya mengandung kelemahan.
Menurut Glasersfeld (Suparno, 1997: 42) salah satu tokoh konstruktivisme
personal, pengetahuan hanya ada di dalam “kepala” seseorang di mana ia harus
membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman pribadinya. Menurut pendapat
ini ilmu pengetahuan bersifat pribadi, hal ini berarti „realitas‟ bagi seseorang
dibangun berdasarkan pengalaman pribadinya. Inilah salah satu sumber kritik
terhadap konstruktivisme personal, dan karena pandangan yang demikian
konstruktivisme personal sering dianggap menganut faham solipsisme. Faham
solipsisme berpendapat bahwa segala sesuatu hanya ada bila ada dalam pikiran
atau dipikirkan (Sarkim, 2005: 155). Selain itu, solipsisme juga mengatakan
bahwa ilmu pengetahuan itu dibangun secara individual. Pandangan ini memang
sulit untuk menjelaskan bagaimana kita bisa memiliki pengetahuan bersama
tentang sesuatu hal.

5
Persoalan lain yang juga mengundang kritik adalah pandangannya tentang
ilmu pengetahuan yang berlawanan dengan pandangan tentang kebenaran yang
bersifat korespondensi atau dikenal sebagai faham realisme (Kukla, 2003: 75-80).
Aliran korespondensi berpandangan bahwa ilmu pengetahuan merupakan
representasi independen mengenai dunia, dan berkeyakinan bahwa kalimat-
kalimat atau pernyataan-pernyataan yang kita buat dikatakan ”benar” bila dan
hanya bila berkorespondensi dengan kenyataan (Sonny Keraf dkk, 2001: 66-67).
Faham demikian tidak diakui oleh konstruktivisme personal. Sebaliknya
konstruktivisme personal berpendapat bahwa pengetahuan itu apa yang dapat kita
lakukan dengan dunia pengalaman kita, ilmu pengetahuan itu merupakan sarana
untuk mendeskripsikan alam ini.
2. Konstruktivisme Sosial
Teori konstruktivisme di dalam bidang pendidikan terdiri dari dua aliran
besar yaitu konstruktivisme sosial dan konstruktivisme personal. Konstruktivisme
sosial dan konstruktivisme personal sama-sama berpendapat bahwa ilmu
pengetahuan adalah hasil rekayasa manusia sebagai individu. Akan tetapi
keduanya memiliki perbedaan pandangan mengenai peranan individu dan
masyarakat dalam proses pembentukan ilmu pengetahuan itu.
Pendukung konstruktivisme sosial berpendapat bahwa di samping
individu, kelompok di mana individu berada, sangat menentukan proses
pembentukan pengetahuan pada diri seseorang. Melalui komunikasi dengan
komunitasnya, pengetahuan seseorang dinyatakan kepada orang lain sehingga
pengetahuan itu mengalami verifikasi, dan penyempurnaan. Selain itu, melalui
komunikasi seseorang memperoleh informasi atau pengetahuan baru dari
masyarakatnya. Vygotsky menandaskan bahwa kematangan fungsi mental anak
justru terjadi lewat proses kerjasama dengan orang lain, seperti dinyatakan oleh
Newman (1993: 62) sebagai berikut: ” The maturation of the child’s higher mental
functions occurs in this cooperative process, that is, it occurs through the adult’s
assistance and participation ”.
Pandangan yang dianut oleh konstruktivisme sosial seperti dipaparkan di
atas sangat berbeda dengan pandangan yang dianut oleh para pendukung

6
konstruktivisme personal. Konstruktivisme personal kadang kala dikenal sebagai
konstruktivisme psikologis, yang memandang bahwa pembentukan pengetahuan
adalah sepenuhnya persoalan individu. Konstruktivisme personal sangat
menekankan pentingnya peranan individu dalam proses pembentukan ilmu
pengetahuan (Suparno, 1997: 44).
Dalam tulisan ini penulis akan menggunakan kedua jenis konstruktivisme
(personal dan sosial) sebagai acuan dalam pembahasan karena bidang studi yang
dikaji memang termasuk ilmu-ilmu sosial yang harus dikaji secara personal dan
secara sosial. Harus diakui bahwa ilmu sosial lebih merupakan hasil konstruksi
bersama dari pada konstruksi personal, di samping itu penulis memandang
konstruksi sosial lebih cocok dengan karakter masyarakat Indonesia yang
memberi makna tinggi pada relasi antar pribadi dan memandang keharmonisan
dalam relasi antar sesama sebagai hal yang penting. Alasan lain mengapa lebih
condong ke konstruksi sosial adalah masih terdapatnya beberapa kritik terhadap
KP yang hingga kini belum mendapat jawaban yang memuaskan.
Konstruktivisme sosial menekankan bahwa pembentukan ilmu
pengetahuan merupakan hasil pembentukan individu bersama-sama dengan
masyarakat sekitarnya. Bahkan Piaget menulis sebagai berikut (Fosnot (ed), 1996:
18): ”there is no longer any need to choose between the primacy of the social or
that of the intellect; the collective intellect is the social equilibrium resulting from
the interplay of the operations that enter into all cooperation ”.
Konstruktivisme sosial mengakui peranan komunitas ilmiah di mana ilmu
pengetahuan ”dibangun” dan dimonitori oleh lembaga keilmuan. Maka
pengetahuan personal tidak lepas dari sumbangan pengetahuan kolektif atau
komunal. Ilmu pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil kolektif umat
manusia. Pandangan yang berkembang adalah bahwa ilmu pengetahuan
merupakan hasil rekayasa manusia, teori konstruktivisme meyakini bahwa di
dalam proses pembelajaran para peserta didik yang harus aktif membangun
pengetahuan di dalam pikirannya. Para peserta didik yang pasif tidak mungkin
membangun pengetahuannya sekalipun diberi informasi oleh para pendidik
(Sarkim, 2005: 155). Agar informasi yang diterima berubah menjadi pengetahuan,

