Anda di halaman 1dari 11

BAB 1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Belajar adalah suatu proses yang terjadi pada diri manusia melalui pemikiran,
perasaan dan gerak untuk memahami setiap realitas yang ingin diciptakannya
keterampilan atau pengetahuan, perilaku, pengetahuan atau teknologi atau sesuatu yang
berupa karya dan prakarsa manusia untuk menjadi lebih baik di masa yang akan
datang. . Belajar berarti pembaharuan terhadap pengembangan diri individu agar
kehidupannya lebih baik dari sebelumnya. Belajar juga dapat berarti menyesuaikan diri
dengan lingkungan dan interaksi manusia dengan lingkungan.

Konstruktivisme berkembang dari sudut pandang ini. Pada dasarnya, pengetahuan dan
keterampilan siswa diperoleh dari konteks yang terbatas dan sedikit demi
sedikit.Konstruktivisme adalah aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa
pengetahuan kita adalah hasil konstruksi kita sendiri (von Glaserfeld dalam Pannen et
al, 2001: 3 ). Konstruktivisme sebagai aliran filsafat memiliki pengaruh yang besar
terhadap konsep ilmu pengetahuan, teori belajar dan pembelajaran. Konstruktivisme
menawarkan paradigma baru bagi dunia pembelajaran. Sebagai landasan paradigma
pembelajaran, konstruktivisme mengasumsikan adanya partisipasi aktif siswa dalam
proses pembelajaran, perlunya mengembangkan siswa yang belajar secara mandiri, dan
kemampuan siswa untuk mengembangkan pengetahuannya.

Akibatnya, arah pembelajaran di kelas berubah. Orientasi pembelajaran berubah dari


pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Siswa bukan lagi bejana kosong yang siap diisi. Siswa dengan sikap pasrah siap untuk
menuruti informasi yang diterima dari guru. Atau siswa dikondisikan untuk menerima
informasi dari guru. Siswa sekarang menjadi mitra belajar guru. Guru bukan satu-
satunya sumber informasi dan paling tahu. Seorang guru hanyalah salah satu sumber
belajar atau pengetahuan. Materi pembelajaran lainnya dapat berupa teman sebaya,
perpustakaan, alam, laboratorium, televisi, koran dan internet.
BAB 2 PEMBAHASAN

Pengertian Konstruktivisme

Seringkali konsep ini dianggap perkembangan dari konsep kognitivisme sehingga


banyak sumber yang menganggap hanya ada dua varian pokok teon perkembangan atau
teori psikologi yang mempengaruhi teori belajar, yaitu behaviorisme dan
konstruktivisme. Banyak ahli yang telah berkecimpung dalam aliran konstruktivisme
ini, dan boleh dikatakan aliran atau pandangan ini banyak mewarnai pandangan tentang
pembelajaran, metode-metodenya, filsafat-filsafatnya, dan konsep-konsep lainnya yang
berkembang pesat sejak tahun 1980 an sampai saat ini.

Konstruktivisme adalah sebuah filosof pembelajaran yang dilandasi premis bahwa


dengan merefleksikan pengalaman, kita pemahaman kita tentang dunia tempat kita
hidup. Setiap kita akan menciptakan hukum dan model mental kita sendiri, yang kita
pergunakan untuk menafsirkan dan menerjemahkan pengalaman. Belajar, dengan
semata-semata sebagai suatu proses pengaturan model mental seseorang untuk
mengakomodasi pengalaman-pengalaman baru.

Konstruktivisme melandasi pemikirannya bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu yang


given dari alam karena hasil kontak manusia dengan alam, tetapi pengetahuan
merupakan hasil konstruksi (bentukan) aktif manusia itu sendiri. Pengetahuan bukanlah
suatu tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia
kenyataan yang ada. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi
kognitif kenyataan melalui kegiatan

Pengertian Teori Belajar Kontruktivisme menurut para ahli

a. Teori Konstruktivisme Piaget

Teori Piaget berlandaskan gagasan bahwa perkembangan anak bermakna


membangun struktur kognitifnya atau peta mentalnya yang diistilahkan "schema/skema
(jamak schematalskemata, atau konsep jejaring untuk memahami dan menanggapi
pengalaman fisik dalam lingkungan di sekelilingnya. Konsep skema sendiri sebenarnya
sudah banyak dikembangkan oleh para ahli linguistik, psikologi kognitif dan
psikolinguistik yang digunakan untuk menjelaskan dan memahami adanya interaksi
antara sejumlah faktor kunci yang berpengaruh terhadap proses pemahaman. Secara
ringkas dijelaskan bahwa menurut teori skema, seluruh pengetahuan diorganisasikan
menjadi unit-unit, di dalam unit-unit pengetahuan ini, atau skemata ini, disimpanlah
informasi. Sehingga skema dapat dimaknai sebaga suatu deskripsi umum atau suatu
sistem konseptual untuk t pengetahuan tentang bagaimana pengetahuan itu dinyatakan
tentang bagaimana pengetahuan itu diterapkan.

