Anda di halaman 1dari 18

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK BAGIAN II

Oleh :
Komalasari 192153064

Dosen Pengampu:
Ernita Susanti, S.Pd., M.Pd.

PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu
tercurah kepada Nabi Muhammad saw yang telah membimbing manusia menuju
alam kedamaian, berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits, keluarga beliau, sahabat-
sahabat serta orang yang istiqamah mengikuti jalan mereka dengan ahsan.
Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada ibu mata kuliah
Belajar dan Pembelajaran yang telah memberikan kesempatan waktu sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Belajar dan Pembelajaran
dengan judul “Teori Behavioristik”.
Dalam penyelesaian makalah ini penulis menemui beberapa kendala.
Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu khususnya dosen pembimbing mata kuliah Belajar dan
Pembelajaran
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak terdapat
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini untuk kedepannya. Semoga makalah ini bisa
dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Tasikmalaya, 9 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................... 1
D. Manfaat Penulisan................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 3
A. Teori Belajar Behavioristik Menurut Para Ahli .................................... 3
1. Teori Belajar Menurut Watson ........................................................... 3
2. Teori Belajar Menurut Clark Hull...................................................... 4
B. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Behavioristik ..................... 8
C. Implikasi Teori Belajar Behavioristik dalam Pembelajaran Fisika .... 10
BAB III PENUTUP .......................................................................................... 13
A. Kesimpulan ............................................................................................ 13
B. Saran ...................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori belajar Behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh
Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang
berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan
pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan
semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan
akan menghilang bila dikenai hukuman.
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang
membuthkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti :
Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya,
contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan
komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan
untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang
dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang
dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau puji.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Bagaimana teori belajar behavioristik menurut para ahli ?
2. Apa kelebihan dan kekurangan teori behavioristik?
3. Bagaimana Implikasi teori belajar Behavioristic dalam pembelajaran
Fisika?

C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui teori belajar behavioristic menurut para ahli.
2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teori behavioristik.
3. Untuk mengetahui Implikasi teori belajar Behavioristic dalam
pembelajaran Fisika?

1
2

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini,
a. Bagi penulis, diharapkan makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang
dalam mengenai teori belajar behavioristic menurut para ahli, kekurangan
dan kelebihan teori behavioristic dan implikasi teori belajar behavioristic
dalam pembelajaran fisika.
b. Bagi pembaca, makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi atau
gambaran mengenai teori belajar behavioristic dalam proses pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Belajar Behavioristik Menurut Para Ahli


