Anda di halaman 1dari 19

Nama : Sulasmi

NIM : A1M219069
Kelas : A
MID : Creative Short Story and Poems

Percaya

Aaaahhhhh…” Ricky melempar tas kecilnya ke lantai berkarpet, sambil


setengah berteriak sebagai tanda kekesalannya, saat dia memasuki kamar
sahabatnya, Ivan. Kemudian dia pun segera menghempaskan tubuhnya ke kasur
yang terletak di lantai berkarpet tersebut.

Ivan tidak mengeluarkan komentar tetapi hanya melirik sahabatnya


sesekali. Kemudian dia kembali menonton DVD baru yang sedang dia setel,
berjudul La La Land .

“Gue tahu film ini….. Ini keren, tentang perjuangan untuk meraih
impian….” Kata Ricky sambil mengintai film tersebut dari balik punggung
sahabatnya yang terbentuk indah karena kebiasaan mengolah raga di pusat
kebugaran.

Ivan mengernyitkan wajah sambil menatap Ricky sekilas. “Tetap


yaaa….” komentar Ivan lagi.

“Tetaplah….. Gue harus terus berjuang. Tapi, capek…. Gagal terus….” Ricky


berkata sambil menelungkup di kasur.

Ivan menoleh sekilas kepada Ricky dan tidak berkata apa-apa.

“Terus…. Elo mau coba lagi?” Ivan akhirnya bertanya setelah beberapa menit


berfokus pada film tersebut, sementara Ricky diam.

“Mungkin…” jawab Ricky sambil membenamkan wajahnya pada bantal yang


menjadi tumpuan dadanya saat menelungkup. “Pasti…. Dan harus….” Ricky
segera menyambung.

Ivan menoleh sekilas kepada Ricky dan tidak berkata apa-apa.


“Terus…. Elo mau coba lagi?” Ivan akhirnya bertanya setelah beberapa menit
berfokus pada film tersebut, sementara Ricky diam.

“Mungkin…” jawab Ricky sambil membenamkan wajahnya pada bantal yang


menjadi tumpuan dadanya saat menelungkup. “Pasti…. Dan harus….” Ricky
segera menyambung.

Ivan masih menonton, tapi pikirannya sudah tidak fokus lagi pada film
tersebut. konsentrasinya terpecah. Semenit kemudian, Ivan mengambil kendali
jarak jauh dan menekan tombol jeda kemudian menoleh ke arah Ricky.

Dia mengelus rambut Ricky yang dipotong spike , rambut bagian atas


tegak berdiri dan dipotong pendek tipis, sementara bagian samping kiri-kanan dan
belakang dihilangkan botak. Ivan kemudian mengacak-ngacak sedikit rambut
Ricky. Ricky mengubah posisinya menjadi berbaring teleentang dan menatap
langit-langit kamar Ivan yang berwarna kuning.

“Jadi, kenapa ganti?” tanya Ivan.

“Enggak total gagal sih, Van,” jawab Ricky, “Gue lulus tahap awal, hanya saat
masuk ke final, gue enggak berhasil. Gue hanya semi final….”

“Ya baguslah…. Berarti Elo kan enggak diganti total.”

“Memang…. Tapi ga cukup. Gue tetap saja enggak dapat kesempatan


peran. Padahal gue sangat berharap. Ini film produksi anak-anak Bandung, lalu
gue tadi lolos ke semifinal dengan si peran utama yang gue pilih. Kan luar biasa,
kalau gue bisa dapat peran utama langsung di film bioskop pertama gue…..”

Ivan tersenyum. “Terus?”

“Terus ya sudah….. Gue gagal lagi… Aahhh….” Ricky menjawab kemudian


mengeluh dengan setengah berteriak lagi.

Ivan mengusap bahu Ricky dan kemudian berkata, “Lalu…. Elo mau sampai
kapan nyobain terus?”
“Sampai gue berhasil!”

“Kapan?”

“Tanya pada Tuhan! Kapan Dia mau bermurah hati Memberi impian terbesar
gue….”

Ivan menarik napas dan mengembuskannya perlahan. “Biasa deh…. Gagal


lalu marah pada Tuhan….”

“Terus? Enggak salah kan kalau gue bertanya, Tuhan itu di mana…. Gue marah
karena dari tahun ke tahun gue terus berjuang untuk impian gue menjadi aktor,
gue selalu percaya akan keberhasilan gue, tapi ternyata gagal terus…..”

Ivan tersenyum kemudian membalas, “Bukan marah ke Tuhan


dong…. Harusnya Elo berpikir, apakah ini benar jalan hidup Lo…. Mungkin
bukan bakat Elo di sini… atau kalau memang bakat, bukan di sini perintah…..”

“Lalu di mana kalau bukan di film?”

