Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ilmu tasawuf merupakan rumusan tentang teoritis terhadap wahyu-wahyu yang


berkenaan dengan hubungan antara tuhan dengan manusia dan apa yang harus dilakukan
oleh manusia agar dapat berhubungan sedekat mungkin dengan tuhan baik dengan
pensucian jiwa dan latihan-latihan spritual. Sedangkan ilmu kalam merupakan disiplin ilmu
keislaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tetang persoalan tentang akidah dan
adapun filsafat adalah rumusan teoritis terhadap wahyu tersebut bagai manusia mengenai
keberadaan (esensi), proses dan sebagainya, Seperti proses penciptaan alam dan manusia.
Sedangkan ilmu jiwa adalah ilmu yang membahas tentang gejala-gejala dan aktivitas
kejiwaan manusia.
Maka dalam hal ini ilmu tasawuf tentunya mempunyai hubungan-hubungan yang terkait
dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya, baik dari segi tujuan, konsep dan kontribusi ilmu
tasawuf terhadap ilmu-ilmu tersebut dan begitu sebaliknya bagaimana kontribusi ilmu
kioslaman yang lain terhadap ilmu tasawuf.
Maka dalam makalah kami ini kami telah membahas hubungan ilmu tasawuf
dengan beberapa ilmu keislaman lainnya, diantaranya: Ilmu kalam, ilmu filsafat, ilmu jiwa,
dan ilmu fikih. Dengan tujuan agar kita lebih mampu mengkorelasikan ilmu-ilmu tersebut
dan bisa membandingbandingkannya.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa hakikat Ilmu Tasawuf itu?


2. Apa hakikat Kalam itu?
3. Apa hakikat Falsafah itu?

1
4. Apa hakikat Fiqih itu ?
5. Apa hakikat Ilmu Jiwa itu ?
6. Bagaimana hubungan Ilmu tasawuf dengan kalam, filsafat, fiqih, dan ilmu jiwa ?

C. TUJUAN PEMBAHASAN

1. Mengetahui dan memahami hakikat ilmu tasawuf


2. Mengetahui dan memahami hakikat ilmu kalam
3. Mengetahui dan memahami hakikat Filsafat
4. Mengetahui dan memahami hakikat fiqih
5. Mengetahui dan memahami hakikat ilmu jiwa
6. Mengetahui dan memahami hubungan Ilmu tasawuf dengan kalam, falsafah, fiqih, dan
ilmu jiwa

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. HAKIKAT TASAWUF

1. Pengertian Tasawuf

Istilah "tasawuf"(sufism), yang telah sangat populer digunakan selama berabad-


abad, dan sering dengan bermacam-macam arti, berasal dari tiga huruf Arab, sha, wau dan
fa. Banyak pendapat tentang alasan atas asalnya dari sha wa fa. Ada yang berpendapat, kata
itu berasal dari shafa yang berarti kesucian atau bersih. Sebagian berpendapat bahwa kata
itu berasal dari kata shafwe yang berarti baris atau deret, yang menunjukkan kaum Muslim
awal yang berdiri di baris pertama dalam salat atau dalam perang suci. Sebagian lainnya
lagi berpendapat bahwa kata itu berasal dari kata shuffah yang berarti serambi masjid
Nabawi di Madinah yang ditempati oleh para sahabat-sahabat nabi yang miskin dari
golongan Muhajirin. Ada pula yang menganggap bahwa kata tasawuf berasal dari shuf
yang berarti bulu domba, yang menunjukkan bahwa orang-orang yang tertarik pada
pengetahuan batin kurang memperdulikan penampilan lahiriahnya dan sering memakai
jubah yang terbuat dari bulu domba yang kasar sebagai simbol kesederhanaan.

Harun Nasution mendefinisikan tasawuf sebagai ilmu yang mempelajari cara dan
jalan bagaimana orang Islam dapat sedekat mungkin dengan Alloh agar memperoleh
hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan bahwa seseorang betul-betul berada di
hadirat Tuhan.

Ada sebagian orang yang mulai menyebut dirinya sufi, atau menggunakan istilah
serupa lainnya yang berhubungan dengan tasawuf, yang berarti bahwa mereka mengikuti
jalan penyucian diri, penyucian "hati", dan pembenahan kualitas watak dan perilaku mereka

3
untuk mencapai maqam (kedudukan) orang-orang yang menyembah Allah seakan-akan
mereka melihat Dia, dengan mengetahui bahwa sekalipun mereka tidak melihat Dia, Dia
melihat mereka. Inilah makna istilah tasawuf sepanjang zaman dalam konteks Islam.

Imam Junaid dari Baghdad (910 M.) mendefinisikan tasawuf sebagai "mengambil
setiap sifat mulia dan meninggalkan setiap sifat rendah". Syekh Abul Hasan asy-Syadzili
(1258 M.) syekh sufi besar dari Afrika Utara mendefinisikan tasawuf sebagai "praktik dan
latihan diri melalui cinta yang dalam dan ibadah untuk mengembalikan diri kepada jalan
Tuhan". Syekh Ahmad Zorruq (1494 M.)dari Maroko mendefinisikan tasawuf sebagai
berikut: Ilmu yang dengannya dapat memperbaiki hati dan menjadikannya semata-mata
bagi Allah, dengan menggunakan pengetahuan tentang jalan Islam, khususnya fiqih dan
pengetahuan yang berkaitan, untuk memperbaiki amal dan menjaganya dalam batas-batas
syariat Islam agar kebijaksanaan menjadi nyata. Ia menambahkan, "Fondasi tasawuf ialah
pengetahuan tentang tauhid, dan setelah itu memerlukan manisnya keyakinan dan
kepastian; apabila tidak demikian maka tidak akan dapat mengadakan penyembuhan 'hati'."
Menurut Syekh Ibn Ajiba (1809 M): Tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya Anda
belajar bagaimana berperilaku supaya berada dalam kehadiran Tuhan yang Maha ada
melalui penyucian batin dan mempermanisnya dengan amal baik. Jalan tasawuf dimulai
sebagai suatu ilmu, tengahnya adalah amal. dan akhirnva adalah karunia Ilahi.

