Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

”TEORI BELAJAR KONTRUKTIVISTIK DAN PENERAPAN DALAM

PEMBELAJARAN”

Dosen pengampu:Yuniarti Essi Gutami, M.Pd

Disusun oleh:
Kelompok 2
Nama:

1. Andi Dona (1915051448)


2. Yehezkiel Sulihin (1915051453)
3. Yuli Marselina Kiding (1915051454)

Kelas :A.15 dan


Semester :II (Dua)

Program Studi Pendidikan Biologi


STKIP PERSADA KHATULISTIWA SINTANG
2019/2020
KATA PEGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
dan rahmat-Nya lah sehingga kami dapat menyusun dan menyajikan karya tulis
yang berisi tentang “Teori Belajar Kontruktivistik Dan Penerapan Dalam
Pembelajaran”.

Maksud dari penulisan karya tulis ini adalah sebagai pelaksanaan tugas
kami sebagai mahasiswa/i STKIP Persada Khatulistiwa Sintang untuk mata kuliah
belajar dan pembelajaran.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ini masih terdapat
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritik serta saran yang membangun guna menyempurnakan karya tulis ini dan
dapat menjadi acuan dalam menyusun karya tulis selanjutnya.

Kami juga mohon maaf apabila dalam penulisan karya tulis ini terdapat
kesalahan pengetikan dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam
memahami maksud kami.

Akhir kata, semoga Tuhan tetap melimpahkan berkat dan rahmat-Nya


kepada kita semua. Amin.

Sintang, 10 Mei 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...................................................................................2
D. Manfaat Penulisan................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................4

A. Pengertian Teori Konstruktivisme......................................................4


B. Menjelaskan Karakterisrik teori Konstruktivisme..............................7
C. Apa Prinsip-Prinsip Dari Teori Konstruktivisme...............................7
D. Teori Belajar Yang Mendukung Pendekatan Konstruktivisme..........8
E. Apa Saja Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstruktivisme.................13
F. Menjelaskan Penerapakan Konstruktivisme Dalam Pembelajaran....15

BAB III PENUTUP..........................................................................................21


A. Kesimpulan...........................................................................................21
B. Saran.....................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................23

ii
iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Belajar adalah sebuah proses yang terjadi pada manusia dengan berpikir,
merasa, dan bergerak untuk memahami setiap kenyataan yang diinginkannya
untuk menghasilkan kecakapan  atau pengetahuan ,sebuah perilaku,
pengetahuan, atau teknologi atau apapun yang berupa karya dan karsa manusia
tersebut untuk menjadi yang lebih baik ke depan. Belajar berarti sebuah
pembaharuan menuju pengembangan diri individuagar kehidupannya bisa lebih
baik dari sebelumnya. Belajar pula bisa berarti adaptasi terhadap lingkungan
dan interaksi seorang manusia dengan lingkungan tersebut.
Berpijak dari pandangan itu Konstruktivisme berkembang. Dasarnya
pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari konteks yang terbatas dan
sedikit demi sedikit.Kontruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan
yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita
sendiri. Konstruktivisme sebagai aliran filsafat, banyak mempengaruhi konsep
ilmu pengetahuan, teori belajar dan pembelajaran. Konstruktivisme
menawarkan paradigma baru dalam dunia pembelajaran. Sebagai landasan
paradigma pembelajaaran, konstruktivisme menyerukan perlunya partisipasi
aktif siswa dalam proses pembelajaran, perlunya pengembagan siswa belajar
mandiri, dan perlunya siswa memiliki kemampun untuk mengembangkan
pengetahuannya sendiri.
Akibatnya, oreintasi pembelajaran di kelas mengalami pergeseran.
Orentasi pembelajaran bergeser dari berpusat pada guru mengajar ke
pembelajaran berpusat pada siswa.Siswa tidak lagi diposisikan bagaikan bejana
kosong yang siap diisi. Dengan sikap pasrah siswa disiapkan untuk dijejali
informasi oleh gurunya. Atau siswa dikondisikan sedemikian rupa untuk
menerima pengatahuan dari gurunya. Siswa kini diposisikan sebagai mitra
belajar guru. Guru bukan satu-satunya pusat informasi dan yang paling tahu.
Guru hanya salah satu sumber belajar atau sumber informasi. Sedangkan

