Anda di halaman 1dari 132

Pengenalan

'Apa sudah tiga tahun sejak terakhir kali aku melewati gerbang imigrasi ini...?’

Sejak kelulusan SMA tujuh tahun lalu, aku hanya datang ke Jepang dari Amerika beberapa
kali.

Bahkan setelah aku lulus dari kuliah, Aku hanya kembali ke Jepang untuk merayakan tahun
baru. Tetapi dua tahun terakhir, aku bahkan terlalu sibuk dengan proyek film hingga tak bisa
kembali untuk kunjungan rutin.

Kali ini, aku setengah-terpaksa kembali untuk menghadiri pernikahan teman masa kecilku.

'Natsuki menelfonku berkali-kali mengingatku seperti ia sedang dirasuki iblis, dan Yuu serta
Mochita mengirim pesan bahwa mereka akan membongkar video masa lalu gelapku dan
sebaiknya aku datang dan mengambilnya jika aku tak ingin seorangpun melihatnya...'

Sejak awal aku memang sudah berencana untuk menghadirinya, tetapi mereka memaksaku
untuk meluangkan waktu sebelum dan sesudah upacara juga, untuk berjaga-jaga.

Aku sangat tahu mengapa mereka bertiga begitu bersikeras tentang hal ini.

Walau sekali aku kembali ke Jepang, aku tak menghubungi siapapun selain keluargaku, dan
tak pernah sedikitpun terbebani rasa ingin bertemu mereka.

'Walau, lebih tepat dikatakan jika aku tak bisa bertemu mereka...'

Aku menyipitkan mata dibalik kaca mata hitamku dan melihat sebuah Tas boston berisi barang
bawaan yang ada bersamaku.

Aku meraba bagian dalamnya sembari duduk di kursi lobi dan segera menemukan apa yang
kucari.

Sebuah buku catatan merah usang, dan tebal dengan kata-kata, “SMA Sakuragaoka Kelas 2-3,
Aida Miou,” tertulis di sampulnya.

Setiap desainnya menangkap sebuah potongan dunia dengan sentuhan kuas yang begitu halus,
serapi kata-kata yang ditulis di sampul buku.

"Desain ini tak seperti digambar dengan hati-hati, tetapi hanya... dengan alami.”

Tak peduli berapa kali aku melihat mereka, anehnya, tak pernah sedikitpun aku bosan dengan
karyanya. Setiap kali aku membalik halamannya, rasanya seperti baru pertama kali, tetapi di
saat yang sama, rasa nostalgia meliputiku.

"... Kira-kira bagaimana dia sekarang.”

Aku belum melihatnya sejak kelulusan, tetapi aku selalu mengingatnya dengan senyuman
lembutnya.

1
Saat kumenutup mataku, ingatanku akan kenangan saat SMA kembali dengan detail yang jelas.

Kenangan dari hari-hari saat aku tak bisa melewati kesulitan dengan perasaanku sendiri, tetapi
tetap selalu berusaha dengan sebaik mungkin.

—– Mochizuki Souta

Ulang Tahun : 3 Sepetember

Zodiak : Virgo

Golongan darah : B

Anggota Klub Film.

Sensitif, dan sering digoda oleh temannya.

Dia sangat menyukai Akari, tetapi....

—–

2
Solusi 1
"Ada sesuatu yang ingin kubicarakan padamu. Jam 4:10 sepulang sekolah hari ini, bisakah kau
menungguku di kelas ini?"

Ia menarik Akari setelah gadis itu baru kembali dari pergantian kelas, Soutapun berbicara untuk
kedua kalinya pada Akari.

Walau begitu, Akari tidak menjawab apapun, sehingga sulit dikatakan jika itu adalah
pembicaraan yang sebenarnya.

Tetap, ia yakin Akari mengangguk sebagai jawaban dari apa yang ia katakan.

Bahkan setelah jam wali kelas singkat dan piket telah berakhir, masih ada waktu sebelum
pertemuan yang telah mereka susun.

'Kufikir aku sengaja menyisakan waktu untuk menenangkan diri sebelum melakukannya, tetapi
malah berakhir sebaliknya.'

Dia tak bisa tenang, dan terus memandang jam dinding.

Setelah berbicara dengan Akari, dia tak bisa fokus pada pelajaran sama sekali, dan
jantungnyapun tak bisa berhenti berdetak dengan bising.

'Kalau seperti ini, aku merasa akan pingsan sebelum aku menyatakan perasaanku pada
Akarin...'

Bsst, bssst―

"Woah?!"

Souta melompat dari bangkunya saat alarm yang ia pasang di handphonenya berhenti
berdering.

"S-Sial... Rasanya jantungku akan meledak...”

Tangan yang ia gunakan untuk memegang handphone bergemetar, membuatnya sulit untuk
mematikan alarmnya.

'Bertahanlah, Souta. Di saat seperti ini kau harus tenang....'

Sembari menutup mata, ia menarik dan mengeluarkan nafas, lagi dan lagi.

Senyum Akari, yang selalu ia lihat dari kejauhan, melintasi fikirannya.

Hingga saat ini, hanya sekali Akari tersenyum langsung padanya.

Kecuali jika ia mengumpulkan keberanian, dia bahkan tak mungkin bisa mengharapkan
kesempatan itu datang dan terjadi lagi.

3
Dia memukul pipi dengan tangannya yang mendingin karena gugup.

'Oke, aku siap.'

Melihat jam, dia tahu jarum jam hampir menunjukkan pukul empat.

Memang masih terlalu cepat, tetapi ia tak bisa membuat Akari menunggu karena ia yang
memanggil Akari.

Souta mulai berjalan dan menuju ke kelas Akari, tempat pertemuan mereka.

Jantungnya berdegup setiap kali ia melangkah menuruni tangga, dan setiap langkah yang ia
ambil melewati koridor.

Tak lama kemudian ia berdiri di depan pintu, rasanya hampir menyakitkan.

'Sebentar lagi, aku harus menahannya sebentar lagi.'

Ia menekan tangan ke dadanya untuk memberi tahu jantungnya yang hampir bisa meledak
kapan saja.

Ia memandang jam tangannya, dan melihat saat ini pukul 4:05.

'Tinggal 5 menit lagi...'

Biasanya ia tak terlalu peduli, tetapi sekarang, jantungnya begitu bising dengan rasa penasaran,
tidak nyaman, antisipasi, dan banyak emosi lain. Kelihatannya saat orang jatuh cinta itu seperti
bukan hanya dengan kepala, tapi juga dengan seluruh tubuhnya.

'Aku ingin berubah.Aku ingin menjadi cukup kuat untuk memberi tahu Akarin tentang
perasaanku.'

Sembari menutup matanya erat-erat, Souta mengatakannya pada diri sendiri sebagai
penyemangat.

Ia mengambil satu nafas penentuan, dan menggapai pintu itu.

'Aku berangkat.'

Sembari menggeser pintu yang terasa lebih berat dari biasanya itu, ia mengambil langkah
pertama menuju perubahan.

♥♥♥♥♥

'Harus berurusan dengan sinar matahari musim panas setelah semalam begadang itu benar-
benar kutukan....'

Sudah cukup buruk baginya harus memiliki kelas sepak bola di Senin pagi, tetapi cahaya
matahari yang menyilaukan dan panas ini benar-benar keterlaluan.

4
Kesadaran Mochizuki Souta, yang menonton DVD hingga hampir fajar, selalu menghilang.

'Aku tahu harusnya aku berhenti setelah yang pertama... Tunggu, rasanya terakhir kali aku
mengatakan hal yang sama, juga.'

Dia tahu konsekuensinya, tetapi dia juga berjanji pada dirinya sendiri bahwa sekali ia menekan
tombol play, dia takkan beranjak dari TV sebelum filmnya berakhir, kredit akhir dan lain-lain.

Dalam kasus apapun, semalam ia menonton karya dari sutradara kesukaannya, dan ia berakhir
dengan menonton beberapa lainnya secara berurutan.

Satu cinta yang berlangsung selamanya, mereka menyebutnya Cinta bertepuk sebelah tangan."

Karakter dari film mengatakan kalimat itu saat adegan yang cukup menyedihkan.

Walau keadaandari karakter di film sangat berbeda dengan keadaan Souta, untuk beberapa
alasan, kalimat itu mengait padanya dan tetap menyangkut di balik hatinya.

'Mungkin karena faktanya bahwa tak peduli siapapun dirimu, cinta itu adalah sesuatu yang tak
bisa kau abaikan sekali kau menemukannya...'

Ia merasa baru saja ia mengatakan sesuatu yang cukup bagus.

Saat Souta melupakan semua tentang panas dan kelelahannya sembari mengangguk puas,
seseorang memukul belakang kepalanya dengan suara "pukulan" bersih.

"Mochita, lakukan pekerjaanmu!"

Souta berbalik, dan tak lama ia mendengar teriakan seseorang yang baru saja memberinya
pukulan bersih di kepala.

Dia segera sadar bahwa suara itu adalah suara Haruki.

"Kau hanya akan merasa kepanasan kalau kau berteriak seperti itu, tahu."

Hanya setelah mendengar Yuu yang mencoba menenangkan Haruki di sampingnya, Souta
akhirnya menyadari apa yang terjadi.

'Sial, Aku melewatkan sebuah gol!'

Memandang sekeliling lapangan, ia melihat semua hanya berdiri; pertandingannya dihentikan


sementara. Melihat bagaimana bolanya telah kembali ke tengah lingkaran lapangan, sepertinya
sudah sejak tadi gol dicetak.

'Aahh, sudah berapa lama aku melamun...?'

Secepatnya setelah ia membalik sebuah panel di papan skor, Souta dengan sopan membungkuk
ke lapangan.

"Maaf! Satu poin untuk tim A!"

5
"Kau itu lama sekali, dasar! Ya, aku juga tak bisa menyalahkanmu karena panas ini."

Teman sekelasnya, Mimura Masahiro, tersenyum simpul padanya.

"Mahiron, kau baik sekali...!”

"Tapi kalau ini terjadi lagi, kau harus mengerjakan piketku, mengerti?"

"Ehhhhh?! A-aku akan lebih hati-hati untuk selanjutnya..."

Ada tawa keras di sekelilingnya saat Souta panik.

Terima kasih pada teman sekelas yang membantunya, suasana yang tidak menyenangkan itu
sekarang menghilang.

Saat Souta menghela nafas lega, Haruki menatapnya dengan tatapan tajam.

"...Mochita, kalau memang terlalu sulit untukmu, katakan saja, oke?"

"Tapi aku tidak berfikir Mahiron benar-benar akan melakukannya."

"Maksudku bukan tentang piket. Maksudku jika terlalu sulit bahkan hanya untuk berdiri di
sana, sebaiknya kau pergi ke UKS."

"B-benar..."

Diliputi oleh paksaan Haruki, Souta tanpa sadar merendahkan pandangannya.

Dia sangat tahu ketika Haruki mengatakan hal itu karena ia khawatir, tetapi kapanpun ia
mendengar "argumen bijaksana" Haruki saat Souta tengah murung, ia merasa seperti ia
disalahkan. Apa mungkin karena Haruki yang terlihat dan terdengar lebih percaya diri saat ia
berbicara?

"Haruki benar. Kalau kau tidak enak badan, kami akan membawamu ke UKS sekarang."

Saat Yuu mengatakannya dengan nada bercanda dan tawa, pandangan Haruki sedikit
melembut.

"Beri tahu aku kalau kau akan melakukannya. Aku akan merekamnya."

"Apaaaa? Tapi kau itu sangat cerewet soal komposisi dan lain sebagainya. Kita harus terus
melakukannya hingga pose itu sesuai dengan ekspetasimu. Aku tidak cukup kuat untuk
membawa Mochita selama itu.”

"Hah! Aku akan merekammu yang tertimpa karena berat badan Mochita, kalau begitu.”

Haruki akhirnya tertawa setelah gambaran dari adegan itu terbentuk di kepalanya.

'Terima kasih, Yuu...'

6
Seketika, topik itu berubah, dan suasana di antara ketiganya terasa lebih ringan.

Yuu sangat pandai membaca situasi, dan menyeimbangkan sesuatu di antara orang-orang. Dia
seperti bantalan pelindung di antara teman masa kecilnya, yang terdiri dari dia, Souta, Haruki,
dan Natsuki.

'Tetapi karena itu aku tak bisa terus bergantung padanya sepanjang waktu...'

Souta mengambil nafas dalam-dalam dan melihat lurus pada kedua teman masa kecilnya.

"Maaf membuat kalian khawatir. Tapi jujur, aku baik-baik saja sekarang."

Haruki dan Yuu terlihat akan mengatakan sesuatu, tetapi Souta mengabaikannya dan berdiri.

"Sejak awal, aku sudah meminta bertukar posisi dengan pencatat angka karena berlari
berkeliling sebagai wasit itu melelahkan, jadi setidaknya aku harus melakukan pekerjaan ini
dengan baik.

"....Baiklah. Kami percaya padamu jika kau sendiri yang mengatakannya."

"Tapi segera saat kau merasa tidak enak badan, kau harus langsung mengatakannya pada kami!

Mengangguk ringan pada mereka yang percaya pada kata-katanya, dia mendorong mereka
kembali ke lapangan.

'Ah, ada sedikit angin sejuk berhembus....'

"Eh?! Kau tidak suka tipe pangeran?"

Dia mendengar suara Natsuki yang terbawa angin.

Saat ia menengok, ia melihat mereka bertiga berbicara di lapangan tenis. Miou dan Akari
berlatih mengayunkan raket, tetapi Natsuki benar-benar terbenam pada pembicaraan

'Wah, itu Akarin! Hari ini senyumnya juga cerah sekali...'

Rambut panjang, mengkilat yang hampir mencapai pinggang, dan kulit yang cantik, dan cerah.
Tawanya yang begitu cerah dan mata almond yang selalu bergemerlap tanpa ampun
menangkap hati Souta.

Bukan, bukan hanya dia.

Hayasaka Akari bagaikan idola dari Sakuragaoka.

Dia mungkin pemalu, tetapi ia tak pernah kasar.

Dengan Natsuki dan Miou, yang dekat karena mereka adalah teman sekelas dan anggota klub
yang sama, dia tersenyum cerah bagai bunga matahari. Alasan lain kepopulerannya adalah
mungkin karena ia tak terlalu menyadari tentang kecantikannya.

7
Sebagai tambahan, Akari juga kandidat finalis reguler di kontes seni.

Mungkin karena talenta artistiknya, ternyata ia memiliki sesitivitas yang unik, juga. Semua hal
itu membuatnya diklasifikasikan sebagai “misterius”, tetapi ada banyak laki-laki yang secara
diam-diam memuja senyumannya dari jauh.

'Tetapi saat aku pertama kali berbicara padanya, Aku melihat wajah malunya!'

Itu terjadi hampir setengah bulan yang lalu, di hari saat Souta pergi ke kelas sebelah pagi-pagi
sekali untuk mengembalikan kamus yang ia pinjam dari Natsuki.

Dia bertabrakan dengan Akari di depan pintu, membuatnya menghentikan langkah.

Itu memang bukan hal yang harus dibualkan, tetapi ia tak pernah sekalipun berbicara pada
Akari sebelumnya. Hanya berfikir tentang Akari yang melihatnya saja sudah cukup membuat
kepalanya kosong.

Dia hampir secepatnya pergi, tetapi itu tertangkap matanya.

Dan segera setelah menyadarinya, entah mengapa, mulutnya terbuka dengan sendirinya――

"Selamat pagi! Em, kau punya rambut acak-acakan sedikit."

Saat Akari memegang belakang kepalanya karena terkejut, Souta mengangkat poninya untuk
menunjukkan dimana letaknya.

"Itu... sedikit menempel... seperti ini...."

Kebanyakan yangia katakan hanya mengikuti di akhir. Segera setelah ia sadar dengan siapa ia
bicara, ia tak bisa mengatakan kata-kata yang ia rencanakan di kepalanya.

Tapi tidak berakhir di situ. Bahkan akan ada kejutan yang lebih besar menunggunya.

Akari terlihat santai saat ia tahu dimana rambut itu, dan ekspresinya terlihat melembut.

Lalu, ia menekan jari panjang, dan ramping ke bibirnya dan berbisik,

"Jangan beritahu siapapun."

Sebuah arus listrik mengalir ke seluruh tubuh Souta karena wajah malu dan suara Akari.

Merasa akan mengatakan hal yang tak perlu, dia segera menutup mulut dengan tangannya.
Wajahnya yang memerah mulai berkurang, dan dalam diam dia menggumamkan kata-kata
yang jelas dia tak ingin Akari tahu.

‘Ini tidak mungkin! Makhluk lucu apa ini?! Itu Akarin, Akariiiiin!’

Bahkan mengingatnya saat ini masih membuat jantungnya berdegup bising.

Tetap, itu adalah saat terakhir kali ia berbicara dengan Akari secara tatap muka.

8
Dia masih belum bisa menggunakan kesempatan untuk membuat yang selanjutnya, dan
berakhir dengan kembali melihatnya dari kejauhan.

'Tetapi aku yakin itu adalah satu langkah besar untukku, tidak salah lagi!'

Saat ia menaikkan pandangannya, ia melihat Ayase Koyuki berusaha sebaik mungkin mengejar
bola.

Mereka ada di kelas yang sama, dan Koyuki terlihat seperti tipe yang tidak ahli dalam olahraga,
dan pasti bukan termasuk yang aktif dalam pertandingan selama kelas olahraga. Tetapi akhir-
akhir ini, Souta sering melihatnya berlari mengelilingi lapangan dengan seluruh
kemampuannya.

'Semangat, Yukki! Memang satu sisi, tapi entah mengapa melihatmu berjuang memberiku
keberanian.'

Seperti "Akarin", Souta gemar memanggilnya "Yukki" dalam fikirannya, tetapi sebenarnya
mereka tak sedekat itu atau yang lainnya. Walau mereka ada di kelas yang sama, mereka hanya
punya kesempatan bertemu langsung selama pelajaran olahraga atau jam piket.

Walau begitu Souta menyadari perubahan dramatis Koyuki.

Sekitar Juli, Koyuki mengubah penampilannya secara drastis. Ia memotong rambut yang
membuatnya terlihat seperti perempuan saat pandangan pertama, dan mengganti kaca matanya
dengan lensa kontak.

"Ah, Ayase-kun? Kau memotong rambutmu!"

Berpapasan dengan Koyuki di koridor, Akari tersenyum sembari mengatakannya.

Souta, yang berjalan tepat di belakang Akari, ingat hampir meremukkan kotak susu yang ia
bawa ketika melihat hal itu terjadi.

Setelah memastikan Akari pergi, dengan cepat ia medekati Koyuki.

"Kau memotong rambutmu, hah? ...Jadi, apa yang baru saja kalian bicarakan?"

"Eh? Em, maksudmu dengan Hayasaka-san? Sama dengan yang kau katakan padaku,
Mochizuki-kun.Tentang rambut yang kupotong....."

Walau dia terkejut dengan pertanyaan yang mendadak, Koyuki melihat langsung pada Souta
saat ia menjawab.

Souta terlalu sibuk bergelora dengan rasa cemburunya, hingga ia tak langsung menyadari.

Tetapi sekarang saat ia membuat kontak mata langsung dengan Koyuki, tanpa poni panjang
atau kaca mata yang menghalangi, membuatnya bisa menangkap nafas Koyuki.

Hal itu mebuat Souta bertanya-tanya jika pernahkah mereka berbicara seperti ini sebelumnya,
langsung bertatap muka.

9
'Dia tak hanya merubah penampilan, tapi sikapnya, juga.'

Satu-satunya saat ia mendengar suara Koyuki adalah ketika Koyuki bertukar manga dengan
Natsuki saat jam istirahat.

Tetapi walau mereka berbicara dengan biasa karena hobi yang sama, Souta biasanya hanya
mendengar suara Natsuki, dan setiap kali Koyuki berbicara, hanyalah berupa komentar dari
apa yang dikatakan Natsuki. Dia berbicara-lembut, dan tak terlalu banyak bicara.

Itu adalah kesan yang Souta miliki tentang Koyuki.

Bagaimanapun, setelah mengubah penampilannya, dia berinisiatif untuk menyapa dahulu, dan
bahkan mengangkat tangannya saat pelajaran. Dia bertingkah seperti orang yang sangat
berbeda.

Dia diperlakukan seperti idola oleh beberapa perempuan, dan Souta sering melihatnya
dikelilingi perempuan selama aktifitas Klub Berkebun.Walau mereka jelas-jelas melihat
Koyuki sangat terbebani oleh perlakuan ini, ternyata mereka hanya menganggap reaksinya
sebagai “Lucu sekali!"

Awalnya, Souta sempat bingung, jika difikir memang agak sedikit telat untuk mengubah
dirinya untuk debut SMA, dan terlalu awal untuk libur musim panas.

Tetapi, ia segera sadar akan alasan perubahan Koyuki.

Koyuki jatuh cinta pada Natsuki, dan itu alasan mengapa ia mengubah dirinya.

'...Mungkin itu alasan mengapa Yukki melihat Natsuki seperti itu.’

Dia melihat Natsuki dengan tatapan hangat dan bersahabat yang biasa ditujukan kepada teman,
tetapi dengan beberapa hasrat yang bercampur juga.

Souta sadar bahwa mungkin dia juga menatap Akari dengan cara yang sama.

'Ada puisi seperti itu di dalam 100 puisi oleh 100 penyair, bukan begitu? Tak peduli bagaimana
caranya kau menyembunyikan perasaanmu pada seseorang, hal itu akan segera terlihat di
wajahmu.'

Souta tahu satu orang lain yang melihat seseorang dengan cara yang sama dengannya.

Dia sangat yakin Natsuki menyukai Yuu.

Dia juga merasa Yuu memiliki perasaan yang sama dengan Natsuki, tetapi saat ini, tak satupun
dari mereka sadar jika mereka saling menyukai.

Keduanya berlanjut menjalin hubungan yang membuat frustasi sebagai teman masa kecil
belaka, tumbuh bukan menjadi lebih dekat bersama dan bukan juga menjauh untuk terpisah.

Haruki dan Miou sering berjalan pulang bersama, tetapi mereka juga tidak terlihat sedang
berpacaran.

10
Setiap kali ia menanyakan Haruki tentang hal itu, dia hanya menjawab dengan sesuatu seperti,
“Kami hanya bersama karena alasan yang aneh."

'Untuk Akarin... aku tak terlalu banyak mendengar tentangnya.'

Tak terhitung jumlah laki-laki pemberani yang menyatakan cintanya pada Akari dan ditolak
secara sopan. Bahkan ada rumor tentang satu jiwa pemberani yang menanyakan padanya, "Apa
ada orang lain yang kau suka?”

Setelah berfikir dengan jujur tentang pertanyaan itu, Akari memiringkan kepalanya ke samping
dan menjawab,

"Ah, Aku tidak benar-benar tahu.

Souta menengok ke lapangan tenis di belakangnya, dimana ia melihat Akari berbincang ceria
dengan yang lain sembari menunggu giliran untuk bermain.

Menilai dari potongan perbincangan mereka yang terbawa angin, mereka membicarakan
tentang rekomendasi manga.

Natsuki pasti yang paling semangat, karena untuk sesaat, suaranyalah yang paling keras

"Tunggu, biar kuperjelas. Akari, orang yang mulai kau sukai itu adalah tipemu?

"Wa... Wa-wa-waktu yang tepat!'

Setelah berterima kasih dengan hormat pada Natsuki di fikirannya, Souta memfokuskan
seluruh konsentrasi pada pendengarannya hingga kalimat terakhir.

Ada keheningan sejenak, lalu ia mendengar suara Akari yang lembut begitu lantang dan jelas.

"Ya, Mungkin begitu?

'Ehhh?! Yang mulai dia sukai itu adalah tipenya?! Itu tipe yang sulit untuk ditentukan strategi
menaklukannya.....!'

Souta segera memegang kepalanya dalam perasaan kalah, tetapi menyadari sesuatu, ia tertawa
pahit

Sejak awal, bagaimana bisa dia terkejut ketika ia sendiri bahkan tak punya keberaninan untuk
menyatakan perasaannya, dan dia sendiri belum bisa dihitung sebagai pesaing.

'Jujur saja, semua itu terdengar seperti lelucon... tapi, perasaanku pada Akari bukanlah lelucon'

Dia tak akan mengharapkan hal memalukan seperti ingin agar Akari menyukainya juga.

Untuk sekarang, dia baik-baik saja selama Akari belum menyukai seseorang.

Sadar apa yang baru saja ia fikirkan, Souta kembali melamun.

11
Walaupun ia tak bisa meminta sesuatu yang tak beralasan, malah, ia mengharap hal terburuk
yang pernah ia harapkan pada orang lain.

Dia takkan membiarkan seorangpun mengetahui apa yang ia fikirkan.

'Aku benar-benar orang yang lemah...'

Dia tahu tak ada gunanya membandingkan dirinya dengan orang lain, tetapi memikirkan
tentang berapa banyak insiatif yang Koyuki miliki, senyum merendahkan diri sendiri
menyelinap di wajahnya.

Priit, priiiiiit―!

Bagai memutusnya dari fikiran lain yang lebih jauh, suara peluit menggema.

Pertandingan pertama sudah berakhir, dan persiapan untuk pertandingan selanjutnya dimulai.
Haruki dan Yuu mengganti nomer yang menggantung di kaus mereka dan berbaris di tengah
lingkaran sehingga wasit bisa mengganti pemain.

"Mochita, cepat dan kemarilah! Hari ini adalah hari kita akan mengalahkan Yuu sekali dan
selamanya!

"Itu kalimatku. Haruki, takkan kubiarkan kau mencetak satu golpun.

Souta melambaikan tangan sebagai respon untuk kedua teman masa kecilnya yang sudah
memulai cemoohan sebelum pertandingan.

'Daripada terperangkap dalam fikiran berantakan ini, lebih baik aku bergerak!'

Sebagai usaha untuk melepas segala fikiran tentang semua itu, ia bergabung dengan yang
lainnya di lapangan yang begitu cerah itu. ♥ ♥ ♥ ♥ ♥

Kedua tim acapkali berselisih satu sama lain, tetapi dengan Yuu dan Haruki yang menjadi
pemain utama dan dengan kekuatan yang seimbang, tak ada satu timpun yang mencetak gol.

Setengah waktu pertama pertandingan berlangsung tanpa ada tembakan yang menentukan, dan
pada setengah waktu kedua segera terjadi.

'Ah, dia memotong umpan bola lagi! Kelihatannya hari ini Haruki juga dalam kondisi prima.'

Yuu dalam posisi menyerang sembari menjaga pandangan lebar terhadap gerakan lawan, tetapi
jelas gerakan Haruki yang tak bisa diprediksi membuatnya tertekan.

"Akari, pertahankan posisi itu....!

"Nacchan, keren sekali!

Sepertinya pertandingan tenis di sebelah juga sudah dimulai, dan ia bisa mendengar suara ceria
Akari.

12
Ia berpasangan dengan Natsuki untuk tim ganda, yang memamerkan reflek luar biasa dan
dibantu dengan baik oleh Akari.

'Akarin tidak terlihat bagus dalam olahraga, tetapi dia tak membiarkan sudut manapun
termasuki bola....'

Souta begitu terpengaruh oleh usaha yang Akari tunjukkan hingga ia berakhir melihat
pertandingan Akari daripada fokus dengan pertandingannya.

"Mochita, lihat ke atas!

"Heeeeei, Awas!

"....Hah? Apa?

Sesaat setelah ia menjawab dengan lemas pada suara Yuu dan Haruki, bola itu mengenainya.

"Ahhh..!

Di saat ia melihat ke langit, bola itu melayang dan tepat mengenai wajah Souta.

Rasa sakit menyebar di hidungnya, dan iapun kehilangan kesimbangan, dan jatuh ke belakang.

Pandangannya dipenuhi bintang, dan air mata mulai terbentuk melawan keinginannya.

"Ah, aku benar-benar bodoh..."

Ada tawa keras di sekelilingnya, dan ia bisa mendengar suara perempuan dari lapangan tenis
sebelah, juga.

Sekarang karena keributan seperti itu sudah dimulai, ia yakin bahkan Akari akan
menyadarinya.

'Kalau difikir aku terlalu terpikat dengan gadis yang kusukai hingga aku menerima bola dengan
wajahku....'

Walau ia tak bisa mencetak gol, setidaknya ia bisa menunjukan diri dengan memotong umpan
bola, atau membuat tendangan bebas. Tak ada yang mengesankan dari terkena bola tepat di
wajah.

'Mungkin ini hukuman karena berharap gadis yang kusuka tidak menyukai siapapun...'

Merasa air matanya semakin menjadi, ia menutupi matanya dengan tangannya.

Yuu dan yang lain pasti melihat segalanya, sembari berkata dengan nada ceria.

"Jangan menangis hanya karena blok-wajah."

13
Memang terdengar seperti komentar yang menghina, tetapi Souta tahu perhatian Haruki yang
sebenarnya. Souta mencoba membuat tangisannya itu terlihat seperti rasa sakit karena terkena
bola.

"Ya, itu tadi permainan yang bagus!"

Yuu dengan begitu saja faham apa maksudnya, dan mengulurkan tangannya dengan kata-kata
penyemangat.

Souta sempat ragu untuk beberapa saat sebelum memutuskan untuk meraih tangan Yuu.

"....Terima kasih."

"Tak perlu mengatakannya. Omong-omong, kau sebenarnya cukup berat. Aku fikir aku tak bisa
melakukannya sendiri."

'Hm? Melakukan apa?'

"....Kalau begitu aku akan membantu.”

'Hm? Membantu untuk apa?'

Dia memiliki firasat buruk tentang percakapan yang Yuu dan Haruki lakukan.

Dia takut untuk bertanya, tetapi jika dia hanya mengikuti mereka, siapa tahu apa yang akan
mereka lakukan padanya.

Mengabaikan tanda peringatan yang terlihat tak asing, Souta dengan ragu bertanya pada
mereka,

"Em, teman-teman... apa yang sebenarnya kalian bicarakan?”

"Aduh, tentu saja membawamu.”

Keduanya menjawab di waktu yang bersamaan, dan mengangkat Souta dalam satu gerakan
yang cepat.

Haruki membopong setengah bagian atas tubuh Souta, sedangkan Yuu memegangi kakinya,
dan mereka menirukan suara seperti sesuatu tengah di angkat.

'B-bukankah pose ini... pose yang selalu kita lakukan saat menirukan pesawat saat kecil?!'

Memang sangat menyenangkan dulu, tetapi sekarang Souta adalah siswa kelas tiga SMA.

Teman sekelas mereka tertawa keras saat melihat ketiganya.

"Oh sial, Mochita dibawa pergi!”

"Hei, aku juga ingin mencobanya!”

14
Souta sedikit menurunkan bibir bawahnya mendengar godaan temannya.

'Uh, kita menarik semua perhatian...'

Tak bisa menahannya, ia mengalihkan pandangan, dan melihat bola sepak yang menyerang
wajahnya menggelinding ke lapangan tenis.

Ketika bola itu berhenti bergerak, jari yang panjang, dan ramping mengelilingi bola itu untuk
mengambilnya.

'A-Akarinnnn?!'

Tak mungkin mereka bisa mebuat kontak mata dari jarak jauh.

Dia tahu hal ini, tetapi tetap ia tak bisa mengalihkan pandangannya.

Jika, tak sengaja, Akari tahu tengah dipandangi tepat di wajahnya, Souta takkan bisa pulih dari
hal itu.

"...Aku sangat iri dengan bola itu....”

Fikiran yang sebenarnyapun berakhir tumpah dari mulutnya.

Tetapi sebelum kata-kata penyesalan itu terdengar oleh telinga siapapun, kata-kata itu terhapus
oleh suara langkah kaki Yuu dan Haruki.

Entah bagaimana ia tak semangat karena hal itu, dan rasa muram yang tak bisa diungkapkan
menyebar di dadanya.

'Aku sangat tidak keren....'

Bagai menyindirnya cuaca sore haripun mulai memburuk, awan kumolonimbus mulai
terbentuk di atas kepala.

Warna kontras nan jelas dari biru dan putih hanya membuat dadanya terasa lebih sesak. ——

Serizawa Haruki

Ulang tahun : 5 April

Zodiak : Aries

Golongan darah : A

Teman masa kecil Natsuki.

Anggota klub film.

Bertalenta sebagai sutradara,

15
Dia berhasrat kuat dan bertindak keren.

——

16
Solusi 2
Senin setelahnya, ramalan cuaca menunjukkan simbol cahaya matahari yang dengan kejam
memenuhi seluruh peta.

SMA Sakuragaoka juga menderita karena panas yang terik; kelas tanpa AC terasa seperti
sauna.

'Ini buruk, aku tidak bisa melanjutkannya satupun....'

Souta menyerah untuk mencoba memasuk akalkan kalimat di depannya dan roboh di
bangkunya, yang telah menyerap banyak panas.

Sejak mereka menjadwalkan untuk segera mengerjakannya, dia berencana akan membaca buku
sebanyak-banyaknya di ruang klub selama jam makan siang, tetapi jika seperti ini, halaman
dari buku itu hanya akan berakhir basah karena keringatnya.

Tetap, alasan ia langsung datang kemari karena ruang ini bagaikan "istana" bagi Souta dan
lainnya.

Sejak musim gugur kelas satu mereka di bangku SMA ruang kelas di ujung lantai paling atas,
yang digunakan sebagai gudang saat itu, berubah menjadi ruang klub untuk Klub Film.

Setelah begitu terpesona oleh film pendek yang Haruki publikasikan secara diam-diam di
internet, Souta dan Yuu memulai klub film hanya karena betapa inginnya mereka agar Haruki
membuat yang selanjutnya.

Tahun selanjutnya, beberapa anak kelas satu yang juga menonton film pendek Haruki
bergabung, dan merekapun di akui sebagai klub resmi. Semakin lama, film Haruki berlanjut
memenangkan banyak penghargaan; filmnya menunjukkan banyak peningkatan pesat,
menuntun sekolah memberikan jumlah anggaran klub yang lumayan.

Dan yang paling baru, Haruki menyebutkan bahwa kompilasi film pendek buatannya akan
dipamerkan di beberapa kompetisi, jadi aman jika dikatakan ia akan memperoleh lebih banyak
piala dan sertifikat yang akan memenuhi rak di ruang klub segera.

Itu hanya tentang betapa bertalentanya Haruki dalan membuat film.

'....Kira-kira berapa banyak skenario film yang akan berlanjut?'

Souta melihat kertas yang berserakan di bangku, dan menanyakan pada diri sendiri pertanyaan
yang sudah ia dengar berkali-kali.

Salah satu yang biasa ditanyakan adalah tentang juri dari kompetisi. Untuk alasan itu, dia tahu
harus menyelesaikan proyek ini, tetapi tak peduli bagaimanapun, ia tak bisa menyelesaikannya.

Awalnya, ia hanya ingin menonton film Haruki.

