Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
2023
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji Syukur kehadirat Allah SWT. Yang mana telah memberikan Rahmat, taufik,
hidayah serta inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul
“KONSEP DASAR TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN, TEORI
KONSTRUKTIVISME : PIAGET, VYGOTSKY”. Sebagai tugas mata kuliah Psikologi
Pendidikan. Di Uneversitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri Bojonegoro.
Sholawat serta salam tetap tercurahlimpahkan keepada junjungan kita nabi besar
Muhammad SAW. Yang mana telah membimbing kita dari zaman jahiliyah menuju zaman
Islamiyah yakni addinul islam.
Kami banyak berterimakasih kepada ibu Dr. Yunita Dwi Setyoningsih, S.Psi, M.Pd.
Selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi Pendidikan atas bimbingan, petunjuk dan
dorongannya. Kami hanya bisa berdoa memohon kepada Allah SWT, semoga jerih payah
menjadi amal sholeh.
Harapan kami semoga makalah yang telah kai buat dapat bermanfaat bagi penulis dan
khususnya pembaca pada umumnya. Agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan
mengenai “KONSEP DASAR TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN, TEORI
KONSTRUKTIVISME : PIAGET, VYGOTSKY”.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik sangat kami butuhka agar bisa mencapai kesempurnaan, semoga kedepan
makalah ini dapat jauh lebih baik dan bermanfaat bagi penulis atau pembacanya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan sebagai ilmu pengetahuan ilmiah mengalami perkembangan terus
menerus, mulai dari definisi tradisional, transisi dan modern. Dalam definisi
tradisional pendidikan diartikan sebagai usaha kaum dewasa unuk mendewasakan
anak yang belum dewasa. Pendidikan tentunya memiliki tujuan yang sangat mulia,
agar peserta didik dapat hidup bermartabat di tengah masyarakat, baik secara
pribadi, maupun sebagai dari anggota masyarakat. Oleh karena itu proses
pendidikan harus diarahkan pada peningkatan penguasaan pengetahuan,
kemampuan, keterampilan, pengembangan sikap dan nilai-nilai dalam rangka
pembentukan dan pengembangan diri peserta didik. Pendidikan selalu diarahkan
untuk kesejahteraan peserta didik dan masyarakat, sehingga dalam prosesnya
selalu memuat nilai-nilai positif, konstruktif, dan normatif. (Helwig .n.d)
Psikologi pendidikan juga disebut sebagai cabang psikologi yang khusus
mengkaji berbagai perilaku individu dalam kaitannya dengan pendidikan,
tujuannya adalah menemukan fakta, generalisasi dan teori-teori psikologis yang
berkaitan dengan praktik pendidikan dan digunakan untuk melakukan proses
pendidikan secara efektif.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi konstruktivisme ?
2. Siapa tokoh teori belajar konstruktivisme ?
3. Bagaimana prinsip-prinsip pembelajaran konstruktivisme ?
4. Bagaimana model-model pembelajaran konstruktivisme ?
5. Bagaimana strategi pembelajaran konstruktivisme ?
6. Bagaimana implikasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran ?
7. Bagaimana peran guru dalam pembelajaran konstruktivisme ?
8. Apa saja kelebihan dan hambatan dalam Teori Belajar Konstruktivisme ?
1
4. Untuk mengetahui model-model pembelajaran konstruktivisme
5. Untuk mengetahui strategi pembelajaran konstruktivisme
6. Untuk mengetahui implikasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran
7. Untuk mengetahui peran guru dalam pembelajaran konstruktivisme
8. Untuk mengetahui kelebihan dan hambatan dalam teori belajar
konstruktivisme
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Konstruktivisme
Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. "Konstruktiv" bersifat
membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan dalam kamus Bahasa Indonesia
"Isme" berarti paham atau aliran. "Konstruktivisme" merupakan aliran filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi
kita sendiri atau usaha dalam membangun atau menambah pengetahuan dari dalam
diri kita sendiri. Pandangan konstruktivis dalam pembelajaran mengatakan bahwa
anak-anak diberi kesempatan agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar
secara sadar, sedangkan guru yang membimbing siswa ke tingkat pengetahuan yang
lebih tinggi. Artinya adalah siswa menciptakan bagaimana metode yang tepat agar
optimal dalam sebuah pembelajaran, dan guru sebagai fasilitator.
