Anda di halaman 1dari 16

1

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Sholawat serta salam semoga tercurah
limpahkan kepada nabi Muhammad saw. Salah satu nikmatnya yang tidak ternilai
harganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini pun dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan
Pembelajaran. Penulis pun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih banyak kesalahan, baik dari segi isi penulisan maupun kata-kata yang
digunakan. Oleh karena, itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun
guna perbaikan makalah ini lebih lanjut akan penulis terima dengan senang hati.

Bandung, 22 Februari, 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………..………………i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................2
B. Rumusan Masalah.........................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Behavioristik.....................................................3
B. Pandangan Belajar Menurut Teori Behavioristik.........................6
C. Tahap-tahap Perkembangan Behavioristik...................................7
D. Aplikasi Teori Behavioristik dan Ciri-ciri
Terhadap Pembelajaran.................................................................8
E. Pengaruh Watson Terhadap
Teori Belajar Behavioristik...........................................................8

BAB III KESIMPULAN


A. Kesimpulan.................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh
individu untuk menghasilkan suatu perubahan dari tidak tahu menjadi
tahu, dari bersikap buruk menjadi bersikap baik, dari tidak terampil
menjadi terampil. Sedangkan pembelajaran merupakan suatu sistem yang
membantu individu belajar dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Pada zaman sekarang ini, telah kita ketahui bahwa para pelajar
khususnya mereka yang menginjak usia remaja sering kali melakukan hal-
hal yang tidak seharusnya dia lakukan di usianya, seperti halnya merokok.
Merokok pada saat ini nampaknya sudah menjadi kebiasaan mereka yang
sulit untuk dihindari. Hal tersebut dikarenakan faktor lingkungan yang
kurang baik. Oleh karena itu, guru di sekolah harusnya memberikan
pendidikan terhadap para pelajar bagaimana seharusnya mereka berprilaku
dengan baik.
Secara nasional, Departemen Pendidikan Nasional (2001) mencatat
bahwa jumlah perokok di kalangan remaja dengan usia rata-rata antara 16-
24 tahun sekitar 26,56%. Yayasan Kesehatan Indonesia secara khusus
mencatat bahwa 18% remaja yang duduk di bangku SLTP diketahui mulai
merokok, dan 11% di antaranya mampu menghabiskan 10 batang per hari.
Hasil penelitian lain ditemukan bahwa pengalaman pertama kali anak
mulai merokok, dari 19,8% siswa perokok yang diteliti (21% laki-laki dan
15,5% perempuan) ternyata dimulai dari tingkat SLTP (Bawazeer, Hattab,
Morales, 1999 dalam Efendi 2003). Beberapa penelitian sejenis umumnya
menegaskan bahwa untuk pertama kalinya remaja merokok pada usia
antara 11-13 tahun (setingkat SD kelas 6 sampai dengan SLTP 1-2) dan
85%-90% remaja perokok dimulai sebelum usia 18 tahun (Smet, 1994
dalam Efendi, 2003)
Dari data tersebut dapat kita simpulkan bahawa tidak sedikit dari
mereka yang mulai merokok pada saat usia remaja (ketika duduk di
bangku sekolah). Hal tersebut tentunya tidak bisa dibiarkan begitu saja.

