Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Konstuktivisme

Disajikan Pada Mata Kuliah


Psikologi Perkembangan Kognitif
Dosen Pengajar
Dr. Harmi Ibnu Ja’far, S,E, M.Pd

Oleh :
1. Darwin Saragih - 20227270128
2. Ayu Widowati - 20227270097
3. Rizki Deni Fahrizal -20227270038
4. Farhan sidik 20227270177
5. Shahifa Wahyi Fuadyah 20227270018

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjat kan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Kreativitas” tepat
pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada
mata kuliah Psikologi perkembangan.
Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil sehingga makalah ini dapat selesai
tepat pada waktunya.
Meskipun telah berusaha menyelesaikan makalah ini sebaik mungkin, penulis menyadari
bahwa makalah ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca guna menyempurnakan segala kekurangan dalam
penyusunan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini berguna bagi para pembaca dan pihak-
pihak lain yang berkepentingan.

Jakarta, 17 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Pndidikan
B. Pengertian Kreativitas
C. Teori Kreativitas
D. Peningkatan Kreativitas dalam Pendidikan
E. Kendala dalam Pengembangan Kreativitas Anak
F. Implementasi Kreativitas dalam Pembelajaran
BAB III Penutup
A. Kesimpulan
B. Daftar Pustaka

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Belajar adalah sebuah proses yang terjadi pada manusia dengan berpikir, merasa, dan
bergerak untuk memahami setiap kenyataan yang diinginkannya untuk menghasilkan
kecakapan  atau pengetahuan ,sebuah perilaku, pengetahuan, atau teknologi atau apapun yang
berupa karya dan karsa manusia tersebut untuk menjadi yang lebih baik ke depan. Belajar
berarti sebuah pembaharuan menuju pengembangan diri individuagar kehidupannya bisa
lebih baik dari sebelumnya. Belajar pula bisa berarti adaptasi terhadap lingkungan dan
interaksi seorang manusia dengan lingkungan tersebut.

Berpijak dari pandangan itu Konstruktivisme berkembang. Dasarnya pengetahuan dan


keterampilan siswa diperoleh dari konteks yang terbatas dan sedikit demi
sedikit.Kontruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa
pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri (von Glaserfeld dalam Pannen dkk,
2001:3). Konstruktivisme sebagai aliran filsafat, banyak mempengaruhi konsep ilmu
pengetahuan, teori belajar dan pembelajaran. Konstruktivisme menawarkan paradigma baru
dalam dunia pembelajaran. Sebagai landasan paradigma pembelajaaran, konstruktivisme
menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran, perlunya
pengembagan siswa belajar mandiri, dan perlunya siswa memiliki kemampun untuk
mengembangkan pengetahuannya sendiri.

Akibatnya, oreintasi pembelajaran di kelas mengalami pergeseran. Orentasi pembelajaran


bergeser dari berpusat pada guru mengajar ke pembelajaran berpusat pada siswa.Siswa tidak
lagi diposisikan bagaikan bejana kosong yang siap diisi. Dengan sikap pasrah siswa
disiapkan untuk dijejali informasi oleh gurunya. Atau siswa dikondisikan sedemikian rupa
untuk menerima pengatahuan dari gurunya. Siswa kini diposisikan sebagai mitra belajar
guru. Guru bukan satu-satunya pusat informasi dan yang paling tahu. Guru hanya salah satu
sumber belajar atau sumber informasi. Sedangkan sumber belajar yang lain bisa teman
sebaya, perpustakaan, alam, laboratorium, televisi, koran dan internet.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, penyajian makalah ini dirumuskan kedalam
beberapa baian penting menyangkut kreatvitas, yaitu :
1. Definisi kontruktivisme
2. Teori kontruktivisme
3. Ciri – ciri pembelajaran kontruktivisme
4. Strategi pembelajaran kontruktivisme
1
C. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, penyusunan makalah ini
bertujuan untuk :

1. Mengetahui Definisi kontruktivisme


2. Mengetahui Teori kontruktivisme
3. Mengetahui Ciri – ciri pembelajaran kontruktivisme
4. Mengetahui Strategi pembelajaran kontruktivisme

