Anda di halaman 1dari 30

PENGEMBANGAN NILAI-NILAI KARAKTER DAN

IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN


Makalah Ini Dibuat dengan Tujuan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Belajar dan Pembelajaran

DOSEN PENGAMPU :

Dr. Sugiarti, M. Si

OLEH :

KELOMPOK 9
KELAS PENDIDIKAN KIMIA A

Rio Putrawiguna 200105501001

Rysfa Nuur Ahad 200105502005

Riza Rahma 200105502009

Rezky Kaswa salsabila 1813041021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULITAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan
kesempatan pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pengembangan Nilai-Nilai Karakter Dan Implementasinya Dalam Pembelajaran”
dengan tepat waktu. Makalah Pengembangan Nilai-Nilai Karakter Dan
Implementasinya Dalam Pembelajaran disusun guna memenuhi tugas dari dosen
kita yaitu ibu Dr. Sugiarti, M. Si, pada mata kuliah Belajar dan Pembelajaran di
Universitan Negeri Makassar. Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini
dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang Belajar dan Pembelajaran
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada bapak
Maryono, S.Si. Apt., M.Si. selaku dosen mata kuliah Belajar dan Pembelajaran.
Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait
bidang yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak
yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, besar harapan kami agar pembaca berkenan memberikan umpanan balik
berupa kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalamualaikum wr.wb.

Makassar, 22 oktober 2021

Tim Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pembelajaran karakter di Era globalisasi ini memerlukan sebuah terobosan
dalam mengenovasi startegi dan metode pembelajaran yang akan dipakai
mengingat munculnya berbagai fenomena baru yang sebelumnya tidak ada.
Makanya pemanfaatan teknologi informasi seperti internet,  kecendrungan
keluarga yang demokratif, membanjirnya budaya asing, dan lainnya, perlu
menjadi bahan pertimbangan  bagi para pendidik karakter ketika akan
menanamkan nilai-nilai karakter  terhadap peserta didik. 
Karakter adalah semua sifat-sifat baik yang menunjang pembangunan
bangsa dan bukan hanya sopan santun. Ciri-ciri umum bangsa maju yang
memiliki karakter baik adalah ramah dan lemah lembut, tidak suka kekerasan,
patuh aturan. Ciri spesifik masyarakat maju adalah karakternya cepat bangkit dari
keruntuhan seperti Jepang, Korea, Taiwan, Thailand. Karakter bangsa yang maju
(beradab) rajin bekerja, jujur, terus terang, tidak pendendam, selalu melihat ke
masa depan, tahu cara memperbaiki diri, setiap individu warga bangsanya mencari
rizki yang halal. Jadi sikap mental bangsa itu bersih; cendrung kearah
perbaikan. Karakter baik dari Rasullullah yang perlu kita teladani mampu
merubah dunia antara lain: siddiq, tabliq, amanah, Fatonah. Dengan 4 karakter ini
Nabi Muhammad mampu merubah bangsa Arab yang tadinya jahiliah menjadi
bangsa yang terkemuka dan terpandang di seluruh dunia. 
Para ahli juga banyak yang setuju bahwa karakter  Nabi Muhammad sangat
tepat digunakan untuk membentuk karakter bangsa. Hampir setiap diskusi tentang
karakter pasti 4 karakter ini menjadi pokok pembahasan. Karakter Rasul ini telah
juga diajarkan pada kita yang beragama Islam sejak pendidikan bangku SD atau
tempat pengajian sampai perguruan tinggi. Namun sayang sifat-sifat tersebut
belum menjadi karakter bangsa kita. Jika karakter Rasul akan dijadikan acuan
dalam membangun pendidikan karakter bangsa Indonesia mayoritas ummat Islam
maka yang perlu dikaji adalah bagaimana Rasullulah membangun pendidikan
karakter ummatnya pada masa itu. 
B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa definisi pendidikan karater?
b. Apa tujuan pendidikan karatkter ?
c. Apa pengertian strategi dan metode pendidikan karakter?
d.   Bagaimana Strategi pembentukan pendidikan karakter?
e.    Bagaimana metode penyampaian pendidikan karakter?

C. TUJUAN PEMBAHASAN
Dari rumusan masalah tersebut dapat dituliskan tujuan pembahasan
makalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui apa itu pendidikan karakter
b. Untuk mengetauhi apa saja tujuan dari pendidikan karakter
c. untuk mengetahui pengertian strategi dan metode pendidikan karakter.
d. untuk mengetahui strategi pembentukan pendidikan karakter
e. untuk mengetahui metode penyampaian pendidikan karakter.
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI PENDIDIKAN KARAKTER


Menurut Sudrajat (2010), pendidikan karakter adalah suatu sistem
penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-
nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama,
lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil. Dalam
pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan,
termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses
pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan
mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-
kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh
warga dan lingkungan sekolah.

Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Ahli


1. Pendidikan Karakter Menurut Lickona
Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai
segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa.
Tetapi untuk mengetahui pengertian yang tepat, dapat dikemukakan di
sini definisi pendidikan karakter yang disampaikan oleh Thomas
Lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter
adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga
ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika
yang inti.
2. Pendidikan Karakter Menurut Suyanto
Suyanto (2009) mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan
berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan
bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa,
maupun negara.
3. Pendidikan Karakter Menurut Kertajaya
Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu.
Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda
atau individu tersebut, serta merupakan “mesin” yang mendorong
bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu
(Kertajaya, 2010).
4. Pendidikan Karakter Menurut Kamus Psikologi
Menurut kamus psikologi, karakter adalah kepribadian ditinjau dari
titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, dan biasanya
berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Dali Gulo, 1982: p.29).

Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan


karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design
pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan.
Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan,
pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi
karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut
dikelompokan kedalam beberapa factor diantaranya :
1. Olah Hati (Spiritual and emotional development);
2. Olah Pikir (intellectual development);
3. Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development) dan
4. Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development).
Menurut Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa jalur pendidikan
terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling
melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan
keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan
kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Menurut Annas
(2011) dalam penerapan pendidikan karakter, ada beberapa faktor penunjang
sebagai berikut :
a. Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP merupakan upaya
untuk menyempurnakan kurikulum agar lebih familiar dengan guru, karena
mereka banyak dilibatkan diharapkan memiliki tanggung jawab yang
memadai. Situasi pembelajaran yang kondusif serta kerjasama yang baik
antara guru dan siswa menjadikan materi-materi yang diajarkan dalam proses
pembelajaran di kelas dapat diterima dan diaplikasikan oleh siswa dengan
baik termasuk materi pendidikan karakter.
b. Komitmen Guru Guru mempunyai peran dan fungsi sangat penting dalam
upaya penanaman pendidikan antikorupsi. Guru yang baik adalah guru yang
selain bisa memberi teori atau materi pelajaran, juga bisa memberikan contoh
yang baik bagi siswa.
c. Komitmen Kepala Sekolah Kepala Sekolah merupakan orang yang
mempunyai kewenangan paling tinggi dalam menentukan kebijakan sekolah.
Berjalan tidaknya organisasi sekolah termasuk baik buruk kegiatan
pembelajaran, prestasi, dan kegiatan-kegiatan lain di lingkungan sekolah
salah satunya ditentukan oleh kebijakan kepala sekolah.
d. Pengadaan Sarana dan Prasarana yang Memadai Sarana dan prasarana
merupakan faktor penunjang yang harus ada dalam penerapan pendidikan
karakter di sekolah. Dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai,
diharapkan penerapannya dapat terlaksana dengan baik pula. Oleh sebab itu,
jika sarana dan prasarana kurang memadai, juga akan menjadi kendala
penerapan pendidikan karakter.
Faktor-Faktor yang Menjadi Kendala dalam Penerapan Pendidikan
Karakter Menurut Hidayatullah (2010:26), nilai utama yang menjadi karakter guru
adalah sebagai berikut.
a. Amanah yaitu guru harus dapat dipercaya dan mampu menerapkan
karakternya di manapun ia berada, terutama di lingkungan sekolah.
b. Keteladanan yaitu guru harus mampu menerapkan setiap karakternya secara
efektif dan efisien, selain itu guru harus mampu melayani siswa dalam hal
pengembangan potensinya.
c. Cerdas yaitu kemampuan mengerti dan memahami, serta tanggap dalam
menganalisis dan memecahkan masalah dengan baik
B. TUJUAN PENDIDIKAN KARAKTER
Tujuan pendidikan karakter adalah penanaman nilai dalam diri siswa dan
pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu.
Tujuan jangka panjangnya tidak lain adalah mendasarkan diri pada tanggapan
aktif kontekstual individu atas impuls natural sosial yang diterimanya, yang pada
gilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses
pembentukan diri secara terus-menerus. Tujuan jangka panjang ini merupakan
pendekatan dialektis yang semakin mendekatkan dengan kenyataan yang idea,
melalui proses refleksi dan interaksi secara terus menerus antara idealisme, pilihan
sarana, dan hasil langsung yang dapat dievaluasi secara objektif.
Pendidikan karakter juga bertujuan meningkatkan mutu penyelenggaraan
dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan
karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai
dengan standar kompetensi kelulusan. Melalui pendidikan karakter, diharapkan
peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan
pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-
nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Pendidikan karakter, pada tingkatan institusi, mengarah pada pembentukan
budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan
keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikan oleh semua warga sekolah
masyarakat sekitar. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan
citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.
Tujuan mulia pendidikan karakter ini akan berdampak langsung pada
prestasi anak didik. Menurut Suyanto, ada beberapa penelitian yang menjelaskan
dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik.
Sebuah buku yang berjudul Emotional Intellegence and School Succes
(Joseph Zink dkk., 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang
pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah.
Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor penyebab kegagalan anak di sekolah.
Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan
otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama,
kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan
berkomunikasi.
Hal itu sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan
seseorang di masyarakat. Menurutnya 80% keberhasilan seseorang di masyarakat
dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20% ditentukan oleh kecerdasan
otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya akan
mengalami kesulitan belajar, bergaul, dan tidak dapat mengontrol emosinya.
Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia prasekolah, dan jika
tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya, para remaja yang
berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh
remaja seperti tawuran, narkoba, miras, seks bebas, dan lain sebagainya.
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong,
berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha
Esa berdasarkan Pancasila

C. PENGERTIAN STRATEGI DAN METODE PENDIDIKAN


KARAKTER
Pengertian strategi biasanya berkaitan dengan taktik (terutama banyak
dikenal dalam lingkungan militer). Taktik adalah segala cara dan daya untuk
menghadapi sasaran tertentu dalam kondisi tertentu agar memperoleh hasil yang
diharapkan secara maksimal. Dalam proses pendidikan, taktik tidak lazim
digunakan, akan tetapi dipergunakan istilah metode atau tehnik.
Secara umum istilah strategi sering dimaknai sebagi garis besar haluan
untuk bertindak dalam usaha yang telah ditentukan ( Saiful Bahri ). Pada mulanya
istilah strategi digunakan dalam militer yang dimaknai sebagai cara penggunaan
seluruh kegiatan militer untuk memenangkan suatu pertempuran  (W.Sanjaya) dari
dua pengertian tersebut, maka dapat di fahami bahwa strategi dapat digunakan 
untuk memproleh  kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan.
Dalam perkembangan selanjutnya istilah strategi digunakan dalam istilah
dunia pendidikan, terutama dalam pelaksanaan pembelajaran.
Menurut Djamarah, istilah strategi bila dikaitkan dengan pendidikan,  berarti pola
– pola umum kegiatan guru yang bertindak sebagai pendidik dan peserta didik
dalam mewujudkan proses  pendidikan  untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan atau di gariskan.
J.R David mengatakan, dalam dunia pendidikan strategi diartikan sebagai
perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang di desain  untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dari perkataan yang dikatakanoleh David 
ada dua hal yang perlu di cermati :
a. Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian
kegiatan) termasuk penggunaan metode  dan pemanfaatan sumber daya dalam
proses pembelajaran. Hal ini mengandung pengertian bahwa strategi baru
sebatas pada proses penyususnan rencana(Planning) belum sampai pada tindakan.
b.  Strategi disusun untuk mencapai kegiatan tertentu, artinya arah dari
semua   keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan.
Sedangkan menurut  Wina Sanjaya, mengatakan bahwa strategi  adalah
mengandung makna perencanaan.  Artinya bahwa strategi pada dasarnya masih
bersifat konseptual tentang keputusan yang akan diambil dalam suatu
pembelajaran. Strategi sifatnya masih konseptual dan untuk
mengimplementasikannya digunakan berbagai metode  pembelajaran tertentu.
Dengan kata lain Strategi adalah “ a pland of operation acheieving something ”
Sedangkan Metode adalah “a way in achieving something “,  Metode diartikan
sebagai  cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan guna
mencapai suatu yang telah direncanakan.

