Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS APLIKASI TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME

DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA


(Strategi Pembelajaran Matematika)

Oleh:
Kelompok 2
1. Hafid Alzain (2013021001)
2. Lintang Hapsari (2013021003)
3. Desta Amelia Sari (2013021033)
4. Eka Dwi Puspitasari (2013021059)

Dosen Pengampu:
Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd.
Santy Setiawati, S.Pd., M.Pd.

PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat serta rahmat-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Analisis Aplikasi Teori Belajar Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Matematika” tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Strategi Pembelajaran Matematika. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah
ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.

Tujuan dari disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Strategi Pembelajaran Matematika, dengan dosen pengampu yaitu Dr. Sri
Hastuti Noer, M.Pd. dan Santy Setiawati, S.Pd., M.Pd. Selain diperuntukan untuk
pemenuhan tugas, makalah ini juga bertujuan untuk melatih dan menambah
wawasan kami dalam menganalisis keterkaitan materi dengan video
pembelajaran.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd. dan
Santy Setiawati, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pengampu. Kami juga mengucapkan
terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah
ini. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah
ini.

Bandar Lampung, 25 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................... 2
BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Teori Belajar Konstruktivisme................................................................ 3
BAB III HASIL ANALISIS
3.1 Hasil Analisis Video Pembelajaran......................................................... 8
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan.............................................................................................. 13
4.2 Saran........................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan adalah aspek universal yang selalu dan harus ada dalam kehidupan
manusia. Tanpa ada pendidikan, kehidupan manusia tentu akan megarah kepada
kehidupan statis, tanpa kemajuan, bahkan bisa mengalami kemunduran dan
kepunahan.

Seiring berjalannya waktu dan semakin pesatnya tingkat intelektualitas serta


kualitas kehidupan, maka dimensi pendidikan pun menjadi lebih kompleks. Oleh
karena itu, tentu saja hal ini membutuhkan sebuah desain pendidikan yang tepat
dan sesuai dengan kondisinya. Sehingga berbagai teori, metode, dan desain
pembelajaranya serta pengajaran pun dibuat dan diciptakan untk
mengapresiasikan semakin beragamnya tingkat kebutuhan dan permasalahan
pendidikan. Salah satu teori belajar yang diterapkan guru yaitu teori belajar
konstruktivisme.

Tjipto, Ketua Unit Implementasi Kurikulum, mengatakan kurikulum 2013


sesungguhnya berbasis pada kurikulum konstruktivisme, yang artinya
membangun jiwa anak. Konstruktivisme berarti siswa diajak untuk turut serta
dalam pebelajaran itu sendiri.

Teori belajar menurut konstruktivisme bukanlah sekedar menghapal, akan tetapi


proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah
hasil “pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses
mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan yang diperoleh
melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan
memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan atau
diingat dalam setiap individu.

Oleh karena itu penting bagi seorang guru untuk memahami serta menguasai
teori belajar konstruktivisme ini sehingga dapat mengimplementasikan pada
pembelajaran.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah makalah ini antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan teori belajar konstruktivisme?
2. Bagaimana implementasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran
matematika?

1
3. Bagaimana keterkaitan kajian konstruktivisme pada video pembelajaran
yang berjudul “Magic Straw: Inovasi Media Pembelajaran Matematika di
SMP/Mts” pada MTs N 2 Semarang, Jawa Tengah?

1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian teori belajar konstruktivisme.
2. Untuk mengetahui bentuk implementasi teori belajar konstruktivisme dalam
pembelajaran matematika.
3. Untuk mengetahui proses belajar dan keterkaitan teori belajar
konstruktivisme pada video pembelajaran yang berjudul “Magic Straw:
Inovasi Media Pembelajaran Matematika di SMP/Mts” pada MTs N 2
Semarang, Jawa Tengah.

2
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Teori Belajar Konstruktivisme


2.1.1 Belajar dan Pembelajaran Menurut Paham Konstruktivisme
Dalam dunia pendidikan sampai pada saat ini telah menganut berbagai
macam teori pendidikan. Salah satu teori yang melandasi proses
pembelajaran adalah teori konstruktivisme. Pandangan konstruktivisme
tentang pembentukan pengetahuan adalah subjek aktif menciptakan
struktur-struktur kognitif dalam interaksi dengan lingkungannya. von
Glaserfeld menyatakan bahwa kontruktivisme merupakan aliran filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil
konstruksi kita sendiri (Pannen dkk, 2001). Menurut teori
konstruktivisme yang menjadi dasar bahwa siswa memperoleh
pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu sendiri dengan adanya
bantuan struktur-struktur kognitif. Melalui bantuan strukturstruktur
kognitif ini, subjek menyusun pengertian realitasnya.