2. Tujuan Tasawuf

Tasawuf bertujuan untuk memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan


Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan dan intisari dari
itu adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia dengan Tuhan
dengan cara mengasingkan diri dan berkontemplasi. Kesadaran dekat dengan Tuhan itu
dapat mengambil bentuk ittihad atau menyatu dengan Tuhan. Dalam ajaran Tasawuf,
seorang sufi tidak begitu saja dapat dekat dengan Tuhan, melainkan terlebih dahulu ia harus
menempuh maqamat . mengenai jumlah maqomat yang harus di tempuh sufi bebrbeda-

4
beda, Abu Nasr Al- Sarraj menyebutkan tujuh maqomat yaitu tobat, wara, zuhud,
kefakiran, kesabaran, tawakkal, dan kerelaan hati. Dalam perjalananya seorang shufi harus
mengalami istilah hal (state). Hal atau ahwal yaitu sikap rohaniah yang dianugrahkan
Tuhan kepada manusia tanpa diusahakan olehnya, seperti rasa takut( al- khauf) , ikhlas, rasa
berteman, gembira hati, dan syukur. Jalan selanjutnya adalah fana' atau lebur dalam realitas
mutlak (Allah). Manusia merasa kekal abadi dalam realitas yang Tertinggi, bahkan
meleburkan kepadaNya. Maksudnya, menghancurkan atau mensinarkan diri agar dapat
bersatu dengan Tuhan.

Menurut Taftazani seseorang yang bertasawuf mempunyai beberapa ciri yaitu:

Peningkatan moral, seorang sufi memiliki nilai-nilai moral dengan tujuan


membersihkan jiwa. Yaitu dengan akhlak dan budi pekerti yang baik berdasarkan kasih dan
cinta kepada allah, oleh karena itu, maka tasawuf sangat mengutamakan adab/ nilai baik
dalam berhubungan dengan sesama manusia dan terutama dengan Tuhan (zuhud, qonaah,
thaat, istiqomah, mahabbah, ikhlas, ubudiyah, dll). Sirna (fana) dalam realitas mutlak
(Allah). Manusia merasa kekal abadi dalam realitas yang Tertinggi, bahkan meleburkan
kepadaNya. Maksudnya, menghancurkan atau mensinarkan diri agar dapat bersatu dengan
Tuhan. Dan Ketenteraman dan kebahagiaan. Sumber Ajaran Tasawuf : Sumber ajaran
tasawuf adalah al-Qur'an dan Hadits yang didalamnya terdapat ajaran yang dapat
memebawa kepada timbulnya tasawuf. Paham bahwa Tuhan dekat dengan manusia, yang
merupakan ajaran dasarnya dapat dijelaskan dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarh ayat 186 :

َ َ‫َواِ َذا بِ ْي لَ َعلَّهُ ْم يَرْ ُش ُد ْو َن َساَل‬


ِ ‫ َّد‬E ‫ ال‬Eَ‫ك ِعبَا ِديْ َعنِّ ْي فَاِنِّ ْي قَ ِريْبٌ ۗ اُ ِجيْبُ َد ْع َوة‬
‫اع‬
E‫ان فَ ْليَ ْستَ ِج ْيب ُْوا لِ ْي َو ْلي ُْؤ ِمنُ ْوا‬
ِ ۙ ‫اِ َذا َد َع‬

5
Artinya : Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku,
maka sesungguhnya Aku dekat. Aku Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia
berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-
Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.

B. HAKIKAT ILMU KALAM

Pengertian Ilmu Kalam

Nama lain dari Ilmu Kalam : Ilmu Aqaid (ilmu akidah-akidah), Ilmu Tawhid (Ilmu
tentang Kemaha Esa-an Tuhan), Ilmu Ushuluddin (Ilmu pokok-pokok agama). Disebut juga
'Teologi Islam'. 'Theos'= Tuhan; 'Logos'= ilmu. Berarti ilmu tentang keTuhanan yang
didasarkan atas prinsip-prinsip dan ajaran Islam; termasuk di dalamnya persoalan-persoalan
ghaib. Menurut Ibnu Kholdun dalam kitab moqodimah mengatakan ilmu kalam adalah ilmu
yang berisi alasan-alasan mempertahankan kepercayaan-keprcayaan iman dengan
menggunakan dalil fikiran dan juga berisi tentang bantahan-bantahan terhadap orang-orang
yang mempunyai kepercayaan-kepercayaan menyimpang. Ilmu= pengetahuan; Kalam=
pembicaraan'; pengetahuan tentang pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan
Persoalan terpenting yang di bicarakan pada awal Islam adalah tentang Kalam Allah (Al-
Qur'an); apakah azali atau non azali (Dialog Ishak bin Ibrahim dengan Imam Ahmad bin
Hanbal. Dasar Ajarannya; Dasar Ilmu Kalam adalah dalil-dalil fikiran (dalil aqli) Dalil
Naqli (Al-Qur'an dan Hadis) baru dipakai sesudah ditetapkan kebenaran persolan menurut
akal fikiran. (Persoalan kafir-bukan kafir)Jalan kebenaran; Pembuktian kepercayaan dan
kebenaran didasarkan atas logika (Dialog Al-Jubbai dan Al-Asy'ari).

C. HAKIKAT FILSAFAT

Pengertian Filsafat

6
Menurut analisa Al-Farabi filasafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosiphia.
Philo berarti cinta dan shopia berarti hikmah atau kebenaran. Menurut Plato, filsuf Yunani
yang termashur, murid Scorates dan guru Aristoteles mengatakan bahwa filsafat adalah
pengetahuan tentang segala sesuatu yang ada.