7
seorang peserta didik harus aktif mengupayakan sendiri agar informasi itu
menjadi bagian dari struktur pengetahuannya. Pandangan demikian diperkirakan
bersumber dari karya awal Jean Piaget yang berjudul ” The Child’s Conception of
The World ” (Sarkim, 2005: 156). Gagasan dasar konstruktivisme tentang belajar
tersebut diterima oleh kedua aliran konstruktivisme.
Mengingat ilmu pengetahuan harus dibangun secara aktif oleh peserta
didik di dalam pikirannya, hal itu berarti bahwa belajar adalah tanggungjawab
subjek didik yang sedang belajar. Maka menjadi sangat penting motivasi
instrinsik yang mendorong peserta didik memiliki keinginan untuk belajar. Dalam
hal ini pendidik sebagai pengelola kegiatan pembelajaran dapat memberikan
sumbangan yang berarti dalam memotivasi para peserta didik.
Karena keyakinannya bahwa pengetahuan seseorang dibangun secara
pribadi dalam interaksinya dengan masyarakat dan lingkungannya, maka
pengetahuan yang dibawa oleh peserta didik ke dalam kelas dinilai sebagai
sumber penting untuk membangun pengetahuan baru. Dengan menganut
pandangan ini, konstruksivisme sosial menghargai pandangan bahwa pengetahuan
peserta didik yang dibawa ke dalam kelas sekalipun berbeda dengan keyakinan
yang dianut oleh para ilmuwan, amatlah penting. Sekalipun pengetahuan para
peserta didik itu berbeda dengan yang diakui di dalam khasanah ilmu
pengetahuan, konsepsi mereka tidak pertama-tama dilihat sebagai sebuah konsep
yang ‟salah‟, melainkan diakui sebagai sebuah konsep alternatif (Sarkim, 2005:
156).
Pengakuan terhadap konsepsi awal yang dibawa oleh peserta didik ketika
masuk ke dalam kelas juga berarti keterbukaan terhadap beragamnya hasil belajar.
Hasil belajar tidak hanya dipengaruhi oleh aktivitas di dalam kelas tetapi juga oleh
konsepsi awal yang dibawa oleh peserta didik ketika memulai belajarnya. Di
dalam kerangka berpikir demikian proses pembelajaran ilmu-ilmu sosial di
sekolah lebih dipandang sebagai proses ‟pembudayaan‟ daripada proses
‟penemuan‟. Maksudnya, kegiatan pembelajaran lebih dipandang sebagai
aktivitas pendampingan para peserta didik agar mereka memasuki ‟dunia‟ ilmu
pengetahuan daripada membimbing para peserta didik ‟menemukan‟ ilmu