Dalam teori ini, struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan
berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah.
Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses
rekonstruksi. Konsep pembelajaran menurut teori konstruktivisme adalah
suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan
proses aktif membangun konsep baru, dan pengetahuan baru berdasarkan
data. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola
sedemikian rupa sehinggah mampu mendorong siswa mengorganisasi
pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna.

Jadi, dalam pandangan konstruktivisme sangat penting peranan siswa.


Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir maka dibutuhkan kebebasan dan
sikap belajar. Konstruktivisme sebagai aliran filsafat, banyak
mempengaruhi konsep ilmu pengetahuan, teori belajar dan pembelajaran.
Konstruktivisme menawarkan paradigma baru dalam dunia
pembelajaran. Sebagai landasan paradigma pembelajaaran,
konstruktivisme menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam
proses pembelajaran, perlunya pengembagan siswa belajar mandiri, dan
perlunya siswa memiliki kemampun untuk mengembangkan
pengetahuannya sendiri. Tokoh aliran ini antara lain : Vygotsky, Von
Glasersfeld, dan Vico. Konsep belajar konstruktivis didasarkan kepada
kerja akademik para ahli psikologi dan peneliti yang peduli dengan

3
konstruktivisme. Para ahli konstruktivisme bahwa ketika para siswa
mencoba menyelesaikan tugas-tugas di kelas, maka pengetahuan
dikonstruksi secara aktif. Para ahli konstuktivis yang lain mengatakan
bahwa dari perspektifnya konstruktivis, belajar matematika bukanlah
suatu proses “pengepakan” pengetahuan melainkan mengorganisir
aktivitas, dimana kegiatan ini di interpretasikan secara luas termasuk
aktivitas dan berfikir konseptual. Paradigma konstruktivisme ini berada
dalam perspektif interpretivisme (penafsiran) yang terbagi dalam tiga
jenis, yaitu interaksi simbolik, fenomenologis dan hermeneutik.

Teori pembelajaran konstruktivisme ini memberikan pengaruh yang kuat


dalam dunia pendidikan. Akibatnya, oreintasi pembelajaran di kelas
mengalami pergeseran. Orentasi pembelajaran bergeser dari berpusat
pada guru mengajar ke pembelajaran berpusat pada siswa.Siswa tidak
lagi diposisikan bagaikan bejana kosong yang siap diisi. Dengan sikap
pasrah siswa disiapkan untuk dijejali informasi oleh gurunya. Atau siswa
dikondisikan sedemikian rupa untuk menerima pengatahuan dari
gurunya. Siswa kini diposisikan sebagai mitra belajar guru. Guru bukan
satu-satunya pusat informasi dan yang paling tahu. Guru hanya salah satu
sumber belajar atau sumber informasi. Sedangkan sumber belajar yang
lain bisa teman sebaya, perpustakaan, alam, laboratorium, televisi, koran
dan internet.

2.1.2 Implikasi Teori Belajar Konstruktivisme dalam Pembelajaran


Matematika
Fokus utama dari belajar metematika adalah memberdayakan siswa
untuk berpikir dalam mengkonstruksi pengetahuan matematika yang
pernah ditemukan para ahli, bukan menjalankan pengetahuan prosedural
yang telah ditemukan oleh para ahli matematika sebelumnya. Dengan
kata lain dari sudut pandang konstruktivis, Koehler and Grouws (TIM
MKPBM UPI, 2001) menyatakan bahwa pembelajaran telah dipandang
sebagai suatu kontinum antara negosiasi dan imposition pada ujung-
ujungnya. Seseorang yang memandang bahwa belajar adalah suatu
transmisi, maka proses mengetahui akan mengikuti model imposition
(pembebanan). Sedangkan yang berpandangan bahwa mengajar adalah
suatu proses yang memfasilitasi suatu konstruksi, maka ia akan
mengikuti model negosiasi. Imposition dan negosiasi ini merupakan dua
hal yang berbeda dan sama pentingnya. Dimana proses imposition
berguna bagi guru dalam mengkomunikasikan simbol-simbol sederhana

4
dalam matematika sementara negosiasi berguna bagi guru dalam
mengkomunikasi-kan matematika sebagai suatu konsep.