“Eh Sial …. Banyak orang yang berbakat akting tapi enggak jadi aktor dan
enggak ke Hollywood…. Mereka hanya menjadi pemain teater. Atau pemain
drama di gereja. Itu juga bisa bakat…. Elo enggak boleh ngeremehin….”

“Gue enggak remehin…. Tapi, keinginan gue bukan di sana. Gue ingin jadi


aktor. Gue ingin film utama, menampilkan beragam karakter. Dan Elo tahu kan
impian terbesar gue adalah Hollywood. Gue bisa bawa nama Indonesia makin
mendunia…..”

“Tapi Elo juga harus realistis, Bitch …. Umur Elo sekarang sudah 35. Berapa
banyak coba, aktor yang baru memulai karir film usia segini? Mungkin ada, tapi
berapa banyak?”

Ricky diam sejenak. “Tapi, gue udah main satu film pendek…” sambungnya.
“Baru satu kan…. Aktor-aktor lain sudah berapa film bioskop di usia Elo
segini…. Atau berapa film pendek….”

“Ah Van…. Elo enggak menyemangati gue, Jelek …..”

Wanita jalang dan jelek adalah sapaan kesayangan untuk satu sama lain yang


menjadi ciri khas persahabatan mereka.

“Gue sih realistis, Rick…. Elo mau sampai kapan berjuang terus? Elo bahkan
suka minta izin dari kantor kalau mau casting….. Bolos kerja demi kegagalan….”

“Kan perjuangan….”

“Terus berjuang ya sampai…. 45 tahun? 50 tahun?”

Ricky diam dan merengut.

“Enggak salah punya impian besar, Rick….. tapi Elo harus realistis…. Elo kan
sekarang sudah kerja di Cinemags, majalah film terlaris di Indonesia. Elo bahkan
pernah dipercaya untuk wawancara Zac Efron di Singapura waktu promo film
terbaru dia. Bahasa Inggris Elo bagus. Tulisan-tulisan Elo tentang film bagus-
bagus. Jadi, ya sudahlah…. Elo sudah kerja di bidang yang Lo cinta kan…. Bukan
aktor memang, tapi Lo kan menulis tentang film, membahas film….”

“Tapi gue justru patah hati rasanya, Van…. Gue menikmati kerjaan gue
dan ini memang juga gue cinta. Tapi, impian utama gue adalah berakting. Gue
ingin film yang gue bintangi dibahasa di majalah. Gue mau jadi yang
diwawancara, sebagai aktor yang baru saja rilis film terbarunya. Patah hati
rasanya saat gue hanya bisa wawancara aktor lain dan ngebahas doank…. Akting
itu jiwa hidup gue….”

Ivan hanya menarik napas sambil menatap Ricky sejenak, kemudian dia
mengambil remote control dan melanjutkan La La Land .

“Van…” ujar Ricky sambil menyentuh punggung sahabatnya dengan jari


telunjuk dan tengah kirinya, kemudian duduk di kasur sambil menatap ke adegan
dalam film. “Kita bersahabat dari SMA kelas satu. Elo tahu sendiri bahwa gue
sangat mencintai film. Hidup gue enggak akan pernah kumplit dan gua enggak
akan bahagia maksimal kalau enggak jadi aktor. Ini impian saya. Enggak cukup
hanya jadi penulis majalah film….”

Ivan hanya menoleh sesaat ke arah Ricky sambil memberikan ekspresi


berupa menarik kedua sudutnya ke samping sekilas. Kemudian dia kembali fokus
ke film yang sedang dia tonton.

Ricky berlari kecil di sepanjang jalan perumahan, tempatnya


tinggal. Hujan turun dengan deras dan dia mulai basah kuyup. Kaos putih polos
yang dia pakai kini basah dan menjadi tembus pandang, memperlihatkan secara
samar dadanya yang bidang dan perutnya yang rata sebagai hasil dari berlatih di
pusat kebugaran beberapa tahun lamanya.

Sewaktu dia meninggalkan rumah sahabatnya, cuaca masih tetap cerah


sementara hari sudah menjelang malam. Saat dia turun dari kendaraan umum dan
berjalan memasuki area perumahan tempatnya tinggal bersama kedua
orangtuanya, hujan mulai turun rintik-rintik hingga kemudian menjadi deras.

Dia pun memutuskan untuk berteduh sejenak di Indomaret sambil


membeli minuman Pepsi Blue kesukaannya. Dia minum sambil duduk di kafe
kecil Indomaret tersebut. Tetesan demi tetesan air mengalir dari membasahi
rambutnya. Ricky mengusap wajah dan rambutnya dengan kertas tisu yang dia
bawa. Dia mengibas-ngibaskan sedikit kaos basah yang dia kenakan. Angin
malam yang dingin menyelimuti tubuh indahnya.

