Ada seorang wanita rekan kerjaku, yang dua tahun lebih tua dariku, Gotou-
san.
"Padahal, kalau dia sudah punya pacar, harusnya dia mengatakannya sejak
awal ..."
Aku sudah tak bisa menghitung berapa gelas bir yang ku minum.
Hashimoto, yang duduk di depanku, tersenyum seolah dia tidak peduli dengan
itu.
Ya, kami sudah berkencan; Gotou-san dan aku, hanya kami berdua. Setelah
lima tahun kami bekerja bersama, pada akhirnya aku memberanikan diri
untuk mengajaknya berkencan. Dia dengan cepat menerimanya, dan aku
pergi pada tanggal yang dipenuhi dengan harapan dan impian. Ini mungkin
akan berhasil! Aku pikir begitu. Kami pergi ke kebun binatang bersama.
Sejujurnya, aku menghabiskan lebih banyak waktu memandang Gotou-san
dari samping, daripada yang seharusnya kulakukan, dan melirik ke arah
dadanya sewaktu-waktu.
Karena kita sudah dewasa, dia seharusnya segera mengerti apa yang aku
maksud. Saat aku memandangnya dengan campuran antisipasi dan
kegelisahan, dia menunjukkan senyum canggung.
×××
"Tenangkan dirimu Yoshida, ini sudah yang keenam kalinya dalam satu hari
ini."
"Aku akan benar-benar mengatakannya seribu kali jika aku harus ...!"
“Kau terus membentak setelah kau minum. Kau tidak akan merubah apapun
jika terus seperti ini, tau. "
Kau bisa mengatakan itu karena ini adala masalah orang lain. Aku tidak bisa
tahan lagi kalau aku tidak minum.
Segera setelah aku ditolak, aku duduk di bangku di sebuah taman kecil,
membisu, dengan kepalaku menunduk rendah.
Dari apa yang dia katakan padaku, sepertinya dia sudah punya pacar sejak
lima tahun lalu.
Pada dasarnya, dia sudah punya pacar bahkan sebelum aku mengenalnya.
Selama lima tahun, aku menyukai seorang wanita yang sudah memiliki pacar.
"Aku tertipu ...! Kembalikan perasaanku ...!"
"Aku pikir itu urusan mendesak, tetapi kau hanya butuh seseorang untuk
curhat."
"Agh ... aku benar-benar berpikir itu akan berhasil, kau tahu?"
“Ini tidak hanya tentang pacarnya, belum lagi mereka sudah berpacaran
selama lima tahun.”
"Aku benar-benar ingin menyentuh payudara yang terlihat lembut itu juga!"
Aku bisa melihat senyum terpaksa dari wanita kantor yang sedang minum di
sebelahku dari sudut penglihatanku. Aku bisa merasakan tatapan tajamnya
yang mengarah padaku, tapi siapa yang peduli? Karena pengaruh alkohol, aku
tidak merasakan malu sama sekali.
"Dan memikirkan saat tangan yang menepuk bahuku, dan mulut yang
mengatakan padaku 'kerja bagus hari ini' semuanya sudah berakhir dan itu
benar-benar membakar hatiku ..."
"Aku berfikir, kalau itu terjadi. Itu akan lebih mengejutkan untukmu.”
Setelah minum dan mengobrol, aku menjadi sangat sadar bahwa aku telah
memikirkan Gotou-san dengan cara yang agak jahat. Namun, itu benar-benar
tidak bisa ditolong. Tidak peduli seberapa keras aku mencoba, di usiaku yang
sekarang ini, tidak mungkin bagiku untuk memisahkan perasaan cinta dan
nafsu. Kurang lebih, itulah inti dari semua ini.
"Yah, itu hal yang bagus untuk menjawab salah satu kecurigaanku yang sudah
sangat lama."
"Kecurigaan?"
“Maksudku, aku pikir itu mustahil bagi seseorang secantik Gotou-san kalau
tidak punya pacar. Belum lagi, dia sudah berusia 28 tahun, kam? Itu adalah
usia di mana wanita mulai mengkhawatirkan tentang pernikahan. ”
"Betul. Itulah mengapa aku berpikir kalau aku memberikan sedikit dorongan
itu semua akan berhasil ... Aku tidak tahu kalau dia sudah punya pacar ... Ah,
pelayan! Aku mau memesan bir lagi! ”
“Kau terlalu banyak minum. Aku hanya akan menemanimu sampai kereta
terakhir saja, oke? ”
"Aku tahu."
"Tidak peduli seberapa berat kamu mabuk aku tidak akan tinggal dan
menjagamu, oke?"
"Baiklah, baiklah."
×××
Aku merasa baik-baik saja ketika aku berpisah dengan Hashimoto dan
melompat ke atas taksi, tetapi bau aneh dari taksi ditambah dengan
keracunanku dengan cepat membuat perutku berkerut. Aku ingin muntah.
Beberapa saat setelah aku turun dari taksi, aku terlempar. Daging dan
sayuran yang ku makan di perutku kembali keluar.
Setelah beberapa langkah, aku muntah lagi. Kali ini, cairan yang berbau
alkohol keluar.
Kemudian, ketika aku tiba di sebuah gang dekat rumah ku, aku muntah sekali
lagi. Kali ini, semacam cairan kuning keluar. Ini menyebalkan.
"Sialan ... Gotou ...."
Aku goyah bangkit berdiri. Setelah aku mengambil beberapa langkah, aku
dengan cepat merasakan dorongan untuk muntah sekali lagi. Namun, aku
tidak merasa ada hal lain di dalam perutku yang perlu dikeluarkan. Jadi aku
tidak jatuh berlutut.
Aku terus berjalan sambil menahan keinginan untuk muntah. Lalu, sebuah
tiang lampu di persimpangan mulai terlihat. Belok kanan dari sini dan aku
akan segera sampai.
Aku melamun menatap tiang lampu saat aku masih berjalan. Lalu, aku
melihat ada sesuatu yang tidak biasa ada di sana. Itu bukan tentang tiang
lampu, tetapi yang ada di bawahnya. Ada seseorang yang berjongkok di sana.
Ini cukup umum untuk melihat orang-orang tergeletak di tanah di luar stasiun
di daerah kota tapi ini adalah pertama kalinya aku melihat seseorang
berjongkok di jalan di luar rumahku.
Dengan melihat lebih dekat, mulai terlihat jelas kalau orang itu adalah
seorang perempuan; belum lagi, dia tampak seperti gadis SMA. Kenapa? Itu
karena orang itu mengenakan 'seragam sekolah' yang terdiri dari blazer biru
laut dan rok kotak-kotak berwarna abu-abu. Dengan posisinya yang
berjongkok di lantai dan tangan yang memeluk lututnya, aku bisa melihat
celana dalamnya. Warnanya hitam.
Aku melirik jam tanganku. Sudah lewat lewat tengah malam. Apa yang
dilakukan gadis SMA di saat seperti ini?
“Apa yang sedang kamu lakukan di sini. Sudah seharusnya kamu pulang. "
Mendengar apa yang ku katakan, gadis SMA itu berkedip beberapa kali,
sebelum akhirnya berkata:
Sekarang aku melihat lebih dekat, dia memiliki wajah yang cukup manis.
Rambutnya berwarna cokelat mendekati hitam dan matanya memiliki celah
panjang. Garis hidungnya cukup indah juga, dengan ujung bulat. Wajahnya
berada di antara 'cantik' dan 'imut'. Dia imut, tapi dia bukan tipeku.
Gadis SMA itu menegakkan kepalanya dan menatap lurus ke arahku.
Itu agak memberontak untuk disebut 'paman' oleh seorang gadis SMA dengan
cara yang begitu entang. Aku meninggikan suaraku.
“Apa di dunia ini akan ada seorang gadis SMA yang akan mengikuti seseorang
yang mereka sebut “Paman” untuk tinggal di rumahnya?!”
"Yah, itu karena sepertinya aku tidak punya tempat lain untuk tinggal malam
ini."
"Bukankah, kalau kamu pergi ke stasiun akan ada ruang karaoke atau warnet
di mana kamu bisa tinggal?"
Apakah gadis-gadis SMA sekarang ini seperti ini? Tidak, sama sekali tidak.
Gadis ini aneh sekali.
"Kalau begitu ijinkan aku memberitahumu bahwa aku tidak tertarik pada
bocah-bocah nakal."
"Hmm?"
"..."
"Ya. Betul."
Ini bukan bahan tertawaan. Saat ini dan di usia seperti ini, jika ada masalah
antara seorang pria dan seorang wanita, pria itu akan menjadi salah satu
yang dilihat sebagian besar waktu. Bahkan jika aku telah mengambil gadis ini
di bawah tahananku di bawah kesepakatan bersama, itu mungkin berakhir
diperlakukan sebagai penculikan. Ada beberapa contoh di masa lalu.
Mendengar apa yang gadis SMA katakan, aku buru-buru berbalik untuk
menghadapinya.
Dia tampak agak acuh tak acuh saat dia memiringkan kepalanya dengan
bingung.
"Apa?"
"…Tidak ada."
Tidak peduli jenis kehidupan apa yang gadis ini telah lalui hingga sekarang,
pengalaman macam apa yang dia miliki, itu tidak ada hubungannya
denganku. Aku akan mengusirnya besok pagi. Itulah yang harus kulakukan.
Terlalu banyak yang terjadi hari ini. Tubuhku sudah mencapai batasnya.
Dengan tambahan dari pengaruh alkohol, aku sudah bisa merasakan
kesadaranku memudar.
Aku bergumam menjawab. Gadis SMA itu duduk di atas tempat tidur.
"Jangan membuatku mengatakan ini terlalu sering, tapi ... aku tidak tertarik
pada bocah-bocah nakal."
"Jadi?"
Aku bisa merasakan rasa kantuk itu mereda. Saat aku memejamkan mata dan
melepaskan kesadaranku, suara gadis SMA itu memukul gendang telingaku
sekali lagi.
Kalau aku harus mengatakannya, aku ingin kau diam. Juga, lepaskan aku dari
nasib dompetku yang menipis ketika aku bangun.
Aki merasa terlalu mengantuk. Baik tubuhku maupun mulutku, sudah tidak
memiliki keinginan untuk bergerak.
Namun, dalam pikiranku yang sangat mabuk, ada satu hal yang sangat aku
inginkan.
"Sup miso."
Pada saat aku menyadarinya, kata-kata itu sudah terlontar dari mulutku.
“Aku ingin minum sup miso yang dibuat oleh seorang gadis.”
Catatan Penerjemah :
[1] JK adalah slang untuk Joushikousei (Gadis SMA). Kalimat itu tidak
mengonversi dengan baik jika aku sepenuhnya menerjemahkannya, jadi aku
menyimpannya apa adanya.
Chapter 1
Sup Miso
"Hm ...?"
Perlahan, aku mulai membuka mataku. Keadaan di luar sudah cukup terang.
Tidak hanya itu, dilihat dari banyaknya cahaya yang menembus masuk dari
selatan, sepertinya ini sudah bukan pagi hari lagi.
Aku terus mengedipkan mataku yang masih buram dan melihat ke arah jam
tangan di lengan kiriku yang aku gunakan sejak malam sebelumnya.
Aku tak bisa mengingat jam berapa aku pulang, tapi kalau melihat dari
pakaianku, aku pasti sudah terlalu lelah untuk menggantinya sebelum tidur.
Syukurlah ini hari libur. Kalau aku sampai ketiduran selama ini di hari aku
harus bekerja, itu bukan sesuatu yang bisa di tertawakan.
... Omong-omong, bau lezat apa ini? Aku mengalihkan pandanganku ke arah
sumber bau untuk menyelidikinya.
"Selamat pagi”
"Apa-apaan kamu!?"
Aku meloncat dari atas tempat tidur dan berteriak. Gadis SMA itu menatapku
dengan tatapan kosong dan berkedip beberapa kali.
“Meskipun kamu bertanya tentang itu ... Aku bukanlah apa-apa selain gadis
SMA.”
“Tidak, bukan. Ngomong-ngomong, bau apa itu? Apa yang sedang kamu
buat?"
Gadis SMA yang berdiri di ruang dapur itu menyingkir, memperlihatkan panci
yang mengepul di atas kompor di belakangnya. Aku membuka tutupnya, dan
melihat sup miso yang sedang di pasak.
"Aku berhasil."
Mendengar apa yang aku katakan, gadis SMA itu menghela nafas panjang.
Gadis SMA itu mengangkat bahunya dengan kesal, dan menjawab dengan
nada yang agak menuntut.
“Kamu bisa memanggilku dengan sebutan apapun ... pokoknya, cepat pergi
dari sini!”
Bagaimana dia bisa bersikap tidak tahu malu saat dia berada di rumah orang
lain? Belum lagi, kenapa dia malah membuat sup miso dan tidak izin
kepadaku dulu?
“Apakah kamu tak mengingat apapun? Kemarin malam, aku hampir terjebak
di bawah tiang lampu sampai pada akhirnya kamu memanggilku, paman.”
“Seperti yang sebelumnya aku katakan, aku bukanlah pa— Tunggu, tiang
lampu? Kemarin malam?”
“Ada apa dengan cara mengingatmu itu?! Itu agak kasar untuk mengatakan
seperti itu, tahu!”
"Yup."
Tak ada jawaban. Aku bisa merasakan keringat mulai keluar dari tubuhku.
Aku bisa mengatakan kalau kemarin adalah saat dimana aku sangat mabuk
bahkan melebihi saat-saat sebelumnya yang terjadi dalam hidupku. Aku
benar-benar putus asa. Tidak aneh jika seandainya ada sesuatu yang terjadi.
Saat keringat dinginku mulai menetes, gadis SMA itu tiba-tiba memulai
dengan "Pfft" dan tertawa terbahak-bahak.
“Jadi kenapa kamu hanya diam tadi!? Aku akan mengotori diriku sendiri!”
Dengan bahunya yang gemetar karena tawa, gadis SMA itu melanjutkan.
Kalau aku mengikuti arus dan meletakkan sedikitpun tanganku pada gadis
SMA itu, saat 24 jam yang lalu, itu akan merubah diriku menjadi daging
cincang. Meskipun saat itu aku sangat mabuk, sepertinya aku berhasil
menjaga diriku dari hal-hal yang tidak di inginkan.
"Itulah kenapa aku bertanya padamu 'Apakah ada sesuatu yang kamu
inginkan?'"
Dengan itu, dia mulai dengan 'pfft' dan meledak menjadi tawa yang tidak
pantas lagi.
“Dan kemudian kamu berkata 'Aku ingin kamu membuatku sup miso setiap
hari', ingat?”
Aku benar-benar yakin. Tidak peduli seberapa mabuknya aku, aku tidak akan
pernah mengatakan itu.
Dilihat dari tawa lucu gadis SMA itu, sepertinya aku sudah dipermainkan.
"Hei, paman."
"Siapa namamu?"
"Pas apanya?"
Rasanya sangat 'Yoshida-san'? Itu pertama kalinya aku mendengar hal seperti
itu. Apakah itu masuk akal unik untuk gadis SMA? Sejujurnya, aku tidak
benar-benar ingin terlibat dengan itu.
Agar adil, itu agak melelahkan untuk terus memanggilnya 'gadis SMA' bahkan
dalam pikiranku. Aku kira tidak akan menjadi masalah kalau hanya
menanyakan namanya.
"Aku Sayu."
“Sayu?”
"Dalam kanji, itu itu ditulis sebagai 'Sa' dari 'Bishamon' [1] dan 'Yu' dari
'Yasashii' [2]"
"Hmm—"
“Yah, untuk sekarang ini, makanalah terlebih dahulu. Lalu, kita bisa bicara
setelahnya.”
"… Baiklah."
Rasanya, aku tidak bisa memaksakan diriku untuk berkata; “Aku akan makan,
tapi kau harus keluar dari sini ...!”.
Catatan Penerjemah:
Saat aku menyesap sup miso, Sayu mengatakan sesuatu seolah-olah itu tak
berhubungan dengan dirinya. Tunggu sebentar, sebenarnya, itu tak ada
hubungannya dengan dia, sih.
Aku berencana untuk mengusirnya dari sini secepat mungkin, tapi untuk
beberapa alasan dia mulai menanyakan apa yang sebenarnya sudah terjadi
kemarin, dan untuk beberapa alasan aku menjawab dengan jujur.
“Tentu saja aku mengerti! Ditolak itu menyebalkan, benar? Jangan berfikir
kalau aku tak tahu.”
“Aku mengerti.”
Aku menyesap lagi sup miso buatan Sayu selagi kami mengobrol dengan
santai.
Sekarang aku menyadarinya, ini sudah lama sejak terakhir kali aku meminum
sup miso yang di buat secara tidak instan. Rasanya aneh. Rasa asin dari sup
ini adalah bukti dan fakta kalau ini adalah ‘sup buatan sendiri’. Itu
meninggalkan sensasi menyengat di dadaku.
Ung, aku benar-benar ingin mencoba minum sup miso yang di buat Gotou-
san.
Aku merengut dengan cara yang mencolok, tapi Sayu sepertinya berfikir kalau
hal itu juga lucu. Bahunya gemetar saat dia mulai terkikik.
"Hei, Yoshida-san."
"Uagh-”
Aku bisa merasakan napasnya di kulitku saat dia mengatakan itu. Tubuhku
mulai merasa merinding.
“Bodoh. Aku harus jadi orang gila dan sengsara dulu untuk dihibur oleh gadis
SMA bertubuh kurus sepertimu.”
Mendengar apa yang aku katakan, Sayu mendesah dengan "ehh ~" dan tiba-
tiba mulai membuka kancing blazernya, yang kemudian dia lepaskan.
“Aku pikir payudara-ku cukup besar, kok.” Dia berkata sambil membusungkan
dadanya.
“Nya-nyah, milikmu kayaknya cukup besar untuk seukuran gadis SMA ... Tapi
Gotou-san bahkan lebih mengesankan.”
“Apa ukuran Cup-nya?” Gadis itu bertanya seolah-olah itu bukan sesuatu yang
aneh.
“Ya. Kalau terlihat lebih besar dari ini berarti harusnya itu G atau H, kan?”
H-cup ... Apa Gotou-san berukuran H-cup?
Gambar model gravure [1] dan perkiraan ukuran cup mereka terlintas di
benak ku. ‘Sekali saja tidak masalah, aku ingin mencoba H-cup’. Pokoknya
aku tidak akan mengatakan itu.
“Bukankah ukuran F yang bisa kau sentuh lebih baik daripada ukuran H yang
tidak bisa kau sentuh?”
“Hei, kau pikir, apa yang kau dapatkan dari merayuku? Apa yang akan kau
lakukan jika aku benar-benar melakukannya?”
“Ung? Maka kita bisa melakukannya dengan normal. Aku pikir kau lumayan
tampan, jadi aku tidak akan menentangnya.”
Aku berteriak di kursiku tanpa berfikir. Aku hanya tak bisa memahami alasan
di balik perilaku tidak teraturnya itu.
“Kalau kau tidak ingin melakukannya, maka jangan lakukan! Ada orang-orang
yang mungkin akan melakukan itu, tau!?”
"Bukankah sebaliknya?"
"Apa maksudmu?"
“Ada seorang gadis yang tidak keberatan melakukan hal mesum di depan
matamu. Tapi, kenapa kamu tidak mau melakukannya?”
"Hah…?"
Nafas yang tidak bisa disebut menghela napas atau jeritan bingung keluar dari
tenggorokanku. Apakah perbedaan usia kita terlalu jauh bagi ku untuk
memahami apa yang dia maksud? Tidak, itu tidak benar.
Aku menatap Sayu seolah melihat alien. Dia menunjukkan senyum masam
sebagai jawaban.
"Apa masalahnya? Kaulah yang aneh kan? Selama ini, tidak ada yang
memperlakukan ku dengan penuh pertimbangan tanpa ada permintaan. ”
"..."
Ini adalah pusat kota Tokyo, terlalu jauh untuk seorang siswa SMA dari
Hokkaido datang kemari.
"Nggak."
Ketika dia menjawab, aku bisa melihat kekacauan kesepian dan permukaan
pengunduran diri dalam tatapannya.
“Aku sudah kehabisan uang kau lihat? Jadi aku harus melakukan apa yang
bisa kulakukan untuk tinggal dirumah orang lain. Karena itu aku—”
“Apa?! Apa yang kau maksud dengan ‘Apa yang bisa ku lakukan’?!”
“...”
Aku bisa merasakan perutku meringkuk marah, yang tidak ditujukan pada
siapa pun secara khusus.
"Aku tidak tahu tentang bajingan yang kau temui sampai sekarang, tapi aku
tidak memiliki minat pada tubuhmu."
"Lalu ..."
“Kau tak ingin pulang kerumah, kau tak ingin pergi ke sekolah. Laly, untuk
apa kau hidup?”
Mendengar kalimatku, Sayu sepertinya sudah tiba di jalan buntu karena dia
sudah kehabisan kata-kata.
Aku tidak berfikir kalau ada proses pemikiran normal yang membuat
seseorang berfikir untuk merayu pria sederhana dan tidak dikenal. Tidak,
pada titik ini, tidak mungkin untukku mengatakan apa itu ‘normal’ yang
sebenarnya.
"Kerja??"
"Kau mendengarku. Kau anak yang putus sekolah, kan? Semua orang hidup
dengan bekerja dan mendapatkan upah mereka. ”
"T-tapi—"
Sayu lalu berkata dengan suara lembut yang tak terbayangkan dari sikap
riangnya beberapa saat sebelumnya.
"Apa yang bisaku dapatkan dari pekerjaan paruh waktu tidak cukup untuk
membayar sewa."
Yah, dia benar pada titik itu. Bagaimanapun, tidak ada tempat yang akan
memungkinkannya untuk tinggal selama beberapa bulan sampai dia mampu
membayar, tetapi tidak seperti dia bisa hidup di jalanan juga.
"Eh?"
“Jangan mengatakan omong kosong seperti itu. Aku tak pernah menginginkan
apapun darimu.”