1
sumber belajar yang lain bisa teman sebaya, perpustakaan, alam, laboratorium,
televisi, koran dan internet.
Sebagai fasilitator guru bertanggung jawab terhadap kegiatan
pembelajaran di kelas. Diantara tanggung jawab guru dalam pembelajaran
adalah menstimulasi dan memotivasi siswa. Mendiagnosis dan mengatasi
kesulitan siswa serta menyediakan pengalaman untuk menumbuhkan
pemahaman siswa.
Oleh karena itu, guru harus menyediakan dan memberikan kesempatan
sebanyak mungkin kepada siswa untuk belajar secara aktif. Sedemikian rupa
sehingga para siswa dapat menciptakan, membangun, mendiskusikan,
membandingkan, bekerja sama, dan melakukan eksperimentasi dalam kegiatan
belajarnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Teori Konstruktivisme?
2. Apa Karakterisrik teori Konstruktivisme?
3. Apa Prinsip-Prinsip Dari Teori Konstruktivisme?
4. Teori Belajar Apa Saja Yang Mendukung Pendekatan Konstruktivisme?
5. Apa Saja Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstruktivisme?
6. Bagaimana Menerapkan Konstruktivisme Dalam Pembelajaran?
C. Tujuan
1. Menjelaskan Pengertian Teori Konstruktivisme.
2. Menjelaskan Karakteristikteori Konstruktivisme.
3. Menjelaskan Prinsip-Prinsip Dari Teori Konstruktivisme.
4. Menjelaskan Teori Belajar Yang Mendukung Pendekatan
Konstruktivisme.
5. Menjelaskan Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstruktivisme.
6. Menjelaskan Penerapakan Konstruktivisme Dalam Pembelajaran.
D. Manfaat
1. Agar Mahasiswa Mengetahui Pengertian Teori Konstruktivisme.
2. Agar Mahasiswa Mengetahui Karakteristikteori Konstruktivisme.

2
3. Agar Mahasiswa Mengetahui Prinsip-Prinsip Dari Teori
Konstruktivisme.
7. Agar Mahasiswa Mengetahui Teori Belajar Yang Mendukung
Pendekatan Konstruktivisme.
4. Agar Mahasiswa Mengetahui Ciri-Ciri Pembelajaran Secara
Konstruktivisme.
5. Agar Mahasiswa Mengetahui Ciri-Ciri Pembelajaran Secara
Konstruktivisme.
8. Agar Mahasiswa Mengetahui Menerapkan Konstruktivisme Dalam
Pembelajaran.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konstruktivisme
Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti
bersifat membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme dalam
kamus Bahasa Inonesia berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan
aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita
merupakan hasil konstruksi kita sendiri.
Konstruksi berarti bersifat membangun. Konstruktivisme adalah sebuah
teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau
mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau
kebutuhannya dengan bantuan fasilitasi orang lain.Kontruksi berarti bersifat
membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu
upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran
konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak
sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep,
atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat
generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.
Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang
dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan
pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai
pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme
mempunyai beberapa konsep umum seperti:
1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah
ada.

4
2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri
pengetahuan mereka.
3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui
proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan
pembelajaran terbaru.
4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan
dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan
pemahamannya yang sudah ada.
5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama.
Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya
tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan
pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.
Menurut Wheatley (1991) berpendapat dengan mengajukan dua prinsip
utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama,
pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur
kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu
pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.
Dari pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan
anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan
pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara
spesifik Hudoyo mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari
sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain.
Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalamanbelajar
yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut.
Teori konstruktivisme juga merupakan landasan berfikir (filosofi)
pembelajaran kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia
sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap
untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan
memberi makna melalui pengalaman nyata.