-mobil dengan wiper yang dijalankan melewati lalang jejeran


jalanan. Motor-motor pun tak ketinggalan ikut hilir mudik menyemarakkan
suasana jalan. Beberapa pengendara motor mampir di Indomaret tersebut untuk
berteduh sekaligus membeli minuman ringan.
Ricky memandangi jalan raya yang kecil tersebut kemudian menatap langit
malam. Pikirannya mengembara.

Dia kesedihan kesedihan Ivan dalam salah satu momen saling mencurahkan isi
hati yang mereka lakukan.

Lihat deh segala sesuatu pada sisi positif, dan Elo akan bisa memilih
bahagia…. Elo memang masih gagal untuk dapetin impian akting Elo, tapi kan
Elo bisa kerja di bidang yang Elo tetap cinta. Menulis di majalah, film
topiknya…. Elo punya gaji jadi bis a mandiri dan bisa berbagi juga…. Kalaupun
Elo enggak dapetin impian Elo, kan bukan berarti hidup Elo berakhir…..

Ricky mengakui bahwa pengunduran Ivan tersebut benar. Tidak ada yang


salah dengan ucapannya. Namun, tetap saja, film adalah jiwa hidupnya. Menjadi
aktor adalah impian terbesarnya dan ini merupakan cita-citanya sejak kecil.

Ricky tersenyum sendiri setelah meneguk kembali Pepsi-nya. Dia masakan masa


kecilnya….

“Mau jadi apa kalau sudah besar nanti, sayang?” Tantenya, yang


merupakan adik mamahnya, bertanya. Umur Ricky baru 8 tahun ketika itu. “Film
Bintang….” dia menjawab dengan pasti.

“Bu, ada di kelas ini yang mau jadi film bintang…. Ricky, Bu.” Angga,
teman sekelasnya sewaktu SD berkata kepada ibu guru yang sedang mengajar saat
itu. Serempak, anak-anak kelas menatap Ricky. Ricky hanya tersenyum sambil
mengangguk dengan kuat.

“Iya…. Mudah-mudahan terkabul…. Amin ya, Ricky….” Ibu guru berkata sambil


tersenyum.

Ricky kembali tersenyum sendiri dan meneguk Pepsi-nya kembali. Dia merasa


gembira kembali.

Saat aku percaya, keajaiban terjadi…. Aku tidak boleh menyerah…..


**

“Hollywood, Los Angeles, Maret 2023”

Michael Willet, salah satu aktor yang baru saja merilis film terbarunya dan
film yang berada di peringkat dua Box Office Chart terbaru, membuka amplop
dan siap membacakan nama pemenang kategori Aktor Pendukung Terbaik. Seisi
ruangan yang amat luas itu sambil terdiam memandang. Situasi hening dan tim
musik pengiring acara pun sedang menghentikan permainan musiknya.

Ricky menjadi salah satunya. Dia memejamkan mata dan jantungnya


berdebar kencang. Ivan yang duduk di sampingnya memegang tangannya sejenak
untuk menghibur semangat.

Saya sudah bekerja sangat keras…. Saya sudah berakting dengan sangat


baik…. Aku dapat iblis…. Tuhan, aku ingin menang…. Aku layak menjadi aktor
pertama Indonesia yang memenangkan Oscar….

Media di Indonesia akan meliput aku…. Headline di Metro TV…. Fotoku


menjadi cover di Pikiran Rakyat dan Pria Kosmopolitan…. Dan akan selalu
kukatakan bahwa saat kita percaya, keajaiban terjadi….. Aku akan jadi inspirasi-

“Jadi, Tuan dan Nyonya…. Dan Oscar jatuh ke…..”

Suasana ruangan sangat hening. Kamera kali ini tidak mengganti


arah. Seluruh kamera ditujukan kepada Michael Willet yang sedang memberikan
jeda pada kata- katanya untuk memberi efek dramatis.

Inilah saatnya pengumuman pemenang untuk Aktor Pendukung Terbaik


pada perayaan Academy Award ke-95, dengan lokasi yang sama setiap tahunnya
yaitu Kodak Theater – Los Angeles.

“Ricky Sinurat dalam I Am Number Six ….” Dan seluruh yang hadir


bertepuk tangan meriah diiringi musik megah yang mengalun kencang menambah
suasana semaraknya. Sejumlah lampu sorot langsung diarahkan ke Ricky dan seisi
ruangan yang dilihat. Seluruh kamera berfokus padanya. Dia adalah pusat
perhatian pada saat itu.

Ricky hanya bisa menganga.