17
Demi memenuhi keinginan itu, mereka memulai klub untuk memasang sebuah panggung, dan
secara sederhananya mereka ada untuk membantu Haruki mewujudkan film yang
diimpikannya.

Tetapi semua itu berubah sejak musim dingin saat mereka duduk di bangku kelas dua SMA,
ketika ketiganya memutuskan untuk membuat film bersama untuk mengenang kelulusan
mereka.

Memang sulit menentukan sebuah tema yang menggugah ketiganya.

Pada akhirnya, karena keputusan akhir Harukilah mereka memutuskan untuk menggunakan ide
Souta untuk mengangkat kisah cinta.

"Aku belum pernah memfilmkan itu sebelumnya, tapi kenapa tidak kita coba saja?"

Awalnya, Yuu, yang menyukai film Hollywood terkenal dan film komedi, kesulitan untuk
menyetujui ide itu, tetapi akhirnya ia setuju setelah melihat hasrat Haruki.

Sekali mereka benar-benar bekerja dalam film itu, Haruki dan Soutalah yang pendapatnya
sering bertentangan.

Haruki, yang merupakan fans dari film bergenre edgy dan indie, sangat benci harus bergantung
pada dialog untuk menjelaskan cerita. Dia penganut kuat dari membuat penonoton berempati
dan berhubungan dengan karakter di film.

Di sisi lain, Souta menonton banyak film dengan berbagai genre berbeda, dan dari banyak
genre itu, dia paling menyukai genre romantis. Dia tipe orang yang mengkoleksi skenario film
dan DVD dari karya kesukaannya.

Bagaimanapun, ia melihat dirinya sebagai fan dari menonton film, dan tak memiliki keyakinan
untuk membuatnya sendiri.

Tetapi saat Souta mendebatkan pendapatnya dengan Haruki, ia menyadari sesuatu tentang
perasaannya sendiri.

Alasan mengapa ia begitu menyukai film romantis adalah karena film itu menggambarkan "hal
yang tak bisa diungkap dengan kata-kata" begitu baik.

Dan alasan mengapa ia banyak membeli skenario dari film untuk mereka adalah karena ia juga
ingin menulisnya.

Karena alasan itu, ia harus bertemu dengan perlawanan kuat dari Haruki saat pendapat mereka
mengenai bagaimana adegan akhir berbeda.

"Akan terasa buruk jika menggunakan dialog untuk penutupnya."

"Aku tahu maksudmu. Tapi jika kau tidak menggunakan kata-kata untuk menyampaikan
perasaan yang penting itu, aku tidak yakin semua akan menyatu dengan baik."

Haruki menggaruk kepalanya ketika mendengar bantahan Souta.

18
"Seperti kataku, kesannya akan lebih terasa tanpa mereka harus mengatakan kata-kata seperti,
'aku menyukaimu' atau 'aku mencintaimu'."

"Kalau begitu hanya ada satu cara melakukannya, tetapi menurutku akan lebih baik jika si
protagonis mengatakan dialog untuk adegan ini. Seperti kata-kata yang ia tinggalkan untuk si
heroine, seperti surat selamat tinggal."

Tak ada satupun dari mereka yang menyerah pada pendiriannya, hingga di titik Yuu mengakui
dengan tawa jika ia bahkan merasa sedikit takut.

Pada akhir dari diskusi panjang, Haruki berakhir menerima usulan Souta.

"Mungkin aku hanya masih belum terlalu memerhatikan kata-kata," katanya dengan senyum
riang.

'Kemampuannya untuk menerima pendapat orang lain dengan lapang dada itu yang
membuatnya benar-benar seperti sutradara.'

Sejak usulan Souta diajukan karena perasaannya yang sesungguhnya, ia memang sedikit keras
kepala tentang hal itu di akhir.

Tetapi sejak awal hingga akhir, Haruki tidak hanya berpegang pada pendapatnya sendiri.

Sejak ia termotivasi oleh keinginan absolut untuk membuat produk yang bagus, ia hampir tidak
peduli ide siapa yang akan digunakan. Karena itu ia tidak terlalu keras memaksakan
pendapatnya. Jika ia fikir sebuah usulan itu memang bagus, dengan jujur ia akan menerimanya,
dan bahkan tidak ragu memujinya, juga.

Haruki memiliki ide yang jelas akan apa yang ia inginkan.

Begitupula dengan rasa percaya diri yang tak ingin mundur.

Walau ia menerima pendapat orang lain, ada bagian yang tak mungkin diubah dari proses
pembuatan filmnya.

'Mungkin itu yang kurang dariku.'

Karena fakta bahwa sesatu tidak akan bisa diperoleh dengan mudah yang menambah
kepercayaan dirinya karena akhirnya ia melakukannya. Sekali hal itu terjadi, mungkin saat
itulah saat pertama kali ia bisa berdiri dengan bangga di hadapan Akari.

Mereka akan menghadiri pertemuan dengan Klub Seni sepulang sekolah.

Mereka memutuskan bahwa mereka akan meminta Natsuki dan yang lain untuk membantu
mereka dengan lukisan yang akan digunakan untuk film kelulusan mereka, dan pertemuan ini
adalah untuk memilih siapa yang akan menggambarnya. Walau, mereka juga butuh izin dari
pembina terlebih dahulu.

'.... Ini kesempatanku. Saat seperti ini aku membutuhkan mental 'cinta itu bagaikan hiu; akan
mati jika berhenti bergerak'.'

19
Mengingat kutipan dari film yang pernah ia lihat sebelumnya, Souta menyegarkan dirinya
sendiri.

Ini adalah saat ia harus mengakhiri rasa cemburunya pada orang lain.

♥♥♥♥♥

Setelah jam wali kelas singkat berakhir, Souta dan yang lainnya segera menuju ke ruang
persiapan, tempat pertemuan mereka.

Mereka bisa menunggu di dalam ruangan hingga Matsukawa-san, Pembina Klub Seni,
memberi mereka izin, tetapi sejak ia memiliki perasaan bahwa hal itu hanya akan membuatnya
semakin cemas, ia memutuskan untuk menunggu di koridor dengan Yuu dan Haruki.

‘….Kira-kira berapa lama lagi hingga kita tahu boleh atau tidak.’

Dia yang paling tegang di antara yang lainnya, tetapi ia menahannya dalam diam.

Daripada angin sejuk yang berhembus, jendela yang terbuka malah membiarkan suara keras
jangkrik.

“Ah, jejak awan pesawat.”

Haruki, yang memandang keluar jendela, yang pertama berbicara setelah mereka menunggu
selama beberapa menit.

Menghalangi sinar matahari dengan tangannya, Souta juga melihat ke langit yang cerah.

“Dengan langit sebiru ini, kau bisa melihatnya dengan jelas, kan?”

“Benar bukan? Entah mengapa terlihat seperti garis yang ditinggalkan oleh kuas putih raksasa.”

Haruki memandang sekilas di sampingnya, bagai meminta persetujuan, tetapi Yuu, orang yang
ditanyai, sepertinya tak seluruhnya berada di tempat itu.

Walau ia juga melihat keluar jendela, tetapi fikirannya entah ada dimana, daripada sebuah
adegan yang tersebar di depan matanya. Terlupa akan pandangan Haruki dan Souta padanya,
ia melepas helaan muram.

‘Kalau difikir-fikir, bukankah Natsuki juga seperti ini sejak pagi tadi…?’

Keduanya adalah tetangga bersebelahan rumah, dan sering datang ke rumah masing-masing.
Dia juga mendengar bahkan walau sekarang mereka duduk di bangku SMA, mereka tetap
menghabiskan malam sabtu di rumah seseorang belajar atau bermain game, jadi mungkin ada
sesuatu yang terjadi setelahnya.

‘Mungkin lebih baik aku tidak mencoba ikut campur urusan mereka.’

Memandang sekilas pada Haruki, ia mengembalikan tatapannya.

20
Ketika mata mereka bertemu, Haruki hanya mengangkat pasrah bahunya.

Souta menjawab dengan senyum yang di paksa dan menghadap jendela lagi.

Setelah beberapa saat, suara berdering menggema di koridor.

“Ah, ini dari Natsuki.”

Haruki dan Souta berbalik dengan awalan pada kata-kata Yuu.

Saat mereka menunggu dengan nafas tegang, Yuu segera mengepalkan tangan dan menirukan
pose kemenangan.

“Baiklah! Dia bilang Matsukawa-sensei memberi kita kata OKE!”

“Benarkah?! Bagus sekali!”

“Sekarang kita bisa meminta mereka menggambar untuk kita tanpa harus sembunyi-
sembunyi.”

Souta menghela nafas lega, dan Haruki serta Yuu juga mengangguk dengan wajah lega.

Sekarang karena Pembina Klub Seni telah memberi izin resmi, yang mengamankan posisi
mereka dalam hal melukis gambar.

Dan lebih penting lagi, mereka tak perlu menyembunyikan apa yang mereka lakukan dari
sekolah.

Khusunya, Akari dan Miou membual tentang penghargaan rekor hampir sempurna.

Walaupun Haruki juga menang sebelumnya, sejak sekian lama Klub Film tidak terlalu eksis,
mereka kira bahwa akan lebih sulit untuk mendapat izin meminta jam aktivitas Akari dan
lainnya yang tak berefek langsung pada reputasi mereka.

‘Matsukawa-sensei benar-benar baik memberikan kita izin dari sekolah mengenai hal itu.’

Dia yakin bahwa Natsuki dan lainnya juga menambahkan akan melanjutkan kegiatan Klub Seni
seperti biasa, juga.

Ia menegakkan diri, menyadari bahwa ia harus memberanikan diri lebih dari sebelumnya untuk
fokus membuat film.

Haruki dan Yuu juga terlihat merasakan hal yang sama, untuk mengukuhkan kembali
perasaannya.

“Sebuah film itu sebenarnya bukan hal yang bisa kau buat sendiri, kan,”

Yuu bergumam, tergerak oleh emosi saat itu, yang berakhir dengan anggukan setuju Haruki
dengan wajah serius yang jarang ia tunjukkan.

21
“Aku sangat berterima kasih pada para penonton, tentu saja, tetapi juga pada orang yang
mengulurkan tangan dalam produksi film ini. Mungkin terlihat berlebihan sedikit jika untuk
mereka aku membuat film, tetapi aku ingin membalas mereka entah bagaimana melalui film.”

Haruki berbicara dengan nada yang lebut, dan tenang, tanpa terdengar memaksa.

Kalimat itu tidak salah lagi adalah perasaannya yang sesungguhnya, dan jelas kata-kata yang
ia katakan bukanlah suatu kepalsuan juga.

‘Kira-kira apa yang difikirkan Haruki….’

Di sebelah Souta, yang berdiri tegap di titik bagai hatinya tersentuh terlalu banyak untuk
bergerak, Harukipun tersentak.

Dia sepertinya menyadari sesuatu, alisnya bertautan satu sama lain secara mendadak dengan
ekspresi berfikir.

Sebelum Yuu dan Souta, yang keduanya bertanya-tanya apa itu, Haruki bergumam dengan
suara pelan.

“Hei, apa kau fikir hari ini sangat panas?”

“….Lagi?”

Sesaat setelah ia menyelesaikan kata-katanya, Haruki mulai meraba bagian dalam tas yang
menyelempang di pundaknya.

Yuu juga sepertinya melewatkan waktu untuk mengatakan apapun sebagai balasannya, dan
hanya bisa memandangi Haruki dengan ekspresi kosong.

Barang yang ia keluarkan adalah kipas tangan yang ia bual selama makan siang. Dengan
kenyataan ia bisa menggunakannya tanpa harus menyambungkannya pada colokan atau USB
port menjadi alasan utama, Haruki tak perlu menghabiskan waktu untuk menggunakannya.

‘Kufikir aku tahu apa ini. Mungkin ini cara yang biasa ia lakukan untuk menyembunyikan rasa
malunya?’

Kali pertama ia memenangkan penghargaan, hanya satu hal yang Haruki katakan adalah,
“Membuat film hanyalah salah satu hobiku.”

Meskipun fakta mengatakan bahwa ia begitu terbenam pada pembuatan film hingga ia lupa
makan dan minum.

Haruki adalah tipe orang yang berfikir tidak keren menunjukkan hal yang sifatnya “offstage,”
bahkan di luar film, dan tidak suka menunjukkan dirinya yang berusaha. Sejak awal, hanya
orang di sekelilingnya yang menganggap itu sebagai “usaha,” sementara Haruki mungkin
hanya memikirkannya sebagai “apa yang memang seharusnya dilakukan.”

“…Itu terlalu keren, benar-benar keren….”

22
Kata-kata yang tanpa sengaja terpeleset dari mulut Souta rupanya terdengar oleh orang yang
dibicarakan.

Awalnya ia memiringkan kepalanya dalam bingung, tetapi tak lama, ia berteriak, dan matanya
berbinar. Ia pasti mengerti tentang pernyataan Souta dalam konteks yang berbeda, dan sekarang
ia memegang kipasnya dengan bangga.

“Benarkan? Aku bahkan merubahnya di sini dan di situ. Aku melukis dan mewarnainya sendiri,
juga.”

“Haa? Kenapa tidak menggunakan merah sebagai permulaannya?”

Saat Souta bernar-benar terkejut karena fakta itu, Yuu ragu-ragu melanjutkan.

“Jangan bilang, kau membuatnya berwarna itu berharap agar bisa berotasi tiga kali lebih
cepat?”

Souta punya beberapa ide tentang anime yang mengacu pada hal itu, tetapi ia tak yakin Haruki
akan seklise itu.

Bagaimanapun, Haruki menjawab dengan nada yang hampir sama,

“Bingo!”

“Betapa bodohnya!”

Yuu dan Souta tertawa bersama, sementara Haruki menjawab ketus tanda tak setuju.

“Kau harusnya memujiku akan betapa aku memerhatikan detailnya, benarkan?”

“Kalau itu terlalu banyak memerhatikan! Bahkan siapa yang mau melukis bagian-bagian
sekecil itu~”

Saat Yuu tertawa dengan seringai lebar, Souta dan Haruki mulai ikut tertawa juga.

Sementara mereka berdiri dan tertawa, mereka mendengar suara langkah kaki dari aula.

Saat melihat ke atas, mereka melihat Natsuki melambai pada mereka.

“Terima kasih sudah menunggu!”

“Yo. Maaf meminta jammu ketika kalian sibuk mempersiapkan kontes.”

“Kalau kau benar-benar menyesal, setidaknya belikan kami sesuatu untuk diminum.”

Haruki dan Natsuki berbicara satu sama lain seperti yang biasa mereka lakukan, tetapi hari ini,
Akari dan Miou juga ada di sini.

Jika hanya ada Natsuki, yang juga teman masa kecil mereka, tak perlu sopan sekarang, tetapi
berbeda dengan dua lainnya. Memikirkan bahwa mereka juga meluangkan waktu untuk

23
bertemu dengan Klub Film, hal itu benar-benar menunjukkan bahwa mereka harus
menunjukkan rasa terima kasih mereka.

“Ah, kau benar. Maaf, kami juga harus memikirkan tentang itu….!”

Haruki melambaikan tangannya di udara saat Mochita mulai berjalan menuju mesin penjual
minuman.

“Mochita, kau laki-laki yang baik. Kau tak harus melakukan apapun yang Natsuki katakan, kau
tahu.”

“Kau benar-benar orang yang baik, Mochita. Tapi tak apa biarkan Haruki menangani hal seperti
ini.”

Tak lama setelah Natsuki mengulangi kalimat Haruki mereka mendengar Yuu dengan sengaja
terbatuk kecil dan berbicara dengan nada dingin.

“Haruki, dan Natsuki, juga, biasakah kalian berdua berhenti sebentar? Apa kalian tidak melihat
Hayasaka dan Aida terabaikan?”

Pada kata-kata Yuu, Souta melihat Miou dan Akari, yang datang agak telat, berdiri dan terlihat
sedikit bingung.

Bersamaan dengan fakta bahwa Haruki dan Natsuki adalah teman masa kecil, mereka benar-
benar berhubungan baik. Miou dan Akari terlihat tak yakin harus melompat pada pembicaraan
mereka, tetapi mereka juga terlihat hanya kewalahan oleh cepatnya pembicaraan itu bergerak.

‘Akarin terlihat sangat manis dengan wajah terkejut itu….’

Walau ia tahu bukan saatnya untuk itu, Mata Souta menempel pada Akari.

Setiap gerakan kecil yang dibuat Akari membuat detak jantungnya semakin cepat, dan
wajahnya terbakar lebih panas.

Tiba-tiba ia mereka seseorang memandanginya, ia ditarik kembali ke kenyataan oleh suara


panik Natsuki.

“M-Maaf! Aku tidak bermaksud mengabaikan kalian.”

Natsuki membuka kunci pintu ruang persiapan, dan mendesak Miou dan Akari untuk masuk.

Yuu mengikuti mereka, tetapi Haruki sepertinya mengingat sesuatu dan berhenti sejenak.

“Aku haus sekarang setelah bicara banyak. Mochita, Ayo.”

Haruki berbalik dan melihat wajah Souta.

Dia sadar bahwa pandangan yang ia rasakan sebelumnya adalah Haruki.

‘Dia mungkin bertanya-tanya apa aku baik-baik saja, dengan wajahku yang memerah….’

24
Haruki dan Yuu benar-benar memahami perasaan Souta untuk Akari, hingga pada titik ia tak
perlu mencoba menyembunyikan apapun dari mereka.

Mungkin ini kesempatannya memegang garis hidup yang Haruki lempar padanya dan ia harus
menyusunnya ulang sendiri.

“B-Baik!”

‘Ahhh, suaraku terlalu tinggi!!!’

Akan benar-benar jelas terlihat jika ia gugup.

Mencuri pandang pada Akari dan yang lain, ia melihat ketiga perempuan itu berdiri dengan
wajah kebingungan.

Tak tahan berada di tempat itu, Souta berlari untuk kabur.

“Ah, hei, Tunggu!”

“….Ya, hanya itu saja, jadi kami akan pergi dulu.”

Mendengar suara Haruki yang mengejarnya, dan Yuu yang mencoba menenagkan situasi, ia
menghela nafas lega.

Tetapi setelahnya, air mata penyesalan muncul di wajahnya.

‘Ahh…aku berakhir membutuhkan bantuan lagi….’

Ia benar-benar sadar emosi apa yang berputar-putar di dalam dadanya.

Itu adalah rasa kasihan pada diri sendiri.

“….Ukhh, Aku tak ingin kalah.”

“Pada siapa?”

Haruki, yang berjalan tepat di sampingnya, bertanya.

Tak sedikitpun Haruki kehabisan nafas, dan ia memiliki aura tersendiri tentangnya.

‘Di saat seperti ini, Haruki bukanlah tipe yang marah dengan mengatakan, ‘Jangan membuatku
harus mengejarmu seperti itu.’ Dan baru saja, juga. Aku berbicara pada diriku sendiri, tetapi ia
tidak mengerjaiku tentang hal itu….’

“Heeei, apa kau bahkan mendengarkan?”

“Ah, ya! Aku hanya berfikir tentang aku tidak boleh kalah dengan diriku sendiri.”

Haruki menaikkan alisnya saat mendengar jawaban Souta.

25
“Memikirkan tentang hal rumit lagi, haa?”

“Ehh? Benarkah begitu? Bukankah memikirkan tentang tak ingin kalah dengan diri sendiri itu
sudah biasa?”

“Ya, memang, tetapi itu bukanlah hal yang mudah, kau tahu? Sebenarnya, aku berfikir hal itu
akan membingungkan kalau mengatakan hal itu terjadi pada siapapun.”

Tak bisa mengerti apa yang Haruki coba katakan, Langkah Souta memelan.

Haruki juga memelankan langkah di sampingnya, dan ia berbicara dengan nada lesu, juga.

“Biasanya, semakin banyak pengalaman yang kau dapat, semakin mudah kau memecahkan
sebuah masalah atau menghindari membuat masalah, bukan? Tetapi fakta bahwa ada beberapa
orang yang tetap mengacaukan sesuatu walau mereka punya banyak pengalaman itulah yang
membuatnya menjadi masalah yang begitu rumit.”

“….Ah, Aku mengerti….”

Ia merasa seperti diberi sebuah petunjuk penting.

Saat Souta mencoba mengunyah kalimat itu di kepalanya, Haruki menepuknya di pundak.

“Karena itu kau tak harus menghabiskan banyak waktu hanya untuk memikirkan tentang hal
itu. Kau harus bertindak sesuai posisi, atau kau tetap berpegang teguh pada keyakinanmu, kau
tahu?”

Sebuah kata-kata terkenal mulai melayang dari balik fikiran Souta.

Hal itu benar-benar cocok dengan gaya Haruki, sesuatu yang tak Souta miliki.

“Jadi, tak usah berfikir?”

“Ya, Benar sekali!”

Haruki menyeringai, dan menepuk punggung Souta dengan kasar.

Entah bagaimana terhibur dengan suasana ini, Souta menepuk balik punggungHaruki.

“Aww! Mochita, kau tak harus melakukannya sekeras itu, kau tahu.”

“Itu kalimatku!”

♥♥♥♥♥

Setelah waktu berselang saat mereka kembali ke ruang persiapan membawa beberapa botol air,
Yuu selesai menjelaskan dasar-dasarnya pada Natsuki dan yang lain.

“Dikatakan, bahwa Haruki, Sang sutradara, yang memiliki bayangan lebih jelas dari kita
semua.”

26
Walaupun Haruki menggerutu, “Betapa tidak cocoknya!” ketika Yuu berbisik padanya, iapun
melanjutkan,

“Jadi settingnya adalah si Heroine, yang tidak pernah merasakan cinta sebelumnya, mulai
menunjukkan perubahan dalam karyanya setelah bertemu dengan tokoh utama. Kami ingin
menunjukkan pada penonton dengan menggunakan lukisan untuk menunjukkan perubahan
lembut, dan halus dari perasaan heroine kepada tokoh protagonist.”

Tak ada keraguan dalam suara Haruki saat ia berbicara.

Berbicara tanpa bimbang, jelaslah sudah jika Haruki adalah “sutradara.”

Natsuki dan yang lainnya berkedip, terliputi oleh kalimat Haruki, dan melihat satu sama lain.
Baik Akari dan Miou juga benar-benar terdiam, terlalu terpukau untuk membuat satu suara
selama Haruki menjelaskan semuanya.

Merasaka suasana tegang, Yuu melihat ketiga gadis itu.

Saat itu, Haruki tiba-tiba melontarkan sebuah pertanyaan.

“Katakan, warna apa yang melambangkan cinta?”

‘Ini dia! Lemparan yang tak bisa dipukul!’

Souta tak bisa berhenti berteriak di dalam fikirannya, merasa kesadarannya mulai memudar.

Memang tak jelas kereta fikiran apa yang membawanya ke pertanyaan itu, tetapi Haruki
mendadak menanyakan pertanyaan konyol itu.

Mereka nanti akhirnya akan mengetahui perhatian spesifik ketika Haruki menanyakannya,
tetapi saat itu, sebenarnya semuanya merasa bingung dengan pertanyaan di luar konteks ini.

“Ehh? Warna apa…?”

Orang pertama yang bereaksi adalah Natsuki, yang paling terbiasa akan kebiasaan Haruki ini
daripada dua teman masa kecil mereka yang lain.

Tetapi bahkan Natsukipun tidak memiliki pemahaman yang jelas mengenai maksud di
belakang pertanyaan Haruki. Jawaban dan pandangan yang Natsuki berikan pada Haruki
dimaksudkan untuk mencoba mencari maksud yang sebenarnya.

Bagaimanapun, Haruki dengan biasa memandang Natsuki balik.

‘Kalau seperti ini, tak ada siapapun yang akan mengatakan sesuatu, kurang lebih
jawabannya….’

Natsuki, yang segugup Souta, sepertinya mulai menyadari metode Haruki.

“….Merah muda, Kurasa?”

27
Saat Natsuki mengatakan warna pertama yang terlintas difikirannya ketika menggambarkan
cinta, Haruki memberi anggukan kuat.

Miou, bagaikan terdorong oleh respon itu, juga berbicara tanpa ragu,

“Cinta terkadang bisa terasa pahit, atau menyakitkan, jadi kufikir warna biru dan hitam bisa
digunakan, juga.”

Haruki mengangguk dengan rasa tertarik lagi, dan yang terakhir, ia melihat Akari.

“Bagaimana menurutmu, Hayasaka?”

“Kalau kataku…. Emas, mungkin.”

Di saat Souta mendengar jawaban Akari, ia begitu terkejut hingga lupa bernafas.

Mendengar Yuu bergumam, “apa?” di sampingnya membuatnya kembali ke alam sadarnya.

Melihat sekeliling, ia melihat Natsuki dan Miou juga tak bergerak sedikitpun dalam kaget.

Haruki satu-satunya yang bermata berbinar, ia meletakkan tangannya di meja dan menyandar
maju tanda tertarik

“Apa yang membuatmu berfikir seperti itu?”

“Cinta itu indah, dan bersinar, tetapi akan berkarat jika kau meninggalkannya sendiri terlalu
lama, bukan? Dan ketika itu bersinar terlalu terang, itu bisa membutakan, jadi kufikir semua
hal itu bagaikan cinta.”

Sejak awal, sebenarnya hanyalah perak yang bisa berkarat, bukan emas, dan bagaimanapun
sebenarnya emas juga sulit untuk beroksidasi.

Souta menggigit pelan bibirnya, menahan keinginannya untuk membuat jawaban balik.

Hanya akan ada komentar yang tidak dihiraukan, diucapkan dalam situasi itu, tetapi alasan
yang membuatnya menahan kata-kata itu kebanyakan adalah karena ekspresi yang Haruki
tunjukkan di wajahnya.

Ia terlihat begitu bahagia, dari lubuk hati terdalamnya.

“Oh..? aku tidak habis fikir akan bertemu seseorang yang sepemikiran denganku.”

Kata-kata barusan bagaikan sebuah pukulan yang tegas.

Sudah jelas bahwa mereka akan berakhir menggunakan karya Akari.

Yuu juga pasti berfikiran sama, tetapi ia sepertinya lebih tertarik akan proses yang akan
dilakukan berurutan.

28
“Jadi itu adalah ide umumnya… Untuk saat ini, apa kau tidak keberatan menunjukkan kami
beberapa karya nyatamu?”

‘Ahh, dia mengatkan ‘untuk saat ini.’’

Souta dengan cepat menangkap rasa tidak tenang dalam kata-kata Yuu.

Natsuki juga sepertinya menyadarinya, dan ekspresinya dengan jelas menjadi kaku. Tetapi
daripada menyalahkan Yuu, ia merespon dengan rasa riang yang disengaja.

“Kami akan membawa beberapa karya berbeda, seperti lukisan cat minyak, dan sketsa.”

Miou dan Akaripun mengangguk, dan mereka segera menghilang ke dalam ruang klub seni di
sebelah.

‘Haruki mungkin tidak menemukan hal yang tidak menyenangkan di situasi ini….’

Walau sembari menunggu kembalinya Natsuki dan yang lain, mata Haruki masih berbinar, tak
bisa menahan rasa tertariknya.

Di sisi lain, Yuu kelihatannya ada di bingkai fikiran yang sama dengan Souta, dan menahan
ekspresi rumitnya.

‘Itu benar, akhirnya ia menyadari beban dari dari situasi ini….’

Sejak awal, mereka hanya berancana untuk mengambil seseorang yang bisa menggambar untuk
mereka, tetapi kenyataannya, mereka hanya bisa mengambil satu orang dari ketiganya.

Sejak Haruki terbiasa menilai pekerjaannya sendiri, ia bisa saja teledor dalam menilai milik
orang lain.

Sedangkan untuk Souta, jika ia yang memamerkan sesuatu, ia masih bisa menahannya, tetapi
ia enggan untuk menjuri karya orang lain.

‘Kita meminta mereka untuk melakukan hal ini seperti biasa, tetapi kuharap Natsuki dan yang
lain baik-baik saja.’

Sementara mereka memiliki banyak pengalaman mengikuti kontes sebagai anggota Klub Seni,
mungkin ini pertama kalinya mereka berkompetisi satu sama lain, dan mendapat penilaian
untuk karya mereka tepat di depan satu sama lain.

Walau mereka melakukannya untuk Klub Film, bersamaan dengan fakta bahwa jurinya adalah
orang-orang yang mereka kenal dan tidak akan ada hadiah, ada kemungkinan besar bahwa
hanya satu dari mereka yang terpilih akan menciptakan suasana tidak menyenangkan di antara
ketiganya.

‘Apa yang harus kita lakukan? Akan aneh rasanya jika kita menghentikannya sekarang….’

Sementara ia masih belum bisa memikirkan cara memperbaiki masalah ini, memang sulit untuk
mengaibakannya sekarang ketika ia menyadarinya.

29
Sesaat setelah ia memutuskan untuk setidaknya berdiskusi dengan Yuu dan Haruki yang mulai
berdiri dari kursinya, pintupun dibuka.

“Maaf membuat kalian menunggu. Kami akan menjajarkannya di meja, jadi bisakah kau buat
sedikit ruang?”

“Baiklah. Beri tahu kami jika kau butuh bantuan.”

Tanpa sengaja menjawab Natsuki secara naluriah, Souta menelan ludah.

Tetapi sudah terlambat saat ini. Saat ia melihat Natsuki dan yang lainnya dengan cepat
membuat persiapan di sudut matanya, yang bisa ia lakukan saat ini adalah berdiri di samping
Yuu dan Haruki.

Memang menakjubkan melihat seluruh hasil kerja mereka dijajarkan di atas meja kerja, kayu.

‘Aku tidak terlalu punya selera seni, dan aku juga tidak tahu tentang tekniknya, tetapi….’

Salah satu yang menangkap matanya adalah warna cerah dari lukisan cat air di depannya.

Sejak Souta selalu memilih kelas musik sebagai mata pelajaran pilihannya, ia jarang melihat
karya Natsuki dan yang lain. Saat ia bisa melihat karya mereka adalah ketika mereka
memenangkan penghargaan dan digantung di sekeliling sekolah setelahnya, atau ketika mereka
tengah memamerkannya di Festival Budaya.

‘Tetapi walau begitu, memang lucu jika kau bisa menebak siapa yang melukisnya.’

“Sekarang yang akan mempersembahkan karyanya kontestan pertama, Enomoto Natsuki!”

Saat udara dipenuhi ketegangan, dengan semangat Natsuki memperkenalkan dirinya.

Dan seperti yang Souta duga, ia menunjuk lukisan cat air sebagai petunjuk jika lukisan itu
miliknya.

“Ekspresi dari karakter yang kau gambar benar-benar semangat. Itu hal yang sangat suka
kulihat.”

Mengejutkannya, yang paling pertama memberi umpan balik adalah Haruki.

Mulut Natsuki juga menganga dalam rasa terkejutnya, dan tak bisa memberi reaksi lainnya.

Menyadari ada hal lain yang menghibur, Souta melanjutkan.

“Juga, warnanya begitu bagus.”

“Ya. Komposisinya juga bagus, jadi terasa begitu sempurna, kau tahu?”

Saat ia mencoba memberikan komentar yang objektif, wajah Yuu terlihat begitu malu.

30
‘Dia benar-benar mudah ditebak… Tetapi orang yang membuatnya seperti ini mungkin belum
sadar.’

Melihat Natsuki dengan senyum masam, mereka mendengar suara dengan pitch tinggi
melengking.

“W-Wooww! Kalian semua terlihat seperti kritikus seni sungguhan dengan komentar seperti
itu!”

Natsuki sepertinya sedikit tertekan akan bagaimana pujian mereka terdengar terpaksa.

Aku bahagia mendengarnya, tapi…!

Souta tak tahan dan akhirnya tertawa keras melihat tubuh Natsuki yang terlihat seperti ikut
meneriakkan kata-kata itu.

Yuu dan Haruki mulai tertawa juga, dan wajah Natsuki pun memerah.

Saat ia berdiri dengan wajah bodohnya, Haruki tiba-tiba mengulurkan tangannya.

“Itu pujian yang jujur, kau tahu. Tak sering aku memiliki kesempan untuk mengatakannya,
bagaimapun juga.”

Natsuki mengeluh saat Haruki mengacak-acak rambutnya agak keras. Bagaikan pelatuk, nada
perkataan Natsuki menjadi gembira, bagai terbebas dari lumpuh saat tidur.

“Ehh? Kau harusnya memujiku dengan dasar yang biasa digunakan!”

‘Ah, dia kembali ke keadaan normal.’

Merasa setengah lega, dan setengah takjub pada bagaimana cara Haruki meringankan suasana,
Souta tertawa kembali. Hingga pada titik ia tertawa lebih keras, dan menulari Akari dan Miou
juga.

Jelas terlihat ketegangan yang sebelumnya mengisi ruangan segera menghilang.

“….Baiklah, cukup dengan rayuannya.”

Gumaman pelan Yuu terpecah di suasana damai.

Rasa bingung segera mengisi ruang di anatara mereka, seperti seember penuh cat yang
ditumpahkan ke lantai.

“Ehh?”

Natsuki sepertinya tidak memproses maksud dari perkataan Yuu, dan membeku di tempat.

Haruki, partisipan lain dalam pembicaraan itu, sepertinya sadar benar tentang perasaan Yuu.
Alisnya bekerut, membuat wajah seperti ia tertangkap oleh tingkah sesuatu.

31
Bertemu dengan keadaan mendadak seperti ini, keheningan yang tidak menyenangkan, Akari
dan Miou terlihat kebingungan.

‘Di saat seperti ini, aku harus melakukan sesuatu....’

Sudah jelas perasaan yang Haruki miliki untuk Natsuki hanya sekedar teman masa kecil, tetapi
masih ada kemungkinan Miou salah faham dengan keadaan ini.

Jika itu terjadi, hubungannya dengan Haruki akan semakin rumit.

“Ka-Kalau begitu, selanjutnya Aida-san.”

Souta dengan terpaksa mengubah topik untuk membuang suasana tidak menyenangkan ini.

Ia melihat karya Miou, yang diletakkan tepat di samping karya Natsuki, dan berkomentar,
“Karya ini dilukis sangat halus.” Yuu dan Haruki mengikuti, dan sekali lagi, tegangan yang
ganjil mengisi ruangan.

Bagaimanapun, rasa lega itu hanya sementara sebelum suasana ruangan menjadi dingin
kembali, kali ini oleh ucapan Haruki.

“Bukankah ekspresinya entah mengapa seperti terlalu kaku?”

Tak seperti komentar positif yang ia tujukan pada karya Natsuki sebelumnya, komentar Haruki
pada karya Miou cukup kasar.

Biasanya, Souta yang terkejut oleh pernyataan terang-terangan ini, dan bahkan kali ini Yuu
juga sepertinya terkejut.

“Aku akan mengatakan jika karya ini terlihat digambarkan dengan baik, kau tahu?”

“Oh, ada pemandangannya, juga.”