“'Aku tidak punya uang! Aku tidak punya tempat tinggal! Jadi ayo kita merayu
seorang pria! ' Itu yang kau pikirkan, bukan? Dengar, aku akan memasukkan
perasaan ke otakmu yang terbelakang, kau mendengarku? ”
“Itu karena kau bodoh, bodoh! Kau hanya anak manja tanpa rasa nilai. ”
"Mm."
"... Mm."
"Hei, aku berpikir kalau aku bisa mendapatkan pekerjaan paruh waktu."
Mulut Sayu membuka dan menutup beberapa kali, ketika dia mencoba
mengatakan sesuatu.
Setelah menunggu beberapa saat dengan cara ini, akhirnya dia berbicara.
“Selamanya agak berlebihan. Kau bisa tinggal sampai kau sudah cukup
menjadi pelarian. "
Dia merayu laki-laki dan tinggal di rumah mereka, mengembara dari satu
tempat ke tempat lain. Meskipun itu mungkin lebih sulit dari itu, pasti ada
jalan yang lebih sehat yang bisa dia ambil.
Untuk digunakan dalam tindakan mesum oleh pria yang bahkan tidak dia
sukai. Secara pribadi, aku pikir itu jauh, jauh lebih keras daripada sekadar
kerja fisik, tetapi mungkin perasaan seperti itu telah menjadi letih setelah
sekian lama.
Jika aku memberitahunya bahwa 'kau bisa tinggal selama yang kau suka',
bukankah dia akan bertahan selama beberapa tahun?
"Paling tidak, aku akan meninggalkanmu sampai sifat manismu itu diperbaiki."
"O-Oke ..."
Sudah lama sejak aku menjadi sangat marah. Sejujurnya, aku tidak berhak
menceramahi orang lain.
Aku menggenggam semangkuk sup miso di atas meja dan menyesap lagi.
Meskipun dingin, sup miso yang dibuat Sayu masih sangat enak.
"A-Apa."
Sikapnya yang memerintah beberapa saat yang lalu telah benar-benar hilang.
Jadi, mulailah kohabitasi aneh dari seorang pria berusia 26 tahun dan seorang
gadis sekolah menengah yang melarikan diri.
Aku tak berfikir bisa membantu, tapi aku merasa kalau ini adalah masalah
yang sangat besar untuk ku pendam sendirian.
Terlepas dari sikapnya, Hashimoto cukup tertutup. Jadi, aku pikir, dia tidak
akan membocorkan hal ini kepada orang lain.
“Aku juga penasaran. Jadi, waktu dia tidur aku diam-diam mencoba mencari
namanya.”
“Terus gimana?”
“Jadi singkatnya, dia itu gadis SMA yang keberadaanya sama sekali nggak
diketahui ...”
“Setelah membocorkan hal ini, aku pikir aku sudah membuat diriku dalam
situasi yang sangat buruk, kan?”
“Kamu nggak perlu berfikir buat tau kalau ini sangat buruk.”
“Oh? Apa yang sangat buruk?”
Selagi kami berdua berfikir tentang masalah yang sedang terjadi, sebuah
suara tiba-tiba menganggu kami dari belakang. Berbalik, aku melihat Gotou-
san, yang tersenyum gembira.
Dia baru menolak ku beberapa hari yang lalu. Walaupun begiru, senyumanya
ketika dia melihatku nggak berbeda dari sebelumnya.
“Aku beli sesuatu yang mahal secara online, tapi aku membuat kesalahan dan
malah pesan dua. Aku pernah dengar pesanan itu bisa dibatalkan, tapi aku
gak tau caranya, jadi ini agak mengganggu.”
“Itu cukup memprihatinkan. Kalian berdua terlihat agak khawatir jadi aku
bertanya-tanya apa yang terjadi. ”
“Kalian berdua, jangan lupa makan siang, lho. Kalau kalian nggak cepat-cepat
pergi, jam istirahat sore akan berakhir sebelum kalian bisa kembali.”
“Maksudmu apa, sih! Apa yang harus aku katakan pada orang yang baru saja
menolaku, huh?!”
“Iya…”
Meskipun aku baru saja ditolak, aku tidak bisa membantu tetapi
mengaguminya.
Kombinasi rok dan jas hitam sangat cocok untuknya dan kemeja biru
bergaris-garis vertikal tidak hanya bergaya, tapi juga bernuansa genit.
Rambutnya yang sedikit bergelombang dan tampilam lip gloss yang ringan
memberinya daya tarik yang agak canggih.
×××
Saat aku tiba di stasiun yang hampir dekat dengan rumahku, waktu sudah
menunjukan jam 9 malam.
Dia nggak punya uang, jadi aku kasih 1.000 yen, itu harusnya cukup buat
makan siang. Sekarang, dia mungkin lagi kelaparan karena belum makan
malam.
Dalam perjalananpulang, aku mampir ke toserba dan membeli dua porsi
makanan yang cukup.
Saat aku cepat-cepat menuju ke rumah, aku teringat nasihat yang diberikan
Hashimoto kepadaku siang tadi.
Ekspresi menyerah dengan segala hal yang Sayu katakan ketika dia
mengatakan itu melintas di pikiranku.
“Kau masih bocah SMA, lho. Jangan membuat wajah kayak gitu.”
Di dapur, sebuah ruang kecil di koridor menuju ruang tamu, Sayu dengan
cepat berbalik dan mendorong sendok di tangannya ke arahku. [1]
“Ah.”
Setelah sadar kalau itu hanya aku, dia membuka mulutnya dan berkata:
Aku agak khawatir kalau kemungkinan dia udah pingsan karena kelaparan,
tapi terlihat dia cukup energik buat ngasih beberapa lelucon.
Aku melepas sepatuku selagi aku berbicara dengan Sayu. Lalu aku pergi ke
koridor dan mengintip ke dalam panci, aku melihat ada sup miso di dalamnya.
Panci itu menguap dan mengepul. Dari kelihatanya, itu kayaknya baru
dipasak.
“Tepat sebelum kau ngangguk kemarin, kau bilang ‘Aku mau minum sup miso
...’ ingat gak? Aku pikir, kau pasti sangat menyukainya.”
“Aku barusan beli beberapa makanan, kok. Kau mau memakannya, kan?”
Saat aku membuka kantong plastik di tanganku, Sayu tersenyum gambira dan
mengangguk dengan gembira.
Pindah ke ruang tamu, aku menyadari kalau dia menjemur cucian untuk
mengeringkannya di samping. Kerutan dan lipatan di kameja santai ku juga
udah nggak ada dan terlihat sangat rapi. Dia menyetrika semua cucian?
Padahal, aku gak pernah menyuruhnya.
Melirik ke tempat tidur, aku melihat kalau debu dan rambut di atasnya
sekarang udah hilang. Aku menoleh untuk melihat di mana penghisap debu di
taruh. Itu berbeda dari tempat biasa aku menaruhnya.
Aku melirik Sayu dan melihat dia mengisi mangkuk dengan sup miso sambil
bersenandung dengan riang.
Aku emang nyuruh dia buat ngerjain pekerjaan rumah tangga, sih. Tapi, aku
nggak pernah mengira kalau dia bakal ngerjain sampai menyeluruh kayak
gini. Dia mungkin ternyata cekatan. Belum lagi, kayaknya berarti dia
setidaknya merasa bertanggung jawab.
"Hm?"
Saat itu aku menyadari kalau asbak yang ada di atas meja ruang tamu telah
menghilang.
“Sayu?”
“Ada apa?”
Setelah beberapa saat yang singkat, Sayu bertepuk tangan dengan “Ah!” dan
mengambil asbak yang sekarang jadi berkilau dari lemari.
“Maaf, aku pikir aku harus ngebersihin ini bersamaan sama piring dan
peralatan.”
“Ah, mm.”
“Hm?”
Berbalik, aku melihat Sayu menatapku dengan mulut lebar karena terkejut.
“Kenapa?”
“Aku cuma mau bilang, gak apa-apa kok kalau mau merokok di dalam rumah
... ?”
Aku meringis.
"Kenapa kamu bilang kayak gitu?"
“Betul.”
Aku bisa merokok di manapun aku mau waktu aku masih sendirian, tapi aku
tak bisa merokok dengan santai ketika orang lain ada di sekitar. Nah, bukanya
ini pemikiran dengan akal sehat?
“Huh?”
Tanda tanya yang kesal, secara refleks terbang dari mulutku, yang dengan
cepat aku tangani.
Sayu tersenyum seakan ingin menutupi keparahan dari apa yang akan
datang. Dia mengelompokkan tangannya di belakangnya dan gelisah dengan
jari-jarinya.
“Kau tahu, orang-orang yang pernah tinggal bersamaku sampai sekarang ...
tak terlalu peduli kalau aku ada di sana karena aku bukan siapa-siapa ...”
Aku meludah, dituduh marah karena aku tidak bisa menemukan jalan
keluarnya.
“Dengar ya, aku tidak baik sama sekali, mereka saja yang menyebalkan. Jadi,
jangan salah faham.”
“Eh ...”
“Tidak memiliki standar yang rendah. Lihatlah hal-hal dari sudut yang tepat. ”
Aku mengambil sebatang rokok dari kotak dan menyentuhkan tutup peti yang
terbuka dengan ibu jari ku. Setelah menyalakan rokok, aku menutup tutup
pemantiknya. Denting tutupnya adalah suara yang sering aku dengar di
malam hari.
".... Fwaahh."
Sejujurnya, aku pikir dia imut. Aku yakin senyum yang jujur lebih baik
untuknya.
Untuk berpikir bahwa orang-orang di luar sana telah mendorong rasa nilai dan
kebajikan gadis ini sejauh ini.
Tentu saja, orang yang bersangkutan juga memiliki disposisi yang agak
manja, tapi—, tidak, itu mungkin alasan terbesar. Namun, ini adalah bukti
bahwa orang dewasa, lingkungan yang secara salah membimbing seseorang
pasti ada. Mengetahui hal itu membuatku sedikit khawatir.
Aku juga hanya orang sialan. Salah satu yang mengampuni keluguan seorang
gadis SMA dan memberinya tempat melarikan diri.
Setiap orang yang terkutuk di antara mereka, termasuk aku, hanya hidup
dengan apapun yang kita inginkan.
Aku berbaring di lantai ruang tamu sambil membaca koran. Tidak ada televisi
di rumahku, jadi satu-satunya media dimana aku bisa tahu kejadian yang
sedang ramai menjadi perbincangan akhir-akhir ini adalah dari Koran.
“Hm ... “Tersangka pria yang melakukan pemerkosaan kepada gadis SMA
yang ditangkap””
Ini tak seperti aku tidak mengerti soal pesona dari gadis muda, tapi aku tak
bisa berfikir untuk membuat diriku melihat mereka secara seksual. Tentu saja,
aku berfikir kalau ini adalah standar untuk banyak orang, tapi mengingat
seringnya laporan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur,
sepertinya ada banyak jumlah pria di luar sana yang punya ketertarikan untuk
melakukan hal-hal seperti itu kepada gadis di bawah umur.
“Aku cuma mau kau tau, aku bisa melihat celana dalammu, tahu.”
“Aku pakai rok, jadi nggak banyak hal yang bisa aku lakukan.”
Aku melirik Sayu, yang memakai seragamnya yang biasa sambil melakukan
pekerjaan rumah tangga.
“Ah, aku baru kepikiran tentang kau yang selalu memakai seragamu.”
“Aku nggak punya pakaian lain yang bisa aku pakai, sih. Lagipula, itu tidak
pernah kotor karena aku selalu mencucinya dengan benar.”
“Agak terasa aneh kalau kau memakan seragammu di dalam runangan seperti
ini.”
Memasukan tanganku ke dalam tas kerja ku, aku mengambil dompetku dan
melihat isinya. Ah, ada lebih banyak dari pada perkiraanku. Aku
mengeluarkan uang dengan wajah Fukuzawa Yukichi yang tercetak di atasnya.
[1]
“Sana. Pergi keluar dan beli beberapa pakaian untuk dirimu sendiri. Kalau kau
pergi ke Uniqlo kau mungkin bisa membeli satu set lengkap pakaian dengan
ini.”
“Aku nggak bisa harus terus melihat celana dalammu setiap hari.”
“EH?!”
Ekspresiku mengernyit.
Aku sesaat membayangkan apa yang bakalan terjadi kalau aku belanja
pakaian bersama Sayu.
“Uh, aku gak mau orang berfikir kalau aku adalah Sugar Daddy.” [2]
“Kau bisa membeli pakaianmu sendiri. Aku akan pergi membeli futon
sementara untukmu.”
“Setiap kali kau bangun, kau selalu berteriak “Aw, aw, aw!”, apa kau ingat?”
“Pernah!”
“Di tambah lagi, aku merasa gak enak kalau membiarkan seorang gadis tidur
di lantai, sedangkan aku di atas kasur.”
“Tapi, itu—”
“Aku hanya membelikannya karen aku ingin, jadi ini bukan masalah, ngerti?”
“Hng ...”
Ya, aku pikir ini juga memunculkan pertanyaan apakah seseorang harus
menyediakan futon untuk tamu.
Alasannya adalah, kalau selain berkumpul dengan para pria dan minum
bersama mereka sepanjang malan, tidak mungkin ada seseorang yang akan
menginap di tempatku. Mungkin itu kedengarannya terlalu meremehkan.
Kedua, kalau aku harus bawa pacarku menginap di tempatku, bukannya kami
akan berbagi tempat tidur?
“Eh?”
Ekspresi kebingungan melanda wajahnya.
“Kau enggak punya uang, kan? Bukannya membosankan kalau kau hanta
duduk di rumah setiap hari tanpa melakukan sesuatu?”
Aku tidak tahu rumah siapa saja yang sudah dia datangi sampai sekarang,
tapi setidaknya, jelas kalau mereka memiliki semacam lingkungan dimana
sikap seperti itu diperlukan.
“Sudah kubilang, lebih baik ambil saja. Kalau kau memang tak ingin
menggunakannya, maka jangan; simpanlah jika seandainya kau perlu
menggunakannya atau sesuatu.”
Tatapan Sayu melayang di lantai, tidak bisa mengerti apa yang baru saja aku
katakan.
“Kalau aku mengambil ini darimu ... aku tak tahu bagaimana caraku untuk
membalas kebaikanmu kembali.”
Untuk sesaat, aku kehilangan kata-kata. Apa yang dikatakannya itu terlalu
jujur.
Bukan cuma karena dia ragu-ragu untuk menerimanya, tapi juga, dia akan
selalu merenungkan bagaimana caranya membalas budi. Dia akan menolak
kebaikan kalau dia tau dia tidak akan bisa membalasnya kembali. Kira-kira
bagitulah ...
Kenapa ini bisa terjadi ...? Maksudku, dia hanya anak kecil, kan?
“Sebenarnya ...”
“Tapi kau sudah melakukan semuanya sejak kau datang. Dalam seminggu
atau lebih kau telah berada di sini, aku sudah bisa menikmati diriku lebih
banyak dari sebelumnya ... Apakah, alasan itu tak cukup?”
“Kalau kau gak masalah dengan itu ... Maka itu baik-baik saja.”
Aku tidak bisa keluar dengan pakaian tidurku yang compang-camping. Aku
membuka lemari dan mengambil pakaian ganti yang cocok.
“Yoshida-san”
“Ada apa?”
“Makasih!”
“Baiklah.”
Dia sudah mengganti seragam sekolahnya menjadi satu set sweter abu-abu
yang nyaman. Seperti dugaanku, set pakaian ini lebih cocok dengan suasana
ruangan. Belum lagi, itu jelas lebih nyaman.
“Aku menyapu lantai setiap hari, jadi enggak mungkin berdebu, kan?”
“Ya, kau tak salah.”
Mengangguk setuju, aku membuka kaleng bir di tangan ku. Suara mendesis
itu terdengar di telinga ku.
“Iya! Aku merasa kayaknya aku bisa tidur satu abad malam ini.”
“Kedengarannya bagus.”
“Yoshida-san~”
“PFFFFFTTTTT—!”
Aku sangat siap untuk mendengar “Terima kasih”, jadi akhirnya aku tersedak
bir karena terkejut. Aku nyaris tak bisa menyemprotkan bir ke seluruh tempat
dengan menutup mulutku sekuat mungkin.
“Ugh!”
“Oi!”
“Bukannya sudah aku peringatkan, kalau kau mencoba merayuku, aku akan
mengusirmu keluar?”
Sepanjang apa yang aku katakan, Sayu memiliki ekspresi 'Aku tahu kamu
akan mengatakan itu' ketika bibirnya meringkuk dalam kepuasan.
“Tapi, aku gak bilang apa-apa soal sesuatu yang cabul, kan?”
“Terserahlah.”
“Yoshida-san, kau benar-benar berfikir kalau tidur dengan gadis SMA akan
mengarah pada hal cabul, kan?”
“Eh ~, benarkah?”
Melirik ke samping di tempat kejadian, aku meneguk bir lagi. Rasanya lebih
enak daripada saat aku meminumnya sendiri, meskipun hanya aku yang
meminumnya.
Mendengar itu, Sayu memandangku dengan senyum nakal, dan mata yang
menengadah.
“Aku pikir, aku cukup lembut. Apakah kau butuh sesuatu untuk dipeluk?”
Dia berkata sambil menunjuk pada dirinya sendiri.
Melihat Sayu, yang pundaknya bergoyang saat dia terkekeh, aku berpikir
kembali bagaimana Sayu pagi ini.
“Hei.“
Sayu menatapku.
Sayu menatap dengan bingung untuk sesaat, tapi tak lama kemudian, pipinya
sedikit memerah.
“Seperti yang selalu aku bilang. Aku gak tertarik dengan hal semacam itu,
tahu.”
Aku telah memikirkan hal ini baru-baru ini, tapi aku sangat tidak suka
membiarkan peremouan memimpinku dalam percakapan. Aku tertawa kecil
dan menyesap birku lagi.
Tanpa diduga, memiliki seseorang untuk diajak bicara di rumah tidak terlalu
buruk.
Catatan:
[1] 10000 Yen, yaitu sekitar Rp. 1.500.000. Fukuzawa Yukichi terkenal karena
karyanya sebagai penerjemah, filsuf, dan pendidik selama Era Meiji.
[2] 'Sugar Daddy', adalah istilah untuk menyebut seorang pria tua yang punya
pasangan wanita muda.
[3] Futon adalah tempat tidur khas Jepang yang diletakkan di lantai.
Chapter 5
Kari Dengan Potongan Daging Babi
Kehidupanku kini terasa lebih baik sejak ada Sayu.
Pertama, akan selalu ada makanan yang disiapkan sebelum aku berangkat
kerja, dan juga saat aku pulang. Ini sudah merupakan sebuah perubahan
yang baik. Sebelumnya, aku bahkan tidak bisa repot-repot menghabiskan
waktuku untuk memasak. Saat aku memang sangat ingin memakan sesuatu,
aku lebih sering mengikuti beberapa resep sederhana secara acak yang aku
temukan di secara online menggunakan ponsel pintarku. Selain itu, aku
kurang lebih hanya memakan makanan yang dijual di toko makanan;
Meskipun ada dalam beberapa hari, aku justru memilih untuk tidak sarapan
sama sekali.
Selain itu, mencuci pakaian kotorku yang selalu malas aku kerjakan setiap
akhir pekan, sekarang selalu dilakukan oleh Sayu setiap hari, yang merupakan
salah satu perubahan drastis di kehidupanku. Karena aku juga merasa terlalu
repot untuk membersihkan dan menyetrika pakaianku di hari kerja, jadi aku
sudah membeli sekitar 7 kemeja, yaitu 5 untuk dikenakan secara teratur dan
2 sebagai tambahan untuk berjaga-jaga. Tapi, kaosnya sekarang dibersihkan
dan bahkan disetrika cukup sering setiap hari. Aku tidak pernah berfikir, kalau
ternyata tak harus mencuci baju sendiri bisa membuatku senang dan nyaman.
Aku merasa seperti pikiranku menjadi lebih tajam selama shift pagi, mungkin
karena sebelumnya aku sarapan terlebih dahulu. Karena aku tidak diserang
oleh rasa lapar yang hebat setiap kali mendekati jam makan siang, aku bisa
mempertahankan konsetrasiku sepanjang jalan sampai jam istirahat sore
dimulai. Yang terakhir, meskipun aku sangat yakin kalau ini mungkin
pendapatku sendiri, tapi mengenakan kemeja yang dirapikan dan disetrika
membuatku merasa energik.
Apakah orang-orang yang memiliki istri selalu bekerja dengan pikiran yang
menyegarkan ...?
“Eh, sungguh?!”
"Kau adalah tipe yang melupakan seperti apa ketika yang terburuk telah
terjadi."
“Itu mungkin. Sebenarnya, aku harus mengatakan kalau kasusmu tidak sama
denganku. Tidak seperti gadis yang akan tinggal di tempatmu selamanya itu.”
“Aku tahu...”
Aku tahu kalau Hashimoto adalah suami yang berbakti, tetapi aku benar-
benar tidak bisa menjawab seperti itu.
"Tapi aku harus bilang, dia punya pegangan kuat dalam pekerjaan rumah
tangga, bukan?"
Tangan Hashimoto tidak pernah berhenti melambai, tetapi ada bobot yang
mengejutkan dalam suaranya.
Di tempat kerja, Hashimoto adalah satu-satunya yang tau detail tentang Sayu
dan dia adalah satu-satinya orang yang aku beritahu tentang Sayu yang
tinggal di tempatku. Aku belum memberi tahu orang lain lagi selain dirinya
tentang itu.
“Dia bahkan melakukannya lebih dari apa yang pernah aku minta.”
“Ketika aku mendengar ‘gadis yang kabur’, aku membayangkan tentang gadis
yang bahagia-pergi-beruntung dan tidak bertanggung jawab, tapi dia
tampaknya secara tak terduga bisa diandalkan.”
Melihat jam, aku menyadari kalau itu sudah sedikit melebihi jam 1 siang.
Seriap orang harus pergi untuk makan siang saat ini.