Dia memang sudah sangat mengharapkan bahkan merasa yakin meski


tidak sepenuhnya yakin, tapi tetap saja dia sangat terkejut. Kelegaan, kebahagiaan,
keterkejutan, bercampur baur menjadi satu dalam menit-menit bersejarah
tersebut. Ivan langsung memeluknya erat dan Ricky membalasnya. Dia ingin
menangis rasanya begitu bahagia dan merasa
terharu. Akhirnya…. Impiannya…. Dan dia berhasil menepati janjinya untuk
membawa sahabatnya menemaninya……

Colton Haynes, salah satu aktor paling bersinar di Hollywood saat itu yang
menjadi rekan utamanya dalam Film I Am Number Six menghampirinya dan
memeluknya dari belakang. Ricky menghentikan pelukan dengan sahabatnya dan
membalas pelukan aktor tampan tersebut.

Sutrada ra Guillermo del Torro yang menyutradarai film ini


menghampiri Ricky dan menyalaminya, tepat sebelum Ricky meninggalkan
panggung dan melangkah ke podium untuk merebut piala Oscar-nya.

Seisi ruangan menjadi sepi dan iringan musik pun berhenti tepat saat
Ricky sudah berada di podium sambil memegang piala Oscar-nya dengan tangan
kanan. Dia mendekatkan mulutnya ke mikrofon dan mengucapkan pidato
kemenangannya. Wajahnya menampilkan ekspresi bahagia yang luar biasa dengan
senyuman manis yang terus menghiasi wajahnya.

“Terima kasih banyak, tuan dan nyonya…. Ini sangat spesial


bagiku…. Saya bersyukur kepada Allah, Bapa Surgawi kita atas pencapaian
ini. Terima kasih banyak, keluarga dan teman-teman saya….. dan untuk Ivan,
sahabat saya sejak SMA yang bersama saya sekarang di sana….” Ricky menunjuk
ke arah Ivan. Sesaat, sebagian kamera menyorot Ivan.
“Pacarku di Indonesia, Deo, aku mencintaimu…. Juga, terima kasih yang
sebesar-besarnya untuk kerja tim saya yang luar biasa dalam film ini…. Kepada
pers, terima kasih…. Untuk semua penggemarku, terima kasih banyak…. Dan
untuk kalian semua di sini dan yang menonton, harap diingat…. Sulit untuk
percaya pada apa yang tidak dapat Anda lihat dengan jelas, hal-hal yang tampak
begitu jauh dan semua peluang terlihat dekat…. Tapi tahukah Anda, Anda harus
PERCAYA…. Dan teruslah bekerja keras…..

“Dan ketika Anda merasa sangat sulit untuk percaya, ingatlah bahwa saya
adalah contoh hidup dari pernyataan: KETIKA KITA PERCAYA, KEAJAIBAN
TERJADI….. Ketika saya mampu, itu berarti Anda semua juga, karena saya tidak
ada bedanya …. Kita semua adalah manusia yang memiliki kekuatan dan
kelemahan, yang memiliki sisi baik dan buruk…. Terima kasih…."

Ricky kemudian mengacungkan piala Oscar-nya diiringi tepukan tangan


membahana dan dentuman musik megah yang mulai mengalun kembali. Saat dia
hendak beranjak pergi, tidak disangka, kematian hadirin mulai berdiri dan
memberikan tepuk tangan berdiri ….

Ricky tidak menduga…. Wajahnya menunjukkan ekspresi terkejut


sekaligus bangga, bahagia, dan terharu. Dia menyorotkan tubuhnya sewaktu-
waktu sebagai ucapan terima kasih dengan rasa hormat dan hadirin yang semakin
bertepuk tangan meriah untuknya. Musik iringan pun semakin megah seolah
menyambut kehadiran sang pangeran kerajaan.

Ricky menatap hadirin dan kemudian menatap Ivan, dengan mata yang
berkaca-kaca. Ricky merasa dia bisa segera membasahi kedua bagian pipinya
dengan air matanya…….

“Hei hei…. Apa yang sedang kamu lakukan?" Deo menyapa Ricky sambil


langsung duduk di depannya.

“Bandung, Nopember 2017”


Lamunan Ricky terputus. Dia menyadari bahwa matanya berkaca-kaca
karena memenangkan piala Oscar yang dia khayalkan barusan. Akan tetapi, itu
bukan khayalan. Itu adalah impiannya….

Ricky menatap pemuda kurus dengan hidung mancung di hadapannya sambil


tersenyum. Dia jadi merasa malu sendiri.

“Kamu seperti mau menangis. Wah parah…. Sendirian di kafe, melamun,


dan mau menangis pula…..” Deo berkata dengan nada menggoda.

Ricky menjulurkan lidahnya sekilas ke arah Deo. “Diam ahh….. Sudah


ayo pesan….” Katanya.

“Sedang memikirkan apa sih?” Deo masih tampak penasaran. Dia


mengambil gelas berisi jus selai bercampur susu coklat yang tinggal setengah di
meja dan menyeruputnya melalui sedotan berwarna putih bergaris jingga.

“Mau tahu saja ihh….” Ricky membalas sambil tertawa.