Dibandingkan dengan dua lain yang meberi komentar dari sudut baik, Haruki hanya memiliki
kata tajam untuk dikatakan.

“Teknik dan yang lainnya bagus, tetapi... karya ini terasa seperti referensi.”

Pendapat itu adalah pendapat terang-terangan, sebuah tipe opini yang biasanya Haruki beri.

Souta tahu tidak ada kebencian dalam kata-kata itu, tetapi beda cerita jika menjadi yang
sebenarnya mendengarnya. Rasanya seperti diperciki air es di tengah musim dingin mematikan,
dan kata-kata itu begitu menyakitkan karena kenyataannya tak ada niat buruk dibaliknya.

‘Ini tidak baik.’

Miou terlihat sedih sekarang, dan Natsuki dan Akari, yang berdiri di sebelahnya, hanya bisa
melihat Miou dengan khawatir.

32
Yuu juga tidak menyalahkan Haruki secara frontal, tetapi tetap Haruki bagai melempar pisau
padanya.

‘Para gadis masih di sini, jadi mereka tidak akan memulai argumen, akankah mereka....?’

Saat ia memandang tidak enak di antara mereka, Haruki sudah melihat milik Akari.

Tak seperti dengan Haruki dan Miou, ia memandanginya dalam diam.

Anggota lainpun juga menyadarinya, dan semua mata terfokus pada satu lukisan.

‘Ah, ini adalah karya pertama Akari yang memenangkan penghargaan!”

Detak jantung Souta semakin cepat di saat ia melihat lukisan cat minyak yang diletakkan di
meja.

Sejak lukisan itu telah dipamerkan di sekolah lain dan pameran begitu lama, sudah lama sejak
ia melihat lukisan itu langsung di depan matanya seperti ini.

Seperti judulnya, “Bunga Sakura dari Suatu hari,” dikatakan, bunga sakura mekar dalam
kejayaannya di seluruh kanvas.

Kira-kira sudah dua tahun lalu sejak ia jatuh cinta pada pandangan pertama pada lukisan itu,
sementara ketika disinari oleh sinar matahari, entah mengapa lukisan itu terlihat muram, juga.

Di saat itu, ia masih bagian dari Klub Pulang ke Rumah, tanpa suatu hal khusus dalam
kehidupan baru di SMA nya.

Dia tak punya pekerjaan paruh waktu, atau pergi ke kursus kilat sekolah atau apapun. Ia hanya
langsung pulang ke rumah dan menonton film kesukaannya.

Walau hari-hari biasa dan terus berulang itu telah menjaganya dari penderitaan, rasanya bagai
berdiri di air hangat.

‘Tetapi itu saat aku melewati lukisan ini.’

Kira-kira tepat sesaat sebelum libur musim panas, suatu hari sepulang sekolah di bulan Juli.

Setelah ia kembali ke kelas untuk mengambil tugas yang ia tinggal di bangkunya, ia melewati
koridor di depan ruang seni.

Sebuah pita merah dan kalimat, “Selamat untuk Penghargaan Penghormatan,” yang
menemaninya, tertangkap mata Souta.

Hal itu telah diumumkan saat perkumpulan besar sekolah, sehingga ia tahu jika pemenangnya
adalah anak kelas satu, sepertinya. Mengingat kembali hal itu, ia memandang kanvas itu
dengan biasa, dan nafasnya tertahan dengan pergerakannya.

‘Lewat karyanya, aku jatuh cinta pada Akari untuk kedua kalinya.’

33
Yang pertama adalah ketika hari upacara penerimaan.

Sejak saat itu hatinya telah tertangkap oleh senyuman Akari, Souta tak pernah berhenti
mengejarnya dengan matanya.

Ia bahkan tak memiliki keberanian untuk berbicara padanya sama sekali, dan setelah upacara
berakhir, Natsuki berlari pada Akari dan berteriak, “Gadis yang terlihat manis di sana!” tetapi
Souta hanya bisa melihatnya pergi.

Dan ia segera mengetahui Akari tak hanya manis.

Ketika Souta melihat papan nama di bawah bingkai yang jika dibaca “Hayasaka Akari,” ia
dipenuhi rasa kagum, mengetahui jika Akari entah mengapa terlihat seperti Haruki.
Nampaknya, mungkin saja surga memberkati seseorang dengan lebih dari satu bakat.

‘Dari sudut pandangku, keduanya bagaikan bintang....’

Tentu saja, mereka seperti bintang itu sendiri, tetapi hal yang mereka buat juga terlihat
bagaikan bintang yang bersinar di surga.

Apa yang bisa Souta lakukan adalah mengagumi karya serta penciptanya dari bawah.

“Terlihat bagus.”

Kalimat yang Haruki gumamkan menarik Souta kembali ke kenyataan.

Pada akhirnya, seperti yang diduga, diputuskanlah Akari yang akan melukis gambarnya.

Mereka tidak memutuskannya dengan pengambilan suara terbanyak, tetapi keputusan dari
Sang Sutradara, Haruki.

Walau Akarilah yang telah menjadi nominasi, ia benar-benar malu. Melihat Akari yang
mengintip dari balik Natsuki, Souta dilanda rasa keharusan untuk melindunginya.

“Emm, Serizawa-kun....”

‘Aaaaah?! Akarin! Sial, dia benar-benar manis!’

Mendengar suara manisnya, Souta merasa jarum di dalamnya mulai menganyam, dan hampir
menutup.

Mungkin dilabeli dengan sesuatu seperti “Idealku” atau “Sesuatu yang Paling Penting untuk
seseorang”.

‘Aku mungkin akan lebih senang jika namaku yang disebut, walau begitu....Tidak, aku tidak
bisa mengharapkan sesuatu semewah itu. Aku cukup menjadi saksi pemandangan ini dari
dekat.’

Sembari ia menunggu penuh harap akan apa yang akan terjadi selanjutnya, Akari
memberanikan diri untuk mengambil langkah maju.

34
“Bisa kau menceritakan padaku sedikit lebih lagi tentang filmnya? Kalau tidak, aku tidak
sepenuhnya bisa mengerti tentang perasaan si heroine, dan mungkin juga akan sulit untuk
menyampaikan suasana yang cocok dengan lukisannya.”

“Menyampaikan suasana yang cocok, ya... Ya, kedua hal ini berjalan bergandengan tangan.”

Walau ia belum mengeluarkan kata-kata yang benar, sudah jelas dengan melihat senyuman di
wajah Haruki. Ia terlihat begitu bahagia menemukan seseorang yang berbagi sudut pandang
sepertinya, dan rasa seni yang sama.

‘Kukira bintang itu benar-benar tertarik satu sama lain... hah.’

Dan karena hal itu ia melompat pada sebuah kesimpulan bahwa apa yang mungkin bisa tumbuh
di antara keduanya mungkin saja perasaan romantis.

Tetapi hal itu bukannya tidak mungkin, yang membuat Souta khawatir.

‘Walau hal itu memang terjadi, itu tidak seperti aku bisa melakukan apapun padanya.’

Saat ia melepas helaan dalam diam, ia juga mendengar orang lain menghela.

Souta menggerakkan hanya matanya untuk melihat siapa itu, jadi agar anggota lain tidak
menyadarinya.

‘Ah, aku tahu itu.....Aida-san khawatir, juga.’

Di sebelah dalam poni pendeknya, gambaran dari kedua “temannya” terpantulkan di matanya
yang goyah.

Satu adalah seseorang yang ia sukai, dan yang satu adalah seseorang yang mungkin menjadi
rival suatu hari nanti. Memang tak ada bukti hal itu akan terjadi, tetapi juga ada kemungkinan
hal itu terjadi di saat mereka menyadarinya.

Perasaan seseorang itu tidak bisa diprediksi; walau kau tahu hal itu tidak bisa menjadi
kenyataan, kau tak bisa berhenti tetapi tetap berharap untuk perasaan itu.

‘Kuharap aku bisa memiliki seluruh dirimu hanya untukku....’

♥♥♥♥♥

Pertemuan untuk membahas film ditutup setelah satu jam lamanya.

‘Terasa begitu lama, tetapi di saat yang sama, terasa sebentar….’

Untuk Souta, pertemuan itu jelas begitu intens, dalam berbagai hal.

‘Yuu pasti lelah, juga.’

Walaupun mereka telah mengakhiri masalah mengenai lukisan untuk film, mereka masih
memiliki setumpul hal yang harus dilakukan.

35
Ketua klub, Yuu, telah kembali ke ruang klub film untuk memulai membuat pengaturan
mengenai scenario dan jadwal. Untuk membagi jadwal kerja mereka, ia membandingkan daftar
jam dengan smartphonenya, mencoba untuk menyingkat perkiraan kasar si sutradara, Haruki,
yang telah ia beri pada mereka.

“Lalu, kita akan mengambil film selama liburan musim panas, dan…. Ah, Natsuki mengirim
pesan.”

Haruki mengerutkan alisnya ketika Yuu menunjukkan layar smartphonenya pada Haruki.

“Dia ingin tahu tentang peremuan selanjutnya, hah? Ya,kita sudah memberitahu mereka apa
yang kita cari, jadi kufikir kita tidak perlu mengadakan pertemuan lagi segera. Kita bisa
menyerahkan sisanya pada Hayasaka dari sekarang.”

Memang terdengar seperti tipe jawaban yang akan Haruki beri; mungkin terdengar seperti
mengabaikan mereka, tetapi ia benar-benar hanya mencoba member mereka kebebasan untuk
melakukan pekerjaannya.

Yuu mengerti maksudnya, dan memberi anggukan ringan.

“Aku mengerti. Akan kuberi tahu Natsuki.”

“Terima kasih.”

Saat Haruki berdiri dari duduknya setelah mengatakan ini, Souta berkata padanya,

“Aida-san tidak datang hari ini, ya.”

“….Apa?”

Ada petunjuk ketidak senangan dari reaksi Haruki.

Kata itu keluar tanpa berkata untuk Souta, yang mengatakan hal itu, tetapi bahkan Yuu, yang
melihat dari samping, memucat.

“Ah, maksudku, di luar mulai hujan. Jika Aida-san tidak datang, aku hanya berfikir mungkin
ide yang bagus jika kau segera bertemu dengannya. Awannya juga terlihat gelap, jadi mungkin
hujan akan turun semakin deras.”

Saat Souta dengan cepat memberi penjelasan, ekspresi Haruki menenang.

“Jika ia tidak mengirim pesan padaku sekarang, dia mungkin pulang dengan Natsuki dan
Hayasaka hari ini.”

“….Oh, oke.”

Mata Haruki terlihat sedih saat ia melihat ponselnya, dan Souta menahan diri untuk
mengatakan sesuatu lebih jauh.

‘Aku sungguh bodoh. Aku tak bisa menebak bagaimana perasaan orang lain….’

36
Haruki mungkin tidak mengatakan apapun, tetapi ia mungkin masih khawatir tentang apa yang
terjadi selama pertemuan. Ia mungkin berfikir jika ia melukai Miou.

Tetapi, lalu mengapa? Mengapa ia mengatakan hal seperti itu?

Jika ia berfikir ia melukai Miou, belum terlambat untuk pergi dan meminta maaf sekarang.

Dia mungkin memikirkan banyak hal, tetapi akhirnya, Haruki tidak mengatakan apapun. Setiap
orang memiliki hal yang ingin mereka katakan, tetapi tak bisa mengungkapkannya dengan
kata-kata.

Suara tangisan jangkrik mengubah suara tetesan air hujan yang membentur jendela hingga bel
sekolah terakhir berbunyi. —–

Setoguchi Yuu

Ulang Tahun : 11 Juli

Zodiak : Cancer

Golongan Darah : AB

Teman masa kecil Souta.

Anggota Klub Film.

Sesuatu sepertinya terjadi di antara dia dan Koyuki yang melibatkan Natsuki….?

—–

37
Solusi 3
Keringat menetes ke punggung tangannya.

Bagaikan sebuah tanda, seluruh sensasi lain secara bertahap kembali padanya.

Tenggorokannya terasa kering, dan seluruh tubuhnya terasa panas karena matahari.

Saat ia mengangkat tangan ke dahinya, poninya, yang basah kuyup karena keringat, kusut
dengan dengan jarinya.

‘Sial, aku benar-benar melamun hari ini….’

Souta menggoyangkan kepalanya yang lelah, dengan hati-hati agar tak membuat dirinya
pusing, dan melihat ke sekelilingnya.

Tak ada satupun anggota Kub Sepak Bola yang tersisa di lapangan, dan lapangan tenis juga
kosong. Menyadari ia tak bisa mendengar suara alat musik tiup kuningan dari ruang musik lagi,
ia memeriksa jam tangannya, yang juga memanas di bawah panasnya matahari.

‘Aku bertanya-tanya mengapa sesepi ini. Ternyata sudah jam makan siang, kah.’

Dia datang ke sekolah pukul tujuh pagi untuk memfilmkan adegan tambahan.

Pada saat mereka telah menyelesaikan pertemuan, mengutak-atik dengan pengaturan kamera,
dan akhirnya keluar ke lapangan sekolah, sekitar pukul sepuluh pagi.

Setelah itu, mereka telah menghabiskan seluruh waktu untuk memfilmkan bagian khusus yang
Haruki inginkan.

Dan untuk Haruki sendiri, dia benar-benar terbenam begitu asyik melihat kamera.

Waktu bagaikan berhenti hanya di daerah sekelilingnya, dan ketika Souta memperhatikannya,
ia begitu terpikat pada Haruki hingga lupa akan memanggilnya.

‘Aku pernah dengar jika satu minggu terasa seperti satu detik bagi seseorang, dan mereka hanya
akan bertambah umur saat seluruh detik itu ditumpuk menjadi satu tahun…. Ketika aku melihat
Haruki, aku merasa hal itu mungkin benar adanya.’

Bahkan sejak mereka masih anak-anak, kemilau Haruki adalah satu-satunya yang tidak
berubah dari keempat teman masa kecil itu.

Ia punya kekuatan untuk mengejar hal yang menggugah baginya, atau hal yang
menggerakannya.

‘Biasakah aku juga berlari dengan kecepatan penuh seperti itu dengan waktu yang sedikit untuk
bersiap?’

38
Libur musim panas untuk kelas tiga adalah kesempatan terakhir untuk mempersiapkan diri
sebelum ujian masuk kuliah.

Yuu bermaksud untuk masuk universitas nasional, dan bahkan pergi ke kursus pelatihan
intensif di sekolah persiapan untuk masuk kuliah. Walaupun ia kembali minggu depannya, dia
juga memiliki kursus lain yang menunggu seterusnya, jadi sebenarnya sama saja dengan tidak
memiliki libur musim panas sama sekali.

Bahkan hanya mendengar jadwal yang seperti itu sudah sedikit menakuti Souta, tetapi di saat
yang sama, hal itu menunjukkan bahwa Yuu yakin akan tujuannya. Mungkin karena ia mencari
sebuah tekad kuat yang sama yang membuatnya menyadari hal ini.

‘Walau bukan seperti aku tidak menempatkan fikiran apapun pada diriku….’

Dia punya pemikiran yang cukup baik akan alasan mengapa ia begitu tak yakin.

Setengah-hati. Karena guru yang menyarankan padanya. Karena ia ingin sebuah jaminan

Alasan mengapa ia menginginkan rekomendasi yang sekolah tunjuk untuk universitas tertetu
adalah karena alasan yang samar itu.

The people around him weren’t very intent on asking about his goals, either; he just felt the
time passing by, nothing more and nothing less.

Orang-orang di sekitarnya tidak terlalu bermaksud untuk menanyakan tujuannya, juga; ia


hanya merasa waktu berlalu, tidak lebih dan tidak kurang.

‘…. Ya, Akechi-sensei berbeda.’

Ketika Souta pergi ke ruang guru untuk mengambil dokumen untuk rekomendasi sekolah dulu,
hal pertama yang Beliau katakan adalah,

“Kau tahu, Mochizuki, mengapa kau seperti pria tua seperti itu?”

Dia berbicara dengan nada malas yang biasa ia gunakan, tetapi Souta tahu ia tidak bermaksud
menyindirnya.

Beliau tak banyak tertawa, ceroboh saat berhubungan dengan hal-hal yang paling aneh, dan
juga, kebanyakannya, Beliau seseorang yang tidak-terlalu-serius. Tetapi Beliau selalu
menayakan hal secara langsung. Beliau terlihat sedikit seperti Haruki dalam hal itu.

‘Walaupun kepribadian mereka benar-benar berbeda….’

Beliau juga Pembina Klub Film, dan karena Beliau juga dulu pernah menjadi teman sekelas
kakak Haruki, yang membuat Beliau lebih mudah berbicara dengan jujur, walau Beliau tidak
sepenuh perhatian guru lain.

Beliau cukup dekat dengan Haruki, dan Souta terkadang melihat mereka berdua berjalan dan
membicarakan sesuatu di ruang guru atau di koridor.

39
‘Di satu sisi, Akechi-sensei sebenarnya cukup perhatian.’

Haruki selalu mengeluh, “Hanya aku! Itu termasuk paksaan untuk menjaganya!” ketika
Akechi-sensei menyuruhnya melakukan pekerjaan aneh, tetapi untuk Souta, Beliau sering
memberinya saran mengenai skenario film.

Beliau akan mengatakan sarannya dengan cara yang terlihat seperti memiliki arti lain; seperti
saat ini, Beliau seperti mengatakan, “kalau begini, kau tidak akan bisa mendapat
rekomendasi,”yang membuat Souta dengan tergesa-gesa bertanya sebagai balasannya,

“Apakah hal itu cukup buruk? Bukan, maksudku, apa aku terlihat seperti pria tua?”

“Maksudku, kau terlihat seperti tipe yang hanya memikirkan tentang pengunduran diri.
Memang boleh untuk mendapat surat rekomendasi yang sekolah tunjuk untuk universitas
tertetu, tetapi apakah kau sudah mencari informasi tentang kursus dan kelas?”

Wawancaranya mungkin sudah dimulai.

Walaupun tegang, Souta mengerutkan bibirnya sebelum menjawab untuk mencoba dan terlihat
serius.

“…. Y-Ya, sedikit.”

“Oh, benarkah?”

Akechi-sensei bergumam dengan nada tidak tertarik, dan mencari sesuatu di saku jas lab yang
Beliau kenakan. Beliau mengajar literatur klasik, tetapi untuk beberapa alasan, Beliau
mengenakan jas itu sebagai bagian dari seragam.

Benda yang Beliau keluarkan dari saku adalah sebuah permen lollipop.

Beliau melepas kertas pembungkusnya dengan tangan terlatih, dan tanpa peringatan,
memasukkannya ke mulut Souta.

“A-Apa yang kau….?!”

“Aku memberimu permen, jadi fikirkan sedikit lebih lama lagi. Jika kau hanya memilih kursus
didasarkan akan apa yang akan berguna ketika kau mencari pekerjaan, akan sulit untukmu
menghadapi yang selanjutnya.”

Di saat Beliau mengatakan hal itu padanya, Souta diserang oleh perasaan yang telah coba ia
mengerti.

Akan beda cerita jika Akechi-sensei masih ada di sana untuk mengawasinya nanti, tetapi
sebagai pemerhati kehidupan Souta setelah SMA, Beliau tak lebih dari orang luar. Sejak awal,
Souta hanya akan jadi pengganggu jika ia kembali setelahnya dan menyalahkan Beliau dengan
mengatakan sesuatu seperti, “Aku pergi untuk mengejar mimpi seperti yang Anda katakan
padaku dan aku gagal. Tolong bertanggung jawablah karena memberiku saran seperti itu.”

Saat ia memikirkan hal ini, sesuatu menyingsing padanya tiba-tiba.

40
Akechi-sensei sudah mengatakan padanya untuk alasan tertentu.

‘Kau harus bertanggung jawab untuk hidupmu sendiri.’

Itulah mengapa Beliau mendorongnya untuk memilih jalan yang tidak akan membuatnya
menyesal di kemudian hari.

‘Aku belum menanyakan pada Haruki kursus apa yang akan ia ambil, tetapi aku yakin ia sudah
mengambil keputusan, juga.’

Ia juga pernah melihat Haruki di ruang guru dalam beberapa kesempatan berbicara lama
dengan Akechi-sensei dan guru lainnya.

Haruki juga tertawa tanpa sadar sementara semua guru terlihat sedikit khawatir, jadi ia pasti
memilih jalan yang tidak sesuai norma, tetapi sebuah jalan yang hanya ia yang memilihnya.

Walaupun seseorang melawan pilihannya, walaupun tak ada seorangpun yang


mendukungnya….

Jika itu Haruki, ia pasti berjalan di jalan yang telah ia pilih untuk dirinya.

Yuu memiliki kekuatan untuk meyakinkan orang di sekitarnya, yang berarti ia mungkin
memiliki kepercayaan-diri yang cukup.

‘Lalu…. Bagaimana denganku? Ketika aku memilih untuk meminta surat rekomendasi
sekolah, dan bahkan ketika aku memilih untuk melanjutkan sekolah ke literatur nasionl,
bisakah aku mengatakan jika aku tidak memerhatikan bagaimana perasaan guru dan orang
tuaku tentang itu?”

“Sial!”

Bagai mengurangi suara jangkrik, suara Haruki berbunyi keras.

Souta, yang dibawa kembali oleh sentakan mendadak Haruki, hanya bisa membuat suara tak
berkata seperti, “Eh? Hah?”

‘Apa? Apa yang terjadi?’

Sembari mencoba menenangkan jantungnya yang berdetak kencang, Souta menatap Haruki,
yang menatapnya dengan ganas.

“Mochita, apa kau tidak lapar?”

“…….Oh, ya. Maksudku, sudah hampir jam makan siang.”

“Benarkah?! Pantas saja.”

Bahkan walau ia kelelahan, atau kepanasan, ia tak akan pernah mengatakan sepatah kata
apapun selama ia melihat dunia melalui kamera, tetapi sepertinya pengecualian ketika perutnya

41
kosong. Souta merasa tawa mulai menggema karena betapa khas responnya untuk anak laki-
laki SMA.

Souta hanya terlalu memikirkah hal itu dengan merasa lebih rendah darinya; Haruki bukanlah
manusia super seperti itu.

“Jam perutmu benar-benar akurat, Haruki.”

“Benarkan? Hei, ayo kita makan ramen. Aku dapat kupon diskon dari Yuu.”

“Benarkah? Yuu benar-benar orang yang sangat baik!”

“Walau, dia mungkin juga tidak akan bahagia jika disukai oleh kita.”

“Tapi akan menyenangkan mengerjainya dengan hal itu, kan?”

“Ini dia, si pembuli, Mochita…. Kau terlihat sangat tidak bersalah, tetapi kau bisa mengatakan
hal yang cukup tidak menyenangkan.”

“Apakah aku selalu memiliki panggilan seperti itu? Setidaknya buat itu terdengar sedikit
keren.”

“Siapa peduli!”

“Ahaha! Kau mendorongku pergi karena kau terlalu lapar, hah~?”

Souta tertawa begitu biasa, sulit dipercaya jika beberapa saat yang lalu, ia terjebak di rawa
pemikiran gelap.

Merasa lega dengan fakta itu, ia berlari dengan gesit menuju peralatan.

Tanah disekitar tripod penyangga kamera itu basah, bagai terkena hujan.

‘Ah, itu dari keringat Haruki….’

Mereka tidak berkomunikasi dengan baku hantam seperti karakter di film.

Melainkan, Souta didorong oleh keberadaan Haruki dan Yuu, dan Souta bisa merasakan dirinya
perlahan bangkit.

♥♥♥♥♥

“Hanya dengan fakta kita mendapat kupon diskon dari Yuu membuat rasa ramen ini benar-
benar menakjubkan.”

Di perjalanan pulang dari kedai ramen, Haruki dan Souta merasa lebih dari kenyang.

Mereka berdua sangat menyukai ramen, tetapi mereka tak bisa mengalahkan kegemaran Yuu.

42
Dia selalu memiliki pengetahuan yang luas menyangkut tentang pembukaan kedai ramen baru,
atau mencari rahasia, kedai yang ternama; dari semua kedai yang telah Yuu sarankan pada
mereka sebelumnya, tak ada satupun dari kedai itu yang mengecewakan. Dan di antara
semuanya, yang satu ini adalah yang terbaik.

“Kira-kira apa kau hanya mendapat kupon jika kau pembeli langganan….?”

Souta tidak melihat kedai itu menyebutkan tentang kupon di manapun, dan para pekerjanya
juga tidak banyak menjelaskan tentang hal itu.

Ketika mereka pergi untuk membayar tagihan, mereka tidak ditawari semacam poin ataupun
kartu stempel juga, jadi ia penasaran tentang bagaimana Yuu mendapat kupon itu.

Melihat Souta yang kebingungan, Haruki memberi anggukan dan penjelasan padanya.

“Kelihatanya begitu. Yuu memberi tahu mereka jika ia ingin memperkenalkan kedai ini pada
temannya, jadi mereka memberinya dua kupon hanya untuk itu.”

“Cukup mengesankan juga, mengingat betapa pelitnya manajernya terlihat.”

“Ya, Yuu benar-benar orang yang pandai menipu orang lain.”

Saat Haruki mengangkat pundaknya dan memberinya seringaian, Souta dengan tiba-tiba
tertawa juga.

“Benar juga. Bakat itu luar biasa di jalannya sendiri.”

Sedikit merasa malu pada dirinya sendiri, Souta iri dengan kemampuan itu.

‘Haruki juga bukan orang yang malu-malu, jadi mungkin lebih mudah baginya untuk menang
dari orang lain seperti manajer itu….’

“Ah,”

Haruki mendadak memulai, bagai mengingat sesuatu.

Souta memiliki perasaan tidak enak, dan berfikir akan memulai topik, tetapi yang lain
mengalahkannya.

“Apa kau sudah mengirim pesan pada Hayasaka minggu ini?”

Ditanyai oleh hal yang ia takuti, Souta menggumamkan jawabannya.

“….B-Belum….”

“Oh, begitu? Bukankah kau bilang akan memeriksa kemajuannya seminggu sekali?”

‘Tunggu dulu, hanya kau dan Yuu yang memutuskan itu seenakmu, bukan begitu?’

Souta secara mental mengejek rencana yang tertawa pada sisi buruk orang lain.

43
Souta

Sehari setelah pertemuan, ia begitu terkejut saat Yuu mengirimkan alamat email Akari pada
Souta yang Yuu dapat dari Natsuki, hanya untuk diminta segera setelah menghubunginya.

Yuu juga memberitahunya bahwa ia juga membicarakan hal ini dengan Haruki, jadi ia yakin
hal ini adalah sesuatu yang sudah mereka rencanakan bersama.

‘Ya, kukira memang benar jika akan jauh lebih mudah seperti ini dibandingkan berbicara empat
mata. Walau kita hanya berbicara sekali sejauh ini….’

Berkat campur tangan mereka, atau dukungan mereka, untuk mengutarakannya dengan cara
yang lebih positif, hubungan Souta dan Akari jelas sekali mulai mengambil sebuah langkah
maju.

Jika mereka berlanjut untuk lebih dekat melalui pesan seperti ini, saat liburan musim panas
berakhir, ia mungkin bisa berbicara dengan ceria pada Akari. Atau setidaknya, fikirannya tidak
akan mengosong setiap kali mereka berbicara.

‘… itu adalah yang kufikirkan sementara ini.’

Kenyataannya, percakapannya dengan Akari berlanjut dengan damai.

Daripada menanyakan tentang kemajuan dalam lukisannya, ia bisa membawa topik yang tidak
berarti seperti “apa yang kau makan hari ini?” atau “kemana saja kau hari ini?” sekarang.

Tetapi akhirnya, tetap saja hanya lewat pesan.

“Aku akan melihatmu melakukannya, jadi cepat dan kirimi dia pesan.”

“Tak apa, akan aku lakukan nanti.”

Walau senyumnya itu terpaksa, Souta mencoba mengatakannya dengan tegas.

“…. Terserah apa yang kau katakan. Baiklah, ayo segera kembali dan mulai memfilmkan lagi.”

Souta mengangguk samar, dan menatap diam-diam pada Haruki. Ia sepertinya tidak curiga
akan jawabannya yang baru saja ia beri, sebaliknya, ia terlihat di suasana hati yang ingin
memulai bersiul.

Tetapi Souta telah melihatnya.

Untuk beberapa detik, secercah keraguan terlihat melewati wajah Haruki.

‘Bagiamanapun, Haruki punya intuisi yang baik….’

Dia masih belum memberi tahu keduanya, tetapi sebenarnya, Akari tidak bisa mengerjakan
lukisannya dengan baik.

44
Tepat saat libur musim panas dimulai, semua berjalan dengan mulus hingga ia menyelesaikan
sketsanya. Saat ia mulai menambah warna ia tiba-tiba memutuskan untuk berhenti.

Awalnya, Souta telah berasumsi bahwa ia terlalu sibuk fokus pada bagiannya di kontes seni
untuk mengerjakan permintaan Klub Film. Merekalah yang telah mengganggu Klub Seni
sementara mereka sibuk, jadi ia memberitahu Akari tak perlu khawatir tanpa menanyakan
detailnya, dan menjaga agar ia tidak membuat Akari tergesa-gesa atau sesuatu seperti itu.

Bagimanapun, malam sebelumnya, ia telah belajar bahwa situasi itu lebih serius dari yang ia
bayangkan.

Untuk sekali, awalnya Akari yang mengirim pesan padanya, dan souta begitu gembira bahkan
sebelum membaca isinya.

Tetapi segera setelah ia membukanya, ia segera menyentak lamunan keadaan fikirannya.

“Bagiamanpun juga, apa itu cinta?”

Pesan yang hanya terdiri dari satu kalimat: sebuah, pertanyaan misterius.

Souta tidak tahu secara detail situasi Akari, tetapi di balik fikirannya, wajah Haruki muncul.
Setiap kali teman masa kecilnya itu terjebak saat membuat sesuatu, dia akan mengatakan hal
yang sama seperti itu.

“Bagaimana menurutmu arti mencintai seseorang? Bagaimana itu bisa berbeda dengan jatuh
cinta pada seseorang?”

“Hei, apa kau tahu? Ketika kau jatuh cinta, otak mengeluarkan hormon berbeda seperti
dopamin dan adrenalin. Lalu, secara masuk akalnya, bukankah itu berarti ‘cinta’ itu hanyalah
reaksi kimia?”

“Sejak awal, apakah otak juga jatuh cinta? Atau entah dimana dengan hatinya?”

Apakah ia menanyakan pada mereka pertanyaan itu, atau pada dirinya?

Awalnya, baik Souta maupun Yuu memiliki wakttu sulit untuk memutuskan, dan mereka hanya
membuat suara samar persetujuan. Tetapi di akhir kelas dua, mereka belajar untuk tetap diam
dan hanya melihatnya.

‘Mungkin itu hanya karena ia berfikir terlalu keras.’

Apakah Akari juga mengharapkan Souta memberinya sebuah “jawaban”?

Tentu sejak, semenjak ia mengirim pesan pada Souta, ia mungkin menginginkan sesuatu seperti
jawaban.

Tetapi kenyataannya, hanya terlihat seperti berbicara dengan diri sendiri di cermin, dan
bukannya sebuah pertanyaan yang langsung padanya. Hal itu mungkin hanya kebetulan Souta
yang ia kirimi.

45
‘Itu tertulis di manga yang kupinjam dari Natsuki, juga….’

Hal itu yang disebut dengan orang jenius yang khawatir sendiri dan menemukan jawabannya
sendiri.

Tak peduli berapa banyak orang biasa yang mencoba membantu, mereka hanya mengganggu.

‘Jadi Haruki mungkin satu-satunya yang bisa memberi Akarin beberapa saran….’

Karena mereka berdua memiliki sudut pandang yang mirip, hal itu juga menjadi suatu
kemungkinan.

It would probably give much better results than if Souta tried meddling, anyway.

Bagaimanapun juga, mungkin hasilnya akan lebih baik jika tanpa campur tangan Souta,.

‘Aku tahu itu. Aku tahu, tetapi aku masih ingin melakukan sesuatu.’

Setelah memikirkan hal itu semalaman, ia memutuskan untuk merekomendasikan sebuah judul
film romantis, bersama dengan ulasan singkat.

Dia tidak tahu tentang cinta yang Akari ingin tahu, tetapi ia berfikir mungkin hal itu bisa entah
bagaimana membantunya.

‘Semoga beruntung, Akarin…..!’

Souta mendongak ke atas lalu melihat langit yang berawan, dan meneriakkan hal itu di
kepalanya.

♥♥♥♥♥

Setelah beberapa waktu berjalan mereka menyelesaikan pengambilang gambar adegan


tambahan dan mulai menyusunnya menjadi satu, liburan musim panas berakhir.

Bagi Souta, terasa bagaikan sekejap mata.

Dengan bagaimana buruknya panas dari musim panas yang menetap lama di tahun ini, hal itu
mungkin yang membuat liburan terasa berjalan lebih cepat. Walau masih cukup panas, segera
setelah September datang, pemikiran tentang tes dan wawancara yang akan datang membuat
musim panas terasa begitu jauh.

‘Memang sulit dipercaya bahwa kita akan lulus sedikit lebih dari setengah tahun lagi, juga.’

Dia yakin bahwa saat ini adalah satu-satunya saat mereka punya waktu luang untuk bekerja
pada filmnya.

Rencananya setelah SMA berbeda dengan Haruki dan yang lainnya, dan mereka bahkan
mungkin berakhir hidup berjauhan satu sama lain. Jika itu terjadi, akan sulit untuk bertemu
semudah yang mereka bisa lakukan saat ini.

46
‘Kita sudah bermain-main bersama selama bertahun-tahun ini, dan sekarang tiba-tiba kita akan
berjalan di jalan yang berbeda….’

Saat Souta mengeluarkan helaan, Yuu, yang duduk di sampingnya, menggoyangkan bahunya
ringan.

“Mochita, kita ada di adegan selanjutnya sekarang.”

“….Ehh? Oh, maaf.”

Di ruangan dimana mereka bertiga pertama kali berkumpul bersama setelah sekian lama, Souta
segera membalik halaman dari sampul naskah yang ditutupi oleh catatan tempel.

‘Ah, sial. Aku kembali ke adegan terakhir.’

Karena ia kurang tidur, tubuhnya tidak bergerak sesuai dengan yang ia inginkan.

Memandangi Haruki, yang duduk di depannya, ia melihat Haruki membalik halaman naskah
dengan pemilihin waktu yang aneh.

Mereka menerima pesan tentang diskusi untuk pengeditan kemarin malam, atau bisa dibilang,
baru pagi ini, jadi Haruki yang bahkan mungkin lebih kurang tidur darinya. Dari pengamatan
lebih dekat, ada lingkaran gelap di bawah matanya.

Sebuah film belum bisa dikatakan sempurna segera setelah pengambilan gambar selesai;
pengeditan yang datang setelahnya memiliki efek besar pada hasil akhir.

