Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TEORI BELAJAR KONTRUKSIVISME

Oleh :

Shikin Syahira (21076115)


Halimah Tun Sahdia (21076132)
Reyhan Surya (21076110)

Dosen Pengampu : Drs. Efrizon, MT


Program Studi Pendidikan Teknik Informatika
Universitas Negeri Padang
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Makalah
Teori Belajar Kontruksivisme ” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pedagogik kejuruan, dan juga makalah ini memiliki tujuan untuk memberikan serta
menambahkan wawasan dan informasi.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Efrizon M.T. , selaku dosen
pada mata kuliah Pedagogik kejuruan yang telah memberikan tugas ini, sehingga dapat
menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis. kami juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membagi pengetahuannya sehingga kami dapat
menyelesaikanmakalah ini dengan baik.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu, kami
berharap kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang membangun akan kami
terima dengan senang hati.

Padang, 13 Oktober 2023

Kelompok 6
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................................. iii
BAB I............................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................. 1
C. Tujuan Penelitian ................................................................................................................... 2
BAB II ............................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konstruktivisme .................................................................................................. 3
B. Karakteristik Konstruktivisme .............................................................................................. 4
C. Teori Belajar yang Mendukung Pendekatan Konstruktivisme ........................................... 5
D. Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstuktivisme ................................................................... 7
E. Penerapan Konstruktivisme Dalam Pembelajaran ............................................................... 7
BAB III ............................................................................................................................................ 9
PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................................ 9
B. Saran ....................................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................... 10
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Saat ini terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama pada proses
pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah konstruktivisme. Pemilihan pendekatan ini
lebih dikarenakan agar pembelajaran membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada
sehingga mereka mau mencoba memecahkan persoalannya. Pembelajaran di kelas masih
dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berintekrasi langsung kepada benda-benda konkret. Seorang
guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum pembelajaran. Jika tidak demikian,
maka seorang pendidik tidak akan berhasil menanamkan konsep yang benar, bahkan dapat
memunculkan sumber kesulitan belajar selanjutnya. Mengajar bukan hanya untuk
meneruskan gagasan-gagasan pendidik pada siswa, melainkan sebagai proses mengubah
konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan di mana mungkin konsepsi itu salah, dan jika
ternyata benar maka pendidik harus membantu siswa dalam mengkonstruk konsepsi tersebut
biar lebih matang.
Maka dari permasalahan tersebut, kami melakukan penelitian konsep untuk mengetahui
bagaimana sebenarnya hakikat teori belajar konstruktivisme ini bisa mengembangkan
keaktifan siswa dalam mengkonstruk pengetahuannya sendiri, sehingga dengan pengetahuan
yang dimilikinya peserta didik bisa lebih memaknai pembelajaran karena dihubungkan
dengan konsepsi awal yang dimiliki siswa dan pengalaman yang siswa peroleh dari
lingkungan kehidupannya sehari-hari.

B. RUMUSAN MASALAH

a) Apa pengertian Teori Konstruktivisme?


b) Apa karakterisrikTeori Konstruktivisme?
c) Apa prinsip-prinsip dari Teori Konstruktivisme?
d) Teori belajar apa saja yang mendukung pendekatan konstruktivisme?
e) Apa saja ciri-ciri pembelajaran secara konstruktivisme?
f) Bagaimana menerapkan konstruktivisme dalam pembelajaran?
C. TUJUAN

Makalah ini tentunya bertujuan menyuguhkan informasi-informasi keilmuan yang


kemudian dapat dijadikan sebagai dasar referensi menyangkut:
a) Menjelaskan pengertian Teori Konstruktivisme.
b) Menjelaskan karakterisrik Teori Konstruktivisme.
c) Menjelaskan prinsip-prinsip dari Teori Konstruktivisme.
d) Menjelaskan ciri-ciri pembelajaran secara konstruktivisme.
e) Menjelaskan menerapkan konstruktivisme dalam pembelajaran.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konstruktivisme

Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti bersifat
membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme dalam kamus Bahasa Inonesia
berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri (von Glaserfeld
dalam Pannen dkk, 2001:3).
Konstruksi berarti bersifat membangun. Konstruktivisme adalah sebuah teori yang
memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya
dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya dengan bantuan
fasilitasi orang lain.Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan,
Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu
bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia
harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,
yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya
bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini
merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan
seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.