5
Teori pembelajaran konstruktivisme ini sama halnya dengan model
pembelajaran experiental learning, yaitu suatu model dimana, proses belajar
mengajar yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan dan
keterampilan melalui pengalamannya secara langsung. Experiental Learning
adalah proses dimana pengetahuan diciptakan melalui transformasi
pengalaman. Hasil Pengetahuan dari kombinasi menggenggam dan
mentransformasikan pengalaman.
Teori Konstruktivistik memandang bahwa belajar adalah mengonstruksi
makna atas informasi dan masukan-masukan yang masuk ke dalam otak.
Belajar yang bersifat konstruktif ini sering digunakan untuk menggambarkan
jenis belajar yang terjadi selama penemuan ilmiah dan pemecahan masalah
kreatif di dalam kehidupan sehari-hari. Pada teori ini juga memandang peserta
didik sebagai individu yang selalu memeriksa informasi baru yang berlawanan
dengan prinsip-prinsip yang telah ada dan merevisi prinsip-prinsip tersebut
apabila sudah dianggap tidak dapat digunakan lagi. Hal ini memberikan
implikasi bahwa peserta didik harus terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar
menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui
pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti
guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap
individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun
pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu
oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai
dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.Adapun tujuan dari
teori ini adalah sebagai berikut:
1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa
itu sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan
mencari sendiri pertanyaannya.
3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman
konsep secara lengkap.

6
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
B. Karakteristik konstruktivisme
Menurut Konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif siswa
mengkonstruksi arti, wacana, dialog, pengalaman fisik, dll. Belajar juga
merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau
informasi yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki siswa
sehingga pengetahuannya berkembang. Karakteristik konstruktivisme:
1. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa
yang dilihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi
oleh pengertian yang telah dimiliki.
2. Konstruksi arti merupakan proses yang terus menerus. Setiap kali
berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, siswa akan selalu
mengadakan rekonstruksi.
3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu proses
pengembangan pemikiran dengan membentuk suatu pengertian yang baru.
Belajar bukanlah suatu hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu
sendiri, yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran
seseorang.
4. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam
kesenjangan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi
ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu
belajar.
5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan dunia fisik dan
lingkungannya.
6. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui siswa,
yaitu konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi
dengan bahan yang dipelajari.
C. Prinsip-Prinsip Konstruktivisme
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam
belajar mengajar adalah:

7
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya
dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ilmiah.
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses
kontruksi berjalan lancar.
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah
pertanyaan.
7. Mencari dan menilai pendapat siswa.
8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru
tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa
harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat
membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi
menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide
dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi
mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa
yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka
mencapai tingkat penemuan.
D. Teori Belajar yang Mendukung Pendekatan Konstruktivisme
Inti dari konstruktivisme di atas berkaitan erat dengan beberapa teori
belajar, yaitu; teori perubahan konsep, teori perkembangan mental peaget, teori
belajar bruner, teori belajar bermakna Ausubel, dan teori Skema.
1. Teori perkembangan mental Peaget
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan
teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget.
Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori
perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan

8
anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual
dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang
dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu
pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui
gerakan atau perbuatan.
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama
menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak
melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi
baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali
struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut
mempunyai tempat. Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses
mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan
ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok
dengan rangsangan itu.
Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh
secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan,
perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif
memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan,
perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan
tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan.
Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat
dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak
mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual
anak.Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan
konstruktivisme, Driver dan Bell mengajukan karakteristik sebagai berikut:
a. Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki
tujuan
b. Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa
c. Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi
secara personal

9
d. Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan
pengaturan situasi kelas
e. Kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat
pembelajaran, materi, dan sumber.
Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir
yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi
dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan
proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait
bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis.
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu
aktivitas
yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar
dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah
laku. Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme
sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak
dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan
atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial
budaya seseorang. Dalam penjelasan lain Tanjung mengatakan bahwa inti
konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang
penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar. Adapun implikasi dari
teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak adalah sebagai berikut:
a. Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah
menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk
menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi
b. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang
memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh
peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan
melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan
sehari-hari