Bahkan ketika datang pada pengeditan, Sutradaranyalah, Haruki, yang mengambil komando,
Tetapi Souta, yang bertugas dalam naskah, dan Yuu, yang posisinya sesuatu seperti produser,
juga merasa turun dengan arus balik selama proses.

Semenjak Yuu pergi ke kursus pelatihan intensif di sekolah persiapan untuk masuk kuliah, ia
lebih jauh dari film itu, tetapi dalam hal yang baik.

Memiliki posisi yang cukup dekat dengan penonton, ia bisa memberi pendapat dari berbagai
sudut pandang. Terlebih lagi, Yuu mungkin satu-satunya yang bisa memahami gambaran besar
mengenai kemajuan produksi film.

“Jadi pada dasarnya, kita sudah memfilmkan semua adegan yang kita bisa sementara ini. Aku
akan membantu memeriksanya mulai sekarang.”

“…. Ya, terima kasih,”

Haruki menjawab ringan dengan suara serak, di sampingnya, Souta mengangguk dengan
lemas.

Yuu membuka memo untuk mengambil catatan, dan bagaikan ia mengingat sesuatu,
bergumam, “Oh, ya juga.”

‘Ya, ya, dan sekarang dia akan menanyakan pertanyaan padaku.’

47
Haruki juga berniat untuk memulai dengan cara yang sama tiap kali ia akan membawa topik
yang sulit.

Mungkin hal itu juga dikarenakan oleh fakta bahwa mereka adalah teman masa kecil yang
membuat mereka terlihat mirip dalam hal yang sepele, atau meniru kebiasaan satu sama lain.

“Mochita, bagaimana dengan lukisan Akari?”

“….Em, ya, soal itu….”

“Jangan bilang kau kehilangan kontak dengannya?”

“Apa kau sudah mengirimnya pesan seperti yang harusnya kau lakukan?”

Yuu dan Haruki datang dengan pertanyaan yang datang sangat cepat.

Terbawa oleh kecepatannya, Souta menyela mereka untuk membela diri.

“Apa?! Ayolah, tentu saja aku sudah melakukannya!”

Souta mengerutkan alisnya dengan kejengkelan, tetapi Yuu dan Haruki melanjutkan candaan
mereka padanya tanpa ampun.

“Walau begitu, bukankah kau hampir pingsan saat pertemuan terakhir kali?”

“Jika aku tidak bertindak cepat dan mengambil alih, dia mungkin sudah memucat saat itu dan
di situ.”

“Te-terima kasih banyak sudah menyelamatkanku saat itu…! Tetapi benar, aku baik-baik saja
sendiri kali ini. Aku bahkan pergi untuk melihat bagaimana pekerjaannya seminggu sekali.”

Souta menepuk dadanya dalam kemenangan, tetapi di dalam, ia khawatir suaranya tidak
meyakinkan.

Tatapannya juga penuh keragu-raguan, membuat Yuu segera menebaknya.

“Jika memang baik-baik saja, mengapa kau membuat wajah semacam itu?”

“Itu karena, em, ya….”

Saat Souta bergemetar karena gugup lagi, Haruki tiba-tiba menggigit jarinya.

“Aku tahu. Jadi itu karena masalah Hayasakan, kan?”

‘Ahhh, jadi setelah semua ini akhirnya ia mengetahuinya….’

Tak ada gunanya menyembunyikan hal itu lagi. Souta dengan rasa enggan mulai menjelaskan
situasinya.

48
“Dia sudah menyelesaikan sketsanya, dan juga mulai mewarnainya, tetapi…. Dia bilang masih
ada ‘sesuatu’ yang hilang, dan masih belum membuat kemajuan sejak saat itu untuk
menyelesaikannya.”

Bagai hal seperti ini biasa baginya, Yuu memegangi kepalanya sembari bergumam, “Ya,
memang tidak baik.”

“Hal seperti itu sepertinya selalu terjadi ketika kau membuat sesuatu, hah.”

“Dan terlebih, saran dari orang lain tidak membantu sama sekali. Itu adalah sesuatu yang harus
kau temukan sendiri….”

Dia langsung tahu bahwa Yuu secara tidak langsung membicarakan Haruki.

Bagaimanapun, apa orang yang dibicarakan sadar atau tidak, ia membuat wajah masam dan
menambahkan, “Kesulitan dari kreativitas.”

“Aku mencoba bertanya padanya dimana ia terjebak, tetapi bahkan ia sendiri tidak tahu
bagaimana merespon. Dia mulai mengganggapi secara filsafat, dan berkata sesuatu seperti,
‘Walau begitu, apa itu cinta?’”

“Ahhhh, benar-benar tidak baik….”

Saat Yuu mengerutkan keningnya dan Souta akan mengeluarkan suara persetujuannya, Haruki
bertanya dalam keadaan benar-benar bingung,

“Mengapa dengan hal itu?”

Yuu sepertinya sadar jika pertanyaan itu tidak terduga, dan memandang kosong pada Haruki.

Souta juga terkejut untuk melakukan sesuatu tetapi hanya memandang Haruki dengan mata
lebar.

Bahkan dengan dua orang yang memandanginya, Haruki tidak terlihat terganggu, dan berbicara
tanpa sadar,

“Begini, bukan seperti apa yang Hayasaka katakan ‘Apa itu cinta?’ dalam maksud secara
filosofi, seperti ‘Apa artinya hidup?’ atau sesuatu yang seperti itu. Dia hanya belum mengerti,
itu saja.”

“…. A-Aku masih belum mengerti. Bisa kau katakan sekali lagi?”

“Mochita, kau memikirkannya terlalu keras. Dengar, pada dasarnya maskudnya adalah
Hayasaka tidak pernah memiliki pengalaman pacaran dengan siapapun. Hanya itu.”

Souta menelan ludah dengan keras.

Jika memang penjelasan Haruki benar, itu berarti ia tidak memiliki sesuatu seperti rival yang
sulit dikalahkan.

49
Ada banyak laki-laki yang menyukai Akari, tetapi disatu sisi, para laki-laki itu dan Souta
berdiri sejajar. Bagaimanapun, jika Akari memiliki orang yang ia suka, jelas akan menjadi
pertarungan yang tidak menguntungkan.

Tak ada satupun dari mereka yang memiliki harapan, membuat kesempatan menangnya naik
dengan samar.

‘Tunggu, tetapi dia benar-benar tidak memiliki satupun orang yang disukai sejak menjadi siswi
SMA….? Nn? Nnn?!’

“Kalau difikir, Akarin adalah cinta pertamaku….”

Souta berkata tanpa berfikir sebelum sempat menghentikan diri sendiri.

‘Tapi bagaimana jika, bagaimana jika….’

Dia bisa merasakan wajahnya memanas dari kemungkinan yang baru saja menyingsing dalam
dirinya.

“Mochita, berhenti memerah saat kau yang mengatakannya sendiri…. Kau hanya akan
membuatku merasa malu juga.”

Saat Yuu menyembunyikan wajah dengan tangannya, Haruki mengerjainya,

“Seperti kau yang bicara ketika kau sendiri bahkan tak bisa menghadapi cinta pertamamu.”

“Omong-omong…. Haruki, bagaimana kabar anatara kau dan Aida?”

“Sama seperti biasa? Atau, ya sebenarnya, dia bilang dia tidak bisa berjalan pulang denganku
sementara ini.”

Karena betapa santainya ia mengatakannya, baik Yuu dan Souta telat bereaksi.

Dia tak bisa berjalan pulang denganku sementara ini――

Mengulangi kalimat itu dua kali di kepalanya, ia menjadi pucat ketika arti dari kalimat itu
akhirnya muncul.

“…. Apa?! Tunggu, tunggu sebentar, bukankah itu berarti dia mencoba menjauhkan diri
darimu?”

“Ya, sesuatu jelas salah di sini!”

“Wow, kalian benar-benar memiliki reaksi yang pedas!”

Dia tidak yakin jika Haruki benar-benar bermaksud atau hanya mencoba menyembunyikan
rasa malunya, tetapi dari cara ia mengatakannya membuat hal itu seperti tidak terlalu
menganggunya.

50
Souta, di sisi lain, mengetahui dirinya tak bisa tetap tenang, dan menanyakan satu pertanyaan
setelah yang lain.

“Kau yang terlalu dingin, Haruki! Apa kau baik-baik saja dengan itu? Apa kau menanyakan
padanya mengapa?”

“Hm? Ya…. Dia mengatakan sesuatu tentang sibuk dengan kontes seni.”

“Jadi itu bukan karena kau atau yang lain, ya. Syukurlah.”

“Hei, tak perlu mengkhawatirkan kami seperti itu….”

Yuu juga menghela nafas lega, tetapi setelah sesaat, memiringkan kepalanya penasaran.

“….Sebenarnya, Haruki dan Aide bahkan tidak jadian, bukan?”

“Ah, aku ingin menanyakan hal itu, juga.”

Souta merespon di luar instingnya, tetapi setelahnya, ia sedikit kebingungan dalam hati.

Haruki mendengarkan hal itu bagaikan mereka membicarakan tentang orang yang lain dan
bukan dirinya, tetapi ada petunjuk ketidak nyamanan dalam matanya.

“Hmmm….”

Haruki bergumam dengan kebosanan, dan ia melempar tatapan tajam kea rah Yuu.

“Dan apa intinya menanyakan ini? Jika aku mengatakan padamu bahwa aku pacaran dengan
Aida… Bukan, bukan itu. Jika aku mengatakan bahwa aku menyukai orang lain selain Natsuki,
apa kau merasa lega? Lalu apa?”

Awalnya, ia dengan mudahnya berfikir sebuah bola yang keras telah dilempar lagi.

Ia berfikir bahwa Haruki marah mereka menanyakan tentang Aida karena setengah-penasaran.

Bagaimanapun, pertanyaan yang Haruki tanyakan membawa belokan yang tak terfikirkan.

‘Jika Haruki menyukai orang lain selain Natsuki, Yuu akan merasa lega….?’

Mungkin Yuu bermaksud memprovokasi Haruki, tetapi sebaliknya, hal itu malah kembali pada
dirinya sendiri bagai bumerang.

Yuu kehilangan kata-kata, dan hanya bisa memandang kosong pada Haruki.

‘Apa tidak apa untukku berada di sini?’

Dengan bagaimana ia mengganggu suasana di antara keduanya, terasa bagai tak aka nada yang
peduli apa yang dikatakan, hanya akan menambahkan bensin pada api.

Tak bisa membiarkan hal ini terjadi, juga, Souta mengambil nafas dalam-dalam.

51
“Hei, Yuu.”

Sekali Souta memanggilnya ringan, pundak Yuu terlihat bergoyang bagai memotong keadaan
bingung.

“Aku tidak benar-benar tahu apa yang terjadi, tapi apa kau tidak lapar?”

“Hah….?”

Setelah mencoba mengumpulkan banyak hal, Harukilah yang menyetujui hal itu daripada Yuu,
yang masih terlihat bingung.

“Terasa seperti lubang bisa membuka di perutku karena betapa kosongnya. Aku belum makan
apapun sejak kemarin malam.”

‘Syukurlah, Haruki menyadari waktunya untuk mundur, juga.’

Memang mudah membuat Haruki tersenyum begitu pula marah, tetapi ia tak pernah bisa
menahannya terlalu lama.

Tak seperti Yuu, yang masih bereaksi kaku, Haruki benar-benar seperti roda gigi yang
bergeser.

Haruki memandang Yuu lagi, tetapi pandangannya bukanlah tajam seperti sebelumnya, dia ia
tersenyum, juga.

“Ayo pergi dan makan ramen!”

“….Ayo pergi ke kedai yang baru-buka. Tempatnya di belakang supermarket.”

Yuu akhirnya bangkit dari tempat duduknya juga, membagi informasi tentang tempat favorit
barunya.

“Eh? kau sudah menemukan yang baru? Kau benar-benar menyukai ramen, Yuu.”

Souta menjawab, mencoba menanyakan hal seperti normal kembali, tetapi masih ada sesuatu
yang tidak terlalu enak di dalam dirinya.

“Dan apa intinya menanyakan ini? Jika aku mengatakan padamu bahwa aku pacaran dengan
Aida… Bukan, bukan itu. Jika aku mengatakan bahwa aku menyukai orang lain selain Natsuki,
apa kau merasa lega? Lalu apa?”

Dia tahu jika hal itu bukanlah pembalasan yang biasa Haruki lakukan, tetapi pertanyaan itu
bermaksud memprovokasi Yuu.

Jika Haruki memang menyukai Natsuki, akan normal jika jelas mengakui hal itu.

‘Lalu, menganggap bahwa ia tidak menyukai Natsuki…. Mengapa dia membawa namanya?
Dan hal yang sama juga berlaku pada Yuu. Dia sepertinya ingin membawa topik kembali pada
Haruki dan Aida, tetapi…. H-hah?!’

52
Mengapa Yuu tidak mengatakan apapun ketika Haruki menghindari topik itu?

Tidak, mungkin itu karena ia tidak bisa mengatakan apapun.

‘….Sial, rasa penasaran ini membunuhku.’

Souta menggoyangkan kepalanya, mengeluarkan pemikirkan itu dari kepalanya.

Mungkin memang benar-benar ada jurang tak terlihat mulai membuka di antara mereka, tetapi
kebanyakan yang bisa Souta lakukan hanya dalam diam berada di dekat mereka.

‘Aku sebenarnya tidak ingin memikirkannya, tetapi… jika memang mereka berakhir
bertengkar, saat itulah aku benar-benar akan ada di antara mereka.’

Mengumumkan dengan sungguh-sungguh hal itu pada dirinya sendiri, Souta berlari menuju
koridor di mana Yuu dan Haruki menunggu.

♥♥♥♥♥

Di kelilingi oleh meja baru, mereka menyeruput ramen masing-masing.

Hal itu adalah bukti bahwa kedai ini benar-benar terkenal, saat semuanya memakan ramen itu.

Bahkan Souta menelan ramen wonton nya dengan mudah, melupakan segala tentang perutnya
yang terasa berat sejak pagi. Dia memesannya setelah ia mendengar bahwa ramen itu yang
memiliki kaldu yang ringan rasanya, tetapi ramen itu benar-benar jauh lebih lezat dari yang ia
bayangkan.

‘Shouyu ramen Yuu baunya enak juga.’

Duduk di seberang Souta adalah Haruki dengan ramen shio dan daun bawang, lalu di
sebelahnya, Yuu memesan shouyu ramen klasik.

Semuanya dimulai dengan kaku tiga puluh menit yang lalu.

Souta menyadari Koyuki dari jauh di depat stasiun kereta dan menghampirinya.

“Yukki! Tunggu bukan, maksudku, Ayase-kun! Apa kau kosong sekarang? Kau ingin ikut
makan ramen dengan kami?”

“Ahaha, kau bisa memanggilku Yukki kalau kau suka. Ramen? Tentu saja, dengan senang
hati.”

Walaupun mereka bukanlah teman yang cukup dekat untuk menggunakan nama panggilan atau
berjalan pulang bersama, Koyuki menjawab Souta dengan senyuman.

Sesaat setelah ia terlalu senang karena Koyuki menerima ajakan dadakannya, dia menangkap
pemandangan Yuu yang berdiri menepi dengan senyum rumit di wajahnya.

53
Souta keheranan dengan Kebiasaan Yuu, yang sangat berbeda dengan yang biasanya, sikap
bersahabat.

Sementara kenyataan jika Koyuki menyandang posisi sebagai laki-laki yang dekat dengan
Natsuki, memang begitu. Sepertinya Koyuki jelas memiliki perasaan cinta pada Natsuki, tetapi
tidak terlihat jika ada sesuatu spesial terjadi di antara mereka.

‘Sebaliknya, sejak liburan musim panas berakhir, segala hal terlihat seperti.… canggung?’

Natsuki dan Koyuki sering bertukar manga satu sama lain,tetapi walau begitu, beberapa hal
masih terasa kaku di antara mereka.

Bahkan Yuu, yang melihat keduanya dari kejauhan, juga seperti menjaga jarak tipis dari
Natsuki.

‘Dia tidak akan bilang akan pergi sekarang hanya karena Yukki bergabung dengan kita,
kan….?’

Menjadi khawatir, Souta berbalik dan mendengar jelas, suara dehaman.

Haruki menepuk punggung Yuu dengan tangkas, yang membuatnya terdiam dengan wajah
masam.

“Ya bukankah ini kesempatan yang bagus? Untuk berbicara antar laki-laki, kan.”

Karena Haruki mengatakan hal itu, sepertinya memang terjadi sesuatu di antara Yuu dan
Koyuki.

Walaupun terlihat enggan, Yuu mengangguk sebagai jawaban pada kata-kata Haruki.

‘Ya, hal itu memang terpisah, kukira.’

Alasan mengapa Souta belum diceritai adalah mungkin karena Yuu tidak ingin ia tahu.

Mungkin yang terbaik adalah tidak menyelidiki atau mengganggu tentang hal itu.

Tanpa memerhatikan fakta bahwa mereka ada di klub yang sama, teman dekat, atau bahkan
teman masa kecil, itu bukan berarti mereka harus memberi tahu setiap hal kecil pada satu sama
lain.

‘Walau aku tak bisa membantu, walau sedikit, Haruki tahu sesuatu yang aku tak tahu….’

Setelah melihat bahwa mereka hampir selesai makan, Souta mulai membormbardir Koyuki
dengan pertanyaan.

Topiknya, tentu saja, perubahan Koyuki akhir-akhir ini.

“Wow! Jadi kau menata rambutmu di salon di Aoyama yang kau baca di majalah?”

“Kufikir aku harus mengubah penampilanku, dulu.”

54
“Ya itu benar. Memang tergantung pada penata rambut mana yang kau datangi. Kau terlihat
bagus dengan gaya itu.”

“Bagaimanapun, Aku masih sama dari dalam, jadi perubahanku hanya bisa sampai sejauh
ini….”

Saat Koyuki tertawa dengan lemas dalam malu, Souta menggoyang kepalan tangannya dan
mencoba untuk menyemangati Koyuki.

“Yukki, kau harus punya rasa percaya-diri lebih. Menakjubkan jika kau bisa mengubah dirimu
seperti ini, kau tahu!”

“….B-benar….”

‘Ah, apa aku berlebihan melakukannya? Kira-kira apa dia sekarang berfikir kalau aku aneh
karena mengatakan dengan tiba-tiba hal seperti itu tanpa berfikir.’

Pandangan Koyuki dibawa kembali oleh sentakan Souta, tetapi sepertinya ia sadar bahwa
pujian Souta itu benar-benar tulus.

Bagaikan salju yang mencair, senyuman perlahan sampai di wajahnya.

‘Yukki benar-benar berubah….’

Memang sulit untuk menerima pujian secara langsung. Kau akan berakhir merasa malu dan
mencoba untuk menolaknya, atau kau tidak akan berhenti curiga akan beberapa makna
terselubung di baliknya. Atau juga, mungkin karena kurangnya rasa percaya-diri.

‘Ketika orang memberitahu talenta padanya, Haruki tak pernah menyangkalnya.’

“Apapaun alasannya, itu sangat hebat ketika ia bisa merubah seluruh hal dalam dirinya seperti
itu.”

Tepat sebelum liburan musim panas, Souta melihat Koyuki di luar dari jendela dan berkata
sembari mengerdipkan matanya, bagai penglihatannya dibutakan, dan Yuu memberitahunya,
“Kau akan baik-baik saja apa adanya, Mochita.”

Souta merasa bahagia mendengarnya, tetapi ia tahu ia tak bisa membiarkan dirinya dimanjakan
oleh kalimatbaik temannya.

“Ingin berubah, kah….”

‘Baiklah, baiklah, aku juga memikirkan hal yang sama….. Hm?’

Yuu tidak sedang berbicara dengannya, tapi pada dirinya sendiri.

Mata semua orang fokus pada Yuu setelah ia tiba-tiba menggumamkan kata-kata itu.

Yuu sadar semua orang memandanginya, dan bertanya dalam kebingungan,

55
“….Ap-Apa ini? Apa ada yang salah?”

“Ya, makusdku, kau baru saja mengatakan, ‘aku ingin berubah,’ ya kan?”

Ia melihat sekeliling untuk meminta persetujuan dan Haruki juga mengangguk.

“Ya, kau mengatakannya.”

Yuu terlihat secara kasat mata terkejut pada reaksi mereka.

‘Sial, mungkin kita harus berpura-pura tidak mendengarnya….’

Saat ia mencari kata untuk melembutkannya, Koyuki tiba-tiba angkat bicara.

“Jadi bahkan kaupun bisa merasa begitu, Setoguchi-kun?”

Koyuki terdengar terkejut, bagai apa yang Yuu katakan itu adalah hal yang tidak biasa.

“…. Ada masalah dengan hal itu?”

“Ah, aku tidak memaksudkannya dalam hal yang buruk…. Dari bagaimana aku melihatnya,
kau sangat beruntung memiliki apa yang kau lakukan sekarang.”

Mungkin disengaja jika Koyuki tidak menjelaskan apa sebenarnya yang Yuu “miliki”.

Tetapi ketika Yuu tidak menanyakan penjelasan tentang hal itu, Souta merasa terganggu.

‘Bukan, ini bukan waktu untuk hal seperti itu! Bukan seperti Yuu akan memulai perkelahian
sekarang, ya kan….?’

Ia biasanya lembut seperti kakak laki-laki, tetapi sekali Natsuki dihubungkan, akan jadi cerita
yang benar-benar berbeda.

Souta tahu jika dengan Natsuki tertangkap di tengah, hal menjadi lebih rumit di antara mereka
berdua.

Memikirkan tentang situasinya, apakah Yuu bisa menjawab dengan sikap biasanya setelah
mendengar jawaban samar Koyuki?

Saat Souta panik akan hal yang mungkin terjadi, Yuu tiba-tiba memaksakan diri untuk tertawa.

“Terima kasih. Aku akan membagi beberapa chashu denganmu untuk itu.”

‘Fyuuh! Penyelamatan bagus, Yuu!’

Daripada mengatakan pemikiran itu dengan lantang, Souta memutuskan untuk mengikuti
perubahan topik.

“Ah, tidak adil! Aku juga mau!”

56
“Jangan khawatir, tidak sulit memenangkan Yuu dengan rayuan.”

Haruki menambahkan, dan meja pun kembali hidup.

“Ayolah, kawan…. Berhenti mengatakan sesuatu yang membuatku terlihat buruk.”

“Kesampingkan semua hal, kufikir tidak akan melukai siapapun kalau kau sedikit lebih baik
pada kita, Yuu.”

“Karena namanya ditulis dengan kanji untuk ‘kebaikan’?”

Saat Souta bercanda dengan Haruki, di luar sudut matanya, ia mendapati Koyuki yang duduk
di sana dengan senyum.

Dia terlihat seperti sedikit dibutakan, seperti sedang memandang lagit cerah, dan jernih.

Yuu sepertinya juga menyadarinya, dan ketika ia melihat sekeliling, Koyuki membisikkan
sesuatu padanya.

Souta merasa tidak enak untuk menguping, tetapi tetap, ia mendengarkan pembicaraan mereka.

“Kau benar-benar beruntung memiliki mereka, Setoguchi-kun.”

“walau kebanyakan waktu, mereka benar-benar hanya mengganggu.”

“…. Walau begitu, aku iri padamu.”

‘Ah, jadi itu yang dia maksud….’

Memang percakapan itu cukup singkat, tetapi Souta menyadari apa yang Koyuki rasakan
tentang apa yang Yuu “miliki”.

Ia mengatakan bahwa Yuu “memiliki” teman.

Dan di saat yang sama, menyiratkan sebuah keadaan yang berbeda.

‘Itu tidak benar. Bukankah kau juga memiliki teman, Yukki?’

Souta merasa seperti akan menjawab dengan ketus, tetapi menahan dirinya di menit terakhir.

Souta sadar bahwa ia tidak tahu apapun tentang Koyuki, kurang lebih teman seperti apa yang
ia punya.

Koyuki telah berubah secara drastis bagai kupu-kupu yang muncul dari kepompong, dan Souta
hanya bisa melihatnya dari jauh dalam kekaguman satu sisi. Walau ia merasa ada kedekatan
dengan Koyuki, ia tak pernah menyampaikan hal itu pada Koyuki.

‘….Ketika itu berhubungan dengan Yukki, rasanya aku seperti bagian dari penonton yang
menonton film.’

57
Karena ia bisa melakukan sesuatu yang Souta tak bisa, dan karena ia tak ingin membandingkan
diri dengannya, Souta secara tanpa sadar berfikir bahwa Koyuki seperti beberapa orang di sisi
lain layar.

‘Mungkin hal itu sama dengan Akarin.’

Dia hanya tahu tentang Akari melalui apa yang ia dengar dari percakapannya dengan Natsuki
dan Miou.

Ia selalu melihatnya, jadi itu hanya terasa seperti mereka begitu dekat.

Segalanya hanya satu-sisi baginya.

Saat hatinya tanpa terduga mulai merasa sakit, Souta dalam diam berkata pada Koyuki,

‘Yukki, kuharap aku bisa berteman denganmu.’

Bukan hanya karena Koyuki yang memberinya kekuatan untuk bicara pada Akari, atau karena
ia merasa bangga berteman dengannya; dia hanya ingin berbicara dengannya seperti orang
biasa.

Tetapi hari itu, Souta tak pernah mendapat kesempatan untuk memberitahu Koyuki tentang
perasaannya.

Segera setelah mereka meninggalkan kedai ramen, Koyuki memanggil semata-mata hanya
untuk Yuu.

“Setoguchi-kun, bisa aku meminta sedikit waktumu?”

Dia menambahkan bahwa dia ingin hanya mereka berdua, jika mungkin, jadi Souta dan Haruki
tak punya pilihan lain selain meninggalkan adegan itu.

Dia tak tahu apa yang Yuu bicarakan dengan Koyuki setelah mereka pergi.

Tetapi menilai dari cara mereka bertingkah keesokan harinya, ia bisa mengatakan jika sesuatu
pasti terjadi.

Hal itu terlihat seperti dalam satu hari, jurang yang membuka di antara Yuu dan Koyuki telah
mendalam lebih jauh.

Mungkin itu berarti cinta segitiga yang mengelilingi Natsuki telah mencapai babak krusial. —

Ayase Koyuki

Ulang tahun : 28 Agustus

Zodiak : Virgo

Golongan darah : A

58
Teman sekelas Souta.

Anggota KlubBerkebun.

Teman manga Natsuki.

Setelah akhir-akhir ini mengubah penampilannya,

ia mendapat bayak perhatian dari para gadis.

—–

59
Solusi 4
‘Kira-kira ada apa dengan Nacchan dan Miou-chan….’

Setelah kembali dari pertukaran kelas, Akari diam-diam menghembuskan nafas.

Walaupun akhir musim panas mungkin menjadi bagian dari penyebabnya, Akari tidak
menyadari apapun dari keduanya.

Ia mencoba menanyakan jika mereka khawatir akan sesuatu, atau mereka merasa tidak enak
badan, tetapi setiap saat, mereka hanya menggelengkan kepala.

Tetapi, fakta bahwa mereka tidak berjalan di samping Akari beberapa saat adalah bukti pasti
ada sesuatu yang terjadi.

‘Mereka bilang mereka berhenti di ruang guru, tetapi kira-kira jika mereka memang
melakukannya untuk menghindari Setoguchi-kun dan Serizwa-kun setelah melihat mereka
berjalan menuju kami di koridor.’

Ia tak ingin mencurigai apapun, tetapi Natsuki dan Miou bertingkah agak aneh akhir-akhir ini.

Dan sepertinya Yuu dan Haruki menghindari mereka, juga.

Segera setelah istirahat makan siang dimulai, keduanya segera menghilang ke ruang Klub Film.

Awalnya, Akari hanya berfikir mereka berdua hanya terlalu sibuk dengan aktivitas klub.

Itu hanya kemungkinan, tetapi ketika ia melihat Natsuki berbicara dengan Souta seperti biasa,
saat itulah ia menyadarinya.

Natsuki berusaha untuk menjauhi Yuu, dan Miou juga melakukan hal yang sama pada Haruki.

‘Kira-kira apa yang sebenarnya terjadi. Apakah tidak ada sesuatu yang bisa kulakukan untuk
mereka?’

Saat tanpa sadar ia mengepalkan genggamannya, ia mendengar suara kisut.

Kembali ke kesadarannya, Akari hampir saja mengusutkan printout ketika ia mendengar


seseorang memanggil namanya dari belakang.

“Hayasaka-san.”

Suara itu begitu akrab.

Akari tak pernah sekalipun mendengarnya memanggil namanya hingga saat ini, tetapi memang
tidak salah lagi.

Pemilik dari suara yang baik, dan yang bisa membuat nyaman itu mungkin adalah dia.

60
“….Mochizuki-kun?”

Ketika ia berbalik, ia melihat seseorang yang ia duga.

Ia menduga jika Souta demam, melihat betapa merah wajahnya, hingga ke telinganya.

Ia hampir menanyakan apa ada yang salah, tetapi Souta berbicara lebih dulu sebelum ia bisa
mengatakannya.

“Ah, emm….”

Ia sepertinya kesulitan mengeluarkan kata-kata, dan harus terhenti lagi.

Entah bagaimana, bahkan Akari mulai merasa gugup, dan ia mencengkram ringan buku
pelajarannya.

“Ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu. Pukul 4:10 sepulang sekolah hari ini, bisakah
kau menungguku di kelas ini?”

‘Ini kedua kalinya kita berbicara.’

Mereka sudah saling mengirim pesan beberapa kali, tetapi berbicara empat mata seperti ini
masih membuatnya gugup.

Bahkan membutuhkan usaha yang cukup banyak bagi Akari hanya untuk mengangguk dalam
diam.

“B-bagus… aku akan menemuimu nanti, kalau begitu.”

Telah mengatakan apa yang ia ingin katakan, Souta pergi dengan berlari.

Akari ia tinggalkan bahkan sebelum ia bisa memahami situasi sepenuhnya, dan hanya berdiri
di sana dalam lamunan selama beberapa saat.

‘Dia langsung menemuiku untuk membicarakan tentang lukisan untuk film, kan….?’

Sekali ia tenang, hal pertama yang muncul dalam fikirannya adalah lukisan yang Klub Film
minta untuk ia lukiskan.

Semenjak ia terjebak selama liburan musim panas, Akari masih belum bisa menyelesaikannya.
Alasannya adalah karena ia tak bisa mengerti maksud dari temanya yaitu: cinta.

‘mudah-mudahan aku akan menemukan sesuatu seperti petunjuk hingga sekolah berakhir….’

Ia mendengar suara kusutan lain di tangannya lagi dan segera mengendurkan genggamannya.

Jika pundaknya terlalu ketat, ia tak bisa melukis sesuai dengan yang ia inginkan.

Mengatakan pada dirinya sendiri akan hal ini, Akari menggapai pintu kelas di depannya.

61
♥♥♥♥♥

Setelah jam wali kelas singkat berakhir, kelas kembali ramai sekaligus.

Akari selesai mengumpulkan barang-barangnya, menggapai tasnya, dan melihat jam di


dinding.

Masih ada waktu sekitar satu jam sebelum waktu yang ditentukan.

‘Walau jika aku pergi ke ruang seni sekarang, waktuku untuk pergi seiring waktu aku benar-
benar fokus pada lukisan itu….’

“Akari-chan, ayo pergi ke Klub Seni!”

“Eri-chan-sensei akan hadir juga hari ini!”

Miou dan Natsuki yang sudah menyelempangkan tasnya, mendatangi bangku Akari.

Akari mengangguk pada mereka, tetapi tiba-tiba ia menggelengkan kepalanya.

“….Ada buku yang ingin kubaca habis, jadi kenapa kalian berdua tidak pergi dulu”

“Benarkah?”

Dia tahu Natsuki tidak merasakan makna tersembunyi dibalik kata-katanya, tetapi entah
mengapa ia tetap tidak merasa nyaman. Tidak ada gunanya untuk menunjukkan pada mereka
sebagai bukti, tetapi Akari menarik sebuah buku bersampul tipis dari tasnya.

“Batas tanggal peminjamannya sampai besok.”

“Kelihatannya kau harus segera menyelesaikannya.”

Saat Miou mengangguk dengan ekspresi serius di wajahnya, Akari tertawa dengan lemah
kembali.

‘Memang itu bukan kebohongan, tapi tetap saja aku merasa tidak enak….’

Untuk beberapa alasan, ia tak bisa memberi tahu mereka tentang pertemuannya dengan Souta.

Hal itu bukan dikarenakan mereka akan membicarakan tentang lukisan untuk Klub Film yang
dia, sendiri, yang dipilih untuk melukisnya.

Tetapi tak peduli berapa kali Akari mencoba memikirkan alasan ia tak bisa mengatakannya
pada mereka, ia tak bisa menemukan jawabannya.

Setelah melihat keduanya pergi ke ruang seni, Akari mulai membaca, seperti yang ia katakan.

Sisa teman sekelasnya meninggalkan kelas satu persatu, dan seriring waktu ia sampai di bab
terakhir, ia sendiri.

62
‘Sayang rasanya jika terbaca habis semua, jadi kukira aku akan menyelesaikannya sisanya di
rumah.’

Ia menutup bukunya, dan menyadari cahaya oranye masuk melalui jendela.

Tirainya dibiarkan terbuka, mewarnai kelas dengan warna hangat, dan lembut.

“….Ah, sudah jam empat.”

Berdiri dari bangkunya, Akari meregangkan badannya yang kaku.

Karena ia begitu fokus pada bukunya, fikirannya lebih jelas sekarang.

‘memang ide yang bagus tetap tinggal dikelas.’

Bahkan walau ia mengambil kuas lukis, ia mungkin berakhir dengan tidak berkonsentrasi, atau
bahkan berhadapan dengan kanvas pertama.

Sebaliknya, sekarang, ia lebih memilih merasakan orang lain bekerja untuk menemukan
inspirasi untuk menciptakan sesuatu miliknya.

Ding dong dang dong….

Mendengar lonceng, Akari melihat jam di dinding seperti alarm.

Sekarang jam 4:05, lima menit lagi hingga waktu yang ditentukan.

Di saat ia sadar dengan fakta ini, jantungnya mulai berdetak melawan dadanya.

Akari menekankan tangannya ringan pada dadanya melalui blazer yang ia kenakan untuk
mencoba dan menenangkannya.

“Eh?”

Ia mendengar suara pintu yang dibuka dengan suara bederit, dan ada Souta, berdiri di sana
dengan mata yang terbuka-lebar

Ia sepertinya terkejut melihat Akari sudah menunggunya di kelas meski ia datang lebih awal.

Apa aku harus mengatakan sesuatu dahulu? Ia bertanya-tanya dalam hati.

Saat Akari akan berbicara, suara Souta berbunyi keras.

“Apa aku tidak cukup baik?!”

Tidak cukup baik? Untuk apa?

Walau ia tahu kata-katanya terdengar aneh, Akari menjawab dengan termenung.

“T-Tidak, aku fikir kau sudah cukup baik….?”

