Anda di halaman 1dari 30

Hitomi no Screen

Yamada Ryosuke Fanfiction 2012 Hey! Say! JUMP Lounge Production Full Credit to the Author Hime puspieta Edited by Amel Chan

Title

: Hitomi no Screen

Categories : Fanfiction - Oneshot Genre Rating : Friendship, Romance :G

Theme song : Hitomi no Screen - Hey! Say! JUMP Author : Hime Address : Jl. Jeruk 154 Lakarsantri Surabaya Phone Number : 085755847504 Age : 19

Reason join this competition : Celebrating Yamada Birthday~ Yeey~! >w

Cast

1. Yamada Ryosuke 2. Nakajima Yuuto 3. Hey! Say! JUMP member - Morimoto Ryutaro was still a member (Gomen, lama kalo disebutin satu-satu >. (OC) 4. Riku a.k.a Ita - Original Character 5. Satria - Original Character

Quote: "Take a breath... and try to take a look on that blue sky... You said that it is not blue? Dont be ridiculous!

Over that pitch dark, there is always blue sky... vastly," -Riku

------------------------

Hitomi no Screen

... Never gonna let you down!! kepalan tanganku mengakhiri latihan dance untuk hari ini. Fuuuh... selesai... Semoga di School Kakumei nanti tidak ada kesalahan. Yamachan, cari makan yuk! Chii menepuk pundakku seraya tersenyum. Aku cuma menoleh dan menggeleng. Maaf, aku lagi nggak mood buat makan, kataku lemas. Aku memang merasa tidak enak badan hari ini. Entah kenapa, semua jadi terasa berat begitu mendekati acara itu. Kalau begitu kita keluar dulu. Kamu nggak apa-apa kami tinggal sendiri? Hikarukun berjalan mendekatiku dan setelah melihat anggukan dan senyum simpulku, dia menarik tangan Chii. Chii cuma melambaikan tangannya dan kemudian pergi bersama Hikaru-kun. Ah, ya. aku lupa memperkenalkan diri. Aku Yamada Ryosuke, Mei tahun ini aku akan menjadi 16 tahun. Dan menyanyi adalah pekerjaanku. Meskipun sekarang aku juga membintangi beberapa dorama. Yap! Boysband. Beranggotakan 10 orang, kami memulai perjalanan ini di Tokyo Dome beberapa tahun lalu. Memang masih terbilang muda, tapi jangan salah. Nama kami cukup melejit di negara kami, Jepang, Asia, dan beberapa negara di Eropa dan Amerika Serikat. Hmmm... bukannya sombong, tapi bukankah aku sudah menyebutkan hampir 70 % bagian dunia? Dan kali ini, aku bersama dua anggota lainnya, Chinen Yuuri dan Yaotome Hikaru, ikut dalam acara School Kakumei. Acara pertama Chii dan Hikaru-kun. Karena itulah, aku jadi kurang tidur dan nggak nafsu makan. Pokoknya aku harus mempersiapkan semua. Aku nggak boleh gagal. Aku nggak boleh membuat mereka malu. Aku nggak boleh salah posisi dalam menari. Aku nggak boleh meninggikan suara. Aku, aku... aku nggak mau mereka gagal dan akhirnya membenciku. Aku nggak mau mereka menjauhiku. Aku nggak mau sendirian.

Ya... ma... chan!!! Sahabatku dari kecil itu melongok ke dalam ruangan koreografi dan dengan nada merajuk ia memanggil. Kenapa sih, Yuto? aku menyeka badanku yang penuh keringat dengan handuk putih sambil duduk di kursi panjang tempat kami biasa beristirahat. Liat surat dari fans yuuuuk... Sekali lagi, dengan nada merajuk dan sambil menggelayuti tanganku dia membujuk. Aku memang lemah dengan rayuannya Yuto yang memang ampuh itu. Sejenak aku melupakan keteganganku pada acara besok.

Oke, oke... tapi aku masih capek... malas turun ke lobi... aku meregangkan kedua tanganku. Sekali lagi Yuto mencoba membujukku dengan cara yang sama, tetapi kali ini dengan wajah dan mata seperti anak anjing yang sedang basah kuyup. Kamu nggak mau menemaniku, Yamachan? Yuto mulai mengeluarkan jurus andalannya. Yah... sudahlah. Sebaiknya aku turuti dia. Lumayanlah, untuk menenangkan kekacauan hatiku. Ayo, Jawabku singkat. Yuto langsung memelukku dari belakang ketika aku berdiri. Berat! Kau nggak tahu kau berat ya, Yuto? Ditambah dengan segala beban yang aku tanggung pada acara besok? Oi, oi... ntar kita dikira yaoi lagi, aku beralasan. Lho, bukannya kita memang pacaran, Yamachan? dia menjawab enteng dengan wajah nakal. Hentikan itu, kataku sangat singkat. Datar. Aku sedang nggak mood dikerjai hari ini. Yuto langsung mengangguk-angguk dan melepas pelukannya. Kemudian kami bersama menuju lobi. Di lobi, para senpai yang baru pulang kuliah menyapa kami. Arashi, KAT-TUN, mereka datang bergantian di ruangan depan kantor Johnys Entertainment ini. Tak lama, mataku tertumbuk pada segerombolan teman-teman Hey! Say! JUMP, nama Boysband kami. Aku dan Yuto turut bergabung. Nih, punya kalian berdua, Yabu-kun, leader kami, memberikan setumpuk surat kepadaku dan setumpuk lagi kepada Yuto. Dengan senyum dan suara yang menenangkan itu, dia menyuruh kami membacanya. Aku langsung mengambil tempat duduk di sofa tepat di sebelah Daiki-kun. Huaaa... selamat ya, Yamachan! Kali ini kamu dapat surat fans terbanyak di antara kita! Daiki-kun menjabat tanganku antusias. Aku cuma bisa tersenyum. Err, apakah senyum ini terlihat dipaksakan?

Kubuka satu persatu puluhan amplop yang datang. For Yamada Ryosuke, Daisuki, Yamachan, Yamachan is The Number One, dan lain-lain selalu menjadi prolog surat-surat fans yang umumnya cewek. Amplop yang mereka pakai kebanyakan warna pink atau merah. Hmm... aku lagi nggak mood dengan ini semua... Mereka tak pernah tahu sisi rapuh diriku yang lain. Hanya wajah dan suaraku yang mereka butuhkan. Tapi yah... itu memang pekerjaan idola kan? Setelah membongkar surat, aku menemukan satu-satunya surat yang beramplop coklat pohon. Tentram, itulah perasaan pertama saat melihatnya. Tanpa tambahan aksesoris cewek yang umumnya bergambar hati itu, amplop itu sangat mengesankan. Aku membuka amplop itu dengan hati-hati. Kertas surat yang tersembul juga berwarna coklat, meski tampak lebih muda. Siapa ya? aku jadi tertarik membacanya.