Lebih lanjut Piaget menyatakan bahwa struktur kogning anak meningkat sesuai
dengan perkembangan usianya, bergerak dari sekadar refleks-refleks awal seperti
menangis dan menuju aktivitas mental yang kompleks. Dasarnya tentu saja teori
perkembangan kognitif, sehingga beberapa konsep pokok skema, asimilasi dan
akomodasi tetap relevan karena memang teor kognitivisme Piaget memiliki
kesinambungan hubungan dengan t konstruktivisme. Banyak ahli turut mendukung dan
berkecimpung dalam teori konstruktivisme ini.

b. Teori Konstruktivisme Vygotsky

Sebagai seseorang yang dianggap pionir dalam filosofi konstruktivisme,


Vygotsky lebih suka menyatakan teori pembelajarannya sebagai pembelajaran kognisi
sosial (social cognition). Pembelajaran kognisi sosial meyakini bahwa kebudayaan
merupakan penentu utama bagi pengembangan individu. Manusia merupakan satu-
satunya spesies di atas dunia ini yang memiliki kebudayaan hasil rekayasa sendiri, dan
setiap anak manusia berkembang dalam konteks kebudayaannya sendiri. Oleh
karenanya, perkembangan pembelajaran anak dipengaruhi Teori Konstruktivisme Sosial
dari Vygotsky

Sebagai seseorang yang dianggap pionir dalam filosofi konstruktivisme, Vygotsky


lebih suka menyatakan teori pembelajarannya sebagai pembelajaran kognisi sosial
(social cognition). Pembelajaran kognisi sosial meyakini bahwa kebudayaan merupakan
penentu utama bagi pengembangan individu. Manusia merupakan satu-satunya spesies
di atas dunia ini yang memiliki kebudayaan hasil rekayasa sendiri. dan setiap anak
manusia berkembang dalam konteks kebudayaannya sendiri. Oleh karenanya,
perkembangan pembelajaran anak dipengaruhi banyak maupun sedikit oleh
kebudayaannya, termasuk budaya lingkungan keluarganya, di mana ia berkembang.

c. Teori Kontruktivisme Jerome Bruner

Bruner adalah adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan psikologi belajar
kognitif. Ia telah mengembangkan suatu model instruksional kognitif yang sangat
berpengaruh yang disebut dengan belajar penemuan. Bruner menganggap bahwa belajar
penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan
sendirinya memberikan  hasil yang lebih baik. Berusaha sendiri untuk pemecahan
masalah dan pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-
benar bermakna (Dahar, 1998). Bruner menyarankan agar pebelajar hendaknya belajar
melalui partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka
dianjurkan untuk memperopleh pengetahuan. Perlunya pembelajar penemuan
didasarkan pada keyakinan bahwa pembelajaran sebenarnya melalui penemuan pribadi.

d, Teori Kontruktivisme John Dewey

Teori belajar menurut John Dewey dengan metode pengajarannya dengan metode
reflektif yang digunakan dalam proses pemecahan masalah, metode tersebut merupakan
cara proses berpikir aktif, hati-hati kearah kesimpulan dengan menggunakan lima
langkah, yaitu pertama, masalah yang berasal dari luar diri peserta didik, kedua,
menyelidiki, menganalisa kesulitan dan menentukan masalah yang dihadapi, ketiga,
menghubungkan uraian-uraian hasil analisisnya dan mengumpulkan berbagai
kemungkinan guna memecahkan masalah, keempat, menimbang kemungkinan jawaban
atau hipotesis dan kelima, mencoba mempraktikan salah satu kemungkinan pemecahan
masalah Trianto, 2008. Menurut Dewey bahwa langkah tersebut tidak harus berurutan
secara kaku, namun dapat berubah sesuai dengan pengalamam mahasiswa. Dewey pun
64 menganjurkan agar dalam pembelajaran hendaknya dimulai dari pengalaman
mahasiwa dan berakhir pada pola struktur mata kuliah Trianto, 2008
Ciri-ciri Teori Kontruktivisme

Ada beberapa ciri-ciri dalam pembelajaran model konstruktivisme, yaitu:

a.Mencari tahu dan menghargai titik pandang/pendapat siswa

b.Pembelajaran dilakukan atas dasar pengetahuan awal siswa

c.Memunculkan masalah yang relevan dengan siswa

d.Menyusun pembelajaran yang menantang dugaan siswa

e.Menilai hasil pembelajaran dalam konteks pembelajaran sehari-hari

f.Siswa lebih aktif dalam proses belajar karena fokus belajar mereka pada proses
pengintegrasian pengetahuan baru yang diperoleh dengan pengalaman/pengetahuan
lama yang mereka miliki

g.Setiap pandangan sangat dihargai dan diperlukan. Siswa didorong untuk menemukan
berbagai kemungkinan dan mensintesiskan secara terintegrasi

h.Proses belajar harus mendorong adanya kerjasama, tapi bukan untuk bersaing. Proses
belajar melalui kerjasama memungkinkan siswa untuk mengingat pelajaran lebih lama

i.Kontrol kecepatan, dan fokus pembelajaran ada pada siswa

j.Pendekatan konstruktivis memberikan pengalaman belajar yang tidak terlepas dengan


apa yang dialami langsung oleh siswa

Prinsip Kontruktivisme

Terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang dapat memandu penerapan konstruktivisme.