63
Souta melebarkan matanya, bagai tiak percaya dengan apa yang Akari katakan.

Sebagai tambahan, ia sepertinya tidak bisa membuat kalimat yang cocok, juga.

“E-ehh?”

“Ehh?”

Tanpa tahu mengapa Souta begitu memerah, Akari hanya bisa memiringkan kepalanya dalam
bingung.

Untuk beberapa alasan, Souta sedikit bermuka masam dengan reaksinya.

‘Kira-kira apa yang terjadi padanya. Apa ada sesuatu yang sulit ia katakan?”

Saat ia melihatnya dengan campuran dari keprihatinan dan kebingungan, Souta menarik nafas
dalam-dalam dan mengatakannya hampir berteriak,

“Maksudku Aku menyukaimu!”

“Ehh?!”

“Seperti yang kubilang, aku menyukaimu!”

Kali ini, Akarilah yang terdiam.

‘Suka…. suka suka? Mochizuki-kun…. Menyukaiku?’

Karena Akari tidak prnah membayangkan untuk dinyatai perasaan, ia begitu terkejut hingga di
titik ia tidak bernafas.

Souta mengeratkan genggamannya dan melihat ke bawah dengan wajah memerah.

“Aku tidak akan pernah membuatmu sedih, dan aku akan memastikan kau akan tersenyum
setiap hari!”

Jantung Akari berdetak lebih keras pada “janji” yang ia buat dengan nada serius.

“Dan aku akan senang jika kau membuatkanku bekal setiap hari!”

“Apa…”

Jantungnya, yang berdetak begitu cepat hingga ia fikir mungkin meledak, tiba-tiba
menjatuhkan kecepatannya.

‘Bekal…. Setiap hari?’

Souta menaikkan pandangannya dan melihat Akarin dengan pengharapan. Setelah


memandangnya balik selama beberapa detik, ia sadar tidak aka nada sesuatu yang terjadi
hingga ia menjawab.

64
Dengan ragu, Akari memberi tahu Souta perasaannya yang sesungguhnya.

“Terlalu sulit untuk membuatnya setiap hari, jadi tidak terima kasih.”

“Benarkah?!”

Souta terlihat begitu terkejut mendengarnya.

Ia terlihat seperti anak anjing yang sedih karena dimarahi.

‘Apa ada sesuatu yang lain yang bisa kuberi selain bekal….?’

Saat ia memeras otaknya, tiba-tiba ia memiliki ide.

Akari menjadi gembira dan mengatakannya dengan nada yang biasa ia gunakan ketika
mengajak Natsuki atau Miou ke suatu tempat,

“Oh, kalu difkir-fikir, ada toko kue yang baru saja buka di seberang stasiun! Kalau kau mau,
bisakan kita pergi ke sana bersama?”

Souta membeku ditempat, tak melakukan apapun tetapi berkedip berulang kali.

‘Mungkin ia tidak suka makanan yang manis?’

Saat ia akan mencoba dan memberi ide yang lebih baik, mata Souta menyala.

“Ya! Dengan senang hati!”

♥♥♥♥♥

Saat pergantian dari seragam musim panas menuju musim dingin berakhir, sekolah dipenuhi
warna yang mencolok.

Dibawah blazer mereka, para gadis biasa mengenakan cardigan yang mulai dari warna hitam,
biru tua, krem, dan abu-abum dan laki-laki juga memamerkan sweater dan hoodie yang
berwarna-warni.

‘Aku sangat suka warna sweater Serizawa-kun.’

Melihat Haruki yang pergi menuju ke ruang Klub Film, Akari meghela nafas.

‘Warna merah muda itu sangat cocok dengan rambut pirangnya.’

Sementara walau ia hanya melihat pakaian Haruki selama pariwisata sekolah, pakaian bebas
Haruki juga sangat modis.

Mungkin karena fakta ia membuat film yang membuatnya memiliki rasa yang baik akan warna.

“Aka…. Hayasaka-san?”

65
“Woah?!”

Akari tersentak, terkejut karena diajak bicara ditengah lamunannya.

Souta, yang telah memanggilnya, memerosotkan pundak karena reaksinya, terlihat begitu
merasa menyesal.

“Maaf, aku tidak bermaksud mengejutkanmu….”

“T-tidak, tidak apa-apa! Em, emm….”

Akari berfikir ia harus memikirkan sesuatu untuk dibicarakan sebelum Souta menanyakan apa
yang ia pandangi, tetapi ia tak bisa memikirkan apapun. Walaupun ia mencoba untuk berfikir
cepat, kata-kata yang ia bisa fikirkan hanyalah “Ya….” Atau “Kau tahu….”

Bagaimanapun, Souta menunggu dengan sabar untuk Akari tanpa membuatnya terburu-buru.

“Tak apa. Pelan-pelan saja.”

Ia merasa tenang melihat senyum tulus Souta.

Tetapi di saat yang sama, entah bagaimana ia merasa sedikit tidak enak.

‘Jadi Mochizuki-kun bisa membuat wajah seperti itu….’

Kalau difikir, mungkin ini kali pertama Souta tersenyum padanya dengan begitu baik hati.

Souta tenang ketika berbicara dengan Haruki, Yuu, dan Natsuki, tetapi ia biasanya terlihat
entah mengapa gugup di depan Akari. Ia begitu canggung ketika berbicara, juga, dan mereka
akan mengakhirinya hanya setelah beberapa balasan.

‘Aku berakhir gugup juga, jadi kukira

Akari berfikir, tetapi ketika ia menyadari sesuatu.

Ia begitu pemalu, tetapi ia suka berbicara, jadi sekali ia tahu seseorang, ia bisa berbicara lebih
mudah dan bahkan memulai pembicaraan sendiri.

Jadi ia bertanya-tanya mengapa ia masih merasa gugup di sekitar Souta.

“Em, apa kau merasa tidak enak badan?”

“….Ehh?”

Mendengar suara dari sampingnya, Akari tersentak kaget sekali lagi.

Ia khawatir menunjukkan reaksi yang tidak menyenangkan, tetapi Souta hanya bergumam,
“Aku tahu itu.”

“Kau melamun karena kau demam, kan?”

66
Akari tiba-tiba meninggikan suaranya pada kesimpulan Souta.

“Fi-Filmnya! Kau akan menunjukkannya padaku, kan?”

“Ehh? Oh,ya. Walau belum diedit, tetapi kufikir aku akan membantu. Tapi jika kau demam,
apa perlu kita melihatnya lain hari?”

“Tak apa! Aku baik-baik saja, sungguh.”

Akari dengan percaya diri mengacungkan dua kepalan, dan berfikir Souta akan melihatnya
dengan enggan, Souta mengangguk. ‘Mochizuki-kun baik sekali.’ Setelah menyadari baru saja
orang yang sebaik itu meemberi tahu bahwa mereka menyukainya, Akari menjadi lebih gugup.
Tetapi jika ia terus bertingkah tidak ramah seperti ini, dia mungkin tidak akan bisa memberinya
jawaban. Jawabannya untuk pernyataan cinta itu masih melayang di udara, dan saat ini, ia ada
di tengah sesuatu seperti masa tenggang. Ia harus memanfaatkan wakttu ini untuk memastika
ia memberikan sebuah jawaban yang tulus dan jujur untuk mereka berdua. ‘Aku tidak pernah
berfikir cinta itu serumit ini….’ Walau semua itu adalah perasaannya sendiri, perasaan itu
terasa sedikit di luar jangkauan. Sembari berjuandengan rasa frustasinya, Akari berjalan
menuruni tangga menuju ke ruang seni.

♥♥♥♥♥

Ada orang lain di ruang seni, jadi Akari meminjam ruang persiapan di sebelah.

Mereka meletakkan laptop yang Souta bawa di atas meja panjang, dan bersama, mereka melihat
film yang masih dalam-produksi.

Film itu menceritakan tentang kisah cinta yang berlalu cepat dari seorang siswi SMA.

Orang yang gadis itu cintai adalah senpai yang dua tahun lebih tua darinya dan anggota dari
klub seni yang sama.

Ia melakukan yang terbaik untuk melukis sebuah lukisan untuk mendapat senpai ini, yang juga
adalah ketua dari klub seni, untuk menyadarinya, tetapi ia sama sekali tak bisa melukis seperti
yang ia inginkan.

Rasa kemerosotannya mulai terbawa; walaupun ia biasa memenangkan penghargaan selama


SMP, karyanya terus ditolak.

Apa yang terjadi? Apa aku melakukan sesuatu yang salah?

Ia berfikir dengan penuh rasa takut, dan berangsur-angsur menjauh dari kanvas.

Lalu, bulan Maret tiba; kelulusan senpainya tinggal sebentar lagi.

Jika ia tidak memberi tahu perasaannya pada senpai itu sekarang, mereka mungkin tidak akan
bisa bertemu lagi.

Tak ingin hal itu terjadi, heroine itu mengambil kuasnya sekali lagi.

67
Ia menuangkan perasaan meluapnya itu pada sebuah kanvas, dan di hari sebelum upacara
kelulusan, ia menyelesaikan sebuah lukisan——

“Ehh? Hanya itu?”

Layar itu meredup, dan Akari memandangi Souta yang duduk di sampingnya.

“akhirnya sudah diputuskan di naskah, tetapi Haruki tidak ingin mengambilnya dulu hingga ia
melihat lukisannya terlebih dahulu.”

“….begitu, tentu saja. Maaf sudah menghambat semuanya.”

“T-tidak, tidak sama sekali! Aku tidak bermaksud membuatmu terburu-buru atau apapun, jadi,
em…..!”

Dengan wajah merah menyalanya, Souta dengan panik melambaikan tangannya.

Tersentuh oleh kebaikannya, Akari merasa lebih menyesal.

“Jika kau kekurangan kebutuhan lukis atau apapun, tolong beri tahu aku!”

Souta mengemukakan hal itu, mungkin karena ia khawatir karena betapa diamnya Akari.

Bagaimanapun, topik itu begitu mendadak, butuh waktu bagi Akari untuk memrosesnya.

“….Em, aku akan menggunakan bahan dari Klub Seni, jadi aku baik-baik saja.”

“Ka-kalau begitu, dalam hal itu, jika yang dari Klub Seni habis, aku bisa pergi dan
membantumu membeli lebih.”

“Baik kalau begitu. Terima kasih banyak.”

‘Mochizuki-kun benar-benar baik….’

Semenjak hari di saat Souta memberi tahu bahwa ia menyukai Akari sepulang sekolah, mereka
lebih sering berbicara.

Mereka pergi ke toko kue bersama, dan ia juga merekomendasikan kesai ramen pada Akari.
Sedikit demi sedikit, ia mereka mereka semakin dekat bersama, tetapi mereka berdua mash
menjaga jarak satu sama lain.

Sejak saat itu, Souta tak pernah mengatakan sesuatu seperti “aku menyukaimu” atau
“pacaranlah denganku” lagi.

Dia bahkan berfikir bahwa kejadian itu bukanlah pernyataan cinta sama sekali.

‘Aku ingin menanyakannya, tetapi akan aneh jika membawanya lagi….’

Ia memandangi Souta, dan bagai ia merasa pandangannya, Souta berbalik memandangnya.

68
Mata mereka bertemu untuk beberapa detik, dan di saat yang sama, Souta terjatuh dari
kursinya.

“M-Mochizuki-kun?! Apa kau baik-baik saja?”

“M-maaf….!”

Souta segera berdiri dan membungkuk dalam.

Ia tidak tahu mengapa Souta meminta maaf, tetapi syukurlah, sepertinya ia tidak terluka
dimanapun.

Akari merasa lega selama sesaat, sebelum Souta mengatakan sesuatu yang mengejutkan lagi,
“kau tidak akan bisa fokus denganku di sini sepanjang waktu, kan?”

“….Ehh?”

Ia bertanya-tanya bagaimana bisa Souta mengambil kesimpulan seperti itu.

Sementara Akari yang tidak tahu apa yang terjadi, Souta sepertinya memiliki pengertiannya
sendiri mengenai situasi ini. Wajah dan telinganya memerah, sepertinya ia gelisah, dan
matanya yang terlihat tak yakin menunjukkan tak ada kesempatan untuk melihat langsung pada
Akari.

‘Aku benar-benar tidak mengerti, tetapi aku harus menyelesaikan kesalah pahaman ini….’

Saat Akari juga mulai berdiri dari kursinya, Souta memberi teriakan kecil dan berlari menuju
pintu.

Lalu ia melarikan diri sambil berlari dengan tanda berhenti.

“A-aku permisi duluuuuu—!”

Suara teriakan Souta menggema sepanjang koridor, dan Akari ditinggalkan berkedip dalam
keterkejutan.

“…. Apa aku melakukan sesuatu yang salah?”

♥♥♥♥♥

Setelah mengulangi film itu beberapa kali, Akari merasa ia bisa menggambar banyak.

Tetapi menyadari ia meninggalkan buku sketsanya di kelas, ia berlari untk mendapatkannya.

‘Aku ingin segera melukis semua perasaan ini di kertas secepat yang kubisa….!’

“Kyaa?!”

Dalam tergesa-gesanya, ia tersandung walaupun tak ada sesuatu yang membuatnya tersandung.

69
Meletakkan tangannya di dinding untuk menangkap tubuhnya, matanya bertemu dengan Souta,
yang datang dari bawah tangga.

“M-Mochizuki-kun….”

‘Dia melihatnya, malunyaaaa.’

Ia langsung menundukkan kepalanya, tetapi entah karena alasan apa, Souta mulai berbicara
panik.

“B-bukan, ini bukan seperti yang kau fikirkan! Aku tidak mengikutimu atau apapun itu, aku
hanya mencari Haruki….!”

Saat Souta mengatakan kata-kata yang berbeda dari apa yang ia bayangkan, Akari mengangkat
wajahnya untuk melihat Souta lagi.

Wajah Souta begitu memerah, dan ia melambaikan kedua tangan di depannya.

‘Dia bilang dia mencari Serizawa-kun, kan….?’

Mengingat apa yang pernah sekali Natsuki katakan, Akari mencoba memastikannya.

“Serizawa-kun menghilang lagi?”

“Y-ya! Tunggu, ‘lagi’? Apakah Haruki terkenal karena suka mengeluyur?”

“Aku tidak tahu terkenal atau tidak, tetapi aku dengar dari Nacchan. Dia memberi tahuku
bahwa Serizawa-kun akan berkeliling sekolah kapanpun ia terjebak saat mengerjakan sesuatu
sama sepertiku.”

Walaupun Akari tertawa saat ia menjelaskan mengapa ia mengingat fakta itu begitu jelas, Souta
saat ini membuat sebuah ekspresi wajah yang tak bisa dijelaskan.

“Mochizuki-kun….?”

Apakah ia tanpa sengaja mengatakan sesuatu yang salah lagi?

Saat Akari dengan ragu memanggil namanya, Souta tertawa dan mulai berbicara.

“Kau dan Haruki benar-benar mirip dalam berbagai hal, Hayasaka-san. Jika kau punya
kesempatan, akan jadi ide yang bagus untuk berbicara baik-baik, dan panjang dengannya.
Karena kalian berdua jenius, kufikir kalian berdua benar-benar bisa terhubung.”

Akari tidak benar-benar yakin bagaimana merespon, dan dengan mudahnya mengangguk
samar.

‘Aku akan dengan senang melakukan pembicaraan kreatif dengan Serizawa-kun, tetapi….’

Ia mengerti apa yang ingin Souta katakan, tetapi agak sedikit salah-peletakkan jika dipanggil
jenius.

70
Dan lebih penting lagi, ia terbebani oleh sekilas rasa kesepian yang ia lihat di senyuman Souta.

Keheningan berlanjut, dan sebelum mereka mengetahuinya, mereka ada di depan kelas.
‘Mochizuki-kun bilang dia akan mencari di tempat lain Serizawa-kun tidak di sini, kan?’

Apakah ia harus membantu Souta mencarinya?

Ia hampir memanggil Souta, yang berjalan lebih dulu darinya, tetapi tiba-tiba ia berhenti.

“Kau mungkin salah memahami ssuatu, tetapi gadis itu bukanlah yang kusuka…”

Tidak salah lagi suara itu.

Suara yang jelas dan mengesankan itu milik Haruki.

‘kira-kira siapa yang dia bicarakan….?’

Dikalahkan oleh rasa penasaran, Akari mengintip ke dalam kelas.

’….Nacchan?!’

Akari tanpa sadar mengusap kedua matanya, tetapi walau telah melakukannya, jelas-jelas
Natsuki lah yang ada di sana.

Saat ini, Haruki tidak sedang berdiri di depan Miou seperti yang ia duga, tetapi Natsuki.

Setelah mengambil nafas dalam, Haruki melanjutkan.

“Aku menyukaimu!”

Saat itu, kaki Akari terasa lemas di antaranya, dan pundaknya membentur melawan pintu.

Akibat dari pundaknya menciptakan suara keras benturan, lalu Natsuki dan Haruki menoleh
dengan waspada.

“Lewat sini,”

Souta berbisik di telinganya.

Akari mengangguk, tetapi ia bahkan tak bisa bergerak satu inci pun dari tempat ia berdiri.

“….Aku akan menggandeng tanganmu hanya untuk beberapa saat.”

Souta sepertinya menyadari dilema Akari, dan dengan lembut menggenggam tanganya, dan
menariknya.

Mereka berjalan menjauh dari pintu, mundur berlawanan dengan ambang jendela di sisi lain
dari koridor.

71
Nampaknya mereka berdua sampai di titik buta penglihatan dari dalam kelas, baik Haruki
ataupun Natsuki tidak menyadari mereka.

“….Mungkin itu hanya angin.”

“Mungkin.”

Akari mendengar mereka berdua tertawa, kepalanya terasa kabur.

“Ayo pergi dari sini, perlahan.”

Akari mengangguk dalam diam, dan mengikuti Souta yang menariknya juga.

Tangan Souta lebih bertulang dari kelihatannya, menggenggam tangan Akari dengan begitu
nyaman.

‘Dia benar-benar memiliki tangan laki-laki….’

Setelah turun satu lantai, Souta perlahan berhenti berjalan.

“Kita mungkin aman sekarang jika kita sudah pergi sejauh ini.”

Daripada menjawab, Akari hanya melihat begitu seksama pada tangan Souta.

Melihat apa yang Akari pandangi, Souta memberi teriakan kecil, segera melepas tangannya.

“Em, aku tidak…. Eng…. Hayasaka-san?”

Dengan kepalanya yang tertunduk, Akari tak bisa melihat ekspresi Souta.

Tetapi ia bisa mendengar suara Souta dipenuhi rasa khawatir saat ia memanggil namanya.

‘…. Jika aku tetap diam selamanya, aku hanya akan membuat masalah untuknya….’

Setelah mengambil nafas dalam, Akari menaikkan kepalanya dan mencoba tersenyum pada
Souta.

“Mengejutkan sekali, melihat Serizawa-kun memberi tahu Nacchan kalau dia….”

Ia mencoba menyelesaikan kalimatnya, tetapi suaranya terhenti di akhir.

Jika Natsuki yang Haruki sukai, lalu apa yang akan terjadi dengan Miou?

“Jadi aku benar-benar salah faham akan sesuatu….”

“Ehh?”

Souta melihat ke arahnya, wajah Souta sepertinya menunjukkan ia tengah melawan balik
sesuatu.

72
Tetapi ketika matanya bertemu dengan mata Akari, ia memaksakan senyumannya.

‘kira-kira apa yang membuat Mochizuki-kun salah faham?’

Tetapi jika tentang Natsuki yang dinyatai cinta oleh Haruki, lalu seperti Akari, itu berarti ia
salah faham pada siapa yang Haruki sukai. Tetapi walau begitu, mengapa ia terlihat terluka
karena hal itu?

“Em, apa sebenarnya yang kau salah fahami…?”

Ia mencoba bertanya, tetapi Souta hanya tersenyum pahit tanpa memberinya jawaban apapun.

Jika ia tidak ingin mengatakannya, Akari tidak akan memaksanya. Tetapi disamping itu, ia
masih merasa penasaran.

‘Aku seharusnya tidak terlalu berkeras hati tentang hal itu, tapi….’

Sementara Akari merenungkan bagaimana cara menanyakan hal itu padanya, Souta
memandangi balik ke arahnya.

“….Maaf. Aku ingat ada sesuatu yang harus kulakukan, jadi aku akan pulang dulu hari ini.”

Ia berbicara dengan cepat, dan berlari tanpa menunggu jawaban.

Akari mengangkat tangannya setengah-hati, tetapi tangannya terasa tergantung di udara dan
akhirnya terjatuh lemas di sampingnya.

Setelah ditinggal sendiri, Akari perlahan melihat langit-langit.

Kelas tempat Haruki dan Natsuki mungkin entah dimana ada di sekitar sini.

“…. Aneh. Kenapa aku menangis?”

Tanpa seorangpun yang mendengar bisikan itu, kata-kata itu menghilang di koridor yang
mendingin itu.

Di sisi lain dari jendela, matahari terbenam mulai luntur ke langit malam.

Tak seperti udara segar musim panas, aroma dari malam musim gugur entah mengapa terasa
menyedihkan. ——

Hayasaka Akari

Ulang tahun : 3 Desember

Zodiak : Sagittarius

Golongan darah : O

Ketua Klub Seni. Pemenang kontes seni reguler.

73
Dia popular di antara laki-laki,

Tetapi kenyataannya, dia pemalu,

Dan masih belum tahu apa itu “cinta”.

—–

74
Solusi 5
“Oh, Hayasaka-san, apa kau ke sini sendiri hari ini?”

“……”

“Hayasaka-saaan? Telefonmu berbunyi dari tadi, kau tahu?”

“....Ehh? Woah?!”

Merasa seseorang tiba-tiba menepuk pundaknya dari belakang, Akari tanpa sengaja
menjatuhkan kuasnya di lantai.

Matsukawa-sensei, yang mencoba mendapat perhatian Akari, juga melebarkan matanya karena
kaget.

“M-maaf! Apa kau baik-baik saja? Apa ada cat yang mengenai rokmu?”

“Tidak, aku baik-baik saja.... Maafkan aku, mungkin aku melamun....”

Saat Akari meminta maaf sembari mengambil kuasnya, Matsukawa-sensei memaksakan


senyum dan melanjutkan,

“apa mungkin kau tidak mendengarkanku hingga aku menepuk pundakmu?”

“Benarkah?”

Akari bertanya dengan benar-benar kebingungan.

Melihat rekasinya yang seperti ini, senyum Matsukawa-sensei semakin dipaksakan.

“memang baik kau begitu fokus, tetapi aku juga khawatir meninggalkanmu sendiri. Dimana
Enomoto-san dan Aida-san hari ini? Kalau tidak salah aku mendengar suara mereka tadi?”

“Nacchan ada janji dengan dokter gigi, dan Miou-chan pulang dengan Serizawa-kun.”

Saat ia berbicara, ia merasa dadanya diserang oleh sensasi sakit.

Ia harusnya bahagia melihat Miou dan Haruki berbicara lagi untuk pertama kali setelah sekian
lama. Ia harusnya merasa lega mengetahui mereka hanya menghindari satu sama lain karena
mereka sibuk dengan kegiatan klub masing-masing.

Tetapi Akari telah menyaksikan adegan yang krusial.

‘aku tidak mendengar jawaban Nacchan, tetapi untuk Serizawa-kun....’

“....apakah ini lukisan yang Klub Film minta padamu?”

75
Entah dimana sepanjang garis, Matsukawa-sensei mengganti pandangannya dari Akari ke
kanvas di depannya.

Akari mengikuti pandangan Beliau dan melihat lukisan yang maju dari tahap sketsa. Di dunia
yang dipenuhi lapisan warna, seorang murid laki-laki mengenakan gakuran memandang keluar
jendela.

Saat pertama kali ia mulai melukis, yang ia lukis adalah gadis muda yang memandangi bunga
sakura yang mekar sepenuhnya, tetapi segera setelah Souta menunjukkan padanya bagian film
yang menampilkan bagian khusus, Akari mengabaikan sketsa awalnya dan sebagai gantinya ia
menggambar seorang laki-laki.

‘Bagaimanapun juga, jika aku ada gadis itu, aku mungkin akan melakukan hal yang sama.’

Heroine itu akan segera berpisah dengan orang yang ia sukai.

Di situasi seperti itu, ia mungkin melukis sebuah lukisan orang yang ia sukai di tempat
favoritnya, karena perasaan kuat sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah lukisan.

“Lukisan ini begitu menyedihakan,”

Setelah memandanginya beberapa kali, Matsukawa-sensei dengan tenang menyuarakan


pendapatnya.

Walau Akari biasanya tak pernah berbicara banyak tentang karyanya, karena fakta bahwa tak
ada anggota klub lain hari ini, ia sadar lebih mudah untuk berbicara hari ini.

“apa yang sebenarnya ingin kugambar di sini adalah harapan, juga.”

Terkejut karena Akari merespon sekali, Matsukawa-sensei sedikit melebarkan matanya.

Tetapi Beliau tidak menjawab dengan apapun yang lebih sederhana seperti, “Oh begitu.”

“Kalau begitu, kau hanya harus menemukannya.”

Akari tidak tahu bagaimana harus merespon perkataan itu.

Tetapi, disemangati oleh pandangan hangat Matsukawa-sensei, ia bertanya dengan suara yang
pelan,

“Apa Matsukawa-sensei fikir aku bisa menemukannya?”

“Tentu saja.”

Kata-kata dari guru pasti memiliki bobot.

Beliau telah hidup lebih lama dari Akari, dan pasti dengan jelas telah melihat karya seni tak
terhitung yang murid Beliau kerjakan dan yang Beliau telah ajar selama bertahun-tahun.

76
“.... Kalau begitu, aku akan kembali ke ruang persiapan sekarang. Coba untuk tidak tinggal
terlalu lama, mengerti?”

“Aku mengerti. Terima kasih.”

Setelah melihat Matsukawa-sensei pergi ke ruangan yang bersebelahan melalui pintu dalam,
Akari mengambil handphone yang ia tinggalkan di meja kayu.

Cahaya di atas handphone itu bersinar berulang kali.

Ada sebuah panggilan yang baru masuk, dan pesan suara.

“Pesan ini dari ibu. Kira-kira ada apa....?”

Segera setelah Akari menekan tombol untuk membalas pesan suara, Akari berteriak bahagia.

“Fuaay, ibu membelikanku kue dari Hoshiya!”

Toko itu baru dibuka akhir liburan musim panas, tetapi toko itu sudah sangat terkenal, mungkin
karena letaknya yang begitu umum tepat di seberang stasiun kereta.

Dan kue itu sendiri, baik dari segi penampilan maupun rasa, benar-benar yang terbaik,

“Baik~lah, aku akan melanjutkan sedikit dan pulang!”

“Yuki-chaaan, kemana kau pergi~?”

“Bagaimana di sana~? Apa kau menemukannya~?”

Di saat ia sangat semangat dan melayangkan kepalannya di udara, Akari mendengar suara
berlari dan berteriak dari para gadis dari koridor.

‘Yuki-chan? Maksudnya Ayase-kun, kan....?’

Ia selalu mendengar Natsuki memanggilnya “Koyuki-kun,” tetapi ia tahu beberapa teman


sekelasnya, baik laki-laki maupun perempuan, memanggilnya “Yuki-chan”.

Setiap kali, Koyuki akan membenarkan pengucapan mereka, jadi sudah jelas jika ia tidak suka
dipanggil seperti itu.

Para gadis itu mungkin sudah tahu juga, tetapi mereka tetap memanggilnya dengan nama
panggilan itu.

‘Mungkin mereka hanya melihat apa yang ada di sisi luar ketika melihat Ayase-kun....’

“Mungkin dia sudah pulang untuk hari ini?”

“Apa yang harus kita lakukan? Pergi dan memeriksa taman bunga sekali lagi?”

“Tidak mungkin, akan melelahkan jika melakukannya....”

77
Para gadis itu sepertinya berhenti tepat di depan ruang seni, dan ia bisa mendengar suara
mereka dengan jelas.

‘Jadi begitu. Mereka tidak ingin membantu Klub Bekebun....’

Koyuki, yang merupakan anggota Klub Berkebun, pasti selalu merawat tanaman di halaman
dan pekarangan sekolah saat pulang sekolah.

Pada beberapa kesempatan, Akari juga melihat para gadis itu dari jendela ruang seni, dan
betapa mereka tergesa-gesanya berlari ke arah Koyuki selama ia bekerja berharap mendapat
kesempatan berbicara dengannya.

Sebelum liburan musim panas, mereka terkadang akan membantu pekerjaan Koyuki, tetapi
akhir-akhir ini, berbeda.

‘Daripada membantu, mereka hanya ingin berbicara dengannya.’

Koyuki mungkin juga menyadari hal ini, dan sepertinya menyembunyikannya sendiri. Kali
terakhir hal ini terjadi, Akari melihatnya dalam diam kembali bekerja hanya setelah suara para
gadis itu benar-benar di luar pendengaran.

Dia mungkin tidak berencana memulai aktiitas klubnya hari ini, juga, hingga para gadis itu
berhenti mengejarnya.

Setelah para pengejar itu menyerah, Akari mendengar suara langkah kaki mereka turun dari
koridor satu persatu.

Akari melihat lewat jendela kaca di pintu saat mereka pergi.

‘....Kukira bukan cinta yang para gadis itu beri untuk Ayase-kun.’

Dibandingkan dengan Natsuki dan Miou, keramahan mereka hanyalah dangkal.

Koyuki mungkin merasakannya juga, yang membuat mengapa ia selalu bersembunyi seperti
ini.

Saat ia akan membelakangi pintu, ia melihat sesuatu berkerlip di ujung penglihatannya.

‘Ehh? Bukankah itu....?’

Ia melihat juntaian rambut yang terlihat-lembut mengintip keluar dari balik tiang di koridor.

Setelah melihat sekeliling dan memastikan kelompok para gadis itu menyingkir, ia keluar dari
tempat persembunyiannya.

‘Aku tahu, itu Ayase-kun!’

Koyuki sudah berganti pakaian dengan baju olahraga dan sepertinya akan pergi untuk
melakukan aktivitas klubnya sekarang.

78
‘Menakjubkan sekali. Tak peduli apapun yang terjadi, ia tak pernah melewatkan hari untuk
merawat taman bunga....’

Melihatnya dari kejauhan, Akari merasa hangat di dalam dadanya.

‘Entah mengapa, rasa seperti disemangati.... Hm?’

Setelah mengambil nafas dalam, Koyuki mengubah arah pandangannya dan menuju ke ruang
seni.

Mata mereka bertemu melalui jendela kaca di pintu, dan Akari tak bisa menghentikan diri untuk
berteriak kecil karena kaget.

“Maafkan aku sudah mengejutkanmu.”

“T-tidak, tidak apa-apa....”

Percakapan mereka berakhir di sana, dan Koyuki berbalik.

‘Bukankah dia datang ke ruang seni karena sesuatu...?’

Mengetahui ada yang aneh, Akari membuka pintu dan memanggil Koyuki, yang sudah mulai
berjalan menjauh.

“Tunggu, Ayase-kun! Apa kau mencari seseorang?”

“.... Aku lupa untuk mengembalikan manga yang Enomot0-san pinjamkan padaku, tetapi
sepertinya ia tidak di sini hari ini.”

‘Ah, jadi itu mengapa ia melihat lewat pintu.’

Tas kertas yang Koyuki dekap dekat dengannya mungkin berisi manga yang ia sebutkan.

Akari ragu-ragu untuk beberapa saat, dan memutuskan untuk menawarkan bantuan.

“kalau kalau mau, aku bisa memberikannya pada Nacchan untukmu.”

Ia tahu sejak libur musim panas berakhir, sesuatu di antara Natsuki dan Koyuki terasa
canggung.

Kelihatannya mereka masih tetap meminjam manga satu sama lain seperti sebelumnya, tetapi
ada sesuatu yang tidak menyenangkan di antara mereka berdua.

‘Nacchan tidak terlihat aku dengan Setoguchi-kun, juga, ditambah lagi ia juga dinyatai
perasaan oleh Serizawa-kun....’

Dan sekarang sepertinya ada sesuatu yang terjadi dengan Koyuki, ia pasti memiliki masa yang
sulit sekarang.

79
“Ada sesuatu yang ingin kubicarakan dengannya juga, jadi aku akan mengembalikan langsung
padanya.”

Sesuatu yang ingin ia bicarakan?

Ia dipenuhi oleh keinginan untuk bertanya, tetapi hal itu mungkin adalah sesuatu yang hanya
ada antara mereka berdua.

Melihat tekad keras yang terpantulkan di mata Koyuki, Akari menahan pertanyaannya.

“....Begitu. Maaf meminta waktumu.”

“Tidak, tidak apa. Walau begitu, terima kasih.”

Koyuki membungkuk dengan sopan, dan kembali turun di jalan yang sama saat ia datang.

“....Koyuki-senpai....”

Ia mendengar seseorang berbisik.

Berbalik untuk melihat siapa itu, Akari melihat seorang gadis mudah yang turun dari tangga
dan melihat kepergian Koyuki.

‘Darimana dia berasal.....?’

Dia tidak memakai sepatu dalam ruangannya, jadi tidak jelas dari kelas mana dia berasal, tetapi
ia memiliki rasa agak lebih muda dari mereka.

Dia pasti berlari hingga ke sini, saat setiap kali gadis itu bernafas berat, rambut kucir dua-
longgarnya akan bergetar.

‘kira-kira ia mungkin sedang jatuh cinta....’

Ada baik rasa sedih dan keinginan besar dalam pandangan gadis itu pada Koyuki.

Seperti Natsuki dan Miou, mata itu adalah mata seseorang yang melihat orang yang mereka
sukai.

“....Ah, aku mengerti!”

Mengemukakan dengan lantang “jawaban” yang tiba-tiba menghampirinya, Akari menghadapi


kanvas dan mulai menggerakkan kuasnya,

Untuk mengubah gaya rambut laki-laki di lukisannya.

♥♥♥♥♥

80
Setelah menemukan tempat yang cocok untuk berhenti, Akari menyelesaikan pekerjaannya dan
berjalan menuruni landaian menuju stasiun.

Karena saat ini begitu dingin, sebuah syal itu sangat dibutuhkan. Sebuah syal membelit di
sekeliling lehernya untuk menghasilkan lebih banyak volume, bahkan ia menutupi hidungnya
di balik rajutan wol.

‘….Apakah dia tidak kedinginan?’

Entah mengapa, gadis yang berjalan di depannya memegang syalnya di tangannya.

Bahunya naik dan turun, jadi dia pasti berlari beberapa saat lalu.

Akari berjalan dengan kecepatan yang lebih dari gadis itu, dan segera menyusulnya.

“Ehh? Miou-chan?!”

Ketika ia hanya berjarak beberapa meter, ia sadar bahwa gadis itu adalah Miou.

Bahu Miou bergoyang, terkejut karena suara Akari.