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Kontruktivisme
Pengertian Konstruktivisme Istilah constructivism (konstruktivisme) berasal dari
gabungan dua kata, yaitu konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti membina, memperbaiki,
dan membangun. Sedangkan, isme berarti paham atau aliran. Jadi, konstruktivisme adalah
aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil
konstruksi kita sendiri (Solrun B. Kristinsdottir, 2001). Menurut Bruning dan koleganya,
konstruktivisme adalah perspektif filosofis dan psikologis yang menyatakan bahwa individu
membentuk atau membangun Sebagian besar dari apa yang yang mereka pelajari dan pahami
(Schunk, 2012 : 229). Menurut Slavin (2006) teori konstruktivisme adalah teori yang
menytakan bahwa peserta didik secara individual harus menemukan dan mentransformasi
informasi kompleks, mengecek informasi yang baru terhadap aturan-aturan informasi yang
lama, dan merevisi aturan-aturan yang lama bila sudah tidak sesuai lagi. Menurut Santrock
(2008) konstruktivisme adalah pendekatan untuk pembelajaran yang menekankan bahwa
individu akan belajar dengan baik apabila mereka secara aktif mengkonstruksi pengetahuan
dan pemahaman. Teori konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat
generatif, yaitu tindakan menciptakan sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Menurut teori
ini, guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus
berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Oleh karena itu, makna
belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana peserta didik membina
sendiri pemngetahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses
menyelasaikan konsep dan ide - ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan
dimilikinya.

3
B. Teori Kontruktivisme
Berkaitan dengan kontruktivisme terdapat dua teori belajar yang dikaji dan dikembangkan
oleh Jean Piaget dan Lev V gotsky yang dapat diuraikan sebagai berikut ;
Teori Belajar Kontruktivisme Jean Piaget
Piaget yang dikenal sebagai kontruktivisme pertama (Dahar,1989:159) menegaskan bahwa
penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan atau
yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori
kontruktivisme adalah sebagai fasiliator atau moderator. Pandangan tentang anak dari
kalangan kontruktivistik yang lebih muktahir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif.
Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan
kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Proses
mengkontskontruksi sebagaimana dijlelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut :
a. Skemata
Sekumpulan konsep yang digunakan ketika berinteraksi dengan lingkungan disebut skemata.
Sejak kecil anak teori anka sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan
skema(schema). Skema terbentuk karena karena pengalaman. Misalkan , anak anak senang
bermain dengan kucing atau kelinci yang sama sama berbulu putih. Berkat keseringan, ia
dapet menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing bertelinga panjang. Pada
akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema anak
tentang bentuk telinga kucing dan telinga kelinci. Semakin dewasa anak semakin maka
semakin sempurnalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan skema dilakukan
melalui proses asimilasi dan akomodasi.
b. Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep
ataupun pengalaman baru kedalam skema atau pola yang sudah ada dalm pikirannya.
Asimilasi dipandang sebagai sebagai suatu proses kognitif yang menempatan dan
mengklasifikasikan kejadian atau berjalan terus. Asimilasi tidak akan meneyebabkan
perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemat. Asimilasi adalah salah satu
proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru
sehingga pengertian orang itu berkembang.
c. Akomodasi
Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru sesorang tidak dapat
mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skematayang telah dipunyai. Pengalaman
yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru ini bisa jadi sama
sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan
mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok
dengan rangsangan yang baru akan memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok
dengan rangsangan itu.