Still working, right? Still tired, right? Stuck with your busy life? Its not important... Dont you wanna see your fans smiling? Dont you wanna see them happy? So, fight!! Keep the peoples smile is important to you, right? (If i dont get something wrong with you) Take a breath... and try to take a look on that blue sky... You said that it is not blue? Dont be ridiculous! Over that pitch dark, there is always blue sky vastly Believe that everything gonna be alright Believe that everything can be great Believe me, Ill beside you when youre alone

Ganbatte, Yamachan !

-Riku-

Baka!* Aku bener-bener cuma ngerti setengah dari semuanya! Aduh... minta tolong Keito deh buat nerjemahin... Keito kan lahir dan besar di Inggris. Aku benar-benar dibuat penasaran oleh Riku ini. Keito hanya tersenyum manis ketika ia selesai membaca surat dari Riku. Kemudian ia menjelaskan artinya padaku. Haha... baru kali ini ada fans yang sanggup membuatku penasaran. Sambil mengerutkan dahi, aku berpikir pernahkah Riku ini sebelumnya menulis surat padaku? Keito, yang sedari tadi diam memperhatikan tingkahku, tersenyum dan seraya berkata, Cewek itu orang yang baik, kemudian pergi meninggalkan aku yang terbengong. Aku tersenyum lagi. Surat ini benar-benar membuatku bersemangat. Entah kenapa, kalimat yang sederhana dan bermakna implisit ini membuat kenyamanan di hatiku. Take a breath... and try to take a look on that blue sky... Tarik nafas... aku coba untuk melihat langit di luar. Lho? Mendung. Abu-abu gelap mewarnai langit. Nggak biru tuh! You said that it is not blue? Dont be ridiculous! Aku ingat lanjutannya. Huuuf... seakan dia bisa membaca pikiranku. Over that pitch dark, there is always blue sky vastly, Believe that everything gonna be alright . Oke, berpikir posituf Yamachan! Semuanya akan baik-baik saja, acara School Kakumei besok akan lancar. Believe that everything can be great. Oke, ini akan menjadi acara terhebat. Tapi... Believe me, Ill beside you when youre alone. Baiklah. Aku tidak sendiri di sana. Aku bersama Riku.

Semua siap? director meneriaki semua orang di dalam studio 4 yang diajdikan studio untuk acara School Kakumei. Semua di situ mengangguk antusias. Chii dan Hikaru-kun juga. Yamapi-senpai juga. Hanya aku. Aku memang nggak siap untuk acara ini. Aduh, please jantung... tenanglah... gimana aku bisa tenang dengan semua tekanan ini? Seragam sekolah yang kupakai terasa menyesakkan. Kegugupanku mencapai maksimal. Oh, tidak... aku nggak bisa. Aku nggak bisa melakukan ini! Dont you wanna see your fans smiling? Dont you wanna see them happy?

Aku membuka lembaran surat fans yang kusimpan dalam sakuku. Riku... sepertinya kali ini aku nggak bisa membuat para fans tersenyum... aku nggak bisa.

So, fight!! Keep the peoples smile is important to you, right? (If i dont get something wrong with you)

Kalimat paling akhir itu langsung menusuk. Memang, aku paling suka melihat senyum dan tawa bahagia para fans. Kamu nggak salah menilaiku, Riku. Aku yakin itu. Aku akan berjuang. Meskipun sendirian.

Believe me, Ill beside you when youre alone

Oh, ya. kamu di sini kan? Kamu bersamaku, kan? Tolong jangan pergi dulu. Aku butuh kamu di sini. Semua mulai bersiap di posisi masing-masing. Acara akan dimulai. Aku melipat kembali surat itu dan memasukkannya dalam saku. Tarik napas... bayangkan langit

biru. Chii menepuk pundakku. Mata dan senyumnya seraya berkata, Nggak apaapa,. Aku balas tersenyum. Hikaru-kun bersemangat sekali untuk ini. Aku nggak boleh mengecewakannya. Oke, take... 3... 2... Ganbatte, Yamachan ! Eh? Lho? Tadi kayaknya aku dengar suara cewek berteriak begitu. Riku? kamukah itu?

1... action!!

Hebat. Segalanya berlangsung lancar. Semua terlihat alami dalam acara itu. Aku bersemangat dalam menjalankan kuis-kuisnya. Mereka tertawa. Fans kami tertawa. Chii dan Hikaru-kun juga. Aku juga. Entah kenapa, semua beban hilang begitu aku mendengar suara tadi. Aku bisa. Ini benar-benar menjadi sangat hebat! Cut!! seseorang akhirnya mengatakan itu. Selesai! Dan bagus sekali! Semua memuji kami. Kalian hebat! Itu semua benar-benar alami! Untuk berikutnya seperti itu juga ya! Director menyemangati kami sebelum kami pergi meninggalkan ruangan. Aku, Chii, dan Hikaru-kun larut dalam euforia itu. Kemudian kami pulang, tepatnya ke kantor J.E, Johnys Entertainment. Kyaaa... Selamat!! Acaranya bagus lho! Ryutaro berlari memelukku. Yokatta*... semua senang. Ryutaro adalah anggota termuda kami. Dia lucu. Dan aku suka melihatnya tersenyum seperti saat ini. Segalanya terasa menyenangkan. Anggota HSJ yang lain menyemangati kami. Takaki-kun, Yabu-kun, Inoo-kun, Daiki-kun, Yuto, dan Keito ikut euforia saat ini. Kami merayakan keberhasilan pertama kami di sebuah restoran tempat kami biasa mangkal. Bahagia. Cuma itu satu-satunya perasaan yang dapat kugambarkan saat ini. Kemudian Yuto mengajakku keluar ruangan sebentar. Ada apa, Yuto? aku memulai pembicaraan saat kita sudah berada di beranda. Ini, milikmu, Yuto menyerahkan sepucuk surat warna coklat yang, ah... dari Riku! apa tadi aku menjatuhkannya? Aku memungutnya tadi di J.E. kamu menjatuhkannya. Dan, maaf... aku... membacanya, Yuto membungkuk dalam. Aku tersenyum. Nggak apa-apa, kok. Toh kita teman, jadi tak apalah... aku menjawab santai. Aku malah ingin memperkenalkan Riku ini pada Yuto.

Bener nggak apa-apa? Karena kupikir dia fans yang sangat berharga buatmu, Deg. Kata-kata Yuto langsung mengingatkanku. Oh, ya. kalau bukan karena Riku, aku akan gagal tadi. Dia adalah orang yang berharga bagiku, sekarang. Setara dengan pentingnya keberadaan Yuto sebagai sahabatku. Iya, dia memang sangat berharga. Sama seperti keberadaanmu untukku, jujur. Aku malu mengakui itu. Tapi Riku mengajarkanku untuk terus maju tanpa ragu. Menjaga apa yang penting bagiku. Kau sahabat terbaikku, Yuto, aku meneruskan. Yuto yang sedari tadi diam mendengarkan, langsung memelukku.