Bagaimanapun, itu hanyalah satu-satunya rekasinya; dia tidak mengatakan apapun sebagai
balasan, ataupun menunjukkan tanda berhenti atau berbalik.

Merasa ada yang tidak beres, Akari berlari ke arahnya.

“Miou-chan, ayo pulang bersa–“

Ketika Akari melihat wajahnya dari samping, kata-katanya terhenti.

Air mata mengalir dari mata Miou, mengalir turun melewati pipinya yang memerah.

“Bukan…. Bukan a-aku….”

Miou terbata-bata di antara isak tangisnnya.

Akari dengan lembut membalut tangannya di sekeliling temannya yang seperti akan menangis
keras.

“Dia bilang dia sudah punya orang yang ia sukai….”

Akari merasakan intuisi jika yang Miou bicarakan adalah tentang Haruki.

Untuk Miou yang terkejut hingga menangis seperti ini, jelas hanya karena Haruki.

‘apa dia baru bilang Serizawa-kun punya orang yang disukai….?’

Akari mengingat hari di saat ia melihat Haruki yang menyatakan perasaannya pada Natsuki di
kelas sepulang sekolah.

81
Saat ia merasa ada sensasi tusukan di dadanya, Akari mengangguk.

“Hanya aku yang merasa begitu….”

“……”

Akari benar-benar ingin memberi tahunya, “Itu tidak benar,” tetapi Miou mungkin tidak
mencari kata penghibur setengah-hati seperti itu.

Akari menggigit bibir bawahnya.

“Tetapi aku tidak ingin menyerah.”

“Ya, aku tahu.”

Akari tidak mengatakan hal itu untuk membuatnya nyama atau hanya untuk menunjukkan jika
ia mendengarkan. Ia merasa Miou mungkin benar-benar yakin akan perasaannya, yang
membuat alasan mengapa Akari menyuarakan persetujuannya.

Dia tidak mengatakan, “Aku tidak akan menyerah,” tetapi “aku tidak ingin menyerah.”

Kata-katanya menunjukkan tekad yang tak terbantahkan.

‘Yang bisa kulakukan hanyalah menyemangatinya….’

Akari menarik nafas dalam, dan mengatakan dengan nada seceria yang ia bisa,

“Omong-omong, aku punya kue di rumah!”

“Ehh?”

Miou, yang menaikkan wajahnya, masih ada air mata yang berkilauan di matanya.

Akari berpura-pura tidak menyadarinya, dan melanjutkan dengan senyuman,

“Kue itu adalah menu baru dari Hoshiya di seberang stasiun! Kau mau mencobanya?”

“Y-ya~!”

Bagai memutuskan bahwa tidak ada gunanya menangis lagi, Miou membulatkan kedua
tangannya menjadi kepalan.

“Aku boleh mingizinkan diri untuk makan makanan manis hari ini, kan?”

Saat Miou membalikkan punggung padanya, Akari tiba-tiba merasa pandangannya


memburam.

Merasakan panas yang di sudut matanya, ia menundukkan kepalanya agar Miou tidak
melihatnya.

82
‘Tidak lagi…. Kenapa aku terus menangis….?’

“Akari-chaaaan?”

Mendengar Miou yang sudah jauh di depan, memanggil namanya, Akari segera me matanya
hingga kering.

Ia menaikkan kepalanya tepat saat Miou kembali untuk melihatnya.

‘Dia tidak melihat apapun, kan?’

“Ayo, cepat! Kue itu tidak akan menunggu kita, kau tahu?”

“….Ahaha! kelihatannya kita akan berlomba ke stasiun, kalau begitu.”

♥♥♥♥♥

Esok harinya Akari berlari dengan kecepatan-penuh menuruni jalanan di bukit yang mengarah
ke stasiun

Natsuki belum lama meninggalkan ruang seni. Jika sekarang ia berlari mengejarnya, Akari
mungkin bisa menyusulnya

‘Nacchan, Nacchan...!’

Akari memanggil Natsuki dengan suara yang tak bisa ia bunyikan.

Walaupun ia sadar ada yang aneh tetapi saat ini ia hanya merasa ia harus menyusul Natsuki

Natsuki meninggalkan kelas segera setelah hasil dari kontes seni diumumkan

Tak seperti hari sebelunya ruang klub dipenuhi dengan anggota klub menunggu bersama
dengan Akari dan yang lain untuk kedatangan Matsukawa-sensei. Saat itu mereka masih
bersama merasakan kegelisahan.

Alasan mengapa posisi mereka terpisahkan karena–

Tak peduli berapa kali aku mengalaminya saat ini selalu membuatku lemas…..’

Akari mengeluarkan helaan pelan ditengah semua percakapan di sekitarnya.

Ia begitu sadar ketika yang lain memanggilnya pemenang hadiah regular, tetapi bukan berarti
dia tidak gugup. Sebaliknya, ia merasa bagaikan ditekan.

Dikatakan seperti itu, ia tak bisa membiarkan perasaan tidak nyamannya terlihat di luar.

Karena, bahkan walaupun itu bukanlah kesengajaan, orang akan mengiranya sebagai sindiran.

83
Setelah gagal selama beberapa kali selama SMP, sekali ia masuk SMA, ia akan melewati
kesalahannya, berpura-pura bahwa keselahan itu bukanlah masalah yang besar. Jika ia tetap
mendiamkan dan menertawakannya, tak akan ada seorangpun yang menyalahkannya karena
apapun.

Pintupun dibuka dengan suara yang bising, dan Matsukawa-sensei masuk ke ruangan.

Beliau tersenyum dengan lebar, dan semuanya bisa mengetahui siapakah pemenangnya.

“Hayasaka-san, Aida-san, selamat!”

Karya yang Akari ikutkan terpilih menjadi Pemenang Hadiah Utama, dan karya yang Miou
ikutkan mendapat Penghargaan Penghormatan.

Pengumuman yang tertulis yang berisi hasil itupun digantung di sebuah papan tulis hitam, dan
seluruh anggota klub berkumpul mengelilinginya dengan rasa gembira.

“Senpai, selamat. Aku tahu kau pasti yang jadi juaranya!”

“Kelihatannya kau bisa menjaga kemenangan beruntun~”

“Omong-omong, bukankah ada saat ketika Ketua dan Wakil ketua memenangkan juara 1 dan
2 bersamaan?”

Adik kelas mereka yang manis menawarkan kata-kata selamat satu persatu.

Saat Akari berterima kasih pada mereka, ia sadar Natsuki tiba-tiba berdiri dari kursinya.

Natsuki memandangi kertas berisi hasil kontes dua langkah di belakang lingkaran kerumunan
yang mengelilingi kertas itu.

Akhirnya, ia melihat langit-langit, dan memalingkan punggungnya ke papan tulis hitam.

‘….Ehh?’

Akari kira Natsuki hanya kembali ke tempat duduknya, tetapi ia malah mulai mengemasi
barang-barangnya.

Natsuki menyelempangkan tasnya, dan tersandung ke pintu, iapun mulai pergi.

“Nacchan? Kau mau kemana?”

Akari memanggilnya dengan kebingungan yang polos, tetapi mungkin saja yang lain
melihatnya sebagai gangguan.

Setelah keheningan yang canggung, Natsuki menjawab tanpa berbalik,

“Aku ada janji dengan dokter gigi!”

“Eh? Tapi kemarin, bukankah kau sudah….?”

84
Natsuki harusnya menyadari kesalahannya saat ini, tetapi ia tetap berakhir dengan mengatakan
hal yang tidak penting lagi.

Tetap, ia sadar jika ia tak bisa menyelesaikan pertanyaannya.

“Maaf, aku harus pergi!”

Natsuki berteriak, dan bagaikan mencoba kabur, ia segera meninggalkan ruang seni.

“Nacchan?!”

Akari memanggil Natsuki sekali lagi, tetapi ia tidak berhenti.

Setelah beberapa saat ragu, Akari mengejar Natsuki secepat yang ia bisa.

‘Kira-kira hari ini Nacchan akan pulang dengan bis….’

Apakah ia harus naik ke bis selanjutnya, juga?

Tetapi sepertinya agak terlalu gigih jika mengikuti Natsuki hingga ke rumahnya.

Tepat saat Akari berhenti berlari untuk memikirkan apa yang harus ia lakukan, ia menemukan
sosok yang tak a sing di depannya.

‘Tas itu, dan gaya rambutnya….’

Melihat sanggul yang besar, dan bulat itu, Akari yakin jika itu adalah Natsuki.

Walaupun kakinya berteriak kelelahan, ia memaksa mereka bergerak, dan berteriak di atas
paru-parunya,

“Nacchan!”

Kali ini, Natsuki tak bisa belari setelah Akari memanggilnya.

Tetapi ia masih tidak membalikkan badan untuk menghadapi Akari.

“Syukurlah… aku bisa menyusulmu… Kufikir aku akan pulang denganmu.”

Akari berkata, sembari kehabisan nafas, kepada Natsuki yang menggumamkan jawabannya,

“….Hanya kau? Dimana Miou?”

“Serizawa-kun mencarinya, dan dia pergi untuk membantu Klub Film.”

“Oh begitu….”

“Ya.”

‘Hei, Nacchan, kenapa kau tidak melihatku…?’

85
Karena ingin melihat wajah Natsuki, Akari bergerak untuk berdiri tepat di depannya.

Mungkin karena begitu mendadaknya tindakan itu, Natsuki tidak mencoba menyembunyikan
wajahnya dari pemandangan itu.

“Nacchan, kapan kau akan menyatakan perasaanmu pada Setoguchi-kun?”

Bahkan Akari tidak menduga kata-kata yang berakhir keluar dari mulutnya itu.

Natsuki sepertinya terlihat terkejut juga, dan tak bisa mengatakan apapun, ia hanya memandang
balik pada Akari.

Dia mencoba menarik kembali apa yang ia katakan, atau mencoba mengubah topik, tetapi ia
menghentikan dirinya di saat terakhir.

‘Sudah saatnya berhenti menghindari ini. Apakah kau menunggu kesempatan untuk
menanyakan ini?’

Demi menyiapkan tekas untuk menanyakan pertanyaan yang lebih jelas, Akari menegakkan
cara berdirinya.

“Hm? Apa kau mulai pacaran dengan Ayase-kun?”

“….Akari, mengapa kau menanyakan sesuatu seperti itu? Apa itu ada hubungannya dengan
sesuatu?”

Natsuki sedikit melebarkan matanya, lalu menyipitkan matanya bagai menatap Akari.

Dia punya setiap hak untuk marah. Jika Akari ada di posisi Natsuki, ia pasti merasa terganggu,
juga.

‘Tetapi, kufikir ada hal yang Nacchan tak bisa lihat, tapi bisa kulihat.’

Akari perlahan menutup matanya, dan berkata sembari menahan emosinya sebaik yang ia bisa.

“Aku benar-benar tidak mengerti dirimu, Nacchan…. Kau menyukai Setoguchi-kun, dan
walaupun kau mengatakan kau akan benar-benar menyatakan perasaanmu padanya daripada
berlatih lebih, tapi bukankah kau pergi kencan dengan Ayase-kun?”

“Aku sudah bilang sebelumnya, itu bukanlah kencan!”

“Miou-chan mengatakan padaku jika Ayase-kun mungkin menganggapnya sebagai kencan.”

“Apa….?!”

Dalam waktu yang panas itu, bahkan nama Miou terpeleset keluar.

Natsuki terlihat begitu kaget, matanya melebar.

86
Air mata sepertinya mulai berkumpul di matanya juga, dan ia segera memalingkan
pandangannya.

“….Aku tidak tahu apapun tentang itu. Sungguh, Koyuki-kun tidak mengatakan apapun….”

“Nacchan, itu tidak adil! Apa kau akan berpura-pura kau tidak peduli dengan Serizawa-kun
juga?”

Ini mungkin adalah pertama kalinya ia menganggu seseorang saat mereka bicara.

Dipenuhi ledakan emosi, Akari tak bisa menghentikan diri untuk berteriak.

Suaranya bergemetar, dan pandangannya segera memburam.

“….Akari….?”

Natsuki memalingkan wajahnya, tetapi kini ia melihat Akari dengan kebingungan.

Tak pernah melihat Akar yang seperti ini sebelumnya, ia sepertinya bingung akan apa yang
harus ia lakukan.

‘Itu benar. Kapanpun aku ada disekitar Nacchan, dan Miou-chan…. Entah bagaimana aku
selalu menahan diri….’

Itu adalah cara sederhana mengungkapkannya, tetapi mungkin hal itu lebih seperti ia selalu
melindungi diri sendiri.

Dia selalu memastikan diri untuk selalu tersenyum, dan berhati-hati agar mereka tidak pernah
melihatnya marah ataupun menangis.

Seperti itulah, mereka hanya akan selalu menertawakan sesuatu saat ia menjadi terlalu optimis.

‘Tapi…. Bukan ini yang aku inginkan….’

Dia hanya ingin mendengar perasaan Natsuki yang sesungguhnya, bukan untuk membuatnya
sedih.

Dan sekarang ia berakhir menangis, mengetahui betapa baiknya Natsuki, dia mungkin
menyalahkan diri sendiri.

“Aku akui aku bertindak tidak adil tentang beberapa hal,”

Saat Akari merasa ketakutan, Natsuki mulai berbicara, walaupun kesulitan.

Akari segera mencoba menahan apa yang ia katakan, tetapi ia tidak berbicara terlalu cepat.

“Tapi, apa maksudmu dengan Haruki…?”

Dengan kata-kata yang selanjutnya Natsuki katakan, ia tak lagi menyalahkan diri sendiri.

87
Merasa lega, Akari mendengus dan bergumam,

“Natsuki-chan, dia bilang hanya kau yang dia sukai.”

“….Eh?”

Sepertinya Natsuki tidak tahu apa yang Akari bicarakan.

Melihat mata Natsuki tiba-tiba memutar, bagai mengulang kembali ingatannya, Akari segera
berbicara,

“Nacchan, jujurlah dan katakan yang sebenarnya padaku. Karena akhirnya, dia tak pernah
bilang dia menyukai lukisanku, ataupun lukisan Miou juga, kau tahu?”

“…..Ehh?”

Dari sudut pandang Akari, dia mengatakan dengan jelas apa yang ada di fikirannya, tetapi
Natsuki hanya menjadi semakin bingung.

Kalau begini, mungkin yang terbaik adalah untuk tidak menghentikannya saat ini.

Pemikiran itu terlintas di kepalanya, tetapi saat ini karena ia begitu mendalaminya, ia tak bisa
berhenti untuk melanjutkan.

“Saat aku menggambar lukisan untuk film itu, aku memikirkan banyak hal. Aku bertanya-
tanya, apakah itu cinta? Perasaan seperti apa itu? Dan aku sadar, untukku, itu adalah hal yang
sama saat aku melukis, atau saat aku melihat lukisan yang aku sukai.”

Karena ia mengatakan segalanya dengan begitu cepat, tak terlalu lama kemudian wajahnya
mulai memanas.

‘Nacchan, cepat katakan sesuatu….!’

Berharap, dan hampir dengan marah, jika bisakah Natsuki bergegas dan bicara, Natsuki
memegangi kepalanya dengan bingung, dan bergumam “Ehh? Ehh?” berulang kali.

Lalu, menunjuk Akari, ia berkata dengan perlahan, bagai memastikan sesuatu.

“Dari sudut pandangmu, Karena Haruki berkata ia menyukai gambaranku, kau memikirkan
itu….”

“Dia menyukaimu, kan?”

“J-jadi karena itu……”

Saat Akari mengatakan hal itu, Natsuki menurun dengan lemas hingga ke posisi berjongkok.

‘Apakah ia memikirkan apa yang kufikirkan….?’

Natsuki pasti mengira jika Akari tak sengaja melihat Haruki menyatakan perasaan padanya.

88
Walau memang hal itu yang tepat terjadi, Akari tidak bermaksud menyalahkannya.

Karena ada rahasia lain yang harus ia jaga juga.

“Hm? Apa ada ada yang lain?”

Akari menunduk untuk menatap wajah Natsuki.

Dia terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu, tetapi tiba-tiba, sebuah senyuman terlihat di
wajahnya.

“….Hei, Akari, Menurutmu bagaimana lukisanku?”

“Aku menyukainya. Sangat menyukainya.”

Setelah menjawab, Akari berkedip dalam rasa terkejut pada diri sendiri dengan, “Ehh?!”

Kalau diingat, Haruki memuji lukisan Natsuki, juga.

Lalu, ketika Haruki mengatakan “suka”padanya, jadi maksudnya adalah lukisan Natsuki bukan
pada orangnya?

‘Nacchan…. Apa dia mencoba mengeluarkanku dari topik….?’

Saat Akari memandanginya, Natsuki tersenyum dengan malu-malu.

“....Aku menyukai lukisanmu juga, Akari. Aku mengagumi suasana unik yang ada di
lukisanmu. Dan seperti aku menyukai lukisan lembut, dan detail Miou, juga. Aku ingin melihat
lukisan-lukisan itu selamanya.”

‘Aku sangat malu.... mengapa aku bahkan meragukannya?’

Memang benar Haruki menyatakan perasaannya pada Natsuki.

Tapi ia bahkan tidak tahu apakah Natsuki menerimanya saat itu atau tidak.

Mengetahui bahwa Miou memiliki perasaan untuk Haruki, kebiasaan Natsuki tidak berubah
hingga hari ini.

Itu artinya tak ada sesuatu yang lain untuk dipegang melawan Natsuki.

“Nacchan! Nacchaaan!”

Tak bisa menahannya lagi, Akari memeluk Natsuki.

“Woah?! Hei, Akari, aku tidak bisa bernafas....!”

“....Maaf aku mengatakan hal seperti ini.”

Air mata hanya terus mengalir, dan suaranya bergemetar di akhir ketika ia berbicara.

89
Mengabaikan fakta jika bahunya akan basah, Natsuki memeluk Akari balik dengan erat.

“Tidak, aku yang seharusnya minta maaf.”

‘Tapi kau tidak melakukan hal yang salah, Nacchan....’

Lalu siapa yang salah?

Saat ia mencoba siapa yang menyukai siapa, sebuah perasaan yang begitu penting melewati
mereka, tanpa sadar.

Tak terkecuali Akari.

Setiap kali ia memikirkan tentang Haruki sekarang, dadanya akan mulai terasa sakit.

Dia tidak tahu apa nama perasaan itu, tetapi perasaan yang ia miliki untuknya begitu murni.

‘Itulah mengapa terasa menyakitkan, dan menyedihkan.... Tetapi masih sulit untuk kabur
darinya.’

Miou mengatakan jika ia tidak ingin menyerah.

Haruki sudah mengatakan perasaannya pada Natsuki, dan bahkan saat ini, Natsuki masih punya
perasaan untuk Yuu.

Tak ada yang tahu dimanakan benang yang kusut ini akan berakhir.

‘Aku harus memberi Mochizuki-kun jawaban yang pantas, juga....’

Bahkan jika Souta bukanlah yang menunggu lagi, Akari mulai merasa ia ingin menjawabnya.

Di atas jalanan bukit adalah langit musim gugur, yang cerah tanpa satupun awan terlihat.

Warna langit itu begitu biru dan indah, seperti langit itu nampaknya mengambil semua
kecemasan mereka. ——

Aida Miou

Ulang tahun: 20 Maret

Zodiak : Pisces

Golongan darah: O

Wakil ketua Klub Seni, seorang pekerja keras.

Dan berteman dekat dengan Akari dan Natsuki.

Selalu berjalan pulang dengan Haruki,

90
Tapi ia menyembunyikan perasaannya.

—–

91
Solusi 6
‘Apa-apaan, apa-apaan, apa-apaan….!’

Terganggu oleh adegan yang terus terulang di kepalanya, Souta melarikan diri melalui tangga.

Keluar dari koridor, ia memaksa sebuah pintu yang tidak pas ditempatnya lagi dengan paksa di
ruang klub.

“W-woah!”

Yuu, satu-satunya yang tersisa di ruangan, sepertinya cukup terkejut, dan menjatuhkan naskah
yang telah ia pegang di meja.

Ia memberi Souta, yang tengah bernafas dengan berat, sebuah tatapan aneh, dan melihat di
belakangnya penuh Tanya dan berkata,

“Cepat sekali. Tunggu, Haruki tidak bersamamu?”

Souta mengangguk.

Dia masih mencoba bernafas normal kembali, jadi sulit untuk mencoba dan berbicara selama
beberapa saat.

Sudah selama sepuluh menit sejak Souta pergi mencari Haruki, yang masih belum kembali dari
mesin penjual minuman.

Souta belari dengan Akari sepanjang jalan, dan lalu—

Souta menggigit bibirnya ketika adegan itu terbesit di fikirannya.

‘apa aku harus memberi tahu Yuu soal ini? Atau menjaganya sebagai rahasia?.... apa yang
harus aku lakukan….’

Dia masih belum yakin, tetapi sebelum ia membuat keputusan, mulutnya bergerak dengan
sendirinya.

“O-oke, aku harus memberi tahu sesuatu padamu, jadi tetap tenang, oke?”

Itu dia, Souta mengatakannya.

Sekarang karena kalimat itu sudah keluar, dan lebih penting lagi, karena karakternya, akan sulit
baginya untuk berpura-pura tak melihat apapun.

Selain itu, Yuu memiliki intuisi yang baik, jadi bahkan walau ia mencoba menyembunyikan
hal itu darinya, dia mungkin segera menemukan kenyataannya.

Melihat anggukan Yuu, Souta akhirnya memutuskannya.

92
“B-baru saja, di kelas… A-aku melihat Haruki m-menyatakan perasaannya pada Natsuki…!”

Dia mungkin tidak menduga hal itu sedikitpun. Yuu hanya membeku di tempat, bagaikan ia
lupa bagaimana cara berkedip.

Akhirnya, Yuu mengeluarkan geraman pelan dan menggaruk kepalanya karena frustasi.

Lalu, bagaikan melepas kemarahan-terpendamnya, ia mendecakkan lidahnya dan mengutuk


dibawah nafasnya.

“Sialan…”

‘Kalau begini, aku yakin Yuu hanya akan terus menyimpan semua perasaannya jauh di dalam
hatinya.’

Dibandingkan Souta, yang masih melua-luap dengan kemarahannya, teman masa kecilnya itu
sepertinya terlihat dewasa dalam meluapkan amarahnya.

Tapi di saat yang sama, ia juga terlihat sama kekanak-kanakannya.

“Kau tahu, Yuu, kau itu bisa melakukan banyak hal, tapi tak ada satupun yang kau bisa.”

Yuu sepertinya mendengar Souta menggumamkan hal ini.

“Ehh?” ia menjawab samar, dan berbalik melihat Souta dengan pergerakan yang ia seret.

‘Jadi dia benar-benar marah.’

Souta mengangkat bahunya, dan berbicara dengan nada bagaikan menghakimi untuk
kebaikannya.

“Merasa terganggu, mendecakkan lidahmu, menarik rambutmu, dan lalu kau hanya menyerah?
Mengapa kau tidak meneriakkan perasaanmu saja? Seperti, ‘Apa kau bercanda!’ atau sesuatu.
Apakah kau takut menunjukkan emosimu?”

Kata-kata yang lemparkan itu jauh begitu provokatif dan tak memberi ampun daripada
komentar lain yang membuatnya dipanggil “Mochita Hitam”.

Di sisi lain, Yuu sepertinya sudah tenang sekarang, dan ia berbicara dengan nada tidak tertarik,

“….Bahkan walau aku melakukannya, itu tida akan merubah apapun yang sudah terjadi.”

“Mungkin kau benar, tapi apa yang akan terjadi perasaanmu yang sekarang tak punya tempat
untuk dituju?”

“Siapa tahu? Perasaan itu mungkin akhirnya hanya akan menghilang.”

Saat Yuu memberi jawaban setengah-hati, Souta menantangnya bahkan lebih jauh lagi.

93
“Perasaanmu itu tidak menghilang. Perasaan itu hanya menumpuk di dasar hatimu. Akan
menyedihkan jika perasaan itu diabaikan oleh pemiliknya sendiri.”

Kali ini, mata Yuu terlihat gugup.

Gejolak itu sepertinya menyapu seluruh tubuhnya, yang akhirnya membuatnya merosot dengan
lemahnya.

“….Lalu, apa yang harus kulakukan…”

Mendengar Yuu mengatakan hal itu dengan suara yang kaku, bagai ia hampir menangis, Souta
merasakan rasa sakit yang begitu besar di dadanya.

‘Apa yang sebenarnya aku lakukan….? Kalau begini aku hanya meluapkan amarahku saja.’

Itu benar, dia hanya sepenuhnya menyalahkan segala hal pada Yuu.

Ketika ia mengetahui Haruki menyatakan perasaannya pada Natsuki, kepala Souta sepenuhnya
hampa.

Lalu, karena khawatir akan bagaimana reaksi Akari, ia melihat Akari begitu sedih dan
menerima kejutan yang bahkan lebih besar. Ia sadar jika ia benar-benar hanya menyalah
pahami sesuatu.

‘dia tidak menerima pernyataan perasaanku, tetapi dia juga tidak terlihat menolakku. Dan
karena bahkan kita pergi makan kue bersama, kupikir yang kita lakukan hanya seperti masa
percobaan….’

Dia mengintepretasi sesuatu dengan cara yang ia rasa cocok untuknya, dan membuat
harapannya tumbuh.

Walau Akari pernah mengatakan jika ia tidak terlalu mengerti tentang cinta, ia tahu jika ia tidak
punya orang yang ia sukai, jadi ia seperti memiliki sesuatu seperti kesempatan. Tapi—

‘Bahkan walaupun ia tidak menyadari apa itu, dia mungkin tetap berakhir dengan jatuh cinta.’

Dengan pernyataan cinta Haruki sebagai pemicu, perasaannya meluap sekaligus.

Setelah menyadari perasaan Akari yang sebenarnya, walau ia benar-benar berharap tidak
melakukannya, Souta tak bisa berhenti memikirkannya, Jika saja Yuu menyatakan perasaannya
pada Natsuki lebih awal.

Jika mereka berdua pacaran, Haruki mungkin tidak akan menyatakan perasaannya pada
Natsuki.

Kalau begitu mungkin—

‘Akankah saat ini semua hal itu akan berbeda? Benarkah?’

94
Souta perlahan berjalan menuju ke bangku panjang, dan mengumpulkan semua kertas yang
tersebar.

“Jika itu terjadi padaku, aku pasti akan menulis apa yang kurasakan sekarang ke dalam sebuah
naskah.”

Dia mengatakan hal itu kebanyakan untuk dirinya sendiri.

Cukup aneh, hanya dengan mengatakan hal ini dengan keras, Souta merasa sesuatu mulai
semakin jelas.

“….Ehh?”

Dibawa kembali, Yuu mengangkat kepalanya dan melihat Souta penuh tanya.

Daripada menjelaskannya, Souta tertawa dalam diam dan mulai menulis di kertas dengan pensil
mekanik.

Dia menulis banyak hal sesuai dengan apa yang melewati pikirannya, lalu berhenti saat ini dan
menggaris bawahi sesuatu, dan menambahkan kata-kata di sana dan sini.

‘Ah begitu. Aku tahu sekarang. Inilah apa yang ingin kulakukan selama ini.’

Merasa Yuu memandanginya dalam kekososngan, Souta tiba-tiba berbicara bagai mengingat
sesuatu,

“Mulai saat ini, aku hanya akan bicara pada diriku sendiri, jadi abaikan saja aku,”

Dengan nada yang aneh dan tenang, ia mulai berbicara tanpa menunggu jawaban Yuu.

“Kuharap aku bisa masuk ke Universitas dengan rekomendasi. Dan itulah mengapa aku telah
banyak berbicara dengan bimbingan konseling, Handa-sensei…. Dan aku dengar Beliau bilang
jika Haruki mungkin akan kuliah di universitas di Amerika.”

“Apa?”

Dia mendengar Yuu berbicara dengan suara terganggu, tapi ia dengan biasa terus bebicara.

Souta memberitahu Yuu tentang segala hal yang ia lihat dan dengar hari itu di ruang guru.

♥♥♥♥♥

Hal itu terjadi saat Souta tengah melakukan pertemuan untuk evaluasi dengan Handa-sensei
setelah mereka selesai dengan latihan wawancaranya.

Dia terus berada di ruang guru sepulang sekolah, yang dipenuhi dengan suasana yang ganjil
yang saat ini ketika kebanyakan yang lain sudah pulang, dengan gugup mendengar penilaian
untuknya.

“Mochizuki, isian singkatmu memang bagus, tapi….”

95
“Terima kasih!”

Rasa lega yang ia rasa hanya selama beberapa saat, ketika Handa-sensei segera melihat dengan
dingin di kertas penilaian.

“Ya, tapi jika untuk wawancaranya, bagian yang paling pentingnya….”

“A-aku mencoba menunjukkan betapa jujurnya aku melalui ketidaksiapanku.”

“kau harus memperkuat pengalamanmu yang seblemunya untuk itu. Mungkin kau akan baik-
baik saja selama kau masih di sekolah ini, tapi jika kau bahkan tak bisa terdengar percaya diri
ketika mengatakan motivasimu, kau hanya akan kesulitan selama ujian untuk universitas.”

“A-aku mengerti….”

Memang seperti apa yang gurunya katakan. Sementara walau setelah ia diberi rekomendasi,
jika ia tidak bisa melakukan tes wawancara saat masuk universitas dengan baik, tak akan ada
gunanya. Hal itu hanya membuatnya lebih khawatir karena ia tahu jika ia adalah tipe orang
yang sulit bicara sekali ia gugup.

‘Apa yang harus kulakukan? Apakah aku akan berhasil di tes yang sesungguhnya?’

Bahkan sebelum wawancara latihan hari ini, Yuu sudah membantunya latihan berkali-kali, tapi
akhirnya, dia terlalu gugup untuk mengatakan apa yang ingin ia katakan.

‘Mungkin lebih baik aku harus meminta guru lain untuk membantuku.’

Melihat sekeliling ke ruang guru, seorang laki-laki yang mengenakan jas yang putih, dan
panjang tertangkap matanya.

Dia sudah berbicara dengan Akechi-sensei sebelumnya lebih sering daripada Handa-sensei,
dan dia tidak terlalu gugup di sekitar Beliau, juga. Beliau akan menjadi “orang dewasa” yang
sempurna jika Beliau belajar menyampaikan pendapatnya.

‘Aku akan berlatih hingga aku jadi lebih baik dengan Akechi-sensei terlebih dahulu, lalu aku
akan meminta pada guru lain lagi!’

Saat Souta akan menanyakan pada Beliau, Akechi-sensei mengatakan sesuatu yang
membuatnya berhenti di tengah jalan.

“Kerja bagus, Serizawa! Sepertinya kau berhasil melewati penjurian kedua, juga.”

‘Penjurian kedua….? Apa mereka membicarakan tentang kontes?’

Sementara Souta merasa bahagia untuknya, juga ada sesuatu yang membebaninya.

Baik ia maupun Yuu tidak mendengar apapun dari Haruki tentang lulus dari penjurian awal,
apalagi penjurian kedua.

96
Haruki dan Akechi-sensei sepertinya tidak menyadari jika Souta berdiri di sana, dan lanjut
berbicara di antara mereka.

“Yang mana maksudmu?”

“Yang hadiahnya kuliah ke luar negeri di Amerika.”

“Benarkah?! Itu menakjubkan!”

Melihat Haruki yang mengangkat kedua tangannya dalam kebahagiaan, Souta merasa
melihatnya di dalam layar film.

‘Yang mana? Jadi dia mungkin masuk ke dua kontes berbeda? Dan yang satu berakhir dengan
kuliah ke luar negeri di Amerika, juga?’

Hal itu adalah berita baginya. Dan juga yang mengejutkan, karenanya.

Haruki memberi tahu Yuu dan Souta jika hadiah dari kontes itu adalah software untuk mengedit
video.

Akan sangat tidak mungkin sekali jika tiba-tiba berubah menjadi kuliah di luar negeri ke
Amerika, jadi itu mungkin hanya kontes lain yang ia tak ceritakan pada mereka.

“Berjalan baik untuk Serizawa, kah? Dia mungkin akan punya kesempatan yang bagus untuk
masuk ke universitas kalau begitu.”

Souta tersentak kecil ketika ia mendengar Handa-sensei tiba-tiba datang dari belakangnya dan
berkomentar dalam kekaguman.

Para guru tahu jika Haruki dan Souta ada di klub yang sama, begitu pula sebagai teman maa
kecil. Karena mereka bergaul begitu baik, mereka mungkin berasumsi jika Souta sudah
mendengar tentang rencana setelah-kelulusan Haruki.

Dia tidak merasa seperti menjelaskan suatu kesalah pahaman, dan sebaliknya malah menjawab
dengan mudahnya dengan memkasakan senyum di wajah kakunya.

‘Haruki berencana meninggalkan tak hanya daerah kita, tapi Jepang semua bersamaan tanpa
memberi tahu satupun dari kami….’

Kenyataan yang telah ia katakana dengan keras pada dirinya sendiri perlahan menggerogoti
hati Souta.

Walaupun mereka ada di ruang yang sama, walau dengan jarak yang begitu dekat, Haruki
terasa begitu jauh.

Dia mengkhianati kami.

Aku sangat iri padanya.

Aku mengagguminya

97
Dia meninggalkan kami.

Aku harus mendukungnya.

Banyak perasaan yan berbeda mengambang, membuatnya merasa ia berdiri di tengah badai.

Ketika ia tak bisa menahan lebih lama berdiri di sana lagi, Souta dalam diam menurunkan
kepalanya dan meninggalkan ruang guru.

Semenjak ia meninggalkan ruangan, ia tak tahu apa yang Akechi-sensei dan Haruki bicarakan
setelahnya.

Tapi jika soal Akechi-sensei, beliau mungkin mendukung siswanya yang pergi kuliah ke luar
negeri.

Dan Haruki pasti tersenyum begitu lebar hingga giginya terlihat.

‘Walaupun begitu kita telah ditinggalkan di dalam putaran….’

♥♥♥♥♥

Yuu mendengar seluruh cerita itu dalam rasa linglung.

Souta mengerti bagaimana yang Yuu rasakan. Dia masih belum sepenuhnya menerima hal itu,
juga.

Tetapi hal itu tidak mengubah apa yang terjadi, dan waktu tidak akan berhenti untuk siapapun.

‘Saat musim semi tiba, Haruki akan kuliah ke luar negeri….’

“Apa-apaan ini….”

Ketika Yuu akhirnya berbicara, hanya kata itu yang bisa ia ucapkan.

Yuu terdiam lagi setelah itu, dan Souta tak bisa menemukan apapun untuk dikatakan, juga.

‘Yuu mungkin merasakan hal yang sama denganku. Tak hanya tentang Haruki yang tak
memberi tahu kami, tapi kenyataan jika ia seperti meninggalkan kita, juga….’

Souta melanjutkan menggerakkan pensilnya, dengan putus asa mengejar “cahaya” yang ia
temukan.