Menurut Suyono & Hariyanto (2014, hlm. 107) prinsip-prinsip konstruktivisme adalah
sebagai berikut.

1.Belajar merupakan pencarian makna. Oleh sebab itu pembelajaran harus dimulai
dengan isu-isu yang mengakomodasi siswa untuk secara aktif mengkonstruk makna.
2.Pemaknaan memerlukan pemahaman bahwa keseluruhan (wholes) itu sama
pentingnya seperti bagian-bagiannya. Sedangkan bagian – bagian harus dipahami dalam
konteks keseluruhan. Oleh karenanya, proses pembelajaran berfokus terutama pada
konsep – konsep primer dan bukan kepada fakta – fakta yang terpisah.

3.Supaya dapat mengajar dengan baik, guru harus memahami model – model mental
yang dipergunakan siswa terkait bagaimana cara pandang mereka tentang dunia serta
asumsi – asumsi yang disusun yang menunjang model mental tersebut.

4.Tujuan pembelajaran adalah bagaimana setiap individu mengkonstruksi makna, tidak


sekadar mengingat jawaban apa yang benar dan menolak makna milik orang lain.
Karena pendidikan pada fitrahnya memang antardisiplin, satu – satunya cara yang
meyakinkan untuk mengukur hasil pembelajaran adalah melakukan penilaian terhadap
bagian – bagian dari proses pembelajaran, menjamin bahwa setiap siswa akan
memperoleh informasi tentang kualitas pembelajarannya.

Proses Teori Belajar Kontruktivisme

Proses belajar konstruktivistik adalah pemberian makna oleh siswa kepada


pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada
pemutahkiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya
dari pada segi perolehan pengetahuan dari fakta-fakta yang terlepas-lepas. Oleh sebab
itu pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa dalam
memproses gagasannya, bukan semata-mata pada pengelolaan siswa dan lingkungan
belajarnya bahkan pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya dikaitkan dengan sistem
penghargaan dari luar seperti nilai, ijazah, dan sebagainya.

A.Peran siswa (si-belajar)


Siswa harus aktif dalam melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep
dan memberi makna tentang hal-hal yang dipelajari. Guru harusnya dapat memberikan
peluang optimal bagi terjadinya proses belajar. Namun, yang menentukan terwujudnya
gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Paradigma konstruktivistik memandang
siswa sudah memilik kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal
tersebut adalah menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh
sebab itu, meskipun kemampuan awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak 
sesuai dengan pendepat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan
pembimbingan.
B.Peran guru
Guru membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut
memahami jalan pikiran siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengeklaim bahwa satu-
satunya cara yang tepat adalah sama dan sesuai dengan kemauannya.

C.Sarana Belajar
Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya
disediakan untuk membantu pembentukan siswa dalam mengkonstruksikan
pengetahuan sendiri. Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan
pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya. Dengan demikian siswa akan terbiasa
dan terlatih untuk berfikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri,
kritis, dan mampu mempertanggung jawabkan pemikkirannya secara rasional.

D.Evaluasi Belajar
Lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan
interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktivitas-aktivitas lain yang
didasarkan pada pengelaman. Pandangan konsrktivistik mengemukakan bahwa relitas
ada pada pikiran seseoramg. Manusia mengkonstruksi dan menginterprestasikannya
berdasarkan pengalamannya.

Kelebihan Dan Kekurangan teori Kontruktivisme

Kelebihan Teori Belajar Konstruktivisme

Teori Konstruktivistik memiliki beberapa kelebihan, diantaranya:

a.Dalam Aspek Berfikir  yakni pada proses membina pengetahuan baru, murid berfikir
untuk menyelesaikan masalah, menggali ide dan membuat keputusan;

b.Dalam aspek kefahaman seorang  murid terlibat secara langsung dalam mebina
pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan mampu mengapliksikannya dalam
semua situasi;
c.Dalam aspek mengingat yakni murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka
akan mengingat lebih lama konsep. melalui pendekatan ini murid dapat meningkatkan
kefahaman mereka;

d.Dalam aspek Kemahiran sosial yakni Kemahiran sosial diperoleh apabila seorang
murid berinteraksi dengan teman, kelompok kerja maupun dengan guru dalam proses
mendapatkan ilmu pengetahuan maupun wawasan baru.

Kekurangan Teori Belajar Konstruktivistik

Teori belajar konstuktivisme memiliki kekurangan atau kelemahan yakni:

a.Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi


siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan
sehingga menyebabkan miskonsepsi;

b.Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini


pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang
berbeda-beda;

c.Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki
sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa;

d.Meskipun guru hanya menjadi pemotivasi dan memediasi jalannya proses belajar,
tetapi guru disamping memiliki kompetensi dibidang itu harus memiliki perilaku yang
elegan dan arif sebagai spirit bagi anak sehingga dibutuhkan pengajaran yang
sesungguhnya mengapresiasi nilai-nilai kemanusiaan;

e.Dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang
begitu mendukung; siswa berbeda persepsi satu dengan yang lainnya;.

Anda mungkin juga menyukai