Ini, ini, pertama kalinya kau bilang padaku kalau aku sahabatmu! Aku, aku, senang sekali! Bisa kurasakan kebahagiaan Yuto mengalir lewat kata-katanya. Ya, aku tidak sendiri. Yuto selalu di sampingku. Kau juga, Riku. Terima kasih, telah menyadarkanku pada apa yang penting. Sesudahnya, aku menceritakan keberadaan Riku pada Yuto. Ia tersenyum mengetahui hal itu. Yuto bilang, Riku adalah cewek yang hebat. Aku dan Yuto memang sepikiran. Kita sama-sama menganggap Riku cewek yang keren.

Minggu demi minggu berlalu. Kami sibuk mempersiapkan single baru kami, Mayonaka no Shadow Boys. Rambutku sudah agak panjang, tapi aku nggak sempat memotongnya. Yuto sudah bertambah tinggi dan keren. Tapi ia masih Yuto yang dulu. Lucu, imut, dan sahabat baikku. Riku? Dia selalu mengirimiku surat seminggu sekali. Aku jadi rajin mengecek kotak surat fans yang masuk. Yuto dan anggota HSJ lainnya juga ikut membaca tiap surat dari Riku. Riku memang nggak cuma menulis untukku, tapi kalimatkalimatnya terasa untuk semua anak HSJ. Sayang, aku masih belum sempat mengirimkan balasannya. Sibuk. Aku bingung. Aku takut kehilangan dia bila pesannya tak pernah terbalas. Tapi Yuto bilang, dia adalah orang yang setia. Dan aku percaya itu. Tumpukan surat bersampul coklat pohon itu kutaruh dalam tasku. Nyaris aku nggak pernah lepas dari surat-surat Riku. Daiki-kun yang entah bagaimana juga mengetahui itu, bilang padaku bahwa Riku cewek yang perhatian. Ya, aku tahu.

Keito juga jadi update pada surat-surat Riku. Ya iyalah... aku selalu memintanya untuk menerjemahkan. Berkat itu juga, bahasa Inggrisku mulai lancar. Yuto juga kok!

Cewek yang lucu, itu kata Hikaru-kun. Imut, kata Chii. Beda dengan Takaki-kun yang bilang, Kayak Yankumi di Gokusen ya?. Atau malah Ryutaro yang bilang, Kakak itu pasti cantik! meskipun Riku tak pernah mengirim fotonya. Apalagi Riku tak pernah cerita dia perempuan atau lakilaki. Inoo-kun yang baru tahu tentang Riku ini bilang, Dia orang yang spontan,. Yabu-kun yang dewasa malah bilang, Jadi pingin jadiin Riku cewekku deh,. Yang paling aku suka adalah pendapat Keito. Cewek lugu yang tahu banget Yamachan,. Aku juga tersanjung dengan kata-kata Yuto, Cewek ini adalah saingan terberatku buat jadi sahabat terbaiknya Yamachan,. Hehehe... mereka semua orang yang baik. Dan sangat mengerti Riku. Kau tahu Riku? HSJ menyayangimu. Terutama aku.

Isi surat-surat Riku? banyak. Tapi yang penting, dia seakan selalu tahu kondisiku saat aku membaca suratnya. Isi surat yang paling aku suka adalah surat yang kubaca saat aku baru saja bertengkar hebat dengan Yuto. Yah... mungkin itu cuma bumbu persahabatan. Tapi selama aku berteman dengan Yuto sejak SD, baru kali ini kami bertengkar. Sebenarnya masalah kecil. Yuto seperti biasa menjahiliku. Kali ini dia mengurungku di luar saat kita akan membuat PV untuk single terbaru. Tapi itu adalah hal paling bodoh! Masa dia nggak tahu kalau di luar sangat dingin! Apalagi, waktu itu aku memakai kostum tipis yang nggak bisa menahan dingin. Baru setelah sebagian tanganku serasa membeku, Yuto membuka pintu. Dan dengan bodohnya dia bilang, Maaf Yamachan! Kali ini aku benar-benar lupa kalau kamu tadi di luar!! Maaf! Yuto membungkuk dalam-dalam. Tapi bagiku yang sudah kepalang marah, hal itu sudah nggak berguna. Aku benar-benar marah. Dia bilang lupa?! Lupa?! Cih, alasan bodoh.

Seusai sesi pemotretan sekitar 1 jam, aku langsung beranjak pergi. Tanpa ba-bi-bu aku langsung ke lobi. Yuto mengejarku. Ia menangkap lenganku.

Maaf, Yamachan!! sekali lagi ia membungkuk. Tapi aku nggak peduli. Kukibaskan tangannya. Yuto malah berbalik marah dengan sikapku. Gimana sih?!! Aku kan sudah minta maaf!! Masa kayak gitu aja kamu marah!! suara Yuto meninggi. Kayak gitu aja? Dia bilang kedinginan di luar sampai hampir beku kayak gitu aja? Kamu pikir kedinginan di luar sampai beku itu kayak gitu aja? aku berbalik dan menatap Yuto. Kita yang sama-sama sudah marah, mulai mengepalkan tangan dan...

Buak!! Aku memukul Yuto duluan. Tak lama dia berdiri dan mencengkeram kerahku. Dengan postur tubuhnya yang lumayan tinggi, gampang saja dia memukulku balik. Terjatuh, aku bangkit dan langsung meninjunya tepat di pipi. Sayangnya, pada saat yang bersamaan Yuto juga memukulku di pipi. Kami sama-sama jatuh. Terdiam. Bodoh!! kami sama-sama mengucapkan itu dengan lantang. Kemudian kami samasama beranjak pergi meskipun berbeda arah. Aku turun ke lobi. Sekitar 15 menit setelah aku membersihkan luka di pipiku akibat pertengkaran tadi, Keito, Daiki-kun, Chii, dan Inoo-kun datang. Cih... mereka pasti mau membujukku agar aku berbaikan dengan Yuto. Lagi panas ya? Inoo-kun dengan nada menyindir berkata sambil duduk di sampingku. Huh, peduli amat. Aku diam saja. Inoo-kun, jangan begitu, pasti Yamachan sedang sangat kesal. Lebih baik nggak menggodanya, Chii. benar. Aku lagi nggak pingin diganggu. Kau itu sebenarnya umur berapa sih? Daiki-kun mulai bertanya. Penting nggak sih? 16, jawabku sekenanya. Hmm... harusnya kamu sudah tahu kan? Inoo-kun menyahut. Aku nggak ngerti maksud Inoo-kun. Yamachan, kamu sudah tahu mana yang benar dan salah kan? Cobalah untuk ngerti sekali aja, Daiki-kun menjelaskan. Yuto kan sahabatmu Yamachan... sudah seharusnya kamu ngertiin dia, Chii menambahkan.