4
d. Keseimbangan
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilisai dan akomodasi sedangkan dsiskubrasi
adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi. Ekuibrasi
dapat membuat sesorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dasarnya.
Teori Belajar Kontruktivisme Lev Vgotsky
Lev Vygotsky mengkriktik pendapat piaget yang menyatakan bahwa faktor utama yang
mendorong perkembangan kognitif seorang anak adalah motivasi atau daya diri dalam
individu itu sendiri untuk mau belajar dan berinteraksi atau lingkungan. Vygotsky juga
berpendapat bhawa interaksi sosial yaitu interaksi individu tersebut dengan orang-orang yang
merupakan faktor terpenting yang mendorong atau memicu perkembangan kognitif sesorang
(Ruseffendi, 1992:32)
Teori Vygotsky merupakan salah satu teori penting dalm psikologi perkembangan.
Menurut Vygotsky bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajara menangani
tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas tugas itu masih dalam jangkauan
kemampuan. Vygotsky dalam Russefendi(1992:23) berpendpat bahwa proses belajar akan
terjaid secara efisien dan efektif apabila si anak belajar secara kooperatif dengan anak –anak
lain dalam suasana lingkungan yang mendukung(supportive) dalam bimbingan atau
pendamping seseorang yang lebih mampu atau lebih dewasa, misalkan serang guru.
Oakley(2004:38) menjelaskan bahwa teori Vygotsky berfokus pada tiga faktor yaitu :
1. Budaya (culture)
Vygotsky berpendapat bahwa budaya dan lingkungan sosisal seorang anak adalah hal
terpenting yang mempengaruhi penbentukan dan pengethuan mereka. Anak-anak belajar
melalui lagu, bahasa kesenian dan permainan. Ia juga menyatakan bahwa budaya
mempengaruhi proses belajar, anak-anak belajar melalui interaksi dan kerjasama dengan
orang lain dan lingkungannya.
2. Bahasa (language)
Vygotsky mengemukakan bahwa bahasa berperan penting dalm proses perkembangan
kognitif anak. Menurutnya pula, ada hubungan yang jelas antara perkembangan bahasa dan
perkembangan kognitif. Vygotsky dalam Dahar (2011:153) menyarankan bahwa interaksi
sosial merupakan hal yang penting bagi siswadalam menginternalisasi pemahaman-
pemahaman yang sulit masalah-masalah dan proses. Selanjutnya proses internalisasi
melibatkan rekonstruksi aktivitas psikologis dengan dasar dengan dasar penggunaan bahasa.
Dengan demikian, terlihat jelas bahwa penggunaan bahasa secara aktif yang didasarkan
pemikiran merupakan sarana bagi siswa untuk menegoisasi kebermaknaan pengalaman-
pengalaman mereka.
3. Zona perkembangan proksimal atau zone of proximal development(ZPD)

5
Menurut Jauhari (2011:39) yaitu zone of proximal development adalah daerah antar tingkat
perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan memecahkan masalah
secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan
pemecahan masalah dibawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.
Trianto (2011:39) juga menambahkan bahwa menurut Vygotsky proses pembelajaran akan
terjadi jika anak jika anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun
tugas-tugas tersebut masih berada dalam jangkauan mereka yang disebut dengan zone of
proximal development, yaitu daerah tingkat perkembangan sedikit diatas daerah
pekembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinngi
pada umumnyamuncul dalam percakapan dan kerjasama atar individu sebelum fungsi mental
yang lebih tinggi itu terserap kedalam invdividu tersebut.
Berkaitan dengan teori ZPD ini, bruner dalam Oakley 2004:42) mengembangkan ide
Vygotsky lebih jauh. Ia menyarankan agar guru menggunakan scaffolding dalam
pembelajaran. Menurut Russeffendi(1992:34) Scaffoding adalah bantuan atau support kepada
seseorang anak dari seseorang yang lebih dewasa atau lebih kompeten dengan maksud agar si
anak mampu untuk mengerjakan tugas-tugas atau soal-soal yang lebih tinggi tingkat
kerumitannya dari pada tingkat perkembangan kognitif yang aktual dari anak yang
bersangkutan.
Guru kiranya bisa memanfaatkan baik teori Piaget maupun teori Vygotsky dalam upaya
untuk melakukan proses pembelajaran yang efektif. Di satu pihak guru perlu mengupayakan
supaya siswa berusaha agar bisa mengembangkan diri masing-masing secara maksimal yaitu
mengembangkan kemampuan berpikir dan bekerja secara independen (sesuai dengan teori
Piaget) di lain pihak guru perlu juga mengupayakan supaya tiap-tiap siswa juga aktif
berinteraksi dengan siswa-siswa lain dan orang-orang lain di lingkungan masing-masing
(sesuai dengan teori Vygotsky). Jika kedua hal dilakukan, perkembangan kognitif tiap-tiap
siswa akan bisa terjadi secara optimal. Gabungan kedua teori ini akan tercipta pembelajaran
kooperatif (cooperative Learning).