D.   STRATEGI PEMBENTUKAN PENDIDIKAN KARAKTER.


Pendidikan karakter dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan dan dapat
berupa berbagai kegiatan yang dilakukan secara intra kurikuler maupun ekstra
kurikuler.Kegiatan intra kurikuler terintegrasi ke dalam mata pelajaran, sedangkan
kegiatan ekstra kurikuler dilakukan di luar jam pelajaran.
Strategi dalam pendidikan karakter dapat dilakukan melalui sikap-sikap
sebagai berikut.[4]           
      Keteladanan
      Penanaman kedisiplinan
      Pembiasaan
      Menciptakan suasana yang konduksif
      Integrasi dan internalisasi
      Pembinaan. 

a.    Keteladanan
1)   Pentingnya Keteladanan      
Allah swt. Dalam mendidik manusia menggunakan contoh atau teladan sebagai
model terbaik agar mudah diserap dan diterapkan para manusia. Contoh atau
teladan itu diperankan oleh para Nabi atau Rasul, sebagaimana firman-Nya:
Q.S.AI-Mumtahanah/60 : 6. 
           Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang
baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan
(keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka
sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji.
           Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
(Al- Ahzab / 33 : 2l)
Begitu pentingnya keteladanan sehingga Tuhan menggunakan pendekatan
dalam mendidik umatnya melalui model yang harus dan layak dicontoh.Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa keteladanan merupakan pendekatan pendidikan
yang ampuh.Dalam lingkungan keluarga misalnya, orang tua yang diamanahi
berupa anak-anak, maka harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anak.Orang
tua harus bisa menjadi figur yang ideal bagi anak-anak dan harus menjadi panutan
yang bisa mereka andalkan dalam mengarungi kehidupan ini. Jadi jika orang
tuamenginginkan anak-anaknya rajin beribadah maka orang tua harus rajin
beribadah pula, sehigga aktivitas itu akan terlihat oleh anak-anak. Akan sulit
untuk melahirkan generasi yang taat pada agama jika kedua orang tuanya sering
berbuat maksiat. Tidaklah mudah untuk menjadikan anak-anak yang gemar
mencari ilmu, jika kedua orang tuanya lebih suka melihat televisi daripada
membaca, dan akan terasa susah untuk membentuk anak yang mempunyai jiwa
yang berkarakter.
Di samping itu, tanpa keteladanan, apa yang diajarkan kepada anak-anak
akan hanya menjadi teori belaka, mereka seperti gudang ilmu yang berjalan
namun tidak pernah merealisasikan dalam kehidupan. Yang lebih utama lagi,
metode keteladanan ini dapat dilakukan setiap saat dan sepanjang waktu.
Denganketeladanan apa saja yang disampaikan akan membekas dan strategi ini
merupakan metode termurah dan tidak memerlukan tempat tertentu.
Keteladanan memiliki kontribusi yang sangat besar dalam mendidik
karakter. Keteladanan guru dalam berbagai aktivitasnya akan menjadi cermin
siswanya. Oleh karena itu, sosok guru yang bisa diteladani siswa sangat penting.
Guru yang suka dan terbiasa membaca dan meneliti, disiplin, ramah, berakhlak
misalnya akan menjadi teladan yang baik bagi siswa, demikian juga sebaliknya.
Sebagaimana telah dikemukakan, yang menjadi persoalan adalah bagaimana
menjadi sosok guru yang bisa diteladani, karena agar bisa diteladani dibutuhkan
berbagai upaya agar seorang guru memenuhi standar kelayakan tertentu sehingga
ia memang patut dicontoh siswanya. Memberi contoh atau memberi teladan
merupakan suatu tindakan yang mudah dilakukan guru, tetapi
untuk menjadi contoh atau menjadi teladan tidaklah mudah.
Keteladanan lebih mengedepankan aspek perilaku dalam bentuk tindakan
nyata daripada sekedar berbicara tanpa aksi.Apalagi didukung oleh suasana yang
memungkinkan anak melakukannya ke arah hal itu.Tatkala tiba waktu shalat,
maka seluruh anggota keluarga menyiapkan diri untuk shalat.Tak ada satu orang
pun yang masih santai dan tidak menghiraukan seruan untuk shalat.Kalau ada
anggota keluarga yang tidak bisa memenuhi segera seruan tersebut atau
berhalangan, maka hal itu harus dijelaskan kepada anak, sehingga anak
memahami sebagai hal yang dimaklumi.
Dalam satu kisah diriwayatkan, suatu ketika Rasulullah saw. diberi
minuman sedangkan di sebelah kanan beliau ada seorang anak laki-laki dan di
sebelah kiri beliau ada orang-orang yang sudah tua. Rasulullah bertanya kepada
anak laki-laki itu: "Apakah kamu izinkan aku untuk memberi mereka (yang tua-
tua) terlebih dahulu? "Anak laki-laki itu menjawab: "Tidak, demiAllah, aku tidak
akan memberikan hakku darimu kepada siapa pun".
Dalam kisah ini Rasulullah memberikan teladan bagaimana bersikap lemah
lembut kepada anak kecil dan tidak meremehkan keberadaan mereka di hadapan
orang tua yang berada di sekitarnya.

2)   Bisa Diteladani
Ada sebagian guru yang menemui kesulitan dalam menerapkan strategi
keteladanan, karena perilaku guru belum bisa diteladani.Misalnya, guru meminta
siswanya untuk rajin membaca, tetapi guru tidak memiliki kebiasaan membaca.
Guru meminta murid agar rajin beribadah, tetapi guru tidak terbiasa rajin
beribadah. Inilah persoalan utama yang dihadapi guru dalam menerapkan strategi
keteladanan, karena modal meneladani siswa adalah guru harus melakukannya
lebih dahulu.
Faktor penting dalam mendidik adalah terletak pada
"Keteladanannya".Keteladanan yang bersifat multidimensi, yakni keteladanan
dalam berbagai aspek kehidupan.Keteladanan bukan hanya sekadar memberikan
contoh dalam melakukan sesuatu, tetapi juga menyangkut berbagai hal yang dapat
diteladani, termasuk kebiasaan-kebiasaan yang baik merupakan contoh
bentukketeladanan. Setidak-tidaknya ada tiga unsur agar seseorang dapat
diteladani atau menjadi teladan, yaitu:   
a)    Kesiapan Untuk Dinilai dan Dievaluasi.          
Kesiapan untuk dinilai berarti adanya kesiapan menjadi cermin bagi dirinya
maupun orang lain. Kondisi ini akan berdampak pada kehidupan sosial di
masyarakat, karena ucapan, sikap, dan perilakunya menjadi sorotan dan teladan.
b) Memiliki Kompetensi Minimal 
Seseorang akan dapat menjadi teladan jika memiliki ucapan, sikap, dan
perilaku yang layak untuk diteladani. Oleh karena itu, kompetensi yang dimaksud
adalah kondisi minimal ucapan, sikap, dan perilaku yang harus dimiliki seorang
guru sehingga dapat dijadikan cermin bagi dirinya maupun orang lain. Demikian
juga bagi seorang guru, kompetensi minimal sebagai guru harus dimiliki agar
dapat menumbuhkan dan menciptakan keteladanan, terutama bagi peserta
didiknya.       
c) Memiliki Integritas Moral
Integritas moral adalah adanya kesamaan antara ucapan dan tindakan atau
satunya kata dan perbuatan.lnti dari integritas moral adalah terletak pada kualitas
istiqomahnya. Sebagai pengejawantahan istiqomah adalah berupa komitmen
dankonsistensi terhadap profesi yang diembannya.

