Anda di halaman 1dari 17

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

PENDEKATAN KONSTRUKTIVISTIK

Oleh:
Komalasari 192153064

Dosen Pengampu:
Ernita Susanti, S.Pd., M.Pd.

PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu
tercurah kepada Nabi Muhammad saw yang telah membimbing manusia menuju
alam kedamaian, berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits, keluarga beliau, sahabat-
sahabat serta orang yang istiqamah mengikuti jalan mereka dengan ahsan.
Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada ibu mata kuliah
Belajar dan Pembelajaran yang telah memberikan kesempatan waktu sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Belajar dan Pembelajaran
dengan judul “Pendekatan Konstruktivstik”.
Dalam penyelesaian makalah ini penulis menemui beberapa kendala.
Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak terdapat
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini untuk kedepannya. Semoga makalah ini bisa
dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Tasikmalaya, 30 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 3
A. Pendekatan Konstruktivistik .................................................................. 3
B. Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik .............................. 5
C. Teori pembelajaran konstruktivistik...................................................... 7
D. Implikasi pendekatan konstruktivistik dalam pembelajaran................ 9
BAB III PENUTUP .......................................................................................... 12
A. Kesimpulan ............................................................................................ 12
B. Saran ...................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 13

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bentuk-bentuk pembelajaran konstruktivistik .............................. 7


Gambar 2. Komponen-komponen penting dalam Scaffolding......................... 9

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di awal abad ke-21 ini, paradigma pembelajaran mulai mengalami
pergeseran dari penggunaan pendekatan behavioristik menjadi pendekatan
konstruktivistik dalam penyelenggaraan aktivitas pembelajaran.
Pendekatan teori belajar behavioristik menganggap bahwa perilaku yang
dapat diukur dan diamati merupakan hasil belajar individu. Hal ini sangat
berbeda dengan pandangan mengenai belajar berdasarkan pendekatan teori
belajar konstruktivistik. Pendekatan ini menekankan pada perlunya proses
mental seseorang dilibatkan secara aktif dalam menempuh proses belajar dan
membangun pengetahuan.
Perubahan paradigma ini tidak dapat dihindari sekaligus juga
mempengaruhi bidang desain sistem pembelajaran. Ada sejumlah alasan
rasional yang mendasari implementasi pendekatan konstruktivistik dalam
aktivitas pembelajaran. Duffy dan Cunningham, dalam Jonassen (2003),
mengemukakan beberapa alasan rasional yang melatar belakangi penggunaan
pendekatan konstruktivistik dalam proses pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
1. Semua pengetahuan dan hasil belajar merupakan proses konstruksi
individu,
2. Pengetahuan merupakan konstruksi peristiwa yang dialami dari berbagai
sudut pandang atau perspektif,
3. Proses belajar harus berlangsung dalam konteks yang relevan,
4. Belajar dapat terjadi melalui media pembelajaran,
5. Belajar merupakan dialog sosial yang bersifat inheren,
6. Siswa yang belajar memiliki ragam latar belakang yang multidimensional,
dan
7. Memahami pengetahuan yang dipelajari merupakan pencapaian utama
manusia.
Beberapa teori yang melandasi pembelajaran konstruktivistik antara lain;
teori Piaget tentang skema, asimilasi, akomodasi, dan equilibration, konsep
Zone of Proximal Development (ZPD) dari Vygotsky, teori Bruner tentang
discovery learning, teori Ausubel tentang belajar bermakna, dan
interaksionisme semiotik.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud Pendekatan Konstruktivistik?
2. Bagaimana Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik?
3. Bagaimana Teori pembelajaran konstruktivistik?
4. Bagaimana implikasi pendekatan konturktivistik dalam pembelajaran?

1
2

C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui Pendekatan Konstruktivistik.
2. Untuk mengetahui Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik.
3. Untuk mengetahui Teori pembelajaran konstruktivistik.
4. Untuk mengetahui implikasi pendekatan konturktivistik dalam
pembelajaran.