Cobalah untuk minta maaf duluan. Kita sama-sama tahu kau lebih dewasa dari Yuto, kan? Beri contoh yang baik. Kami percaya padamu, Daiki-kun memberi wejangan to the point. Tapi aku nggak mau minta maaf duluan. Dia yang salah kok! Setelah mencoba membujukku yang hanya diam, mereka menyerah dan akhirnya kembali ke atas untuk syuting PV berikutnya. Sebelum pergi Keito yang dari tadi hanya diam tanpa suara, mendekatiku dan berbisik, Mungkin sebaiknya Riku yang menasihatimu, Keito tersenyum simpul sebelum akhirnya pergi mengikuti yang lain. Riku!! aku ingat. Aku langsung membuka kotak surat fansku dan mencari amplop coklat pohon. Ada! Aku menemukannya. Langsung kubuka suratnya yang terlipat. Aku langsung membacanya di tempat.

Hee... life is not only full of smile, huh? Tears, sadness, and hatred are being one of the unique life.

Memang sih, Riku... Hidup itu emang nggak mesti baik... begitu juga persahabatanku dengan Yuto... tapi kalau kamu bilang itu uniknya hidup, aku nggak setuju. Geez, yeah, of course... it wont be unique after all... we hate these. I know. You know.

Ya, ya. itu bukan unik. Itu menyesakkan. Aku nggak suka. Aku benci itu. Aku nggak suka Yuto berbuat begitu. Tapi aku juga benci kalau Yuto meninggalkanku...

But, i believe these all will no longer exist. I believe that everything will be alright.

Darimana kamu punya kepercayaan diri sebesar itu Riku?

Life is grant, isnt it? Life is like a rainbow.

Yah... itu benar. Hidup ini seharusnya indah seperti pelangi.

So, you need both the sun and the rain to makes its colors appear. We need both the happiness and the sadness. We need loves and hatred. We need togetherness and loneliness.

Ah... lagi-lagi aku dibuat kagum olehnya. kiasan yang menakjubkan itu selalu berhasil membuatku berpikir jauh. Berapa umurmu? Apakah umur itu cocok dengan kedewasaan dirimu, Riku?

We need fighting and apologizing.

Kalimat yang kubaca itu membuatku benar-benar terpukul. Bagaimana aku bisa membiarkan pertengkaranku dengan Yuto berakhir tanpa kata maaf?

I believe in life. I believe it. I believe in you. Go, and see whats color appear. New color is about to begin.

-Riku-

Jadi... kau menyuruhku minta maaf duluan? Tapi kan, bukan aku yang salah... bukan aku yang harus memulainya kan? Setelah menutup surat itu dan memasukkannya dalam saku, aku berpikir lagi. Riku percaya padaku. Dia percaya aku bisa memulai segalanya. Aku bisa membuat awal yang baru. Akan kulakukan. Aku juga nggak mau kehilangan Yuto. Bukannya Riku juga yang mengajarkanku untuk menjaga yang penting bagiku? Yuto, aku memanggil Yuto begitu aku mencapai ruangan koreografi, tempat Yuto berada. Dengan wajah ragu, Yuto mendekatiku. Maaf, aku benar-benar minta maaf, kubungkukkan badanku dalam-dalam begitu ia tepat di depanku. Aku tahu, Yuto masih marah. Tapi harus kulakukan. Siapa yang akan memulainya kalau bukan aku duluan? Se... seharusnya aku yang minta maaf, dengan terbata-bata, Yuto mengatakannya. Aku menegakkan badanku. Aku menatapnya, ia juga. Hening. Kemudian kami tertawa. Baru kami sadari bahwa hal yang kami lakukan adalah hal paling bodoh. Aku nggak nyangka kalau Yamachan bakal bilang maaf duluan, Yuto membuka pembicaraan begitu kita duduk di lantai ruangan koreo itu. Haha... itu sih... aku nggak meneruskan kalimat itu. Yuto pasti tahu terusannya. Ah... Riku lagi ya? wajahnya kecewa. Aku bingung dengan ekspresinya. Memang kenapa dengan Riku? Wah... Riku benar-benar rival terberatku buat jadi sahabat terbaikmu nih! ia meneruskan sambil tertawa kecil. Sambil menggaruk kepala yang aku tahu nggak gatal itu, ia menatapku dengan mata yang seakan-akan bertanya Iya nggak?. Aku sudah bilang padamu kan... Riku adalah sahabat baikku. Cewek itu penting bagiku. Sama seperti pentingnya keberadaanmu sebagai sahabatku, aku tersenyum. Yuto juga. Wajahnya sedikit memerah. Aku tertawa geli melihat ekspresi itu. Tak lama kemudian, anggota HSJ lain berkumpul. Mereka menanyakan keadaanku dan Yuto. Kami cuma menjawab dengan berpelukan. Anggota HSJ lain akhirnya turut berpelukan. seperti Teletubbies kalau kamu tahu, Riku. Tapi aku suka ini. Wooow... Cuma dua jam lho! kata Takaki-kun sambil melihat jamnya. Singkat sekali kalian kalau bertengkar, Yabu-kun menambahkan. Biar kutebak. Yang bisa membuat kalian baikan lagi pasti... dengan gaya detektif, Hikaru-kun menghentikan kalimatnya. Kemudian secara serempak, mereka yang ada di situ berkata dengan lantang,

Riku kan? Aku mengangguk. Yuto juga. Mereka tertawa. Katanya aku cuma bisa nurut sama Riku. Keito sudah menahan senyum kemenangannya. Hu-uh. Memang cuma dia dan Yuto kok yang mengerti aku sepenuhnya. Sankyuu, Riku.

Yah... itu cuma beberapa dari surat Riku yang berpengaruh besar dalam hidupku. Semangat, sedih, bahagia, tangis, benar-benar kamu bagi bersamaku. Aku memang nggak tahu siapa kamu. Mungkin juga aku salah mengira kamu cewek. Namamu Riku sih... ambigu. Tapi aku sangat berterima kasih atas semuanya. Aku sungguh beruntung punya fans sepertimu. Aku suka kamu, Riku. Tetaplah di sampingku.

Nggak ada... nggak ada!!! Aduh, di mana ya? aku membuka-buka setiap kotak surat yang ada. Kenapa sih? Yuto datang. Keito juga ada di belakangnya. Nggak ada!!! Surat dari Riku minggu ini nggak ada!! kataku. Aduh... kenapa nggak ada ya? Tunggu, akan kutanyakan pada resepsionis. Warnanya coklat pohon kan? Keito menawarkan bantuan dan kuanggukkan. Yuto turut membantuku mencari di tiap kotak surat. Tapi surat itu tetap tak ada. Apa kamu nggak mengirimkan surat buatku minggu ini Riku? Kenapa? Apa karena aku nggak membalasmu? Coba kita tunggu beberapa minggu lagi, kalau nggak ada juga kita kirimi dia surat, kata Yuto. Meskipun begitu, sebenarnya Yuto percaya kalau Riku nggak mungkin berharap tulisannya dibalas. Riku cewek yang setia, katanya.