3
Konstruktivisme dalam pembelajaran adalah untuk membantu meningkatkan
pemahaman siswa.
4
d. Motivasi Pembelajaran
Motivasi belajar secara kuat bergantung kepada kepercayaan siswa
terhadap potensi belajarnya sendiri. Perasaan kompeten dan kepercayaan
terhadap potensi untuk memecahkan masalah baru, diturunkan dari
pengalaman langsung di dalam menguasai masalah pada masa lalu. Maka
dari itu belajar dari pengalaman akan memperoleh kepercayaan diri, serta
motivasi untuk menyelesaikan masalah yang lebih kompleks lagi.
e. Peran Guru Sebagai Fasilitator
Jika seorang guru menyampaikan kuliah/ceramah yang menyangkut
pokok bahasan, maka fasilitator membantu siswa untuk memperoleh
pemahamannya sendiri terhadap pokok bahasan/konten kurikulum.
f. Kolaborasi Antar pembelajar
Pembelajar dengan keterampilan dan latar belakang yang berbeda
diakomodasi untuk melakukan kolaborasi dalam penyelesaian tugas dan
diskusi-diskusi agar mencapai pemahaman yang sama tentang kebenaran
dalam suatu wilayah bahasan yang spesifik.
g. Proses Top-Down (Proses dari Atas ke Bawah)
Dalam proses ini pembelajaran dimulai dengan pemberian dan
pelatihan keterampilan dasar dan secara bertahap diberikan keterampilan
yang lebih kompleks”.
Sebuah contoh, pada pembelajaran dengan pendekatan top-down,
siswa mungkin terlebih dahulu belajar untuk menemukan berapa uang
yang diperlukan untuk membeli 2 buah pensil yang harganya Rp. 2.500,-.
Mereka diberi persoalan yang terkait kehidupan sehari-hari yang
sebenarnya lebih komplek dan rumit bila dibanding konsep dasar
perkalian pada mata pelajaran matematika. Nah, setelah siswa dapat
menemukan uang yang dibutuhkan untuk membeli dua pensil yang
harganya Rp. 2.500,- adalah sebesar Rp. 5.000,- barulah mereka diajak
untuk menemukan konsep perkalian dengan bilangan yang lebih
sederhana, misalnya 2 x 15, dll. Pada pendekatan top-down yang berkaitan
dengan implikasi teori konstruktivis ini, sering pula persoalan komplek
dimunculkan oleh siswa sendiri, bukannya dari guru, ketika mereka
menemukan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
5
Contoh lain misalnya, pada pembelajaran Bahasa Indonesia, siswa
dapat diberi tugas mengarang. Kita ketahui tugas mengarang adalah
sebuah tugas yang amat komplek dan rumit. Nah, setelah mereka berhasil
membuat sebuah karangan, barulah guru mengajarkan akan tentang ejaan,
tanda baca, atau tata bahasa. Jadi permasalahan pembelajaran
dimunculkan dari tugas otentik, bukan dibuat-buat oleh guru Bahasa
Indonesia. Guru tidak langsung mengajarkan ejaan dengan langsung
membahas ejaan lalu menerapkannya dalam tugas mengarang, tetapi
urutan langkahnya adalah sebaliknya. Kelebihan pendekatan top-down
adalah, pada pembelajaran, siswa diajak berpikir bagaimana cara
memecahkan suatu masalah atau tugas dengan lebih aktif. (Ratna
Yudhawati dan Dany Haryanto, 2011)
6
a. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan
mental siswa (developmentally appropriate);
b. Membentuk group belajar yang saling ketergantungan (interdependent
learning group);
c. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri
(selfregulated learning) yang mempunyai karakteristik: kesadaran
berfikir, penggunaan strategi, dan motivasi berkelanjutan;
d. Mempertimbangkan keragaman siswa (disversity of student);
e. Memperhatikan multi-intelegensi siswa (mltiple intelligences),
f. Menggunakan teknik-teknik bertanya yang meningkatkan pembelajaran
siswa, perkembangan pemecahan masalah dan keterampilan berfikir
tingkat tinggi;
g. Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment)
7
membandingkan dengan apa yang telah ia ketahui dengan pengalaman dan situasi
baru.