10
c. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar
yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator,
fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya
konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
2. Teori Perubahan Konsep
Teori belajar perubahan konsep merupakan suatu teori belajar yang
menjelaskan adanya proses evolusi pemahaman konsep siswa dari siswa
yang sedang belajar. Pada mulanya siswa memahami sesuatu melalui
konsep secara spontan. Pengertian spontan merupakan pengertian yang tidak
sempurna, bahkan belum sesuai dengan konsep ilmiah, dan harus
mengalami perubahan menuju pengertian yang logis dan sistematis, yaitu
pengertian ilmiah. Proses penyempurnaan pemahaman itu berlangsung
melalui dua bentuk yaitu tanpa melalui perubahan yang besar dari
pengertian spontan tadi (asimilasi), atau sangat perlu adanya perubahan
yang radikal dari pengertian yang spontan menuju pengertian yang ilmiah
(akomodasi).
Menurut pendukung teori perubahan konsep, dalam proses belajar ada
proses perubahan konsep yang mencakup dua tahap, yaitu tahap asimilasi
dan akomodasi. Dengan asimilasi peserta didik menggunakan konsep-
konsep yang telah mereka punyai untuk berhadapan dengan fenomena yang
baru. Dengan akomodasi peserta didik mengubah konsepnya yang tidak
cocok lagi dengan fenomena baru yang mereka hadapi. Proses dalam
akomodasi oleh kaum konstruktivis disebut sebagai perubahan konsep
secara radikal.
Teori perubahan konsep cukup senada dengan teori konstruktivisme
dalam arti bahwa dalam proses pengetahuan seseorang mengalami
perubahan konsep. Pengetahuan seseorang itu tidak sekali jadi, melainkan
merupakan proses berkembang yang terus menerus. Dalam perkembangan
itu ada yang mengalami perubahan besar dengan mengubah konsep lama
melalui akomodasi, ada pula yang hanya mengembangkan dan memperluas

11
konsep yang sudah ada melalui asimilasi. Proses perubahan terjadi bila si
peserta didik aktif berinteraksi dengan lingkungannya.
Konstruktivisme dapat membantu untuk mengerti bagaimana peserta
didik membentuk pengetahuan yang tidak tepat. Dengan demikian, seorang
pendidik dibantu untuk mengarahkan peserta didik dalam pembentukan
pengetahuan mereka yang lebih tepat. Teori perubahan konsep sangat
membantu karena mendorong pendidik untuk menciptakan suasana dan
keadaan yang memungkinkan perubahan konsep yang kuat pada peserta
didik sehingga pemahaman mereka lebih sesuai dengan pengertian ilmuan.
3. Teori Skema
Jonassen menjelaskan bahwa skema adalah abstraksi mental seseorang
yang digunakan untuk mengerti sesuatu hal, menemukan jalan keluar, atau
memecahkan persoalan. Menurut teori skema, pengetahuan itu disimpan
dalam suatu paket informasi atau skema yang terdiri atas suatu set atribut
yang menjelaskan objek tersebut, maka dari itu membantu kita untuk
mengenal objek atau kejadian itu. Hubungan skema yang satu dengan yang
lain memberikan makna dan arti kepada gagasan kita.  Belajar menurut teori
skema adalah mengubah skema lebih jauh.
Teori skema berpendapat bahwa pengetahuan itu disimpan dalam suatu
paket informasi, atau skema, yang terdiri dari konstruksi mental gagasan
kita. Skema adalah abstraksi mental seseorang yang digunakan untuk
mengerti sesuatu hal, menemukan jalan keluar, ataupun memecahkan
persoalan. Orang harus mengisi atribut skemanya dengan informasi yang
benar agar dapat membentuk kerangka pemikiran yang benar. Kerangka
pemikiran inilah yang menurut Jonassen dkk. Membentuk pengetahuan
struktural seseorang, di mana pengetahuan struktural tersebut terdiri dari
skema-skema yang dipunyai dan hubungan antara skema-skema itu.
Menurut teori skema, seseorang belajar dengan mengadakan restrukturisasi
atas skema yang ada, baik dengan menambah maupun dengan mengganti
skema itu. Ini mirip dengan konstruktivisme Piaget yang menggunakan
asimilasi dan akomodasi. Perbedaannya adalah bahwa teori skema tidak