1. Teori Belajar Menurut Watson
Teori behaviorisme diperkenalkan oleh John B Watson (1878-
1958) seorang ahli psikologi berkebangssaan Amerika. Teori ini
sebenarnya merupakan kelanjutan dari teori pembiasaan klasik Pavlov
dalam bentuk baru dan yang lebih terperinci serta didukung oleh
eksperimen baru dengan binatang (terutama tikus) dan anak kecil (bayi).
Di Amerika Serikat, Watson dikenal sebagai Bapak Behaviorisme karena
prinsip-prinsip pembelajaran barunya berdasarkan teori Stimulus-Respon
Bond, (S-R Bond) yang juga dalam persaingan dengan teori Strukturalisme
dan mentalisme Wundt. Menurut behaviorisme yang dianut oleh Watson
tujuan utama psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian
terhadap prilaku; dan sedikitpun tidak ada kaitannya dengan kesadaran.
Yang dapat dikaji oleh psikologi menurut teori ini adalah benda-benda
atau hal-hal yang dapat diamati secara langsung, yaitu rangsangan
(stimulus) dan gerak balas (respons); sedangkan hal-hal yang terjadi dalam
otak tidak berkaitan dengan kajian. Maka dalam proses pembelajaran,
menurut Watson, tidak ada perbedaan antara manusia dengan hewan.
Oleh karena kesadaran tidak termasuk benda yang dikaji oleh
behaviorisme, maka psikologi ini telah manjadikan ilmu mengenai
perilaku manusia ini menjadi sangat sederhana dan mudah dikaji.
Mengapa? Karena semua perilaku, menurut behaviorisme, termasuk tindak
balas (respons) ditimbulkan oleh adanya rangsangan (stimulus). Jadi, jika
gerak balas telah diamati dan diketahui, maka rangsanganpun dapatlah
diprediksikan. Begitu juga jika rangsangan telah diamati dan diketahui,
maka gerak balas pun dapat diprediksikan. Dengan demikian, setiap
perilaku itu dapat di prediksikan dan dikendalikan. Watson juga dengan
tegas menolak pengaruh naluri (instinct) dan kesadaran terhadap perilaku.
Jadi, semua perilaku dipelajari menurut hubungan stimulus-respons.
Untuk membuktikan teori behaviorismenya terhadap manusia,
Watson mengadakan eksperimen terhadap Albert seorang bayi berumur 11
bulan. Pada mulanya Albert adalah seorang bayi yang gembira yang tidak
takut terhadap binatang seperti tikus putih berbulu halus. Albert senang
sekali bermain-main dengan tikus putih yang berbulu cantik itu. Dalam
eksperimen ini, Watson memulai proses pembiasaannya dengan cara
memukul sebatang besi dengan sebuah palu setiap kali Albert mendekati
dan ingin memegang tikus putih itu. Akibatnya, tidak lama kemudian

3
4

Albert menjadi takut terhadap tikus putih itu. Dengan eksperimen itu
Watson menyatakan bahwa ia telah berhasil membuktikan bahwa
pelaziman dapat mengubah perilaku secara nyata.
Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan Stimulus-
respons ini, Watson mengemukakan dua prinsip penting yaitu (1) recency
principle (prinsip kebaruan), dan (2) frequency principle (prinsip
frekuensi). Menurut recency principle jika suatu stimulus baru saja
menimbulkan respons, maka kemungkinan stimulus itu untuk
menimbulkan respons yang sama apabila diberikan umpan lagi akan lebih
besar daripada kalau stimulus itu diberikan umpan setelah lama berselang.
Menurut frequency principle apabila suatu stimulus lebih sering
menimbulkan suatu respons, maka kemungkinan stimulus itu akan
menimbulkan respons yang sama pada waktu yang lain akan lebih besar.

2. Teori Belajar Menurut Clark Hull


Clark Hull juga menggunakan variable hubungan antara stimulus
dan respon untuk menjelaskan tentang belajar. Namun ia sangat
terpengaruh oleh teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin.
Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku
bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh
sebab itu, teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan
kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam
seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam belajarpun hampir
selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan
muncul dapat bermacam-macam bentuknya. Dalam kenyataannya, teori-
teori demikian tidak banyak digunakan dalam kehidupan praktis, terutama
setelah Skinner memperkenalkan teorinya. Namun teori ini masih sering
dipergunakan dalam berbagai eksperimen di laboratorium.
Teori belajar Hull berpusat pada perlunya memperkuat suatu
pengetahuan yang sudah ada. Inti tingkat analisis psikologis adalah
gagasan mengenai "variabel intervensi," yang dijelaskan sebagai
"unobservable perilaku." Hull sangat berkeras dan taat pada metode
ilmiah, yaitu dengan rancangan percobaan yang dikontrol dan analisis
data yang diperoleh. Perumusan deduktif dari teori belajar melibatkan
serangkaian postulat yang akhirnya harus diuji oleh eksperimen
(Parwira, 2012).
Salah satu aspek dari pekerjaan Hull adalah pada tes bakat
yang akan membuktikan instrumental dalam perkembangan
behaviorismenya. Untuk memfasilitasi penghitungan dari correlations
antara berbagai tes, ia membangun sebuah mesin untuk melakukan
5

perhitungan, menyelesaikan proyek pada tahun 1925 dengan dukungan


dari National Research Council. Selain dari mesin praktis manfaat,
keberhasilan proyek Hull yang bersifat fisik dengan perangkat yang tepat,
susunan komponen yang mampu melakukan operasi karakteristik dari
proses mental tingkat tinggi (Parwira, 2012).