Selanjutnya dalam tahap implementasi pembelajaran matematika dengan


konstruktivis, kita harus memahami aspek-aspek pembelajaran
matematika yang berlandaskan teori konstruktivisme. Berkenaan dengan
hal itu, Hanbury (1996) mengemukakan sejumlah aspek yang berkaitan
dengan pembelajaran matematika, yaitu (1) siswa mengkonstruksi
pengetahuan matematika dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka
miliki, (2) matematika menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti,
(3) strategi siswa lebih dinilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan
untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan
dengan temannya. Berdasarkan aspek-aspek tersebut, maka semaksimal
mungkin implementasi konstruktivisme dalam pembelajaran matematika
harus dimulai dari pendidikan dasar bagi anak.

Driver dan Bell (Susan, Marilyn dan Tony, 1995) mengajukan


karakteristik sebagai berikut:
1. Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki
tujuan,
2. Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan
siswa,
3. Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan
dikonstruksi secara personal,
4. Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan
pengaturan situasi kelas,
5. Kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat
pembelajaran, materi, dan sumber.

Bahkan secara spesifik Herman Hudoyo (1998) mengatakan bahwa


seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari
kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk
mempelajari suatu materi matematika yang baru, pengalaman belajar
yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar
matematika tersebut. Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang
perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996)
mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran
matematika, yaitu :
1. Siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan cara
mengintegrasikan ide yang mereka miliki,

5
2. Matematika menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti,
3. Strategi siswa lebih bernilai, dan
4. Siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar
pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.

Sebuah pengalaman menarik ditunjukan oleh Fadjar Shadiq (2008) yang


menyatakan bahwa : ketika ia mengajar di salah satu SMA, ia sempat
bertanya kepada salah seorang siswa, mengapa ia menyatakan
( a+ b )2=a2+ b2 ? Jawabannya adalah karena 2(a+ b)=2 a+2 b . Ketika
ditanyakan, dari mana pendapat itu muncul, apakah dari guru SMP nya?
Ia pun menjawab bahwa pendapat itu bukan dari gurunya namun dari
dirinya sendiri. Alasan yang sama kemungkinan besar akan dilontarkan
seorang siswa SMA yang menyatakan sin( a+b)=sin a+sin b. Hal ini
telah menunjukan bahwa para siswa telah secara aktif menanggapi hal-hal
yang menarik perhatiannya. Namun ternyata juga bahwa tanggapannya
tersebut telah didasarkan pada pengetahuan yang sudah ada pada struktur
kognitif mereka. Dengan demikian jelaslah sekarang, dari contoh di atas,
bahwa siswa sendiri yang membangun pengetahuan atau teori dan teori
yang dikemukakan siswa tadi telah didasarkan pada pengetahuan yang
ada di dalam benaknya (struktur kognitifnya).

Contoh pembelajaran matematika berbasis konstruktivisme diungkapkan


Uba Umbara (2017) yaitu pada materi segi empat dalam menentukan
keliling persegi panjang, adalah sebagai berikut.
a. Sediakan huruf A, B. C dan D pada kertas ukuran A4.
b. Sediakan rol meteran dengan panjang minimal 50 meter.
c. Ajak siswa ke lapangan yang ada di sekolah, misalnya lapangan
basket. Lapangan basket merupakan contoh persegi panjang.
d. Satu orang siswa diminta untuk berjalan mengelilingi lapangan bola
basket. Selanjutnya siswa tersebut untuk menaruh huruf yang telah
disediakan sebelumnya.
e. Dua orang siswa diminta untuk mengukur panjang dari titik A ke titik
B, dari titik B ke titik C, dari titik C ke titik D dan dari titik D ke titik
A. sementara siswa lain diminta untuk menulis panjang/jarak dari
masing-masing titik tersebut.
f. Setelah diketahui panjang masing-masing titik, mintalah masing-
masing siswa untuk menjumlahkan hasil pengukuran. Sehingga di
dapat penjumlahan : 28 + 15 + 28 + 15 = 86
g. Setelah itu, minta siswa untuk menyederhanakan penjumlahan
tersebut, sehingga di dapat (2 x 28) + (2 x 15) = 86.