1
Apalagi kita sebagai seorang calon guru, kita tidak boleh membiarkan hal
tersebut terjadi pada anak didik kita nantinya. Dengan kata lain, kita harus
mengehentikan itu semua, salah satu caranya yaitu kita harus mengetahui
pendekatan-pendekatan dalam belajar agar dapat memilih strategi
pembelajaran yang tepat. Strategi pembelajaran harus dipilih untuk
memotivasi para pembelajar, memfasilitasi proses belajar, membentuk
manusia seutuhnya, melayani perbedaan individu, mengangkat belajar
bermakna, mendorong terjadinya interaksi, dan memfasilitasi belajar
kontekstual, selain itu juga dapat dilakukan dengan menggunakan teori
pembelajaran yang baik untuk diterapkan kepada mereka. Salah satu teori
pembelajaran yang dapat kita terapkan yaitu teori belajar Behavioristik.
Dengan mempelajari teori Behavioristik, kita dapat mengetahui
cara mengajar yang baik agar para peserta didik tidak melenceng ke arah
yang tidak seharusnya. Bahkan dalam hal menghadapi peserta didik yang
sudah menjadi perokok itu pun dapat kita ubah perilakunya dengan
memberikan pendidikan. Dalam hal ini, kita dapat melakukan pendidikan
dengan menggunakan teori Behavioristik. Untuk itu, mari kita pelajari
mengenai teori Behavioristik tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan teori belajar behavioristik?
2. Bagaimana pandangan belajar teori behavioristik?
3. Apa saja tahap-tahap perkembangan behavioristik?
4. Bagaimana aplikasi teori behavioristik dan ciri-cirinya terhadap
pembelajaran?
5. Bagaimana pengaruh watson terhadap teori belajar behavioristik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud teori belajar Behavioristik;
2. Untuk mengetahui pandangan belajar menurut teori Behavioristik;
3. Untuk mengetahui tahap-tahap perkembangan behavioristik;
4. Untuk mengetahui aplikasi teori behavioristik dan ciri-cirinya terhadap
pembelajaran;
5. Untuk mengetahui pengaruh watson terhadap teori belajar
behavioristik.
2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Behavioristik


Teori Behavioristik adalah teori yang mempelajari perilaku manusia.
Perspektif behavioral berfokus pada peran dari belajar dalam menjelaskan
tingkah laku manusia dan terjadi melalui rangsangan berdasarkan
(stimulus) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respons) hukum-
hukum mekanistik. Asumsi dasar mengenai tingkah laku menurut teori ini
adalah bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh aturan, bisa
diramalkan, dan bisa ditentukan. Menurut teori ini, seseorang terlibat
dalam tingkah laku tertentu karena mereka telah mempelajarinya, melalui
pengalaman-pengalaman terdahulu, menghubungkan tingkah laku tersebut
dengan hadiah. Seseorang menghentikan suatu tingkah laku, mungkin
karena tingkah laku tersebut belum diberi hadiah atau telah mendapat
hukuman. Karena semua tingkah laku yang baik bermanfaat ataupun yang
merusak, merupakan tingkah laku yang dipelajari.
Pendekatan psikologi ini mengutamakan pengamatan tingkah laku
dalam mempelajari individu dan bukan mengamati bagian dalam tubuh
atau mencermati penilaian orang tentang penasarannya. Behaviorisme
menginginkan psikologi sebagai pengetahuan yang ilmiah, yang dapat
diamati secara obyektif. Data yang didapat dari observasi diri dan
intropeksi diri dianggap tidak obyektif. Jika ingin menelaah kejiwaan
manusia, amatilah perilaku yang muncul, maka akan memperoleh data
yang dapat dipertanggungjawabkan keilmiahannya. Jadi, behaviorisme
sebenarnya adalah sebuah kelompok teori yang memiliki kesamaan dalam
mencermati dan menelaah perilaku manusia yang menyebar di berbagai
wilayah, selain Amerika teori ini berkembang di daratan Inggris, Perancis,
dan Rusia. Tokoh-tokoh yang terkenal dalam teori ini meliputi
E.L.Thorndike, I.P.Pavlov, B.F.Skinner, J.B.Watson, dll.

3
1) Thorndike
Menurut Thorndike (1911), salah seorang pendiri aliran tingkah laku,
teori behavioristik dikaitkan dengan belajar adalah proses interaksi antara
stimulus (yang berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respons (yang
juga berupa pikiran, perasaan, dan gerakan). Jelasnya menurut Thorndike,
perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang konkret (dapat
diamati), atau yang non-konkret (tidak bisa diamati). Meskipun Thorndike
tidak menjelaskan bagaimana cara mengukur berbagai tingkah laku yang
non-konkret (pengukuran adalah satu hal yang menjadi obsesi semua
penganut aliran tingkah laku), tetapi teori Thorndike telah memberikan
inspirasi kepada pakar lain yang datang sesudahnya. Teori Thorndike
disebut sebagai aliran koneksionisme (connectionism). Prosedur
eksperimennya ialah membuat setiap binatang lepas dari kurungannya
sampai ketempat makanan. Dalam hal ini apabila binatang terkurung maka
binatang itu sering melakukan bermacam-macam kelakuan, seperti
menggigit, menggosokkan badannya ke sisi-sisi kotak, dan cepat atau
lambat binatang itu tersandung pada palang sehingga kotak terbuka dan
binatang itu akan lepas ke tempat makanan.
2) Ivan Petrovich Pavlov
Classic Conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah
proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap hewan
anjing, di mana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus
bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang
diinginkan. Dari contoh tentang percobaan dengan hewan anjing bahwa
dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan
melalui cara dengan mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat
untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara
individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang
berasal dari luar dirinya.
3) John B. Watson
Berbeda dengan Thorndike, menurut Watson pelopor yang datang
sesudah Thorndike, stimulus dan respons tersebut harus berbentuk tingkah