Marcus Tullius Cicero politikus dan ahli pidato romawi merumuskan filsafat adalah
pengatahuan tentang segala sesuatu yang maha agung dan usaha-usaha untuk mencapainya.
Al Farabi filosuf muslim terbesar sebelum Ibn Sina mengatakan filsafat adalah ilmu
pengetahuan tentang alam yang maujud dan brtujuan menyelidiki hakikatnya yang
sebenarnya. Filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup
metafisika, etika, agama, dan antripologi. Immanuel Kantyang sering disebut raksasa pikir
barat, mengatakan bahwa Filsafat itu merupakan ilmu pokok dan pangkal segala
pengetahuan yang mencakup metafisika, etika, agama, dan antripologi. Obyek Filsafat;
Dalam filasafat terdapat dua obyek yaitu obyek materia dan obyek formanya. Obyek
materianya adalah sarwa yang ada pada garis besarnya dibagi atas tiga persoalan, yaitu:
Tuhan, alam, dan manusia. Sedangkan Obyek formannya adalah usaha mencari keterangan
secara radikal ( sedalam-dalamnya) tentang obyek materi filsafat ( sarwa yang ada).

D. HAKIKAT ILMU FIQIH

Pengertian Fiqih

Fiqh merupakan salah satu disiplin ilmu Islam yang bisa menjadi teropong
keindahan dan kesempurnaan Islam. Dinamika pendapat yang terjadi diantara para fuqoha
menunjukkan betapa Islam memberikan kelapangan terhadap akal untuk kreativitas dan
berijtihad. Sebagaimana qaidah-qaidah fiqh dan prinsif-prinsif Syari'ah yang bertujuan
untuk menjaga kelestarian lima aksioma, yakni; Agama, akal, jiwa, harta dan keturunan
menunjukkan betapa ajaran ini memiliki filosofi dan tujuan yang jelas, sehingga layak
untuk exis sampai akhir zaman.

7
Fiqh menurut bahasa berarti; faham, sebagaimana firman Allah SWT:

‫َواحْ لُلْ ُع ْق َدةً ِّمن لِّ َسانِي‬


‫َي ْف َقهُوا َق ْولِي‬
"Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku.Supaya mereka memahami perkataanku."
(Thaha:27-28)
Pengertian fiqh seperti diatas, juga tertera dalam ayat lain, seperti;
Surah Hud: 91,

َ Eُ‫ض ِع ْيفًا َۗولَ ْواَل َر ْهط‬


‫ك‬E َ ‫ىك ِف ْينَا‬ َ ‫قَالُ ْوا ٰي ُش َعيْبُ َما نَ ْفقَهُ َكثِ ْيرًا ِّم َّما تَقُ ْو ُل َواِنَّا لَنَ ٰر‬
َ ‫لَ َر َج ْم ٰن‬
َ ‫ك َۖو َمٓا اَ ْن‬
‫ت َعلَ ْينَا ِب َع ِزي ٍْز‬

Mereka berkata, “Wahai Syuaib! Kami tidak banyak mengerti tentang apa yang engkau
katakan itu, sedang kenyataannya kami memandang engkau seorang yang lemah di antara
kami. Kalau tidak karena keluargamu, tentu kami telah merajam engkau, sedang engkau
pun bukan seorang yang berpengaruh di lingkungan kami.”

Surah At Taubah: 122,

ٌ‫ة‬E َ‫ف‬Eِ‫ ٍة ِّم ْنهُ ْم طَ ۤا ِٕٕى‬E َ‫لِّ فِرْ ق‬EE‫ر ِم ْن ُك‬E ْ Eَ‫ر ُْوا َك ۤافَّ ۗةً فَل‬E ِ‫ن لِيَ ْنف‬Eَ ‫و‬Eْ Eُ‫ان ْال ُم ْؤ ِمن‬E
َ Eَ‫واَل نَف‬E َ E‫ا َك‬EE‫َو َم‬
‫ َر َجع ُْٓوا اِلَ ْي ِه ْم لَ َعلَّهُ ْم يَحْ َذر ُْو َن‬E‫ْن َولِيُ ْن ِذر ُْوا قَ ْو َمهُ ْم اِ َذا‬Eِ ‫لِّيَتَفَقَّه ُْوا فِى ال ِّدي‬

Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang).
Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam

8
pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.

Surah An Nisa: 78

‫وا‬Eْ Eُ‫نَةٌ يَّقُ ْول‬E ‫ص ْبهُ ْم َح َس‬ ٍ ‫ت َولَ ْو ُك ْنتُ ْم فِ ْي بُر ُْو‬
ِ ُ‫ج ُّم َشيَّ َد ٍة ۗ َواِ ْن ت‬ ُ ‫اَ ْينَ َما تَ ُك ْونُ ْوا يُ ْد ِر ْك ُّك ُم ْال َم ْو‬
ۗ ِ ‫ ِد هّٰللا‬E‫لٌّ ِّم ْن ِع ْن‬EE‫لْ ُك‬EEُ‫ك ۗ ق‬
َ ‫ ِد‬E‫ ِذ ٖه ِم ْن ِع ْن‬E‫وا ٰه‬Eْ Eُ‫يِّئَةٌ يَّقُ ْول‬E‫ص ْبهُ ْم َس‬ ‫هّٰللا‬
ِ ُ‫ٰه ِذ ٖه ِم ْن ِع ْن ِد ِ ۚ َواِ ْن ت‬
78 ‫ال ٰهٓؤُاَل ۤ ِء ْالقَ ْو ِم اَل يَ َكا ُد ْو َن يَ ْفقَه ُْو َن َح ِد ْيثًا‬ ِ ‫فَ َم‬.
Di manapun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di
dalam benteng yang tinggi dan kukuh. Jika mereka memperoleh kebaikan, mereka
mengatakan, “Ini dari sisi Allah,” dan jika mereka ditimpa suatu keburukan, mereka
mengatakan, “Ini dari engkau (Muham-mad).” Katakanlah, “Semuanya (datang) dari sisi
Allah.” Maka mengapa orang-orang itu (orang-orang munafik) hampir-hampir tidak
memahami pembicaraan (sedikit pun)?”
Dalam terminologi Islam, fiqh mengalami proses penyempitan makna; apa yang
dipahami oleh generasi awal umat ini berbeda dengan apa yang populer di genersi
kemudian, karenanya kita perlu kemukakan pengertian fiqh menurut versi masing-masing
generasi;
Dalam pemahaman generasi-generasi awal umat Islam (zaman Sahabat, Tabi'in dst.), fiqh
berarti pemahaman yang mendalam terhadap Islam secara utuh, sebagaimana tersebut
dalam Atsar-atsar berikut, diantaranya sabda Rasulullah SAW:
"Mudah-mudahan Allah memuliakan orang yang mendengar suatu hadist dariku, maka ia
menghapalkannya kemuadian menyampaikannya (kepada yang lain), karena banyak orang
yang menyampaikan fiqh (pengetahuan tentang Islam) kepada orang yang lebih
menguasainya dan banyak orang yang menyandang fiqh (tetapi) dia bukan seorang Faqih."
(HR Abu Daud, At Tirmdzi, An Nasai dan Ibnu Majah)