6
h. Guru memberikan penjelasan tentang arti panjang dan lebar. Sehingga
penyederhanaan penjumlahan tadi bisa diganti menjadi 2P + 2L = K.
i. Penjelasan tersebut dapat dipahami dengan gambar berikut.

Gambar 1 Lapangan Basket Sebagai Representasi Persegipanjang

Contoh di atas menunjukkan peran guru sebagai seorang fasilitator dalam


membantu siswanya agar dapat dengan mudah mengkonstruksi sendiri
pengetahuan tentang konsep keliling. Perintah guru kepada siswa untuk
mengelilingi lapangan basket akan memberikan analogi dan pemahaman
yang jelas mengenai keliling suatu bangun datar, inilah yang akan
menjadi jembatan bagi siswa dalam memahami mengenai konsep
keliling. Sementara perintah guru untuk menjumlahkan hasil pengukuran
dan menyederhanakannya kemudian merubah penyederhanaan menjadi
sebuah notasi P dan L merupakan contoh anak menggunakan
pengetahuan yang ada di dalam struktur kognitifnya. Dengan demikian,
agar suatu pengalaman baru dapat terkait dengan pengetahuan yang
sudah ia miliki, maka proses pembelajaran harus dimulai dari
pengetahuan yang sudah ada di dalam pikiran siswa (sudah ada kerangka
kognitifnya) ataupun mudah ditangkap siswa (mudah dibangun kerangka
kognitifnya). Namun paling penting dan mendasar, tugas utama seorang
guru adalah menjadi fasilitator sehingga proses pembelajaran di kelasnya
dapat dengan mudah membantu para siswa untuk membentuk
(mengonstruksi) pengetahuan yang baru tersebut ke dalam kerangka
kognitifnya. Pembelajaran di atas menunjukkan bahwa pembelajaran
dimulai dengan mengajukan suatu masalah di mana ide matematikanya
diharapkan dapat muncul dari masalah tersebut, diikuti dengan siswa
mendiskusikan cara memecahkan masalah yang ada, diikuti dengan
menemukan sendiri (guided reinvention) pengetahuan matematikanya.
memecahkan masalah yang ada, diikuti dengan menemukan sendiri
(guided reinvention) pengetahuan matematikanya.

7
BAB III
HASIL ANALISIS

3.1 Hasil Analisis Video Pembelajaran


Setelah melakukan analisis terhadap video pembelajaran yang berjudul “Magic
Straw: Inovasi Media Pembelajaran Matematika di SMP/MTs” melalui link:
https://youtu.be/gW-pnjrkC58 diperoleh hasil bahwa video pembelajaran tersebut
menggunakan Pendekatan Kontruktivisme, dengan rincian sebagai berikut:
1. Kegiatan pendahuluan berupa tahap persiapan (0.20 s.d. 2.15) guru membuka
proses pembelajaran dengan mengucapkan salam dan menyapa para siswa
dengan menanyakan kabar. Selanjutnya guru menyampaikan materi yang
akan dipelajari yaitu mengenai bangun datar segiempat seperti jajargenjang,
persegi panjang, persegi, belah ketupat, layang-layang, dan trapesium.
Pembahasan materi difokuskan pada sifat-sifat yang dimiliki oleh bangun
datar tersebut. Sebelum memulai, guru menyampaikan tujuan pembelajaran
yang akan dicapai terlebih dahulu. Pada kegiatan pendahuluan terlihat bahwa
guru sudah menerapkan pendekatakan kontruktivisme dalam proses
belajarnya. Dimana menyapa dan menyampaikan tujuan pembelajaran
merupakan tahap awal pendekatan kontruktivisme yang diharapkan dapat
memberikan arah dan gambaran untuk melakukan tahap selanjutnya kepada
siswa agar dapat mencapai tujuan pembelajaran.