“Tentu ... Biarkan aku menyelesaikan ini dengan sangat cepat dan kemudian
kita bisa pergi.” Aku berkata sambil mengetik.
“Aku akan pergi untuk makan siang.” Hashimoto mengumumkan dengan nada
suara datar.
“Baiklah, hati-hati.” Rekan kerja kami menjawab dengan acuh tak acuh.
"Apakah kau ingin pergi keluar atau hanya makan di ruang makan?"
“Tidak ada makanan khusus yang ingin aku makan, jadi mari kita makan di
ruang makan.”
Aku bisa mendengar suara sepatu bertabuh dari belakang kami. Dari
ketergesa-gesaan dan intensitas suara, jelas bahwa sumber suara itu
berusaha mengejar kita. Berbalik, aku menemukan diriku berhadapan dengan
Gotou-san pada jarak yang jauh lebih dekat dari yang diharapkan dan aku
secara refleks melompat mundur sebagai jawaban.
"Woah, Gotou-san."
"Uh huh."
“Huh?!”
Mulutku terbuka tanpa kata. Aku tidak bisa menjawab, aku mengalihkan
pandanganku ke arah Hashimoto untuk memberikan sinyal bantuan. Dia
tertawa sendiri dan memberiku tamparan kebelakang,
“Tentu, tidak masalah! Apa kau tidak masalah jika makan di ruang makan
juga?” Hashimoto menjawab dengan penuh semangat.
"Tidak masalah!"
"Ah, ya ..."
Memang benar aku belum berbicara dengannya bahkan sejak aku ditolak. Ini
adalah kesempatan yang Hashimoto berhasil selamatkan.
Bersiap untuk apa yang akan datang, aku menuju ruang makan.
★★★
“Kari dengan potongan daging babi? Ini sangat tak terduga untukmu ...”
Hashimoto berkomentar dengan senyum terpaksa saat Gotou-san menaruh
kari dengan potongan daging babi di atas meja.
“Bukannya ini cukup normal? Aku merasa sangat lapar hari ini.”
“Su-Sulit untuk tidak makan apa-apa kecuali salad untuk makan siang, ya,
kan? Bahkan rekan kerja kami yang peduli dengan berat badan mereka
setidaknya makan Onigiri atau sesuatu seperti itu.”
“Fufu, kau sepertinya memberi banyak perhatian pada apa yang orang lain
makan.”
“Um ...”
Pada saat yang canggung ini, aku mencucup mie dari mangkuk mie Cina-ku.
Rasanya sesuai dengan harganya yang murah, tapi, meskipun aku tidak bisa
menjelaskan mengapa, aju sebenarnya menyukai rasanya yang murah. Sup
itu sepertinya berteriak 'ini sup kecap!' saat aku perlahan mengunyah mie dan
menikmati rasa tidak wajar yang menyebar melalui mulutku.
"Katakan, Yoshida-kun—"
Meskipun dia mengatakan itu dengan nada biasa, aku tidak bisa membantu
tetapi sedikit terkejut. Fakta bahwa dia menyadari perubahan jadwalku baru-
baru ini membuatku merasa sangat gembira, tetapi di sisi lain, alasan untuk
perubahan ini membuatku merasa sedikit bersalah. Berbagai pikiran
bercampur aduk dalam pikiranku.
“Kurasa, yah, aku merasa cukup senang di tempat kerja baru-baru ini ... jadi
aku menyelesaikan semua tugasku dengan cepat dan lancar, setelah itu aku
bebas untuk pulang.” Aku bergumam sambil menghindari tatapannya.
“Beberapa waktu yang lalu, kau membantu orang lain mengerjakan pekerjaan
mereka setelah kau selesai dengan pekerjaanmu, dan kau selalu berakhir
dengan pulang telat melewati sebagian besar jam normal kantor.”
Memang benar itulah yang aku lakukan di masa lalu. Sejujurnya, aku cukup
bangga dengan kemampuanku untuk menyelesaikan tugas sehari penuh
setiap hari tanpa gagal. Namun, karena sifat proyek yang sedang dikerjakan
perusahaan dan perbedaan dalam pengetahuan dan keterampilan, ada sedikit
perbedaan dalam volume pekerjaan dari individu ke individu. Itulah mengapa
aku menawarkan untuk membantu rekan kerjaku yang tampak lebih sibuk
daripada aku sendiri.
Namun, alasan kenapa aku tidak melakukan itu lagi baru-baru ini adalah
karena gadis SMA tinggal di rumahku.
Tidak perlu dikatakan kalau aku tidak bisa pergi selama jam kerja, tetapi
berpikir kalau tidak ada seorang pun kecuali dia di rumah, menumpuk di atas
fakta kalau dia hanya gadis di bawah umur, membuatku merasa memiliki
tugas yang aneh dan berfikir sepanjang waktu 'Aku harus buru-buru pulang
untuk berjaga-jaga'. Sebagai hasilnya, aku akan menyelesaikan pekerjaanku
dengan cepat, memeriksa perkembangan rekan kerja yang proyeknya berada
di bawah pengawasanku, dan setelah itu pulang tepat waktu.
Meskipun, fakta bahwa Gotou-san telah memperhatikan detail yang bagus ini
tentang waktu keberangkatanku mengejutkan dalam banyak hal. Yah,
memang benar dia adalah atasanku, jadi dia mungkin memperhatikan situasi
beban kerja bawahannya, tetapi gagasan bahwa dia telah memberikan
perhatian besar padaku membuatku merasa canggung.
“Kau sepertinya buru-buru pulang, jadi aku hanya sedikit ingin tahu.”
Katanya, sebelum dia sekali lagi mengisi mulutnya dengan kari.
Cara dia menjilat bibirnya dari kari roux anehnya, sangat menawan, yang
dengan cepat aku mengalihkan pandanganku. Aku bisa melihat Hashimoto,
yang duduk di sampingku, tertawa kecil di sudut penglihatanku.
"Aku pikir itu sedikit menarik bagiku untuk pulang tepat waktu setiap hari
sebelum atasanku melakukannya."
“Aku tidak akan mengatakan itu. Aku berpikir kenyataab kalau kau dapat
pulang tepat waktu tanpa harus membuat alasan adalah bukti kalau kau dapat
melakukan pekerjaan dengan baik. ”
Aku sangat gembira ketika aku mendengar itu. Sangat menyenangkan untuk
dipuji oleh atasanku, belum lagi, rasanya agak bagus untuk diakui oleh gadis
yang ku kagumi dengan cara yang begitu lugas. Namun, itulah mengapa aku
tertangkap tak berdaya oleh pertanyaan yang seharusnya paling ku waspadai.
"Lebih penting lagi, aku lebih tertarik dengan alasanmu ... Apakah kau
memiliki pacar atau sesuatu?"
Aku segera tersedak. Merasa dorongan kuat untuk memuntahkan mie yang
baru saja ku hisap, aku mengunyahnya dengan sekuat tenaga sebelum
menelan semua mie. Kemudian, aku mengambil nafas panjang dan dalam di
udara.
'Aku baru saja mengakui perasaanku padamu', adalah apa yang ingin
kukatakan, tapi aku menghentikan diriku di sana. Aku menyadari kalau aku
telah menjawab jauh lebih keras daripada yang aku maksudkan. Merasa
tatapan mata rekan-rekan kerjaku yang duduk di meja tetangga mengarah
padaku, aku batuk untuk mengatur ulang.
Meskipun Gotou-san ikut tertawa, sudah jelas kalau dia tidak punya niat untuk
berhenti di sini.
"Jika itu bukan karena pacar, lalu apa alasanmu pulang tepat waktu?"
Dia bertanya dalam pengejaran. Aku tidak langsung membalas.
"... Aku— penyebabnya tidur." Aku berkata dengan putus asa. "Baru-baru ini,
aku sudah berusaha untuk mendapatkan lebih banyak waktu untuk tidur."
“Aku berfikir kalau efisiensi-ku tak akan meningkat jika aku kelelahan ... Jadi
aku memutuskan untuk membuat perubahan dan menjadi lebih baik.”
Aku tidak dapat menemukan kata-kata untuk melanjutkan, jadi aku berhenti
di sana. Saat itulah Hashimoto memberikan bantuan tepat waktu.
“Yah, dia terlihat lebih sehat akhir-akhir ini dan telah bekerja lebih cepat juga.
Aku akan mengatakan bahwa semua tidur ekstra telah bekerja dengan baik
untuknya. "
“Yah, memang benar kau terlihat tidak terlalu pucat. Dan kau jauh lebih rapi
juga. Kau bahkan menyetrika kerutan di bajumu.”
"Jangan terlalu khawatir tentang itu, aku tidak akan menolak kenaikan gaji
hanya karena bajumu berkerut." Jawab Gotou-san bercanda.
“Karena aku tidur lebih awal hari ini, aku juga mulai bangun lebih awal, jadi
aku punya waktu untuk menyetrika bajuku di pagi hari.”
Aku tidak pandai berbohong, jadi itu melegakan bahwa topik bergeser ke
sesuatu yang relatif alami. Yang mengatakan, aku tidak benar-benar
melakukan pekerjaan rumah tangga apa pun sehingga apa yang aku katakan
tidak diragukan lagi adalah kebohongan. Ketidaknyamananku jelas terlihat
dalam pandanganku, tapi Gotou-san sedang menatap karinya saat ini, jadi
aku beruntung kali ini.
"Oh begitu. Yah, kalau itu yang terjadi maka aku bisa mengerti. ”
Dengan putus asa aku menahan nafas lega. Sangat sulit untuk menyimpan
rahasia. Aku bisa merasakan napasku menjadi lebih pendek dan lebih pendek
seiring pertukaran yang menipu berlangsung.
Terlepas dari itu, tidak mungkin aku bisa memberi tahu orang lain selain
Hashimoto tentang ini. Insiden ini melibatkan lebih dari sekadar diriku sendiri,
jadi aku harus tetap berhati-hati.
“Yah, juniorku yang telah bekerja dengan cara yang sama selama 5 tahun
sekarang tiba-tiba mengubah kebiasaan mereka, jadi itu sedikit mengejutkan.
Aku benar-benar penasaran, jadi jangan terlalu khawatir tentang itu. ” Gotou-
san menjawab seolah dia sudah tahu apa yang akan aku tanyakan.
Dia mengunyah karinya, satu teguk setelah yang lain. Dalam waktu singkat,
Gotou-san sudah menghabiskan lebih dari setengah set karinya. Sebaliknya,
aku baru saja memindahkan sumpit ku, jadi mie ku sudah basah. Saat aku
buru-buru mulai makan, sebuah pertanyaan muncul di benak ku.
Apakah seseorang yang biasanya tidak memiliki apa-apa selain salad untuk
makan siang tiba-tiba memakan potongan daging babi dengan kari,
memutuskan dengan cepat hanya karena mereka sedikit lapar?
Ada periode waktu di mana aku ingin lebih fokus pada pekerjaan sehingga aku
makan lebih sedikit dan bekerja selama istirahat siang, tetapi rasa lapar
hanya bertahan selama beberapa hari pertama. Mungkin perut dan nafsu
makan ku semakin kecil, tetapi setelah aku terbiasa, itu menjadi standar dari
sana. Sebaliknya, aku ingat saat-saat di mana aku makan terlalu cepat dan
mulai merasa buruk.
Tidak lama setelah periode waktu itu, Hashimoto mulai memarahiku karena
kebiasaan makanku jadi aku mulai makan lebih banyak lagi. Mulai sekarang,
aku makan sebanyak yang aku lakukan sebelumnya untuk makan siang.
Karena biasanya dia tidak makan apapun kecuali salad kecil, dia mungkin
memaksakan dirinya untuk makan sebanyak itu.
Aku merasakan tatapanku saat aku menyeruput mie ku, dan mengangkat
kepala sebagai tanggapan. Segera setelah itu, Gotou-san menyamai
pandanganku.
"A-Apa ada sesuatu ...?" Aku bertanya dengan lemah sambil melihat ke
semangkuk mie ku.
"Tidak terlalu, kau hanya membuat wajah yang sama seperti ketika kau
khawatir tentang orang lain, itu saja."
"Tepat sasaran?"
Mengapa dia terus mengomentari hal-hal yang aku lebih suka dia tidak
perhatikan? Apakah dia mencoba menggodaku atau membuatku merasa
canggung?
"Eh?"
Pertanyaan Gotou-san agak lugas, yang menyebabkan ku menanggapi dengan
cara yang agak tidak sedap dipandang.
“Orang yang kau pikirkan dengan serius sekarang ini sangat penting bagimu,
bukan?”
Aku tidak akan mengatakan kalau 'orang yang aku pikirkan adalah kau', tetapi
aku juga tidak tahu bagaimana membalasnya. Kemudian, Gotou-san melirik
jam tangannya, yang tiba-tiba melompat keluar dari kursinya.
“Oh tidak, aku lupa! Pertemuan itu dimajukan menjadi periode makan siang
hari ini! ”
"Ah, oke."
“Jangan pura-pura bodoh. Siapa sih yang mau bicara dengan cowok yang
baru saja mereka tolak untuk bersenang-senang? ”
Hashimoto berkata dengan senyuman acuh tak acuh saat dia menaruh
sumpitnya di atas nampannya.
Aku bukan tipe orang yang membiarkan diriku memiliki harapan yang aneh,
apalagi sesuatu yang terlalu jauh seperti berkumpul dengan seseorang yang
baru saja menolakku.
"Aku ditolak oleh istriku saat itu sebanyak empat kali, kau tahu?"
"Kalau kau akan mengatakan itu, tidak ada jaminan bahwa kau tidak istimewa
juga."
"..."
Aku tidak bisa tidak menyesal telah memberitahunya tentang sedikit patah
hati. Saat itu, aku merasa kalau aku harus melampiaskan ini kepada
seseorang dan satu-satunya orang yang dapatku ajak bicara tentang ini
adalah Hashimoto. Dengan itu dalam pikiran, benar-benar tidak ada cara yang
lebih baik untuk melakukannya.
"Ya, tapi aku berpikir kalau kau kelihatannya sedikit menyedihkan, jadi aku
akan menemanimu."
Kami keluar dari kursi kami dan menuju ruang merokok di lantai yang sama.
Aku tidak benar-benar suka diejek olehnya, tetapi dengan satu atau lain cara,
aku harus mengakui bahwa dia menyelamatkanku sepanjang waktu.
Agak terganggu oleh komentarnya, aku mengusap daguku. Ada suara garukan
yang membosankan saat aku melakukannya. Berdasarkan sensasi aneh yang
kurasakan di ujung jariku setelah itu, sulit untuk mengatakan apakah rambut-
rambut liar di daguku keras atau tajam.
Aku menaruh telur di mulutku saat kuning telur tumpah di atas putih.
Aku memikirkan jawabanku lagi ketika aku dengan hati-hati mengunyah nasi
sebelum menelannya.
Sekitar waktu aku menginjak usia dua puluh, aku menjadi sangat khawatir
ketika rambut wajah ku tumbuh sedikit saja. Ketika aku bercukur, aku juga
akan memeriksa ulang untuk memastikan bahwa tidak ada tempat yang aku
lewatkan.
Selama itu tidak terlihat kotor, aku akan baik-baik saja dengan
membiarkannya tumbuh.
“Aku pikir 'rambut wajah' adalah sesuatu seperti simbol menjadi tua, tapi aku
mendapatkan perasaan bahwa aku salah selama ini. ”
Aku menyesap sup miso sebelum melanjutkan. Seperti biasa, sup miso-nya
enak sekali.
"Berpikir 'itu terlalu merepotkan untuk dicukur' adalah simbol sejati menjadi
tua."
"Fufu, tapi ada orang yang lebih muda dari kamu yang berpikir itu
merepotkan untuk dicukur, bukan?"
"Sepertinya begitu."
Aku setuju dengan anggukan dan memasukkan sisa telur ke mulut ku.
Perpaduan antara rasa lembut dari kuning setengah matang dan kecap adalah
sajian yang sempurna untuk pengecap.
Sejak Sayu mulai tinggal di sini, aku menikmati sarapan setiap pagi.
Aku menghabiskan lauk dan nasi, lalu menelan sup miso yang tersisa di
mangkukku.
“Aku akan mencuci piring. Pergi dan gosok gigimu sebelum pergi. ”
"Hm?"
"Kamu tahu—”
“Rambut wajah benar-benar tak cocok untukmu. Aku pikir, lebih baik kalau
kamu bercukur.”
Ketika aku pertama kali pindah ke apartemen ini, aku ingat mengatakan hal-
hal seperti 'mari lakukan yang terbaik hari ini juga' ke cermin di pagi hari. Aku
akan bercukur, mencuci muka, dan memompa diri setiap pagi untuk bekerja.
"Hmm." Aku menggerutu pada diriku sendiri ketika aku mengambil alat cukur
listrik.
"Aku benar-benar sudah menjadi orang tua, bukan?" Aku bergumam ketika
aku menyalakan saklar.
★★★
Sejak saat aku memeriksanya pagi ini, aku selalu berada dalam suasana hati
yang konstan di mana aku merasa seperti aku akan menyerbu setiap saat.
“Apakah kau tidak membaca panduan manual atau sesuatu? Hm? "
"Itu karena kau tidak membacanya dengan hati-hati sampai akhirnya kau
membuat kesalahan seperti itu!"
Ketika aku mengangkat suaraku, aku melihat Gotou-san, yang duduk cukup
jauh, menoleh untuk melihat apa yang terjadi.
"Uhm— ..."
"Terserah. Aku akan menangani kasus ini dan memberi kau sesuatu yang lain
untuk dilakukan. ”
Pada titik ini, akan lebih cepat untuk melakukan ini sendiri.
"Ah, Yoshida-senpai."
"Hehe, maaf."
“Dia benar-benar tidak lain adalah masalah. Kau ingin membawanya di bagian
mu? "
Waktu ku telah diambil oleh para pemula di pagi hari, tetapi aku masih tidak
hanya bekerja, tetapi juga bagian Mishima yang harus aku lakukan.
"Apa?"
"Tidak apa."
Hashimoto berbalik dan menatap ke mataku.
"Ya Tuhan."
Aku akan mencukur setiap hari sekarang. Ini adalah resolusi seorang pria tua.
Chapter 7
Kosmetik
Saat aku berbaring di atas seprai ku yang tidak rapi, aku menyalakan
komputerku untuk memeriksa email ku. Saat itu, sebuah iklan muncul di
sudut layar komputer ku.
“Kabar bagus buat gadis SMA di mana pun yang suka menggunakan makeup!
Ada diskon sebesar 70% untuk kosmetik!”
Semangat yang dipancarkan iklan menarik perhatian ku, tetapi isi dari iklan
itu memunculkan pertanyaan di pikiran ku.
"Eh?"
“Ah, bukan apa-apa, kok. Cuma, iklan itu bilang “gadis SMA yang suka
menggunakan makeup”, jadi aku agak sedikit penasaran ...”
"Aku mengerti ... Yah, secara pribadi, aku rasa banyak gadis SMA yang pakai
makeup."
Kalau dipikir-pikir, di SMA tempat aku bersekolah dulu, kosmetik itu dilarang,
khan? Meskipun, ada beberapa gadis yang disebut 'Gal' yang suka pakai
kosmetik tebal, yang suka menarik perhatian para guru. Juga, menghitung
orang-orang yang menggunakan makeup itu sangat jarang. Aku nggak pernah
berfikir akan ada saatnya dimana gadis-gadis SMA yang menggunakan
makeup akan diperbolehkan. Apa zaman sudah berubah? Atau apakah di SMA
ku dulu peraturannya sangat ketat? Aku tidak mengerti, tapi bagaimanapun
juga, itu bukan hal yang baik.
“Maksudku, apa kau pakai makeup juga? Aku nggak pernah melihatmu
sekalipun menggunakan makeup selama kau tinggal di sini.”
“Aku nggak bilang kalau aku nggak pakai makeup, aku cuma pakai saat aku
emang mau pakai.”
Nah, itulah yang selama ini aku pikirkan. Wajahnya kayaknya nggak cocok
pakai makeup tebal ... Sejujurnya, wajahnya sudah cukup manis sejak awal,
jadi sedikit makeup ringan udah cukup. Sebaliknya, sebagai seorang pria, aku
nggak bisa berhenti berfikir kalau nggak masalah untuknya untuk tidak
menggunakan makeup sama sekali.
"Apa maksudmu?"
Untuk itu, bahkan kebiasaan yang paling mendarah daging sekalipun mungkin
akan berhenti seiring dengan perubahan tingkat stres dan lingkungan.
Mengklik iklan, aku melihat-lihat isi halaman dan berhenti ketika aku
menemukan produk tertentu.
Ditulis dengan jelas dalam tulisan besar di halaman itu ‘Perawatan kulit adalah
masalah sebelum bermakeup!’. Sejujurnya, aku sama sekali tidak tahu apa-
apa tentang topik ini, tapi aku ingat Hashimoto pernah berkata kalau kulitnya
mudah mengering, jadi dia menggunakan toner setiap malam sebelum tidur.
Kalau bahkan seorang pria dewasa prihatin soal hal seperti itu, maka sama
sekali tidak aneh untuk para gadis-gadis SMA menganggap itu penting,
bukan?
"Begitu, kah?"
"Sering?"
"Sudah kuduga."
"Eh, ke mana?"
Sayu menatapku dengan terkejut ketika aku berjalan ke kamar mandi sambil
mencoba merapikan tempat tidurku.
Ketika aku selesai merapikan tempat tidur ku yang berantakan ke bentuk awal
yang rapi, aku berkata.
"Kita akan pergi untuk membeli toner kulit."
"Eh?"
×××
Aku berjalan dengan bungkuk ke arah toko kosmetik yang terletak di lantai
pertama toko serba ada di seberang stasiun. Ini mungkin pertama kalinya
dalam hidup ku dimana aku pernah pergi ke toko kosmetik.
“Jadi, apa maksudmu dengan 'nggak ingin terlihat kayak Sugar Daddy¹?”
Aku entah bagaimana berhasil menyeret Sayu ke sini. Meskipun dia nggak
memprotes secara lisan, dia mengerutkan bibirnya ke satu sisi untuk
mengekspresikan keengganannya.