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini,
a. Bagi penulis, diharapkan makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang
dalam, berpandangan yang lebih luas mengenai Pendekatan Konstruktivistik
sampai implikasinya dalam pembelajaran.
b. Bagi pembaca, makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi atau
gambaran mengenai Pendekatan Konstruktivistik sampai implikasinya
dalam pembelajaran dan untuk menambah wawasan yang lebih luas.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendekatan Konstruktivistik
Kontruktivistik adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan
baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman (Sanjaya Wina,
2009).
Woolfolk mengemukakan definisi pendekatan konstruktivistik sebagai
“pembelajaran yang menekankan pada peran aktif siswa dalam membangun
pemahaman dan memberi makna terhadap informasi dan peristiwa yang
dialami”. Definisi lain yang dikemukakan oleh Gagnon dan Collay (2001)
bahwa ”pendekatan konstruktivistik merujuk kepada asumsi bahwa manusia
mengembangkan dirinya dengan cara melibatkan diri baik dalam kegiatan
secara personal maupun sosial dalam membangun ilmu pengetahuan”.
Belajar dalam pandangan ahli konstruktivis terkait dengan pengalaman
yang dimiliki oleh individu. Berdasarkan pandangan ini, tugas seorang guru
atau instruktur adalah menciptakan lingkungan belajar yang sering disebut
sebagai “scenario of problem” yang mencerminkan adanya pengalaman
belajar yang otentik atau nyata dan dapat diaplikasikan dalam sebuah situasi
yang sesungguhnya.
Konstruktivisme memiliki keterkaitan yang erat dengan metode
pembelajaran penemuan (discovery learning), dan konsep belajar bermakna
(meaningful learning). Kedua metode belajar ini berada dalam konteks teori
belajar kognitif.
Peristiwa belajar akan berlangsung lebih efektif jika siswa berhubungan
dengan objek yang sedang dipelajari dan ada di lingkungan sekitar. McCown,
Driscoll, dan Roop dalam Cruicshank, dkk. (2006) mengemukakan bahwa
siswa belajar dan membangun pengetahuan mereka manakala berupaya untuk
memahami lingkungan yang ada disekitar mereka. Siswa bersentuhan
langsung dengan objek atau peristiwa yang sedang dipelajari akan
memberikan kemungkinan untuk membangun pemahaman yang baik tentang
objek atau peristiwa.
Belajar merupakan pemaknaan terhadap peristiwa atau pengalaman yang
dialami oleh individu. Siswa membangun pengetahuan baru melalui peristiwa
yang dialami setiap saat. Pemberian makna terhadap pengetahuan diperoleh
melalui akumulasi makna terhadap peristiwa yang dialami.
Berikut ini akan dideskripsikan beberapa teori yang melandasi pendekatan
konstruktivistik.
1. Skema
Suatu struktur mental atau kognitif yang dengannya seseorang secara
intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan 3 sekitarnya.

3
4

Skema adalah hasil kesimpulan atau bentukan mental, konstruksi


hipotesis, seperti intelek, kreativitas, kemampuan, dan naluri.
2. Asimilasi
Proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi,
konsep, atau pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada
dalam pikirannya. Asimilasi dapat dipandang sebagai suatu proses
kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau
rangsangan yang baru dalam skema yang telah ada.
3. Akomodasi
Seseorang dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman yang baru,
tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu dengan skema
yang telah ia punyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak
cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan seperti ini orang itu
akan mengadakan akomodasi, yaitu (a) membentuk skema baru yang
dapat cocok dengan rangsangan yang baru atau (b) memodifikasi skema
yang ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
4. Equilibration
Proses asimilasi dan akomodasi perlu untuk perkembangan kognitif
seseorang. Dalam perkembangan intelek seseorang diperlukan
keseimbangan antara asimilasi dengan akomodasi. Proses ini disebut
equilibrium, yaitu pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur
keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi.
5. Disequilibrium
Keadaan tidak seimbang antara asimilasi dan akomodasi. Bila terjadi
ketidakseimbangan, maka seseorang terpacu untuk mencari keseimbangan
dengan jalan asimilasi atau akomodasi.
6. Zone Of Proximal Development
Piaget dan Vygotsky merupakan dua tokoh utama konstruktivisme. Kedua
tokoh ini memandang bahwa peningkatan pengetahuan merupakan hasil
konstruksi pembelajaran dari pemelajar, bukan sesuatu yang “disuapkan”
dari orang lain. Kedua tokoh ini juga berpendapat bahwa belajar bukan
semata pengaruh dari luar, tetapi ada juga kekuatan atau potensi dari
dalam individu yang belajar.
7. Discovery learning
Bruner (1973) membedakan dua tipe model mengajar, yaitu model
expository dan model hypothetical (atau discovery learning). Discovery
learning adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang memungkinkan
siswa menggunakan informasi untuk mengkonstruksi pemahamannya
sendiri. Menurut Bruner, ada empat manfaat yang dapat diperoleh siswa
dengan penerapan metode discovery learning ini, yaitu; 1) meningkatkan
potensi intelektual, 2) mengubah dari reward ekstrinsik ke reward
intrinsik, 3) mempelajari secara heuristik atau pengerjaan strategi guna
5