12
menjelaskan proses pengetahuan, tetapi lebih bagaimana pengetahuan
manusia itu tersimpan dan tersusun.
4. Teori Belajar Bermakna Ausubel
David Ausubel terkenal dengan teori belajar bermakna (meaningful
learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar dimana informasi
baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai
seseorang yang sedang belajar. Belajar bermakna terjadi bila pelajar
mencoba menghubungkan fenomena baru kedalam struktur pengetahuan
mereka. Ini terjadi melalui belajar konsep, dan perubahan konsep yang telah
ada, yang akan mengakibatkan pertumbuhan dan perubahan struktur konsep
yang telah dipunyai si pelajar. Kedekatan teori belajar bermakna Ausubel
dengan konstruktivisme adalah keduanya menekankan pentingnya
mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam
sistem pengertian yang telah dimiliki, keduanya menekankan pentingnya
asimilasi pengalaman baru ke dalam konsep atau pengertian yang sudah
dimiliki siswa, dan keduanya mengasumsikan adanya keaktifan siswa dalam
belajar.
5. Teori Belajar Bruner
Menurut Bruner, “pembelajaran adalah proses yang aktif dimana pelajar
membina ide baru berasaskan pengetahuan yang lampau”. Selanjutnya
Bruner menyatakan bahwa “mengajarkan suatu bahan kajian kepada siswa
adalah untuk membuat siswa berfikir untuk diri mereka sendiri, dan turut
mengambil bagian dalam proses mendapatkan pengetahuan. Mengetahui
adalah suatu proses bukan suatu produk”. Masih menurut Bruner bahwa
dalam membangun pengetahuan di dasarkan kepada dua asumsi yaitu
:asumsi pertama adalah perolehan pengetahuan merupakan suatu proses
interaktif yaitu orang yang belajar akan berinteraksi dengan lingkungannya
secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi dilingkungan tatapi juga dalam
diri orang itu sendiri.
E. Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstuktivisme

13
Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori
konstruktivisme, yaitu:
1. Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar.
2. Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajara pada siswa.
3. Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin
dicapai.
4. Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan
pada hasil.
5. Mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan.
6. Mengharagai peranan pengalaman kritis dalam belajar.
7. Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa.
8. Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa.
9. Berdasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip toeri kognitif.
10. Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses
pembelajaran, seperti prediksi, infernsi, kreasi, dan analisis.
11. Menekankan bagaimana siswa belajar.
12. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi
dengan siswa lain dan guru.
13. Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif.
14. Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata.
15. Menekankan pentingnya konteks siswa dalam belajar.
16. Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar.
17. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan
dan pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman nyata.
Berikut ini akan dikemukakan ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivis
menurut beberapa literatur yaitu sebagai berikut.

1. Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang


telah ada sebelumnya.
2. Belajar adalah merupakan penafsiran personal tentang dunia.

14
3. Belajar merupakan proses yang aktif dimana makna dikembangkan
berdasarkan pengalaman.
4. Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negosiasi) makna
melalui berbagai informasi atau menyepakati suatu pandangan dalam
berinteraksi atau bekerja sama dengan orang lain.
Sedangkan menurut Mahisa Alit dalam bukunya menuliskan bahwa ciri-ciri
pembelajaran yang konstruktivis adalah sebagai berikut:

1. menyediakan pengalaman belajar dengan mengkaitkan pengetahuan yang


telah dimiliki siswa sedemikian rupa sehingga belajar melalui proses
pembentukan pengetahuan,
2. menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, tidak semua
mengerjakan tugas yang sama, misalnya suatu masalah dapat diselesaikan
dengan berbagai cara,
3. mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistik dan relevan
dengan melibatkan pengalaman konkrit, misalnya untuk memahami suatu
konsep melalui kenyataan kehidupan sehari-hari,
4. mengintegrasikan pembelajaran sehingga memungkinkan terjadinya
transmisi sosial yaitu terjadinya interaksi dan kerja sama seseorang dengan
orang lain atau dengan lingkungannya, misalnya interaksi dan kerjasama
antara siswa, guru, dan siswa-siswa,
5. memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan dan tertulis
sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif.
6. Melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga menjadi menarik
dan siswa mau belajar.
F. Penerapan Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Konstruktivisme menghendakai siswa harus membangun pengetahuan di
dalam benaknya sendiri. Guru dapat membantu proses ini dengan cara
mengajar yang membuat informasi lebih bermakna dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide
mereka. Guru dapat memberi siswa tangga yang dapat membantu siswa

15
mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar
siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut. Oleh karena itu agar
pembelajaran lebih bermakna bagi siswa dan pendidik maka pendekatan
konstruktivisme merupakan solusi yang baik untuk dapat diterapkan. Berikut
akan dipaparkan perbedaan pembelajaran tradisional (behavioristik) dengan
pembelajaran yang konstruktivistik.
Perbedaan pembelajaran behavioristik (tradisional) dengan
konstruktivistik menurut Aqib, Budiningsih, adalah sebagai berikut.