8
tokoh paling berpengaruh dalam psikologi perkembangan dan
konstruktivisme, dan karyanya terus memberikan kontribusi berharga dalam
dunia pendidikan dan psikologi anak-anak.
9
budaya, dan bahasa dalam proses pembelajaran anak-anak. Pemikiran dan
kontribusinya terus memengaruhi praktik pendidikan dan penelitian psikologi
perkembangan hingga saat ini.
10
yang telah kita ketahui. Kita juga belajar dalam kaitannya dengan prakonsepsi
kita. Ini berarti bahwa kita dapat belajar dengan paling baik bila pembelajaran
baru itu berhubungan secara eksplisit dengan apa yang telah kita ketahui.
7. Belajar secara betul-betul mendalam berarti mengkonstruksikan pengetahuan
secara menyeluruh, dengan mengeksplorasi dan menengok kembali mated
yang kita pelajari dan bukan dengan cepat pindah dari satu topik seperti pada
pendekatan pengajaran langsung. Murid hanya dapat mengkonstruksikan
makna bila mereka dapat melihat keseluruhannya.
8. Mengajar adalah sebagai pemberdayaan pembelajar, dan memungkinkan
pembelajar untuk menemukan dan melakukan refleksi terhadap pengalaman-
pengalaman realistis. Dapat menghasilkan pembelajaran otentik dan
pemahaman yang lebih dalam bila dibandingkan dengan memorisasi
permukaan yang sering menjadi ciri pendekatan-pendekatan mengajar lainnya
(Von Glassersfeld, 1989). Hal ini membuat kaum konstruktivis percaya bahwa
lebih baik menggunakan bahan-bahan hands-on dari riil daripada texbook.
11
Memberikan suatu masalah sederhana/permainan/ teka-teki untuk
dipecahkan.
Pertanyaan
Buat pertanyaan pembuka maupun kegiatan inti agar siswa tetap
termotivasi untuk belajar lebih jauh.
Mendemonstrasikan
Memajangkan/memamerkan/menyajikan hasil kerja siswa di kelas.
Refleksi
Merenungkan, menindak-lanjuti laporan kelompok yang
dipresentasikan.
3. Model Konstruktivisme Mc Clintock dan Black, dengan tahapan:
Observasi
Siswa melakukan observasi terutama atas sumber-sumber, materi-
materi, foto, gambar, rekaman video, & permainan ttg kebudayaan
daerah.
Konstruksi Interpretasi
Siswa menginterpretasikan pengmt dan memberikan penjelasan.
Kontekstualisasi
Siswa membangun konteks untuk penjelasan mereka.
Belajar keahlian kognitif
Guru membantu pengamatan, penguasaan siswa, interpretasi, dan
kontekstualisasi.
Kolaborasi
Para siswa bekerja sama dalam observasi, menafsirkan, dan
kontekstualisasi.
Interpretasi jamak
Para siswa memperoleh fleksibilitas kognitif dengan memiliki
kemampuan mengunjukkan berbagai penafsiran dari berbagai
perspektif.
Manifestasi jamak
Siswa memperoleh transferabilitas dengan melihat berbagai
penjelmaan penafsiran yang beragam (Supardan, 2015: 175-177,
2004:5).