9
Ketika mendo'akan Ibnu Abbas, Rasulullah SAW berkata:

"Ya Allah, berikan kepadanya pemahaman dalam agama dan ajarkanlah kepadanya tafsir."
(HR Bukhari Muslim)

Dalam penggalan cerita Anas bin Malik tentang beredarnya isu bahwa Rasulullah SAW
telah bersikap tidak adil dalam membagikan rampasan perang Thaif, ia berkata:

"Para ahli fiqihnya berkata kepadanya: Adapun para cendekiawan kami, Wahai
Rasulullah ! tidak pernah mengatakan apapun." (HR Bukhari)

Dan ketika Umar bin Khattab bermaksud untuk menyampaikan khutbah yang penting pada
para jama'ah haji, Abdurrahman bin Auf mengusulkan untuk menundanya, karena
dikalangan jama'ah bercampur sembarang orang, ia berkata:

"Khususkan (saja) kepada para fuqoha (cendekiawan)." (HR Bukhari)

Makna fiqh yang universal seperti diatas itulah yang difahami generasi sahabat,
tabi'in dan beberapa generasi sesudahnya, sehingga Imam Abu Hanifah memberi judul
salah satu buku akidahnya dengan "al Fiqh al Akbar." Istilah fuqoha dari pengertian fiqih
diatas berbeda dengan makna istilah Qurra sebagaimana disebutkan Ibnu Khaldun, karena
dalam suatu hadist ternyata kedua istilah ini dibedakan,

Rasulullah SAW bersabda:

"Dan akan datang pada manusia suatu zaman dimana para faqihnya sedikit sedangkan
Qurranya banyak; mereka menghafal huruf-huruf al Qur'an dan menyia-nyiakan norma-
normanya, (pada masa itu) banyak orang yang meminta tetapi sedikit yang memberi,
mereka memanjangkan khutbah dan memendekkan sholat, serta memperturutkan hawa
nafsunya sebelum beramal." (HR Malik)

10
Lebih jauh tentang pengertian Fiqh seperti disebutkan diatas, Shadru al Syari'ah
Ubaidillah bin Mas'ud menyebutkan: "Istilah fiqh menurut generasi pertama identik atas
ilmu akhirat dan pengetahuan tentang seluk beluk kejiwaan, sikap cenderung kepada
akhirat dan meremehkan dunia, dan aku tidak mengatakan (kalau) fiqh itu sejak awal hanya
mencakup fatwa dan (urusan) hukum-hukum yang dhahir saja."

Demikian juga Ibnu Abidin, beliau berkata: "Yang dimaksud Fuqaha adalah orang-
orang yang mengetahuai hukum-hukum Allah dalam i'tikad dan praktek, karenanya
penamaan ilmu furu' sebagai fiqh adalah sesuatu yang baru."

Definisi tersebut diperkuat dengan perkataan al Imam al Hasan al Bashri: "Orang


faqih itu adalah yang berpaling dari dunia, menginginkan akhirat, memahami agamanya,
konsisten beribadah kepada Tuhannya, bersikap wara', menahan diri dari privasi kaum
muslimin, ta'afuf terhadap harta orang dan senantiasa menasihati jama'ahnya."

Dalam terminologi mutakhirin, Fiqh adalah Ilmu furu' yaitu:"mengetahui hukum


Syara' yang bersipat amaliah dari dalil-dalilnya yang rinci.

Syarah/penjelasan definisi ini adalah:

-Hukum Syara': Hukum yang diambil yang diambil dari Syara'(Al-Qur'an dan As-
Sunnah), seperti; Wajib, Sunah, Haram, Makruh dan Mubah.

- Yang bersifat amaliah: bukan yang berkaitan dengan aqidah dan kejiwaan.

- Dalil-dali yang rinci: seperti; dalil wajibnya sholat adalah "wa Aqiimus sholaah", bukan
kaidah-kaidah umum seperti kaidah Ushul Fiqh.

Dengan definisi diatas, fiqh tidak hanya mencakup hukum syara' yang bersifat
dharuriah (aksiomatik), seperti; wajibnya sholat lima waktu, haramnya hamr, dsb. Tetapi
juga mencakup hukum-hukum yang dhanny, seperti; apakah menyentuh wanita itu

11
membatalkan wudhu atau tidak? Apakah yang harus dihapus dalam wudhu itu seluruh
kepala atau cukup sebagiannya saja?

Lebih spesifik lagi, para ahli hukum dan undang-undang Islam memberikan definisi
fiqh dengan; Ilmu khusus tentang hukum-hukum syara' yang furu dengan berlandaskan
hujjah dan argumen.

E. HAKIKAT ILMU JIWA

Pengertian Ilmu Jiwa

Ilmu jiwa (psikologi) adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku dan proses
mental yang terjadi pada manusia. Dengan kata lain, ilmu ini meneliti tentang peranan yang
dimainkan dalam perilaku manusia. Psikologi meneliti tentang suara hati (dhamir),
kemauan (iradah), daya ingat, hafalan, prasangka (waham), dan kecenderungan-
kecenderungan (awathif) manusia. Itu semua menjadi lapangan kerja jiwa yang
menggerakkan perilaku manusia.