B. Karakteristik konstruktivisme

Menurut Konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif siswa mengkonstruksi arti,


wacana, dialog, pengalaman fisik, dll. Belajar juga merupakan proses mengasimilasi dan
menghubungkan pengalaman atau informasi yang dipelajari dengan pengertian yang sudah
dimiliki siswa sehingga pengetahuannya berkembang. Karakteristik konstruktivisme:
1. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang dilihat,
dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah
dimiliki.
2. Konstruksi arti merupakan proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan dengan
fenomena atau persoalan yang baru, siswa akan selalu mengadakan rekonstruksi.
3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu proses
pengembangan pemikiran dengan membentuk suatu pengertian yang baru. Belajar
bukanlah suatu hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri, yang
menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
4. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam
kesenjangan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan
(disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.
5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan dunia fisik dan
lingkungannya.
6. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui siswa, yaitu konsep-
konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang
dipelajari.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya
semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan
didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara
mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa,
dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri
ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi
mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana
tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.

C. Teori Belajar yang Mendukung Pendekatan Konstruktivisme

Inti dari konstruktivisme di atas berkaitan erat dengan beberapa teori belajar, yaitu; teori
perubahan konsep, teori belajar bermakna Ausubel, dan teori Skemata (Suparno, 1997:49).

1. Teori perkembangan mental Peaget

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar
konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori
perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan
dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual
dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi
dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap
sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama menegaskan bahwa
pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran.
Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi
baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat. Pengertian tentang akomodasi yang
lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan
ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan
itu (Suparno, 1996: 7)

2. Teori Perubahan Konsep

Teori belajar perubahan konsep merupakan suatu teori belajar yang menjelaskan adanya
proses evolusi pemahaman konsep siswa dari siswa yang sedang belajar. Pada mulanya siswa
memahami sesuatu melalui konsep secara spontan. Pengertian spontan merupakan pengertian
yang tidak sempurna, bahkan belum sesuai dengan konsep ilmiah, dan harus mengalami
perubahan menuju pengertian yang logis dan sistematis, yaitu pengertian ilmiah. Proses
penyempurnaan pemahaman itu berlangsung melalui dua bentuk yaitu tanpa melalui
perubahan yang besar dari pengertian spontan tadi (asimilasi), atau sangat perlu adanya
perubahan yang radikal dari pengertian yang spontan menuju pengertian yang ilmiah
(akomodasi).
Menurut pendukung teori perubahan konsep, dalam proses belajar ada proses perubahan
konsep yang mencakup dua tahap, yaitu tahap asimilasi dan akomodasi (Suparno, 1997: 50).
Dengan asimilasi peserta didik menggunakan konsep-konsep yang telah mereka punyai untuk
berhadapan dengan fenomena yang baru. Dengan akomodasi peserta didik mengubah
konsepnya yang tidak cocok lagi dengan fenomena baru yang mereka hadapi. Proses dalam
akomodasi oleh kaum konstruktivis disebut sebagai perubahan konsep secara radikal.
Teori perubahan konsep cukup senada dengan teori konstruktivisme dalam arti bahwa
dalam proses pengetahuan seseorang mengalami perubahan konsep. Pengetahuan seseorang
itu tidak sekali jadi, melainkan merupakan proses berkembang yang terus menerus. Dalam
perkembangan itu ada yang mengalami perubahan besar dengan mengubah konsep lama
melalui akomodasi, ada pula yang hanya mengembangkan dan memperluas konsep yang
sudah ada melalui asimilasi. Proses perubahan terjadi bila si peserta didik aktif berinteraksi
dengan lingkungannya.

3. Teori Skema

Jonassen menjelaskan bahwa skema adalah abstraksi mental seseorang yang digunakan
untuk mengerti sesuatu hal, menemukan jalan keluar, atau memecahkan persoalan (galam
Suparno, 1997:55) . Menurut teori skema, pengetahuan itu disimpan dalam suatu paket
informasi atau skema yang terdiri atas suatu set atribut yang menjelaskan objek tersebut,
maka dari itu membantu kita untuk mengenal objek atau kejadian itu. Hubungan skema yang
satu dengan yang lain memberikan makna dan arti kepada gagasan kita. Belajar menurut
teori skema adalah mengubah skema (Suparno, 1997:55). Lebih jauh ia menyatakan

Teori skema berpendapat bahwa pengetahuan itu disimpan dalam suatu paket informasi,
atau skema, yang terdiri dari konstruksi mental gagasan kita. Skema adalah abstraksi mental
seseorang yang digunakan untuk mengerti sesuatu hal, menemukan jalan keluar, ataupun
memecahkan persoalan. Orang harus mengisi atribut skemanya dengan informasi yang benar
agar dapat membentuk kerangka pemikiran yang benar. Kerangka pemikiran inilah yang
menurut Jonassen dkk.( Suparno,1997: 55), membentuk pengetahuan struktural seseorang, di
mana pengetahuan struktural tersebut terdiri dari skema-skema yang dipunyai dan hubungan
antara skema-skema itu.

4. Teori Belajar Bermakna Ausubel

David Ausubel (Dahar, 1989:112) terkenal dengan teori belajar bermakna (meaningful
learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar dimana informasi baru dihubungkan
dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Belajar
bermakna terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru kedalam struktur
pengetahuan mereka. Ini terjadi melalui belajar konsep, dan perubahan konsep yang telah
ada, yang akan mengakibatkan pertumbuhan dan perubahan struktur konsep yang telah
dipunyai si pelajar (Suparno, 1997: 54).
Kedekatan teori belajar bermakna Ausubel dengan konstruktivisme adalah keduanya
menekankan pentingnya mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru
kedalam sistem pengertian yang telah dimiliki, keduanya menekankan pentingnya asimilasi
pengalaman baru ke dalam konsep atau pengertian yang sudah dimiliki siswa, dan keduanya
mengasumsikan adanya keaktifan siswa dalam belajar.

5. Teori Belajar Bruner

Menurut Bruner, “pembelajaran adalah proses yang aktif dimana pelajar membina ide
baru berasaskan pengetahuan yang lampau”. Selanjutnya Bruner (Nur, 2000:10) menyatakan
bahwa “mengajarkan suatu bahan kajian kepada siswa adalah untuk membuat siswa berfikir
untuk diri mereka sendiri, dan turut mengambil bagian dalam proses mendapatkan
pengetahuan. Mengetahui adalah suatu proses bukan suatu produk”. Masih menurut Bruner
(Dahar, 1997:98) bahwa dalam membangun pengetahuan di dasarkan kepada dua asumsi
yaitu :asumsi pertama adalah perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif yaitu
orang yang belajar akan berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak
hanya terjadi dilingkungan tatapi juga dalam diri orang itu sendiri.

D. Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstuktivisme

Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori
konstruktivisme, yaitu:

1. Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar.


2. Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajara pada siswa.
3. Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai.
4. Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil.
5. Mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan.
6. Mengharagai peranan pengalaman kritis dalam belajar.
7. Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa.
8. Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa.
9. Berdasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip toeri kognitif.
10. Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran,
seperti prediksi, infernsi, kreasi, dan analisis.
11. Menekankan bagaimana siswa belajar.
12. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa
lain dan guru.
13. Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif.
14. Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata.
15. Menekankan pentingnya konteks siswa dalam belajar.
16. Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar.
17. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan
pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman nyata.

E. Penerapan Konstruktivisme Dalam Pembelajaran.

Konstruktivisme adalah teori belajar dan pendidikan yang menekankan pentingnya


konstruksi pengetahuan oleh individu melalui interaksi mereka dengan pengalaman dan
lingkungannya. Pemahaman dan interpretasi unik dari informasi dipandang sebagai hasil dari
pengalaman dan refleksi individu. Dalam konteks pembelajaran, teori konstruktivisme
menekankan bahwa siswa harus aktif terlibat dalam membangun pengetahuan mereka sendiri
melalui pengalaman belajar yang berarti.

Berikut adalah cara menerapkan konstruktivisme dalam pembelajaran:


1. Pembelajaran Berpusat pada Siswa: Guru berperan sebagai fasilitator dan bimbingan,
membantu siswa dalam membangun pengetahuan mereka sendiri. Pembelajaran
berfokus pada kebutuhan, minat, dan pengalaman belajar siswa.
2. Aktivitas dan Kolaborasi: Siswa diundang untuk berpartisipasi aktif dalam aktivitas
belajar, seperti eksperimen, proyek, diskusi kelompok, dan kerja tim. Interaksi dengan
teman sekelas dan berbagi perspektif memfasilitasi konstruksi pengetahuan bersama.
3. Keterlibatan dan Pengalaman Langsung: Siswa belajar lebih efektif melalui
pengalaman langsung dan keterlibatan aktif. Guru merancang pengalaman belajar
yang menggugah rasa ingin tahu dan eksplorasi.
4. Materi Pembelajaran yang Relevan dan Kontekstual: Materi pembelajaran harus
direlevan dengan kehidupan siswa dan dapat dihubungkan dengan pengalaman
mereka. Membangun koneksi antara konten pembelajaran dan konteks kehidupan
nyata membantu siswa memahami dan menerapkan pengetahuan dengan lebih baik.
5. Refleksi dan Metakognisi: Siswa didorong untuk memikirkan dan merefleksikan
pengalaman belajar mereka. Proses ini memungkinkan mereka mengidentifikasi apa
yang telah dipelajari, pemahaman mereka, dan bagaimana mereka dapat
meningkatkan pengetahuan mereka di masa mendatang.
6. Pemecahan Masalah: Siswa diberi kesempatan untuk menyelesaikan masalah
kompleks, menerapkan pengetahuan yang telah mereka bangun, dan mengembangkan
keterampilan berpikir kritis dan kreatif.
7. Pengeksplorasian Berbasis Inkuiri: Guru memandu siswa dalam penyelidikan dan
penemuan melalui pertanyaan dan eksperimen. Siswa memainkan peran aktif dalam
mengidentifikasi masalah, merumuskan pertanyaan, mencari informasi, dan membuat
kesimpulan.
8. Penilaian Formatif dan Umpan Balik Konstruktif: Proses penilaian harus dirancang
untuk memberikan umpan balik yang memandu perkembangan siswa. Guru
memberikan umpan balik yang informatif dan membantu siswa memahami kekuatan
dan area perbaikan dalam konstruksi pengetahuan mereka.
BAB III

PENUTUP

Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model konstruktivisme


dalam pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara
mental, membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur kognitif yang dimilikinya.
Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Penekanan tentang belajar
dan mengajar lebih berfokus terhadap suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman
mereka. Menurut Werrington (dalam Suherman, 2003:75), menyatakan bahwa dalam kelas
konstruktivis seorang guru tidak mengajarkan kepada anak bagaimana menyelesaikan
persoalan, namun mempresentasikan masalah dan mendorong siswa untuk menemukan cara
mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Ketika siswa memberikan jawaban, guru
mencoba untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya benar atau tidak benar. Namun guru
mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang dan saling tukar
menukar ide sampai persetujuan dicapai tentang apa yang dapat masuk akal siswa.
Di dalam kelas konstruktivis, para siswa diberdayakan oleh pengetahuannya yang
berada dalam diri mereka. Mereka berbagi strategi dan penyelesaian, debat antara satu
dengan lainnya, berfikir secara kritis tentang cara terbaik untuk menyelesaikan setiap
masalah. Beberapa prinsip pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis diantaranya bahwa
observasi dan mendengar aktivitas dan pembicaraan matematika siswa adalah sumber yang
kuat dan petunjuk untuk mengajar, untuk kurikulum, untuk cara-cara dimana pertumbuhan
pengetahuan siswa dapat dievaluasi.
Lebih jauh dikatakan bahwa dalam konstruktivis aktivitas matematika mungkin
diwujudkan melalui tantangan masalah, kerja dalam kelompok kecil, dan diskusi kelas
menggunakan apa yang ’biasa’ muncul dalam materi kurikulum kelas ’biasa’. Dalam
konstruktivis proses pembelajaran senantiasa ”problem centered approach” dimana guru dan
siswa terikat dalam pembicaraan yang memiliki makna matematika. Beberapa ciri itulah yang
akan mendasari pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis.
DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Z. (2002). Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran. Surabaya : Insan Cendikia.

Budiningsih, C.A. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

Hudoyo, H. (1998). Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan Konstruktivistik.


Makalah

Disajikan dalam Seminar Nasional Upaya Meningkatkan Peran Pendidikan Matematika


dalam Menghadapi EraGlobaliasasi. PPS IKIP Malang: Tidak Diterbitkan.

Kolb, D. (1984). Experiential Learning. New Jersey : Prentice-Hall, Inc.

Wheatley, G.H.(1991).”Constructivist perspectives on science and mathematics learning”.


Journal Science Education, 75,(1),9-21.

Anda mungkin juga menyukai