3)   Guru sebagai Cermin


Guru yang dapat diteladani berarti ia dapat juga menjadi cermin orang lain.
Cermin secara filosofi memiliki makna sebagai berikut:
a)      Tempat yang tepat untuk introspeksi
Jika kita bercermin, maka kita akan melihat potret diri kita sesuai
dengan    keadaan yang ada. Sebagai guru, kita harus siap menjadi tempat
mawas       diri, koreksi diri, atau instrospeksi.Untuk itu, kita harus siap
menjadi       curahan.
b)      Menerima dan menampakkan apa adanya
Cermin memiliki karakteristik bersedia menerima dan memperlihatkan
apa  adanya. Untuk itu, hal ini dapat dimaknai sebagai pribadi yang
memiliki    sifat-sifat, seperti sederhana, jujur, objektif, jernih, dan lain-lain
c)      Menerima kapan pun dan dalam keadaan apa pun
Cermin memiliki karakteristik bersedia menerima kapan pun dan
dalam keadaan apa pun. Artinya sebagai pendidik harus memiliki sifat-
sifat, seperti jiwa pengabdian, setia, sabar, dan lain-lain.   
d)Tidak pilih kasih atau tidak deskriminatif        
Cermin memiliki sifat tidak pernah pilih-pilih, siapa saja yang
mau   bercermin pasti diterima.Artinya cermin memiliki sifat tidak pilih
kasih,      tidak membeda-bedakan, atau tidak pernah deskriminatif. OIeh karena
itu,  sebagai guru harus memiliki jiwa mendidik kepada siapa pun tanpa  pandang
bulu, semua anak (manusia) apa pun kondisinya harus dididik, tanpa kecuali.
Bahkan kita tidak dibenarkan memisah-misahkan atau       memilih-milih kondisi
siswa (exclusive), tetapi kita dalam mendidik harus   bersifat inklusif (lnclusive).
e) Pandai menyimpan rahasia        
Cermin tidak pernah memperlihatkan siapa yang telah
bercermin      kepadanya, baik yang bercermin itu kondisinya baik atau
buruk.Berarti            cermin memiliki sifat pandai menyimpan rahasia. Sebagai
guru yang       pandai menyimpan rahasia berarti ia juga memiliki sifat-sifat,
seperti            ukhwah atau persaudaraan, peduli, kebersamaan, tidak
menjatuhkan, tidak     mempermalukan oranglain, mengorangkan, dan lain-
lain.     

b. Penanaman atau Penegakan Kedisiplinan   


Disiplin pada hakikatnya adalah suatu ketaatan yang sungguh-sungguh yang
didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas kewajiban serta berperilaku
sebagaimana mestinya menurut aturan-aturan atau tata kelakuan yangseharusnya
berlaku di dalam suatu lingkungan tertentu.Realisasinya harus terlihat (menjelma)
dalam perbuatan atau tingkah laku yang nyata, yaitu perbuatan tingkah laku yang
sesuai dengan aturan-aturan atau tata kelakuan yang semestinya.[6]
Kedisiplinan menjadi alat yang ampuh dalam mendidik karakter.Banyak
orang sukses karena menegakkan kedisiplinan.Sebaliknya, banyak upaya
membangun sesuatu tidak berhasil karena kurang atau tidak disiplin.Banyak
agenda yang telah ditetapkan tidak dapat berjalan karena kurang disiplin.
Kurangnya disiplin dapat berakibat melemahnya motivasi seseorang untuk
melakukan sesuatu. Muncul dalam percakapan sehari-hari dengan istilah “Jam
karet”(rubber time.).Sebagai contoh, kita sering kali dilengkapai dengan peralatan
yang canggih dan modern tetapi penerapannya masih tradisional.Kita selalu
memakai arloji digital yang canggih yang mampu mengukur waku sangat teliti
tetapi penerapannya masih tradisional.Kita masih sering terlambat karena sering
tidak bisa menepati waktu.Oleh karena itu, betapa pentingnya menegakkan
disiplin agar sesuatu yang diinginkan dapat tercapai dengan tepat
waktu.Dengandemikian, penegakan kedisiplinan merupakan salah satu strategi
dalam membangun karakter seseorang. Jika penegakan disiplin dapat dilakukan
secara berulang-ulang dan terus menerus, maka lama-kelamaan akan menjadi
habit atau kebiasaan yang positif.[7]
Menanamkan prinsip agar peserta didik memiliki pendirian yang kokoh
merupakan bagian yang sangat penting dari strategi menegakkan disiplin.Dengan
demikian, penegakan disiplin dapat juga diarahkan pada penanaman nasionalisme,
cinta taha air, dan lain-lain.
Banyak cara dalam menegakkan kedisiplinan, terutama di sekolah. Misalnya
dalam mata pelajaran pendidikan jasmani, guru selalu memanfaatkan pada saat
perjalanan dari sekolah menuju lapangan olahraga, murid diminta berbaris secara
rapi dan tertib, sehingga tampak kompak dan menarik jika dibandingkan dengan
berjalan sendiri-sendiri. Jika hal ini dapat dilakukan, makapengguna jalan akan
menghormati dan mempersilahkan bejalan lebih dahulu, bahkan dapat mengurangi
resiko keamanan yang tidak diinginkan. Nilai-nilai yang dapat dipetik antara lain
kebersamaan, kekompakan, kerapian, ketertiban, dan lain-lain.
Kegiatan upacara yang dilakukan setiap hari tertentu kemudian dilanjutkan
dengan pemeriksaan kebersihan dan potong kuku, pengecekan ketertiban sikap
dalam mengikuti upacara dapat digunakan sebagai upaya penegakan kedisiplinan.
Guru sebagai teladan harus datang pagi dan tidak terlambat. Begitu tiba di
sekolah, guru sudah berdiri di depan pintu dan menyambut anak-anak yang datang
dengan menyalaminya.
Penegakan disiplin antara lain dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti
peningkatan motivasi, pendidikan dan latihan, kepemimpinan, penerapan reward
and punishment, penegakan aturan.           
1) Peningkatan motivasi   
Motivasi merupakan latar belakang yang menggerakkan atau mendorong
orang untuk melakukan sesuatu. Dengan kata lain, motivasi merupakan suatu
landasan psikologis (kejiwaan) yang sangat penting bagi setiap orang dalam
melaksanakan sesuatu aktivitas. Apalagi aktivitas itu berupa tugas yang
menuntuttanggung jawab yang tinggi.
Ada dua jenis motivasi, yaitu motivasi ekstrinksik dan motivasi
instrinksik.Motivasi ekstrinksik adalah motivasi yang berasal dari luar diri kita,
sedangkan motivasi instrinksik adalah mostivasi yang berasal dari dalam diri kita.
Dalam menegakkan disiplin, mungkin berawal berdasarkan motivasi
ekstrinksik.Orang melakukan sesuatu karena paksaan, pengaruh orang lain, atau
karena keinginan tertentu.Akan tetapi setelah berproses orang tersebut dapat saja
berubah ke arah motivasi instrinksik.Setelah merasakan bahwa dengan
menerapkan disiplin memiliki dampak positif bagi dirinya kemudian orang
tersebut melakukan sesuatu dilandasi dengan kesadaran dari dalam dirinya
sendiri.Idealnya menegakkan disiplin itu sebaiknya dilandasi oleh sebuah
kesadaran.   
2) Pendidikan dan latihan
Pendidikan dan latihan merupakan salah satu faktor penting dalam
membentuk dan menempa disiplin. Dari pendidikan dan latihan akan diperoleh
kemahiran atau keterampilan tertentu. Kemahiran atau keterampilan tersebut akan
membuat seseorang  menjadi yakin atas kemampuan dirinya, artinya ia akan
percaya kepada kekuatan dirinya.
Pendidikan dan latihan merupakan suatu proses yang di dalamnya ada
beberapa aturan atau prosedur yang harus diikuti oleh peserta. Misalnya, gerakan-
gerakan latihan, yang bagaimana pun juga sifatnya, akan menempa orang untuk
mematuhi atau mentaati ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan, mengikuti
cara-cara atau teknik, mendidik orang untuk membiasakan hidup dalam
kelompok, menumbuhkan rasa setia kawan, kerja sama yang erat, dan sebagainya.
Kepatuhan dan ketaatan, setia kawan, kerja sama dan lain-lain merupakan
faktor-fakfor penting dalam suksesnya mencapai tujuan tertentu. Dan dalam
kehidupan sehari-hari nilai-nilai karakter tersebut juga sangat penting.
3) Kepemimpinan   
Kualitas kepemimpinan dari seorang pemimpin, guru, atau orang tua
terhadap anggota, murid, atau pun anaknya turut menentukan berhasil atau
tidaknya dalam pembinaan disiplin.Karena pemimpin merupakan panutan, maka
faktor keteladanannya juga sangat berpengaruh dalam pembinaan disiplin
bagi yang dipimpinnya.
Inti dari faktor kepemimpinan adalah terletak pada kepribadian pemimpin
itu sendiri yang nyata-nyata tampak dalam kenyataan dalam kehidupan sehari-
harinya.          
4) Penegakan Aturan          
Penegakan disiplin biasanya dikaitkan penerapan aturan (rule enfo
rcement).Idealnya dalam menegakkan aturan hendaknya diarahkan pada “Takut
pada aturan bukan takut pada orang".Orang melakukan sesuatu karena taat pada
aturan bukan karena taat pada orang yang memerintah.Jika hal ini tumbuh
menjadi suatu kesadaran maka menciptakan kondisi yang nyaman dan aman.
Sebagai contoh, kita pernah memiliki pengalaman yang kurang pas dalam
mendidik agar seseorang taat berlalu lintas.Di tepi jalan, dalam jarak tertentu
dibangun patung-patung polisi.Patung-patung ini agar diduga sebagai polisi untuk
menakut-nakuti para pengguna jalan yang melanggar aturan berlalu lintas
(padahal patung).Keberadaan patung-patung ini mengindikasikan bahwakita
dididik dalam tertib berlalu lintas karena takut pada polisi, bukan takut pada
aturan.
Pada dasarnya penegakan disiplin adalah mendidik agar seseorang taat pada
aturan dan tidak melanggar larangan yang dilandasi oleh sebuah kesadaran.
5) Penerapan reward and punishment       
          Reward and punishment atau penghargaan dan hukuman merupakan dua
kesatuan yang tidak terpisahkan. Jika penerapannya secara terpisah maka tidak
akan berjalan efektif, terutama dalam rangka rnenegakkan disiplin.
Seorang pemimpin, manajer, guru atau orang tua yang hanya menekankan
salah satu aspek saja maka akan berdampak pada ketidak-seimbangan atau
ketidak-harmonisan dalam lingkungan itu. Kita sering memberikan penghargaan
kepada murid tetapi pada saat murid kita melakukan kesalahan guru tidak
melakukan teguran atau sanksi apa-apa,maka yang terjadi adalah guru akan
kehilangan wibawa. Demikian juga jika guru sering memberikan sanksi tanpa
diimbangi dengan penghargaan hanya akanmenghasilkan murid-murid yang
penakut atau murid-murid yang benci kepada guru.