Prinsip - prinsip utama teorinya (Parwira, 2012) :


1. Reinforcement adalah faktor penting dalam belajar yang harus ada.
Namun fungsi reinforcement bagi Hull lebih sebagai drive reduction
daripada satisfied factor.
2. Dalam mempelajari hubungan S - R yang diperlu dikaji adalah peranan
dari intervening variable atau yang juga dikenal sebagai unsur O
(organisma). Faktor O adalah kondisi internal dan sesuatu yang
disimpulkan (inferred), efeknya dapat dilihat pada faktor R yang
berupa output.
3. Proses belajar baru terjadi setelah keseimbangan biologis terjadi.
Disini tampak pengaruh teori Darwin yang mementingkan adaptasi
biologis organisma.

Hypothetico-deductive theory adalah teori belajar yang


dikembangkan Hull dengan menggunakan metode deduktif. Hull
percaya bahwa pengembangan ilmu psikologi harus didasarkan pada
teori dan tidak semata-mata berdasarkan fenomena individual
(induktif). Teori ini terdiri dari beberapa postulat yang menjelaskan
pemikirannya tentang aktivitas otak, reinforcement, habit, reaksi
potensial, dan lain sebagainya (Iskandar, 2012).
Teori Hull mengandung struktur postulat dan teorema yang logis
mirip seperti geometri Euclid. Postulat itu adalah pernyataan umum
tentang perilaku yang tidak dapat diverifikasi secara langsung,
meskipun teorema yang secara logis berasal dari postulat itu dapat
diuji. Hull mengajukan enam belas postulat dalam cakupan enam hal
yakni sebagai berikut:
1. Tanda-tanda luar yang mendorong atau membimbing tingkah laku
dan representasi neuralnya atau saraf.
1) Postulat 1 Impuls saraf afferent dan bekas lanjutannya
Jika suatu perangsang mengenai reseptor, maka timbullah
impuls saraf afferent dengan cepat mencapai puncak
intensitasnya dan kemudian berkurang secara berangsur-angsur.
Sesaat saraf afferent berisi impuls dan diteruskan kepada saraf
sentral dalam beberapa detik dan seterusnya timbul respon. S-
6

R diubah menjadi S-s-R atau S-s-r-R. Simbol s adalah impuls


atau stimulus trace dalam saraf sensoris, dan simbol r adalah
impuls respon yang masih dalam saraf afferent.
2) Postulat 2: Interaksi saraf afferent
Impuls dalam suatu saraf afferent dapat diteruskan ke satu
atau lebih saraf afferent lainnya. R timbul tidak hanya karena
satu stimulus, tetapi lebih dari satu S yang lalu terjadi
kombinasi berbagai stimulus. Rumusnya akan berubah menjadi S-r-
R.
2. Respon terhadap kebutuhan, hadiah, dan kekuatan kebiasaan
1) Postulat 3: Respon-respon bawaan terhadap kebutuhan (tingkah
laku yang tidak dipelajari)
Sejak lahir organisme mempunyai hierarki respon penentu
kebutuhannya yang timbul karena ada rangsangan-rangsangan dan
dorongan. Respon terhadap kebutuhan tertentu bukan
merupakan respon pilihan secara random, tetapi respon yang
memang ditentukan oleh kebutuhannya, misalnya mata kena
debu maka secara otomatis mata berkedip dan keluar air
mata. Jika pola respons bawaan pertama tidak memenuhi
kebutuhan, maka akan muncul pola lainnya. Jika tidak ada satupun
pola-pola perilaku bawaan itu yang efektif dalam memenuhi
kebutuhan, maka organisme harus mempelajari pola respons baru.
2) Postulat 4: Hadiah dan kekuatan kebiasaan; kontiguitas dan
reduksi dorongan sebagai kondisi-kondisi untuk belajar
Kekuatan kebiasaan akan bertambah jika kegiatan-kegiatan
reseptor dan efektor terjadi dalam persamaan waktu yang
menyebabkan hubungan kontiguitif dengan hadiah pertama dan
hadiah kedua. Jika satu stimulus diikuti dengan satu respons yang
kemudian diikuti dengan penguatan, maka asosiasi antara stimulus
dan respons itu akan semakin kuat yang disebut dengan habit
strength (kekuatan kebiasaan) [SHR]. Rumusan matematis yang
mendeskripsikan hubungan antara SHR dan jumlah pasangan S dan
R yang diperkuat adalah :
SHR= 1 –10 -0.0305N