8
pengetahuan. Di dalam proses ini motivasi dan peran aktif dari peserta didik
memegang peranan yang penting.
Pembelajaran ilmu-ilmu sosial bertugas memberi pengalaman belajar
kepada para peserta didik agar memiliki pengalaman pribadi mengenai bagaimana
ilmu pengetahuan diverifikasi dan divalidasi. Oleh sebab itu pengalaman belajar
merupakan hal yang sangat penting, dan peranan pendidik di dalam menentukan
pengalaman belajar itu bukanlah hal yang ringan. Pendidik bertugas membimbing
para peserta didik ke arah ilmu pengetahuan yang sudah diakui kebenarannya oleh
masyarakat keilmuan.
Dengan mengamati, atau mengalami langsung sebuah fenomena alam,
konsepsi peserta didik yang tidak sejalan dengan konsepsi yang diakui oleh
komunitas ilmiah dapat ditantang. Konfrontasi konsepsi alternatif dengan
peristiwa konkret tersebut dapat mengakibatkan goyahnya struktur pengetahuan
yang sudah dimiliki oleh peserta didik. Goyahnya struktur pengetahuan ini sering
pula disebut sebagai keadaan disequilibrium. Hal demikian akan memaksa peserta
didik untuk membangun konsepsi yang lebih baik. Demikianlah konsepsi baru
akan dibangun dan menjadi bagian dari struktur pengetahuan yang baru melalui
aktivitas, komunikasi dan refleksi pribadi peserta didik. Konsepsi dan struktur
pengetahuan yang baru terbentuk tersebut akan semakin dikokohkan apabila
peserta didik memperoleh kesempatan untuk mengaplikasikannya ke dalam situasi
yang baru.
C. TOKOH- TOKOH TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK
Dalam teori belajar konstruktivistik ini, tokoh yang berperan adalah Pieget
dan Vygotsky.

a. Teori Belajar Konstruktivistik Jean Piaget


Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159)
menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk
menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan.
Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah
sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan

9
konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar
kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam
pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai
dengan skemata yang dimilikinya.
Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah
sebagai berikut:
 Skemata. Sekumpulan konsep yang digunakan  ketika berinteraksi
dengan lingkungan disebut dengan skemata. Sejak kecil anak sudah
memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema
(schema). Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak
senang bermain dengan kucing dan kelinci yang sama-sama berbulu
putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan
keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci berkaki dua.
Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak
terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki
dua. Semakin dewasa anak, maka semakin sempunalah skema yang
dimilikinya. Proses penyempurnaan sekema dilakukan melalui proses
asimilasi dan akomodasi.
 Asimilasi. Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang
mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke
dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi
dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan
mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang
telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan
menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan
perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu
dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan
lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.
 Akomodasi. Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru
seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru
dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa

10
jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam
keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi
tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan
yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok
dengan rangsangan itu.
 Keseimbangan. Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi
dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak
seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat
membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur
dalamnya.
b. Teori Belajar Konstruktivistik Vygotsky
Ratumanan (2004:45) mengemukakan bahwa karya Vygotsky
didasarkan pada dua ide utama. Pertama, perkembangan intelektual dapat
dipahami hanya bila ditinjau dari konteks historis dan budaya pengalaman
anak. Kedua, perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat
mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk
membantu orang berfikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah,
dengan demikian  perkembangan kognitif anak mensyaratkan sistem
komunikasi budaya dan belajar menggunakan sistem-sistem ini  untuk
menyesuaikan proses-proses berfikir diri sendiri.
Menurut Slavin  (Ratumanan, 2004:49)  ada dua implikasi utama
teori Vygotsky dalam pendidikan. Pertama, dikehendakinya setting kelas
berbentuk pembelajaran kooperatif antar kelompok-kelompok siswa
dengan kemampuan yang berbeda, sehingga siswa dapat berinteraksi
dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan
strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam daerah
pengembangan terdekat/proksimal masing-masing. Kedua, pendekatan
Vygotsky dalam pembelajaran menekankan perancahan (scaffolding).
Dengan scaffolding, semakin lama siswa semakin dapat mengambil
tanggungjawab untuk pembelajarannya sendiri.

11
1) Pengelolaan pembelajaran
Interaksi sosial individu dengan lingkungannya sengat
mempengaruhi perkembanganbelajar seseorang, sehingga
perkemkembangan sifat-sifat dan jenis manusia akan dipengaruhi oleh
kedua unsur tersebut. Menurut Vygotsky dalam Slavin (2000), peserta
didik melaksanakan aktivitas belajar melalui interaksi dengan orang
dewasa dan teman sejawat yang mempunyai kemampuan lebih. Interaksi
sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan
intelektual peserta didik.
2) Pemberian bimbingan
Menurut Vygotsky, tujuan belajar akan tercapai dengan belajar
menyelesaikan tugas-tugas yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas
tersebut masih berada dalam daerah perkembangan terdekat mereka
(Wersch,1985), yaitu tugas-tugas yang terletak di atas peringkat
perkembangannya. Menurut Vygotsky, pada saat peserta didik
melaksanakan aktivitas di dalam daerah perkembangan terdekat mereka,
tugas yang tidak dapat diselesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan
dengan bimbingan atau bantuan orang lain.
D. PRINSIP DASAR TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK
1. Pengetahuan disusun oleh peserta didik secara mandiri.
2. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru ke siswa begitu saja, namun
harus ada upaya aktif dari siswa untuk memahami dan menalar.
3. Siswa harus proaktif dalam membangun pengetahuan secara konstan,
sehingga pikiran mereka akan berkembang.
4. Pada tahap pembangunan pengetahuan guru hanya berperan untuk
membimbing agar aktivitas pembangunan pengetahuan bisa berlangsung
dengan baik.
5. Menemukan masalah yang sesuai dengan kehidupan siswa.
6. Susunan pembelajaran tentang konsep dan pertanyaan lebih diutamakan.
7. Memperoleh dan memperhatikan setiap buah pikiran yang siswa utarakan.