4
laku yang bisa diamati (observable). Dengan kata lain, Watson
mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam
belajar dan menganggapnya sebagai faktor yang tidak perlu diketahui.
Bukan berarti semua perubahan mental yang terjadi dalam benak siswa
tidak penting. Semua itu penting. Akan tetapi, faktor-faktor tersebut tidak
bisa menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum.
Hanya dengan asumsi demikianlah, menurut Watson, dapat
diramalkan perubahan apa yang bakal terjadi pada siswa. Hanya dengan
demikian pula psikologi dan ilmu belajar dapat disejajarkan dengan ilmu
lainnya seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada
pengalaman empiris. Berdasarkan uraian ini, penganut aliran tingkah laku
lebih suka memilih untuk tidak memikirkan hal-hal yang tidak bisa diukur,
meskipun mereka tetap mengakui bahwa hal itu penting.
4) Burrhus Frederic Skinner
Menurut Skinner, deskripsi antara stimulus dan respons untuk
menjelaskan parubahan tingkah laku (dalam hubungannya dengan
lingkungan) menurut versi Watson tersebut adalah deskripsi yang tidak
lengkap. Respons yang diberikan oleh siswa tidaklah sesederhana itu,
sebab pada dasarnya setiap stimulus yang diberikan berinteraksi satu
dengan lainnya, dan interaksi ini akhirnya mempengaruhi respons yang
dihasilkan. Sedangkan respons yang diberikan juga menghasilkan berbagai
konsekuensi, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkah laku
siswa.
Oleh karena itu, untuk memahami tingkah laku siswa secara tuntas,
diperlukan pemahaman terhadap respons itu sendiri, dan berbagai
konsekuensi yang diakibatkan oleh respons tersebut (lihat bel-Gredler,
1986). Skinner juga memperjelaskan tingkah laku hanya akan membuat
segala sesuatunya menjadi bertambah rumit, sebab alat itu akhirnya juga
harus dijelaskan lagi. Misalnya, apabila dikatakan bahwa seorang siswa
berprestasi buruk sebab siswa ini mengalami frustasi akan menuntut perlu
dijelaskan apa itu frustasi. Penjelasan tentang frustasi ini besar
kemungkinan akan memerlukan penjelasan lain. Begitu seterusnya.

5
B. Pandangan Belajar Menurut Teori Behavioristik
Menurut teori Behavioristik, belajar merupakan perubahan dalam
tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons.
Atau dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam
hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai
hasil interaksi antara stimulus dan respons. (B. Uno, 2008, hlm. 7)
Menurut teori ini, orang terlibat di dalam tingkah laku tertentu karena
mereka telah mempelajarinya, melalui pengalaman-pengalaman terdahulu,
menghubungkan tingkah laku tersebut dengan hadiah-hadiah. Orang
menghentikan suatu tingkah laku, mungkin karena tingkah laku tersebut
belum diberi hadiah atau telah mendapat hukuman. Semua tingkah laku,
baik bermanfaat ataupun merusak, merupakan tingkah laku yang
dipelajari.
Gagasan utama dalam aliran behavioristik ini adalah bahwa untuk
memahami tingkah laku manusia diperlukan pendekatan yang objektif,
mekanistik, dan materialistik, sehingga perubahan tingkah laku pada diri
seseorang dapat dilakukan melalui upaya pengondisian. Dengan perkataan
lain, mempelajari tingkah laku seseorang seharusnya dilakukan melalui
pengujian dan pengamatan atas tingkah laku yang tampak, bukan dengan
mengamati kegiatan bagian dalam tubuh. Menurut Watson, adalah tidak
bertanggung jawab dan tidak ilmiah mempelajari tingkah laku manusia
semata-mata didasarkan atas kejadian-kejadian subjektif, yakni kejadian-
kejadian yang diperkirakan terjadi di dalam pikiran, tetapi tidak dapat
diamati dan diukur.
(Desmita, 2012, hlm. 45)
Pada dasarnya pendekatan Behavior ini bertujuan untuk
menghilangkan tingkah laku yang salah dan membentuk tingkah laku baru.
(Sanyata, 2012, hlm. 5)