N adalah jumlah pemasangan antara S dan R yag diperkuat.


Rumusan ini menghasilkan kurva belajar yang terakselerasi
secara negatif, yang berarti bahwa pasangan yang lebih dahulu
diperkuat memiliki lebih banyak efek terhadap belajar ketimbang
pasangan selanjutnya.
3. Stimulus pengganti (ekuaivalen)
7

1) Postulat 5: Generalisasi (penyamarataan)


Kekuatan kebiasaan yang efektif timbul karena stimulus lain
daripada stimulus pertama yang menjadi persyaratan bergantung
kepada penindakan stimulus kedua dari yang pertama dalam
kesatuan yang terus menerus dari ambang perbedaan, dengan
kata lain yang ingin dibentuk merupakan hasil rata-rata
persyaratan stimulus berikutnya. Generalisasi stimulus ini
juga mengindikasikan bahwa pengalaman sebelumnya akan
mempengaruhi proses belajar yang sekarang. Hull menyebutnya
sebagai generalized habit strength (kekuatan kebiasaan yang
digeneralisasikan).
4. Dorongan-dorongan sebagai akitivator respon
1) Postulat 6: Stimulus dorongan
Hubungan dengan tiap-tiap dorongan adalah stimulus dorongan
karakteristik yang intensitasnya meningkat dengan kekuatan
dorongan. Contohnya bibir dan tenggorokan kering yang
mengiringi dorongan haus.
2) Postulat 7: Potensi reaksi yang ditimbulkan oleh dorongan
Kekuatan kebiasaan disintesiskan kedalam potensi reaksi
dengan dorongan-dorongan primer yang timbul pada saat
tertentu. Rumusannya adalah :
Potensi reaksi = SER= SHR x D
Jadi, potensi reaksi adalah fungsi dari seberapa sering
respons diperkuat dalam situasi itu dan sejauh mana
dorongannya ada.
5. Faktor-faktor yang melawan respon-respon
1) Postulat 8: Pengekangan reaksi
Respon memerlukan kerja, dan kerja menyebabkan
keletihan yang pada akhirnya akan menghambat respons.
Reactive inhibiton (hambatan reaktif) [I R] disebabkan
kelelahan, tetapi secara otomatis akan hilang jika organisme
berhenti beraktivitas.Timbulnya suatu reaksi menyebabkan
pengekangan reaksi yang lain. Suatu kejemuan untuk
mengulangi respon. Pengekangan reaksi adalah penghamburan
waktu yang spontan.
2) Postulat 9: Pengekangan yang dikondisikan (diisyaratkan)
Stimuli yang dihubungkan dengan penghentian respon menjadi
pengekangan yang dikondisikan. Respon untuk tidak
merespon dinamakan conditioned inhibition ( SIR)
(hambatan yang dikondisikan). Baik itu IR maupun SIR
8