2. Kegiatan inti berupa tahap penyajian informasi (2.16 s.d. 4.00) guru
menampilkan gambar yang berkaitan dengan benda-benda disekitar yang
berbentuk bangun datar segiempat dilanjutkan dengan meminta siswa untuk
menyebutkan jenis bangun datar segiempat yang sesuai dengan gambar.
Kemudian guru menjelaskan langkah-langkah pembelajaran yang akan
dilakukan beserta dengan lama waktu pelaksanaanya. Pada tahap penyajian
informasi tersebut terlihat bahwa guru memperhatikan pengetahuan awal
siswa untuk merangsang proses berpikir secara konstruktif, dimana dalam
prosesnya dikaitkan dengan apa yang ada didunia nyata atau melalui contoh
kontekstual. Hal ini sesuai dengan pendekatan kontruktivisme yaitu tahap
apersepsi atau mengungkapkan konsepsi awal dengan memberikan stimulus
untuk membangkitkan motivasi belajar siswa.

3. Tahap pengorganisasian kelas (4.01 s.d. 5.30) dimulai dengan guru meminta
siswa untuk duduk sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Selanjutnya
perwakilan dari setiap kelompok diminta untuk maju kedepan dan mengambil
beberapa peralatan yang akan dipakai pada proses pembelajaran berdasarkan
jenis bangun datar segiempat yang diperoleh oleh tiap kelompok. Salah satu

8
peralatan yang diambil adalah amplop yang berisi beberapa lembar kerja.
Pada tahap ini telah sesuai dengan pendekatan konstruktivisme yaitu guru
berperan sebagai fasilitator dan menyediakan pembelajaran.

4. Tahap selanjutnya adalah memastikan semua siswa bekerja dan mendapatkan


lembar kerja (5.31 s.d. 6.00). Pada tahap ini diberikan waktu selama 15 menit
untuk membuka amplop dan membagi lembar kerja ke setiap anggota
kelompok, kemudian melakukan apa yang diminta dalam lembar kerja dan
membuat laporan dengan panduan yang sudah diberikan. Pada menit (6.01
s.d. 6.35) siswa bekerja dalam kelompok sesuai dengan lembar kerja masing-
masing individu. Kegiatan pembelajaran tersebut sesuai dengan pendekatan
konstruktivisme yaitu mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam
belajar. Selain itu, guru memberikan kesempatan untuk siswa menyelidiki
serta menemukan konsep melalui pengamatan dan pengukuran untuk
mendorong proses berpikir tingkat tinggi pada siswa. Dalam pendekatan
konstruktivisme, tahap ini disebut sebagai tahap eskplorasi dengan
membentuk makna.

5. Tahap bimbingan kelompok penemuan (6.36 s.d. 7.40) adalah melakukan


tanya jawab interaktif antara guru dengan siswa. Pada menit (7.41 s.d. 8.14)
siswa melakukan pendampingan teman sebaya, dimana bentuk kegiatannya
adalah menjelaskan atau memberikan pemahaman kepada teman satu
kelompok yang belum memahami apa yang dimaksud dalam lembar kerja.
Selanjutnya pada menit (8.15 s.d. 10.30) siswa melakukan diskusi dalam
kelompok dan mengorganisasi jawaban, bentuk kegiatannya adalah bertukar
pendapat atau pemahaman yang diperoleh selama proses pengamatan dan
pengukuran serta menjelaskan kepada seluruh anggota kelompok darimana
hasil temuannya didapatkan. Pada kegiatan tersebut terlihat bahwa sudah
menerapkan pendekatan konstruktivisme yaitu guru dan siswa terlibat secara
aktif dalam proses pembelajaran dengan melakukan percakapan berupa tanya
jawab atau diskusi. Selain itu, guru juga membimbing dan membantu siswa
dalam memberikan penjelasan yang didasarkan pada hasil eksplorasi yang
diperoleh guna membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang
dipelajari. Sehingga siswa menjadi lebih yakin dengan konsep yang
ditemukannya dan merupakan bentuk belajar dari pengalaman.