Pembelajaran
No Pembelajaran Tradisional Konstruktivistik

Kurikulum disajikan mulai


dari keseluruhan menuju
Kurikulum disajikan dari kebagian-bagian dan lebih
bagian-bagian menuju mendekatkan kepada konsep-
keseluruhan dengan konsep yang lebih luas
menekankan pada  
1 keterampilan dasar

Pembelajaran sangat taat pada


kurikulum yang telah
ditetapkan Pembelajaran lebih
  menghargai pada pemunculan
2 pertanyaan dan ide-ide siswa

Kegiatan kurikuler lebih


banyak mengandalkan pada
sumber-sumber data primer
Kegiatan kurikuler lebih dan manipulasi bahan
banyak mengandalkan pada  
buku teks dan buku kerja
3

4 Siswa dipandang sebagai Siswa dipandang sebagai

16
“kertas kosong” yang dapat
digoresi informasi oleh guru,
dan guru menggunakan cara
didaktik dalam menyampaikan
informasi kepada siswa pemikir-pemikir yang dapat
  memunculkan teori-teori
tentang dirinya

Pengukuran proses dan hasil


belajar siswa terjalin di dalam
kesatuan kegiatan
Penilian hasil belajar atau pembelajaran, dengan cara
pengetahuan siswa dipandang guru mengamati hal-hal yang
sebagai bagian dari sedang dilakukan siswa, serta
pembelajaran dan biasanya melalui tugas-tugas pekerjaan
dilakukan pada akhir pelajaran  
5 dengan cara testing

Siswa-siswa biasanya bekerja


sendiri-sendiri, tanpa ada
group proses dalam belajar Siswa-siswa banyak belajar
  dan bekerja di dalam group
6 proses

Memandang pengetahuan
Memandang pengetahuan adalah non objektif, bersifat
adalah objektif, pasti, tetap, temporer, selalu berubah, dan
dan tidak berubah. tidak menentu
Pengetahuan telah terstruktur  
7 dengan rapi

8 Belajar adalah perolehan Belajar adalah penyusunan


pengetahuan, sedangkan pengetahuan, sedangkan
mengajar adalah memindahkan mengajar adalah menata

17
lingkungan agar siswa
termotivasi dalam menggali
makna
 
pengetahuan

Kegagalan dalam menambah


pengetahuan dikategorikan
sebagai kesalahan yang perlu
dihukum Kegagalan merupakan
  interpretasi yang berbeda
9 yang perlu dihargai

Evaluasi menggali
Evaluasi menuntut satu munculnya berfikir divergent,
jawaban benar. Jawaban benar pemecahan ganda, dan bukan
menunjukkan bahwa siswa hanya satu jawaban benar
telah menyelesaikan tugas  
10 belajar

Evaluasi dipandang sebagai Evaluasi merupakan bagian


bagian terpisah dari kegiatan utuh dari pembelajaran
pembelajaran, biasanya dengan cara memberikan
dilakukan setelah selesai tugas-tugas yang bermakna
kegiatan belajar dengan serta menerapkan apa yang
menekankan pada evaluasi dipelajari yang menekankan
11 individu pada keterampilan proses
Dalam pelaksanaan teori belajar konstruktivisme ada beberapa saran yang
berkaitan dengan rancangan pembelajaran yaitu sebagai berikut :

1. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya


dengan bahasa sendiri.

18
2. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya
sehingga lebih kreatif dan imajinatif.
3. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.
4. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah
dimiliki siswa.
5. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka.
Langkah-Langkah Pembelajaran Kontruktivisme
1. Identifikasi tujuan. Tujuan dalam pembelajaran akan memberi arah dalam
merancang program, implementasi program dan   evaluasi.
2. Menetapkan Isi Produk Belajar. Pada tahap ini, ditetapkan konsep-konsep
dan prinsip-prinsip fisika yang mana yang harus dikuasai siswa.
3. Identifikasi dan Klarifikasi Pengetahuan Awal Siswa. Identifikasi
pengetahuan awal siswa dilakukan melalui tes awal, interview klinis dan
peta konsep.
4. Identifikasi dan Klarifikasi Miskonsepsi Siswa. Pengetahuan awal siswa
yang telah diidentifikasi dan diklarifikasi perlu dianalisa lebih lanjut untuk
menetapkan mana diantaranya yang telah sesuai dengan konsepsi ilmiah,
mana yang salah dan mana yang miskonsepsi.
5. Perencanaan Program Pembelajaran dan Strategi Pengubahan Konsep.
Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran.
Sedangkan strategi pengubahan konsepsi siswa diwujudkan dalam bentuk
modul.
6. Implementasi Program Pembelajaran dan Strategi Pengubahan Konsepsi.
Tahapan ini merupakan kegiatan aktual dalam ruang kelas. Tahapan ini
terdiri dari tiga langkah yaitu : (a) orientasi dan penyajian pengalaman
belajar, (b)menggali ide-ide siswa, (c) restrukturisasi ide-ide.
7. Evaluasi. Setelah berakhirnya kegiatan implementasi program
pembelajaran, maka dilakukan evaluasi terhadap efektivitas model belajar
yang telah diterapkan.
8. Klarifikasi dan analisis miskonsepsi siswa yang resisten. Berdasarkan hasil
evaluasi perubahan miskonsepsi maka dilakukaan klarifikasi dan analisis

19
terhadap miskonsepsi siswa, baik yang dapat diubah secara tuntas maupun
yang resisten.
9. Revisi strategi pengubahan miskonsepsi. Hasil analisis miskonsepsi yang
resisten digunakan sebagai pertimbangan dalam merevisi strategi
pengubahan konsepsi siswa dalam bentuk modul.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model
konstruktivisme dalam pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar

20
dimana siswa sendiri aktif secara mental, membangun pengetahuannya, yang
dilandasi oleh struktur kognitif yang dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai
fasilitator dan mediator pembelajaran. Penekanan tentang belajar dan mengajar
lebih berfokus terhadap suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman
mereka. Menurut Werrington, menyatakan bahwa dalam kelas konstruktivis
seorang guru tidak mengajarkan kepada anak bagaimana menyelesaikan
persoalan, namun mempresentasikan masalah dan mendorong siswa untuk
menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Ketika
siswa memberikan jawaban, guru mencoba untuk tidak mengatakan bahwa
jawabannya benar atau tidak benar. Namun guru mendorong siswa untuk setuju
atau tidak setuju kepada ide seseorang dan saling tukar menukar ide sampai
persetujuan dicapai tentang apa yang dapat masuk akal siswa.
Di dalam kelas konstruktivis, para siswa diberdayakan oleh
pengetahuannya yang berada dalam diri mereka. Mereka berbagi strategi dan
penyelesaian, debat antara satu dengan lainnya, berfikir secara kritis tentang
cara terbaik untuk menyelesaikan setiap masalah. Beberapa prinsip
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis diantaranya bahwa observasi
dan mendengar aktivitas dan pembicaraan matematika siswa adalah sumber
yang kuat dan petunjuk untuk mengajar, untuk kurikulum, untuk cara-cara
dimana pertumbuhan pengetahuan siswa dapat dievaluasi.
Lebih jauh dikatakan bahwa dalam konstruktivis aktivitas matematika
mungkin diwujudkan melalui tantangan masalah, kerja dalam kelompok kecil,
dan diskusi kelas menggunakan apa yang ’biasa’ muncul dalam materi
kurikulum kelas ’biasa’. Dalam konstruktivis proses pembelajaran senantiasa
”problem centered approach” dimana guru dan siswa terikat dalam
pembicaraan yang memiliki makna matematika. Beberapa ciri itulah yang akan
mendasari pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis.
A. Saran
Kami sebagai penulis sangat menyadari bahwa di dalam makalah kami
terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kepada pembaca agar sekiranya dapat memberi saran atau

21
kritikan untuk kesempurnaan penulisan makalah kedepannya agar menjadi
lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Z. (2002). Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran. Surabaya : Insan


Cendikia.
Budiningsih, C.A. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

22
Hudoyo, H. (1998). Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan
Konstruktivistik. Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional Upaya
Meningkatkan Peran Pendidikan Matematika dalam Menghadapi EraGlobaliasasi.
PPS IKIP Malang: Tidak Diterbitkan.

Kolb, D. (1984). Experiential Learning. New Jersey : Prentice-Hall, Inc.

Wheatley, G.H.(1991).”Constructivist perspectives on science and mathematics


learning”. Journal Science Education, 75,(1),9-21.

23

Anda mungkin juga menyukai