beroperasi melawan munculnya respons yang telah dipelajari


dan karenanya merupakan pengurangan dari potensi reaksi
(SER). Ketika IR dan SIR dikurangkan dari SER, hasilnya adalah
potensi reaksi efektif (SER).
Potensi reaksi efektif = SER = SHRx D –(IR+SIR)
3) Postulat 10: Osilasi pengekangan
Potensial pengekangan dihubungkan dengan potensial reaksi yang
bergoyang terus menerus pada waktu itu. Potensi penghambat
itu dinamakan efek guncangan (SOR) yang membahas sifat
probabilistik dan prediksi perilaku.
Potensi reaksi efektif sementara = SER = SHR x D – (IR + SIR)
6. Bangkitnya respon
1) Postulat 11: Reaksi ambang perangsang
Potensi reaksi efektif yang momentum harus melampaui reaksi
ambang perangsang sebelum stimulus membangkitkan reaksi.
2) Postulat 12: Kemungkinan reaksi diatas ambang perangsang
Kemungkinan respon adalah fungsi normal dari potensi reaksi
efektif melampaui reaksi ambang perangsang.
3) Postulat 13: Latensi (keadaan diam atau berhenti)
Latensi [STR] adalah waktu antara presentasi stimulus ke
organisme dan respon yang dipelajarinya. Makin potensi reaksi
efektif melampaui reaksi ambang perangsang makin pendek latensi
respon, artinya respon makin cepat timbul.
4) Postulat 14: Hambatan berhenti (ekstingsi)
Makin besar potensi reaksi efektif, makin besar respon yang
timbul tanpa perkuatan, sebelum berhenti atau ekstingsi.
5) Postulat 15: Amplitudo respon (besarnya respon)
Besarnya dorongan dilantari atau disebabkan oleh peningkatan
kekuatan potensi efektif reaksi dalam sistem saraf otonom.
6) Postulat 16: Respon-respon yang bertentangan
Jika potensi-potensi reaksi kepada dua atau lebih respon-respon
yang bertentangan terjadi dalam organisme pada waktu yang sama,
maka hanya reaksi yang mempunyai potensi reaksi yang lebih
besar akan terjadi responnya.

B. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Behavioristik


Kelebihan, kekurangan dan permasalahan yang muncul dalam
pembelajaran
Sesuai dengan teori ini, guru dapat menyusun bahan pelajaran dalam bentuk
yang sudah siap sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa
9

disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberikan ceramah,
tetapi intruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri
maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hirarki dari yang
sederhana sampai pada yang kompleks.
Menurut Goodstein, 1972 dalam Corey (2013:203) “peran konselor adalah
menunjang perkembangan tingkah laku yang secara sosial layak dengan
secara sistematis memperkuat jenis tingkah laku clien semacam itu”.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai
dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu. Menurut Corey (2013: 199)
tujuan umum terapi bahvioristik adalah menciptakan kondisi-kondisi baru
bagi proses belajar. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang
diinginkan dapat menjadi kebiasaan.
Kesalahpahaman umum adalah bahwa tujuan-tujuan client ditentukan dan
dipaksakan oleh terapi tingkah laku. Tampaknya ada unsur kebenaran dalam
anggapan tersebut, terutama jika menyinggung beberapa situasi, misalnya
situasi di rumah sakit jiwa (Corey,2013:200).
1. Kelebihan
Dalam teknik pembelajaran yang merujuk ke teori behaviouristik terdapat
beberapa kelebihan di antaranya :
a. Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan
kondisi belajar.
b. Metode behavioristik ini sangat cocok untuk memperoleh
kemampuan yang menbutuhkan praktek dan pembiasaan yang
mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan,
refleksi, daya tahan, dan sebagainya.
c. Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan
belajar mandiri. Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada
guru yang bersangkutan
d. Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan dominansi peran orang dewasa , suka mengulangi dan
harus dibiasakan , suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk
penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.