Ilmu jiwa mengarahkan pembahasan pada aspek batin yang di dalam Qur’an
diungkapkan dengan istilah insan. Dimana istilah ini berkaitan erat dengan kegiatan
manusia yaitu kegiatan belajar, tentang musuhnya, penggunaan waktunya, beban amanah
yang dipikulkan, konsekuensi usaha perbuatannya, keterkaitan dengan moral dan akhlak,
kepemimpinannya, ibadahnya dan kehidupannya di akhirat. Quraish Shihab
mengemukakan bahwa secara nyata terlihat dan sekaligus kita akui bahwa terdapat manusia
yang berkelakuan baik dan sebaliknya. Berarti manusia memiliki kedua potensi tersebut.
Beliau mengutip ayat yang berbunyi:

QS. Al-Balad, 90: 10

10 ‫ َوهَ َدي ْٰنهُ النَّجْ َدي ۙ ِْن‬.

12
“Maka Kami telah memberi petunjuk (kepada)nya (manusia) dua jalan mendaki (baik dan
buruk”)

QS. As-Syams: 7-8

7 ‫س َّو َما َس ٰ ّوىهَ ۖا‬


ٍ ‫ َونَ ْف‬.

8 ‫فَا َ ْلهَ َمهَا فُج ُْو َرهَا َوتَ ْق ٰوىهَ ۖا‬.


“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa
itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”.

Dalam diri manusia terdapat potensi rohaniah yang cenderung kepada kebaikan dan
keburukan. Potensi rohaniah secara lebih dalam dikaji dalam ilmu jiwa. Untuk
mengembangkan ilmu akhlak kita dapat memanfaatkan informasi yang diberikan oleh ilmu
jiwa. Di dalam ilmu jiwa terdapat informasi tentang perbedaan psikologis yang dialami
seseorang pada setiap jenjang usianya.

F. HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU KALAM, ILMU FILSAFAT, ILMU


FIQIH, DAN ILMU JIWA (Psikologi Agama)

1. Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Kalam

Ilmu kalam adalah disiplin ilmu keIslaman yang banyak mengedepankan


pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Persoalan-persoalan kalam ini
biasanya mengarah sampai pada perbincangan yang mendalam dengan dasar-dasar
argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun naqliyah. Argumentasi yang dimaksudkan
adalah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode berpikir filosofis,

13
sedangkan argumentasi naqliyah biasanya bertendensi pada argumentasi berupa dalil-dalil
Al-Qur’an dan hadits. Pembicaraan materi-materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan
tidak menyentuh rasa rohaniah. Sebagai contoh, ilmu kalam menerangkan bahwa Allah
bersifat Sama’, Bashar, Kalam, Iradah, Qudrah, Hayat, dan sebagainya. Namun, ilmu kalam
tidak menjelaskan bagaimana seorang hamba dapat merasakan langsung bahwa Allah
mendengar dan melihatnya, bagaimana pula perasaan hati seseorang ketika membaca Al-
Qur’an, bagaimana seseorang merasa bahwa segala sesuatu yang tercipta merupakan
pengaruh dari kekuasaan Allah ?

Pernyataan-pernyataan diatas sulit terjawab hanya dengan berlandaskan pada ilmu


kalam. Biasanya, yang membicarakan penghayatan sampai pada penanaman kejiwaan
manusia adalah ilmu Tasawuf. Disiplin inilah yang membahas bagaimana merasakan nilai-
nilai akidah dengan memperhatikan bahwa persoalan bagaimana merasakan tidak saja
termasuk dalam lingkup hal yang diwajibkan. Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan
iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya.
Sementara pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk
merasakan keyakinan dan ketentraman. Sebagaimana dijelaskan juga tentang
menyelamatkan diri dari kemunafikan. Semua itu tidak cukup hanya diketahui batasan-
batasannya oleh seseorang. Sebab terkadang seseorang sudah tahu batasan-batasan
kemunafikan, tetapi tetap saja melaksanakannya.

Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu Tasawuf mempunyai fungsi sebagai
berikut.

a. Sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan


yang mendalam lewat hati terhadap ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih
terhayati atau teraplikasikan dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu Tasawuf
merupakan penyempurna ilmu kalam.

14
b. Berfungsi sebagai pengendali ilmu Tasawuf. Oleh karena itu, jika timbul suatu
aliran yang bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu kepercayaan baru yang
bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, hal itu merupakan
penyimpangan atau penyelewengan. Jika bertentangan atau tidak pernah
diriwayatkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau belum pernah diriwayatkan
oleh ulama-ulama salaf, hal itu harus ditolak.
c. Berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan-perdebatan
kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia Islam
cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional disamping
muatan naqliyah, ilmu kalam dapat bergerak kearah yang lebih bebas. Disinilah
ilmu Tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam
terkesan sebagai dialektika keIslaman belaka, yang kering dari kesadaran
penghayatan atau sentuhan hati.

Jadi dapat disimpulakan bahwa hubungan tasawuf dengan ilmu kalam terletak pada
pembahasan tentang kebenaran. Dalam tasawuf, hakikat kebenaran berupa tersingkapnya
(kasyaf) Kebenaran Sejati (Allah) melalui mata hati. Tasawuf menemukan kebenaran
dengan melewati beberapa jalan atau maqam. Sedangkan kebenaran dalam Ilmu Kalam
berupa diketahuinya kebenaran ajaran agama melalui penalaran akal-budi, yang kemudian
dirujukkan kepada nash al-Qur'an dan Hadis. Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan
iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya.
Sementara pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk
merasakan keyakinan dan ketentraman.

2. Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Falsafah

Biasanya Tasawuf dan filsafah selalu dipandang berlawanan. Ada juga anggapan
bahwa pencarian jalan Tasawuf mengharuskan pencelaan filsafat, tidak hanya berupa
timbal balik dan saling mempengaruhi, bahkan asimilasi (perpaduan) dan hubungan ini

15
sama sekali tidak terbatas pada kebencian dan permusuhan. Tasawuf adalah pencarian jalan
ruhani, kebersatuan dengan kebenaran mutlak dan pengetahuan mistik menurut jalan dan
sunnah. Sedangkan filsafah tidak dimaksudkan hanya filsafah peripatetic yang rasionalistik,
tetapi seluruh mazhab intelektual dalam kultur Islam yang telah berusaha mencapai
pengetahuan mengenai sebab awal melalui daya intelek. Filsafat terdiri dari filsafat
diskursif (bahtsi) maupun intelek intuitif (dzawqi).

Hubungan ilmu tasawuf dengan ilmu filsafat terletak pada soal pencarian hakikat.
Tasawuf adalah pencarian jalan ruhani, kebersatuan dengan kebenaran mutlak dan
pengetahuan mistik menurut jalan dan sunnah. Sedangkan filsafat tidak dimaksudkan hanya
filsafah peripatetik yang rasionalistik, tetapi seluruh mazhab intelektual dalam kultur Islam
yang telah berusaha mencapai pengetahuan mengenai sebab awal melalui daya intelek.
Filsafat terdiri dari filsafat diskursif (bahtsi) maupun intelek intuitif (dzawqi), yang
sebetulnya sama dengan ajaran dalam tasawuf falsafi.

3. Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Fiqih

Hubungan antara ilmu fiqih dengan ilmu tasawuf yaitu fiqh diibaratkan sebagai
jasad sedangkan tasawuf diibaratkan sebagai ruhnya. Keduanya ini haruslah saling
melengkapi satu dengan yang lainnya. Dahulu para ahli fiqih mengatakan “Barang siapa
mendalami fiqih, tetapi belum bertasawuf, berarti ia fasik. Barang siapa bertasawuf, tetapi
belum mendalami fiqih, berarti ia zindiq. Dan Barang siapa melakukan ke-2 nya, berarti ia
melakukan kebenaran”. Tasawuf dan fiqih adalah 2 disiplin ilmu yang saling
menyempurnakan. Jika terjadi pertentangan antara ke-2 nya, berarti disitu terjadi kesalahan
dan penyimpangan. Maksudnya, boleh jadi seorang sufi berjalan tanpa fiqih, atau seorang
ahli tidak mengamalkan ilmunya. Jadi, seorang ahli sufi harus bertasawuf (sufi), harus
memahami dan mengikuti aturan fiqih. Tegasnya, seorang fiqih harus mengetahui hal-hal
yang berhubungan dengan hukum dan yang berkaitan dengan tata cara pengamalannya.
Seorang sufi pun harus mengetahui aturan-aturan hukum dan sekaligus mengamalkannya.

16
Ini menjelaskan bahwa ilmu Tasawuf dan ilmu Fiqih adalah 2 disiplin ilmu yang saling
melengkapi.

Ilmu tasawuf tampaknya merupakan jawaban yang paling tepat karena ilmu ini
memberikan corak batin terhadap ilmu fiqih. Corak batin yang dimaksud, seperti ikhlas dan
khusu’ berikut jalannya masing-masing. Bahkan, ilmu ini dapat menumbuhkan kesiapan
manusia untuk melaksanakan hilim-hukum fiqih. Alasannya, pelaksanaan kewajiban
manusia tidak akan sempurna tanpa perjalanan rohaniyah.

Makrifat secara rasa terhadap Allah melahirkan pelaksanaan hukum-hukum-Nya


secara sempurna. Dari sinilah dapat diketahui kelirunya pendapat yang menuduh perjalanan
menuju Allah (dalam tasawuf) sebagai tindakan melepaskan diri dari hukum-hukum Allah.

Allah SWT sendiri telah berfirman:

Artinya: ”Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan
(agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang
yang tidak mengetahui”.

Berkaitan dengan persoalan ini, Al-Junaid – seperti dikutip Sa’id Hawwa’ –


menuduh sesat golongan yang menjadikan whusul (mencapai) Allah sebagi tindakan untuk
melepaskan diri dari hukum-hukum syari’at. Lebih tegas ia mengatakan, Betul mereka
sampai, tetapi ke neraka saqar”.

Jadi, seorang ahli fiqih harus bertasawuf. Sebaliknya, seorang ahli tasawuf pun
harus mendalami dan mengikuti aturan fiqih. Tegasnya, seorang fiqih harus mengetahui
hal-hal yang berhubungan dengan hukum dan yang berkaitan dengan tata cara
pengamalannya. Seorang sufi pun harus mengetahui aturan-aturan hukum dan sekligus
mengamalkannnya. Syeikh A-Rifa’i berkata, ”Sebenarnya tujuan akhir para ulama dan para
sufi dalah satu. ”Pernyataan Ar-Rifa’i diatas perlu dikemukakan sebab beberapa sufi yang

17
”terkelabui” selalu menghujat setiap orang dengan perkataan, ”orang yang tidak memiliki
syaikh, maka syaikhnya adalah setan.” Ungkapan ini diungkapkan seorang sufi bodoh yang
berpropaganda untuk seikhnya; atau dilontarkan oleh sufi keliru yang tidak tahu bgaimana
seharusnya mendudukkan tasawuf pada tempat yang sebenarnya.

Para pengamat Ilmu Tasawuf mengakui bahwa orang yang telah berhasil
menyatukan ilmu tasawuf dengan fiqih adalah Al-Ghazali. Kitab Ihya’ Ulumuddinnya
dapat dipandang sebagai kitab yang dapat mewakili dua disiplin ilmu ini, disamping
disiplin ilmu lainnya, seperti ilmu kalam dan filsafat. Paparan diatas telah menjelaskan
bahwa ilmu tasawuf mengakui bahwa tasawuf dan ilmu fikih adalah dua disiplin ilmu yang
saling melengkapi. Setiap orang harus menempuh keduanya, dengan catatan bahwa
kebutuhan perseorangan terhadap kedua disiplin ilmu ini sangat beragam, sesuai dengan
kadar kualitas ilmunya. Dari sini dapat dipahami bahwa ilmu fikih, yanbg terkesan sangat
formalistik – lahiriyah, menjadi sangat kering, kaku, dan tidak mempunyai makna bagi
penghambaan seseorang jika tidak diisi dengan muatan kesadaran rohaniyah yang dimiliki
ilmu tsawuf. Begitu juga sebaliknya, tasawuf akan terhindar dari sikap-sikap ”merasa suci”
sehingga tidak perlu lagi memperhatikan kesucian lahir yang diatur dalam ilmu fiqih.

4. Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Jiwa

Dalam pembahasan Tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan. Yang
dikehendaki dari uraian tentang hubungan antara jiwa dan badan dalam Tasawuf tersebut
adalah terciptanya keserasian antara ke-2 nya. Pembahasan tentang jiwa dan badan ini
dikonsepsikan para sufi dalam rangka melihat sejauh mana hubungan perilaku yang
dipraktikan manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu
dapat terjadi. Dari sini, baru muncul kategori-kategori perbuatan manusia, apakah di
kategorikan sebagai perbuatan jelek atau perbuatan baik. Jika perbuatan yang ditampilkan
seseorang baik, ia disebut orang yang berakhlak baik. Sebaliknya, jika perbuatan yang
ditampilkannya jelek, ia disebut sebagai orang yang berakhlak jalek. Dalalm pandangan

18
kaum sufi, akhlak dan sifat seseorang bergantung pada jenis jiwa yang berkuasa atas
dirinya. Jika yang berkuasa dalam tubuhnya adalah nafsu-nafsu hewani atau nabati, yang
akan tampil dalam perilakunya adalah perilaku hewani atau nabati pula. Sebaliknya, jika
yang berkuasa adalah nafsu insani, yang akan tampil dalam perilakunya adalah perilaku
insani pula. Orang yang sehat mentalnya adalah yang mampu merasakan kebahagiaan
dalam hidup, karena orang-orang inilah yang dapat merasakan bahwa dirinya berguna,
berharga, dan mampu menggunakan segala potensi dan bakatnya semaksimal mungkin
dengan cara membawa kebahagiaan dirinya dan orang lain. Disamping itu, ia mampu
menyesuaikan diri dalam arti yang luas, terhindar dari kegelisahan-kegelisahan dan
gangguan jiwa, serta tetap terpelihara moralnya.

Semua praktek dan amalan-amalan dalam tasawuf adalah merupakan latihan rohani
dan latihan jiwa untuk melakukan pendakian spritual kerah yang lebih baik dan lebih
sempurna. Dengan demikian, amalan-amalan tasawuf tersebut adalah bertujuan untuk
mencari ketenangan jiwa dan keberhasilan ahli agar lebih kokoh dalam menempuh liku-liku
problem hidup yang beraneka ragam serta untuk mencari hakekat kebenaran yang dapat
mengatur segala-galanya dengan baik.

Manusia sebagai makhluk Allah memiliki jasmani dan rohani. Salah satu unsur
rohani manusia adalah hati (Qalbu) disamping hawa nafsu. Karena itu penyakit yang dapat
menimpa mansia ada dua macam, yaitu penyakit jasmani dan penyakit rohani atau jiwa atau
qalbu. Di dalam beberapa ayat Al-Qur’an dikatakan bahwa di dalam hati manusia itu ada
penyakit, Antara lain penyakit jiwa manusia itu adalah iri, dengki, takabur, resah, gelisah,
khawatir, stress dan berbagai penyakit jiwa lainnya.

Dengan tasawuf manusia akan dapat menghindarkan diri dari penyakit kejiwaan
(psikologis) berupa prilaku memperturutkan hawa nafsu keduniaan, seperti: iri, dengki,
takabbur, resah, gelisah, khawatir, stress dan berbagai penyakit jiwa lainnya.Tasawuf
berusaha untuk melakukan kontak batin dengan tuhan bahwa berusaha untuk berada

19
dihadirat Tuhan, sudah pasti akan memberikan ketentraman batin dan kemerdekaan jiwa
dari segala pengaruh penyakit jiwa.

Dengan demikian antara tasawuf dengan ilmu jiwa memiliki hubungan yang erat
karena salah satu tujuan praktis dari ilmu jiwa adalah agar manusia memiliki ketenangan
hati, ketentraman jiwa dan terhindar dari penyakit-penyakit psikologis seperti dengki,
sombong, serakah, takabbur dan sebagainya.

Tasawuf juga selalu membicarakan persoalan yang berkisar pada jiwa manusia.
Hanya saja, jiwa yang dimaksud adalah jiwa manusia muslim, yang tentunya tidak lepas
dari sentuhan-sentuhan keislaman. Dari sinilah tasawuf kelihatan identik dengan unsur
kejiwaan manusia muslim. Mengingat adanya hubungan dan relevansi yang sangat erat
antara spritualitas (tasawuf) dan ilmu jiwa, terutama ilmu kesehatan mental, kajian tasawuf
tidak terlepas dari kajian tentang kajian kejiwaan manusia itu sendiri.

Kalau para sufi menekankan unsur kejiwaan dalam konsepsi tentang manusia,
berarti bahwa hakikat zat, dan inti kehidupan manusia terletak pada unsur spritual dan
kejiwaannya. Ditekankannya unsur jiwa dalam konsepsi tasawuf tidaklah berarti bahwa
para sufi mengabaikan unsur jasmani manusia. Unsur ini juga mereka pentingkan karena
rohani sangat memerlukan jasmani dalam melaksanakan kewajibannya beribadah kepada
Allah dan menjadi khalifah-Nya dibumi.