6
C. Tahap-tahap Perkembangan Behavioristik
Fakta penting tentang perkembangan ialah bahwa dasar
perkembangan adalah kritis. Sikap, kebiasaan dan pola perilaku yang
dibentuk selama tahun pertama, menentukan seberapa jauh individu
berhasil menyesuaikan diri dalam kehidupan mereka selanjutnya. Menurut
Erikson (Hurlock, 1980: 6) berpendapat bahwa masa bayi merupakan
masa individu belajar sikap percaya atau tidak percaya, bergantung pada
bagaiamana orang tua memuaskan kebutuhan anaknya akan makanan,
perhatian, dan kasih sayang . Pola-pola perkembangan pertama cenderung
mapan tetapi bukan berarti tidak dapat berubah. Ada 3 kondisi yang
memungkinkan perubahan:
1. Perubahan dapat terjadi apabila individu memperoleh bantuan atau
bimbingan untuk membuat perubahan;
2. Perubahan cenderung terjadi apabila orang-orang yang dihargai
memperlakukan individu dengan cara yang baru atau berbeda (kreatif
dan tidak monoton);
3. Apabila ada motivasi yang kuat dari pihak individu sendiri untuk
membuat perubahan.
Dengan mengetahui bahwa dasar-dasar permulaan perkembangan
cenderung menetap, memungkinkan orang tua untuk meramalkan
perkembangan anak dimasa akan datang. Penganut aliran lingkungan
(behavioristk) yakin bahwa lingkungan yang optimal mengakibatkan
ekspresi faktor keturunan yang maksimal. Proses perkembangan itu
berlangsung secara bertahap, dalam arti:
1. Bahwa perubahan yang terjadi bersifat maju meningkat atau mendalam
atau meluas secara kualitatif maupun kuantitatif (prinsip progressif);
2. Bahwa perubahan yang terjadi antar bagian dan atau fungsi organisme
itu terdapat interpedensi sebagai kesatuan integral yang harmoni.
(prinsip sistematik);
3. Bahwa perubahan pada bagian atau fungsi organisme itu berlangsung
secara beraturan dan tidak kebetulan dan meloncatloncat (prinsip
berkesinambungan).

7
D. Aplikasi Teori Behavioristik dan Ciri-ciri Terhadap Pembelajaran
1. Aplikasi Teori Behavioristik
a) Mementingkan Pengaruh Lingkungan
b) Mementingkan bagian-bagian
c) Mementingkan Peranan Reaksi
d) Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui
prosedur stimulus respons
e) Mementingkan perana kemampuan yang telah terbentuk sebelumnya
f) Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan
pengulangan
g) Hasil belajar yang dicapai ialah munculnya perilaku yang diinginkan
2. Ciri – ciri Teori Behavioristik
Pertama, aliran ini mempelajari perbuatan manusia bukan dari
kesadarannya, melainkan mengamati perbuatan dan tingkah laku yang
berdasarkan kenyataan. Pengalamanpengalaman batin di kesampingkan
serta gerak-gerak pada badan yang dipelajari. Oleh sebab itu,
behaviorisme adalah ilmu jiwa tanpa jiwa. Kedua, segala perbuatan
dikembalikan kepada refleks. Behaviorisme mencari unsur-unsur yang
paling sederhana yakni perbuatanperbuatan bukan kesadaran yang
dinamakan refleks. Refleks adalah reaksi yang tidak disadari terhadap
suatu pengarang. Manusia dianggap sesuatu yang kompleks refleks atau
suatu mesin. Ketiga, behaviorisme berpendapat bahwa pada waktu
dilahirkan semua orang adalah sama. Menurut behaviorisme pendidikan
adalah maha kuasa, manusia hanya makhluk yang berkembang karena
kebiasaan-kebiasaan, dan pendidikan dapat mempengaruhi reflek
keinginan hati.
E. Pengaruh Watson terhadap Teori Belajar Behavioristik