“Kayaknya bagian untuk toner kulit ada sebelah sana.” Kataku sambil
menunjuk papan nama yang tergantung di langit-langit.
"Ada apa?"
"Tapi itu tidak seperti kamu meminta pendapatku tentang masalah ini,
setidaknya itu yang kurasakan ..."
Tentu saja, aku nggak bisa menyangkal kalau aku agak memaksanya untuk
datang jauh-jauh ke sini.
“Ah, jangan seperti itu, pilih saja yang kau suka. Aku bilang aku akan
membelikannya untukmu jadi ambil saja, ya? ” Kataku, cocok dengan tatapan
protes Sayu dan menanganinya dengan tepat.
Jika dikatakan secara lembut, mungkin aku hanya menggonggong pada pohon
yang salah. Meskipun begitu, aku merasa sedikit terganggu olehnya.
Sayu mungkin memiliki banyak waktu luang, tetapi bahkan dengan semua
waktu yang dia punya, sepertinya tidak ada yang bisa dia lakukan di rumah.
Tentu saja dia punya tugas yang harus dilakukan, tapi itu itu bukanlah tugas
yang harus dikerjakan hingga malam hari untuk menyelesaikannya.
Akan jauh lebih baik kalau ada TV di rumah, tapi aku nggak banyak menonton
TV sedari dulu sampai aku merasa tidak ada alasan bagi ku untuk
membelinya. Lagipula aku hidup sendirian sampai sekarang.
Duh, bahkan kalau aku memberinya uang dan menyuruhnya untuk membeli
sesuatu untuk dirinya sendiri, dia pasti akan kembali mengatakan sesuatu
seperti 'tidak ada sesuatu yang bagus,' atau memilih sesuatu yang sangat
murah. Jadi hari ini, aku memutuskan kalau aku akan membawanya jalan-
jalan, aku tidak peduli apa yang orang lain pikirkan tentang ku.
"Ada apa?"
Nada jawabanku yang tidak biasa sepertinya sudah mengganggu jalan pikiran
Sayu. Bahunya melompat kaget dan dia dengan cepat mengangkat kepalanya.
Senyum cerah Sayu yang tidak wajar dan pertanyaan tiba-tiba membuatku
sedikit bingung. Aku tidak berpikir dia akan memanggil ku sedemikian rupa
hanya untuk menanyakan pertanyaan ini.
"Aku akan menggunakan ini di rumahmu, jadi aku nggak mau apa yang aku
pilih punya aroma yang nggak kamu sukai. Kalau ada pilihan, aku cuma mau
memilih yang kamu sukai ... Apa yang salah dengan itu? "
“Kenapa aku khawatir!? Kamu membelikan ini untuk ku! Aku lebih suka untuk
tidak menyusahkan mu lebih jauh jika aku bisa membantu.”
“Sungguh, tidak ada aroma yang tidak aku sukai, cukup pilih apa yang kau
inginkan.”
“Nggak, pasti ada! Nggak ada satu orang pun yang tak memiliki aroma yang
tak mereka sukai! ”
Kenapa dia begitu tegas soal hal ini? Yah, melihatnya bersikeras, aku rasa
nggak ada salahnya untuk sedikit memikirkannya.
"Kayak sampah?"
"Bagaimana mungkin ada toner kulit yang punya bau seperti sampah?"
"Bukan itu yang aku maksudkan ... Seperti parfum apa yang tidak kamu
sukai?"
"Parfum? Biarpun kau mengatakan itu, sepertinya aku tidak akan tahu ... ”
"Untuk apa?"
“Kamu tahu, saat kereta begitu penuh dan kamu berdesakan dengan orang
lain. Kamu pasti mencium bau parfum seseorang, bukan?”
"…Betul."
"Kalau dibilang begitu, mungkin aku akan mengatakan aroma koloye orang
tua?"
"Ahh ... aku mengerti ... aku mengerti, tapi mungkin tidak ada toner kulit
dengan bau yang mirip dengan koloye."
Mengatakan itu, dia mengambil botol dari etalase dan memeriksa daftar
bahan. Dia bergumam "ini ..." dan "ini tidak memiliki aroma yang kuat ..."
ketika dia membalik beberapa botol lainnya. Kecakapan yang jelas di mana
dia memeriksa isi setiap botol mengkonfirmasi kecurigaan ku sebelumnya.
Kembali ketika dia masih di kota kelahirannya, dia mungkin cukup terlibat
untuk memilih produk sendiri dengan beberapa tingkat pengawasan. Namun,
karena keadaannya di sini, dia harus menyerah pada minat semacam itu.
Tentu saja, apa yang dia katakan tentang 'nggak akan mati tanpa ini' masih
berlaku, tetapi tidak seperti sebelumnya, dia tidak lagi harus khawatir tentang
kebutuhan dasar. Aku pikir tidak apa-apa baginya untuk menikmati 'hiburan',
atau setidaknya sesuatu yang dekat dengannya.
Setiap kali aku memikirkan Sayu, pemikiran ku akan selalu mengarah pada
satu pertanyaan tunggal ini.
Apa yang sebenarnya telah mendorong seorang gadis SMA yang normal untuk
meninggalkan gaya hidupnya yang dulu, mengorbankan segalanya selain
hidupnya hanya untuk melarikan diri dari rumah?
Perubahan topik yang tiba-tiba membuat ku terpaku dan aku tidak bisa
mengumpulkan pikiran untuk segera menjawab. Sayu menatapku dengan
bingung.
"Apa yang salah?"
"Oh, bukan apa-apa ... Hanya saja aku belum makan buah apa pun baru-baru
ini."
"Eh— ... Lalu apakah ada buah yang kamu sukai ketika kamu masih kecil?"
Kalau dipikir-pikir, aku juga tidak merasa orang tua ku makan banyak buah.
Dan juga, kami bukan keluarga yang makan buah-buahan sebagai makanan
ringan atau makanan penutup.
"Aku ingin makan ini saat kita mengeluarkan kotatsu ..." Aku ingat
mengatakan itu pada ibuku setiap musim dingin.
"Ya."
"Hah…"
"Dan aku lebih suka memilih satu dengan aroma yang kamu suka."
"Yoshida-san."
"O-Oy—”
Jelas bahwa apa yang dia lakukan hanya untuk bermain-main denganku.
"Kamu ternyata nggak nafsuan meskipun kamu seorang pria dewasa, Yoshida-
san."
"Yoshida-san."
"Hm?"
"Ya. Aku tidak butuh yang lain, dan bagaimanapun akan cukup lama untuk
menghabiskan satu botol. ”
“Oke, tapi bagaimana dengan makeup? Apakah kamu tidak membutuhkan itu?
” Tanyaku.
"Tidak juga."
Itu jumblah yang cukup besar ... Aku berfikir selagi mengeluarkan dua lembar
uang dari dompet ku dan meletakkannya di atas plat kasir.
Dia berkata seolah-olah itu adalah urusan orang lain, seolah-olah dia sendiri
bukan gadis SMA. 'Hanya karena kau tidak pergi ke sekolah bukan berarti kau
bukan gadis SMA' adalah apa yang ingin aku katakan, tetapi aku memutuskan
untuk tidak melakukannya.
"Karena kita sudah pergi keluar, mengapa kita tidak membeli sesuatu yang
lain?"
Kataku sambil menyerahkan kantong plastik yang berisi toner ke Sayu. Dia
melirik dengan tatapan ragu ke arahku.
Sudah jelas bahwa dia khawatir kalau aku mungkin berencana membeli
sesuatu yang lain untuknya. Memaksa senyum sebaik mungkin, aku
mengangkat bahu.
"Sesuatu."
"Jika kau hanya akan berdiri di sana, maka aku akan meninggalkanmu."
Untuk saat ini, aku harus menemukan sesuatu yang akan membantunya
membunuh waktu di rumah.
Meskipun begitu, aku tidak bisa tidak berpikir bahwa ini jauh lebih baik
daripada pergi berbelanja sendiri.
"Ada apa?"
"Tidak ada, kok ..."
Mungkin agak aneh bagi ku untuk mengatakan ini, tetapi aku merasa seperti
aku sudah menikmati diri ku sedikit lebih banyak sejak Sayu datang.
Aku bukan orang dengan banyak hobi. Pada hari-hari liburku, aku cenderung
hanya tidur dan menjelajahi internet. Satu-satunya olahraga yang aku
lakukan adalah berlari sesekali di atas treadmill. Dengan demikian, tidak
terlalu mengejutkan bahwa satu-satunya saat aku pergi keluar, adalah untuk
membeli makanan dan pakaian minimum. Yang berarti, aku biasanya tidak
pergi ke toko departemen di stasiun terdekat dari rumah ku. Bahkan jika aku
melakukannya, itu hanya untuk membeli apa yang aku butuhkan dengan cara
cepat dan pulang.
Sekarang aku berpikir tentang hal itu, sudah lama sejak aku pergi berbelanja
dengan santai.
Dari semua perubahan ini, yang terbesar mungkin adalah pikiran kosong yang
aku miliki selama perjalanan pulang-pergi ku.
Namun baru-baru ini, pikiran ku telah berputar dan semua tentang Sayu.
"Apakah dia punya masalah saat aku pergi bekerja?", "Dia tidak tiba-tiba
pergi, kan?" dan pemikiran serupa lainnya akan selalu memenuhi pikiranku
ketika aku bergegas pulang. Seolah itu benar-benar diperlukan, aku akan
meninggalkan pekerjaan tepat waktu dan bergegas naik kereta paling awal
yang bisa aku kejar. Turun di stasiun terdekat dengan rumah, aku akan
berjalan secepat mungkin tanpa rasa lelah.
Itulah seberapa besar dampak yang Sayu buat dalam hidup ku.
Meskipun dia adalah orang asing yang kebetulan datang ke rumahku hanya
karena situasi, aku mendapati diriku tidak mampu meninggalkannya
sendirian.
Apakah itu karena dia hanya seorang gadis SMA? Apakah itu karena aku
menemukannya saat situasinya sedang menyedihkan? Atau apakah itu
sesuatu yang lain? Sejujurnya aku tidak tahu. Hanya saja ...
"Yoshida-san?"
Sayu adalah seorang gadis yang mengubah ekspresinya dengan cepat dan
sering. Meskipun, yang paling menggangguku adalah rasanya sebagian besar
ekspresinya hanyalah 'tanggapan yang cocok' terhadap lingkungannya.
Setiap kali aku melihatnya tersenyum, aku bertanya-tanya apakah dia benar-
benar bersungguh-sungguh.
"Sayu."
"Ada apa?"
Ketika kami sampai di eskalator, aku menoleh untuk melihat Sayu, yang
mengembalikan tatapanku ketika dia mengikuti.
"Eh?"
Mengatakan itu padanya pada saat itu hanya akan menjadi dangkal. Itu hanya
akan berfungsi mengganggunya lebih daripada memberikan jaminan.
Tidak perlu terburu-buru untuk saat ini. Bangun jalur komunikasi yang aman
di antara kami sedikit demi sedikit, dan tunggu sampai dia siap terbuka untuk
ku.
"Hei Yoshida-san."
"Hm?"
Aku benar-benar terkejut. Untuk sesaat di sana, aku bahkan tidak tahu harus
berpikir apa. Namun, detik berikutnya, aku tertawa terbahak-bahak.
“Aku mengerti, aku mengerti, kau lapar, khan? Lalu mengapa kita tidak
membeli sesuatu untuk dimakan? ”
"Mm."
"Karena kau membuat semua makanan di rumah, mengapa kau tidak memilih
apa yang ingin kau makan sekarang selagi kita keluar?"
"Sesuatu yang tidak bisa kita makan di rumah mungkin bagus ... Bagaimana
dengan telur dadar di atas nasi?"
“Itu tidak sama seperti di rumah! Kamu hanya biasa mendapatkan Telur
dengan bagian yang lembut dan halus di restoran !! ”
Saat kami menuju restoran dengan olok-olok konyol, aku bisa merasakan
perasaan tidak nyaman yang kurasakan tentang Sayu yang terhanyut.
Pada saat yang sama, aku merasa sedikit malu akan diriku ku yang membuat
seorang gadis yang jauh lebih muda daripada diri ku sendiri yang
mengutamakan kebutuhan ku.
×××
Aku membuka kunci dan membuka pintu depan apartemen, basah oleh
keringat. Sayu masuk di depanku dengan kantong plastik di masing-masing
tangan.
"Haaaah ... Itu sangat berat, aku pikir aku akan mati."
“Bukankah ini yang orang sebut 'menuai apa yang kau tabur' ...? Heave-ho. "
Menolak keinginan untuk mengeluh, aku mengambil set tas plastikku dari
tanah dan mengikuti Sayu ketika aku melepas sepatu dan memasuki ruang
tamu.
Di pundakku ada kantong kertas berisi banyak buku manga dan buku-buku
sampul lain. Ruang mencengkeram kantong kertas tiba-tiba terasa sesak, jadi
tidak banyak yang bisa aku lakukan tentang rasa sakit karena kantong-
kantong itu tersangkut di pundak ku.
Ini adalah pertama kalinya dalam hidup ku kalau aku telah membeli cukup
banyak buku dan meminta kantong kertas untuk menampungnya.
“Apa kamu yakin punya waktu untuk membaca banyak buku ini? Biasanya
kamu hanya makan, mandi, dan langsung tidur. ”
Setelah makan telur dadar yang agak mahal di atas nasi, kami berjalan-jalan
di sekitar department store, di mana kami segera menemukan toko buku.
Kami masuk untuk melihat-lihat, tetapi berakhir dengan sedikit berbelanja.
Ada waktu di mana aku akan membaca manga atau membeli majalah
shounen mingguan selama perjalanan ku. Namun, setelah menyadari betapa
sulitnya membaca buku di kereta yang penuh dan sesak, aku menyerah
setelah satu bulan kegigihan ku. Sepertinya beberapa manga yang aku pikir
agak menarik masih aktif diterbitkan. Karena aku sudah ada di sana, aku pikir
aku mungkin juga membeli semuanya untuk dibaca nanti.
Yah, itu hanya alasan yang masuk akal. Tentu saja, ada bagian dari diri ku
yang benar-benar ingin membacanya, tetapi aku pikir akan lebih baik bagi
Sayu untuk memiliki sesuatu yang nyata untuk menghabiskan waktu selama
waktu luangnya. Jadi, selain manga, aku juga membeli beberapa buku dengan
label iklan seperti 'Meledak dalam popularitas di kalangan anak muda!' dan
juga, dalam tingkah yang agak tidak wajar, sebuah buku literatur berjudul
'Alasan Aku Melarikan Diri' , ditulis oleh seorang gadis yang meninggalkan
rumah untuk waktu yang lama selama tahun-tahun sekolahnya.
Jika aku menawarkan untuk membeli buku untuknya, dia pasti akan menolak,
jadi pada akhirnya, aku memutuskan untuk membelinya dengan dalih
menginginkannya untuk diriku sendiri. Baru setelah aku menyelesaikan
pembelian, aku menyadari bahwa tumpukan buku lebih berat daripada yang
aku bayangkan. Akibatnya, aku basah kuyup oleh keringat saat aku tiba di
rumah.
"Hei ... tentang semua ini ..."
"Kenapa kita tidak makan sedikit lebih mewah di rumah juga?" Aku telah
menyarankan begitu, tetapi ketika aku bertanya pada Sayu apa yang dia suka
makan, ternyata dia suka makan hidangan dengan rasa lembut, dan lebih
lembut. Di sisi lain, aku lebih suka hidangan dengan rasa yang lebih kuat dan
lebih menonjol.
Untuk membuat masakan itu, kami akhirnya membeli setiap bahan yang
mungkin kami butuhkan, yang menghasilkan jumlah besar bahan makanan.
"... Uh."
Tak perlu dikatakan bahwa ukuran kulkas untuk seorang pria lajang tanpa
keinginan untuk memasak. Untuk memulainya, mengingat dimensi rumah ku,
ukuran peralatan ku harus sangat kecil terlepas dari apakah aku memasak
sendiri atau tidak.
“Hmm, mari kita habiskan hari ini membuat makanan yang sudah jadi. Kamu
tahu, seperti goya chanpuru³. Ini juga akan membuat ruang untuk
meletakkan Tupperware, ” kata Sayu sambil mengambil isi kantong plastik
dan meletakkannya di kulkas.
Mendengar suaraku yang keras, Sayu menutup kulkas untuk sementara dan
mengintip ke arahku.
"Hm?"
"Jika kau punya waktu luang di siang hari, jangan ragu untuk membacanya."
Meskipun jarak antara kami, aku bisa melihat tatapannya goyah. Pupil
matanya dilemparkan ke bawah, tetapi dia dengan cepat mengingat kembali
pikirannya.
"Oh, tapi apa pun yang kau lakukan, jangan memanjakan aku."
"Begitu…?"
Dengan 'Ahaha' yang keras, Sayu sekali lagi membuka kulkas dan mulai
membongkar isi kantong plastik.
Padahal, itu tidak seperti percakapan yang tidak jelas yang kami miliki
beberapa saat yang lalu.
Tidak ada yang perlu ditertawakan, tetapi dia tertawa. Dia tersenyum, tetapi
tanpa tujuan yang jelas.
Itu biasa di antara orang dewasa. Mampu tersenyum adalah suatu keharusan,
baik itu dalam dunia bisnis atau dunia sosial. Tidak ada kesalahan dalam
memiliki keterampilan seperti itu; sebaliknya, aku cenderung percaya bahwa
tidak memiliki keterampilan seperti itu akan menyebabkan kesulitan bagi
orang dewasa seperti ku.
Sayu berbalik ke arahku saat aku melanjutkan. Ekspresinya sangat kacau dan
bingung. Mungkin aku sangat mengganggunya, tetapi aku tidak bisa berhenti
pada titik ini.
“Kau tidak perlu begitu perhatian di sekitarku. Ini mungkin bukan rumahmu,
tapi ... "
Bagaimanapun, dia tidak akan bisa kembali ke tempat asalnya sebelum dia
beres secara internal. Aku pasti tidak akan mengusirnya juga.
“Paling tidak, kau bisa tinggal di sini. Selama kau memegang janjimu kepada
ku, kau dapat tinggal di sini selama yang kau suka. Itu sebabnya ... Kau tidak
perlu membuat senyum licik. "
Setelah aku menyelesaikan semua yang harus aku katakan, tatapan Sayu
tampak berkeliaran di seberang ruangan. Dia menghela nafas panjang untuk
menenangkan pikirannya yang bermasalah dan dengan malu-malu
mengangguk beberapa kali.
"Yoshida-san."
"Apa?”
"Sebelumnya, aku ingin bertanya padamu ... 'Mengapa kamu begitu baik
padaku?'."
Ujung bibirnya terangkat sedikit ketika dia mengatakan itu, tetapi segera
diikuti dengan desahan.
"Tapi aku berpikir bahwa mengatakan itu tidak ada gunanya, jadi aku
berhenti."
“Aku yakin kamu baik tanpa alasan. Tidak ada gunanya bertanya. "
"Tentu saja. Aku belum pernah bertemu orang yang sebaik dirimu
sebelumnya, Yoshida-san. ”
"…Berhenti?"
Sayu menjadi cemberut dengan tanggapan ku, ringan menusuk sisi ku saat
dia melanjutkan.
"'Kau tidak perlu begitu perhatian di sekitarku.', ‘Kamu tidak perlu membuat
senyum licik seperti itu.’ Bukankah itu yang kamu katakan? "
"Ahh ..."
"Aku akan mencoba yang terbaik untuk berhenti bersikap terlalu perhatian
dan berhenti dengan senyum licik itu, ya ...?"
Dia menatap lurus ke mataku. Matanya yang sedikit terbalik akibat perbedaan
tinggi badan kami sedikit mengejutkanku.
"Ya, mari kita lakukan itu." Kataku sambil mengalihkan tatapanku.
"Tapi ... tentang senyumku itu ... Itu sudah menjadi kebiasaan, jadi berhenti
sebentar mungkin sedikit ..."
Ekspresi itu adalah kebiasaan yang sudah tertanam di dalam dirinya. Tidak
perlu banyak untuk mengerti bahwa itu bukan sesuatu yang dapat diubah
dalam sehari.
Paling tidak, aku yakin itu adalah kebiasaan yang ditanggung karena
kebutuhan. Hanya mengetahui bahwa dia berada dalam situasi seperti itu
membuat ku marah.
“Kebiasaan itu tidak mudah untuk diperbaiki. Luangkan waktu mu dengan itu.
"
"Hei, aku sudah memberitahumu ini sebelumnya, tapi aku bukan pria
rendahan seperti itu ..."
"Maksudku nggak begitu. Aku yakin akan hal ini. ” Sayu menyela ku.
“Tidak semudah yang kamu pikirkan untuk mentolerir orang lain. Aku tidak
berpikir bahwa siapa pun dalam hidup ku telah menjadi toleran terhadap ku
seperti dirimu. Yoshida-san ... kamu benar-benar baik. "
Ada beban aneh di balik kata-katanya. Meskipun aku merasa tidak nyaman
karena disebut baik, aku tidak bisa menahan diri untuk membantah.
"Aku ... aku tidak yakin apakah aku bisa mengungkapkan ini dengan benar
dengan kata-kata ..."
"Haha, kau tidak bilang," kataku, menghembuskan napas keras dari hidungku.
“Karena itulah aku akan berhenti berpikir seperti itu. Dari sekarang…"
"Aku akan melakukan yang terbaik untuk membuatmu berpikir 'syukurlah dia
ada di sini' ... Kedengarannya bagus, khan?"
Mau tak mau aku tertawa terkikik ketika mendengar itu. Aku bisa melihat
keterkejutan Sayu di sudut penglihatanku.
Jujur, aku ingin dia lebih egois, lebih memanjakan. Aku akan baik-baik saja
dengan itu, tetapi karena satu dan lain alasan, sepertinya dia tidak akan
tenang sampai dia membalas budi secara penuh.