“Harusss….” balas Deo.

Ricky tersenyum lebar. “Saya memikirkan masa depan saya. Saya akan


memenangkan Oscar….”

“Ouuww…..” Deo merespon dengan nada suara yang tidak menunjukkan


keheranan. Dia sudah paham benar karakter Ricky.

“Aku mau pesan ya….” Kata Ricky sambil mengambil menu yang


tergeletak di meja mereka. Pada saat itu, Deo memegang tangan kanan Ricky
dengan tangan kanannya.

Ricky mengangkat wajahnya dan menatap Deo sambil merespon pegangan


tangannya. Dia melihat ke kiri dan ke kanan mereka, memperhatikan sekilas
suasana Kafe Angkringan Dago yang sedang tidak begitu ramai di sore hari pada
hari Jumat tersebut. Mereka tetap memegang tangan dengan erat.

“Aku mendukungmu untuk terus berjuang mewujudkan


impianmu. Padahal sebenarnya aku sepaham dengan Ivan, bahwa aku ingin kamu
fokus pada kerjaan kamu sekarang dan ga usah maksain impian kamu.”

“Kamu sudah pernah ngomong begini, Eo….”

“Dan aku ingin ngomong lagi sekarang, Rick…. Kamu berhasil atau kamu
gagal, kamu adalah pacar aku dan aku mencintai kamu…. Dan kamu punya
kehidupan yang indah…. Banyak yang bisa kamu syukuri dan nikmati…. OKE?"

Ricky tertawa. "Oke…." Mereka saling berpandangan sewaktu-waktu dan


kemudian tertawa bersama. Mereka tidak peduli jika ada orang-orang di sekitar
mereka yang mungkin sedang memperhatikan mereka.

Ricky segera mengakhiri pegangan tangan mereka dan beralih ke


menu. Namun dia tidak bisa langsung berfokus pada menu. Dia masih
memikirkan momen mereka barusan. Sangat berkesan…. Jadi berarti…..

“Sehabis ini kita nonton ke Ciwalk yaa…..” kata Ricky sambil menatap
pacarnya itu. Deo pun sepertinya heran.

“Kita nonton. Aku akan membantumu….” Ricky berulang.

“Iyaa…. Tapi, kita kan enggak ada rencana untuk…”

“Aku mendadak ingin nonton malam ini. Hanya kita berdua, di mall


favorit aku, dan aku mau traktir kamu. Aku ingin merayakan sesuatu hari ini….”

“Perayaan apa?” Deo benar-benar merasa heran.

Ricky tersenyum manis sambil menjawab, “Bahwa aku akan mendapatkan


Oscar suatu hari nanti. Mungkin benar, saya akan menjadi aktor pertama
Indonesia yang meraih Oscar. Kalaupun tidak, saya akan tetap meraih Oscar
minimal sekali dalam hidup. Saya akan sukses di Hollywood….”

Deo memberikan ekspresi bahwa dia tidak tahu lagi harus berkata apa
sambil menghela napas. Ricky segera menyambung, “Sudah, enggak usah
protes. Jika kita percaya, kita harus berlaku seolah kita sudah pasti
mendapatkan…. Iya kan! Karena kita percaya…. Sekarang, saya mau pesan
makanan…. Lapar nih….”

Ricky segera sibuk dengan menu kafe tersebut sementara Deo hanya
memandanginya sambil memandang sekilas, kemudian tersenyum.

Maafku , Demi Anak "

Untuk bisa hijrah tentu ada ikhtiarnya. Hijrah juga tidak sembarang
dilakukan , haru ada niatan Niat juga datang jika ada hidayah dari Tuhan. Maka
jika sudah didapat, jadikan hidayah sebagai solusi untuk meraih kebahagiaan
dunia maupun akhirat. Usahakan, Dapatkan, Pegang erat, Jangan sampai
kehilangan. " Malam semakin larut. Eci masih saja asik mengikat es kantong satu
per satu. Walaupun matanya sudah sangat berat, tetapi ia tetap meneruskan
pekerjaannya hingga selesai.