12
E. Strategi Pembelajaran Teori Konstruktivisme
Teori Konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri
dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan
aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Dalam
teori ini guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa
harus membangun sendiri di dalam benaknya, dengan arti kata siswa harus aktif.
Sementara guru berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa belajar.
Sebagai fasilitator guru dituntut menggunakan strategi–strategi belajar aktif. Dalam
dunia pendidikan strategi diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian
kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Sanjaya, 2010:
126).
Strategi pembelajaran aktif dimaknai dengan serangkaian upaya yang
dilakukan untuk membuat proses pembelajaran berjalan sesuai dengan konsep yang
sebenarya. Sebuah proses pembelajajaran pada dasarnya adalah harus mampu
menciptakan kondisi yang memungkinkan para siswanya belajar. Dalam
pembelajaran aktif, peranan pengajar bukanlah satu-satunya narasumber dan yang
paling banyak menggunakan waktunya di kelas. Pengajar lebih banyak berperan
sebagai fasilitator yang bertugas memandu, mendampingi dan memberikan
pengarahan kepada para siswa agar mereka dapat mengarah pada pencapaian tujuan
belajar.
Kaitannya dengan konstruktivisme di atas, bahwa dalam pembelajaran
guru/dosen dapat pula menggunakan strategi-strategi pembelajaran aktif sebagaimana
yang ada, karena strategi-strategi tersebut dinilai mampu membuat siswa belajar
secara efektif dengan menggunakan pengalaman, berfikir, bekerja dalam kelompok,
menggunakan pengetahuan yang ada seperti yang tergambar dalam teori
konstruktivisme. Pembelajaran aktif memiliki beberapa kelebihan diantaranya; belajar
menjadi proses yang menyenangkan (learning is fun), karena siswa terlibat aktif
dalam proses itu. Pengetahuan yang mereka peroleh, mereka konstruksi sendiri
melalui pengalaman belajar bukan melalui transfer dari guru, dengan dengan
demikian pembelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, seperti yang dijelaskan
oleh Hisyam Zaini dalam bukunya, bahwa pembelajaran aktif sesuai dengan realita
bahwa siswa/ mahasiswa memiliki berbagai gaya belajar atau learning style
(meaningfull). (Zaini, 2010: 18)
13
F. Implikasi Teori Belajar Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Implikasi Teori Konstruktivistik dalam Pembelajaran. Implikasi teori Piaget
dalam pembelajaran yaitu (Efgivia, Ry, et al., 2021):
a. Merumuskan tujuan belajar.
b. Memilah bahan pembelajaran.
c. Membuat tema-tema dengan memungkinkan akan dipelajari peserta didik
dengan cara aktif.
d. Memilih serta menyusun proses pembelajaran yang sesuai dengan tema
pembelajaran, misal proses belajar mengajar dengan berbentuk kelompok,
eksperimen, role play, dan problem solving.
e. Menyiapkan bermacam-macam pertanyaan yang bisa menciptakan karakter
kreatif peserta didik untuk berpikir kritis, berdiskusi dan mengajukan
pertanyaan.
f. Menilai kegiatan serta hasil dari pembelajaran.
14
seperti google share. Model pembelajaran melalui web maupun social media ini
sejalan dengan teori Konstruktivisme, dimana peserta didik adalah pembelajar
yang bebas yang dapat menentukan sendiri kebutuhan belajarnya.
Beberapa implikasi teori Konstruktivisme dalam pembelajaran adalah sebagai
berikut:
a. Kurikulum disajikan mulai dari keseluruhan menuju ke bagian- bagian dan lebih
mendekatkan kepada konsep-konsep yang lebih luas.
b. Pembelajaran lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide peserta
didik.
c. Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada sumber- sumber data primer
dan manipulasi bahan.
d. Peserta didik dipandang sebagai pemikir-pikir yang dapat memunculkan teori-
teori tentang dirinya. Pengukuran proses dan hasil belajar peserta didik terjalin di
dalam kesatuan kegiatan pembelajaran, dengan cara guru mengamati hal- hal yang
sedang dilakukan peserta didik, serta melalui tugas-tugas pekerjaan.
e. Peserta didik-peserta didik hanya belajar dan bekerja di dalam group proses
f. Memandang pengetahuan adalah non objektif, berifat temporer, selalu berubah,
dan tidak menentu.
g. Belajar adalah penyusunan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah menata
lingkungan agar peserta didik termotivasi dalam menggali makna.
h. Teori belajar Humanistik dan implikasinya dalam pembelajaran “Pengertian
Belajar Menurut Teori Belajar Humanistik”.