Seminggu, dua minggu, tiga minggu, sebulan pun berlalu. Surat dari Riku nggak kunjung datang. Aku mulai stuck dan lelah menunggu. Semangatku menurun drastis. Untungnya, kami baru saja mengeluarkan single, sehingga tak ada pekerjaan yang terganggu. Semua anggota HSJ khawatir akan keadaan Riku. Apalagi aku! Sudah kuputuskan akan menulis surat. Kutulis dalam bahasa Inggris dibantu oleh Keito.

Semua yang kurasakan kutulis di situ. Tapi nggak termasuk rasa sukaku pada Riku. Aku masih nggak siap untuk itu. Kemudian aku sadar sesuatu. Selama ini aku nggak tahu Riku itu orang mana!! Aku nggak pernah baca alamatnya! Ya ampun... aku bodoh! Masa orang berharga itu nggak kamu perhatiin sama sekali?! Aku mencari amplop yang kusimpan rapi di lokerku. Yatta*! Ini dia, sampul coklat pohon. Kulihat alamatnya.

Jendral Sudirman Road 27 Malang, East Java, Indonesia

Hoe?! Aku nggak bisa membacanya! Aku cuma tahu dia di Indonesia. Err, Indonesia itu yang ada Bali-nya kan? Negara tropis tepat di bawah Filipina di peta. Aku tulis lengkap alamatnya meskipun aku nggak bisa membacanya.

Tepat ketika aku meminta resepsionis untuk mengirimkan surat itu kilat, datanglah tumpukan surat kami minggu ini yang dibawa satpam. Mataku langsung tertuju pada amplop coklat pohon yang ada di tengah tumpukan. Kutarik surat itu dan kubawa ke ruang ganti tempat anak-anak HSJ berada. Surat balasanku nggak jadi kukirimkan. Datang!! Surat Riku datang!! aku langsung berlari ke tengah-tengah mereka. Mereka begitu excited mendengarnya. Ketika semua sudah berkumpul, aku membuka surat itu. Masih sama, kertas coklat muda. Masih sama, tulisan tangan yang rapi. Aku membacakan isi surat itu pada semua.

Sorry, im really sorry. I dont want to say this, but i have to. Good bye. I know well never see each other. From beginning i know. And itll until the end. Good bye, Hey! Say! JUMP. Good bye, Yamada Ryosuke. Really, good bye.

-Riku-

Aku terhenyak membacanya. Semua terdiam. Aku nggak sanggup ngomong apa-apa lagi. Semua juga. Diam. Kamu kenapa? Apa kamu butuh balasanku? Jangan pergi Riku. Aku mohon. Aku butuh kamu. Aku ingin kamu di sampingku. Aku memang nggak menangis. Tapi kesedihan yang aku rasa nggak bisa kutahan. Yuto meminjamkan pundaknya. Aku cuma bisa menatap kehampaan. Kamu ke mana? Kenapa kamu pergi?

2 bulan berlalu. Riku benar-benar pergi. Tanpa surat-surat itu, aku nggak lagi punya semangat. Semua jadi cemas denganku. Aku nggak mau merepotkan mereka. Tapi aku benar-benar nggak bisa menahan ini. Maaf semua...

Yamachan, ayo, Yabu-kun menarik tanganku. Aku baru sadar. Semua ada di situ. Semua sudah siap dengan tas mereka masing-masing. Eh, mau ngapain?

Eh, maaf, mungkin tadi aku nggak dengerin. Tapi, kita mau konser memangnya? tanyaku. Kok konser... jelas kita mau ketemu Riku lah... kamu pikir aku nggak kangen? kata Chii gamblang. Eh, itu berarti kita... aku masih belum mencerna kata-kata mereka. Yuto memakaikan jaket padaku dan memberikan tasku. Jelas kita bakal ke Indonesia buat ketemu kakak cantik!! Ryutaro mengepalkan tinjunya ke udara. Tuhan, benarkah ini? Aku nggak percaya. Aku bisa pergi menemuimu, Riku! terima kasih semua, kalian mau mengorbankan segalanya untukku!

Perjalanan memang paling membosankan. Sesampainya di Bandara di Juanda, Surabaya, kami langsung memesan taksi. Oke, 2 taksi. Dan Keito langsung menyuruhnya untuk membawa kami ke Malang. Katanya sih, jaraknya seperti Tokyo dan Osaka.

Sampai. Akhirnya kami sampai di depan sebuah rumah sederhana yang rindang. 27. Ini pasti benar. Awalnya kami bingung membayarnya, tapi syukurlah... Takaki-kun sudah memperkirakan ini dan sudah menukarkan uangnya. Ting... tong... Aku memencet bel. Aku nggak peduli Riku itu siapa. Cewek atau cowok. Aku nggak peduli. Yang penting tetaplah ada untukku. Ibu-ibu separuh baya keluar. Kaget, ia tak sanggup berkata-kata. Maklum, kami banyak orang. Keito mencoba bicara dengannya dengan bahasa Inggris. Tapi sepertinya ibu ini nggak ngerti. Aduh, keluar dong Riku... Tiba-tiba seseorang di dalam berkata lantang. Aku nggak tahu apa artinya. Tapi sesaat kemudian ibu tadi menjawab dengan bahasa yang aku juga nggak ngerti. Ibu tadi masuk ke dalam. Kita sudah kehabisan cara buat bertanya pada ibu tadi. Di tengah kepanikan kita, seorang cowok tegap yang kira-kira usianya seumuran dengan Yabukun datang.

Excuse me,

yes! Dia bicara dalam bahasa Inggris! Cowok tegap ini benar-benar keren. Aku nggak tahu di sini dia seperti apa, tapi bagiku dia karismatik dengan jaket kulit hitam dan wajah yang tegas.

Err, We wanna see Riku. Is there anyone named Riku? Keito langsung menanyakan pada intinya.

Riku? Sorry but there is no one named Riku in this house, Heh? Nggak ada? Aduh, sia-sia deh perjalananku ke sini. Riku, kamu di mana sih? Aku pingin ketemu. Aku nggak tahan lagi.

Sorry, maybe we got the wrong number, Keito minta maaf dan kami pun beranjak dengan kecewa. Yuto mengelus kepalaku. Begitu juga Takaki-kun.

Tunggu sebentar, lho? Cowok keren tadi bisa bahasa Jepang? Dia mengejar kami yang sudah sampai di depan pagar. Dia menatapku dalam. Seakan terhipnotis, aku sama sekali nggak berkutik. Entah karena karismanya, atau entah apa. Hey! Say! JUMP ya? Yamada kan? Cowok tadi mengenali kami! Jangan-jangan dia Riku!! Apa kamu Riku? tanyaku. Dia cuma tersenyum lemah dan mengajak kami masuk. Rumah itu memang sederhana luar dan dalam. Namun kesan rindang yang nyaman menyelimuti tampak pada aksen pohon di tiap lekuk perabotnya. Hmm... ini benarbenar style Riku. Kamu benar di sini kan, Riku? Ibu tadi menyuguhkan kami sepuluh cangkir teh. Sama ya, tehnya dengan negara kami. Pasti menyenangkan kalau kita bisa saling bertukar budaya ya, Riku?