Tokoh utama aliran ini ialah J.B, Watson. Watson sebenarnya mula-
mula belajar filsafat, tetapi kemudian pindah ke dalam lapangan psikologi.
Sejak tahun 1912 Watson telah menjadi terkenal karena penyelidikan-
penyelidikannya mengenai proses belajar pada hewan.

8
1. Dasar-dasar pendapat Watson.
a. Masalah objek psikologi
Watson berpendapat, bahwa sebagai science psikologi harus bersifat
positif, sehingga objeknya bukanlah kesadaran dan hal-hal lain yang
dapat diamati, melainkan haruslah tingkah laku, lebih tegasnya lagi
tingkah laku yang positif, yaitu tingkah laku yang dapat diobservasi.
b. Masalah metode
Watson menolak sama sekali metode introspektif, karena metode
tersebut dianggapnya tidak ilmiah. Sedangkan para ahli saja sudah
terbukti memberikan hasil yang berbeda-beda kalau menggunakan
metode introspeksi ini, apalagi kalau yang menggunakannya itu bukan
ahli. Kecuali itu sebenarnya metode introspeksi itu memang tidak perlu
dipergunakan, karena objek psikologi adalah positive behavior, maka
dengan sendirinya tidak memerlukan metode introspeksi. Metodenya
yang pokok ialah observasi.
c. Bagian-bagian teori Watson yang terpenting
1. Teori Sarbon (Stimulus and response bond theory)
Tingkah laku yang kompleks ini dapat dianalisis menjadi
rangkaian ‘Unit’ perangsang dan reaksi (stimulus and response)
yang disebut refleks.
(a) Perangsang dan stimulus itu adalah situasi objektif, yang
wujudnya dapat bermacam-macam, seperti misalnya: sinar,
bola kasti yang dilemparkan, rumah terbakar, kereta api
penuh sesak dan sebagainya.
(b) Response adalah reaksi objektif dari individu terhadap
situasi sebagai perangsang, yang wujudnya juga dapat
bermacam-macam sekali, seperti misalnya refleks pattela,
memukul bola, mengambil makanan, menutup pintu, dan
sebagainya.
Tetapi karena pandangannya yang radikal dan penggunaan istilah-
istilah yang agak dipaksakan, maka banyak orang yang memperoleh
kesimpulan, bahwa psikologi Watson itu mekanistik dan dangkal.

9
2. Pengamatan dan kesan (sensation and perception)
Karena tidak dapat menerima pendapat bahwa kesadaran itu ada
pada hewan, maka Watson berpendapat bahwa kita tidak berhak
berbicara tentang hewan melihat, mendengar, dan sebagainya. Tetapi
kita harus berbicara tentang hewan-hewan melakukan response
motoris yang dapat ditunjukkan terhadap perangsang-perangsang
pendengar, penglihatan, dan sebagainya, karena itu tak dapat
dibantahkan bahwa hewan itu membuat respons pendengaran, respons
penglihatan dan sebagainya, jadi data objektif di sini adalah stimulus
dan respons. Dalam menghadapi manusia, menurut Watson, jalan yang
harus ditempuh juga demikian itu.
3. Perasaan, tingkah laku afektif
Watson berpendapat, bahwa hal senang dan tidak senang itu adalah
soal senso-motoris. Dia ingin mengetahui bahwa ada reaksi emosional
yang dibawa sejak lahir. Untuk keperluan ini dia melakukan
penyelidikan terhadap berpuluh-puluh bayi yang dirawat di rumah
sakit, dan mendapatkan adanya tiga macam pola tingkah laku
emosional (dalam arti yang dapat diamati),: yaitu reaksi-reaksi
emosional: (1) takut, (2) marah, dan (3) cinta.
Dalam eksperimen-eksperimen lebih lanjut dia mendapat
kesimpulan, bahwa reaksi-reaksi emosional itu dapat ditimbulkan
dengan pensyaratan (conditioning) dan reaksi emosiional bersyarat itu
dapat dihilangkan dengan pensyaratan kembali (reconditioning).
Tentang proses pensyaratan dan pensyaratan kembali itu pada
pokoknya sama dengan yang dilakukan oleh Pavlov.
4. Teori tentang berfikir
Watson mulai dengan postulatnya yang biasa, yaitu bahwa berfikir
itu haruslah semacam tingkah laku senso-motoris, dan bagi dia
berbicara dalam hati adalah tingkah laku berfikir. Orang, terutama
anak-anak, sering kali berfikir dengan bersuara (berbicara). Anak
sering mengatakan apa yang sedang dikerjakannya, misalnya memberi
nama kepada benda-benda permainannya atau hasil pekerjaannya,