“….Bagiku, aku masih belum menemukan apapun yang bisa menggugah hasratku.”

Apakah kata-kata itu merujuk pada Haruki? Atau kata-kata itu hanya diperuntukkan bagi
Souta?

Yuu tertawa mengejek diri, dan menatap ke langit-langit.

98
“Lagi-lagi kau melakukannya… mengatakan sesuatu seperti itu dan merendahkan dirimu
sendiri.”

“Bukan, tapi itu memang kenyatannya…”

Saat Yuu mengangkat bahunya, Souta menatapnya dengan tatapan tajam.

“Karena kau memberiku dorongan untukku hingga aku bisa menulis naskah seperti ini
sekarang.”

“…….Apa?”

Yuu tidak sedang bercanda ataupun berakting; dia benar-benar membeku di tempat.

“Tunggu dulu, kau tidak ingat?”

Souta mencoba menanyakannya untuk meyakinkan sesuatu, tetapi Yuu terlihat masih
kebingungan.

Souta menghelas, dan menganggap hal itu bisa dimaklumi, menceritakan kembali ingatan hari
itu.

“—Aku tidak punya bakat alami seperti yang Haruki miliki, dan aku tidak baik dalam mengatur
jadwal seperti yang kau lakukan, atau mengatur banyak orang untuk bekerja bersama….
Kebanyakan yang bisa kulakukan hanyalah menjalankan perintah.”

Seperti akhirnya mengingatnya, nafas Yuu terhenti sesaat.

“Bukankah kau mengatakan hal yang sama seperti ini tahun lalu, juga…?”

“Kau sangat lambat~ Kalau begini, kau bahkan mungkin tidak ingat hal yang kau katakana
pada dirimu sendiri.”

Saat Souta melempar pandangan tanpa ampunpadanya, Yuu menjawab dengan senyuman
masam.

“apa yang kau bicarakan? Kau punya bakat untuk menulis naskah, Mochita.”

Semua yang ia lakukan adalah mengulangi baris kalimat yang sama seperti dulu.

Baik Yuu maupun Souta tersenyum dengan begitu normalnya.

“Aku hanyalah orang yang sempurna normalnya, tanpa sesuatu yang special khususnya. Tapi
bahkan untuk seseorang yang sepertiku, pasti ada setitik bakat, jadi aku yakin ada sesuatu
untukmu juga, Yuu.”

“….Aku akan coba mencarinya.”

Ia melihat dengan yakin jika Yuu juga mengetahui jika sesuatu itu lebih mudah dikatakan
disbanding dilakukan.

99
Untuk orang seperti Haruki dan Akari, yang memiliki bakat yang hampir menyilaukan, bahkan
jika mereka tidak menyadarinya sendiri, ada sesuatu di sekitar mereka yang tak bisa diabaikan.

Mereka pasti tahu jika mereka melihat cahaya yang mereka tahu seperti sinar dari bintang yang
begitu, cerah.

‘Hal itu membuatku sedikit iri, tapi jika itu Yuu, aku yakin dia akan menemukan hal itu dengan
sendirinya.’

Souta mengulangi kalimat yang seorang sutradara film katakan.

Bakat itu adalah kemampuan untuk terus berhasrat akan sesuatu.

Jika itu adalah cara Souta, ia yakin jika Yuu bisa menemukannya, juga:

Kepingan dari cahaya yang menyilaukan yang akan menyalakan hasratnya.

♥♥♥♥♥

Beberapa hari berlalu sejak Souta melihat Haruki menyatakan perasaanya pada Natsuki.

Souta dan Haruki sendiri bersama di ruang klub sepulang sekolah, dan hal –hal terasa canggung
di antara mereka.

‘….Bukan, mungkin hanya aku yang merasa begitu.’

Yuu pulang lebih awal untuk mempersiapkan Uji coba ujian nasional di sekolah persiapan
masuk universitas-nya akhir pekan itu.

Karena masa depan teman masa kecil mereka berharga mereka yang dipertaruhkan, Souta dan
Haruki dengan sepenuh hati mengirimnya pulang. Bagaimanapun, Souta sudah berharap Yuu
akan kembali.

Dia menatap untuk memastika Haruki, dan mata mereka bertemu, saat Haruki melihat tepat ke
arahnya, juga.

Tanpa sengaja memalingkan wajahnya, ia mendengar tawa masam dari depannya.

“Apa? Apa kau melewati masa pubertas atau sesuatu?”

Haruki berbicara dengan candaan, seperti biasa. Akan cocok bagi Souta jika ia menjawab
seperti biasa.

Souta tahu hal ini, tetapi dengan hatinya yang tak patuh, ia berakhir mengatakan sesuatu yang
benar-benar lain.

“Kau tahu, aku mendapat rekomendasiku untuk dikirim ke universitas.”

“Benarkah?! Selamat, bagus sekali!”

100
“Terima kasih. Haruki, bukankah kau juga….”

“Hm?”

Souta berhenti melanjutkan kata-kata setelah melihat senyuma polos dan acuh yang Haruki
beri padanya.

Tapi tak ingin terus berpegangan pada dendam satu-hatinya hingga kelulusan, ia memutuskan
untuk bertanya.

“Haruki, bukankah kau juga punya sesuatu untuk dikatakan?”

“…. Dengan arah seperti ini, bukankah itu harus menjad berita yang bagus juga, kan?”

“Ya, terdengar hampir benar.”

Haruki sepertinya harus menebak apa yang ingin ia tanyakan, menurunkan pandangannya dan
menggaruk kepalanya dengan tidak nyaman.

Dia dengan malas membuka dan menutup mulutnya beberapa kali, dan akhirnya, ia bergumam
bersamaan dengan helaan,

“Maaf. Aku tidak ingin membuatnya menjadi hal yang sial, aku mencoba untuk menunggunya
hingga memang hal itu resmi sebelum aku mengatakan apapun.”

“Oh begitu. Kalau begitu masuk akal sudah; dalam kontes, kau tidak akan pernah tahu apa yang
akan terjadi hingga saat terakhir. Kufikir akan jadi yang paling berat untukmu jika kau
melibatkan semua orang hanya untuk membuat mereka berharap tinggi dan akhirnya
mengecewakan mereka jika hal itu tak berjalan mulus.”

“Kebanyakan begitu. Tapi ini bukan tentang mengerti atau tidaknya kau akan perhatianku,
kan?”

Haruki menunjuk kening Souta, dan mengeluarkan tawa yang menyusahkan.

Tak bisa menyembunyikan kenyataan jika ia tidak puas saat ini hingga hal itu muncul tepat di
wajahnya, ia bahkan mengerutkan keningnya lebih lagi.

“Karena kau meahaminya sebanyak ini, aku hanya akan langsung ke tujuanku. Apa yang akan
kau lakukan tentang Natsuki?”

“….Aku terkejut. Kau terdengar seperti Yuu yang berbicara seperti itu, Mochita.”

Jangan mengatakannya seperti kau tidak menduganya.

Mencegah keinginannya untuk menggertak balik, Souta menjaga kesabarannya dan


melanjutkan.

“Aku melihatmu menyatakan perasaan padanya. Apa maksud semua itu?”

101
Dia bertanya-tanya tentang bagaimana respon Haruki.

Saat ia melihat Haruki dengan nafas yang penuh ketegangan, hal selanjutnya yang Haruki
katakana begitu mengejutkan.

“Ya, kufikir begitu.”

“…..Ehh?”

“Kufikir aku melihatmu. Bukankah Hayasaka bersamamu saat itu?”

“Bagaimana kau bisa mengatakan itu dengan mudahnya?! Akarin begitu….!”

Jika ia tanpa sengaja mengatakan kenyataan tentang betapa terkejutnya Akari, itu artinya ia
hanya akan mengatakan tentang perasaan Akari yang sebenarnya.

Menyadari jika ia harus menghindari segala pengorbanan itu, Souta melewati kemarahannya.

“Aku akan bertanya sekali lagi. Untuk apa semua itu?”

Tatapan tajam yang Souta pasang untuk melihat Haruki itu cukup untuk membuat seseorang
seceria Haruki berhenti tersenyum.

“Itu hanyalah latihan pernyataan cinta. Cukup menegangkan ketika menyatakan perasaan pada
seseorang, bukan? Jadi Natsuki menyarankan padaku untuk berlatih, dan aku memintanya
untuk menjadi teman latihan. Itu saja.”

“….Ap-apa maksudnya ini?!”

Saat Souta tanpa sengaja berteriak, Haruki berkata dengan wajah sombong,

“Seperti kataku, itu hanyalah latihan pengakuan.”

Merasa kepalanya mulai berdentam sakit, Souta merosot sepanjang bangkunya.

“….Jadi itu berarti kau tidak menyukai Natsuki seperti itu?”

“Ya, kurang lebih begitu.”

“Lalu kenapa kau tidak langsung menyatakan perasaanmu saja?”

“……”

Ia akhirnya menyematkan Haruki, tetapi itu bukanlah hal yang secara langsung bisa ia rayakan.

Hal-hal mulai terasa tegang di antara mereka, dan ia tahu Haruki merasa tidak nyaman.

Menyadari semua hal ini, Souta merasa ia menginjak terlalu jauh batasnya sebagai teman.

102
-

‘Jika aku ingin kembali, maka aku harus melakukannya sekarang.’

Bahkan jika ia tidak segera membuang rasa dendam yang memburuk itu, mereka mungkin bisa
menyelesaikannya seiring waktu.

Akan jadi hal yang bodoh untuk menghancurkan pertemanan hanya karena masalah cinta.

‘Haruki, aku tahu ini bukan urusanku tapi, aku khawatir padamu, juga.’

Saat ia mencoba mengontrol suara bising jantung di bawah kausnya, Souta berkata bagaikan
memaksanya untuk menjawab,

“Oh, aku tahu. Hal itu bukan seperti kau tidak bisa menyatakannya, tapi karena kau belum bisa,
kan? Karena kau mungkin akan pergi kuliah ke luar negeri di universitas di Amerika jika kau
memenangkan kontes itu.”

Saat ia meletakkan penekanan pada kata “belum bisa,” Haruki mengangkat alisnya.

Mungkin detail kecil itu sudah cukup untuk membuka perhatiannya yang sebenarnya.

Entah bagaimana sekarang tersipu malu, Souta menggumamkan kata selanjutnya.

“….Jadi? itukah mengapa?”

“Kau tahu, Mochita, kau selalu menyadari orang lain. Ditambah lagi, kau adalah laki-laki baik
yang mengkhawatirkan orang lain.”

Saat Haruki mengangguk setuju pada kata-katanya sendiri, Souta dengan dingin memotongnya.

“Cukup dengan hal itu. Aku tidak akan berhenti menekanmu bahkan jika kau melempar pujian
padaku.”

“Aku tahu. Aku hanya mengatakan apa yang kufikirkan.”

Karena Haruki menjadi lebih serius dari biasanya, Souta lah yang kini mulai kebingungan.

“E-ehh? Aku bertanya hanya untuk berjaga-jaga, tetapi apakah hal itu masih ada hubungannya
dengan yang kita bicarakan?”

“….Kau tahu sesuatu? Tak ada satupun yang kuhargai lebih dari diri sendiri. Ada saat ketika
aku tak peduli apapun selain membuat film, dan aku berniat untuk melakukan apapun demi
membuat film yang bagus.”

‘Begitu. Jadi itu bagaimana Haruki melihat sesuatu.’

Ada banyak hal yang ingin Souta katakan, tetapi tak ingin mengganggu Haruki yang sekarang
mulai berbicara tanpa menahan diri, ia hanya bisa mengangguk dalam diam.

103
“Universitas di Amerika yang akan menjadi tempatku bersekolah di luar negeri itu terkenal
akan program filmnya, jadi sudah sewajarnya, aku senang kuliah di sana, dan aku melihatnya
sebagai kesempatan yang sangat baik. Tapi…..”

Walaupun tatapan Haruki begitu langsung dan tegas, ia tiba-tiba menurunkannya.

Souta kurang lebih bisa memahami apa yang ingin Haruki katakana selanjutnya, dan
menyemangatinya dengan menggumamkan dalam diam kata, “Ya.”

“Aku sadar jika ada sesuatu lain yang penting untukku selain membuat film.”

“….Sudahkan kau mengatakan padanya tentang hal ini?”

Walaupun ia sudah tahu bagaimana Haruki akan merespon, ia masih berani bertanya.

Tentu saja, Haruki menggelengkan kepalanya.

“Tidak. Awalnya, aku berencana untuk mengatakan padanya hanya jika memang ada jaminan
aku akan pergi, tapi mungkin itu tidak akan berhasil. Jika aku tidak beruntung, aku mungkin
hanya akan memberitahunya juga.”

Souta tak bisa menemukan kata-kata untuk diucapkan pada Haruki sembari memberi tawa
lemah.

Fakta jika ia yang telah membuat Haruki mengatakan hal itu membuat dadanya tercengkram.

“…..Akan sulit jika terpisah tiba-tiba. Dan juga hal itu tidak seperti di suatu tempat di negara
ini, tapi Amerika! Itu cukup untuk membuat kesempatanku ditolak menjadi dua kali lipat.”

“……”

“Heeei, bukankah ini saat kau mengatakan sesuatu seperti, ‘Kau yakin sekali memenangkan
hadiah itu, ya?’”

Haruki mencoba untuk meringankan situasi, hingga ke titik ia menirunya.

Walaupun Souta tahu ia harus mengikutinya, ia malah memilih untuk menjadi terus terang.

“Tapi dia memiliki kebebasan untuk memilih, juga. Kau mengambil semua pengukuran
tambahan saat ini untuk merencanakannya sebelum melakukannya, tapi dia mungkin berkata
jika ia tak keberatan untuk berhubungan jarak jauh, kau tahu?”

Daripada menjawab, kursi yang Haruki duduki bersuara ramai.

Haruki meletakkan tangan di meja dengan ekspresi kosong, dan melihat Souta.

Souta bersiap diteriaki dengan pasti kali ini, tapi sebaliknya, Haruki berjalan menuju jendela.

104
“….Aku sudah memberitahukannya padamu, kan? Pada akhirnya, Tak ada satupun yang
kuhargai lebih dari diri sendiri. Ditolak, dan berhubungan jarak jauh yang tidak berjalan baik,
aku benci keduanya sama besar.”

“karena kau tidak ingin terlukai?”

Haruki melanjutkan tanpa berbalik.

“Dan yang paling pentin, bahkan sementara kita berbicara seperti ini, aku masih memikirkan
tentang film entah dimana di sudut fikiranku. Tak hanya tentang karya baruku, tapi tentang
bagaimana pengalaman ini bisa berguna untukku, sesuatu seperti itu.”

Apa-apaan ini? Kau mengatakan sesuatu yang sangat egois.

Itu adalah kesan yang Souta dapat.

Tapi jika Souta memberitahunya, ia punya firasat jika Haruki hanya akan menertawakannya,
mengatakan, “kau sangat emosional.”

Setelah ragu, Souta memutuskan untuk membuat kemunculan kembali dengan pernyataan
logis.

“Kau menyangkal dirimu sendiri. Ditolak, atau gagal dalam hubungan jarak jauh, bukankah
pengalaman itu akan menjadi ‘pengalaam bagus’? pengalaman itu bisa menjadi nutrisi yang
cukup untuk membuat film, kan?”

“….Aku orang yang pemilih.”

Sudah jelas jika ia tengah dipojokkan.

Haruki sebenarnya mungkin berfikir keras saat ini tentang bagaimana menghindari pertanyaan
Souta.

‘Aku mungkin berkata terlalu banyak. Aku akan membiarkannya seperti itu saja.’

Daripada meminta maaf, Souta lebih memilih untuk mengubah subyek.

“Omong-omong, tentang pemutaran filmnya, apakah itu sudah resmi di susun?”

“….OSIS sudah mengirimkan kita dokumen untuk itu.”

Sekitar seminggu lalu, OSIS sudah mendengar tentang proyek video baru mereka, dan
mengusulkan untuk menayangkannya di hari sebelum upacara kelulusan.

Karena film itu kebetulan juga membahas tentang upacara kelulusan, para penonton akan
berakhir dengan berprasangka sembari melihatnya, dan tak bisa mengapresiasi penampilan dan
kekuatan film itu sesuai dengan pemikiran mereka.

105
Di catatan itu, Souta dan yang lain sudah menolaknya beberapa kali, tapi akhirnya, dengan
ketua OSIS yang menjadi fan yang sangat menyukai Klub Film, sutradaranya, Haruki, tertelan
oleh antusiasmenya, dan penayangan itupun juga sudah diatur.

“Kau tahu, ada sebuah adegan yang sangat ingin kumasukkan.”

“….Tapi kita tidak punya waktu yang tersisa, kau tahu? Apa kau sudah membicarakannya
dengan Yuu?”

“Menyenangkan sekali di luar hari ini. Rasanya seperti hari ini adalah hari yang sempurna
untuk merekam film.”

“Seperti kataku, apa kau sudah mendikusikan jadwalnya dengan Yuu?”

“Tak ada waktu untuk menunggu lagi! Mochita, ambil kameranya!”

♥♥♥♥♥

Keduanya pergi ke taman yang berjarak cukup dengan berjalan kaki sebenatar dari stasiun.

Memang taman itu akan ditutup,tetapi dengan ayunan dan tempat duduk yang terwarnai warna
matahari terbenam, itu adalah kesempatan yang sempurna untuk memfilmkan beberapa jejak
kaki yang bagus, seperti yang Haruki katakan.

“Hei, bukankah gadis yang baru saja itu terlihat seperti Natsuki?”

“Kau yakin itu bukan orang lain? Kau melihat banyak gadis berpakaian seperti itu.”

“Ya, tentu saja. Mereka semua memakai seragam yang sama. Tapi kau tidak banyak melihat
gadis dengan gaya rambut seperti itu....”

Tak yakin jika Haruki hanya bercanda atau benar-benar serius, Souta akan mengatakan
jawaban, tetapi memandang orang tertentu, ia berhenti.

Ada seseorang yang kenali berdiri di atas kotak pasir.

Walau sedikit terpukau oleh suasan di sekeliling laki-laki itu, Souta perlahan mendekatinya.

Dan laki-laki itu sepertinya juga menyadarinya mendekat, dan berbalik untuk bertatap muka
dengannya.

‘Aku tahu, itu Yukki....’

“Apakah kau tinggal di sini? Bukankah rumahmu ada di sisi lain kota?”

“....Ah begitu. Jadi Mocchi dan Serizawa-kun tinggal di sekitar sini, juga.”

Walaupun ia merasa sesuatu salah tentang kata-kata Koyuki, Souta mengangguk.

106
“Sutradara kami terus berkata tentang adegan tambahan yang harus ia masukkan dalam film
tak peduli apapun, jadi....”

Ia memosisikan keningnya melihat Haruki, yang punggungnya menghadap mereka dan ia


menyibukkan diri dengan menyiapkan posisi kamera.

Koyuki melempar pandangan dan berkata sembari mengangkat bahunya, “kalau begitu kau
pasti sangat sibuk.”

“Bagaimana denganmu, Yukki? Apa yang kau lakukan?”

“....Ada sesuatu yang kurencanakan akan kulakukan, tapi aku tak bisa.”

“Ehh?”

Souta melihat Koyuki, bertanya-tanya jika ia salah mendengar sesuatu, tetapi Koyuki melihat
ke luar taman.

‘Jangan-jangan dia menunggu seseorang? Tapi dia bicara dengan kalimat lampau, juga....’

“Hei, soal yang kau katakan sebelumnya!”

Haruki berteriak sembari mengencangkan kaki tripod.

“Kau bilang jika Mochita dan Aku tinggal di sekitar sini, ‘juga’, jadi siapa lagi yang kau
maksud?”

Souta membuat suara tanda mengerti, baru saja ia tahu mengapa kata-kata Koyuki terasa ganjal
sebelumnya.

Ia mengingat gadis yang mereka lihat di perjalanan menuju ke taman, dan secara bertahap ia
mulai menyusun potongan itu.

Hal yang telah Koyuki rencanakan dan lakukan, tapi ia belum bisa melakukannya—

“Kau adalah teman baik Serizawa-kun, juga, jadi kau pasti penasaran tentang hal itu, kan?”

Haruki meledakkan tawa pada sugesti berani Koyuki, bagai ia menemukan sesuatu yang lucu
tentang hal itu.

“Nah, kau hanya salah faham. Maksudku, Yuu bukan hanya teman masa kecilku, kau tahu?”

‘Ah, benar juga. Ada aku juga, kan? ....Tapi mungkin bukan itu intinya.’

Koyuki terlihat bingung untuk sesaat, tetapi ia segera menyadari apa yang Haruki mengerti.

“Enomoto-san teman masa kecilmu, juga, bukankah begitu?”

“Benar. Jadi, apa kau berencana untuk ‘menyatakaan perasaan,’tapi tak bisa melakukannya?”

107
Bagaikan membayar kembali apa yang Koyuki katakan, Haruki menanyakan pertanyaan licik.

Sementara Koyuki masih tersenyum di wajahnya, Souta, yang mendengar dari garis saping,
mulai panik.

“H-hei, tunggu dulu, Haruki! Kita tak bisa ikut campur seperti ini hanya karena kita adalah
tean masa kecil!”

“Itu adalah isu yang datang sebelum menyatakan perasaan.”

“Yukki kau juga1 kau tak harus mengatakan sesuatu jika kau tak ingin....!”

Mengesampingkan usaha Souta untuk menghentikan hal ini, Koyuki melanjutkan, tanpa
merasa terganggu.

“Aku hanya dengan mudahnya melihat Enomoto-san pergi, tak bisa mengatakan apapun.”

Koyuki memberi tahu hal ini pada mereka tanpa ada perbedaan, tapi ada sesuatu yang
menyedihkan dengan nada bicaranya.

Souta merasa sedih hanya dengan mendengarnya dan melihat Koyuki yang merendahkan
pandangannya

‘Kira-kira jika Yukki berfikir untuk erendahkan diri karena hal itu..’

“Apakah kau yakin jika hal itu bukan karena kau tidak bisa menyatakannya, tapi karena kau
memilih untuk tidak melakukannya?”

Haruki bertanya pada Koyuki, mengutarakannya mirip dengan apa yang Souta katakan
sebelumnya.

Koyuki mengangkat wajahnya dengan terkejut, bibirnya bergemetar.

“Aku tidak pernah menyangkanya akan menerima perasaanku. Tapi, setidaknya, aku berfikir
aku akan memberi tahukannya perasaanku.... aku mencoba mengubah penampilanku,
bagaimana aku terlihat dari luar, tapi.... itu tidak berguna.”

‘Tidak mungkin....Tapi ia berusaha begitu keras....’

Souta menjadi lebih sedih melihat bagaimana Koyuki tidak akan menyadari usahanya sendiri.

Tapi dengan bagaimana Koyuki berbicara bagai ia telah memberikan pemikiran penuh untuk
hal ini, bahkan Haruki tak bisa mengatakan apapun.

“Aku tahu jika perasaanku ini hanya akan menjadi beban untuknya.”

“Itu tidak....”

Tak bisa menahannya lebih lama lagi, Souta mencoba memotongnya.

108
Tapi Koyuki hanya tersenyum lembut dan menggelengkan kepalanya meninggalkan Souta
tanpa pilihan lain tapi selain dia

“....Itu karena Natsuki punya orang yang ia sukai, kan?”

Haruki bergumam, tapi tidak sebagai bentuk pertanyaan sungguhan.

Untuk beberapa alasan, kalimat itu bagai menghantam saraf Souta.

“Bahkan jika ia punya orang yang ia sukai, itu bukan berarti perasaan Yukki akan menjadi
beban!”

Souta begitu sedih, dan berteriak dengan suara yang lebih keras dari yang ia maksud.

Koyuki melebarkan matanya, tapi ketika ia berbicara, ia bagai acuh seperti sebelumnya.

“Itu juga adalah satu cara untuk melihatnya.”

‘Bagaimana bisa Yukki begitu tenang tentang hal ini?’

Sudah jelas jika Koyuki begitu terkejut, tapi ia mencoba untuk tidak menunjukkannya.

Dia jauh lebih kuat, dan bermartabat, daripada yang pernah Souta bayangkan.

“Mungkin....”

Suara Koyuki menyebabkan sedikit ketegangan di udara.

Ia bisa menebak jika Koyuki ragu untuk melanjutkan, jadi Souta memberi anggukan kecil bagai
menyemangatinya. Haruki juga mengabaikan kameranya, dan menunggu dengan penuh
perhatian.

“Mungkin jika aku memberi tahu perasaanku padanya, itu mungkin akan menjadi sesuatu
seperti kekuatan untuknya, atau membantu mendorongnya maju. Tapi, aku membayangkan
hasil yang berbeda....”

Berapa lama lagi keheningan ini berlangsung?

Kehilangan dirinya sendiri di tengah nyanyian serangga musim gugur, Souta hanya menunggu.

Akhirnya, Koyuki terlihat telah memutusukan sesuatu, dan memberi tahu mereka perasaannya
yang sesungguhnya.

“Natsuki adalah orang yang baik, jadi kufikir dia akan khawatir tak bisa membalas perasaanku.
Bahkan walau ia menolakku, kufikir perasaanku itu akan terus tersisa di dalam hati Natsuki,
menjadi beban untuknya, dalam waktu yang lama.”

Souta merasa ia bagai diserang tepat di kepala. Itu adalah perpanjangan dari rasa terkejutnya,
begitu banyak hingga ia lupa bernafas.

109
‘Tapi aku tidak mengerti mengapa perasaan Yukki harus menjadi beban untuk Natsuki.... Sejak
awal, apa dia sudah berasumsi jika ia akan ditolak?’

Karena Souta selalu berfikir rendah tentang dirinya, tak pernah memgang harapan tinggi akan
perasaannya yang terbalas, mungkin itulah mengapa ia begitu sedih dengan Koyuki.

Tetapi kata-kata tulus Koyuki sama sekali tidak menyampaikan kesan yang sama seperti itu.

‘Yukki menerima kenyataannya, dan meletakkan perasaan Natsuki lebih dulu pada
akhirnya....’

Dia pasti telah elewati rasa shok yang ketika ia sadar ia tak bisa emiliki hubungan apapun
dengan Natsuki.

Tapi disamping itu, Koyuki memilih untuk menghindari melukai Natsuki dengan segala
kemampuannya.

Walau jika itu berarti harus mengorbankan perasaannya sendiri.

Beberapa orang mungkin mengatakan jika ia pecundang karena membiarkan sesuatu berakhir
tanpa pernah menyatakannya.

Tapi Souta tahu jika pilihan Koyuki itu dengan luar biasanya bisa dikagumi.

‘Jadi ada sesuatu seperti cinta, juga....’

Saat itu, ia merasa seperti secercah cahaya bersinar hingga ke dasar hatinya, yang telah terpilin
begitu lama.

Tak peduli siapa yang Akari sukai, ia tak bisa membuang perasaannya.

Walau jika ia tak bisa mendukung cinta Akari, ia masih bisa mengawasinya.

‘Aku tak peduli jika perasaan ini satu-sisi; aku akan memberi cinta yang cukup untuk kami.’

Mengulangi kata itu pada dirinya sendiri kalimat yang ia dengar di film yang ia tonton
semalam, Souta melihat ke langit.

Hanya ada beberapa bintang terang di langit musim gugur, dan tak ada yang mencolok seperti
Segitiga Musim Panas.

Tetapi itulah yang membuat nebula yang besar dan gugusan bintang terlihat lebih mencolok.

“Aku yakin hal itu sama seperti hubungan ini.”

Sebelum seorangpun bisa mendengar kata-kata gumaman itu, kata-kata itu tersapu oleh angin.

110
Solusi 7
——

Hanya dalam sehari, dengan beberapa kata, hidupmu bisa berubah secara drastis.

Tapi untuk membuatnya menjadi kenyataan, kau butuh keberanian.

“Aku sudah menyelesaikan manganya, jadi aku akan menyatakan perasaanku hari ini!”

Natsuki mengatakannya pada Akari dan Miou, dan terang-terangan menuju ke medan perang.

Dan dengan pengumuman yang menggembirakan itu, ia mengajarkan pada mereka jika
keberaninan bisa mengubah segalanya.

Dia memberi tahu mereka tentang bagaimana ia begitu gugup bahkan selama latihan
pernyataan cinta, jadi saat melakukan yang sungguhan pasti sepuluh kali lebih buruk.

Lagipula, orang yang akan Natsuki nyatai perasaan adalah teman masa kecilnya yang tinggal
tepat bersebelahan dengan rumahnya. Hal itu sebenarnya tak ingin Akari fikirkan, tetapi misal
saja perasaan Natsuki ditolak, maka ada resiko pertemanan mereka akan hilang, juga.

‘Tapi Nacchan tidak melarikan diri.’

Itu mungkin bukan karena dia percaya diri tentang kesempatannya sukses. Dia hanya dengan
mudahnya pergi untuk melihat Yuu dengan dada yang penuh perasaan untuknya.

“Aku akan memberi tahu kalian detailnya besok di sekolah.”

Dengan jantungnya yang berdetak melihat kalimat terakhir di pesan, Akari mendapat masalah
karena tak bisa banyak tidur malam itu.

Pagi ini, jam alarmnya berhenti berbunyi jauh sebelum ia berlari tergesa-gesa keluar rumah
tanpa memakan sarapan apapun. Dia tidak ingin melewatkan satu detikpun apa yang akan
Natsuki katakan.

Tapi, walau begitu….

Situasi itu telah berbalik ke luar dari ekspetasi Akari.

Mendengar suara bel makan siang, Akari bertukar pandang dengan Miou.

Sama seperti segala hal, pastilah tahap pertama itu yang paling penting, dan setelah apa yang
mereka lihat pada Natsuki dan Yuu sejak pagi itu, keduanya seperti dikuasai oleh ketidak
nyamanan yang tak bisa digambarkan.

“Miou-chan, apakah kita harus pergi ke ruang seni hari ini? Atau ke ruang persiapan?”

111
“Aku tidak tahu…. Tidakkah dia akan langsung menyadarinya?”

Saat mereka bersandar dekat satu sama lain dan berbicara dengan berbisik, mereka merasa
seseorang mendekati mereka dari belakang.

Akari merasa jika ia tidak harus berbalik, jadi sebaliknya, Natsuki lah yang berbicara terlebih
dahulu.

“Apa kalian membicara soal tempat makan siang hari ini? Cuacanya bagus di luar, jadi kenapa
kita tidak pergi ke lapangan?”

Sesuatu yang buruk terjadi. Bukan, masih terlalu cepat untuk menyerahkan harapan itu.

Akari dengan canggung membalikkan kepalanya, dan memastikan Natsuki dengan penuh
kerumitan,

“Maksudmu, kita bertiga?”

“Eh? ….Ah, tentu saja! Apa kau akan mengundang orang lain?”

Nacchan, kau yang harusnya mengundang orang lain!

Menahan rasa dorongan untuk membuat jawaban balik, Akari melihat Yuu.

Kelihatannya Yuu akan pergi ke kantin dengan Souta, begitupula Haruki, yang datang dari
kelas sebelah.

‘Eh-Ehh? Tunggu, bahkan Setoguchi-kun….?!’

Dengan wajahnya yang memucat, Akari melihat Miou untuk meminta bantuan.

Tetapi alis Miou juga berkerut, terlihat seperti mencoba mencari jalan keluar.

Kalau begini, Natsuki dan Yuu akan berakhir makan siang terpisah.

‘Tidak, apapun tetapi tidak itu! Aku harus melakukan sesuatu!’

Meyakinkan diri jika ia cukup keras untuk Yuu dan yang lain dengar, Akari menanyakan
Natsuki,

“N-Nacchan, apa tidak ada orang lain selain kami yang ingin kau ajak makan bekal?”

“It-itu benar! Fikirkan dengan keras, oke?”

Terima kasih pada Miou yang dengan segera menerobos percakapan, dan sepertinya mereka
sukses mendapat perhatian Yuu dan yang lainnya.

Lega mendengar mereka berhenti berjalan, Akari melanjutkan agar Natsuki menyadari
maksudnya.

112
“Seperti, contohnya…. P-pacarmu?”

Jauh dari pukulan bola lurus, kalimatnya itu hanyalah lemparan liar yang sekeras bola yang
cepat.

Walaupun dia tidak berencana untuk mengatakannya seperti ini, sudah terlambat sekarang.

Seperti yang diharapkan, itu cukup bahkan bagi Natsuki untuk mengerti, membuat ekspresinya
membeku di tempat.

“Itukah yang membuat kalian bertingkah aneh sejak pagi ini?”

Berbicara sepelan yang ia bisa, Akari dan Miou menggenggam tangan satu sama lain.

“Maksudku! Baik kau dan Setoguchi-kun bertingkah sama di sekitar satu sama lain seperti
biasanya!”

“Nacchan, aku tahu kau mungkin hanya malu, tapi jika kau bersama kami, itu mungkin akan
lebih sulit bagi Setoguchi-kun untuk datang dan berbicara padamu….”

Sekarang karena sudah sampai seperti ini, mereka tak punya pilihan lain selain untuk
memberitahu Natsuki segalanya, tetapi Natsuki hanya mengangkat bahunya dengan ceroboh.

“T-Tak apa! Bagi Yuu dan aku, ini biasa!”

Tiga yang lain yang melihat dari samping juga kelihatannya mengerti apa yang coba Akari
katakan.

Haruki menyemburkan tawanya, Souta menahan tawanya, dan Yuu memerah hingga ke telinga
dan melihat ke arah langit-langit.

“Bukankah aku sudah memberitahumu? Bermain begitu hanya akan menyebabkan kesalah
pahaman?”

Haruki memhamai hal ini dengan serius, tapi ia dengan jelas tersenyum seperti yang biasa ia
lakukan.

“Akan terlihat bodoh jika orang lain mulai berfikir kau putus di hari setelah kalian jadian.”

Souta menambahkan dengan pandangan lembut di wajahnya, tetapi ujung mulutnya gugup,
juga.

“Ya,ya, katakan apa yang kau inginkan.”

Yuu sepertinya menganggap kata-kata mereka dengan cukup kasar, saat wajahnya masih
memerah seperti sebelumnya.

Jelas sekali jika ia juga malu semalu Natsuki.

‘Haha. Semua itu entah mengapa terasa mengharukan.’

113
Menekan jari di wajahnya seperti biasa membuat sebuah senyum merekah, Akari memandang
penuh kepuasan adegan di depannya.

Tetapi Yuu segera berbalik ke arah mereka.

“Sama juga untukmu, Hayasaka. Dan kau juga, Aida.”

“B-benar!”

Baik Akari dan Miou menjawab di saat yang sama saat mereka disebut.

Dan tepat seperti yang kau lihat di manga, mereka bahkan sedikit melompat di tempat.

“Auu, gertakan apa ini~ Yuu merayu para gadis~”

“Jangan mengatakan hal itu, Haruki, Yuu cukup trauma karena takut seperti itu juga, kau tahu.”