Maaf sebelumnya, aku nggak tahu kalian, akhirnya cowok itu memulai pembicaran. Nggak apa-apa, jawab Yabu-kun singkat. Aku Satria, memang agak susah mengucapkannya, lanjutnya. Sa, Satria. Susah memang. Bagaimana? Apa kamu Riku? tanyaku terburu-buru. Aku ingin tahu yang sebenarnya. Maaf, bukan, kata Satria singkat. Lalu, siapa Riku? Apa kamu nggak punya kenalan yang selalu mengirimkan surat pada kami dengan nama Riku? kejarku. Aku tahu... Riku... Riku adalah... adik perempuanku satu-satunya. Ita. Aku yang memberinya nama Riku, ucap Satria terbata-bata. Kemudian dia menatapku. Matanya yang teduh itu penuh kesedihan. Seakan cowok yang karismatik itu sangat rapuh. Kehilangan bagian tubuhnya yang penting. Bisakah kami menemuinya? Yuto bersemangat. Teman HSJ lain juga mulai bersemangat. Ryutaro berkali-kali menggumamkan kakak cantiknya. Mendengar itu, Satria tertunduk. Tak sanggup berkata-kata. Aku nggak tahu kenapa, tapi kesedihan yang tadi tampak di matanya, kerapuhan yang terpancar, mengalir

begitu saja lewat air matanya. Entah kenapa, perasaan itu mengalir padaku juga. Aku berjalan mendekatinya dan menenangkannya. Aku, aku... sepertinya aku tahu. Maaf, semua. Tapi aku takut meskipun kalian menemuinya, kalian nggak bisa melakukannya untuk kedua kalinya, mungkin, ia menatap keluar. Hampa. Cuma itu yang bisa kurasakan. Kenapa? Apa terjadi sesuatu padanya? Hikaru-kun penasaran. Kanker otak. Stadium akhir. Dia cuma menunggu kematiannya sekarang, Satria mengatakannya dengan lancar. Tetapi suaranya bergetar. Riku, bukan, Ita? inikah yang kamu bilang selamat tinggal? Inikah alasanmu meninggalkanku? Im sorry to hear that, Keito tertunduk lesu. Yuto tak lagi bersemangat. Semua nggak lagi berkata. Aku, aku, nggak tahu harus seperti apa. Aku belum pernah bertemu denganmu Riku, aku belum pernah bercakap-cakap denganmu, aku belum melakukan apapun untukmu, aku belum bilang aku suka padamu! Padahal kamu selalu menemaniku. Selalu, tanpa pernah berhenti. Entah darimana kepercayaan ini. Bisakah kamu mengantar kami ke rumah sakit? Inoo-kun masih berpikir jernih dan aku setuju. Setidaknya, biarkan aku melihatmu, Riku. Ya, Riku.

Rumah sakit ini tergolong bersih dan elit. Tapi kemurungan kami semua membuatnya biasa saja. Aku ingin bertemu Riku. ingin sekali. Kami sampai di ruangan itu. Satria membukakan pintu.

Masuklah bergiliran, katanya. Semua dengan rapi langsung masuk. Takaki-kun, Yuto, dan Keito menunggu di luar. Aku ingin masuk. Ingin Riku. tapi, begitu kupegang knop pintu, aku nggak tahan lagi. Aku takut. sanggup menemui orang yang penting bagiku itu. Tepatnya aku takut orang yang baru saja kutemui. Aku beranjak pergi dan duduk di luar bersama Satria.

Yabu-kun, melihatmu, Aku nggak kehilangan

Nggak masuk dulu? tanya Satria. Aku menggeleng. Tak lama, Hikaru-kun, Inookun, Daiki-kun, Chii, dan Ryutaro keluar. Daiki-kun langsung menghampiriku. Dia seperti yang kita perkirakan. Pintar berbahasa Jepang, baik, manis, dan... perhatian, Daiki-kun menjelaskan. Kakak benar-benar cantik lho! Ryutaro tersenyum sambil menahan tangis. Aku tahu. Imut, seperti kataku sebelumnya, Chii tersenyum lemah. Dia memang lucu, kami sempat tertawa, Hikaru-kun berusaha menghiburku. Dan dia spontan, tambah Inoo-kun.

Aku benar-benar ingin bertemu. Tapi pada saat yang sama aku juga sangat ingin lari. Anak HSJ lain bergantian masuk ke ruangannya. Oh tidak... aku benar-benar nggak sanggup. Aku tahu aku rapuh. Apalagi tanpamu, Riku. Semua selesai menjenguk Riku, kecuali aku. Bergantian mendeskripsikan Riku yang sesuai dengan bayangan mereka masing-masing. Yuto cuma menepuk pundakku. Keito menatapku. Dia memang benar-benar perhatian dan tahu kamu, Yamachan,. Masih ragu, aku menoleh pada Satria. Ia tersenyum memamerkan giginya yang putih. Aku tahu kalian karena adikku suka sekali mendengarkan lagu-lagu kalian. Kau tahu? Sebenarnya adikku divonis akan meninggal 2 tahun lalu. Tapi berkat kalian, setidaknya dia bisa bernafas sampai saat ini, Pergilah, tambahnya. Aku beranjak. Meski aku ragu apakah aku bisa bicara dengannya.

Ganbatte, Yamachan ! I believe in life. I believe it. I believe in you. Go, and see whats color appear. New color is about to begin.

Semua kata-katamu melekat erat dalam otakku. Aku mungkin nggak sempurna. Aku rapuh. Tapi jadikan aku sandaranmu. Aku ingin melihatmu tersenyum, Riku. kau, penting bagiku. Aku tahu itu. Pintu itu akhirnya kubuka. Aku melihatnya terbaring. Kudekati dia. Ia masih menoleh ke arah sebaliknya. Ketika aku tepat ada di sampingnya, ia menoleh. Tersenyum. Hai, Yamada-san, katanya lembut. Aku nggak sanggup menatapnya. Riku benarbenar lembut. Rambutnya yang hitam panjang itu menambah keanggunannya. Perban di kepalanya tidak mengurangi sisi cantiknya. Wajah asia itu dihiasi dengan bola mata hitam yang memancarkan kebaikan. Riku, ini benar-benar seperti kamu yang selalu mengirimkan semangat untukku. Hai, bodoh! Setelah lama sekali aku mengagumi kecantikannya tanpa berkata apa-apa, aku cuma berkata hai?