Senyumnya yang tulus dan suasana hati yang santai, sesuai dengan usianya,
tampak jauh lebih alami.
Alasan aku akan berpikir itu pasti karena ego ku, tetapi aku tidak bisa tidak
berpikir demikian.
Catatan Penerjemah:
¹ Sugar Daddy adalah sebutan untuk pria tua yang punya pasangan muda
(misal: Hotman Paris)
³ Goya chanparu adalah sejenis salad atau ... sesuatu semacam masakan
dengan beberapa bahana khusunya pare dan daging. (Atau selebihnya bisa
kamu temukan di Wikiworld's)
Chapter 8
Mishima Yuzuha
“Ada apa—?”
Aku berdiri dari kursiku dan berjalan ke arahnya. Semua rekan kerja ku yang
menyaksikan situasi itu berekspresi 'ah, dia lagi' dan kembali fokus ke
pekerjaan mereka masing-masing.
Aku mengangkat suaraku, siap untuk membentak kuat Mishima saat dia
menatap ku kosong.
“Aku nggak tahu sudah berapa kali aku bilang begini padamu, tetapi tolong
periksa pekerjaanmu sebelum menyerahkannya!”
"Eh, lho."
"‘Eh, lho’ jidatmu!! Kode yang kau kerjakan banyak kesalahan! Gimana bisa
kau bilang itu selesai!? ”
“Mustahil ah~"
“Proyek ini harus selesai besok, bukankah sudah jelas kalau kau harus
menyelesaikannya hari ini? Jangan lupa kalau akulah yang harus melatihmu. ”
"Ah? Yah, aku ragu mereka akan sampai memecatku, cuma ... "
“Aku mungkin akan dikeluarkan dari proyek ini. Dengan begitu, tanggung
jawab ku sebagai pelatihmu mu mungkin akan diberikan kepada orang lain
juga.”
Mengingat interaksi kami yang biasanya hanya melibatkan diriku yang selalu
membentak dan mengomelinya, bukannya bagus kalau aku yang jadi
pelatihnya ini diganti sama orang lain?
Lalu kenapa dia malah begitu khawatir ketika aku mengatakan kepadanya
kalau orang lain mungkin ditugaskan untuk melatihnya menggantikan ku?
"Entah bagaimana, dia mengacaukan semua sistem dasar yang sudah aku
buat menjadi sangat berbeda."
"Bagaimana kau bisa memperhatikan semua ini disaat yang sama saat kau
sedang bekerja?"
“Bahkan kalau aku sedang fokus ke komputer sekalipun, aku masih bisa
dengan samar-samar mengetahui apa yang terjadi di kantor dari yang kulihat
melalui sudut mataku. Jika bos yang tidak aku sukai masuk, aku akan pergi
ke kamar mandi. "
Bagus kalau dia menganggap pekerjaannya serius, tapi dia masih kurang
dalam hal keterampilan.
Meskipun aku agak terbebani dengan pikiran kalau dia pasti masih akan
membuat kesalahan, aku harus tetap menyelesaikan bagian pekerjaan ku.
×××
"Mhm ..."
Disebuah bar dengan suasana yang bising dan sibuk, Mishima dan aku saling
menatap.
Setelah bekerja, ada beberapa hal yang terjadi dan aku akhirnya datang ke
sini untuk minum bersama dengan Mishima.
"Iya, tuh."
Aku mengambil satu teguk lagi dari birku dengan senyum kaku.
Beberapa jam yang lalu.
Siapa yang akan berpikir kalau junior ku, yang dimana ketika interaksi terjadi
diantara kami sebagian besar hanya terdiri dari aku yang membentaknya,
akan mengajak ku untuk pergi minum?
Aku sempat khawatir tentang apa yang akan Sayu buat untuk makan malam,
tapi dia mungkin bisa membuat sesuatu untuk dirinya sendiri. Aku juga
memberinya uang jika sesuatu yang darurat terjadi.
Karena kupikir mungkin sesekali semuanya akan baik saja, jadi aku menerima
ajakan junior ku dengan anggukan tegas.
“Sungguh, kau akan selalu bisa menyelesaikan pekerjaanmu seperti hari ini
dengan baik jika kau tetap fokus. Kenapa kau tidak selalu seperti ini saja?”
"Ewh …?"
“Ywoswida-swenpai …”
Pada saat aku menatap Mishima, dia sudah selesai melahap makanan di
mulutnya, dan sekarang melihat sekeliling dengan gelisah dan memainkan
ujung rambutnya dengan cara yang agak tertekan.
Kalau aku ada di posisinya, aku juga mungkin akan merasa sulit untuk tetap
tenang kalau seseorang terus menatapku lekat-lekat saat aku sedang makan.
"Aku hanya berpikir kalau kau mungkin akan diterima lebih baik kalau kau
bisa menyelesaikan semua pekerjaanmu dengan baik."
"Eh, benarkah~?"
"Apa—?"
"Serius, itu dia. Sejujurnya, Yoshida-senpai, hanya kamulah yang bisa benar-
benar memarahiku! ”
"Ada apa dengan dunia in? Apa para atasan yang lain tidak mengatakan apa-
apa?"
Mendengar ku, Mishima membuat ekspresi yang agak tajam namun keren dan
berkata dengan suara yang berani dan dalam.
“Mereka cuma bilang, “Baiklah, jangan khawatir tentang itu. Biarkan aku yang
menangani sisanya.” dengan ekspresi sombong di wajahnya.”
“Woah, siapa bilang apa? Dengarnya aja udah bikin pengen muntah. Nah,
siapa yang bilang? "
Aku memang pernah dengar kalau dia mencoba PDKT sama beberapa
karyawan baru, tapi aku gak tahu kalau Mishima juga salah satu targetnya.
“Jadi, apa alasan kau seperti itu? Apakah harus kuanggap kalau kau sengaja
ceroboh dalam melakukan pekerjaanmu agar atasanmu memperhatikanmu?”
Aku bertanya padanya dengan ekspresi tegas.
"Nggak gitu. Aku nggak peduli tentang mereka yang memperhatikan ku. ”
“Lalu apa rencanamu? Kalau kamu bisa melakukan pekerjaan dengan baik,
kenapa nggak? ”
"Mhm, aku mencoba memberitahu ini lebih awal, kamu tahu."
"... Hm?"
Aku benar-benar tidak mengerti maksud dari apa yang dia katakan.
"Lalu bagaimana jika mereka harus bekerja lebih keras lagi dari itu?"
"Maka mereka harus bekerja lebih keras lagi lebih dari itu."
"Ahaha, masa begitu, pada akhirnya mereka cuma bakal mati karena semua
pekerjaan itu, khan?" [3]
"Itu karena aku biasanya tenang, sehingga aku bisa berusaha keras ketika
saatnya sudah tiba."
“Sebagai orang yang bekerja di tempat kerja yang sama, kau harus tahu
kalau waktu kita selalu terdesak karena jadwal dan tenggat waktu di
perusahaan kita. Kau mengatakan akan melakukannya saat waktunya tiba,
sejujurnya, itu terjadi setiap hari.”
"Eh, mustahil."
Mishima mendengus ketika dia mengangkat jari telunjuknya untuk menolak.
“Maksudku, meskipun aku pergi bekerja tidak akan ada suatu perubahan di
tempat kerja, khan?”
"Aku nggak berpikir ada yang akan berubah bahkan kalau Yoshida-senpai
pergi."
“Benarkah?”
Aku ingin menolak, tapi aku belum menemukan kalimat yang tepat untuk
menanggapinya.
Aku tak pernah kepikiran soal apakah pekerjaan akan tetap berjalan seperti
biasa kalaupun aku tidak ada.
Sejujurnya, aku pikir aku adalah orang yang selalu di andalkan di tempat
kerja. Dalam 5 tahun ku di perusahaan ini, aku sudah beberapa kali
mendapatkan prestasi. Ditambah lagi, setiap proyek yang kuikuti sangat
menguntungkan bagi perusahaan.
“Tempat kerja akan kacau jika aku tidak ada!” Aku ingin berfikir seperti itu,
tapi aku tidak yakin.
“Fufu, yah, aku rasa itu akan tetap menjadi masalah kalau kamu mendadak
menghilang.”
“…ah, ya.”
“Aku rasa mungkin itu akan jadi masalah, tapi tidak akan sampai membuat
mereka merasa tidak tahu apa yang harus mereka lakukan.”
Aku tidak ingin memarahinya di sebuah bar. Hanya dengan mengetahui kalau
dia setidaknya bisa melakukannya jika dia mencoba, menurutku sudah cukup
baik untuk saat ini.
"Aku?"
"Maksudku, itu pasti melelahkan untuk memarahi seseorang yang tidak akan
memperdulikannya bahkan jika kamu menyuruh mereka melakukannya."
“Biasanya, orang hanya akan menyerah dan menilai kalau “mereka tidak akan
pernah bisa melakukannya bahkan setelah berjuang” setelah melihat orang
gagal beberapa kali. Bahkan atasan yang bersikap baik padaku melakukan
apa yang mereka lakukan karena ingin membuatku menyukai mereka, kamu
tahu.”
Mishima tidak lagi memiliki aura sembrono dan remeh seperti biasa.
Itu akan jauh lebih filosofis, sungguh, kalau tidak agak dingin. Ternyata dia
bisa membuat ekspresi seperti ini juga, ya.
"Tapi Yoshida-senpai, kamu selalu memberikan segalanya untuk marah
padaku."
“Maaf~, aku mau segelas lagi, terima kasih.” Mishima memanggil karyawan
bar.
Dia juga mengambil gelas kosong ku saat dia meminta gelas lain.
Kalau ku ingat kembali, bukankah koktail berada pada sisi yang lebih tinggi
dalam kandungan alkohol? Kalau dia siap memesan gelas kedua secepat ini,
itu mungkin berarti dia punya keyakinan soal kapasitas minumnya.
Dia terlihat sangat gelisah. Apa yang salah dengannya tiba-tiba? Apa dia
sudah mabuk?
"Aku nggak mau orang lain yang jadi pelatihku selain kamu, Yoshida-senpai”
"Oh baiklah…"
Kenapa dia begitu malu tentang hal itu? Cara dia mengatakan hal itu
membuatku merasa malu juga karena suatu alasan, jadi aku sangat ingin
situasi cepat berakhir.
“Aku pikir kalau kamu mungkin udah punya pacar atau semacamnya.”
“Maksudku, seperti, dulu kamu hanya bercukur tiga hari sekali, bukan? Lalu
tiba-tiba kamu mulau bercukur setiap hari. Jadi aku cuma mau tau apa kamu
punya pacar atau nggak.”
“Nyah—, itu nggak benar! Jangan membuatku terdengar seperti punya fetish
janggut atau yang lainnya!! ”
“Itu karena kamu selalu memarahiku dalam waktu yang lama! Jadi aku selalu
menghabiskan waktu melihat mulutmu! Aku nggak punya perasaan aneh atau
hal semacam itu!”
“Aku tidak punya pacar atau semacamnya. Maksudku, aku baru saja ditolak
belum lama ini. ”
"Itu…, Gotou-san."
Tiga pegawai yang duduk di sebelah kami melirik Mishima. Menyadari tatapan
mereka, Mishima dengan keras berdeham dan melanjutkan.
"Emangnya salah?"
"A-Ah."
"Hah?"
Aku bilang kalau aku akan menemaninya, jadi aku tidak bisa hanya
menemaninya dan tidak minum.
Yah, setidaknya aku kemari membawa uang simpatan. Menghela nafas pada
diriku sendiri, aku meningkatkan kecepatan dan meneguk bir gelasku.
Sekarang aku baru kepikiran, aku mulai bercukur karena apa yang dia
katakan.
Dengan cepat aku berpikir, tetapi pikiran ini dengan cepat menghilang dari
benakku dengan seteguk bir lagi.
×××
"Aku menyesal."
Pada akhirnya, aku tidak ikut minum bersamanya, dan malah menghabiskan
sisa makanannya.
Jadi, meskipun aku pulang kerja tepat waktu, aku baru tiba di rumah pada
pukul 10 malam.
Sayu mengangkat kepalanya dari kasur untuk menatapku, saat aku duduk di
atas tumitku.
Meskipun dia adalah orang yang bertanya, dia sepertinya terkejut. Kemudian,
dia menghembuskan napas berat dari hidungnya dan melanjutkan.
“Hufft, aku mengerti. Kamu lebih suka pergi makan malam dengan gadis lain
daripada makan makanan yang aku masak. "
Yah, aku tidak bisa mengatakan itu dengan lantang. Memang benar dia sudah
membuat makan malam.
Menyadari kalau aku tetap diam meminta maaf, Sayu mulai gemetar tak
terkendali.
Aku mengangkat kepalaku untuk melihat apa yang terjadi, hanya untuk
melihatnya menutup mulutnya dengan tangannya.
Sayu mencoba yang terbaik untuk menahan dirinya dari tertawa terbahak-
bahak.
“Ufufufu, ahh, itu lucu. Hei, aku nggak marah padamu atau apa pun. ”
"Ya ampun ... Sudah kuberi tahu jangan menggodaku seperti itu kan?"
"Yah, aku harus kerja besok, jadi aku nggak akan minum cukup sampai
membuatku mabuk."
“Ya… aku patah hati waktu itu. Ditambah sehari setelah itu adalah ‘paid
vacation’, ” kataku dengan ekspresi pahit di wajahku.
"…Sepertinya begitu."
Saat aku mengangguk sebagai jawaban, Sayu menunjukkan ekspresi puas diri
dan melanjutkan.
Bagian mana…?
"Oppai—"
Baik itu Sayu atau Mishima, aku tidak benar-benar pandai berurusan dengan
gadis-gadis yang dapat mengendalikan topik seperti mereka.
Catatan TL:
[2] Ini adalah permainan kata. Ungkapan yang dimaksud di sini adalah む っ
つ り 二次 元 バ ー コ ー ー. む っ つ り (muttsuri) digunakan untuk
menggambarkan seseorang yang pendiam, tapi dalam hal umum bisa juga
dibaca 'lemari cabul' atau 'orang pendiam'. 二次 元 (nijigen) adalah singkatan
dari 2D, konteksnya dijelaskan nanti. Sementara バ ー コ ー ド (barcode)
sering digunakan untuk merujuk gaya rambut bagi seseorang yang botak tapi
menyisir rambutnya ke belakang untuk menutupi kebotakannya, menciptakan
'efek barcode'.
[3] Suatu tragedi kematian karena bekerja terlalu keras (disebut karoushi) di
Jepang. Bahkan ada ukuran standar untuk 'jam lembur berlebihan'.
[4] Dalam bahasa Jepang, istilah untuk pacar dan perempuan adalah sama
彼女 (Kanojo). Jadi sementara Mishima mengatakan pacar, Yoshida
mengatakan gadis.
Chapter 9
Ponsel
"Hei."
“Bukan itu tujuanku datang kemari, dasar bego. Kau ini punya jadwal
mengacau sehari sekali apa gimana?”
“Apa maksudmu?” dari gerakannya dia sepertinya akan bertanya seperti itu
selagi memasang wajah bodoh. Ayolah, jangan bertingkah seolah aku gak tau
kalau kau hanya menyembunyikan keterampilanmu.
"Benerin, nih."
"Ba—Bagian mana?"
“Kurasa aku nggak perlu menjelaskan itu, kan?” Kataku ketika aku mendekat
ke Mishima.
Aku bisa merasakan nadaku akan meledak frustrasi. Mishima dengan panik
mengamati sekelilingnya, mendekatkan wajahnya, dan berbisik ke telingaku.
“Aku kan udah bilang pada Senpai kemarin kalau aku mau bermalas-malasan
…”
Kok dia bisa berfikir optimis? Aku mengkarkan tangan di bahunya dan
menatap langsung ke matanya.
“Dengar, ya! Hanya karena aku nggak bilang apa-apa kemarin ketika kita
minum, bukan berarti aku menyetujui rencanamu. Maaf saja, tapi jangan
salah faham.”
“Nggak mungkin! Apa itu artinya Senpai akan memaksaku agar bekerja lebih
keras?!”
“Apa kau masih harus bertanya? Semua orang kecuali dirimu sudah bekerja
keras, tahu!”
"Ung ..."
Dalam rasa malu, aku buru-buru menarik lenganku menjauh dari bahu
Mishima dan berdeham.
“Apa?! Tapi waktu yang tersisa kan cuma satu jam sampai jam istirahat.”
"Ueeegh ..."
Dia tahu apa yang harus dia lakukan, jadi aku akan membuatnya
melakukannya. Kalau dia tak melakukan banyak pekerjaan dan cuma jadi
penghangat kursi, tidak cuma dia yang akan dapat masalah.
Tapi—
“Yoshida-kun! Apakah kau punya waktu? " Sebuah suara memanggil ku dari
jauh.
"Aku?"
Tentu, itu sangat aneh bagi ku karena dia baru saja menolak ku belum lama
ini, tapi secara bersamaan, dia adalah atasanku.
Gotou-san, yang juga memegang posisi dalam MSDM [1], belum benar-benar
campur tangan dengan pekerjaan ku baru-baru ini, jadi tiba-tiba dipanggil
olehnya—atasan ku—adalah sebuah pengalaman yang menegangkan.
"Eh, besok?"
Apa? Apa artinya ini? Ini jelas bukan ajakan semacam 'ayo pergi minum!'.
Intinya, aku akan pergi ke suatu tempat bersama Gotou-san sepulang bekerja
besok.
Aku mau bilang kalau aku merasa bahagia, tapi masalah yang sebenarnya
bukan itu. Rasanya agak aneh.
Ketika aku berjalan menuju kursi ku, aku melihat keseliling kantor, dan
tatapanku bertemu dengan Mishima.
Terlepas dari hal yang membingungkan dan kembali bekerja. Meskipun aku
mengutuk secara internal, pikiranku dengan cepat kembali ke masalah
tentang Gotou-san.
×××
“Maaf soal tadi. Maukah kamu ikut makan malam bersama sepulang bekerja
besok?” Tulisnya.
“Itu nggak bagus…, aku bertanya-tanya, apa yang sebenarnya dia mau?”
Sayu menanggapi “Eh~?” dengan senyum setengah hati lalu dia kembali ke
pekerjaannya.
Bocah SMA mungkin nggak akan ngerti, tapi di dunia bekerja, ada banyak
maksud tersembunyi di balik hal-hal semacam ‘pergi makan
malam’ dan ‘minum-minum’.
Contohnya, bisa saja ini hanyalah kesempatan untuk membicarakan tentang
promosi yang datang secara tiba-tiba, atau mungkin juga hal lainnya.
Ketika aku pertama kali bergabung di perusahaan, salah satu atasanku pada
waktu itu pernah mengajaku ke sebuah bar untuk memarahiku dengan lembut
soal pekerjaan dan membicarakan soal masalah sensitif lainnya, mengatakan
sesuatu seperti ‘Itu buruk banget, kan?’ sebagai tambahannya.
Kecuali kalau aku punya hubungan persahabatan erat dengan atasan, sulit
berfikir agar tidak gugup ketika pergi bersama mereka.
“Jangan terlalu khawatir soal itu. Ayo cepat makan, nanti keburu dingin, lho.”
Ketika Sayu memberi isyarat, aku mulai memakan rebusan yang masih panas
dan mengepul. Aku mengambil sepotong kentang cokelat keemasan dengan
sumpit dan dengan perlahan memasukannya ke dalam mulut.
“Enak beud!”
"Sungguh? Syukurlah!"
Sayu terkikik saat dia makan sepotong daging bersama dengan nasi.
Harus ku akui kalau Sayu sangat luar biasa dalam memasak. Bisa dibilang,
kalau dia sering memasak di rumah.
"Hm?"
Aku mengangguk.
“…, Rasanya sulit buat pergi keluar bersamanya. Aku sudah menyukainnya
selama 5 tahun.” Kataku, merasakan sakit di dadaku.
"Maaf."
"Nggak perlu tegang. Gak masalah kalau menganggap ku sebagai pria yang
menyedihkan, sungguh. ”
“Pokoknya, aku akan pergi makan malam bersamanya besok. Aku gak bisa
nolak undangan dari atasanku, apalagi kalau itu Gotou-san.”
“Baiklah. Aku rasa aku nggak perlu memasakan makan malam buatmu besok,
kan?”
"Baiklah."
"Ponsel, ya …,”
Di masa dan zaman di mana bahkan anak SD membawa smartphone, aku gak
bisa berhenti berfikir kalau anak SMA yang justru lagi berkembang malah gak
punya smartphone.
Dasar wanita. Meskipun aku tak bisa memaklumi dia melemparkan ponselnya
ke laut, sifat tegasnya adalah sesuatu yang lain.
"Ya."
"Serius?"
"Yah, kau tahu, bisa saja ada saat di mana aku tiba-tiba tak akan bisa pulang,
jadi akan lebih baik kalau ada cara menghubungi mu sehingga makanan mu
tidak sia-sia."
"Ada apa?"
"Yah, uhm."
"Kamu tahu, hal-hal yang sedang kita bicarakan membuat kita tampak seperti
pengantin baru."
"Apa ...?"
“I, Itu cuma lelucon! Jangan membuat wajah seram begitu, ya ampun!”
“Maksudku, meskipun aku memasak terlalu banyak, aku mungkin bisa makan
sisanya buat sarapan atau semacamnya.”
“Aku nggak butuh itu! Aku nggak mau ponsel! Aku benar-benar nggak mau!”
"Nggak, aku benar-benar berfikir kalau aku gak butuh. Ditambah lagi,
sepertinya aku nggak bisa menandatangani kontrak sendiri.”
Kalau aku ingat dengan benar, ada aturan di mana siswa SMA tak dapat
menandatangani kontrak untuk memiliki ponsel tanpa orang tua mereka,
bukan? Yah, bukan berarti aku punya ponsel ketika aku masih SMA, jadi aku
nggak benar-benar tahu detailnya.
"Yah, bagaimanapun juga, aku ingin punya cara untuk menghubungimu jika
itu yang terjadi."
Jadi aku mengatakannya, tetapi Sayu dengan keras kepala menolak untuk
mengalah.