melakukan penemuan di masa yang akan datang, dan 4) membantu dalam


melakukan retensi dan retrival (memperoleh kembali informasi).
8. Belajar Bermakna
Belajar bermakna merupakan suatu proses mengkaitkan informasi baru
pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif
seseorang. Meskipun kita tidak mengetahui mekanisme biologi tentang
memori atau disimpannya pengetahuan, kita mengetahui bahwa informasi
disimpan di daerahdaerah tertentu dalam otak.
9. Interaksionisme Semiotik
Meskipun pemikiran-pemikiran tentang zona perkembangan menyulitkan
bagi konstruktivis, pemikiran Vygotsky tentang saling mempengaruhi
(interplay) yang bersifat dialektik antara simbol dan pemikiran dalam
perkembangan konsep merupakan sumber yang subur untuk diteliti.
Banyak pertanyaan mengenai isu ini, misalnya Vygotsky dan Luria
(1976) meneliti para petani buta huruf di pedesaan Asia tengah dan
menemukan bahwa cara berbicara dan berpikir mereka mengungkapkan
pola-pola kegiatan situasional praktis, sementara bagi masyarakat
berpendidikan formal yang sama hubungannya adalah kebalikannya:
kategori-kategori abstrak dan arti-arti kata mendominasi pengalaman
situasional dan menyusunnya kembali. Penelitian ini mengemukakan
bahwa representasi simbolik mempengaruhi pemikiran.

B. Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik


Filosofi belajar konstruktivisme menekankan bahwa belajar tidak hanya
sekadar menghafal, tetapi merekonstruksikan atau membangun pengetahuan
dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami
dalam kehidupannya. Dalam proses pembelajaran, siswa harus mendapatkan
penekanan, aktif mengembangkan pengetahuan mereka, dan bertanggung
jawab terhadap hasil belajar. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu
mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik, subyek aktif
menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan
lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun
pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut
disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri.
Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan
tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian
diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik,
yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam konteks
yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajaran
6

dalam konteks pengalaman sosial, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya


mengkonstruksi pengalaman.
Menurut sidik (2008), bahwa pembelajaran konstruktivistik meliputi
empat tahapan yaitu:

1. Apersepsi: Menghubungkan konsepsi awal, mengungkapkan pertanyaan-


pertanyaan dari materi sebelumnya yang merupakan konsep prasyarat.
2. Eksplorasi: Mengungkapkan dugaan sementara terhadap konsep yang
dipalajari, menggali menyelidiki dan menemukan konsep dapat melalui
manipulasi benda langsung.
3. Diskusi dan Penjelasan Konsep: Mengkomunikasikan hasil penyelidikan
dan tamuannya, Guru memfasilitasi dan memotivasi kelas.
4. Pengembangan dan Aplikasi: Pemberikan penekanan terhadap konsep-
konsep esensial, merumuskan kesimpulan dan menerapkan pemahaman
konseptual melalui pengerjaan tugas atau proyek.
Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan dan
siswa mengungkapkan gagasan secara eksplisit, memberi pengalaman yang
berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, sehingga siswa
terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena
yang menantang siswa. Pendekatan ini mendorong siswa dapat berpikir
kreatif, imajinatif, refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-
gagasan pada saat yang tepat. Mencoba gagasan baru, mendorong siswa
untuk memperoleh kepercayaan diri. Dengan demikian pendekatan
konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang
mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan
menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
Duffy dan Cunningham dalam Jonassen (2001) mengemukakan dua hal
yang menjadi esensi dari pandangan konstruktivistik dalam aktivitas
pembelajaran, yakni:
1. Belajar lebih diartikan sebagai proses aktif membangun daripada
sekedar proses memperoleh pengetahuan.
2. Pembelajaran merupakan proses yang mendukung proses
pembangunan pengetahuan daripada hanya sekedar
mengkomunikasikan pengetahuan.
Gagnon dan Collay dalam Cruickshank dkk (2006) berpendapat bahwa
siswa belajar dan membangun pengetahuan manakala dia terlibat aktif dalam
kegiatan belajar. Contoh aktivitas pembelajaran yang menandai siswa
melakukan konstruksi pengetahuan terdiri atas beberapa bentuk kegiatan,
yaitu:
1. Merumuskan pertanyaan secara kolaboratif,
2. Menjelaskan fenomena yang dilihat,
3. Berpikir kritis tentang isu-isu yang bersifat kompleks, dan
7