c. Pembiasaan     
Dorothy Law Nolte dalam Dryden dan Vos menyatakan bahwa anak belajar dari
kehidupannya.          
           Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
           Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
           Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah
           Jika anak dibesarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri
           Jika anak dibesarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah diri
           Jika anak dibesarkan dengan iri hati, ia belajar kedengkian
           Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah
           Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
           Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
           Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
           Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mencintai
           Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri
           Jika anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan
           Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawanan
           Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar
kebenaran dan keadilan
           Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
           Jika anak dibesarkan dengan persahabatan, ia belajar menemukan cinta
dalam kehidupan
           Jika anak dibesarkan dengan ketenteraman, ia belajar berdamai dengan
 pikiran

Ungkapan Dorothy Low Nolte tersebut menggambarkan bahwa anak akan


tumbuh sebagaimana lingkungan yang mengajarinya dan lingkungan tersebut juga
merupakan sesuatu yang menjadi kebiasaan yang dihadapinya setiap hari. Jika
seorang anak tumbuh dalam lingkungan yang mengajarinya berbuat baik, maka
diharapkan ia akan terbiasa untuk selalu berbuat baik. Sebaliknya jika seorang
anak tumbuh dalam lingkungan yang mengajarinya berbuat kejahatan, kekerasan,
maka ia akan tumbuh menjadi pelaku kekerasan dan kejahatan yang baru.
Anak memiliki sifat yang paling senang meniru. Orang tuanya merupakan
lingkungan terdekat yang selalu mengitarinya dan sekaligus menjadi figur dan
idolanya. Bila mereka melihat kebiasaan baik dari ayah maupun ibunya, maka
mereka pun akan dengan cepat mencontohnya. Orang tua yang berperilaku buruk
akan ditiru perilakunya oleh anak-anak. Anak-anak pun paling mudah mengikuti
kata-kata yang keluar dari mulut kita.[9]
Oleh karena itu, tanggung jawab orang tua adalah memberikan lingkungan
terbaik bagi pertumbuhan anak-anaknya. Salah satunya dengan memberikan
keteladanan yang baik bagi anak-anaknya, karena kenangan utama bagi anak-anak
adalah kepribadian ayah-ibunya.
Terbentuknya karakler memerlukan proses yang relatif lama dan terus
menerus. Oleh karena itu, sejak dini harus ditanamkan pendidikan karakter pada
anak. Demikian juga, bagi calon guru, sejak masuk LPTK mahasiswa harus
menjadikan dirinya sebagai calon pendidik sehingga berbagai ucapan dan
perilakunya akan mulai terbiasa sebagai calon pendidik. Pembiasaan ini akan
membentuk karakter. Hal ini sesuai dengan kalimat yang berbunyi: “Orang bisa
karena biasa”, kalimat lain juga menyatakan: “Pertama-tama kita membentuk
kebiasaan, kemudian kebiasaan itu membentuk kita”.
Pendidikan karakter tidak cukup hanya diajarkan melalui mata pelajaran di
kelas, tetapi sekolah dapat juga menerapkannya melalui pembiasaan. Kegiatan
pembiasaan secara spontan dapat dilakukan misalnya saling menyapa, baik antar
teman, antar guru maupun antara guru dengan murid. Sekolah yang telah
melakukan pendidikan karakter dipastikan telah melakukan kegiatan pembiasaan.
Pembiasaan diarahkan pada upaya pembudayaan pada aktivitas tertentu
sehingga menjadi aktivitas yang terpola atau tersistem.       