C. Ciri – ciri pembelajaran kontruktivisme

Berikut ini akan dikemukakan cirri-ciri pembelajaran yang kontruktruktivisme menurut beberapa
literature yaitu sebagai berikut.
1. Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah ada sebelumnya.
2. Belajar adalah merupakan penafsiran personal tentang dunia.
3. Belajar merupakan proses yang aktif dimana makna dikembangkan berdasarkan pengalaman.

6
4. Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negoisasi) makna melalui berbagai
informasi atau menyepakati suatu pandangan dalam berinteraksi atau bekerjsama dengan
orang lain.

Menurut Suderadjat (dalam Sutadi, 2007, hlm. 133), pembelajaran kontruktivisme mempunyai
sejumlah ciri-ciri sebagai berikut.

1. Cara atas-bawah ialah peserta didik dimulai dengan pelatihan mengatasi permasalahan
yang saling berhubungan selama digali jalan keluarnya dan dibantu pendidik untuk
diselesaikan mengikuti implementasi (KD) yang dipakai.
2. Pembelajaran cooperative learning, bentuk konstruktivisme menerapkan pelatihan
cooperative. Dengan begitu, peserta didik mampu menguasai konsepsi yang sukar
didiskusikan dengan kelompoknya.
3. Pembelajaran generatif dipakai untuk strategi konsruktivisme. Pendekatan ini memberi
tahu bahwa peserta didik di tuntut untuk menggunakan pendekatan secara khusus supaya
menyelesaikan peranan intelektual dengan menunjang arahan terbaru.
4. Pembelajaran lewat cara menemukan. Peserta didik diharap melakukan pelatihan secara
bersungguh-sungguh, mandiri, dan melaksanakan setiap teknik keterampilan konsepsi
supaya pelajar mampu mendapatkan rancangan terbaru.
5. Pembelajaran lewat pengaruh karakter. Strategi konstruktivisme memiliki pandangan
bahwa peserta didik merupakan wujud yang idealis, maksudnya pribadi yang dapat
mengontrol perasaannya.
6. Scaffolding didasari teknik Vygotsky mengenai pelatihan dengan bimbingan pendidik.

D. Strategi pembelajaran kontruktivisme

Secara singkat strategi pembelajaran yang kontruktivistik adalah strategi pembelajaran yang
mengaktifkan siswa, contohnya adalah :

1. Strategi Pembelajaran Berbasis Inkuiri (Inquiry Based Learning) Model


Pembelajaran Inquiry menurut Para Ahli

Berikut adalah beberapa pendapat beberapa ahli lain mengenai pengertian pembelajaran
inkuiri atau inquiry based learning model.

Menurut W.Gulo Pembelajaran inquiry berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki
secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri
penemuannya dengan penuh percaya diri (Gulo dalam Anam, Khoirul, 2017, hlm. 11).

7
Menurut Coffman Inquiry learning adalah model pembelajaran yang secara langsung
melibatkan siswa untuk berpikir, mengajukan pertanyaan, melakukan kegiatan eksplorasi dan
eksperimen sehingga siswa mampu menyajikan solusi atau ide yang bersifat logis dan ilmiah
(Coffman dalam Abidin, 2018, hlm. 151).

Menurut Hanafiah dan Sudjana Model pembelajaran inquiry merupakan metode


pembelajaran yang menuntut siswa untuk dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan
keterampilan sebagai wujud adanya perubahan perilaku (Hanafiah dan Sudjana, 2010 dalam
Wardoyo 2015, hlm. 66).

Menurut Abidin (2018, hlm. 149): Model pembelajaran inkuiri adalah model pembelajaran
yang dikembangkan agar peserta didik menemukan dan menggunakan berbagai sumber
informasi dan ide-ide untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang masalah, topik, dan
isu tertentu.

Jadi Berdasarkan beberapa teori menurut pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa inquiry learning adalah model pembelajaran menuntut peserta didik untuk melakukan
proses dalam menemukan pengetahuannya secara mandiri lewat serangkaian investigasi,
pencarian, eksplorasi dan mengarahkan peserta didik untuk melakukan percobaan atau
penelitian untuk memecahkan suatu masalah atau mengetahui suatu materi pengetahuan yang
sedang dipelajari.

2. Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah ( Problem Based Learning)

Menurut Ibrahim dan Nur yang dikutip oleh Rusman (2010) mengemukakan bahwa
pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang
digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi
pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya bagaimana belajar.