Benar-benar deh! Yamada-san memang orang kikuk seperti ini kan? dia tertawa kecil. Kawaii*! Aduh, wajahku pasti merah. Jantungku berdetak cepat. Seperti kata Inoo-kun, dia spontan. Err... aku... yah.. seperti itu, aduh! Aku ngomong apa sih!! Yamada-san, maaf ya... aku nggak mengirimkan surat lagi. Aku udah nggak sanggup lagi buat menulis, Riku menatapku dengan mata teduhnya. Mata itu sama seperti Satria. Menenangkan. Aku hanyut dalam itu. Nggak apa-apa, aku lebih suka menemuimu begini, Oops!! Spontan banget aku ngomong gitu. Hehe... aku jadi tersanjung nih! Coba Yamada-san main dorama yang romantis,. Pasti aku bakal teriak terus di depan TV. Kyaa, kyaa begitu, Riku memperagakan gerakan kyaanya. Lucu, cantik, imut, baik, senyumnya itu seolah mengatakan jangan ikut bersedih. Aku suka dia. Perasaan ini nggak terbendung lagi. Yamada-san-- Panggil aku Ryosuke aja nggak apa-apa, aku memotong. Um. Ryosuke, aku benar-benar berterima kasih padamu,

Untuk apa? aku heran. Kenapa justru dia? Tapi dia hanya tertawa. Ah... masa bodoh! Aku udah nggak tahan lagi! Aku memeluk Riku. Erat. Tubuh rapuh ini sekarang dalam genggamanku. Tapi, nggak lama lagi, tubuh ini akan pupus. Aku nggak mau!! Aku nggak bisa kehilanganmu, Riku! Ryosuke, anu... ini... berat... Riku komplain. Kami tertawa. Tapi aku nggak melepaskan pelukanku. Aku nggak mau kamu pergi, Riku. Aku... aku nggak sanggup berkata setelah melepas pelukanku. Salah tingkah. Aku yakin wajahku pasti seperti kepiting rebus. Yah... seperti itulah. Ryosuke memang orang baik, aku nggak salah menilaimu, dia sekali lagi tersenyum. Kali ini air mata mulai mengalir di pipinya yang lembut. Maaf ya, Ryosuke... aku mengirimkan surat itu dalam bahasa Inggris. Yah... lumayanlah... buat kita belajar, Riku menjelaskan. Ada ya, fans yang seperti dia?

Nggak apa-apa. Toh aku juga makin mahir bahasa Inggris, jawabku. Hening. Kami udah nggak punya bahan pembicaraan lagi. Aduh, segitu kikukkah aku di hadapan cewek ini? Aku udah sering ketemu cewek yang cantik atau imut. Shida Mirai, Fukuda, Risako-chan, tapi nggak ada yang bisa membuatku berdebar seperti ini!! Apa aku ada di sini? Riku membuka pembicaraan sambil meletakkan tangannya di dadaku. Aduh, jangan sampai dia tahu kalau aku deg-degan setengah mati! I... Iya, iya... tentu saja. Di hati kami semua. HSJ, jawabku. Ia tersenyum lagi. Tuhan, aku nggak ingin kehilangan senyum ini... bolehkah? Ah, sudah waktunya kamu pergi lho, ini sudah cukup lama... Riku mengingatkan. Iya, iya... aku mengangguk. Nggak lama, aku ingin sekali lagi... ...boleh aku sekali lagi... tanpa meneruskan kalimatku, aku langsung memeluknya. Hei, aku belum bilang boleh kan? katanya. Tapi ia memelukku juga. Tuhan, berikan yang terbaik untuknya... Aku melepas pelukanku dan beranjak pergi. Selamat tinggal Ryosuke!! Dan terima kasih untuk kesenangan ini, Riku melambaikan tangan.

Bukan selamat tinggal, tapi sampai jumpa! aku meneruskannya. Aku pergi. Mungkin itu saat terakhir aku bisa menatap mata itu. Aku suka kamu, Riku, aku cuma bisa mengatakan itu pelan setelah ada di luar ruangan. Yuto langsung berlari ke arahku dan mengelus kepalaku. Aku nggak akan menangis. Aku nggak mau meninggalkan kesedihan di sini. Yuto, sepertinya dia berbeda darimu deh, kataku. Eh? Yuto heran. Dia jauh lebih imut darimu, aku menegaskan. Jadi aku kalah nih? Yuto merengut. Aku tersenyum memamerkan gigi. Semua di situ tertawa. Tahu bahwa aku nggak mau melihat mereka ikut bersedih atas apa yang aku rasakan.

Fuah!! Selesai. Latihan dance untuk konser besok akhirnya selesai. Semoga besok sukses. Tokyo Dome. Kedua kalinya kami ke sana. Seperti biasa, aku gugup. Aku merasa nggak sanggup. Tapi kali ini berbeda. Keberadaan Riku dalam hati menguatkanku yang rapuh ini. Aku ingin melihat semua orang tersenyum. Kau juga kan, Riku? Mungkin karena kebiasaan, aku selalu mengecek kotak surat fans yang masuk. Sudah lama sekali aku nggak melihat amplop coklat itu lagi. Aku ambil setumpuk, kemudian kuletakkan di atas pangkuanku ketika aku duduk. Lho? Amplop coklat pohon? Riku? Kamu?

Maaf, kamu mungkin kecewa. Ini aku, Satria.

Ya ampun... apa kakak-adik ini memang setipe?

Aku nggak bisa ngomong wisdom seperti Riku. Langsung saja, Riku mungkin sebentar lagi akan menemui Sang Pencipta. Kalau mungkin, aku ingin kalian menemuinya sekali lagi. Untuk yang paling akhir. Aku... ingin dia tersenyum untuk terakhir kalinya. -Satria-

Bagaimana ini? Sudah jelas aku akan langsung terbang kalau bisa! Tapi besok konser!! Kenapa Yamachan? Keito datang mendekatiku. Ia kelihatan khawatir denganku. Nggak, nggak apa-apa, aku mnyembunyikan surat tadi di dalam tumpukan surat fans. Tumpukan itu kukembalikan ke kotak surat. Masih mencari surat Riku ya? Keito menebak. Aku mengangguk pelan. Kutinggalkan ia sendirian. Aku nggak mau merepotkan mereka dengan perasaan sepihakku ini.

Kami mohon!! aku mendengar suara Yuto di ruangan manajer kami. Aku baru saja mau pulang ketika aku mendengarnya. Ingin tahu, aku intip ruangan yang sedikit terbuka itu. Kenapa sih? Memangnya kalian benar-benar ingin liburan? manajer menanyakannya pada Yuto. Nggak cuma Yuto, hampir semua anak HSJ di situ. Kecuali Inoo-kun. Yah, dia memang tadi terburu pulang untuk kuliah. Bukan itu. Ini lebih penting... kami mohon... Chii mengeluarkan jurus andalannya. Yap! Suara imutnya yang bikin orang leleh hatinya. Baiklah, baiklah... aku akan siapkan tiket untuk kalian bersepuluh. Tapi ingat! Jangan lebih dari 2 hari. Oke? Selesai konser kalian harus langsung ke bandara, manajer luluh hatinya karena Chii. Memangnya kita mau ke mana? Aku bingung. Kenapa aku nggak tahu?