6. Tahap kegiatan kunjungan kelompok dengan cara two stay and two stray
(10.31 s.d. 11.20) bentuk kegiatannya adalah dua orang tetap tinggal di
kelompoknya untuk menjelaskan apa yang diperoleh selama kegiatan
pembelajaran kepada kelompok lainnya dan dua orang yang lain berkunjung

9
untuk belajar dan mengambil pelajaran serta pengalaman belajar dari
kelompok yang lain. Pada menit (11.21 s.d. 13.15) dilakukan kegiatan
presentasi kepada siswa dalam kunjungan kelompok-kelompok. Selanjutnya
pada menit (13.16 s.d 14.34) bentuk kegiatannya adalah berbagi hasil
kunjungan kelompok kepada rekan dalam kelompok asal. Kegiatan yang
dilakukan tersebut sudah sesuai dengan pendekatan konstruktivisme yaitu
melibatkan interaksi sosial berupa diskusi dan penjelasan konsep baik kepada
teman satu kelompok ataupun kepada teman dari kelompok lain serta
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan hasil
pemahaman yang diperoleh dari eksplorasi yang telah dilakukan sebelum
dilakukannya tahap evaluasi. Dari kegiatan tersebut terlihat juga bahwa siswa
memiliki rasa keingintahuan yang tinggi dimana hal tersebut merupakan salah
satu karakteristik dari pendekatan konstruktivisme.

7. Pada menit ke 14:39-16:32 dua orang perwakilan kelompok


mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Hal tersebut bersesuaian
dengan pendekatan konstruktivisme. Dengan menyampaikan hasil diskusi di
depan kelas, guru dapat melakukan evaluasi atau penilaian terhadap
pemahaman siswa yang sebelumnya telah dikonstruksikan sendiri. Dengan
demikian guru dapat memantau pemahaman siswa terhadap suatu konsep.
Evaluasi dalam pembelajaran konstruktivisme itu sendiri dilakukan selama
proses pembelajaran mulai dari awal hingga akhir. Sehingga kegiatan tersebut
bersesuaian dengan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme.

8. Pada menit 16:33 – 21:02 dilaksanakan kegiatan untuk menguatkan


kemampuan konseptual dengan menggunakan magic straw. Untuk
menguatkan kemampuan konseptual tersebut guru memberikan arahan
kepada siswa untuk membentuk magic straw menjadi jajar genjang. Setelah
membentuk jajar genajang kemudian guru mengarahkan kembali untuk
membentuk persegi panjang dari magic straw yang sama tanpa mengubah
panjang sisi. Setelah melakukan peragaan tersebut, kemudian guru bertanya
kepada siswa terkait sifat persegi panjang yang sama dengan sifat jajar
genjang berdasarkan hasil pengamatan terhadap magic straw yang diubah-
ubah tersebut. Selanjutnya dilanjutkan dengan menanyakan ciri khusus
persegi panjang yang membedakannya dengan jajar genjang berdasarkan
pengamatannya terhadap magic straw. Kemudian dari pertanyaan-pertanyaan
tersebut guru kembali menanyakan definisi persegi dan menanyakan
kesimpulan dari pengamatan dengan magic straw. Pada kegiatan tersebut
bersesuaian dengan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme. Pada
kegiatan tersebut siswa diminta membentuk pengetahuannya sendiri dengan

10
pengamatan terhadap media pembelajaran magic straw. Sedangkan guru akan
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berkelanjutan yang menantang
siswa berfikir lebih lanjut dari hasil pengamatannya tersebut. Sehingga
kegiatan tersebut bersesuaian dengan pendekatan konstruktivisma,
pendekatan konstruktivisme itu sendiri merupakan pendekatan yang
mengharuskan siswa berperan aktif membangun pemahamnnya sendiri,
sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator yang menyediakan
pembelajaran.

9. Pada menit 21:02 – 22:07 siswa kembali berdiskusi dengan kelompoknya


untuk menjawab lembar kerja yang disediakan guru. Dalam menjawab
lembar kerja tersebut siswa melakukan pengamatan kembali terhadap magic
straw. Pada kegiatan tersebut pembelajaran bersesuaian dengan pendekatan
konstruktivisme. Karena pada kegiatan tersebut siswa diminta membangun
pemahamnnya sendiri dengan mengamati magic straw. Kemudian guru juga
menyiapkan masalah-masalah dalam bentuk lembar kerja yang mendorong
siswa untuk berfikir menemukan jawabannya melalui pengamatan terhadap
magic straw tersebut. Sehingga kegiatan tersebut bersesuaian dengan
pendekatan konstruktivisme pendekatan konstruktivisme itu sendiri
merupakan pendekatan yang mengharuskan siswa berperan aktif membangun
pemahamnnya sendiri, sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator
yang menyediakan pembelajaran.