Waktu sudah menunjukkan pukul 00.05 wib. Eci segera membereskan


peralatan dapurnya lalu masuk ke kamar. Sampai di kamar ia memandangi wajah
suaminya yang sedang terlelap tidur. Suamiku, kau dikirim Allah Swt untuk
mendampingiku. Aku sangat mencintaimu karena Nya. Pikiran Eci melayang
mundur ke masa silam sambil terus memandang wajah suaminya, Eci masih
mengingat semua perjalanan hidup bersama suaminya mulai dan pertama kenal
sampai saat ini.Tak sadar air mata Eci samping suaminya. menetes. Sambil
mengusap air mata Ecipun rebah di samling suaminya.
Setelah selesai salat tahajud , Eci sibuk menghidupkan 3 buah kompor
untuk memasak 3 jenis makanan yang akan dijual pagi ini . Biasanya menjelang
azan subuh Eci sudah menyiapkan 2 macam makanan untuk dijual . Suara azan
berkumandang tanda masuknya waktu salat subuh . Eci bergegas ke kamar
membangunkan suaminya . Namu Eci harus menelan kekecewaan katena tidak
berhasil mmbangunkan suaminya . Hati Eci sedikit terhibur karena anak - anak
Eci selalu patuh padanya . Merka langsung bangun melaksanakan salat subuh .
Setiap sujud terakhir Eci terus memohon kepada Allah Swt agar suaminya
diberikan petunjuk dan hidayah . Pagi - pagi sekali Eci kembali membangunkan
suaminya.

" Mas , bangun mas . Mas , ayo bangun , udah siang ni .... ayo mas, kerja".

Eci berusaha membangunkan suaminya untuk tidak Tetapi suaminya


pergi kerja, sedikitpun memperdulikan. Ia malah menutup telinganya dengan
bantal. Kehidupan rumah tangga Eci berjalan dengan situasi sulit, karena suami
Eci malas bekerja. Sebagai seorang guru honor, Eci hanya mampu membiayai
kebutuhan makan setiap hari saja. Sementara untuk kebutuhan lain, Eci harus
berjualan di kantin sekolah . Sore itu , saat mendengar suara azan , Eci bergegas
mengambil wudu. Suara hp berbunyi. Eci mengangkat handponnya . Suara dari hp
itu sangat dikenalnya .

" Assalaamu'alaikum pak, " Sambut Eci . " wa'alaikumussalaam " jawab
dari dalam hp sentr butut Eci . Ada apa pak , menelpon saya ? Apa ada yang harus
saya lakukan ? " Tanya Eci.

" Begini Ci , nanti selesai maghrib Eci ke rumah adik bapak yang bagian
kepegawaian ya.

"Kata suara di dalam hp tersebut. "Ada apa pak ? "Tanya Eci. "Pokoknya
datang aja ke rumahnya " tegas pak Ahmad . Oh ya pak , saya akan ke sana habis
maghrib .

"Selesai magrib Eci mengajak suaminya ke rumah adik pak Ahmad.


Sampai di sana tampak pak Usman sedang sibuk membuka beberapa berkas di
meja tamu . Eci mengucap salam . Pak Usman mempersilakan Eci dan suaminya
masuk .

"Mohon maaf pak, tadi saya ditelpon sama pak Ahmad. Katanya bapak
minta saya datang menemui bapak. Sebenarnya ada apa ya pak ? Apa saya ada
salah ? " Tanya Eci penasaran.

Pak Usman memandang wajah Eci sambil tersenyum, "Begini bu , saya


punya kabar gembira buat ibu . Kabar gembira pak ? " Tanya Eci . " Ya , kabar
gembira . " Jawab pak Usman . "Kabar gembira apa pak ? Di antara sekian ratus
peserta yang masuk data best CPNS tahun ini , ada satu peserta yang meninggal
dunia.

"Ha .... Eci menutup mulutnya kaget sambil mengucapkan Innalillaahi


wainnailaihirooji'uun. "Nah bu Eci yang kami ambil untuk mengisi posisi yang
kosong itu. Mungkin ini memang sudah rezekinya ibu. Jadi ibu bisa menyiapkan
berkas pendaftaran ulang selama tiga hari. Jelas pak Usman. Baiklah pak, saya
akan urus secepanya.

Setelah menerima SK PNS kehidupan Eci mulai berangsur berubah. Eci


mulai bisa mengatur ekonomi . Kebutuhan rumah tanggapun tercukupi setiap
bulannya , walaupun suaminya sekali kerja sekali tidak . Eci tidak
mempermasalhkan itu , yang penting suaminya mau bekerja . Malam itu , Eci dan
Edo suaminya ngobrol sampai larut suaminya malam.

" Dek .... Ada sesuatu yang ingin mas sampaikan . Ada apa mas ?
Ngomong ajalah . Tapi mas takut adek nggak setuju. Ya sudah ngomong aja.
"Jawab Eci penasaran. "Begini dek , mas ingin keadaan kita berubah , maksud
mas , mas pengen nambang tamu - tamu hotel dek .

Eci menoleh ke arah Edo. Memangnya mas punya SIM dan mas mau
sewa mobil ? "Tanya Eci "Ya , nggak lah dek . Lalu banagimana caranya ? Ya ,
kita belilah mobil seken yang harganya terjangkau. " Jawab Edo.
"Tapi mau dapat uang dari mana mas ? Hmmm .... Begini dek "Edo
seperti ragu mau mengucapkan sesuatu pada Eci.

“ Bagaimana mas ? " Tanya Eci. "Gadaikan aja SK adek tu ke Bank.