15
2. Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang
keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan
gagasannya dan mengkomunikasikan gagasan ilmiah mereka.
3. Menyediakan sarana yang menstimulus mereka berfikir secara produktif.
Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses
belajar siswa. Guru/dosen harus memotivasi siswa/mahasiswa. Guru harus
menyediakan pengalaman yang mengandung konflik yang memungkinkan
siswa/ mahasiswa berfikir, berargumentasi demi mencari solusi.
4. Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran siswa atau
mahasiswa jalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan
apakah pengetahuan siswa itu berlaku untuk menghadapi persoalan baru
yang berkaitan. Guru membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan
siswa (Yamin, 2008: 17).
Guru/dosen yang konstruktivis tidak akan pernah membenarkan
ajarannya dengan mengklaim bahwa” ini satu-satunya yang benar”. “Ini
adalah jalan yang terbaik”. Atau ini adalah jalan yang terefektif untuk masalah
ini”. Pendidik perlu menciptakan suasana yang membuat siswa/mahasiswa
antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba
memecahkan persoalannya. Guru perlu membantu mengaktifkan siswa untuk
berfikir. Guru boleh memberi informasi arahan tetapi tidak boleh
memaksakan, seperti :
1. Guru harus benar-benar mendengar dengan sungguh interprestasi siswa
terhadap data yang ditemukan sambil menaruh perhatian khusus
kepada keraguan,kesulitan dan kebingungan siswa.
2. Guru perlu memperhatikan perbedaan pendapat dalam kelas, memberi
penghargaan kepada siswa.
3. Guru harus mengerti bahwa ketidakmengertian siswa merupakan
langkah awal untuk memulai pelajaran (Yamin, 2008: 1920).
Dari uraian di atas, kita menyadari bahwa tugas dan kewajiban guru
tidaklah sederhana dan mudah.Belajar sebagai proses mengkonstruksi
pengetahuan oleh siswa harus ditindak lanjuti oleh guru dengan berperan
membantu mereka dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut. Proses
mengkonstruksi tersebut membuat mereka aktif, kreatif dan tidak sekedar
menerima, mencatat, bahkan menghafal yang selama ini dilakukan. Kini,
16
belajar menjadi proses berfikir, mengamati, membandingkan, bahkan
menganalisis pengalaman dimana guru berperan sebagai pembimbingnya.
Sebagai seorang guru tidak saja menyampaikan ilmu pengetahuan
kepada siswa/mahasiswa, tetapi menggerakkan siswa untuk menggunakan apa
yang mereka miliki berupa pengetahuan, pengalaman, agar dapat memahami
dan menginterpretasikan pengetahuan dan pengalaman belajar mereka.
(Belajar .n.d) dalam proses pembelajaran, pendidik harus mampu mengajukan
masalah-masalah dunia nyata dalam proses belajar. Dalam dunia nyata
masalahnya kompleks dan multifaset. Penelaahan masalah harus dilaksanakan
dengan interdisipliner. Hal ini sesuai dengan cara kerja otak yang selalu
mencari pola dan hubungan antara ide-ide dan konsep konsep. Kerangka-
kerangka konsep ini disebut skemata dan merupakan file pengetahuan.
17
masalah dalam situasi di mana ada pengetahuan dasar yang harus diajarkan
secara efisien, seperti konsep dasar dalam matematika atau ilmu pengetahuan.