“Hmm, aku tidak ingat membesarkannya menjadi pengecut, walau begitu.”

Sat Haruki dan Souta bergurau bersama tanpa menahan apapun, bahkan Natsuki ikut
bergabung.

Mereka benar-benar kompak sebagai teman masa kecil. “Kau tahu, benar-benar melelahkan
harus berurusan dengan kalian yang terus bermain-main seperti itu! Biarkan aku fokus pada
satu hal, oke?!”

“Setoguchi-kun entah kenapa mengingatkanku pada ibu.”

“Ah, aku juga.”

Miou bergumam, dan Akari setuju dengan suara yang sama pelannya.

Keduanya mulai tertawa di saat yang sama. Yuu mendengar mereka dan hingga di titik Haruki
dan lainnya berkata, dengan memastikan, “lihat?”

“Bahkan Hayasaka dan Aida bergabung dengan kalian juga!”

“Ya,ya. Berhenti membuat wajah meminta maaf itu dan cepat katakan apa yang ingin kau
katakan.”

Walaupun hal itu pernuh paksaan, Natsuki membawa percakapan itu kembali ke jalurnya, jadi
Yuu mengambil nafas panjang sebelum bicara.

Karena Yuu sudah memalikkan badannya, Akari melihat teman sekelasnya yang setinggi 180
centimeter itu, mereka sedikit gugup.

“Aku tahu kalian khawatir, tapi kita baik-baik saja. Em, bagaimana aku harus
mengatakannya…. Walaupun kita jadian sekarang, kita akan selalu menjadi teman masa kecil

114
seperti sebelumnya, jadi akan sulit jika tiba-tiba berubah. Ya, kufikir aku akan lebih baik
dengan kedekatan kami sekarang, jadi….”

Akari begitu terpukau akan Yuu yang berbicara tanpa ragu.

Menjadi orang yang sensitif akan orang lain, Akari tahu jika Yuu biasanya memilih kata-
katanya dengan hati-hati ketika bicara. Dipasangkan dengan Natsuki, yang selalu berterus
terang akan apa yang mereka fikirkan, Akari menyadari jika mereka akan jadi tim yang cocok.

‘Tetapi… ada sesuatu yang tidak beres tentang hal ini….’

Melihat Miou, Akari juga melihat ia kebingungan, juga.

Dan untuk Natsuki, yang berdiri di sampingnya, ia mencoba memandangi lantai dalam diam.

‘Ya, ini tidak baik!’

Mungkin dia hanya ingin ikut campur, tapi ia tak bisa hanya berdiri dan tidak melakukan
apapun ketika salah satu teman terdekatnya begitu kecewa.

Mengambil langkah maju, Akari memandangi Yuu, yang hampir pergi.

“Setoguchi-kun! Apa kau sudah membicarakan ini dengan Nacchan?”

“….Ehh?”

Akari membuat Yuu terkejut bagai memastikan kecurigaannya.

‘Aku tahu itu! Jadi dia benar-benar belum berbicara dengan Nacchan….!’

Tiba-tiba dipenuhi oleh kesedihan, Akari diserang perasaan yang tidak nyaman di dadanya.

“Kau harus mendengarkan apa yang Nacchan ingin katakan! Bahkan walau dia tidak
mengatakannya, aku yakin Nacchan ingin makan siang denganmu. Sama halnya dengan
berjalan pulang bersama sepulang sekolah, dan bergandengan tangan…. Oh, dan pergi makan
kue bersama juga terdengan bagus!”

Akari tanpa fikir panjang mengatakan ide bagus yang datang padanya, sebelum akhirnya
kembali ke kepekaannya.

Natsuki, Miou, dan juga yang lainnya, terdiam.

‘Oh, betapa memalukannya….’

Merasa canggung sekarang, Akari menjatuhkan pandangannya ke lantai.

‘Apakah aku berlebihan? Maksudku, dua sebagiannya itu hanya dipenuhi dengan apa yang
ingin kulakukan….’

115
“Yuu, yang baru saja itu adalah pengetahuan gadis. Jadi pastika kau memanfaatkannya dengan
baik.”

Ada suara seseorang menepuk pundak Yuu, diikuti oleh suara Souta.

Mengambilnya sebagai sinyal, Haruki dan Natsuki juga mulai mengobrol.

“Jadi dasarnya, jangan menahan diri dan tunjukkan dirimu sebagai pacar.”

“Tapi jika Yuu dan aku bergandengan tangan di depan Haruki hanya karena dia
mengatakannya….”

“Dia mungkin akan memberi tahu kita sesuatu seperti, ‘Untuk apa kalian merayu?’”

Sembari Haruki berbicara dengan serius, Natsuki dan Yuu bergabung untuk mengerjainya.

“Ya, tepat sekali!”

“Kalian berdua hanya tidak sadar, kan? Bermesraan satu sama lain sementara orang lain
menertawaimu itu bagian yang terbaik, kan?”

“Diamlah, Mochita.”

Lagi, keduanya begitu kompak.

Tersemangati oleh suara semangat di sekelilingnya, Akari perlahan menaikkan pandangannya.

Dari pandangan wajah semua orang, sepertinya tak ada satupun yang tidak bahagia saat ini.

Kenyataannya, mereka semua tertawa dan tersenyum dengan gembira.

‘S-syukurlah….’

Saat ia menggosok hidungnya, seseorang menarik lengan blazernya.

Melihat siapa itu, ia melihat Miou, yang tersenyum lebar dan mendekat untuk berbisik,

“Tak perlu khawatir. Kufikir akan menyenangkan bergandengan tangan pulang, atau pergi
untuk kencan sepulang sekolah, juga.”

“….M-Miou-chaaaan! Aku mencintaimu~!”

Tak bisa menahan dirinya, Akari melempar tangannya untuk memeluk Miou, dan entah
mengapa, baik Haruki maupun Souta terlihat gelisah.

Sebelum ia punya waktu menyadarinya, Akari merasakan berat di punggungnya.

“tidak Adiiil! Aku juga mencintai kalian, tahu!”

Melihat wajah merajuk Natsuki, baik Akari dan Miou tak bisa berhenti tertawa.

116
“Hati-hati, pacarmu sudah selingkuh darimu.”

“….Tak apa. Aku hanya perlu membuktika pada mereka siapa pacarnya yang sesungguhnya.”

“Woah! Lakukan itu, Yuu!”

Mendengar percakapan antara Haruki dan yang lain di belakangnya, wajah Natsuki memerah.

Sementara hampir meneteskan air mata bahagia, Akari melepas tangan temannya, yang terlihat
amsih memiliki masalah untuk jujur pada dirinya sendiri.

“Pergilah, Nacchan.”

“….Oke.”

Suaranya sedikit lebih tinggi dari bisikan, tapi ia jelas mengangguk.

Setelah itu, ia menggenggam tangan Yuu, dan keduanya pergi meninggalkan kelas bersama.

‘Mereka begitu menyilaukan…. Ah, apakah seperti ini ‘harapan’ terlihat?’

Potongan hilang yang telah ia cari selama ini telah jatuh tepat di tangannya.

Dia menggenggam tangannya membentuk kepalan bagai menggenggamnya erat, dan bergerak
cepat ke pintu.

Jika dia tidak segera dan menggambarnya sekarang, dia merasa potongan itu akan lari darinya.

“Tunggu dulu, Hayasaka! Mengapa kita berempat tidak makan siang bersama hari ini?”

“….Ehh? kita berempat….?”

“Hayasaka, Miou, Mochita, dan aku.”

Menunjuk dirinya di akhir, Haruki menunjukkan senyuman lebar.

“Aku tidak yakin….”

Akari bergumam, hampir seperti bicara pada dirinya sendiri, membuat Haruki memiringkan
kepalanya dalam bingung.

“Ada apa? Apa kau merasa tidak enak badan?”

Saat Haruki memaksa sebuah jawaban, Akari berpura-pura memandang jam di dinding untuk
memastikan Miou.

‘Miou-chan terlihat kesusahan….’

Sebelum, Miou yang mungkin dengan senang menerima undangan untuk makan bersama.

117
Tetapi sejak ia tahu jika Haruki punya orang yang ia suka, ia terlihat seperti mencoba menjaga
jarak dari Haruki.

Itulah mengapa ketika Haruki menyapanya lain hari, Akari berakhir dengan sengaja
mengabaikannya, juga.

Walaupun mereka berdua tidak jadian, cara mereka berjalan pulang bersama setiap hari
membuat mereka terlihat seperti itu. Jika Haruki tidak menyadarinya, itu hanya membuat
segala hal lebih sulit.

‘Serizawa-kun sepertinya dia berjuang untuk bagaimana bertindak kepada Miou-chan, dan
lagi….’

“Aku seperti satu-satunya yang ditinggalkan….”

Souta bergumam di luar topik.

Itu adalah pernyataan yang tak jelas siapa penerimanya, tetapi itu tak terdengar seperti nuansa
yang positif.

Khawatir, Akari melihatnya, tetapi ketika mata mereka bertemu, Souta balik tersenyum lembut.

‘Apa aku hanya salah dengar?’

Sebelum ia bisa bertanya untuk meyakinkan diri, Souta meletakkan satu tangannya di sekeliling
pundak Haruki.

“Maaf untuk mengecewakanmu, Haruki, tapi kita masih punya pekerjaan mengedit film.
Karena kita mengatakan pada Yuu kita akan menyelesaikan sisanya, kita harus memenuhi
perkataan kita, kan?”

“Uhh… setidaknya tidak bisakah kita istirahat makan siang….?”

“Setidaknya? Selain itu, kapan kita bisa menggunakan waktu seperti ini untuk bekerja? Jangan
meremehkan merepa banyak yang bisa kau selesaikan saat istirahat makan siang! Itu waktu
yang berharga, jadi yo kita menyelesaikan sebagian besarnya.”

Souta tersenyum dan menarik Haruki sebelum ia bisa berkesempatan untuk protes.

Bagai mereka yang dtinggalkan, Akari dan Miou berdiri di sana terdiam selama beberapa saat.

“….Haruki-kun sepertinya sangat gembira, ya?”

Ada sesuatu yang mneyedihkan dari kata-kata Miou.

Dia mungkin tahu alasan mengapa Haruki begitu semangat.

Mendengar hal ini, Akari menyadari untuk pertama kalinya jika itu maksudnya.

“Ah! Oh ya, bukankah kau akan pergi ke suatu tempat, Akari-chan?”

118
Ketika Miou berbicara lagi, ia kembali ke dirinya yang biasa, bagai sebuah saklar yang ditekan.

Tetapi saat Miou melihat Akari dengan mata yang sedikit berair, Akari segera menggenggam
tangannya.

“Miou-chan, kenapa kita tidak makan di ruang seni saja hari ini?”

♥♥♥♥♥

Sekitar seminggu setelahnya, Akari dipanggil ke ruang BK sepulang sekolah.

Merasa enggan, setiap langkah yang ia ambil terasa lebih berat daripada saat terakhir kali ia
pergi ke sana.

Sekolah memintanya untuk membantu pada tugas khusus, tetapi dia merasa tak cocok
melakukannya.

‘Aku tahu harusnya aku menolaknya, setelah semua ini.… tapi bahkan Eri-chan-sensei
memintaku melakukannya….’

Tak peduli bagaimana lambatnya ia berjalan, bertahap dia pasti akan sampai di tujuannya.

‘Sekarang karena aku sudah sampai sejauh ini, kufikir tak ada jalan kembali. Dan selain itu,
mereka bilang aku tidak akan melakukannya sendiri!’

Akari mengambil nafas dalam di luar ruang BK, dan memberanikan diri, iapun membuka pintu.

“H-Halo.”

“Hei, Hayasaka. Jadi orang lain itu adalah kau, ya?”

“…..Serizawa-kun….”

Haruki pasti telah melihat ke luar jendela beberapa saat lalu, karena ia berdiri di dekat jendela.

Melihat Akari memasuki ruangan, ia menyingkir dari jendela dan mendekati meja panjang di
tengah ruangan.

“Para guru bilang mereka akan telat, jadi ayo pergi dulu dan duduk sementara kita menunggu
mereka.”

“B-Baik.”

Akari menjawab dengan instingnya, tetapi ia sadar betapa canggungnya situasi itu.

‘Mungkin dia tidak keberatan dengan apa yang terjadi tempo hari, juga….’

Mungkin juga jika Haruki sepenuhnya lupa tentang Akari yang tidak menghiraukannya
sebelumnya.

119
Akari ragu-ragu akan tempat dia akan duduk, sebelum akhirnya memutuskan untuk duduk tepat
di seberang Haruki.

Haruki melipat tangannya di belakang kepala, dan meletakkan beban punggungnya di kursi
dengan mode santai-penuh. Tak peduli dimanapun ia berada dan dengan siapa, kebiasaannya
tidak pernah berubah.

‘….Tapi, dia selalu terlihat seperti paling menikmati diri sendiri kapanpun saat ia bersama
dengan Miou-chan.’

Mengingat apa yang Miou katakan padanya saat istirahat makan siang di ruang seni minggu
lalu, Akari dengan normalnya menurunkan pandangannya.

Saat mereka berdua sendiri air mata akan mengalir dari mata Miou. Dia pasti menahannya
selama ini, melihat bagaimana terkejutnya ia saat menyadari betapa banyak ia menangis.

“Saat aku pertama kali mendengar Nacchan mulai berkencan dengan Setoguchi-kun, aku
sangat bahagia. Aku dengan ikhlas bahagia untuk mereka.....”

Miou menggigit bibir bawahnya, ragu akan kalimat yang akan ia katakan selanjutnya.

“Miou-chan, ada apa?”

“Aku benar-benar orang yang buruk. Awalnya, tentu saja aku bahagia jika Nacchan bisa
berkencan dengan orang yang ia suka, tapi aku.... aku juga bahagia karena itu artinya Haruki
tidak bisa....”

Tak ingin ia mengatakan hal itu lagi, Akari menarik Miou dan memeluknya.

Jika ia ada di posisi Miou, dia mungkin tak bisa berhenti berfikir seperti itu, juga.

‘Disaat orang yang kau suka menyukai orang lain, tentu saja kau tidak bisa mendukung
mereka.’

Tapi dia tahu jika dia mengatakan itu dengan lantang, hal itu hanya membuat Miou menangis
lebih keras.

Pada akhirnya, yang bisa Akari lakukan hanya berada di samping Miou.

“Walau, aku tidak yakin tentang harus menggunakan foto kita di pamflet.”

Haruki yang berbiara padanya membuat Akari kembali ke kenyataan.

Akari berkedip untuk mengembalikan fokus penglihatannya dan melihat Haruki yang
mengistirahatkan dagu di telapak tangannya dengan tidak bahagia.

“Mereka bilang jika fotonya kecil, jadi kufikir tak apa. Aku lebih khawatir dengan
wawancaranya....”

120
Mungkin karena sikap Haruki yang memimpin balik, Akari sadar ia berbicara tanpa persiapan,
juga.

“Ahh, aku lupa tentang itu.”

Saat Haruki menyeringai, Akari tak bisa berhenti untuk tertawa sedikit.

Sekolah meinta mereka untuk diamsukkan dalam pamflet yang akan dipasang untuk
mengundang minat siswa dalam pemutaran film di SMA Sakuragaoka.

“Kami ingin menunjukkan jika sekolah kami tak hanya aktif dalam dunia akademik, tapi juga
seni dan kegiatan ekstrakurikuler lainnya. Jadi itulah mengapa kami benar-benar akan senang
jika kau juga ambil bagian Hayasaka-san!”

Matsukawa-sensei pernah mengatakan hal itu padanya, tetapi Akari mengesapingkan diri
dengan kerisauannnya

Dia hanya terus melukis dan berpartisipasi di Klub Seni karena dia menyukainya sebagai hobi.
Dia tak punya fikiran tentang apa yang harus ia katakan untuk menunjukkannya seperti yang
sekolah inginkan darinya.

“Ya kita tidak harus benar-benar memikirkannya dengan keras. Itu tidak seperti kita memberi
mereka saran pada ujian masuk mereka atau apapun. Ayo kita tunjukkan pada mereka bagian
menyenangkan dari kehidupan SMA dan menaikkan motiasi mereka sedikit.”

Karena mendengar Haruki mengatakan kata-kata yang sangat ingin ia dengar Akari merasa
ketidaknyaanannya lenyap.

Dan cara Haruki meberinya tawa tanpa beban mebuat detak jantung Akari seakin cepat.

‘....Miou-han, aku yakin dibanding denganmu aku adalah orang yang lebih buruk lagi.’

Ada seesuatu yang ia sembunyikan dari mereka satu persatu.

Dia menyebunyikan fakta jika ia melihat Haruki enyatakan perasaan pada Natsuki.

Dia menyebunyikan fakta jika ia tahu siapa yang Haruki sukai dari Miou.

Dan ia juga bersebunyi dari dirinya sendiri....

“Hei, Hayasaka.”

Mendengar Haruki memanggil namanya, Akari mengangguk dalam rasa bersalah, dan
menurunkan tatapannya.

Haruki membenarkan letak duduknya dan melihat langsung pada Akari.

Ada satu saat sebelunya ketika Haruki menatapnya dengan begitu serius hingga membuat bulu
kuduknya merinding.

121
Saat itu selama pertemuan yang mereka adakan sebelum liburan musi panas di Ruang Persiapan
Seni.

“Katakan, menurutmu warna apakah ‘cinta’ itu?”

Suara Haruki begitu biasa saat seperti saat ia menanyakan tentang cuaca hari ini.

Tapi saat ia menunggu jawaban, tatapan memakunya itu membuat kontras yang kuat.

‘Terima kasih untuk lukisannya.”

“....Ehh?”

“Kau tahu, lukisan dengan bunga sakuranya. Yang kau lukiskan untuk film kami.”

Dengan nada, tatapan, dan kata-katanya yang begitu tidak cocok, Akari menyadari jika dirinya
kehabisan kata-kata.

Melihat Akari dalam diam menggelengkan kepalanya, mata Haruki melembut sedikit.

“Setelah melihat lukisanmu, aku mengubah adegan terakhir. Awalnya, aku berencana untuk
membuatnya menjadi bertepuk sebelah tangan. Baik heroine dan senpai memiliki rasa yang
sama, tapi tak bisa mengatakannya.”

“....Apa yang membuatmu mengubahnya?”

Akari bertanya, tapi ia punya firasat jika ia sendiri sudah tahu jawabannya.

Sebagian darinya adalah penolakan, mengatakan jika tak mungkin jika itu maksudnya.

Tapi jika hal itu sesuai dengan apa yang ia bayangkan, kalau begitu—

“Saat kau melihat lukisan itu, kau merasa ada perasaan khusus, kau tahu? Rasanya seperti kau
bisa melihat secercah harapan, dan tak ada cara bagiku untuk mengakhirinya sebagai kisah
cinta tragis.”

Cara Haruki mengatakannya membuat Akari ingin menangis. Seperti tak ada cara lain untuk
melihatnya.

‘Lukisanku benar-benar bisa mengubah akhirnya....’

Dan ketika Haruki mengatakan padanya jika ia melihat “secercah harapan,”ia merasa ia telah
menemukan jalan keluar dari lorong tanpa akhir.

“secercah harapan” itulah yang telah Akari cari selama ini.

“....Hayasaka. kelihatannya kau menemukan apa ‘cinta’ itu.”

Saat Haruki mengutarakan kata-kata itu, emosi yang begitu banyak menjadi satu dalam
ekspresinya.

122
Seperti warna yang; entah mengapa menyedihkan, menyenangkan, tidak pasti, dan
kesemuanya itu memburam, lalu menghilang.

Akhirnya yang tersisa hanyalah tatapan tajam lagi.

“Jika kau harus memilih antara waktu untuk berkencan atau waktu untuk melukis, yang mana
yang akan kau pilih?”

Seperti sebelumnya, ia melemparkan pertanyaan pada Akari.

Karena tak ada seorangpun di sana, Akari tak bisa menunggu siapapun untuk menjawab
terlebih dahulu.

Akari menutup matanya, dan menjawab dengan apa yang ia lihat saat melakukannya.

“Sebelumnya, kufikir aku akan mengesampingkan segalanya agar bisa melukis.”

“Oh? lalu bagaimana dengan sekarang?”

“Sekarang, Aku.... Aku ingin keduanya.”

Haruki melebarkan matanya, bagaikan tak percaya dengan jawaban semacam itu.

“Kufikir jika kau pasti akan memilih melukis. Tetapi semua itu hanya masa lalu sekarang,
bukan?”

‘Serizawa-kun... dia terlihat sedih....? atau, lebih seperti kecewa?’

Mungkin ia berfikir jika Akari tidak terlalu peduli dengan lukisan lagi.

Berharap jika hal itu tidak terdengar seperti ia membuat alasan, Akari mulai berbicara lagi.

“Pertanyaan yang kau tanyakan itu.... Bahkan jika itu bukanlah antara melukis dan berkencan,
aku tidak berfikir jika aku hanya akan memilih melukis. Karena melukis itu sudah menjadi
bagian dariku.”

Setelah Akari menjelaskan bagaimana lukisan itu tak bisa dibandingkan dengan apapun,
Haruki menggumamkan nada diam karena mengerti sebelum terdiam.

Dia mengalihkan pandangan, menggaruk belakang kepalanya, dan tertawa pelan.

“Jadi kita benar-benar berfikir dengan cara yang sama.”

Melihat senyum itu, Akari merasa perasaan bahagia menyebar ke seluruh tubuhnya.

Ia tak pernah merasakan hal itu sebelumnya.

’‘Itu ane. Memang bahagia jika dimengerti, tapi....’

123
Terakhir kali seseorang setuju padanya, rasanya lebih menyakitkan, seperti hatinya di
cengekram.

Untuk sesaat—

“Yuu, yang baru saja itu adalah pengetahuan gadis. Jadi pastikan kau memanfaatkannya
dengan baik.”

Ia mengingat suara Souta ketika mereka ada di kelas minggu lalu.

Dia tidak merasakan apapun saat itu, tapi sekarang, entah mengapa, dadanya mulai terasa sakit.

‘Ehh....? Ehh? Perasaan apa ini....?’

Akari merasa ia mungkin tahu alasannya, nama dari kuncup yang membuat jantungnya
berdegup lebih kencang.

Tapi ia memutuskan jika ia belum akan menyebut namanya dengan keras.

Masih ada begitu banya hal yang harus ia lakukan sebelum itu.

“Seri.... Haruki-kun!”

“Y-ya?”

Haruki menjawab dengan mata lebar, terkejut karena volume mendadak dan memanggil
namanya.

‘Kalau diingat, Mochizuki-kun juga mengatakan, ‘Aka.... Hayasaka-san’ sekali.’

Dengan jelas teringat akan ingatan itu, Akari melihat langsung pada Haruki. “Tolong
bertemanlah denganku!”

Saat keheningan mulai terasa di antara ereka Haruki engedipkan atanya beberapa kali berturut-
turut.

Selama itu, Akari menahan pandangannya tetap tegap dan terus memandanginya dengan mata
coklat cerahnya.

“Em, tapi kufikir kita sudah berteman....”

Jawaban yang ia berikan jelas sekali bukanlah yang antiklimaks.

Akari merasa semua kekuatannya meninggalkan tubuhnya, dan merosot kembali untuk
bersender di kursi.

Jika ia memberi tahu hal ini lebih dulu, mungkin hal ini akan berakhir berbeda.

Akari menggelengkan kepalanya dari sisi ke sisi, mengusir fikiran sekilasnya itu.

124
‘Banyak hal terjadi, banyak air mata, dan rasa sakit.... tapi karena aku tidak menyerah karena
semua itu, aku bisa berdiri di sini saat ini.’

“Eh? tunggu, apa hanya aku yang berfikir jika kita berteman?”

“Bukan, bukan begitu…. Terima kasih!”

Kata Akari, dengan segala emosi salam kalimatnya.

Kuncup ini masih belum bisa mekar, tetapi itu bukan berarti akan sia-sia.

Dia yakin jika hal itu akan menjadi kekuatan bagi sebuah kuncup bunga baru.

‘Aku bertanya-tanya mengapa, tetapi aku sangat ingin pergi dan melihat Mochizuki-kun
sekarang.’

Dengan hanya sedikit jarak di antara mereka, mereka berjalan menuruni jalanan di bukit ke
stasiun.

Dan mereka pergi ke Hoshiya di dekat stasiun, dan membagi kue kesukaan mereka satu sama
lain.

Lalu, suatu hari—

125
Epilog
——

Dengan akhir dari cerita Yuu entah dimana, Souta lupa bahkan untuk mengangguk sekarang
dan menunjukkan jika ia masih mendengarkan.

Natsuki, yang duduk bersebelahan dengan Yuu, begitu terbenam berbincang dengan Akari,
yang duduk tepat di seberangnya.

‘Jika saja Akarin duduk tepat dimana Natsuki duduk.’

Saat ia memikirkan betapa inginnya ia bergabung dengan perbincangan yang bisa ia dengar
sedikit bagiannya, Souta menyeruput sisa kuahnya. Souta hampir bisa melihat dasar dari
mangkuknya, tapi untuk Yuu, masih ada beberapa mie yang tersisa.

‘Awalnya, aku sangat bahagia tentang duduk bersebelahan, tapi aku bahkan tidak benar-benar
bisa melihat wajahnya kalau begini!’

Tapi ia terlalu malu untuk bertukar tempat duduk sekarang.

Memutuskan untuk menggunakan kekuatannya sendiri dalam situasi ini bahkan , Souta
menatap Yuu keras.

“Em, Yuu?”

“Dan dia bahkan menggunakan makeup, juga. Saat aku sadar ia terlihat jauh berbeda dari
biasanya, aku merasa benar-benar aneh….”

“A-eh- emm.”

Dikuasai oleh ketegasan Yuu, Souta segera kembali ke bagian pasif pembicaraan sekali lagi.

“Tapi dia tetap mengenakan hoodie kesukaanku sebagai piama di rumah. Dia benar-benar
memperlakukannya seperti barang lengseran, walaupun jelas-jelas itu pakaian laki-laki.”

“Ah-emm.”

“….Mochita, kau bahkan tidak mendengarkanku, kan?”

“Ah-emm.”

Saat Souta menyadari kesalahannya, Yuu sudah mengulurkan tangan ke dahi Souta.

Tak bisa menghindari tepat waktu, ia menjentik di dahinya, yang, secara biasa, membuat Souta
membalas.

“Hey, this is your own fault, you know? Talking on and on about Hina like

126
“Hei, bukankah ini salahmu, kau tahu? Berbicara lagi dan lagi tentang Hina seperti itu~”

Adik perempuan Yuu, Hina, adalah murid kelas satu SMA Sakuragaoka.

Di antara Souta dan teman masa kecilnya, dialah yang paling berharga bagi mereka, dan
Haruki, khususnya, sangat suka memanjakannya.

‘Ya, tentu saja, kita benar-benar bukan tandingan kakak kandungnya’

Bukan seperti Souta tidak tertarik mendengar pembicaraan tentang Hina, tapi pasti ada batas
untuk segala sesuatu. Yang paling buruk, bahkan walau Akari ada di sini, kenyataan jika ia tak
bisa berbicara pada Akari itu terlalu berlebihan. ‘Kufikir aku tak punya pilihan lain selain
mengatakannya dengan jelas.’ Menetap pada kenyataan ini, Souta berusaha untuk berbicara
dengan tenang. “Tidakkah dia akan mulai membencimu jika kau terlalu menjengkelkan?”

“Tidak, dia tidak yang terganggu. Bahkan walau aku sibuk belajar, dia selalu menggangguku.”

Dia menjawab langsung tanpa basa-basi. Dan lansung kembali membicarakan Hina, juga.

‘Ini benar-benar percuma….’

Souta menatap Natsuki dengan tatapan “tolong aku”, tapi ia hanya mengangkat bahunya.

“Aku sudah mendengar semua ini sebelumnya, jad itu mungkin giliran Haruki setelahmu.”

“Uhh! Aapakah Hina yang mengenakan makeup itu begitu mengejutkan?”

“Yuu, di saat kau masuk SMA, kau mulai membeli banyak majalan berbeda dan pergi ke
beberapa salon yang berbeda dan banyak hal seperti itu, kau ingat? Koutaro juga melewati
masa seperti itu sekarang.”

Natsuki menggelengkan kepalanya saat mendengar nama adik laki-lakinya yang sekarang
duduk di kelas satu seperti Hina, disinggung.

Souta juga samar-samar mengingat sesuatu yang hampir mirip, dan tak bisa berhenti sedikit
tertawa.

“Y-ya, kalian melewati banyak hal selama itu.”

“Gadis juga begitu, kau tahu. Itulah mengapa Yuu mungkin khawatir jika Hina-chan punya
pacar atau—….”

“Mana mungkin!”

Awalnya memang tak jelas saat ia menyangkal kenyataan jika ia khawatir jika Hina memiliki
pacar.

Sebelum Natsuki bisa menyelesaikan kalimatnya, Yuu memotong, berteriak, “tidak mungkin
dia dari sekian banyak orang memiliki pacar!” sembari memegangi kepala dengan tangannya.

127
“Bahkan ketika prempuan tak punya alasan melakukan sesuatu, dikatakan jika laki-laki yang
mencoba mencari alasan akan menderita patah hati.”

“Apa itu kutipan dari film?”

Souta mencoba terdengar bijak saat ia mengatakan kalimat itu, tapi ia terdiam ketika Akari
menanyakannya pertanyaan yang polos.

“….Y-ya. Aku belum pernah melihat film itu sebelumnya, tapi itu ditulis di buku naskah….”

‘Aku seharusnya tidak mengatakannya begitu mudah. Dia mungkin berfikir jika aku sangat
tidak keren.’

Dengan ragu memandang Akari, ia terlihat terkejut melihat Akari tersenyum padanya.

“Begitu. Lalu apa kau melihatnya bersamaku?”

“T-tentu saja!”

Saat Souta berteriak bersamaan dengan pose kemenangan, Yuu berkata dengan wajah yang
jelas,

“Ya, saat kau masuk universitas, kau pasti akan bekerja paruh waktu di sebuah izakaya.”

“Ahaha, aku bertaruh Yuu dan Haruki akan pergi ke sana sepanjang waktu.”

Mendengar suara ceria Natsuki, Souta segera memandang Yuu.

Dia begitu yakin Yuu menyadarinya, tetapi dengan sengaja memilih tidak untuk melihat balik.

Rekasi itu memastikan kecurigaan Souta.

‘….Natsuki tidak tahu tentang Haruki kuliah ke luar negeri.’

“Omong-omong, ramen di sini benar-benar enak!”

“Ya, sayang sekali Miou-chan dan Serizawa-kun tak bisa datang.”

Yuu dan Souta dalam keheningan saat keduanya meratapi ketidak hadiran teman mereka
lainnya.

Mereka berdua tidak tahu apapun tentang Haruki yang pergi kuliah ke luar negeri, atau alasan
mengapa Miou dan Haruki tidak di sini.

Ada kemungkinan jika Miou tidak tahu, juga.

Souta tak yakin lagi apa kenyataannya.

Tapi ia tahu jika perasaannya ingin agar hubungan teman masa kecilnya berjalan lancar itu
nyata.

128
‘Semoga beruntung, Haruki….!’

Saat ia mengirim sorakan mental untuk penyemangat, rambut hitam melayang di


penglihatannya.

“Jadi, Mochizuki-kun, kapan kita harus melihat film itu?”

Kekuatan penghancur dari Akari mengintip di wajahnya begitu polos membuat Souta berhenti
bernafas.

‘Manisnya! Tidak adil! Tapi itulah bagian terbaiknya! Tunggu….’

“Eh? Kapan? Kita? Film?”

“….Maaf, apa kau hanya bercanda tentang itu?”

Saat pundak Akari merosot kecewa, Souta dengan panik menggelengkan kepalanya.

“T-tidak, tentu saja tidak! Aku serius, benar-benar serius….!”

“Oh, kau membuatku khawatir selama beberapa detik.”

Ia merasa lega saat Akari tersenyum lagi, tapi ia tidak suka cara dua lainnya bergemetar.
Terlihat seperti Natsuki dan Yuu menahan tawanya melihat betapa putus asanya Souta.

‘Tertawalah sesukamu! Tapi jangan katakana apapun.’

Souta memerintah di dalam fikirannya, menatap tajam ke arah mereka berdua.

Teman masa kecilnya memberi Souta dua jempol untuk menunjukkan jika mereka faham
maksud pesannya.

‘Jangan membuatnya begitu jelas! Akari akan menyadarinya!’

Menjadi khawatir, Souta memandang Akari, tapi ia sibuk mencari sesuatu di dalam tasnya.

“Ah, ketemu. Ayo putuskan harinya.”

Saat ia berbicara, Akari meletakkan Handphonenya di meja. Dengan jari yang lentik, ia
mengatur layarnya dan menarik sebuah aplikasi jadwal.

‘Akari, kau bahkan lebih serius tentang ini daripada aku.’

Souta mencubit pipinya sendiri untuk meyakinkan diri jika itu bukanlah mimpi, membuat
matanya dipenuhi air mata rasa sakit dan kebahagiaan.

“O-oh, ya! Bioskop yang ada di dekat stasiun menanyangkan film komedi romansa spesial
akhir pecan ini. Seharusnya masih ada tiket yang tersisa. Bagaimana menurutmu?”

Akari memikirkannya untuk beberapa saat, lalu ia sedikit memiringkan kepalanya

129
“….Aku ingin menoton film apapun tapi jika komedi romansa.”

“EHHHH?!”

Suara teriakan patah hari Souta menggema di seluruh restoran.

Akari tertawa, sementara Natsuki dan Yuu membuang nafas dengan kecewa.

‘Berapa lama aku harus membodohi diri sendiri….?’

Di saat Souta tertawa kering, ia merasa ada tepukan ringan di pundaknya.

“Aku kosong hari minggu sore.”

Akari berbisik padanya, membuat wajah Souta segera cerah.

“A-Akari! Aku mencintaimu!”

Orang yang terakhir ini kau ajak bicara di akhir hari pastilah orang yang ingin kau jadikan
pasangan.

Saat Souta mengingat kalimat dari film kesukaannya, ia dijemur rasa kebahagiaan karena
menyadari jika ia orang yang seperti itu. Memang menyakitkan menjadi yang bertepuk sebelah-
tangan, tapi ia masih tetap bahagia karena menemukan seseorang yang ia beri perasaan itu.

‘Aku harap suatu hari nanti, aku adalah orang terakhir yang Akarin fikirkan di akhir hari.’

Masih butuh waktu sebelum Souta menyadari jika Akari menulis detail dari rencana menonton
film di handphonenya dengan judul “Kencan.”

Hingga di hari perasaan satu sama lain itu akan mereka sadari—

130
PENERJEMAH & STAFF

Penerjemah
Shana : https://www.facebook.com/profile.php?id=100011120022139

Like & Share FP kami : https://www.facebook.com/bakatsukiupdateindo/

131

Anda mungkin juga menyukai