Dengan demikian, pada aspek lain psikologi juga kita temukan masih menggunakan
teori dan metodologi psikologi modern. Dan sedangkan tasawuf lepas sama sekali dari teori
dan metodologi psikologi modern. Inilah yang membedakan antara tasawuf dengan
psikologi Islam. Namun pada sisi lain tasawuf juga memberi kontribusi besar dalam
pengembangan Psikologi Islam, karena tasawuf merupakan bidang kajian Islam yang
membahas jiwa dan gejala kejiwaan. Unsur Islam dalam psikologi Islam akan banyak
berasal dari tasawuf. Dan hanya sedikit berbeda antara tasawuf dengan ilmu kejiwaan

20
adalah dari metode sistem pandangannya terhadap mempelajari kejiwaan manusia. Jika kita
lihat tasawuf melihat manusia dari sisi internalnya artinya langsung mempelajari isi dan
kondisi hati ataupun kejiwaan manusia bagaimana seharusnya. Sedangkan ilmu jiwa
ataupun yang sering dikenal dengan psikologi mempelajari dan mendeskripsikan kejiwaan
manusia dari eksternal manusia yaitu dengan mempelajari hal-hal yang tampak dari sikap
dan prilaku manusia apa adanya karena menurutnya dari mempelajari prilakunya kita dapat
menggambarkan bagaimana kondisi kejiwaannya.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Hubungan Ilmu Tasawuf dengan ilmu kalam adalah Kebenaran dalam Tasawuf
berupa tersingkapnya (kasyaf) Kebenaran Sejati (Allah) melalui mata hati. Tasawuf
menemukan kebenaran dengan melewati beberapa jalan yaitu: maqomat, hal (state)
kemudian fana'. Sedangkan kebenaran dalam Ilmu Kalam berupa diketahuinya kebenaran
ajaran agama melalui penalaran rasio lalu dirujukkan kepada nash (al-Qur'an & Hadis)..

Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan
manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya. Sementara pada ilmu tasawuf
ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan
ketentraman. Sebagaimana dijelaskan juga tentang menyelamatkan diri dari kemunafikan.
Semua itu tidak cukup hanya diketahui batasan-batasannya oleh seseorang. Sebab
terkadang seseorang sudah tahu batasan-batasan kemunafikan, tetapi tetap saja
melaksanakannya.

21
Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu Tasawuf mempunyai fungsi sebagai
berikut: Sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan
yang mendalam lewat hati terhadap ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau
teraplikasikan dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu Tasawuf merupakan penyempurnaan
ilmu kalam.

2. Hubungan Ilmu Tasawuf dengan ilmu filsafat, Tasawuf adalah pencarian jalan
ruhani, kebersatuan dengan kebenaran mutlak dan pengetahuan mistik menurut jalan dan
sunnah. Sedangkan filsafah tidak dimaksudkan hanya filsafah peripatetic yang rasionalistik,
tetapi seluruh mazhab intelektual dalam kultur Islam yang telah berusaha mencapai
pengetahuan mengenai sebab awal melalui daya intelek. Filsafat terdiri dari filsafat
diskursif (bahtsi) maupun intelek intuitif (dzawqi)..

3. Hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Fiqih adalah dua disiplin ilmu yang saling
melengkapi. Setiap orang harus menempuh keduanya, dengan catatan bahwa kebutuhan
perseorangan terhadap kedua disiplin ilmu ini sangat beragam, sesuai dengan kadar kualitas
ilmunya. Dari sini dapat dipahami bahwa ilmu fikih, yanbg terkesan sangat formalistik –
lahiriyah, menjadi sangat kering, kaku, dan tidak mempunyai makna bagi penghambaan
seseorang jika tidak diisi dengan muatan kesadaran rohaniyah yang dimiliki ilmu tsawuf.
Begitu juga sebaliknya, tasawuf akan terhindar dari sikap-sikap ”merasa suci” sehingga
tidak perlu lagi memperhatikan kesucian lahir yang diatur dalam ilmu fikih.

4. Hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Jiwa adalah Dalam pembahasan tasawuf
dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan. Tujuan yang dikendaki dari uraian
tentang hubungan antara jiwa dan badan dalam tasawuf adalah terciptanya keserasian antar
keduanya. Pembahasan tentang jiwa dan badan ini dikonsepsikan para sufi untuk melihat
sejauh mana hubungan prilaku yang diperaktekan manusia dengan dorongan yang
dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu terjadi, dari sini terlihatlah perbuatan itu
berakhlak baik atau sebaliknya.

22
Dari uraian diatas kami dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa ilmu tasawuf
adalah suatu ilmu yang sangat penting dimiliki manusia karena dengan ilmu tasawuf jiwa
kita lebih tenang dan damai. Dan bertasawuf bukanlah harus dengan bertarikat tapi hakikat
ilmu tasawuf adalah pembinaan jiwa kerohanian sehingga bisa berhubungan dengan Allah
sedekat mungkin.

B. SARAN

Kita semua bisa bertasawuf walau apapun berprofesinya, karena inti tasawuf adalah
terisinya jiwa dengan akhlak yang baik dan kesucian jasmani dan rohani dari akhlak yang
tercela. Untuk itu menurut kami orang yang bisa menjaga dirinya dari kedua hal tersebut
juga sudah dinamakan hidup bertasawuf. Dari makalah ini kami menyadari banyak
kekurangan mohon memberikan kritik dan saran yang membangun. Sebaiknya jika ingin
mempelajari ilmu lain yang lebih mendalam maka perlu mempelajari dasarnya terlebih
dahulu.

23
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, 2001. Ilmu kalam, Filsafat, dan Tasawuf, PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta : Basrawi Anwar

Endang Saefuddin Anshori, 1992. Antara Tasawuf dan Ilmu Kalam:Suatu Tinjauan.
Jakarta : Sejarah Pustaka Hidayah.

Harun Nasution, 1987. Ilmu Filsafat dan Agama. Surabaya : PT Bina Ilmu Offst.

http://irpanharahap.blogspot.com/2011/07/hubungan-tasawuf-dengan-ilmu-lainnya.html

http://ajiraksa.blogspot.com/2011/05/hubungan-tasawuf-dengan-ilmu-kalam-ilmu.html

http://www.jadilah.com/2011/11/hubungan-ilmu-kalam-tasawuf-dan.html

http://www.cliquers-transetter.blogspot.com/2012/02/makalah-tentang-hubungan-tasawuf-
dengan.html

24

Anda mungkin juga menyukai