2. Kekurangan
Teori Thorndike terlalu memandang manusia sebagai mekanisme dan
otomatisme disamakan hewan.
a. Memandang belajar merupakan asosiasi belaka antara stimulus dan
respon.
b. Mengabaikan pengertian belajar sebagai unsure pokok.
c. Proses belajar berlangsung secara teoritis
10

Selain teorinya, beberapa kekurangan perlu dicermati guru dalam


menentukan teknik pembelajaran yang mengacu ke teori ini, antara lain:
1) Sebuah konsekuensi bagi guru, untuk menyusun bahan pelajaran
dalam bentuk yang sudah siap.
2) Tidak setiap mata pelajaran bisa menggunakan metode ini.
3) Penerapan teori behavioristik yang salah dalam suatu situasi
pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran
yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai
sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru
melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.
4) Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan
menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar
yang efektif.

C. Implikasi Teori Belajar Behavioristik dalam Pembelajaran Fisika


Ketika dihadapkan pada suatu hal yang baru maka seseorang cenderung
melakukan hal-hal atau aktivitas untuk mencapai hal yang diinginkan. Maka
teori behavioristik cocok untuk pembelajaran fisika karena untuk membentuk
pola pikirnya yang baru. Dalam belajar fisika tidak dapat dipungkiri selalu
dihadapkan pada situasi yang baru. Maka dari itu dalam pembelajaran fisika
ketika siswa dihadapkan pada situasi yang baru, yang dalam hal ini sebagai
persoalan fisika maka siswa tersebut akan mencari hal-hal yang dianggap
sebagai solusi.
Sehingga manfaat jangka panjang yang akan diperoleh oleh siswa setelah
belajar fisika dengan teori behavioristik Kemampuan seorang siswa dalam
menghadapi hal-hal yang baru dilingkungan ini akan berdampak positif dalam
beradaptasi dengan lingkungan masyarakat nantinya yang lebih kompleks.
Perubahan tingkah laku siswa merupakan proses akhir dari pembelajaran
menurut teori behavioristik. E. Thorndike mengemukakan bahwa siswa yang
telah siap untuk menerima perubahan prilaku akan menghasilkan kepuasan
tersendiri bagi dirinya. Selain itu, stimulus dan respon ini perlu diulang agar
mendapatkan perubahan prilaku ke arah yang diinginkan. Teori behavioristik
adalah salah satu teori yang banyak digunakan dalam pembelajaran di sekolah,
salah satunya dalam pembelajaran fisika. Siswa dalam belajar fisika dengan
menggunakan teori behavioristik sama halnya dengan membentuk pola pikir
siswa melalui pemberian stimulus respon. Implikasi dari teori belajar Thordike
berindikasi kepada bagaimana seorang guru dapat menstimulus siswa untuk
mengembangkan kemampuan berpikir mereka untuk menyelesaikan
permasalahan kehidupan. Dengan kata lain, guru membentuk pola pikir siswa
11