Apa ? Gadaikan SK ? Ya, tapi adek jangan takut, nanti mas yang bayar
angsurannya " timpal Edo dengan cepat . " Bagaimana ya mas ? Kenapa, kamu
ragu dek ? Kamu takut mas tak mampu bayar cicilannya ? Tanya Edo bertubi-tubi.

"Bukan gitu mas, tapi saya takut entah nanti mas berhalangan, nggak ada
penumpang, lalu macet angsurannya, bagaimana mas ? "Tanya Eci penuh
kekhawatiran. "Udahlah dek, tenang ajalah, mas pasti bisa mengatasi hal ini . Ya
sudah , benar ya mas , pokoknya saya nggak mau kalau nanti jadi masalah . Ya ,
ya .... Mas janji . Waktu berjalan begitu cepat . Tiga bulan sudah berlalu . Edo
belum juga mulai nambang. Padahal Eci sudah membuatkannya SIM untuk
membawa penumpang hotel.

Kebetulan di tempat tinggalnya benyak tamu - tamu dari Malaysia dan


Singapura yang berlibur setiap akhir pekan . Eci yang dipotong dari mulai risau
memikirkan angsuran bank gaji PNSnya setiap bulan. Sepertinya Edo mulai
terlena dengan mobil yang dibeli dari hasil meminjam uang bank. Semakin hari
Edo semakin lalai dengan waktunya. Ia tak lagi menghiraukan nafkah keluarga .
Setiap kali Edi mengingtkannya Edo selalu marah - marah. Edo juga sering
mengeluarkan kata - kata kasar pada Eci . Pada anak anaknyapun Edo sering
memukulnya. Melihat ekonomi keluarga semakin memburuk Eci angajak Edo
bicara dari hati ke hati.

Akhirnya mereka sepakat untuk membuka kios minyak bensin di pinggir


jalan. Eci memberikan modal usaha pada Edo demi masa depan anak - anaknya
yang mulai 300.000 / bulan. Kios minyak itu disewa oleh Edo seharga Rp. Edo
mulai disibukkan dengan kios bensinnya. Sementara Eci sibuk dengan dunia
kependidikannya. Sejak habis melahirkan anak ke empat dengan cara operasi
cesar, Eci membayar asisten rumah tangga untuk mengerjakan sebagian pekerjaan
rumh terutama untuk menjaga bayinya. Hari itu Edo pulang cepat. Jam sepuluh
pagi mobil sudah parkir di depan rumah. Melihat mobil ada di rumah, Eci
bergegas meninggalkan majelis guru pulang ke rumah. Sampai di rumah Edo
sudah duduk santai di kuesi ruang tamu.

“Baru jam sepuluh ? " Tanya Eci . " Loh mas, kok udah pulang ? Kenapa
cepat sekali ? Ini kan " Capek , ngantuk , sepi . Loh kok capek mas ? Kan Cuma
nungguin orang ngantar uang kok . Udah lah kan masih ada besok . Tapi mas ,
alaaah , udah lah ribut aja . Ke sekolah sana ! "Bentak Edo kepada istrinya.

Eci memang selalu mendapat perlakuan kasar dari Edo . Kalau sudah
begini Eci hanya bisa mengurut dada dan pergi meninggalkan rumah dengan
Beberapa hari berikutnya Edo selalu pulang siang Padahal kalau kiosnya dijaga
sampai malam pemasukannya jual bensin bisa mencapai 500-600 ribu . lumayan
banyak . Apa lagi kalau malam minggu . uang hasil Hari terus berganti .

Kabar burung tentang Edo yang sering mengantar asisten rumah


tangganya ke mana - mana sudah sering terdengar . Kadang - kadang diantar paki
vespa , kadang - kadang pakai mobil . Tidak tahan lagi mendengar gunjungan
tetangga tentang kedekatan Edo dan asisten rumah tangganya , Eci pulang ke
rumah diam - diam saat mobil mulai diparkir di halaman rumah. Diam - diam Eci
masuk dari pintu belakang. Eci melihat pintu menuju ke dapur tertutup rapat, Eci
langsung membuka pintu tiba - tiba. betapa kagetnya Eci melihat kemesraan Edo
dan asisten rumah tangganya. Mereka berdua kelihatan kaget dan salah tingkah.
Eci langsung terpaku tak bisa ngomong apa - apa Seluruh tubuhnya seakan kaku
tiba - tiba . Tenaganya juga seperti terhisap oleh grafitasi bumi . Ia benar - benar
membisu. Eci sudah tidak kuasa memarahi suaminya . Ia hanya menyuruh
asistennya untuk tidak lagi bekerja di rumahnya.