4. Mengatasi masalah yang sedang dihadapi.

Aktivitas pembelajaran yang berbasis konstruktivistik dapat dilihat dalam


ilustrasi sebagai berikut:

Gambar 1. Bentuk-bentuk pembelajaran konstruktivistik

C. Teori pembelajaran konstruktivistik


Pendekatan fenomenologis : menjadi salah satu pendekatan yang eksis di
psikologi dan dengan pendekatan ini para tokoh Gestalt menunjukkan bahwa
Menurut Glasersfeld (1988) pengertian konstruktif kognitif muncul pada
abad 20 dalam tulisan Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan
oleh Piaget. Namun bila ditelusuri lebih jauh, gagasan pokok konstruktivistik
sebenarnya telah dimulai oleh Vico, seorang epistemolog dari Italia.
Tahun 1710, Vico dalam De Antiquissima Italorum Sapientia,
mengungkapkan filsafatnya dengan berkata, “Tuhan adalah pencipta alam
semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan.” Dia menjelaskan bahwa
mengetahui berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Ini berarti
bahwa seseorang itu baru mengetahui sesuatu jika ia dapat menjelaskan
unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Menurut Vico, hanya Tuhan
sajalah yang dapat mengerti alam raya ini karena hanya Dia yang tahu
bagaimana membuatnya dan dari apa Ia membuatnya. Sementara itu manusia
hanya dapat mengetahui sesuatu yang telah dikonstruksikannya. Pengetahuan
selalu menunjuk kepada struktur konsep yang dibentuk. Berbeda dengan
kaum empirisme yang menyatakan bahwa pengetahuan itu harus menunjuk
kepada kenyataan luar. Menurut Vico pengetahuan tidak lepas dari manusia
(subyek) yang tahu.
Pandangan konstruktivistik dilandasi oleh teori Piaget tentang skema,
asimilasi, akomodasi, dan equilibration, konsep Zone of Proximal
Development (ZPD) dari Vygotsky, teori Bruner tentang discovery learning,
teori Ausubel tentang belajar bermakna, dan interaksionisme semiotik.
8

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan
teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori
ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan
kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk
belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir
hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud
dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan.
Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau
perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar,
1989: 159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran
anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan
informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun
kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi
tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang
akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema
baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang
sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).
Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa
dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial.
Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial (Taylor,
1993; Wilson, Teslow dan Taylor,1993; Atwel, Bleicher & Cooper, 1998).
Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone
of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.
1. Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat
perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan
pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan
potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah
di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan
teman sejawat yang lebih mampu.
2. Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa
selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi
bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung
jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin,
1997). Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa
untuk belajar dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat
berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke
dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan
tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
9

Gambar 2. Komponen-komponen penting dalam Scaffolding

Pendekatan yang mengacu pada konstruktivisme sosial (filsafat


konstruktivis sosial) disebut pendekatan konstruktivis sosial. Filsafat
konstruktivis sosial memandang kebenaran matematika tidak bersifat
absolut dan mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari pemecahan
masalah dan pengajuan masalah (problem posing) oleh manusia (Ernest,
1991). Dalam pembelajaran matematika, Cobb, Yackel dan Wood (1992)
menyebutnya dengan konstruktivisme sosio (socio-constructivism),
siswa berinteraksi dengan guru, dengan siswa lainnya dan berdasarkan
pada pengalaman informal siswa mengembangkan strategi-strategi untuk
merespon masalah yang diberikan.