d. Menciptakan Suasana yang Konduksif        


       Pada dasarnya tanggung jawab pendidikan karakter ada pada semua pihak
yang mengitarinya, mulai dari keluarga, sekolah, masyarakat, maupun pemerintah.
Lingkungan dapat dikatakan merupakan proses pembudayaan anak dipengaruhi
oleh kondisi yang setiap saat dihadapi dan dialami anak. Demikian halnya,
menciptakan suasana yang konduksif di sekolah merupakan upaya membangun
kultur atau budaya yang memungkinkan untuk membangun karakter terutama
berkaitan dengan budaya kerja dan belajar di sekolah. Tentunya bukan hanya
budaya akdemik yang dibangun tetapi juga budaya-budaya yang lain, seperti
membangun budaya berperilaku yang dilandasi akhlak yang baik.
Sekolah yang membudayakan warganya gemar membaca, tentu akan
menumbuhkan suasana konduksif bagi siswa-siswanya untuk gemar membaca.
Demikian juga, sekolah yang membudayakan warganya untuk disiplin, aman, dan
bersih, tentu juga akan memberikan suasana untuk terciptanya karakter yang
demikian.[10]
1)             Peran semua Unsur Sekolah
          Terciptanya suasana yang kondusif akan memberikan iklim yang
memungkinkan terbentuknya karakter. Oleh karena itu, berbagai hal yang terkait
dengan upaya pembentukan karakter harus dikondisikan, terutama individu-
individu yang ada di sekolah.    
Pendidikan karakter harus dilakukan oleh semua unsur di sekolah.
Pendidikan karakter bukan hanya tanggung jawab guru agama, guru bimbingan
dan konseling (BK), dan/atau guru Kewarganegaraan, tetapi pendidikan karakter
menjadi tanggung jawab semua guru, bahkan semua unsur, baik guru maupun
karyawan.
Semua guru harus memiliki sikap peduli dalam mendidik karakter anak.
Oleh karena itu, semua guru harus memiliki sikap proaktif dalam mendidik
karakersiswanya.         
2) Kerja Sama Sekolah dengan Orang Tua
      Sejak anak mendaftarkan untuk memasuki sekolah orang tua diinformasikan
mengenai hal-hal yang menjadi tanggung jawabnya. Perlu ditegaskan lagi bahwa
sekolah harus mampu mengkondisikan kepada orang tua untuk melakukan
pendampingan atau pembimbingan terhadap berbagai aktivitas anak baik yang
bersifat preventif maupun kuratif. Misalnya, sekolah yang mewajibkan siswanya
menjalankan shalat, maka orang tua juga ikut mengontrol pelaksanaan shalat di
rumah, lebih baik lagi kalau orang tua mampu memberikan teladan di rurnah.
Di sisi lain, persoalan yang dihadapi siswa harus diketahui oleh sekolah dan
orang tua sehingga persoalan tersebut menjadi persoalan bersama. Orang tua harus
selalu dilibatkan dalam mengatasi persoalan anaknya.
3) Kerja Sama Sekolah dengan Lingkungan         
Sekolah diharapkan mampu memberikan pengaruh positif terhadap
lingkungannya, setidak-tidaknya keberadaan sekolah itu tidak menjadi masalah
atau beban masyarakat. Dengan demikian, masyarakat diharapkan juga ikut
mendukung keberadaan sekolah itu.                  
Jika kondisi itu tercipta dengan baik maka masyarakat juga ikut
menciptakan suasana konduksif dalam menyelenggarakan pendidikan di sekolah,
terutama dalam menciptakan pendidikan karakter.  

e.  Integrasi dan Internalisasi.    


Pendidikan karakter membutuhkan proses internalisasi nilai-nilai. Untuk itu
diperlukan pembiasaan diri untuk masuk ke dalam hati agar tumbuh dari dalam.
Nilai-nilai karakter seperti menghargai orang lain, disiplin, jujur, amanah, sabar,
dan lain-lain dapat diintegrasikan dan diinternalisasikan ke dalam seluruh kegiatan
sekolah baik dalam kegiatan intrakurikuler maupun kegiatan yang lain.   
       Pentingnya pendidikan atau pembelajaran terintegrasi atau terpadu didasarkan
pada beberapa asumsi dan dasar pemikiran sebagai berikut.
Pertama, fenomena yang ada tidak berdiri sendiri.         
Fenomena atau fakta yang ada di dalam kehidupan dan di lingkungan kita selalu
terkait dengan fenomena atau aspek yang lain. Hal ini didasarkan pada pandangan
bahwa fenomena yang ada selalu berinteraksi dengan aspek-aspek lain. Dengan
kata lain, dapat dikatakan bahwa adanya saling keterkaitan dan saling
mempengaruhi antara fenomena satu dengan yang lain. Oleh
karena itu, fenomena tersebut dapat dipandang sebagai suatu sistem, kesatuan,
atau keterpaduan. Implikasi dari kondisi tersebut adalah bahwa dalam memandang
dan mengkaji suatu fenomena harus dikaitkan dengan konteks yang ada.
Kedua, memandang objek sebagai keutuhan'. Oleh karena fenomena
yang ada tidak berdiri sendiri dan terkait dengan aspek-aspek lain, maka dalam
memandang dan mengkaji suatu objek kajian harus secara utuh dan tidak secara
parsial. Jika hal ini yang dijadikan pendekatan, maka akan berimplikasi bahwa
dalam mengkaji dan mensikapi objek kajian harus bersifat holistik,
artinya berbagai aspek yang terkait dengan objek tersebut juga harus menjadi
objek kajian.
Ketiga, tidak dikotomi. Jika objek kajian dipandang sebagai fenomena
yang tidak berdiri sendiri dan sekaligus merupakan suatu keutuhan, maka objek
kajian tersebut tidak dapat dipisahkan atau di dikotomikan.[11]
Pendekatan pelaksanaan pendidikan karakter sebaiknya dilakukan secara
terintegrasi dan terinternalisasi ke dalam seluruh kehidupan sekolah. Terintegrasi,
karena pendidikan karakter memang tidak dapat dipisahkan dengan aspek lain dan
merupakan landasan dari seluruh aspek termasuk seluruh mata pelajaran.
Terinternalisasi, karena pendidikan karakter harus mewarnai seluruh aspek
kehidupan.
Yang perlu mendapat perhatian bahwa yang diintegrasikan adalah nilai-nilai
atau konsep-konsep pendidikan karakter.
f. Pembinaan. 
Untuk menjadikan seorang anak didik yang memiliki krakter atau akhlak
yang baik di perlukan pembinaan yang terus menerus dan berkesinambungan .
untuk mewujudkan akhlaq yang luhur pada diri anak didik tidaklah mudah karna
menyangkut kebiasaan hidup. Pembinaan akan berhasil hanya dengan usaha yang
keras dan kesabaran serta dukungan dari orang tua dan masyarakat.[12]  