12
8. Bisa fleksibel dengan kurikulum agar tanggapan siswa bisa dinilai sesuai
dengan konteks zaman.

E. APLIKASI TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK TERHADAP


PEMBELAJARAN
1. Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi faktafakta lepas
yang sudah ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengmbangkan ide-idenya secara lebih bebas.
2. Menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat
hubungan ide-ide atau gagasan-gagasan, kemudian memformulasikan
kembali ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
3. Guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia
adalah kompleks, dimana terjadi bermacam-macam pandangan tentang
kebenaran yang datangnya dari berbagai interpretasi.
4. Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaianya merupakan suatu
usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah
dikelola.
5. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar. Dengan
menghargai gagasan-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa
berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan identitas
intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan
dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah
mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri
serta menjadi pemecah masalah (problem solver).
6. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan
beberapa waktu kepada siswa untuk merespon. Berfikir reflektif
memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan
dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara
siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu
membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan.

13
7. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi. Guru yang menerapkan proses
pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu
menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual yang
sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum
konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan
gagasan-gagasan atau pemikirannya.
8. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru dan
siswa lainnya. Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam
kelas yang bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu
mengubah atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki
kesempatan untuk megemukakan apa yang mereka pikirkan dan
mendengarkan gagasan-gagasan orang lain, maka mereka akan mampu
membangun pengetahuannya sendiri yang didasarkan atas pemahaman
mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan nyaman untuk
mengemukakan gagasannya maka dialog yang sangat bermakna akan
terjadi di kelas.
9. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong
terjadinya diskusi. Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai
macam prediksi, seringkali siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang
fenomena alam ini. Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam belajar
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji
hipotesis yang mereka buat, terutama melalui diskusi kelompok dan
pengalaman nyata
10. Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi
interaktif. Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan
konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan
menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Kemudian guru
membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-
pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-
sama.

14
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Teori Belajar Konstruktivisme, proses belajar tidak dapat di pisahkan dari
aksi (aktivitas) dan interaksi, karena persepsi dan aktivitas berjalan seiring secara
di alogis. Belajar merupakan proses penciptaan makna sebagai hasil dari
pemikiran individu melalui interaksi dalam suatu konteks sosial. Dalam hal ini,
tidak ada perwujudan dari suatu kenyataan yang dapat di anggap lebih baik atau
benar. Vygotsky percaya bahwa beragam perwujudan dari kenyataan di gunakan
untuk beragam tujuan dalam konteks yang berbeda-beda.
Pengetahuan tidak dapat di pisahkan dari aktivitas di mana pengetahuan
itu di konstruksikan, dan di mana makna di ciptakan, serta dari komunitas budaya
di mana pengetahuan di diseminasikan dan di terapkan. Melalui aktivitas,
interaksi sosial, tersebut penciptaan makna terjadi. Kegiatan pembelajaran yang
selama ini berlangsung, yang berpijak pada teori behavioristik, banyak di
dominasi oleh guru. Guru menyampaikan materi pelajaran melalui ceramah,
dengan harapan siswa dapat memahaminya dan memberikan respon sesuai dengan
materi yang di ceramahkan. Dalam pembelajaran, guru banyak menggantungkan
pada buku teks. Materi yang di sampaikan sesuai dengan urutan isi buku teks.

B. SARAN
Teori ini lebih cocok diterapkan dalam pendidikan yang peserta didiknya
remaja dan dewasa, karena dalam usia tersebut sudah adanya kematangan secara
fisik maupun fisikis sehingga lebih mudah dalam menerapkannya, dari pada usia
anak-anak. Apalagi dalam perkuliahan, teori ini sangat penting dan sering kali
diterapkan. Oleh karena itu, kami mengajak pada teman-teman mahasiswa untuk
lebih aktif dalam mencari wawasan dan pengetahuan seperti makna dalam teori
ini.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?
article=1640523&val=14324&title=PENERAPAN%20TEORI
%20KONSTRUKTIVIS%20DALAM%20PEMBELAJARAN

http://magister-pendidikan.blogspot.com/p/teori-konstruktivistik.html

https://www.tripven.com/teori-belajar-konstruktivistik/

https://hermananis.com/teori-belajar-konstruktivisme-dan-penerapannya-dalam-
pembelajaranv

https://bagawanabiyasa.wordpress.com/2013/05/10/pembelajaran-
konstruktivisme/

16

Anda mungkin juga menyukai