10
kemudian suara itu makin perlahan, makin berbisik – menjadi gerakan
bibir saja --- dan akhirnya menjadi bercakap kepada diri sendiri dalam
cara yang tidak terlihat dan tak terdengar. Anak juga belajar berkata
kepada diri sendiri tentang apa yan sedang dikerjakannya, apa yang
telah dikerjakannya; dan dengan demikian sampailah dia kepada
bentuk orang dewasa. Orang dewasa sering mengganti tindakan-
tindakan dengan semacam percakapan terhadap diri sendiri, untuk
menghemat waktu dan tenaga.
5. Masih ada satu lagi yang perlu dikemukakan, yaitu pengaruh
lingkungan (pendidikan, belajar, pengalaman) dalam perkembangan
individu. Watson berpendapat bahwa reaksi-reaksi kodrati yang
dibawa sejak lahir itu sedikit sekali. Kebiasaan-kebiasaan itu terbentuk
dalam perkembangan, karena latihan dan belajar.
2. Pengaruh Watson
Aliran behaviorisme yang dirumuskan oleh Watson itu (yang
sering juga disebut Behaviorisme orthodox) dewasa ini boleh dikata
hampir tidak ada yang mengikuti secara konsekuen. Namun demikian
pengaruh pendapat Watson itu masih tetap besar, terutama di Amerika
Serikat sendiri, yaitu dalam bentuk aliran yang sudah direvisi: Neo
Behaviorisme. Pendukung-pendukung aliran ini antara lain: (1)
Edward Chace Tolman, (2) Clark L Hull, dan (3) edward R. Guthrie.
(Suryabrata, 2004, hlm. 266-271)

11
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Teori Behavioristik merupakan teori belajar yang sangat menekankan
perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati. Menurut teori
Behavioristik, belajar merupakan perubahan dalam tingkah laku sebagai
akibat dari interaksi antara stimulus dan respons. Tokoh aliran
Behavioristik ini yang sangat terkenal yaitu Thorndike dengan
“Koneksionisme”, menurut teori ini tingkah laku manusia tidak lain dari
suatu hubungan antara perangsang-jawaban atau stimulus-respons. Pavlov
dan Watson dengan “Conditioning”, menurut teori ini belajar merupakan
suatu upaya untuk mengkondisikan pembentukan suatu perilaku atau
respons terhadap sesuatu. Skinner dengan “Operant Conditioning”, yaitu
tipe perilaku belajar yang dipengaruhi oleh adanya penguatan-penguatan.
Dengan demikian, maka tujuan dari teori behavioristik ini sebenarnya
adalah untuk menghilangkan tingkah laku yang salah dan membentuk
tingkah laku baru yang dipengaruhi oleh lingkungan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Desmita. 2011. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung:


Remaja Rosdakarya.
Fahyuni, Fariyatul, E., Istikomah. 2016. Psikologi Belajar & Mengajar.
Sidoarjo: Nizamia Learning Center.
Haryanto, Budi. 2004. Psikologi Pendidikan dan pengenalan Teori-
teori Belajar. Sidoarjo : Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Jahja, Yudrik. 2013. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana
Prenamadia Group.
Nahar, Irwan, N. 2016. Penerapan Teori Belajar Behavioristik Dalam
Proses Pembelajaran. Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial. Vol.1.
Syah, Muhibbin. 2011. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru.
Bandung : PT.Remaja Rosda Karya.

13

Anda mungkin juga menyukai