Sementara pada suaminya , Eci juga malas ngomong . Dia lebih banyak
diam . Kejadian ini bukan baru pertama sekali dilakukan oleh suaminya .
Beberapa tahun lalu Edo juga pernah selingkuh dengan perempuan yang sudah
bersuami . Rasanya Eci sudah bosan melihat kelakuan Edo yang suka mengotori
rumahtangganya dengan pengkhianatan . Eci bertahan selama ini hanya karena
anak-anaknya. anak - anaknya tumbuh tanpa seorang bapak . bertahan selama ini
hanya karena anak - anaknya . Ia tak mau kapal pesiar di laut Batam- Singapura .
Ia mencoba minta.

Pagi - pagi sekali Eci menelpon abangnya yang bekerja di pekerjaan pada
abangnya . Kebetulan bos kapal pesiar tempat abang Eci bekerja sedang mencari
karyawan.Bak gayung bersambut , Ecipun menyampaikan berita gembira ini pada
Edo. Walaupun hatinya masih sangat sakit , tapi ia kesampingkan dulu rasa sakit
hatinya.

" Mas , tadi pagi saya nelpon abang. Abang siapa ? Tanya Edo ke Bang
Agil. Mau apa nelpon bang Agil ? Minta kerjaan untuk mas. Mas harus terima
kerjaan itu karena dia sudah merekomendasikan mas untuk kerja di sana. Biklah
kalau itu maumu. Pagi - pagi sekali Eci mengantar Edo ke pelabuhan untuk
berangkat ke Batam. Eci meninggalkan pelabuhan sambil berpesan, ingat mas
kerja yang benar.

“Ya dek mas akan kerja sungguh - sungguh demi anak – anak”.

Sepanjang perjalanan Eci memohon pada Allah dalam hati agar diberikan
kekuatan suaminya dan semangat bekerja yang tinggi. Menjelang masuk waktu
ashar telpon masuk dari bang Agil. Eci cepat - cepat mengangkat hp nya.Rupanya
Bang Agil mulai mengkhawatirkan Edo yang tidak sampai - sampai ke pelabuhan
Nongsa Batam. Seharusnya sebelum zuhur Edo menelpon dari Singapura. sudah
sampai. Bang Agil bingung bosnya terus - terusan Sore itu Eci duduk di tangga
pintu dapur rumahnya sambil memandangi buah rambutan di belaknag rumah. Ia
terus berharap agar masa depan anak - anaknya terjamin kalau suaminya betah
bekerja di kapal pesiar itu.

Tiba - tiba lamunan Eci dibuyarkan oleh bunyi langkah kaki dari samping
rumah . Eci menoleh ke arah samping . Betapa kagetnya Eci melihat Edo muncul
tiba - tiba di hadapannya . Edi benar - benar tak habis pikir . Apa yang ada di
pikiran Edo sampai dia berani membatalkan pekerjaan yang susah payah
diperjuangkan oleh abang iparnya itu. Ecin langsung masuk ke rumah tanpa
berkata apa - apa. Semalaman Eci tidak memperdulikan Edo.

Dia menar benar sudah kecewa . Kekecewaannya sudah sampai pada titik
terakhir . Besok paginya Eci langsung mengajukan surat permohonan pindah
kepada kepala sekolah . Eci sudah menutuskan untuk hijrah ke kampong
halamannya untuk mengubur semua kenangan pahit yang ia derita selama 16
tahun di kampong suaminya . Setelah surat pindahnya keluar Ecipun berkemas -
kemas untuk pindah. Edo yang tidak tahu rencana kepindahan istrinya mencoba
menanyakan hal ini pada Eci.

Eci dengan tegas mengatakan bahwa ia akan pindah tugas ke kampong


halamannya.

"Dek , kamu mau pindah sendiri tanpa mas ? Saya tidak sendiri mas , tapi
saya pindah bersama anak - anak saya. Mereka itu juga anak - anak mas lo dek,
timpal Edo

"Apa ? Hello...Selama ini mas kemana ? Apa mas peduli mereka makan
apa tidak ? Apa mas tau mereka butuh uang apa tidak ? Terus berapa biaya
sekolah mereka apa mas tahu ? Nggak kan ? Sudahlah mas tolong biarkan kami
pergi dari kehidupan mas . " Edo langsung bersujud di kaki Eci.

Ia benar - benar menyesal dengan apa yang telah ia perbuat. Eci sudah
tidak menghiraukan air mata buaya Edo . Edo terus berusaha mendapatkan maaf
Eci. Siang dan malam ia terus meminta maaf dan berjanji kalau sudah sampai di
kampung Eci ia akan berubah. Dengan penuh pertimbangan dan lagi - lagi demi
anak - anaknya, akhirnya Eci mau memaafkan Edo.

Dan mereka pindah ke kampung Eci memulai kehidupan yang baru.


Walaupun di hati Eci masih sangat sakit.

Anda mungkin juga menyukai