3. Waktu yang dibutuhkan: Pendekatan konstruktivisme sering memerlukan lebih
banyak waktu daripada metode pengajaran tradisional karena siswa harus
membangun pemahaman mereka sendiri melalui eksplorasi dan refleksi. Hal
ini dapat menjadi tantangan dalam kurikulum yang padat.
4. Tidak sesuai untuk semua subjek: Konstruktivisme mungkin tidak cocok untuk
semua subjek atau topik. Materi yang lebih abstrak atau kompleks mungkin
memerlukan bimbingan lebih langsung daripada yang dapat ditawarkan oleh
pendekatan konstruktivis.
5. Tidak semua siswa siap untuk belajar mandiri: Pendekatan konstruktivisme
mengasumsikan bahwa semua siswa memiliki kemampuan untuk
mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Namun, tidak semua siswa
memiliki keterampilan ini, dan beberapa mungkin memerlukan bimbingan
lebih langsung.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kontruktivisme adalah suatu pandangan yang mendasarkan bahwa orang yang
sedang belajar diawali dengan memperoleh pengetahuan atau konstruksi (bentukan)
dari kognitif yang pada akhir prosesnya akan menciptakan hasil belajar dari apa
yang diupayakan sendiri. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran yang berasal
dari teori belajar kognitif. Tujuan penggunaan pendekatan Konstruktivisme dalam
pembelajaran adalah untuk membantu meningkatkan pemahaman siswa.
2. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Konstruktivisme adalah :
Belajar selalu merupakan sebuah proses aktif,
Belajar paling baik dengan menyelesaikan berbagai konflik kognitif,
Bagi konstruktivis, belajar adalah pencarian makna,
Konstruksi pengetahuan bukan sesuatu yang bersifat individual semata-mata,
Elemen lain yang berakar pada fakta bahwa pembelajar secara individual dan
kolektif mengkonstruksilan pengetahuan,
Belajar selalu dikonseptualisasikan,
Belajar secara betul-betul mendalam berarti mengkonstruksikan pengetahuan
secara menyeluruh,
Mengajar adalah sebagai pemberdayaan pembelajar.
3. Strategi yang digunakan dalam pembelajaran konstruktivisme adalah Strategi
pembelajaran aktif yang dimaknai dengan serangkaian upaya yang dilakukan untuk
membuat proses pembelajaran berjalan sesuai dengan konsep yang sebenarya.
4. Menurut pandangan konstruktivisme, seorang pengajar atau guru atau dosen
berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu proses belajar siswa dan
mahasiswa agar berjalan dengan baik. Tekanan ada pada siswa atau mahasiswa yang
sedang belajar bukan pada disiplin ataupun guru yang mengajar.
5. Beberapa Kelebihan Teori Belajar Konstruktivisme, yaitu Dalam proses belajar
mengajar, Guru Pintar dapat mengajarkan kepada siswa untuk mengeluarkan ide
atau gagasannya dan juga melatih siswa supaya bisa mengambil keputusan, Siswa
dapat mengingat pelajaran yang sudah diajarkan karena mengikuti proses belajar
mengajar secara langsung dan aktif, Pelajaran yang dilakukan secara berulang-ulang
akan membuat siswa lebih mudah dalam berinteraksi dan memahami pelajarannya,
19
Ketika proses belajar mengajar, siswa akan lebih mudah beradaptasi dengan
lingkungannya dan mendapatkan pengetahuan baru. Misalnya berinteraksi dengan
teman-temannya dan guru.
B. Saran
Kami sebagai penulis menyadari jika makalah ini banyak sekali memiliki
kekurangan baik dalam penulisan maupun memilah kata-kata dan makalah ini yang
jauh dari kata sempurna. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah dengan
mengacu kepada sumber yang bisa dipertanggung jawabkan nantinya. Oleh sebab itu,
penulis sangat mengharapkan adanya kritik serta saran mengenai pembahasan makalah
diatas.
20
DAFTAR PUSTAKA
21