D. Implikasi pendekatan konstruktivistik dalam pembelajaran


1. Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas
dengan jelas-jelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum
mengerti ataupun tidak mengerti materi yang diajarkan sama sekali.
Hal ini menunjukkan bahwa seorang guru dapat mengajar suatu
materi kepada sisiwa dengan baik, namun seluruh atau sebagian
siswanya tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam
mengajar tidak harus diikuti dengan hasil yang baik pada siswanya.
Karena, hanya dengan usaha yang keras para sisiwa sedirilah para
siswa akan betul-betul memahami suatu materi yang diajarkan.
2. Tugas setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga
pengetahuan materi yang dibangun atau dikonstruksi para siswa
sendirisan bukan ditanamkan oleh guru. Para sisiwa harus dapat
secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman baru
kedalam kerangka kognitifnya.
3. Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model
mental yang digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan
penalaran yang dikembangkandan yang dibuat para sisiwa untuk
mendukung model-model itu.
10

4. Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman yang mereka sendiri untuk


masing-masing konsep materi sehingga guru dalam mengajar
bukannya “menguliahi”, menerangkan atau upaya-upaya sejenis untuk
memindahkan pengetahuan pada siswa tetapi menciptakan situasi bagi
siswa yang membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-
konstruksi mental yang diperlukan.
5. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang
memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh
peserta didik.
6. Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar
kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
7. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara
belajar yang sesuai dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator,
mediator, dan teman yang membuat situasi kondusif untuk terjadinya
konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Para pengajar diharapkan dapat belajar sepanjang hayat seirama
dengan pengetahuan yang mereka perlukan untuk mendukung
pekerjaannya serta menghadapi tantangan dan kemajuan sains dan
teknologi. Pengajar tidak diharuskan memiliki semua pengetahuan, tetapi
hendaknya memiliki pengetahuan yang cukup sesuai dengan yang mereka
perlukan, di mana memperolehnya, dan bagaimana memaknainya. Para
pengajar diharapkan bertindak atas dasar berpikir yang mendalam,
bertindak independen dan kolaboratif satu sama lain, dan siap
menyumbangkan pertimbangan-pertimbangan kritis.
Para pengajar diharapkan menjadi masyarakat yang memiliki
pengetahuan luas dan pemahaman yang mendalam. Di samping
penguasaan materi, pengajar juga dituntut memiliki keragaman model
atau strategi pembelajaran, karena tidak ada satu model pembelajaran
yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan belajar dari topik-topik
yang beragam.
Oleh karena itu, peranan pengajar tidak lebih dari sebagai fasilitator,
suatu posisi yang berbeda dengan pandangan tradisional. Tugas sebagai
fasilitator relatif lebih berat dibandingkan hanya sebagai transmiter
pembelajaran. Pengajar sebagai fasilitator akan memiliki konsekuensi
langsung sebagai perancah, model, pelatih, dan pembimbing. Di samping
sebagai fasilitator, secara lebih spesifik peranan pengajar dalam
pembelajaran adalah sebagai expert learners, sebagai manager, dan
sebagai mediator. Sebagai expert learners, pengajar diharapkan memiliki
pemahaman mendalam tentang materi pembelajaran, menyediakan waktu
yang cukup untuk pebelajar, menyediakan masalah dan alternatif solusi,
memonitor proses belajar dan pembelajaran, merubah strategi ketika
11