Jujur saja, itu sangat tidak nyaman untuk tidak memiliki cara menghubungi
seorang gadis SMA yang tinggal sendirian di rumahku. Paling tidak, aku ingin
punya cara untuk menghubunginya.
Ponsel, ya.
×××
“Eh, bukankah kau bisa kalau hanya mendaftarkan ponsel kedua dengan
namamu dan menyerahkannya ke Sayu-chan?”
"Benar juga!"
Begitu ya, jadi aku bisa membuat kontrak lain dengan namaku sendiri. Itu
bahkan nggak pernah terpikirkan olehku.
"Hm, kurasa aku akan pergi dan membeli ponsel di hari libur berikutnya." Aku
bergumam ketika menyalakan komputer kerjaku.
Yah, aku bisa meluangkan waktu untuk memikirkan tentang ponsel nanti.
Catatan Penerjemah:
[1] MSDM adalah singkatan dari Manajemen Sumber Daya Manusia. Menurut
wikipedia yang admin baca, MSDM adalah suatu ilmu atau cara bagaimana
mengatur hubungan dan peranan sumber daya yang dimiliki oleh individu
secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga
tercapai tujuan bersama perusahaan, karyawan dan masyarakat menjadi
maksimal. (Hebat kalau kalian ngerti, admin aja gak ngerti, tehe!)
Chapter 10
Gotou Airi
“Begitulah.”
“Ah.”
Dengan ekspresi membeku yang agak lama, Mishima akhirnya kembali sadar.
Dia mengambil potongan salmonnya sekali lagi.
Mishima sedang makan hidangan salmon. Dia memesannya dari ruang makan
staf saat dia mengatakan padaku “Aku sangat suka ini!”. Set makanan terdiri
dari salmon panggang, tumis sayuran, semangkuk sup, dan irisan sayuran
acar disajikan bersama dengan nasi putih. Meski sederhana, itu adalah menu
pokok.
Di sisi lain, aku memesan semangkuk Mie China. Saat aku membawanya ke
tempat duduk dan mengambil setaguk, itu sudah agak lebek. Dan tak terlalu
enak.
“Ehhh?! Aku gak ngerti!” Dia berkata sebelum dia mulai melahap sepotong
salmon lainnya.
“Eh?! Jadi Senpai juga gak ngerti?! Terus, kenapa Senpai menerima
ajakannya?!”
“Kau pikir, apa ada orang yang menolak ajakan dari atasannya?”
“Mm, itu tak akan jadi masalah kalau kau yang melakukannya, karena kau
adalah kau.”
Aku memilih untuk diam, dan lagi-lagi mengambil seteguk Mie China dari
mangkuku.
Aku tidak perlu menjelaskan padanya kalau “Itu karena kau cantik dan
seorang karyawan wanita yang disukai atasan, sehingga mereka tak
keberatan bahkan jika kau tolak.”
Ini sudah menjadi beban pikiranku sejak pertama kami minum bersama
beberapa waktu yang lalu. Apa pun masalahnya, sepertinya, terlepas dari
usianya, tak ada seorang pun yang pernah menegurnya sebelum berbicara
sambil makan menjadi kebiasaan buruknya. Bukankah hal seperti ini
seharusnya ditegur oleh orang tuanya? Kalau pun bukan orang tuanya,
teman-teman dekatnya, atau setidaknya seseorang harus menegur kebiasaan
buruknya.
Mungkinkah anak muda akhir-akhir ini tak peduli akan hal-hal semacam itu?
Aku tak mengerti sama sekali.
×××
“Oh, baiklah.”
“Ahahaha…,”
Mulut si orang tua sialan itu seenaknya saja bilang sesuatu semacam itu.
"Mhm ..."
Daripada itu, sulit bagi ku tuk memulai percakapan yang pantas dengannya.
“Kenapa sih dia mengajaku pergi keluar untuk makan malam hari ini?”
Pikiranku terus terjebak pada pertanyaan itu.
Kemudian, secara perlahan dia mengigit iga panggang. Dia tak memakan
seluruh daging yang panjang dan ramping itu dalam sekali suap, dan
memutuskan untuk mengunyahnya perlahan-lahan. Melihat bibirnya mengigit
sepotong daging saat dia mencoba memotongnya dengan gigi depannya,
entah bagaimana itu terasa agak erotis.
“... Mmm”
Aku baru saja menyadari sesuatu, Sayu tidak terlalu sering memasak
hidangan berat seperti daging. Saat aku pergi ke bar dengan Mishima, aku
memakan banyak daging ayam dan membuatku sedikit bosan, tapi sudah
lama sejak terakhir kali aku makan daging babi. Perlahan, aku mengunyah
daging babi yang rasanya enak. Aku sebaik mungkin menikmati rasanya.
"Nggak juga. Aku cuma merasa kalau kamu benar-benar seorang pria. ”
"Tapi, aku ini memang seorang pria." Aku cepat-cepat menjawab, meskipun
itu tidak berpengaruh apa-apa.
Apa maksudnya dari ‘Benar-benar seorang pria’. Siapa pun yang memiliki
mata seharusnya bisa tahu kalau dari segi manapun aku ini adalah seorang
pria.
Tapi aku merasa wajahku semakin panas, mungkin itu efek panas dari api
arang.
"Kamu gugup?"
"Lho? Kenapa?"
“Uh, ketika orang yang baru saja menolakmu medadak mengajakmu makan
malam, tidakkah kau akan merasa canggung?”
Aku buru-buru berpaling dari Gotou-san. Aku tidak bisa membiarkan diriku
menatap adegan erotis itu lagi.
Kalau aku melakukan sesuatu yang aneh lagi, aku cuma akan membuat diriku
jadi terlihat bodoh.
"Baiklah kalau begitu, bagaimana kalau kita bermain sebuah permainan biar
lebih santai?" Gotou-san memberi saran setelah menelan sepotong iga
barbekyu.
"Permainan?"
"Ya. Kita akan saling mengajukan tiga pertanyaan yang harus dijawab oleh
yang lain. Kedengarannya bagus, kan? "
Lihatlah bagaimana liciknya dia. Aku yakin dia sudah tahu apa yang ingin aku
tanyakan, tapi dia tak mau mengakuinya. Pada akhirnya, akulah yang akan
dipaksa untuk ‘bertanya’.
Saat aku mencari jawaban yang tepat, Gotou-san terkikik dan melambaikan
sumpitnya.
“Jangan ragu untuk bertanya apapun padaku, bahkan kalau itu sesuatu yang
mesum.”
Aku tak punya keberanian untuk menanyakan secara langsung pada saat-saat
seperti ini.
Sejujurnya, aku terkejut. Tidak pernah sekalipun dalam mimpi terliar ku, aku
akan berpikir kalau dia adalah tipe yang akan membawa orang untuk
barbekyu ketika dia mengajak seorang pria keluar untuk makan malam.
Naluriku mengatakan kalau mungkin ada alasan khusus kenapa dia memilih
barbekyu.
"Karena aku?"
"Karena apanya?"
“Sepiring hati sapi dan sepiring lidah sapi asin. Ah, kami juga pesan dua gelas
bir. ” Gotou-san dengan gembira memberi tahu pelayan.
"Eh?"
"…Uh-huh?”
Aku menunjukkan senyum yang dipaksakan, aku tak mengerti tentang itu.
Gotou-san melambaikan tangannya yang gemetar.
"Dulu saat kita masih rekan kerja, sebelum aku menjadi atasanmu, aku tak
bisa pergi keluar untuk barbekyu atau minum, kau tahu? Maksud ku, semua
orang berfikir kalau aku itu wanita yang ‘anggun’.”
Tidak bisa disangkal kalau dia punya penampilan yang agak dewasa. Bahkan
ketika dia menjadi atasan, dia jelas sangat populer. Terus terang, aku hanya
melihatnya dalam cahaya yang menyimpang.
Meskipun begitu, aku bisa mengerti kenapa dia tidak pernah menyarankan
untuk pergi 'barbekyu' atau 'minum'. Orang berfikir tak akan ada wanita
dengan sifat ‘anggun’ yang akan melakukan kegiatan yang biasanya dilakukan
oleh para pria paruh baya.
"Jadi, kenapa kamu berfikir tidak masalah jika mengajak ku untuk barbekyu?"
"Maksudku, itu karena kamu tidak akan menghakimi aku untuk itu atau
semacamnya, Yoshida-kun."
"Fufu, dan kamu tidak peduli ketika aku makan irisan daging babi dengan
kari."
Tawanya sedikit menggelitik hatiku. Tawanya adalah sesuatu yang tak pernah
bisa aku atasi, sejak 5 tahun yang lalu.
"Kenapa kau mengajak ku keluar buat makan malam hari ini?" Tanyaku tanpa
berpura-pura, membalas menatapnya.
“Kalau soal itu, itu karena ada hal yang mau aku tanya sama kamu, tahu?”
Aku merasa sangat sulit untuk berhadapan dengannya. Di saat yang sama,
aku tak bisa untuk tidak terpesona olehnya. Bahkan sekarang ini, jantungku
berdetak secepat dan mungkin sekeras bel alarm.
Dia bertanya.
Saat aku bertanya balik, mata Gotou-san melayang-layang saat dia terdiam
tidak bisa berkata-kata, dan itu cukup langka.
"Maksudmu!?"
“Kamu butuh tidur lebih banyak?! Apa aku harus percaya sama alasan itu?!
Kalau kamu orang yang bakal pulang tepat waktu cuma karena alasan kayak
gitu, kamu bakal ngelakuin itu dari dulu!”
“Mishima-san, dia gadis yang hampir setiap hari pulang tepat waktu, dan dia
cukup dekat sama kamu, Yoshida-kun. Bukankah beberapa waktu yang lalu
kalian pernah bekerja bersama? Itulah kenapa aku berfikir begitu.”
Itu sangat jelas buatku kalau percakapan ini berubah jadi aneh, aku dengan
paksa memotongnya.
"A-Ada apa?"
Sebaliknya, aku gak tau kenapa dia bisa befikir kayak gitu. Yah, dia emang
bilang alasannya, tapi aku gak kepikiran kalau ada dari orang yang cukup
dekat buat sampai mengambil kesimpukan kayak gitu.
“Beneran, deh! … Apa kau lupa kalau belum lama ini aku baru saja
menyatakan perasaanku padamu?”
Mendengar itu, wajah Gotou-san menjadi sedikit merah saat dia lalu
berdeham.
“Gimana aku bisa lupa ... Tapi, aku jelas-jelas menolakmu waktu itu. Jadi aku
pikir nggak aneh kalau kamu langsung mencari wanita lain setelah … ”
Gotou-san bertingkah sangat aneh hari ini. Dia bertingkah mencurigakan dan
sikapnya sekarang ini sangat berbeda dari sikap riangnya sebelumnya.
Rasanya kayak berurusan sama orang yang lebih muda dariku.
"Uhm."
"A, Apa?"
Aku lebih suka tak membiarkan kesalahpahaman ini terus berlanjut, jadi aku
harus memanfaatkan kesempatan ini buat mengatakannya langsung
kepadanya.
"Eh?"
"Nggak, tentu saja nggak! Aku nggak pernah menganggapmu sebagai orang
yang nggak tulus, Yoshida-kun, cuma ... ”
"Aku pikir daripada wanita sepertiku, wanita yang lebih muda bakalan lebih
cocok buatmu ..."
"Hah ..."
Tapi itu masih sedikit malu, jadi aku melihat sedikit ke bawah saat aku
mengatakan itu semua.
"Kau kenapa?"
"Ja, Jadi ... Itu benar kalau tidak ada apa-apa antara kamu dan Mishima-san?"
"Yap!"
Tapi yang lebih penting adalah—
“Hah?”
“Maksudku, aku orang yang cintanya udah kau tolak, kan? Mungkin aku agak
kasar, tapi secara pribadi, aku pikir setelah kau menolak seseorang harusnya
orang itu udah bukan urusanmu.”
“Aku pikir itu akan agak menjengkelkan kalau seorang pria yang baru
menyatakan cintannya kepadaku, lalu hatinya dicuri sama gadis yang lebih
muda.”
Jujur saja, hari ini dia sedikit membingungkan. Sementara aku masih ragu
untuk membereskannya, dia jelas bukan tipe yang bisa diyakinkan untuk
membicarakan sesuatu yang tidak ingin dia bicarakan. Mengingat ini masalah
5 tahun yang lalu, aku bisa mengerti kenapa dia tak mau terlalu banyak
bicara tentang itu.
"Yah, bagaimanapun, tidak ada apa pun antara Mishima dan aku, dan aku
juga tidak punya pacar."
Tidak ada gunanya menggali lebih jauh ke dalam topik, jadi aku hanya
mengulangi apa yang aku katakan dengan jelas.
Rasanya agak aneh merasa malu buat bilang ‘aku gak punya pacar’ di depan
seorang wanita yang aku sukai. Aku merasa sedikit kesal, tapi aku tidak tahu
kesal kepada siapa.
"Ah."
"Eh?"
"Apa maksudmu?"
“Kau bahkan sampai mengajak ku makan malam dan cuma itu yang mau kau
tanyakan?” Aku bertanya lagu.
"Betul…"
"... Serius?"
Aku menghela nafas panjang saat aku mengendur dan menyandarkan seluruh
tubuhku ke kursi.
Sepertinya, pikiran Gotou-san menjadi kosong untuk sesaat. Dia dengan cepat
batuk untuk membersihkan tenggorokannya sekali lagi dan melanjutkan
dengan sikap menantang.
"Itu rahasia."
Ini tidak masuk akal, tapi mungkin tidak ada gunanya untuk bertanya lebih
lanjut tentang ini karena jawaban tegasnya.
"Sekarang—”
"Kamu masih diizinkan untuk mengajukan satu pertanyaan lagi. Apakah ada
sesuatu yang masih mau kamu tanyakan? Atau udah selesai? ” Tanyanya
sambil meletakkan gelasnya di atas meja.
Aku bisa merasakan alkohol mulai membuatku mabuk. Mungkin ada juga
keinginan untuk menyingkirkan perasaan keruh dan membingungkan ini di
pikiran ku.
×××
Setelah mendengar itu, aku tidak bisa menahan diri untuk berpikir kalah dia
juga memiliki sisi yang aneh.
Tapi…
Aku menghela nafas panjang. Situasi ini benar-benar di luar dugaan ku.
Yah, dia menjelaskan kalau itu membuatnya kesal karena seorang pria yang
baru saja menyatakan perasaannya padanya akan segera berpaling ke wanita
yang lebih muda, tetapi perasaan putus asa yang kurasakan darinya hari ini
tampaknya menunjukkan sebaliknya.
Namun, pada akhirnya, ini tentang Gotou-san. Aku tidak bisa membayangkan
dia adalah orang yang sederhana dan tiba-tiba menyukaiku dengan begitu
cepat.
"Aku pulang."
"Oh!"
Membuka kunci pintu dan memasuki rumah ku, aku bertemu dengan Sayu,
yang bangkit dari tempat duduknya dan melompat untuk menyambut ku.
"Eh?"
“Eh, kelihatannya nggak kayak gitu buatku. Apakah dia mengatakan sesuatu
yang jahat sama kamu atau sesuatu semacam itu? "
"Tidak juga."
Aku melepas jaket ku dan dengan cepat berjalan melewati Sayu menuju
ruang tamu.
"Hei, Yoshida-san."
"Ada apa?"
"Mau pelukan?"
"Apa?"
“Apa tak tahu apa yang terjadi padamu, tapi bukankah kamu bakal merasa
lebih baik kalau kamu di peluk JK?”
"Eh?"
Apa yang dia lakukan sekarang, ya ampun. Aku berpikir sendiri dengan
senyum yang dipaksakan.
Dengan satu atau lain cara, jelas kalau dia berusaha mendorong ku.
"Diamlah."
Aku mengupas Sayu yang tertawa riang dan mengambil baju tidurku.
"Hei tunggu!"
“Kamu nggak mau kan baju mu jadi bau rokok! Sana mandi dulu! ”
"Aku punya firasat kamu bakal pulang ke rumah barusan, jadi aku
mengisinya!"
"Bersihkan dirimu sebelum berendam, oke? Aku tahu kamu lelah tapi jangan
lupa soal itu. ”
Sayu kembali ke ruang tamu dengan ekspresi puas dan menjatuhkan dirinya
ke lantai.
"Aku tahu."
Aku membawa pakaian dalam dan pakaian tidur ku dan menuju ruang
ganti [1] .
Aku menghela nafas kecil saat aku melepas pakaianku.
Saat ini, aku merasa sangat bersyukur karena Sayu ada di sini. Kalau aku
tinggal sendirian, aku mungkin akan menyiksa diriku dan tidur memikirkan
kejadian hari ini tentang Gotou-san. Ini bakal jafi malam yang sulit.
"Hah ... aku menyedihkan." Aku bergumam pada diriku sendiri dengan
senyum kaku.
Sekali lagi aku menyadari kalau Sayu selalu mendukung ku secara mental.
Aku membasuh badanku dari keringat sebelum memasuki bak mandi. Aku
baru saja kepikiran, apa dia menggunakan kamar mandi ini sebelum aku?
Aku memandangi air panas saat pertanyaan itu melintas di benak ku.
Setelah sadar kembali, aku menyadari kalau pikiran tentang Gotou-san, yang
telah menguasai pikiranku sampai beberapa saat yang lalu, telah menghilang.
Juga, perasaan yang agak tidak pasti sepertinya sudah mulai mengalir di
dadaku.
Meskipun ada banyak hal yang aku tidak mengerti, tetap benar kalau aku bisa
makan dengan Gotou-san, yang sangat aku dambakan. Itu pasti hal yang
menggembirakan.
Namun, Sayu mungkin khawatir tentang ku selama ini. Dia menyiapkan bak
mandi dan menghibur ku melalui kata-kata dan tingkah lakunya. Mungkin saja
dia sudah menyiapkan semuanya sebelumnya.
Aku seharusnya menjadi wali, tapi hari ini, dia malah seperti orang yang
merawat ku.
Seolah-olah …
Seolah-olah—
Rasanya jadi kayak lelaki yang pergi bermain-main dengan gadis lain walau
mereka udah punya istri, aku berpikir seperti itu sejenak. Aku cepat-cepat
menggelengkan kepalaku untuk mengabaikan pikiran itu.
Alkohol itu pasti sangat mengganggu pikiran ku. Terlepas dari situasinya, dia
masih anak SMA, bukan istri ku atau semacamnya. Aku tidak perlu merasa
bersalah karenanya.
"Jika aku membuat anak SMA seperti dia mengkhawatirkan ku ... lalu
bagaimana aku bisa berperan sebagai wali?"
Catatan Penerjemah:
[1] Kalau kalian sering nonton Anime atau Dorama, mungkin kalian pernah
lihat kalau rumah-rumah bergaya Jepang modern biasanya punya ruang ganti
sebelum masuk ke Kamar Mandi. Sedangkan toilet berada di ruang yang
berbeda. Dengan kata lain, nggak kayak di Indonesia di mana Kamar Mandi
dan Toilet bersatu, wkwk.
Chapter 11
Senyum
“Mungkin dia bakal lebih suka kasing dengan desain yang imut, ya?”
Menggunakan ID-ku, aku membeli ponsel cerdas dan mendaftar untuk paket
dengan batas data tinggi.
“Meskipun kau teman sekamarnya, kau kayaknya gak terlalu tau banyak soal
dia, ya.”
“Maksudku, itu gak normal buatku pergi keluar dari kebiasaanku buat tanya-
tanya tentang jenis pakaian kesukaannya.”
“Benarkah?”
Dia biasanya memakai sweater abu-abu yang sama setiap waktu di rumah.
“Serius, kalau itu sangat mengganggumu, kenapa kau nggak tanya langsung
aja sama dia?”
“Karena kalau aku menanyakan itu padanya, dia bakal bersikeras memintaku
untuk jangan membelikannya ponsel.”
"Bukan apa-apa. Aku cuma berpikir kalau kau sepertinya sangat menyayangi
Sayu-chan, Yoshida. ”
"Hah ...?"
“Maksudku, kalau tujuan kita ke sini cuma buat membeli ponsel, maka desain
kasing itu harusnya nggak terlalu menjadi masalah, kan?”
“Tapi kita sedang membicarakan seorang JK! Jadi itu pasti, kalau desain
kasing akan jadi hal yang penting buatnya!”
Mungkin ada bagian dari diriku jauh di dalam yang memang benar-benar
bermaksud melakukan itu.
“Yah, kalau kau nggak mau ambil pusing, pilih saja warna putih atau hitam.”
Aku rasa tak masalah membayangkan Sayu bawa-bawa ponsel dengan kasing
warna putih.
Setelah memeriksa kasing dan berjalan beberapa langkah dari meja kasir,
tatapanku bertemu dengan Hashimoto.
"Hei, Yoshida."
“Bakalan jadi masalah kalau dia jadi terikat secara emosional denganmu,
atau, mungkin lebih jauh, dia mungkin akan jatuh cinta padamu.”
Saat aku mengangguk setuju, kami berjalan keluar dari toko berdampingan.
"Tidak. Aku ta mungkin jatuh cinta kalau sama orang selain tipe Onee-chan
yang berdada besar ”
"Aku sangat mencintai istriku, dan kurasa aku tidak bisa lepas darinya."
“Apa yang aku maksud adalah kalau cinta dan pemikiran seksual itu dua hal
yang berbeda. Kau sebaiknya berhati-hati.”
"Nggak, tapi itu serius, aku nggak tertarik pada orang lain selain tipe Onee-
chan."
“Maaf karena udah menyeretmu ke masalah ini. Ayo cari sesuatu buat
dimakan, aku yang traktir.”
“Kalau gitu, aku mau makan Ramen. Di rumahku cuma ada makanan sehat
dan seimbang.”
“Entah kenapa aku merasa kau agak sombong. Kalau begitu, ayo kita pergi
makan Ramen.”
×××
"Ini buatmu."
"Buka saja."
"Eh, ini—?!"
"Sebuah ponsel."
"Darimana kamu mendapatkan ini?"