sesuai dengan stimulus yang diberikan. Menurut Santrock (2011, hal 233) “one
of the strategies for using applied behavior analysis to change behaviori is
focus on what you want students to do, rather than on what you want them not
to do”. Belajar fisika berarti belajar mengenai konsep fisika yang saling terkait
antara satu dengan yang lain.
Penerapan teori Thorndike tentang adanya perilaku yang muncul akibat
lingkungan akan meningkat jika di beri rangsangan yang
disertai reinforcement. Sebagai contoh seorang guru memberikan apresiasi dan
selamat kepada siswa yang mampu menjawab pertanyaan. Maka siswa tersebut
akan merasa aktive untuk berusaha menjawab setiap diadakan kegiatan Tanya
jawab.
Pavlov mengungkapkan adanya rangsangan yang menyenangkan akan
direspon dan akan di ulang. Sebagai contoh guru memberikan senyuman dan
apresiasi kepada siswa yang mengerjakan PR (pekerjaan rumah), maka siswa
tersebut akan mengulang untuk mengerjakan soal setiap diberikan PR.
Clark C. Hull mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran harus dibuat
kondisi rasa ingin tahu. Implementasi pada pembelajaran fisika bisa diterapkan
dengan memberikan dua hal yang bertentangan dalam memberikan suatu contoh.
Dengan demikian muncul rasa ingin tahu dan termotivasi untuk belajar.
Bentuk hukum pertama dari Thorndike Law of readiness itu yaitu
persiapan untuk bertindak, ready to act. Seorang anak yang mempunyai
kecenderungan untuk bertindak dan kemudian melakukan kegiatan, sedangkan
tindakannya itu mengakibatkan ketidakpuasan bagi dirinya, akan selalu
menghindarkan dirinya dari tindakan-tindakan yang melahirkan ketidakpuasan
itu. Seorang anak yang tidak mempunyai kecenderungan untuk bertindak atau
melakukan kegiatan tertentu, sedangkan orang tersebut ternyata melakukan
tindakan, maka apa yang dilakukannya itu akan menimbulkan rasa tidak puas
bagi dirinya. Dia akan melakukan tindakan lain untuk menghilangkan
ketidakpuasan tersebut. Dari ciri-ciri di atas dapat disimpulkan bahwa seorang
anak akan lebih berhasil belajarnya, jika ia telah siap untuk melakukan
kegiatan belajar.
Hukum yang kedua adalah Hukum latihan (law of exercise), yaitu semakin
sering suatu tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut
akan semakin kuat. Interpretasi dari hukum ini adalah semakin sering suatu
pengetahuan itu dibentuk maka akan mengakibatkan terjadinya asosiasi antara
stimulus dan responakan semakin kuat. Jadi, hukum ini menunjukkan prinsip
utama belajar adalah pengulangan. Semakin sering suatu materi pelajaran
diulangi maka materi pelajaran tersebut akan semakin kuat tersimpan dalam
ingatan (memori). Dalam pembelajaran fisika, hal ini dapat dilakukan dengan
guru memberikan latihan berupa soal-soal yang berhubungan dengan materi
yang diberikan.
12