E.  METODOLOGI PENYAMPAIAN PENDIDIKAN KARAKTER


Terkait metodologi yang sesuai untuk pendidikan karakter, Lickona (1991)
menyarankan agar pendidikan karakter berlangsung efektif maka guru dapat
mengusahakan implementasi berbagai metode seperti bercerita tentang berbagai
kisah, cerita atau dogeng yang sesuai, menugasi siswa membaca literatur,
melaksanakan studi kasus, bermain peran, diskusi, debat tentang moral dan juga
penerapan pembelajaran kooperatif. [13]Pada prinsipnya guru dan seluruh warga
sekolah tidak dapat mengelak dan berkewajiban untuk selalu mengajarkan nilai-
nilai yang baik yang seharusnya dilakukan, serta nilai-nilai yang buruk yang
seharusnya dicegah dan tidak dilakukan pada setiap program sekolah.
Dalamkesempatan ini disinggung serba-sedikit berbagai jenis metode yang
disampaikan Lickona di depan. Hal yang perlu diingat bahwa penggunaan
berbagai metode pembelajaran di bawah ini tentu akan lebih leluasa pada mata
pelajaran yang mengandung instructionaleffectmaupunnurturanteffectyaitu mata
pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan. Sedangkan mata
pelajaran yang lain yang hanya berdampak nurturant effect penggunaan metode
pembelajaran disesuaikan dengan bahan ajar. Sejumlah metode pembelajaran
berikut ini berasal dari best practices di negara-negara maju, khususnya di
Amerika Serikat, tetapi tentu saja guru secara leluasa boleh menggunakan metode
yang lain. Yang penting nilai-nilai karakter yang akan dibelajarkan dapat
disampaikan sesuai dengantujuan pembelajaran.
Beberapa metode itu antara lain adalah:
         
a. Metode Bercerita, Mendongeng (Telling Sfory)       
       Metode ini pada hakikatnya sama dengan metode ceramah, tetapi guru lebih
leluasa berimprovisasi. Misalnya melalui perubahan mimik, gerak tubuh,
mengubah intonasi suara seperti keadaan yang hendak dilukiskan dan sebagainya.
Jika perlu menggunakan alat bantu sederhana seperti bel kelinting,
beberapa macam boneka, baik boneka manusia maupun boneka binatang,
perangkat simulasi tempat duduk kecil-kecil, dan sebagainya. Di tengah-tengah
mendongengpara siswa boleh saja berkomentar atau bertanya, tempat duduk pun
dapat diatur bebas, bahkan duduk di lantai, karena suasananya memang dibuat
santai. HaI yang penting guru harus membuat simpulan bersama siswa (tidak
dalam kondisi terlalu formal) karakter apa saja yang diperankan para tokoh
protagonis yang dapat ditiru oleh para siswa, dan karakter para tokoh antagonis
yang harus dihindari dan tidak ditiru para siswa. Sayangnya bermacam dongeng
yang ada di Indonesia tidak terlalu menunjang pendidikan karakter. Dongeng
anak-anak Kancil Mencuri ketimun justru memupuk sikap negatif berupa
kebiasaan mencuri dan korupsi.Dongeng Malin kundang bicara tentang anak yang
durhaka.Dongeng Asal Mula Gunung Tangkuban perahu bercerita tentang
kedurhakaan anak yang mencintai ibu kandungnya sendiri. Sementara yang lain
umumnya tentang percintaan dua sejoli.
Dengan demikian guru mesti mengambil hikmah dari cerita keberhasilan
para tokoh perjuangan, para tokoh ternama, dan para pesohor yang berjuang mati-
matian sebelum mencapai keberhasilan.Esensi cerita oleh guru berupa biografi
singkat para tokoh atau para pesohor, orang-ormg yang berhasil tersebut.Pada
umunnya mereka berangkat dari bawah dengan perjuangan yang penuh semangat,
berkarakter tidak kenal putus asa, atau pantang menyerah, gigih dan tangguh,
cerdas memaknai kehidupan, tidak berhenti belajar dengan kegairahan yang
tinggi, jujur terhadap diri sendiri dan orang lain, serta peduli kepada orang yang
menderita dan memerlukan bantuan. Atau dapat juga guru bercerita tentangkasih
sayang seorang ibu membuat anak-anak mereka menjadi orang besar. Ibunda
mantan presiden soekarno dan ibunda mantan presiden B.J. Habibie Ibunda Wakil
presiden Yusuf Kallah,membuktikan hal tersebut. Slogan ini dapat dipakai
sebagai esensi cerita:

“ Ibu adalah satu-satunya makhluk didunia yang dapat mengubah anak yang
biasa-biasa saja menjadi seseorang yang luar biasa”.
Sebagai variasi boleh saja justru para siswa yang bercerita, secara
bergantian. Misalnya mereka bercerita tentang keindahan alam yang mereka
jumpai pada saat bertamasya ke luar kota di hari libur sekolah. Kegiatan semacam
ini dapat menumbuhkan rasa cinta tanah air dan menghormati alam lingkungan.
Dapat juga anak-anak itu bercerita tentang cita-citanya serta alasan
mengapamemilih cita-cita itu, berbagai nilai karakter akan muncul dalam
kesempatan seperti ini.

b. Metode diskusi dan berbagai variannya.