10. Pada menit 22:07 – 24:38 guru memberikan penguatan kesimpulan dengan
menggunakan magic straw. Dalam penguatan tersebut guru kembali
memberikan peragaan menggunakan magic straw dengan mengubah magic
straw tersebut menjadi persegi dan belah ketupat. Kemudian guru
memberikan kesimpulan berupa definisi-definisi dari bangun datar dari hasil
pengamatan dan peragaan menggunakan magic straw. Kegiatan tersebut
bersesuaian dengan pendekatan konstruktivisme. Karena pada kegiatan
tersebut guru tidak semata-mata menyampaikan dan siswa harus menerima
konsep tersebut. Tetapi guru menegaskan kembali konsep-konsep yang
sebelumnya telah siswa konstruksikan sendiri. Guru tidak

11. Pada menit 24:38 – 25:56 guru memberikan soal yang haarus dikerjakan
siswa secara individu. Pada kegiatan tersebut bersesuaian dengan
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme. Karena pada pendekatan
konstruktivisme evaluasi dilakukan selama proses pembelajaran mulai dari
awal sampai akhir. Pemberian soal di akhir pertemuan seperti itu merupakan
salah satu langkah yang diambil guru untuk mengetahui pemahaman siswa,

11
setelah sebelumnya guru telah melakukan pengamatan terhadap pemahaman
siswa dalam pembelajaran. Sehingga kegiatan tersebut bersesuaian dengan
pendekatan konstruktivisme.

12. Pada menit 25:56 – 28:02 guru kembali memberikan beberapa pertanyaan
terkait materi yang dipelajari kepada seluruh siswa. Lalu ditutup dengan
memberi apresiasi kepada siswa yang telah mengikuti pembelajaran dengan
baik. Hal tersebut juga bersesuain dengan pendekatan pembelajaran
konstruktivisme. Karena dengan menanyakan kepada seluruh kelas materi
yang dipelajari juga merupakan salah satu langkah evaluasi untuk mengetahui
pemahaman siswa terkait materi yang dipelajari. Evaluasi dalam
pembelajaran konstruktivisme itu sendiri dilakukan selama proses
pembelajaran mulai dari awal hingga akhir. Sehingga kegiatan tersebut
bersesuaian dengan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme.

12
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan kajian teori dan analisis terhadap video pembelajaran yang berjudul
“Magic Straw: Inovasi Media Pembelajaran Matematika di SMP/Mts” terkait
konsep dasar bangun datar segi empat dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
dilakukan dengan menerapkan teori belajar konstruktivisme. Hal tersebut terlihat
dari proses pembelajaran di kelas dimana guru sebagai fasilitator dan siswa
berperan aktif dalam pembelajaran serta terjadi tanya jawab interaktif antara
guru dengan siswa. Guru juga menggunakan alat peraga berupa magic straw
sebagai pendekatan supaya siswa berperan aktif membangun pemahamnnya
sendiri, sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator yang menyediakan
pembelajaran. Guru juga selalu memberikan apresiasi kepada siswa dan akhir
pembelajarannya dilakukan evaluasi. Sehingga kegiatan tersebut bersesuaian
dengan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme.

4.2 Saran
Dengan adanya analisis video yang menerapkan teori belajar konstruktivisme
ini, penulis mengharapkan pembaca khususnya guru untuk dapat menerapkannya
dalam pembelajaran, khususnya dalam menerapkan konsep dasar bangun datar
segi empat. Selain itu, tidak hanya menerapkan teori belajar saja, tetapi guru
juga diharapkan lebih mematangkan materi-materi yang akan diajarkan ke siswa.

13
DAFTAR PUSTAKA

Noer, S. H. (2017). Strategi Pembelajaran Pendidikan. Yogyakarta: Matematika.

Yusni. (2017). Makalah Teori Belajar Konstruktivisme. Scribd Inc. Tersedia di:
https://www.scribd.com/document/364450689/Makalah-Teori-Belajar-
Konstruktivistik Diakses pada tanggal 25 Maret 2022

Uba Umbara. 2017. Implikasi Teori Belajar Konstruktivisme Dalam Pembelajaran


Matematika. Jumlahku. Vol 3. No 1. Tersedia di:
http://jurnal.upmk.ac.id/index.php/jumlahku/article/view/348/254

14

Anda mungkin juga menyukai