Brak!! Bruk!!

Aduh! Tiba-tiba Takaki-kun membuka pintu. Aku pun jatuh. Kupegangi hidungku yang memerah karena ditabrak pintu. Nguping yah? Takaki-kun menaikkan satu sisi senyumnya. Wih... sinis. Anu, itu... aku cuma ingin tahu saja... kataku. Kau akan tahu besok, sahut Daiki-kun di belakang Takaki-kun. Eh?

Konser Tokyo Dome itu berakhir dengan sukses. Tiket yang sold out, pernak-pernik kami yang terjual habis, menambah kesuksesan itu. Capek... Riku, mau mijitin aku nggak? Hehehe... kamu gimana sekarang? Maaf, aku nggak bisa memenuhi harapan Satria. Ayo, jangan santai di sini!! Kita berangkat, Yabu-kun mengangkat satu lenganku. Ke mana? Jelas. Ke tempat Riku, Keito menjelaskan. Matanya seakan mengatakan, Sori, aku udah baca surat itu.

Perjalanan hampir 4 jam itu, ditambah kelelahan kami habis konser, membuat kita terduduk lemas di rumah sakit. Satria datang dengan terburu-buru. Kalian benar-benar datang!! Satria tampak gembira. Tapi matanya nggak bisa bohong. Gimana Kakak Cantik? Ryutaro langsung memeluk Satria. Ayo, kalian juga nggak bisa lama di sini kan? Riku juga, Satria menuntun kami. Kata-katanya itu langsung membuat kami tambah lesu. Riku, mereka datang untukmu lho!! Satria duduk di samping Riku begitu kita sampai di ruangan. Masih sama, ia cantik dengan wajah asianya. Bola mata hitam itu masih bersinar. Rambut hitamnya rontok, tapi itu nggak mengurangi apapun dari dirinya. Tapi kali ini,

bukan cuma perban di kepala, tapi juga masker oksigen menutupi bibir dan hidungnya. Entah kenapa, rasa capek tadi hilang begitu saja. aku pikir semua juga merasa begitu.

Hai, kita bertemu lagi kan? kataku. Ia cuma mengedipkan matanya. Tanda setuju. Kamu nggak takut kan? aku tanya lagi. Dia menggeleng lemah. Ayo, Yuto menyuruh kita berkumpul sebentar. Dan kemudian kami memutuskan untuk menyanyikan sebuah lagu untuknya. Star Time.

Time is trying to tell people something right now What we should be caring for is this perfectly clear sky Were spreading out our arms Were bringing up our lives We look at that blue sea Our dreams are still guided by that breeze again They will run through the fields When i think the time we met Its like im waking up to that same season Someday we may struggle, but We will continue to paint that time in our dreams A new world is right in front of our eyes So lets go... An endless, loveliness, was born for real in my heart Were just one of many sparkles We etch out our story underneath the stars We etch out our story underneath the stars

Tersenyum. Riku tersenyum.

Aku suka kamu, Riku, akhirnya, kukatakan itu juga. Kugenggam tangannya. Sebentar lagi, aku akan kehilangan tangan hangat ini. Dia mengelus kepalaku. Aku juga suka kamu, Riku, Yuto menyahut. Aku juga, Aku juga kok! lainnya ikut menyahut. Di sini, kamu masih terus hidup di sini, kataku sambil sekali lagi meletakkan tangannya di dadaku.

Tersenyum. Dia cuma bisa tersenyum. Dan kami semua tahu. Cuma ini yang bisa dilakukannya agar kami nggak turut bersedih. Nggak turut merasakan kepedihannya.

Kemudian, bunyi mesin kardiogram di sebelahnya terdengar pilu. Hanya terlihat segaris putih di monitornya. Ah, dia pergi. Dokter yang ada di situ memeriksanya sekali lagi. Memastikan. Kemudian menutup wajah manis Riku yang terlelap itu dengan kain putih. Dia sudah nggak ada lagi. Kulepaskan genggaman tanganku. Satria merapikan posisi tubuh Riku. Sisanya kami serahkan pada dokter. Kami memutuskan untuk langsung pulang. Sudah nggak ada lagi yang bisa kami kerjakan. Tepatnya, aku nggak sanggup ada di situ lebih lama. Satria mengantar kepergian kami di bandara.

Terima kasih, Satria menatap kami dengan mata teduhnya. Riku, kau akan baik-baik saja di sana kan?

Di pesawat, kami nggak berkata apapun. Aku mendengar tangis sesenggukan Ryutaro. Dia terus menggumam kakak cantik. Aku? Aku nggak mau menangis. Itu artinya sia-sia saja senyum Riku yang berusaha menghiburku tadi. Aku ingin menceritakanmu pada semua orang. Kebaikanmu, kecantikanmu, kehangatanmu, kerapuhanmu itu. Aku ingin kau terus hidup dalam hati setiap orang. Kita... aku berusaha memperhatikanku. menenangkan diri saat berkata. Semua langsung

Kita bikin single untuk Riku yuk, aku ingin semua orang tahu tentangnya. Aku ingin Riku bisa hidup dalam hati tiap orang, terutama fans kita yang lain, aku menjelaskan. Yabu-kun langsung mengangguk setuju. Diikuti anggota lain. Di situ juga, Yabu-kun membuatkan lirik lagunya. Kami mengaransemen lagu itu sendiri. Ini harus murni dari kami. aku ingin kamu tahu, kalau kami nggak akan pernah melupakanmu, Riku.

Single itu keluar. Sama seperti single lain, single ini juga mendapatklan berbagai penghargaan. Tapi kali ini, kami juga mendapatkan penghargaan paling bergengsi tahun 2010 ini, The Best Single Asian Music Award. Iya, lihat ini Riku. Ini dari kami. kami nggak akan melupakanmu. Kamu akan terus ada di hati para fans kami. di hati HSJ. Terus di hatiku. Acara penganugerahan itu akan diakhiri dengan single kami. Semua menatapku. Semua tersenyum. Ayo, lakukan ini untuk Riku, Yuto menepuk bahuku. Untukmu Riku, kami nyanyikan single ini. Ganbatte Yamachan ! Eh? Kamu ikut mendengarkan juga Riku? Hitomi no Screen

-end------------------------------------Glosarium :

Ganbatte! = semangat! Baka = Bodoh Yokatta = syukurlah Yatta! = Hore! Kawaii = cute; Imut ------------------------------------------Yah... Maaf kalo sangat, sangat, panjang =w= Mau ditaruh di blog error :v #emosi Di cerita ini, aku pingin semuanya sadar kalo setiap orang itu rapuh, lemah.tapi karena ada orang di sebelah kita, kita jadi kuat. Yamada pun juga begitu. Karena ada fans lah, idola tetap ada >. ... Dan setiap hidup itu berharga, hargailah :) ---------------------------------------------------Yah... bagi yang kena tag, baca ya~ komen kalian sangat diharapkan XDSankyuu~

Anda mungkin juga menyukai