"Aku membelinya."
"Lho?! Kenapa!?"
“Jujur saja, sebelumnya aku terkejut. Kamu sangat jarang pergi belanja
waktu hari libur, jadi aku merasa agak curiga.”
"Tapi aku sadar sekarang. Kamu melakukan ini semua untuk ku ... "
“Benarkah? Aku cuma membeli model ini karena kelihatannya agak keren.”
"Iya, ya."
"Warna putih!"
Saat dia mengatakan itu dengan nada merendahkan yang sedikit misterius,
Sayu mengeluarkan kasing dan dengan cepat menerapkannya di smartphone
barunya.
"Tada~!"
"Bagus buatmu."
Sungguh, aku merasa seperti walinya. Tidak, sebenarnya, apa yang kulakukan
saat ini tak jauh berbeda seperti jadi wali-nya. Sejujurnya, aku tak yakin
apakah ini rasanya menjadi orang tua bahkan untuk seorang JK yang masa
lalunya tidak ku ketahui.
Tapi—
Aku tidak bisa membayangkan perasaan semacam itu akan tumbuh di antara
kami. Bagiku, daripada menganggapnya seorang ‘Wanita’, aku lebih
menganggapnya seorang ‘Anak’.
"Ah, Yoshida-san."
"Ada apa?"
Aku melihat menu utama dari aplikasi pesan yang sangat trendi dan akrab.
Sepertinya dia langsung mengunduh aplikasi ini begitu ponselnya menyala.
“Sangat hebat kau bisa tahu cara mengunduhnya dengan sangat cepat.”
Adaptasi anak-anak muda adalah pemandangan untuk dilihat. Setiap kalu aku
mengganti ponsel, aku selalu mengalami kebingungan karena aku tidak
paham cara mengakses fungsinya saat waktunya diperlukan.
Baru-baru ini aku pakai aplikasi perpesanan semacam ini untuk menghubungi
atasan ku di tempat kerja. Tapi, kadang-kadang aku mendapatkan pesan
penting dari aplikasi perpesanan juga, yang mana membuat ku ingin
menyarankan pada mereka untuk lebih baik menggunakan email perusahaan
untuk mengirim pesan penting daripada menggunakan aplikasi perpesanan.
Melihat layar ku, aku melihat nickname 'its_sayu' muncul di kolom 'teman'.
“Oy, bukankah kau harusnya memikirkan lebih baik tentang nickname akun
mu?”
“Aku nggak mau dengar itu dari orang yang menamain akunnya dengan
nama ‘yoshida-man’. Apa sih maksud dari ‘man’ itu?”
Saat itu Hashimoto mengeluh kalau ‘sangat merepotkan kalau aku harus
menghubungimu lewat email, jadi unduh saja ini!’ dan memaksaku untuk
membuat akun, setelah itu aku memutuskan nama yang cocok tanpa benar-
benar memikirkannya.
"Hehe."
"Lihat, lihat."
“Sa, Saat kau akan mulai kerja paruh waktu, kau akan mulai menambahkan
orang lagi kan …”
“Mulai sekarang, aku rasa kita akan lebih mudah menghubungi satu sama
lain.”
"Sepertinya, begitu."
“Pastikan Yoshida-san memberi tahu aku kalau-kalau kamu bakal pulang telat,
ya!”
"Akan kulakukan."
Apa-apaan itu?
Senyum aneh yang erotis itu. Nada suara itu yang membuat jantungku
berdetak kencang.
Dia cuma anak-anak, tapi dia punya intensitas aneh yang membuat ku ingin
mengepal hati ku dan itu menyebabkan keringat dingin muncul di tubuhku.
Aku udah terbiasa melihat senyum Sayu yang longgar dan santai. Sebaliknya,
aku pikir, hanya sedikit, senyum seperti itu menggemaskan.
Namun, senyum yang dia tunjukkan hari ini berbeda dari senyum yang dia
tunjukkan sampai sekarang—aku bisa merasakan sebuah 'motif' tertentu di
baliknya.
Aku menyiram wajahku dengan air lagi dan melepaskan napas panjang.
Terlepas dari gumaman ku, ingatan akan senyum menyihir gadis itu terus
berputar tanpa henti di benak ku.
Catatan Penerjemah :
[1] Disini ada dua arti tentang ‘asosiasi’. Dalam bahasa Jepang adalah istilah
ini adalah 付 き 合 い (tsukiai), yang bisa berarti ‘bersama’ atau, ‘menemani’,
tetapi tergantung pada konteksnya juga yang bisa memiliki arti ‘berkencan’.
Chapter 12
Ruang Tamu
Dengan riang, aku melambaikan tanganku saat aku melihat Yoshida-san pergi
keluar pintu.
Begitu Yoshida-san pergi bekerja, itu adalah tugas yang selalu aku kerjakan.
Aku selalu merasa pikiranku menjadi tenang setiap kali tanganku menyentuh
air yang mengalir. Ditambah lagi, suara mendecit dan menggosok membuatku
melupakan rasa sepi yang memenuhi kepalaku setiap kali aku sendirian.
Aku dengan cepat selesai mencuci piring. Karena tak ada tempat buat
mengeringkannya, aku cuma menyeka air yang tersisa menggunakan kain.
Jarak dari sini ke stasiun terdekat kira-kira sekitar 10 menit berjalan kaki. Aku
mau tau, Yoshida-san, apa dia udah naik kereta atau belum?
“Emang apa bedanya kalau dia udah naik kereta atau belum, kan?”
Meski sebanyak apapun aku bicara, tak ada satu orang pun di sekitarku yang
akan mendengar ucapanku, juga tak ada satu orang pun yang akan
menanggapinya. Kebiasaan berbicara sendiriku selalu semakin menjadi-jadi
setiap Yoshida-san tak ada di sini.
Setiap waktu, rasa kesepianku terus tumbuh.
Aku baru kepikiran, pasti Yoshida-san juga suka berbicara sendiri. Lagipula,
semua itu terjadi secara spontan. Bahkan sewaktu-waktu dia suka
mengatakan pemikian jujurnya tentang sesuatu. Itu benar-benar lucu.
"Ah."
Lagi.
Aku sudah pernah tinggal di banyak tempat sebelum aku tinggal di sini.
Masing-masing setiap orang punya karakteristik yang berbeda, itu pasti hal
yang wajar. Mereka semua berbeda tak satupun ada yang sama. Meski begitu,
semua lelaki yang rumahnya pernah aku singgahi semuanya punya satu
kesamaan.
Itu hal yang wajar. Itu semacam alasan pertukaran yang membuatku bisa
tinggal di rumah mereka.
Sejujurnya, aku rasa pertukaran seperti itu adalah hal yang normal.
Waktu itu, waktu Yoshida-san bilang kalau dia tak tertarik sama bocah SMA,
aku yakin kalau dia bakal berubah pikiran dalam beberapa hari kemudian.
Tapi, kenyataannya itu tak pernah terjadi.
Dia justru malah memaki ku dengan sepenuh hati, tapi dia juga malah
memberiku izin tinggal di rumahnya dengan harga yang sangat-sangat
murah, dengan cuma mengerjakan pekerjaan rumah.
Aku rasa dia tak terlalu membutuhkanku kalau cuma buat mengerjakan
pekerjaan rumah. Mungkin bakalan lebih jelas kalau aku bilang ‘itu bukan
berarti Yoshida-san nggak bisa mengerjakan pekerjaan rumah meskipun aku
nggak ada di sini.’
Buktinya, dia bisa hidup mandiri sampai sekarang. Walaupun dia tak pernah
masak buat dirinya sendiri, tapi aku yakin kalau dia sebenarnya bisa
melakukan itu.
Aku tak mengerti kenapa dari semua hal yang bisa dia minta dari ‘Gadis SMA’
yang tiba-tiba minta tinggal di rumahnya cuma sekedar ‘mengerjakan
pekerjaan rumah’ saja.
Kalau soal umur, aku ini seorang gadis SMA yang penuh dengan masa muda
dan energi; juga meski agak aneh kalau bilang kayak begini tentang diriku
sendiri, tapi aku pikir aku ini cukup cantik, kan? Ini tak seperti aku melebih-
lebihkan diriku atau semacamnya, tapi cuma sekedar perkiraan.
Bahkan kalau pun dia tak tertarik sama orang yang lebih muda, setidaknya di
harus …
Meski pada awalnya aku ragu, setelah beberapa hari berada di sini, harus
kuakui, aku sangat beruntung bisa ada di sini. Kebenaran itu tak bisa di
sangkal.
"Kenapa sih?!"
Tentang perasaan tak nyaman yang belum pernah aku rasakan sampai
sekarang.
Juga rasa kesepian yang aku rasakan di sore hari ketika Yoshida-san tidak ada
di sini. Itu juga perasaan yang aneh.
Dulu, di tempat-tempat di mana aku pernah tinggal, waktu terbaik itu saat
pemilik rumah sedang tak ada di rumah. Saat di mana pikiranku bisa jadi
lebih tenang. Dan saat di mana aku taj perlu membalas harapan siapa pun,
juga, saat di mana aku bisa melakukan apapun yang aku inginkan.
Waktu yang aku habiskan bersamanya justru adalah waktu yang bisa aku
habiskan dengan tenang.
Kenapa dia terus membuatku merasa nyaman? Apa kelebihan yang aku
berikan untuk Yoshida-san? Aku tak bisa mengerti semua itu.
Kecemasan yang tak ku mengerti ini merasuki ku dan terus tumbuh setiap
hari.
Pada titik ini, aku pikir aku akan lebih baik kalau dia menginginkanku sama
seperti yang lainnya.
Seseorang yang menginginkan ku dengan cara seperti itu jelas lebih baik bagi
ku. Ditambah lagi, sebenarnya, jauh di dalam diriku, aku berfikir tidak akan
keberatan kalau Yoshida-san mau menyentuh tubuhku. Kenapa? Aku tak tahu.
Yoshida-san tak pernah punya niat semacam itu. Bukan karena dia menahan
diri, tapi dia benar-benar sama sekali tak sedikit pun tertarik melakukan hal-
hal semacam itu padaku.
"Hah ..."
Semua ini adalah pertama kalinya buat ku. Aku tak rasakan hal lain selain
rasa bingung semenjak aku datang ke sini.
Aku merasa tenang, tapi aku menjadi gelisah. Aku gelisah, tapi aku merasa
hangat di dalam.
Saat aku menyeka meja menggunakan kain dapur, aku menghela nafas
panjang.
"Aku mau tahu, sampai kapan aku bisa tinggal di sini, ya?"
Aku penasaran apa Yoshida-san akan mengusirku saat dia sudah merasa tak
nyaman denganku, sama seperti semua pria lain yang pernah bersamaku
sampai sekarang?
Contohnya…
Saat aku memikirkan hal itu, tiba-tiba aku dirasuki perasaan mencekik dan
menyakitkan.
Dia kayaknya masih belum pulih setelah ditolak Gotou-san, tapi dia juga baru-
baru ini diajak jalan sama rekan kerja perempuan, jadi kayaknya dia gak
kenal gadis lain lagi.
Intinya, saat Yoshida-san menjalin hubungan sama orang lain, aku nggak
akan bisa tinggal di sini lagi.
Secara pribadi, aku selalu melihat anak-anak SMA yang mengajak pacar
mereka kerumahnya untuk bermain. Jadi bukan sesuatu yang aneh kalau
pasangan dewasa juga melakukan hal itu; Itu berlaku dua kali lipat untuk pria
yang hidup sendirian.
Dan nanti saatnya tiba, aku tak mungkin akan terus di sini, kan? Dia mungkin
tidak akan tinggal bersama pacarnya, tapi dia tak mungkin bisa
mempertahankan hubungan seandainya pacarnya tahu kalau dia tinggal
bersama siswa SMA asing.
“Fufu, kalau dia udah punya, dia pasti nggak akan punya pilihan lain selain
mengusirku, deh.”
Selagi pikiran negatif ini terus mengaduk di benak ku, sebuah pikiran lain
muncul.
"Kalau seandainya…"
Aku berdiri dan menuju ke mesin cuci, tapi pikiran sebelumnya itu terus
meliang-liang di kepalaku, perutku rasanya menyusut.
Lagipula, sudah seharusnya buat orang yang baik hati seperti Yoshida-san—
apalagi seseorang yang bisa diandalkan seperti dia—untuk memiliki pacar,
dan melakukan hal seperti itu juga sudah seharusnya di lakukan oleh
pasangan.
"Haaah ..."
"Apa-apaan ini…"
Aku merasa seperti tenggelam ke dalam lautan kesepian dan pusaran pikiran
negatif ini.
Meski dia baru saja pergi, aku mengucapkan namanya seolah-olah hidupku
dipertaruhkan.
Chapter 13
Perjalanan Bisnis
“Lagi-lagi kau melakukan ini dengan sengaja?! Berhentilah melakukan itu atau
aku akan memecatmu!”
“Tidak! Kamu salah! Kemarin, aku menyewa DVD terlalu banyak dan malah
keterusan nonton sampai tadi pagi, jadi aku belum tidur sama sekali malam
tadi…”
“Aku tak mau dengar alasamu itu! Perbaiki sekarang juga, kau mengerti?!”
Datangnya Kepala Seksi Odagiri ke ruang kerja khusus kami selalu menjadi
pertanda kalau hal-hal menyulitkan akan datang. Belum lagi, tatapannya
tertuju padaku.
“Aku ingin kau pergi bersamaku untuk perjalanan bisnis selama 2 minggu.”
Jujur saja, aku tak ingin pergi jauh dari rumah untuk ikut dalam perjalanan
ini, itu karena ada Sayu di rumah.
Belum lagi, wali yang meninggalkannya selama 2 minggu penuh itu bukanlah
hal yang baik.
“Aku tak menyangka kalau kau akan menolak ikut dalam perjalanan bisnis.
Kau biasanya langsung menerimanya tanpa berpikir lama.”
Aku tak bisa memberitahunya kalau aku tak bisa pergi karena ada seorang
gadis SMA yang tinggal di rumahku, jadi aku hanya bisa tertawa canggung.
Ah, benar! Aku bisa meminta Hashimoto untuk menggantikanku … dengan ide
itu, aku melirik kearah meja ‘tetangga’-ku, tapi ‘tetangga’-ku yang beberapa
saat sebelumnya berada di sini tiba-tiba saja menghilang entah kemana.
Dia mungkin jadi si nomor satu di perusahaan dalam hal ‘kemampuan lari’
dari situasi ini.
Yah, memikirkan tentang Istrinya Hashimoto, aku rasa dia juga tak ingin pergi
selama beberapa minggu.
“Ah, bagaimana kalau Mishima? Bagaimana kalau dia saja yang pergi?”
“Nyah!?”
Tiba-tiba aku menunjuk ke arah Mishima, yang mana dia merespon dengan
suara tekejut seperti anak kecil. Dia adalah orang yang bisa diandalkan kalau
dia mau serius, dan juga dia tidak punya pacar yang harus di pikirkan. Jadi,
mengajaknya untuk ikut akan lebih mudah.
“Cabang yang menjadi tujuan kita tak memiliki penginapan perusahaan, jadi
kita harus mencari penginapan kita sendiri. Itu tidak masalah, tapi aku ragu
kita bisa dapat dua kamar dalam perjalanan perusahaan seperti ini, dan itu
tidak pantas buatku kalau harus sekamar dengan wanita.”
“Memangnya kenapa kalau harus tinggal sekamar? Kepala seksi sudah punya
istri, jadi aku yakin tak akan ada hal aneh terjadi di antara kalian berdua.”
Kepala seksi Odagiri tampak agak terganggu dengan jawabanku, tapi dia
bergumam, “Yah, aku tak akan menyangkalnya…”. Sebelum akhirnya terdiam.
Kataku saat aku menoleh untuk melihatnya. Mishima sama sekali tidak
menyembunyikan ekspresi terkejutnya.
Maksudku, ini bukan berarti aku tak memahami perasaanmu, tapi kau tidak …
harus, yah, menjadi seperti itu. Jujur saja, beban di balik ekspresinya adalah
tentang hal lain.
“Mishima-kun tak perlu melakukannya. Ini hanya khusus untuk pria. Ayolah,
Yoshida, anggap saja ini sebagai bentuk untuk membantuku. Aku tak bisa
mengandalkan orang lain dalam hal ini. Ditambah lagi, kau masih lajang,
kan?”
Komentar yang tak diperlukan itu seperti duri yang menancap di dadaku. Aku
tak mengerti kenapa mereka tidak pernah meminta orang yang sudah
menikah untuk ikut dalam perjalanan bisnis seperti ini.
“Apa mungkin kau punya asalan kenapa kau tak bisa ikut? Jika alasanmu
masuk akal—aku tak akan memaksamu untuk ikut.”
Lalu, pada akhirnya, pertanyaan paling berat yang harus ku jawab pun
datang.
Dengan putus asa, aku mencari jawaban yang paling masuk akal. Ini adalah
satu-satunya saat di mana aku tak bisa menjelaskan masalah ini dengan
jujur.
Saat aku sedang dengan hati-hati dan cermat memilih setiap perkataanku,
seseorang mengulurkan tangannya untuk membantuku.
“Odagiri-san … sebaiknya kau menyerah saja, dia tetap tak ingin ikut…”
Seorang rekan kerja pria berlari ke sisi Kepala seksi Odagiri dengan gaya
bicara yang tak pantas. Pria itu adalah Endou, yang meja kerjanya tidak jauh
dari meja kerjaku.
“Jadi, bagaimana kalau aku saja yang menggantikannya? Aku masih lajang
dan sangat senggang. Jadi aku bisa ikut, kan?”
“Kau tak ingin pergi bersamaku? Aku tak menyangka kalau bos dari semua
orang akan mencampurkan perasaan pribadi dengan urusan bisnis…”
Endou terus mengoceh dengan keras kepala, yang mana membuat Kepala
seksi Odigiri memasang ekspresi ketidaksukaannya tanpa berusaha
menyembunyikannya.
"Ya tentu saja, meskipun aku akan melakukan apa pun yang aku inginkan di
luar jam kerja." [1]
Dengan ragu Endou mengangkat alisnya dan menjawab. Kepala seksi Odagiri
menghela nafas panjang dan mengangguk.
“Huh?!”
“Itu semacam, kau tak ingin pergi karena kau punya seorang gadis, apa aku
salah?”
Aku bingung dengan pertanyaan Endou. Apakah itu yang dia artikan dari
situasi ini?
Bisa dibilang, dia tidak ‘salah’ sama sekali. Lebih tepatnya, ini bukan tentang
pacar, tapi tentang gadis itu, ‘tanggung jawab’ ku, yang tinggal di rumahku,
jadi tidak salah lagi, alasanku menolak untuk ikut adalah karena seorang
‘gadis’ …
“Yoshida-senpai…”
“Oh, ayolah sobat. Kau tak perlu menyembunyikannya. Apa alasan lain untuk
seorang pria yang ikut ke perjalan bisnis—yang seperti berjalan-jalan di
taman—untuk tiba-tiba menolaknya?”
Aku berkata dengan nada yang sedikit lebih keras kepada rekan kerjaku
setelah menghela nafas singkat. Rekan kerja di sekeliling menjawab “baiklah,
selamat jalan” tanpa antusias.
Sebagai hukuman karena melarikan diri dari kepala seksi, dia harus pergi
makan siang sendiri hari ini.
×××
“Bukannya mie ini harusnya lebih kayak, kau tahu, sedikit punya lebih banyak
tekstur atau semacamnya? Mie konjak setidaknya agak lebih kenyal.”
“Kau tahu, semakin aku memakan ini, semakin seperti rasanya makan
makanan hewan. Saat seperti inilah, aku harap mereka akan merubah nama
pada menunya. Itu akan jadi seperti ‘set makanan hewan’ atau sesuatu
semacam itu. Itu mungkin akan lebih laku kalau mereka mengubah namanya
hanya karena membuat orang-orang penasaran soal itu.”
Rekan kerja kami, Koike, yang diseret oleh Endou dalam perjalanan itu,
sedang makan sepiring nasi goreng di samping Endou. Keduanya terlihat
akrab. Meskipun kalau dari sudut pandang orang lain, mereka terlihat selalu
berbeda pendapat karena kepribadian mereka yang berlawanan, tapi justru
sebaliknya, perbedaan itu nampak telah membantu keduanya untuk
mendapatkan keseimbangan yang baik di antara mereka.
“Nah, jadi—”
“Siapa pacarmu itu? Jangan bilang kalau kau akhirnya berhasil merebut
Gotou, ya?”
“Ngomong-ngomong, paket itu akan sampai pada 2 minggu saat kau pergi.”
“Paket?”
“Tidak. Ini adalah hal yang akan kau ambil segera begitu paketnya tiba.”
Endou menyeringai lebar yang sepertinya mengartikan kalau dia mengerti apa
yang kumaksud, tetapi untuk beberapa alasan Koike dengan ringan
menyikutnya.
"Uhk-"
“Benar, tentang apa ini? Kupikir ini tentang karakter anime atau apalah itu.”
“Yah, kalau dia sampai segitunya berusaha buat nyembunyiin itu, aku akan
bilang kalau lebih baik kalian tak bertanya.”
“Hei, um, maaf tentang apa yang terjadi. Pada akhirnya kamu
menggantikanku.”
“Jangan khawatir soal itu, bung. Aku masih lajang, aku punya banyak waktu
di dunia. Belum lagi, aku mungkin bisa makan beberapa makanan enak saat
aku berada di Gifu.”
“Selain itu, Kepala seksi Odagiri tak terlalu menyukaimu.”
“Astaga, sepertinya kau terlalu memikirkan banyak hal. Ini pasti alasan
kenapa kau tak populer di kalangan wanita.”
Komentar Endou bermaksud sebagai ejekan kecil, tapi tiba-tiba, aku tak bisa
menyangkal dan berpikir kalau dia mungkin tak salah soal itu.
“Yah, aku tak terlalu penasaran tentang apa alasanmu. Tapi karena aku sudah
menggantikanmu dalam perjalanan bisnis ini—”
Setelah menghirup mie China-nya dengan keras, dia menatap lurus ke mata
ku dan melanjutkan.