Moffit (Depdiknas, 2002) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan


suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta
untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pembelajaran.
Persamaannya terletak pada pendayagunaan kemampuan berpikir dalam sebuah proses
kognitif yang melibatkan proses mental yang dihadapkan pada komplektisitas suatu
permasalahan yang ada di dunia nyata. Dengan demikian, siswa diharapkan memiliki
pemahaman yang utuh dari suatu materi yang diformalisasikan dalam masalah, penguasaan
sikap positif, dan keterampilan secara bertahap dan berkesinambungan. Pembelajaran
berbasis masalah menuntut aktivitas mental siswa dalam memahami suatu konsep, prinsip,
dan keterampilan melalui situasi atau masalah yang disajikan di awal pembelajaran. Situasi
atau masalah menjadi titik tolak pembelajaran untuk memahami prisnsip, dan
mengembangkan keterampilan yang berbeda.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan
suatu pendekatan pembelajaran yang berkaitan dengan penggunaan kecerdasan dari dalam
individu untuk membangun konsep atau prinsip yang memungkinkan mereka memecahkan
masalah yang bermakna, relevan, dan kontekstual.

8
3. Strategi Pembelajaran Konstektual ( Contextual Teaching& Learning = CTL)

Menurut Wina sanjaya (2005: 109) pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata
sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya pada kehidupan mereka.

Pembelajaran kontekstual atau yang juga dikenal dengan CTL (Contex- tual Teaching and
Learning) adalah suatu strategi mengajar dimana konsep yang sedang dipelajari diberikan
dalam situa- si nyata sehingga siswa memahami kon- sep tersebut dan melihat keterkaitannya
dalam penggunaanyanya di kehidupan sehari-hari.

4. Strategi Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning)

Menurut Slavin (1985) dalam Isjoni (2010, hlm. 15). Pembelajaran kooperatif merupakan
suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok – kelompok
kreatif secara kolaboratif yang anggotanya 4 – 6 orang dengan struktur kelompok berterogen.

Menurut Bern dan Erickson (2001:5) “Cooperative learning (pembelajaran kooperatif)


merupakan strategi pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan
kelompok belajar kecil dimana siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar”.

Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Konstruktivisme

1. Kelebihan Pembelajaran Konstruktivisme Kelebihan dari pembelajaran konstruktivisme,


diantara lain :
a. Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang
mendukung siswa mengungkapkan gagasan baru, saling menyimak, dan menghindari kesan
selalu ada satu jawaban yang benar.
b. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan
dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan
gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan
memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk
membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
c. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi
gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang
gagasannya.

2. Kelemahan Pembelajaran Konstruktivisme Kelemahan dari pembelajaran konstruktivisme,


diantara lain:

9
a. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa
tidak cocok dengan hasil konstruksi sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan sehingga
menyebabkan miskonsepsi.
b. Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini
pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang
berbeda-beda.
c. Situasi dan kondisi tiap-tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki
sarana dan prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model konstruktivisme dalam


pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental,
membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur kognitif yang dimilikinya. Guru lebih
berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Penekanan tentang belajar dan mengajar
lebih berfokus terhadap suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman mereka.

Di dalam kelas konstruktivis, para siswa diberdayakan oleh pengetahuannya yang berada dalam
diri mereka. Mereka berbagi strategi dan penyelesaian, debat antara satu dengan lainnya, berfikir
secara kritis tentang cara terbaik untuk menyelesaikan setiap masalah. Beberapa prinsip
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis diantaranya bahwa observasi dan mendengar
aktivitas dan pembicaraan siswa adalah sumber yang kuat dan petunjuk untuk mengajar, untuk
kurikulum, untuk cara-cara dimana pertumbuhan pengetahuan siswa dapat dievaluasi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Kuntjojo, M. M. (2021). Psikologi Pendidikan. Bogor: Guepedia.


Feida Noorlaila Isti'adah, M. (2020). Teori-Teori Belajar dalam Pendidikan. Tasikmalaya:
Edu Publisher.
Riyanto, Y. (2014). Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi bagi Pendidik dalam
Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Prenada Media.
Suendarti, D. M. (2019). Konsep-Konsep MIPA. Tangerang: Pustaka Mandiri.

11

Anda mungkin juga menyukai