pebelajar sulit mencapai tujuan, berusaha mencapai tujuan kognitif,


metakognitif, afektif, dan psikomotor pebelajar.
Sebagai manager, pengajar berkewajiban memonitor hasil belajar para
pebelajar dan masalah-masalah yang dihadapi mereka, memonitor disiplin
kelas dan hubungan interpersonal, dan memonitor ketepatan penggunaan
waktu dalam menyelesaikan tugas. Dalam hal ini, pengajar berperan
sebagai expert teacher yang memberi keputusan mengenai isi, menyeleksi
proses-proses kognitif untuk mengaktifkan pengetahuan awal dan
pengelompokan pebelajar.
Sebagai mediator, pengajar memandu mengetengahi antar pebelajar,
membantu para pebelajar memformulasikan pertanyaan atau
mengkonstruksi representasi visual dari suatu masalah, memandu para
pebelajar mengembangkan sikap positif terhadap belajar, pemusatan
perhatian, mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan awal, dan
menjelaskan bagaimana mengaitkan gagasan-gagasan para pebelajar,
pemodelan proses berpikir dengan menunjukkan kepada pebelajar ikut
berpikir kritis.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan:
1. Pendekatan konstruktivistik adalah suatu pendekatan yang bertujuan
untuk melibatkan siswa berperan lebih aktif dan antusias terhadap
suatu permasalahn dan tertarik untuk memecahkan permsalahan
terebut secara langsung dalam proses pembelajaran.
2. Pokok pikiran dari pendekatan konstruktivistik dalam kegiatan
pembelajaran adalah bagaimana siswa dapat memberi makna terhadap
pengalaman belajar yang telah dimiliki sebelumnya dengan
menggunakan pengetahuan yang sedang dipelajari.
3. Konstruktivistik merupakan salah satu cabang yang relatif baru dalam
psikologi kognitif yang memberikan dampak penting bagi pemikiran
para perancang proses pembelajaran. Para ahli konstruktivis memiliki
pandangan yang beragam tentang isu-isu seputar pembelajaran.
Konsep paling utama dalam pemikiran para ahli konstruktivis adalah
pandangan tentang belajar yang merupakan produk pengetahuan yang
dilakukan oleh individu pembelajar.
4. Hasil dari proses belajar merupakan kombinasi antara pengetahuan
baru dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki
sebelumnya. lndividu dapat dikatakan telah menempuh proses belajar
apabila ia telah membangun atau mengkonstruksi pengetahuan baru
dengan cara melakukan penafsiran atau interpretasi baru terhadap
lingkungan sosial, budaya, fisik dan intelektual tempat mereka hidup.
5. Belajar dalam pandangan ahli konstruktivistik terkait dengan
pengalaman yang dimiliki oleh individu. Berdasarkan hal ini, maka
tugas seorang instruktur adalah menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif.
6. Kegiatan pembelajaran yang bersifat konstruktivistik mencerminkan
adanya pengalaman belajar yang otentik yang mencerminkan praktek
nyata yang dapat diaplikasikan dalam sebuah situasi.

B. Saran
Adapun saran penulis setelah menulis makalah ini, adalah: untuk
memperthatikan kembali penjelasan-penjelasan mengenai Pendekatan
Konstruktivistik sehingga menjadi suatu pemahaman yang lebih mudah
dipahami untuk digunakan dalam pembelajaran, kemudian untuk dapat
menerapkannya dalam pembelajaran yang sesuai sehingga akan menciptakan
pribadi anak yang berkualitas.

12
DAFTAR PUSTAKA

Haryanto. 2010. Teori yang Melandasi Pembelajaran Konstruktivistik. (Diakses


pada tanggal 30 Oktober 2020)
Komariah, Kokom. Pendekatan Konstruktivistik dalam Membentuk Kompetensi
Wirausaha. Jurusan PTBB-FT UNY (Diakses pada tanggal 30 Oktober
2020)
Lintang. 2013. Implikasi Teori Belajar Konstruktivistik. (Diakses pada tanggal 30
Oktober 2020)
Muhammudin. 2009. Pendekatan Konstruktivistik dalam Pembelajaran. (Diakses
pada tanggal 30 Oktober 2020)
Sjarif, Edy dan A. Pribad, Benny. 2010. Pendekatan Konstruktivistik dan
Pengembangan Bahan Ajar pada Sistem Pendidikan Jarak Jauh. FKIP-UT,
Jl. Cabe Raya, Pondok Cabe, Pamulang, Kota Tangerang Selatan (Diakses
pada tanggal 30 Oktober 2020)
Surianto. 2009. Teori Pembelaajaran Konstruktivisme. (Diakses pada tanggal 30
Oktober 2020)
Wijayanti, Murni. 2011. Penerapan Pendekatan Konstruktivistik Melalui Metode
Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar. (Diakses
pada tanggal 30 Oktober 2020)

13

Anda mungkin juga menyukai