Kata diskusi berasal dari bahasa
Latin discussio, discussum atau discussi yang maknanya memeriksa,
memperbincangkan, mempercakapkan, pertukaran pikiran, atau
membahas.Bahasa inggrisnya discussion. Diskusi didefinisikan sebagai proses
bertukar pikiran antara dua orang atau lebih tentang sesuatu masalah untuk
mencapai tujuan tertentu. Atau dapat juga didefinisikan diskusi adalah pertukaran
pikiran (sharing of opinion) antara dua orang atau lebih yang bertujuan
memperoleh kesamaan pandang tentang sesuatu masalah yang dirasakan
bersama.Berdasarkan definisi di atas maka suatu dialog dapat disebut diskusi jika
memenuhi kriteria; (i) antara dua orang atau lebih, (ii) adanya suatu masalah yang
perlu dipecahkan bersama, dan (iii) adanya suatu tujuan atau kesepakatan bersama
untuk menyelesaikan masalah tersebut.      
Dalam pembelajaran umumnya diskusi terdiri dari dua macarn, diskusi kelas
(whole group) dan diskusi kelompok.Diskusi kelas umumnya dipimpin oleh guru,
bentuk diskusi ini tepat bagi siswa sekolah dasar kelas IV sampai VI. Dalam
diskusi kelas itu, karena guru dianggap punya kompetensi dan pengetahuan yang
luas serta punya otoritas, maka arah diskusi tetap dapat dikendalikansementara itu,
diskusi kelompok berupa kelompok kecil yang anggotanya 2-6 orang, atau
kelompok yang lebih besar, anggotanya dapat mencapai 20 orang. Biasanya
dilakukan bagi anak-anak SMPdan SMA/SMK.

c. Metode Simulasi (Bermain peran / Playing dan Sosiodrama)         


          Simulasi artinya peniruan terhadap sesuatu, jadi bukan sesuatu yang terjadi
sesungguhnya.Dengan demikian orang yang bermain drama atau memerankan
sesuatu adalah orang yang sedang menirukan atau membuat simulasi tentang
sesuatu.Dalam pembelajaran suatu simulasi dilakukan dengan tujuan agar peserta
didik memperoleh keterampilan tertentu, baik yang bersifat profesional maupun
yang berguna bagi kehidupan sehari-hari.Dapat pula simulasi ditujukan untuk
memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip,serta bertujuan untuk
memecahkan suatu masalah yang relevan dengan pendidikan karakter.
Langkah-langkah permainan simulasi umumnya terdiri dari,
1)   Penentuan tema dan tujuan permainan simulasi.
2)   Menentukan bentuk simulasi berupa bermain peran, psikodrama
atau sosiodrama.
3)   Guru sebagai “sutradara", memberi gambaran secara garis besar
kepada siswa situasi yang akan disimulasikan.
4)   Kemudian guru menunjuk siapa berperan menjadi apa atau
sebagai siapa.
5)   Guru memberi waktu kepada para pemeran untuk mempersiapkan diri, untuk
meminta keterangan kepada guru jika kurang jelas tentang perannya.
6)   Melaksanakan simulasi pada waktu dan tempat yang telah
ditentukan.
7)   Karena ini hanya permainan, guru boleh ikut "nimbrung" memberi saran
perbaikan dan nasihat yang berharga bagi siswa selama berlangsung
8)   Penilaian baik dari guru atau kawan sekelas serta pemberian
umpan balik.
9)   Latihan ulang demi kesempurnaan simulasi.    
Beberapa tema yang dapat dijadikan permainan simulasi dalam
pendidikan karakter antara lain:
       melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K)
bagaimana bergotong-royong untuk membangun tempat peribadatan di
kampung
      melakukan pertolongan bagi korban gempa bumi, atau korban
bencana banjir
      pada anak SD kelas I pada saat pembelajaran tematik dengan tema keluargaku
dapat dilakukan simulasi siapa berperan sebagai kakek, nenek,ibu, ayah, diri
sendiri, kakak, dan adik atau saudara yang lain. Esensi temanya adalah seorang
kakek sedang berupaya menasihati cucunya agar berperilaku baik dan jujur.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1985) menyatakan ada sedikit
perbedaan antara metode sosiodrama dan metode bermain peran. Dalam kaitan
ini, metode sosiodrama dimaknai sebagai cara mengajar yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatau memainkan peran tertentu
seperti yang terdapat dalam kehidupan masyarakat (kehidupan sosial). Beda
antara metode sosiodrama dan metode bermain peran.

d.    Metode Live In
          Ada ungkapan yang menyatakan bahwa "pengalaman adalah guru yang
terbaik". Ungkapan ini kiranya tepat, terlebih apabila pengalaman ini sungguh
menyentuh hati dapat mengubah sikap dan pandangan hidup orang secara
mendalam. Pengalaman yang mendalam lebih sulit terlupakan dalam hidup
manusia.
          Metode Live In dimaksudkan agar anak mempunyai pengalaman
hidupbersama orang lain langsung dalam situasi yang sangat berbeda dari
kehidupan sehari-harinya. Dengan pengalaman langsung anak dapat mengenal
lingkungan hidup yang berbeda dalam cara berpikir, tantangan, permasalahan,
termasuk tentang nilai-nilai hidupnya. Live in tidak harus berhari-hari secara
berturut-turut dilaksanakan. Kegiatan ini dapat juga dilaksanakan secara
periodik.Misalnya anak diajak berkunjung dan membantu di suatu panti asuhan
anak-anak cacat.Anak diajak terlibat untuk melaksanakan tugas-tugas harian yang
mungkin dijalankannya, tidak membutuhkan keahlian khusus, dan tidak
berbahaya bagi kedua belah pihak. Membantu dan melayani anggota panti asuhan
yang tergantung pada orang lain akan memberi pengalaman yang tidak hanya
sekadar lewat.
          Dengan cara ini anak diajak untuk mensyukuri hidupnya yang jauh lebih
baik dari orang yang dilayani. Lebih baik dari segi fisik maupun kemampuan
sehingga tumbuh sikap toleran dan sosial yang lebih tinggi pada kehidupan
bersama.Anak perlu mendapat bimbingan untuk merefleksikan pengalaman
tersebut, baik secara rasional intelektual maupun dari segi batin rohaninya.Hal ini
perlu dijaga jangan sampai anak menanggapi pengalaman ini berlebihan, tetapi
haruslah secara wajar dan seimbang.

BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan

Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan
memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan
atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku
jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang
perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.

Menurut Sudrajat (2010), pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman


nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut,
baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan,
maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil.

Tujuan pendidikan karakter adalah penanaman nilai dalam diri siswa dan
pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu.
Nilai-nilai karakter yang dikembangkan dalam dunia pendidikan didasarkan pada
4 sumber, yaitu ; Agama, Pancasila, budaya bangsa dan tujuan pendidikan
nasional itu sendiri.

Implikasi pendidikan karakter mempunyai berbagai penyaluran yaitu di


lingkungan Keluarga, di Sekolah, di Perguruan Tinggi, dan di lingkungan luar.
Orientasi-orientasi pembelajaran ini lebih ditekankan pada keteladanan dalam
nilai pada kehidupan nyata, baik di sekolah maupun di wilayah publik.

b. Saran

Sebagai pendidik maupun calon pendidik, pendidikan karakter menjadi suatu hal
yang sudah sepatutnya terkuasai oleh pelaku pendidik dalam menciptakan peserta
didik berkarakter yang tahu akan pembatasan nilai-nilai moral yang menunjang
dalam pencapaian tatanan kehidupannya.

DAFTAR PUSTAKA
https://stitqi.ac.id/2014/09/12/konsep-pendidikan-karakter/
http://menzour.blogspot.com/2016/11/makalah-strategi-dan-metode-
pendidikan.html
http://rinitarosalinda.blogspot.com/2014/04/konsep-dasar-pendidikan-
karakter.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai