Anda di halaman 1dari 14

PENERAPAN TEORI CONNECTIVISM

DALAM UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR

OLEH
NENGAH WIRAWAN (1629071010)

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA


PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PEMBELAJARAN
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmatnya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini. Terselesaikannya tugas ini
bukan karna pemikiran kami sendiri melainkan bantuan dari banyak pihak, maka dari
itu kami ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada pihak – pihak yang telah
membantu menyelesaikan tugas ini.
Ucapan terima kasih juga tidak lupa kami haturkan kepada Bapak Dr. I Made
Kirna, M.Si, selaku dosen mata kuliah Pembelajaran Berbasis Komputer yang telah
membimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Penerapan Teori
Connectivism Dalam Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Siswa” dengan tepat waktu.
Selanjutnya kami berharap semoga makalah yang kami tulis ini dapat bermanfaat bagi
diri pribadi dan bagi para pembaca. Semoga kami menjadi mahasiswa yang lebih aktif
dalam menulis bukan sekedar menyelesaikan tugas semata. Sekian dan terima kasih.

Hormat kami

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
2.1 Teori Chaos..................................................................................................................3
2.2 Model pembelajaran connectivism..............................................................................3
2.2.1 Prinsip-prinsip model pembelajaran connectivism...............................................4
2.2.2 Implikasi penggunaan teori connectivism............................................................5
2.2.3 Hal-hal yang diperoleh dari penggunaan model pembelajaran
connectivism........................................................................................................................6
2.3 Hubungan Teori Chaos dengan Model Pembelajaran Connectivism...........................6
2.4 Model pembelajaran connnectivism untuk meningkatkan keterampilan belajar
siswa............................................................................................................................7
BAB III PENUTUP..................................................................................................................10
3.1 Kesimpulan................................................................................................................10
3.2 Saran..........................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembelajaran interaktif setting kooperatif adalah cara mengajar dengan
mengaktifkan siswa dalam mengemukakan pemikirannya dan guru aktif untuk
membimbing siswa sehingga siswa dilibatkan dalam proses belajar. Pembelajaran
interaktif yang dimaksud yaitu dengan memberikan bentuk latihan di mana tejadi
diskusi antara guru dengan siswa sehingga tejalin suasana belajar yang harmonis.
Setting kooperatif merupakan sarana yang digunakan untuk mempermudahkan
capaian pembelajaran interaktif setting kooperatif berhubungan dengan pengelolaan
kelas berupa pengelompokan siswa sesuai dengan pembelajaran kooperatif, yaitu suatu
pendekatan yang mencapai suatu kelompok kecil dari siswa yang bekerjasama dalam
satu tim, mempunyai kemampuan akademik yang beragam untuk menyelesaikan
masalah-masalah, melengkapi tugas/ menyelesaikan suatu tujuan bersama.
Siswa merupakan bagian utama dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga
siswa dituntut secara aktif memproses dan mengelola perolehan belajar, untuk itu siswa
dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual dan emosional. Implikasi keaktifan
bagi siswa terwujud perilaku-perilaku seperti mencari sumber informasi yang
dibutuhkan menganalisa hasil dan ingin tahu implikasinya. Implikasi keaktifan bagi
seorang guru sebagai pengelola dan penyelenggara dari belajar mengajar adalah
memberi kesempatan belajar kepada siswa.
Thorndike (1874-1949), ia mengemukakan teorinya yang disebut sebagai teori
belajar “Connectionism” karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-
koneksi antara stimulus dan respon. Teori ini sering juga disebut “Trial and error”
dalam rangka menilai respon yang terdapat bagi stimulus tertentu. Thorndike
mendasarkan teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku beberapa
binatang antara lain kucing, dan tingkah laku anak-anak dan orang dewasa. Ia
mengatakan, bahwa belajar dengan “Trial and error” itu dimulai dengan adanya
beberapa motif yang mendorong keaktifan. Dengan demikian, untuk mengaktifkan
anak dalam belajar dibutuhkan motivasi.

1
Menjadikan model connectivism untuk meningkatkan pemecahan masalah
keterampilan belajar siswa, menjadi model pelajaran yang menarik dan membantu tugas
guru dalam meningkatkan efektivitas pembelajaran. Maka diperlukan suatu model
pembelajaran yang inovatif dengan setting kooperatif. Salah satu model pembelajaran
yang meliputi serangkaian pengalaman belajar yang terencana yang disusun secara
sistematis, operasional, dan terarah untuk membantu siswa menguasai tujuan
pembelajaran yang spesifik adalah model pembelajaran connectivism untuk
meningkatkan pemecahan masalah keterampilan belajar siswa.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang yang telah disampaikan, maka rumusan masalah yang dapat
disampaikan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan teori chaos?
2. Apakahh yang dimaksud dengan model pembelajaran connectivism?
3. Bagaimanakah hubungan teori chaos dengan model pembelajaran connectivism?
4. Bagaimanakah penerapan model pembelajaran connectivism dalam
meningkatkan keterampilan belajar siswa?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang dapat disampaikan dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mendeskripsikan pengertian teori chaos.
2. Untuk mendeskripsikan pengertian model pembelajaran connectivism.
3. Untuk mendeskripsikan hubungan teori chaos dengan model pembelajaran
connectivism.
4. Untuk mengetahui penerapan model pembelajaran connectivism dalam
meningkatkan keterampilan belajar siswa.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Chaos


Kusmarni (2008) menyatakan bahwa chaos menunjukkan ketidakberaturan,
kekacauan, keacakan atau kebetulan, yaitu: gerakan acak tanpa tujuan, kegunaan atau
prinsip tertentu. Alam semesta yang bersifat dinamis ini kelihatannya bekerja melalui
system yang linier, tetapi banyak juga yang tidak bekerja secara linier dan tidak dapat
dipahami melalui system linier, seperti awan, pohon, garis pantai, ombak dan lain
sebagainya, yang secara sekilas menampakkan acak dan tidak teratur. Sistem seperti
inilah yang dinamakan dengan teori chaos, yaitu suatu teori yang berkaitan dengan
proses alam yang nampaknya kacau, acak dan tidak linier (system yang tidak dapat
diprediksi berdasarkan kondisi awal).
Teori chaos dalam bidang pendidikan memberikan wawasan mengenai sistem
pendidikan yang terdiri dari dunia mekanis. Pendidikan di era manapun bagaimanapun
didasarkan pada kebutuhan era tersebut. Dalam dunia pendidikan teori chaos ini akan
memberikan tantangan kepada pebelajar untuk lebih memahami pola-pola pembelajaran
yang timbul. Kondisi chaos membuat hilangnya kemampu-prakiraan (predictability),
karena adanya urutan atau susunan yang rumit yang bertentangan dengan keteraturan.
Tidak sama dengan paham konstruktivisme yang menyatakan bahwa para peserta didik
memahami sesuatu dengan membuat pemaknaan. Sedangkan chaos menyatakan bahwa
pemaknaan itu telah ada dan memiliki tantangan yang jelas bagi peserta didik untuk
mengenali pola-pola yang tersembunyi (Surya, 2009).

2.2 Model Pembelajaran Connectivism


Istilah Connectivism diperkenalkan pertama kali oleh George Siemens.
Connectivism merupakan teori pembelajaran yang mengintegrasikan prinsip prinsip
yang digali melalui teori teori chaos, jejaring, kompleksitas (complexity), dan self-
organizing. Pembelajaran dalam pengertian Connectivism dipahami sebagai suatu
proses yang terjadi dalam lingkungan-lingkungan perubahan elemen-elemen inti
pembelajaran yang kabur dan tidak sepenuhnya dalam kendali seorang individu.
Dalam Connectivism, pembelajaran yang didefinisikan sebagai: Kegiatan dimulai

3
dari kegiatan mengetahui sampai dengan kegiatan menciptakan pengetahuan yang
dapat ditindakkan (actionable knowledge).
Connectivism adalah integrasi prinsip-prinsip dieksplorasi oleh kekacauan,
jaringan, dan kompleksitas dan self-organisasi teori. Belajar adalah proses yang terjadi
dalam lingkungan samar-samar dari pergeseran elemen inti - tidak sepenuhnya di
bawah kendali individu. Belajar (didefinisikan sebagai pengetahuan ditindak lanjut)
dapat berada di luar diri kita (dalam suatu organisasi atau database), difokuskan pada
menghubungkan set informasi khusus, dan koneksi yang memungkinkan kita untuk
mempelajari lebih lanjut lebih penting daripada negara kita saat mengetahui.
Connectivism didorong oleh pemahaman bahwa keputusan didasarkan pada
mengubah dengan cepat. Informasi baru terus diakuisisi. Kemampuan untuk menarik
perbedaan antara informasi yang penting dan tidak penting sangat penting. Kemampuan
untuk mengenali kapan informasi baru mengubah lanskap berdasarkan keputusan yang
dibuat sebelumnya yang dirasa juga sangat penting.
Kegiatan ini dapat terjadi di luar diri manusia (dalam suatu organisasi, suatu
database, dan lain sebagainya). Kegiatan ini berfokus pada penghubungan kumpulan-
kumpulan informasi khusus, dan hubungan hubungan lain yang memungkinkan kita
belajar lebih banyak. Karena itu, kemampuan melakukan penghubungan-
penghubungan ini merupakan hal yang lebih penting dari pengetahuan yang kita kuasai.
Connectivism dilandasi oleh pemahaman akan kenyataan bahwa pengambilan
keputusan di era informasi akan didasarkan pada landasan-landasan yang berubah
dengan cepat. Informasi-informasi baru akan diperoleh secara terus menerus secara
berkelanjutan. Kemampuan membedakan informasi yang penting dan yang tidak
penting dengan demikian bersifat vital. Dan juga, kemampuan untuk mengenali kapan
suatu informasi baru telah mengubah landasan yang menjadi dasar keputusan keputusan
yang diambil kemarin merupakan hal yang sangat kritis sifatnya (critical).

2.2.1 Prinsip-prinsip Model Pembelajaran Connectivism


Model pembelajaran connectivism dinilai dapat membentuk siswa agar mampu
berpikir lebih kritis dalam menerima informasi-informasi yang didapatkannya di dalam
belajar. Dengan demikian model pembelajaran connectivism berkembang dengan
prinsip-prinsip yang berlaku sampai dengan saat ini sebagai berikut:

4
1. Pembelajaran dan pengetahuan berada dalam keaneka-ragaman (diversity)
pandangan/pendapat/opini.
2. Pembelajaran merupakan suatu proses menghubungkan sumber sumber
informasi terutama node node khusus. Selain itu, pembelajaran dapat terjadi di
luar diri manusia ( may reside in non-human appliances )
3. Kapasitas untuk dapat mengetahui lebih penting dari pada apa yang saat ini
diketahui.
4. Mendorong dan memelihara hubungan hubungan diperlukan untuk memfasilitasi
terjadinya pembelajaran berkelanjutan.
5. Kemampuan untuk melihat hubungan hubungan antara bidang bidang, ide ide,
dan konsep konsep merupakan keterampilan inti.
6. Kemutakhiran ( akurat, pengetahuan up-to-date ) merupakan tujuan dari kegiatan
pembelajaran connectivism
7. Pengambilan keputusan merupakan proses pembelajaran.
8. Memilih apa yang akan dipelajari sangat penting dalam menghadapi “banjir
informasi”.
9. Makna dari informasi yang masuk harus dilihat melalui “kacamata” suatu
pergeseran realitas. Suatu jawaban yang benar saat ini dapat salah besok pagi
karena adanya perubahan “iklim” informasi yang mempengaruhi keputusan
tersebut.

2.2.2 Implikasi Penggunaan Teori Connectivism


Model pembelajaran connectivism mempunyai implikasi terhadap semua aspek
kehidupan. Selain pada proses pembelajaran, terdapat implikasi juga terhadap aspek-
aspek lain sebagai berikut:
 Manajemen dan kepemimpinan. Menyadari bahwa pengetahuan yang lengkap
tidak mungkin didapat dari pemikiran satu orang, maka diperlukan ancangan
berbeda dalam menilai suatu situasi. Pembentukan berbagai tim yang berbeda
pandangan merupakan struktur yang penting dan diperlukan dalam rangka agar
dapat menggali ide ide secara lengkap. Inovasi merupakan tantangan tambahan.
Suatu ide yang dianggap revolusioner hari ini suatu saat akan ada sebagai
elemen yang biasa. Kemampuan suatu organisasi untuk mendorong, membina,

5
dan mensistesiskan dampak dampak dari berbagai pandangan atas suatu
informasi merupakan hal yang sangat penting dalam rangka survival di era
ekonomi-pengetahuan.
 Organisasi penyediaan jasa media-masa, berita, informasi, ditantang untuk
terbuka, real-time, dan melakukan blogging agar terjadi komunikasi dua arah.
 Keterkaitan yang bertambah erat antara manajemen pengetahuan individu
dengan manajemen pengetahuan organisasi.
 Desain dari lingkungan pembelajaran.
2.2.3 Hal-hal Yang Diperoleh dari Penggunaan Model Pembelajaran
Connectivism
Dalam proses pembelajaran, hal-hal yang dapat kita peroleh atau yang dapat kita
petik dari penggunaan model pembelajaran connectivism ini adalah sebagai berikut:
 Saluran (conduit, pipe) untuk terhubung dengan jejaring lebih penting dari apa
yang terdapat dalam saluran dan jejaring itu. Hal ini disebabkan apa yang ada
dalam jejaring akan selalu berubah dengan cepat, sedanglan saluran (bahasa,
media, teknologi) bersifat lebih permanen. Kemampuan kita untuk belajar apa
yang kita butuhkan di masa depan lebih penting dari yang kita ketahui hari ini.
 Tantangan nyata dari suatu teori pembelajaran adalah kemampuan untuk
mengaktualisasi pengetahuan yang dikuasai pada titik penerapannya. Dan ketika
suatu pengetahuan dibutuhkan namun ternyata belum dikuasai, maka
kemampuan untuk “mencebur” ke dalam sumber pengetahuan untuk memenuhi
kebutuhan yang diperlukan merupakan keterampilan yang bersifat vital.
 Karena pengetahuan berevolusi dan berkembang secara berkesinambungan,
akses kepada apa yang diperlukan lebih penting dari apa yang dikuasai saat ini.
 Connectivism merupakan model pembelajaran yang menjawab “pergeseran
tektonik” dalam masyarakat di mana pembelajaran bukan lagi suatu kegiatan
intern individual. Cara manusia bekerja dan berfungsi dalam masyarakat
berubah dengan dipakainya alat alat (tools) baru yang dibuka peluangnya oleh
kemajuan ICT.
 Bidang pendidikan terlalu lambat dalam mengenali dan beradaptasi dengan
dampak dari adanya alat alat pembelajaran yang baru, perubahan perubahan
lingkungan pembelajaran, dan arti baru dari pembelajaran.

6
 Connectivism menawarkan keterampilan belajar bagi para pembelajar berupa
kegiatan kegiatan yang diperlukannya untuk menikmati hidup di era digital.

2.3 Hubungan Teori Chaos dengan Model Pembelajaran Connectivism


Perkembangan ilmu pengetahuan tidak semuanya menunjukkan gerak linier atau
melingkar, tetapi juga ada yang bersifat non-linier. Hal ini disebabkan oleh kompleksitas
permasalahan yang diakibatkan oleh kemajuan ilmu dan teknologi yang terus
berlangsung dengan “lompatan-lompatan” yang mengejutkan, sehingga membutuhkan
kreativitas masyarakat untuk mencari alternatif-alternatif jawaban dalam memecahkan
permasalahannya. Katherine Hayles mengemukakan bahwa ketimpangan dalam
kemajuan ilmu-ilmu pengetahuan bila dibandingkan dengan kemajuan ilmu-ilmu sosial
dan humaniora, telah menyebabkan banyak persoalan kemanusiaan yang tidak
terselesaikan. Kemajuan ilmu dan teknologi telah menghasilkan dampak negatif seperti
penghabisan sumber daya alam, kerusakan lingkungan, polusi dalam berbagai bentuk
dan melebarnya lubang ozon. Serta permasalahan dalam aspek-aspek moral, pandangan
hidup, agama, hubungan-hubungan social, bahasa dan komunikasi, seni dan budaya.
Oleh karena itu kemajuan ilmu dan teknologi telah melahirkan suatu dikotomi dan
dilema bagi umat manusia.
Sistem chaos merupakan salah satu “jembatan” untuk mengatasi kesenjangan
ilmu pengetahuan dengan ilmu-ilmu sosial dan humaniora seperti etika, sastra, seni atau
agama dalam memperjelas kehidupan manusia. Sehingga ilmu pengetahuan dapat
berkembang secara “selaras” dan “memanusiakan manusia” menuju umat manusia yang
lebih maju sekaligus beradab. Melalui sebuah kondisi chaos terjadi inovasi dan
penemuan baru dalam ilmu pengetahuan dengan menyelaraskan, menyeimbangkan dan
menyilangkan antara ilmu pengetahuan dengan etika, sastra, seni atau agama.
Berkaitan dengan hal tersebut teori chaos memberikan pengaruh yang besar
dalam penerapan model pembelajaran connectivism. Dengan adanya keterkaitan antara
teori chaos dengan model pembelajaran connectivism, akan memberikan dampak
dimasa yang akan datang nantinya. Model pembelajaran connectivism mengarahkan
siswa untuk dapat berpikir kritis dan kreatif dalam melaksanakan proses pembelajaran
didalam kelas, sedangkan dengan teori chaos yang dikaitkan dengan model
pembelajaran connectivism menuntun siswa untuk menuntun siswa untuk mengerahkan

7
pemikiran kritis yang masih bersifat acak dan tidak beraturan menjadi sebuah pola-pola
berpikir yang lebih tersusun rapi dan sistematis.

2.4 Model Pembelajaran Connnectivism untuk Meningkatkan Prestasi Belajar


Siswa
Keterampilan belajar ini sangat menentukan bagi siswa untuk memperoleh hasil
belajar yang maksimal. Setiap siswa dalam belajar selalu memiliki keterampilannya
dalam belajar, melalui keterampilan tersebut akan terlihat siswa mana saja yang dapat
mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Namun tidak bisa dipungkiri, didalam
setiap kelas terdapat beberapa orang siswa yang mampu memperoleh hasil yang
memuaskaan dalam proses pembelajaran karena memiliki keterampilan belajar yang
bagus didalam dirinya, dan ada juga siswa yang mengalami permasalahan pada hasil
belajarnya meskipun selalu mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Hal tersebut
diakibatkan bukan karena siswa malas belajar tetapi diakibatkan oleh keterampilan
belajar siswa tersebut yang kurang maksimal, sehingga perlu adanya upaya untuk
meningkatkan keterampilan belajarnya.
Model pembelajaran connectivism merupakan model pembelajaran yang
menekan pada pengambilan keputusan secara cepat oleh siswa, kegiatan tersebut
dibutuhkan untuk melatih siswa dalam proses belajar mandiri di dalam maupun diluar
kelas. Kegiatan yang dimaksudkan adalah “Kegiatan dimulai dari kegiatan
mengetahui sampai dengan kegiatan menciptakan pengetahuan yang dapat
ditindakkan”. Hal tersebut dimaksudkan bahwa dengan pengunaan model connectivism
ini siswa diharapkan mampu mengikuti proses pembelajaran dikelas dari kegiatan
mengetahui materi pelajaran apa yang akan mereka pelajari hinggga sampai
menciptakan pengetahuan baru dari hasil belajarnya.
Model pembelajaran connectivism mengarahkan siswa untuk mampu
mengumpulkan informasi-informasi yang dibutuhkannya dalam belajar secara cepat dan
tepat, dimana pada era digital saat ini infromasi telah banyak dapat diperoleh melalui
internet ataupun e-book. Hal ini tentunya akan sangat membantu bagi siswa dalam
meningkatkan keterampilan belajarnya untuk meningkatkan hasil belajarnya. Terlebih
lagi pada saat ini telah diputuskan bahwa siswalah yang lebih aktif dalam proses
pembelajaran dikelas maupun diluar kelas (student centered), sehingga siswa akan lebih

8
diarahkan untuk belajar secara mandiri dengan memanfaatkan teknologi dan sumber
belajar yang ada disekitarnya dengan dipandu oleh guru sebagai fasilitatornya dalam
blajar.
Penggunaan model pembelaran connectivism sangat dibutuhkan untuk
menngembangkan daya berpikir kritis siswa dalam belajar. Siswa akan terlatih dalam
mengambil keputusan secara cepat dalam menghadapi permasalahan yang
ditemukannya dan terbiasa mengumpulkan informasi-informasi yang penting mengenai
materi pembelajaran maupun hal lainnya yang mendukung dirinya sendiri untuk
memperoleh pengetahuan yang lebih luas lagi. Model pembelajaran connectivism ini
dapat diimplementasikan sebaik mungkin oleh guru dalam membantu dan menunjang
proses pembelajaran dikelas agar lebih efektif dan lebih bisa menekankan proses
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered)

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Teori chaos menunjukkan ketidakberaturan, kekacauan, keacakan atau
kebetulan, yaitu: gerakan acak tanpa tujuan, kegunaan atau prinsip tertentu. Dalam
dunia pendidikan teori chaos ini akan memberikan tantangan kepada pebelajar untuk
lebih memahami pola-pola pembelajaran yang timbul. Kondisi chaos membuat
hilangnya kemampu-prakiraan (predictability), karena adanya urutan atau susunan
yang rumit yang bertentangan dengan keteraturan.
Connectivism diperkenalkan pertama kali oleh George Siemens. Connectivism
merupakan teori pembelajaran yang mengintegrasikan prinsip-prinsip yang digali
melalui teori chaos, jejaring, kompleksitas (complexity), dan self-organizing.
Model pembelajaran connectivism merupakan model pembelajaran yang
menekan pada pengambilan keputusan secara cepat oleh siswa, kegiatan tersebut
dibutuhkan untuk melatih siswa dalam proses belajar mandiri di dalam maupun
diluar kelas. Model pembelajaran connectivism mengarahkan siswa untuk mampu
mengumpulkan informasi-informasi yang dibutuhkannya dalam belajar secara cepat
dan tepat, dimana pada era digital saat ini infromasi telah banyak dapat diperoleh
melalui internet ataupun sumber lainnya.

3.2 Saran
Setelah membaca dan mempelajari tentang makalah ini, penulis berharap
pembaca mendapatkan tambahan ilmu tentang bagaimana model pembelajaran
connectivism. Makalah ini dibuat dari berbagai sumber yang dirangkum menjadi
sebuah materi tertulis, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini
masih terdapat adanya kekurangan dalam penyajian materi sehingga penulis
berharap para pembaca dapat memberikan masukan yang membangun dalam
penyempurnaan makalah ini. Penulis juga berharap agar para pembaca dapat
memperoleh infomasi ilmu terkait materi pada makalah ini melalui sumber-sumber
lain yang banyak beredar baik berupa buku maupun jurnal.

10
DAFTAR PUSTAKA

Kusmarni, Y. (2008). Teori Chaos: Sebuah Keteraturan Dalam Keacakan. Bandung:


Universitas Pendidikan Indonesia
Muta'in. (2016). Model pembelajaran connectivism untuk meningkatkan pemecahan
masalah keterampilan belajar siswa di MTs. Nurul Jadid Kota Mojokerto. Jurnal
Ilmiah Pendidikan Agama Islam, 123-132.
N.Katherine Hayles. Chaos and Order: Complex Dynamics in Culture and Science
(London:The University of Chicago Press,Ltd.,1991), hlm. 171
Surya, A. A. (2015, september 29). Connectivism indonesia. Retrieved Mei 25, 2017,
from Gagasan Tentang Konektivisme Dan Penerapannya Di Sekolah:
https://connectivismindonesia.wordpress.com/2008/09/29/gagasan-tentang-
konektivisme-dan-penerapannya-di-sekolah/

Anda mungkin juga menyukai