Hukum yang ketiga adalah hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan
stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan
cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan, suatu tindakan yang
diikuti akibat yang menyenangkan, maka tindakan tersebut cenderung akan
diulangi pada waktu yang lain. Sebaliknya, suatu tindakan yang diikuti akibat
yang tidak menyenangkan, maka tindakan tersebut cenderung akan tidak
diulangi pada waktu yang lain. Dalam hal ini, tampak bahwa hukum akibat
tersebut ada hubungannya dengan pengaruh ganjaran dan hukuman. Setiap
pembelajaran yang berpegang pada teori belajar behavioristik telah terstruktur
rapi, dan mengarah pada bertambahnya pengetahuan pada siswa. Selain itu,
menurut pandangan Skinner dalam Hanafy (2014) kesempatan terjadinya
peristiwa yang menimbulkan respons belajar,baik konsekuensinya sebagai
hadiah maupun teguran atau hukuman. Dengan demikian, pemilihan stimulus
yang deskriminatif dan penggunaan penguatan dapat merangsang individu
lebih giat belajar, sehingga belajar merupakan hubungan antara stimulus
dengan respons (S–R).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini, sebagai berikut:
1. Penekanan Teori Behviorisme adalah perubahan tingkah laku setelah
terjadi proses belajar dalam diri siswa. Teori Belajar Behavioristik
mengandung banyak variasi dalam sudut pandangan. Pelopor-pelopor
pendekatan Behavioristik pada dasarnya berpegang pada keyakinan bahwa
banyak perilaku manusia merupakan hasil suatu proses belajar dan karena
itu, dapat diubah dengan belajar baru. Behavioristik berpangkal pada
beberapa keyakinan tentang martabat manusia, yang sebagian bersifat
falsafah dan sebagian lagi bercorak psikologis.
2. Teori behaviorisme menurut Hull dikelompokkan dalam enam kategori
dan 16 postulat. (1) Tanda-tanda luar yang mendorong atau membimbing
tingkah laku dan representasi neuralnya atau saraf, (2) Respon terhadap
kebutuhan, hadiah, dan kekuatan kebiasaan, (3) Stimulus pengganti
(ekuaivalen), (4) Dorongan-dorongan sebagai akitivator respon, (5)
Faktor-faktor yang melawan respon-respon, (6) Bangkitnya respon.
Aplikasi teori Hull dalam pendidikan yaitu: Driver: Pembelajaran harus
menginginkan sesuatu. Cue: Pembelajaran harus memerhatikan
sesuatu.Response: Pembelajaran harus melakukan sesuatu. Reinforcement:
Respons pembelajaran harus membuatnya mendapatkan sesuatu yang
diinginkannya.
3. Kekurangan:
Siswa menjadi terbiasa diberikan stimulus. Dalam hal ini, jika stimulus
ditiadakan, atau guru tidak memberikan stimulus, maka tidak akan ada
respons, suatu proses pembelajaran tidak berlangsung dengan baik.
Dengan adanya stimulus, menjadikan siswanya ketergantungan untuk
diberikan stimulus oleh gurunya. Karena dalam hal ini, pembelajaran
siswa terpusat pada guru. Hingga akhirnya, hanya berorientasi pada hasil
yang bisa diukur saja.
Kelebihan:
Dengan adanya stimulus respon sebanyak-banyaknya dalam suatu proses
pembelajaran, maka suatu proses pembelajaran tersebut menjadikan
siswanya aktif dalam kegiatan belajar. Siswanya menjadi termotivasi
untuk mengerjakan suatu tugas yang diberikan oleh guru jika dalam
pemberian stimulusnya, siswa diberikan suatu reward. Dalam hal ini juga,
dengan adanya stimulus, dapat melatih kecepatan, kelenturan atau
fleksibilitas, spontanitas, refleks, dan daya tahan.

13
14

4. Implementasi teori belajar behavioristik pada pembelajaran harus


fleksibel. Penggunaan teori behavioristik bergantung pada kondisi-kondisi
tertentu. Hal ini karena teori belajar behavioristik menganggap perubahan
perilaku sebagai hasil belajar. Sedangkan manusia melakukan belajar tidak
hanya sekedar melakukan perubahan perilaku, melainkan pikiran dan
pemahamannya juga berubah. Kegiatan belajar juga bisa dilakukan dimana
saja dan kapan saja.

B. Saran
Adapun saran penulis setelah menulis makalah ini, adalah: untuk
memperthatikan kembali point-point utama mengenai pengertian teori
behavioristic menurut para ahli sehingga menjadi suatu pemahaman yang
lebih mudah dipahami, kemudian untuk dapat menerapkan teori-teori ini
dalam pembelajaran yang sesuai sehingga akan menciptakan pribadi anak
yang berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA

Bio, Chery. 2013. TEORI BELAJAR BEHAVIORISME CLARK LEONARD H


ULL. (diakses tanggal 07 Oktober 2020)
Fadli. 2011. TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK JOHN WATSON (1878 – 195
8). (diakses tanggal 07 Oktober 2020)
Ramayanti, Suci. 2015. Pembelajaran Fisika. (diakses tanggal 08 Oktober 2020)
Suhardiman, Rafiqa. Penerapan dan Hambatan Metode Motivasi Behavioristik dal
am Pembelajaran Fisika Dasar. (diakses tanggal 08 Oktober 2020)
Unknown. 2016. TEORI BEHAVIORISME DARI WATSON. (diakses tanggal 0
7 Oktober 2020)
Yusmaniah, Fitri. 2019. Teori Belajar Behavioristik dan Penerapannya dalam Pem
belajaran. (diakses tanggal 07 Oktober 2020)

15

Anda mungkin juga menyukai