“Pastikan kau tak melewatkan apapun yang akan kau lakukan, entah itu soal
DVD ataupun Wanita.”
Setelah itu, Endou menikmati semangkuk mie-nya lagi. Mendengar suara saat
dia menghirup mie-nya, aku menghela nafas ringan.
Jelas-jelas apa yang dia maksud dari kata-katanya adalah “Alasanmu tak
membuatku yakin, tapi aku akan melepaskanmu kali ini!”. Meskipun dia
adalah orang yang pada dasarnya kasar dengan kepribadian riang, dia adalah
orang yang berpikiran dewasa saat harus berhadapan dengan masalah. Dia
banyak membantuku selama bekerja.
Aku mungkin tak akan bisa terus merahasiakannya. Kalau di waktu berikutnya
aku diminta untuk ikut ke perjalan bisnis, apakah saat itu Sayu sudah pulang
ke Hokkaido…? Hmm…
"Yo~shi~da-senpai."
"Uhag!!”
Tepat saat aku sedang mengunyah yakisoba-bubuk-kudzu, tiba-tiba Mishima
menyikutku dengan keras, membuatku hampir memuntahkan makanannya.
Setelah dengan terpaksa menelan makanan itu, aku memukul bahu Mishima
dengan telapak tanganku.
“Oy, apa maumu?! Jangan lakukan itu waktu orang lain lagi makan!”
“Ehmm ...”
“Oh, ayolah, bukannya aku udah bilang kalau aku tak punya pacar? Berapa
kali aku harus bilang?”
Aku merasakan luka yang semakin besar setiap membahas topik itu, jadi aku
berharap mereka akan menghentikan itu.
“Eh?! Apa-apaan itu?! Bukan berarti aku butuh izinmu kalau mau kencan
atau—Aw! Oy, berhenti melakukan itu! Kenapa kau terus menyikutku, sih?!
Dan setiap kali kau melakukannya, itu selalu tepat di iga!”
Aku memelototi Endou, yang terus membanting meja selagi tertawa. Sambil
menahan diri untuk sesaat, Endou menggelengkan kepalanya dengan bahu
gemetar.
Air mata mulai mengumpul dari sudut matanya, saat dia melanjutkan.
“Mulai sekarang, aku harus benar-benar mempercayaimu waktu kau bilang
kau tak punya pacar!”
Apa yang sedang mereka bicarakan ini? Aku memandang Koike dengan sedikit
bimbingan, tetapi dia hanya menunjukkan padaku senyum tegang dan
mengangkat bahu.
×××
“Yoshida-senpai?”
“Ada apa?”
"Hah? Film?"
"Ada teater di stasiun kereta yang paling dekat dengan rumahmu, kan?"
"Eheh?!"
"Kalau gitu ayo pergi. Filmnya bakal dimulai satu jam lagi!"
“O—Oy!”
Catatan Penerjemah:
[1] “Bebas melakukan apapun setelah jam kerja” dalam budaya kerja di
Jepang sebenarnya kayak semacam hal tabu. Di tempat kerja kantor
tradisional Jepang, pekerja diharuskan menemain atasannya untuk pergi
minum setelah jam kerja.
[2] Begitu ada ini, Admin langsung search namanya di Google (buat koleksi,
ehe, ups!), tapi sebenarnya AV Idol (Adult Video Idol) bernama Naruse Kokoa
itu gak ada dan referensinya adalah dari Naruse Kokomi (AV Idol sebenarnya,
yess!!!)
Chapter 14
Takdir
" Realisasi pertemuan yang ditakdirkan datang setelah fakta.”
" Lalu ... Apa yang harus aku lakukan dengan perasaan ini?”
" Eh?”
Profesor itu meneguk ludah dari cangkir kopinya, dan menunggu sebentar
sebelum melanjutkan.
“ Ditakdirkan atau tidak, cintamu asli. Apakah itu tidak cukup baik? “
" Pergi dan katakan padanya apa yang harus kamu lakukan. Hanya itu yang
dapat Kamu lakukan pada saat itu, bukan? “
Aku melirik Mishima sekilas, yang duduk di sampingku, dan mendapati dia
menunjukkan ekspresi seperti yang pernah kulihat darinya sejauh ini.
' Mengapa kamu tidak pernah membuat wajah seperti itu di tempat kerja?',
Jadi Aku pikir, tetapi jujur saja, Aku terkesan dengan betapa seriusnya dia
mengambil film ini.
Secara pribadi, Aku paling tidak berinvestasi dalam film ini. Melihat orang di
sisi lain Aku, mata mereka terpaku pada layar.
Mungkin memang bukan sifat Aku untuk dapat menikmati film secara
maksimal. Meskipun layar menggambarkan peristiwa-peristiwa dalam
kehidupan sesama, Aku tidak bisa menerimanya sebagai sesuatu yang bisa
terjadi dalam kenyataan. Jadi, Aku tidak dapat memahaminya pada tingkat
emosional.
Aku baru saja selesai mendengarkan panel yang dipandu oleh perusahaan
yang menjadi perhatian Aku, dan Aku pikir karena Aku ada di sini, Aku bisa
melihat perusahaan lain. Saat itulah Gotou-san memanggilku.
Jika Aku tidak bertemu dengannya hari itu, Aku mungkin tidak akan bekerja
untuk perusahaan ini; Aku juga tidak akan diberkati dengan pekerjaan yang
cocok, dan mungkin Aku tidak akan membangun karier seperti itu juga.
Padahal, jika Aku harus bertanya pada diri sendiri, apa yang Aku hadapi sejak
saat itu ...
Terkejut oleh teriakan pahlawan wanita di layar, aku menarik perhatianku dari
pikiranku dan kembali ke layar.
" Ketika kita pertama kali bertemu, kamu sangat membantu Aku, sehingga
sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata!”
" Saat itu, ketika kamu mengulurkan tangan kepadaku ... Kamu mungkin
tidak terlalu memikirkannya, dan aku tahu ini mungkin terdengar konyol,
tetapi pada saat itu, kamu benar-benar menyelamatkanku!”
Kilas balik bercampur dengan monolog pahlawan wanita, menunjukkan
bagaimana cerita dimulai. Itu adalah adegan di mana pahlawan wanita baru
saja lulus dari sekolah menengah dan
memasuki sebuah universitas di kota besar. Di kerumunan kampus yang
ramai, dia dengan cepat mendapati dirinya terisolasi dari orang-orang yang
dia kenal, dan, merasakan relatif tidak signifikannya dari keberadaannya,
tiba-tiba berhenti. Saat itulah pemuda itu, yang telah melihat sekeliling sambil
berjalan, menubruknya, menyebabkan dia jatuh di belakangnya. Pria muda itu
dengan bingung meminta maaf, dan mengulurkan tangan sambil bertanya
'Apakah kamu baik-baik saja?'. Saat itulah sang pahlawan telah jatuh cinta.
" Pikiran bahwa bahkan orang sepertiku bisa diperhatikan ... memberiku
ketenangan pikiran!”
' Untuk diperhatikan oleh seseorang'. Garis ini sepertinya bergema aneh
dalam pikiran Aku.
Saat itulah aku dengan mabuk menemukan jalan pulang, baru saja ditolak
oleh Gotou-san. Sayu duduk di bawah tiang lampu, lengannya di atas
lutut. Dia tampak seolah-olah dia dibalut di udara tanpa apa pun.
Saat aku menatap sosok menangis pahlawan wanita yang terpantul di layar,
bayangan senyum santai Sayu muncul di pikiranku.
" Mmmph-!”
Kemejanya ditekan keluar dari celah jaketnya, dan dari sana, aku bisa melihat
garis tubuhnya.
Bagaimana… sehat. Itu tidak berarti itu kecil.
Hanya saja, dengan pengetahuan kekuatan yang lebih besar seperti Gotou-
san yang membebani pikiranku, orang-orang dari kebanyakan wanita lain
menjadi sumber ketenangan dan kelegaan. Hanya itu yang ada di sana.
“ Entah bagaimana”
" Bersenang-senang, aku berpikir: 'mengapa tidak pergi menonton kisah cinta
dengan Yoshida senpai atau sesuatu ~'“
" Persetan?”
" Tapi itu pengalaman yang jauh lebih baik daripada yang kupikirkan ...”
“ Hmmm, apa yang aku pikirkan tentang itu? Bahkan jika Kamu bertanya
kepadaku itu ... "
Akan sangat aneh untuk mengakui bahwa Aku memiliki sesuatu yang lain di
pikiran Aku sepanjang waktu.
Ditambah lagi, karena Mishima nampaknya sangat menikmati film ini, itu tidak
benar untuk menghindari pertanyaan. Jika Aku harus menyuarakan pemikiran
Aku di film, bagian mana yang harus Aku bicarakan?
Kata-kata profesor segera terlintas di benaknya.
" Oh, benar, apakah Kamu ingat ketika profesor berkata, 'Kesadaran akan
pertemuan yang ditakdirkan terjadi setelah fakta'? Itu benar-benar ... selaras
denganmu.
Saat aku mengatakan itu, mata Mishima tampak bersinar dalam kegembiraan.
" Benar !? Baik!? Aku juga benar-benar merasakan dampak dari kata-kata itu
... Begitu, jadi Yoshida-senpai juga merasakan hal itu. “
" Aku bertanya-tanya apakah itu benar-benar oke untuk memahami itu.”
" Uhuh, aku tahu, tapi apakah itu benar-benar hal yang baik?”
" Ini semacam, seperti ... Umm ... agak membosankan, kan?”
" Membosankan?”
" Itu benar. Maksudku, di masa depan, aku akan mengadakan berbagai
pertemuan luar biasa yang akan berdampak besar pada hidupku,
bukan? Semua pertemuan ini akan terjadi di masa sekarang. Bukan apa yang
terjadi setelah atau sebelumnya, tetapi apa yang ada di saat ini. "
" Aku mengerti maksudmu.”
“ Tidakkah kamu memperhatikan hal-hal penting seperti itu saat ini? Bahwa
ini adalah pertemuan yang ditakdirkan? “
Meskipun matanya menjadi basah, aku masih bisa melihat cahaya yang
membandel di dalam.
" Pada saat kamu melihat sebuah pertemuan yang ditakdirkan, apa saja dan
segala sesuatu sudah berakhir dan di tempat yang jauh dari jangkauanmu ...
Ini bergerak untuk melihatnya dimainkan dalam sebuah cerita, tapi aku lebih
suka tidak menjadi bagian darinya.”
“ Aku baik-baik saja hanya dengan hadiah. Siapa yang peduli kemarin atau
besok? Bukannya Aku bisa hidup kapan saja tapi sekarang. “
Senyum yang dibawakan Mishima sekarang adalah level yang lebih matang
daripada yang biasanya dia kenakan. Aku tidak pernah berpikir bahwa dia
adalah orang yang membawa ekspresi seperti itu.
" Mishima-”
Mishima tertawa sangat keras hingga air mata mengalir di matanya. Dia
mengangguk beberapa kali sambil menyeka air mata dari matanya.
" Itu sebabnya, aku tidak ingin membiarkan pertemuan itu pergi.”
Aku hanya memperhatikan ini baru-baru ini, tetapi melihat 'ekspresi tidak
dikenal' dari seseorang yang Aku kenal membuat Aku merasa agak tidak
nyaman.
Khusus untuk Mishima, aku dengan jujur berpikir bahwa cara main-main di
mana dia biasanya tersenyum sangat cocok dengannya.
Dulu ketika dia pertama kali menjadi bawahan Aku, 'senyum main-main'
miliknya telah menjadi sumber frustrasi lebih lanjut. Meski begitu, bagaimana
sekarang? Aku sekarang merasa bahwa aspek miliknya lebih menarik daripada
itu.
Terkejut dengan perubahan pikiran Aku, Aku tersenyum pahit.
" Apa?”
" Aku sedang berbicara tentang perjumpaanmu yang ditakdirkan. Jika itu
kamu, aku yakin kamu akan bisa membuat sesuatu darinya. “
Kepala Mishima miring lebih jauh saat dia menatapku dengan ekspresi rumit.
Itu berbeda dari 'senyum licik' yang akan dia tunjukkan di tempat
kerja; seolah-olah dia menyembunyikan sesuatu yang penting di balik senyum
itu.
Aku sempat berpikir sejenak bahwa aku telah menginjak semacam ranjau
emosional, tetapi pada saat aku sadar, ekspresi Mishima tampak seolah-olah
tidak terjadi apa-apa.
" Yah, itu yang dikatakan, aku benar-benar senang dipuji! Maksudku, bukan
setiap hari Yoshida-senpai dari semua orang memujiku! “
" Aku berharap kamu akan memberiku sesuatu untuk memuji kamu di tempat
kerja ...”
" Ahaha, aku akan mencoba yang terbaik dalam jumlah sedang ~”
Merasa ada bahaya yang akan datang, secara naluriah Aku bergeser ke
belakang, tetapi sebelum Aku bisa menyelesaikan retret Aku, Mishima
bergegas mendatangi Aku.
" Ap ...”
Pada saat berikutnya, dia menarik Aku dengan pelukan erat. Karena aku
sekitar kepala lebih tinggi dari Mishima, seolah-olah dia mengubur wajahnya
di dadaku.
Ketika aroma sampo manis yang tiba-tiba dengan ringan masuk ke dalam
lubang hidungku, aku bisa merasakan sensasi kesemutan mengalir di sekujur
tubuhku.
Akhirnya merenggut Mishima dari Aku, dia tertawa cekikikan yang melengking
ketika menatap lurus ke mata Aku dan berkata.
" Jadi kamu bisa membuat wajah seperti itu juga, Yoshida-senpai.”
" Aku tidak bertanya-tanya apakah aku bisa membuat jantungmu berdetak.”
"... Seolah aku tidak akan melakukannya jika seorang wanita memutuskan
untuk memelukku dengan sangat erat.”
Dia terkikik, meskipun aku tidak yakin apa yang menurutnya lucu. Kemudian,
dia menghembuskan napas dengan keras
jika mencoba mengosongkan semua udara dari perutnya.
Apa yang dia rencanakan sekarang? Aku berpikir sendiri dengan desah putus
asa.
Karena penasaran jam berapa sekarang, Aku melihat jam tanganmu, yang
menunjukkan bahwa hampir jam 10 malam. Aku sedikit khawatir tentang
Sayu, jadi Aku mungkin harus segera pulang.
Aku tidak berpikir bahwa Aku telah melakukan sesuatu yang layak untuk
disyukuri. Dia teliti dengan cara yang paling aneh.
Dengan senyum gembira dan pergantian tumit, Mishima mondar-mandir
menuju stasiun.
" Apa yang akan Kamu lakukan jika orang yang ditakdirkan Aku-”
Teriak Mishima.
Aku bergumam pada diriku sendiri ketika aku berjalan menjauh dari stasiun.
Apakah Sayu masih menunggu Aku kembali? Atau apakah dia sudah bosan
menunggu dan pergi tidur?
Terlepas dari itu, Aku tidak bisa membantu tetapi merasa sedikit bersalah.
Aku memang menghubunginya sebelum pergi ke bioskop, tetapi pada saat itu
dia sudah mulai membuat makan malam.
Aku akan pastikan untuk makan sisa hari ini untuk sarapan besok.
Dengan mengingat hal itu, Aku mempercepat langkah Aku dan tiba di rumah
tak lama kemudian. Sudah pasti terasa lebih cepat berjalan pulang dengan
memikirkan sesuatu daripada tanpa sadar berlari pulang.
Ketika Aku memutar kunci Aku di kunci, Aku tidak mendengar bunyi klak yang
biasa
" Huh ... kurasa dia lupa menguncinya.”
Memiringkan kepalaku sedikit, aku membuka pintu.
Ketika Aku masuk, Aku langsung tahu bahwa ada sesuatu yang
salah. Padahal, aku tidak tahu apa itu sesuatu.
Biasanya, dia melongok keluar dan menyapa Aku, tetapi hari ini tidak ada
jawaban.
Aku mengetuk pintu kamar mandi dan ruang ganti dan membuka pintu, tetapi
pemanas kamar mandi tidak menyala. Aku bisa merasakan keringat dingin
terbentuk di permukaan kulitku.
Aku membuka pintu kamar mandi hanya untuk memastikan, tetapi Sayu juga
tidak ada di dalam.
Akan lebih baik jika itu yang terjadi, tetapi dia tidak pernah pergi untuk
membeli sesuatu di luar kebutuhan dasar, jadi sulit untuk percaya.
Setelah mengirim pesan itu, Aku mendengar bunyi bip elektronik ringan dari
arah ruang tamu.
"... Ya Tuhan.”
Bergegas ke ruang tamu, Aku menemukan telepon yang Aku tinggalkan Sayu
di atas meja.
Bagaimana jika seseorang memasuki tempat ini dan menyeret Sayu pergi
dengan paksa?
Ketika pikiran itu muncul di pikiran Aku, tubuh Aku memantul seperti pegas.
Dia memancarkan suasana yang ramah. Dia memiliki wajah yang tampan,
berbicara secara objektif, tetapi itu bukan tipeku.
Dia bertanya.
" Mhm.”
Aku mengangguk.
Itu bukan nama Aku yang sebenarnya, tetapi nama Aku saat ini.
" Rasanya enak.”
Apakah itu terasa enak? Apakah itu terasa buruk? Aku tidak tahu.
Yang bisa kurasakan hanyalah sedikit berdenyut di perutku dan mati rasa di
pintu masuk.
Aku pikir.
Pikiranku menjadi kosong melihat itu. Pada saat ini, kecuali aku menyiapkan
semuanya sebelumnya, aku tidak akan selesai membuat makan malam
sebelum Yoshida-san kembali.
" Aku akan menonton film dengan seorang kolega di bioskop stasiun terdekat,
jadi aku akan terlambat. Makan malam tanpaku. '
Aku merasa lega setelah melihat pesan itu.
"... Terima kasih Tuhan.”
Itu tidak berarti aku bisa tidur pada waktu yang aneh, tapi setidaknya aku
tidak mengganggu Yoshida-san dalam prosesnya.
Menenangkan saraf Aku, Aku perhatikan bahwa kulit Aku basah karena
keringat dingin.
Ketika sensasi dingin melintasi tubuhku, aku ingat isi mimpi yang kubangun
beberapa saat yang lalu. Goosebumps segera melompat dari permukaan
kulitku.
Aku tidak memiliki ingatan yang begitu jelas tentang masa-masa itu sejak Aku
datang ke rumah ini; Aku segera mengerti mengapa itu terjadi.
Meskipun begitu, bahwa jalan yang Aku tiba di sini tidak akan hilang. Itu
kenyataan.
" Yoshida-san.”
Saat itulah Aku menyadari bahwa Aku adalah manusia yang sangat bodoh.
Aku seharusnya memutuskan sendiri untuk ini sejak aku tinggal di rumah
orang asing pertama. Sebagai imbalan untuk melarikan diri dari rumah, Aku
akan menjalani hidup Aku seperti ini.
Untuk melepaskan diri dari kesulitan yang sebenarnya, Aku harus bersiap
untuk jenis kesulitan lain.
Padahal, jujur saja, Aku pikir Aku benar-benar merasakannya. Bahkan jika
Aku merasa tidak nyaman tentang apa yang Aku lakukan, bahkan jika Aku
merasa jijik tentang apa yang Aku lakukan, Aku hanya membiarkannya dan
melanjutkan perjalanan Aku.
Dia menyangkal semua yang telah Aku menjadi, namun menerima Aku apa
adanya. Dia telah membuatku
merasa bermasalah, bingung, terharu, dan kali ini, dia membuatku merasa
tidak enak.
Yoshida-san benar-benar baik; lebih banyak daripada orang yang Aku temui
sejauh ini.
Meskipun dia orang yang menilai orang lain dengan ketat, itu hanya karena
khawatir. Meskipun dia bertindak seolah-olah dia memprioritaskan dirinya
sendiri, dia akan selalu mengawasi orang lain.
Bagi seseorang seperti dia untuk menunjukkan kepadaku kebaikan, itu pasti
karena kasihan.
Itu aneh.
Sejak Aku melarikan diri ... Sejak Aku melarikan diri dari takdir yang terikat
padaku, Aku hanya pernah khawatir dengan 'berapa banyak waktu yang Aku
miliki sampai Aku akan dibuang'.
Berapa bulan, minggu, atau - lebih sering - hari itu? Pertanyaan ini selalu ada
di pikiran Aku.
Aku pikir beberapa bagian dari Aku tidak ingin dibuang olehnya.
Sebaliknya, mungkin bagian yang sama dari dia ingin dia menyukai Aku.
Meski begitu, aku ingin mendapat tempat sebagai 'seseorang' yang dia
sukai. Itu akan menjadi keinginan Aku.
Jika bahkan dia akan membuang Aku, lalu bagaimana Aku bisa menemukan
nilai dalam diri Aku?
Aku masih belum tahu apa persyaratannya untuk tidak membenci Aku.
Apa yang dia inginkan dari Aku? Sudahkah Aku memenuhi apa yang dia minta
dari Aku?
Semakin Aku memikirkannya, semakin Aku merasa tidak nyaman.
" Aku akan menonton film dengan seorang kolega di bioskop stasiun terdekat
'.
Melihat ke bawah dari telepon, Aku merenungkan makna di balik pesan ini
yang telah dikirimkan Yoshida-san kepadaku.
Adapun siapa yang mengundangnya, aku punya firasat bahwa itu mungkin
seorang gadis.
Apakah itu gadis yang mengundangnya minum beberapa hari yang lalu?
Yoshida-san menyukai Gotou-san, tapi bagaimana dengan gadis itu? Apakah
dia mungkin menyukainya juga? Jika demikian, apa yang mereka rencanakan
setelah film?
Pikiran-pikiran ini sepertinya berlangsung selamanya. Meskipun seharusnya
tidak ada hubungannya denganmu, Aku tidak bisa membantu tetapi menjadi
semakin cemas dan waktu terus berjalan.
Namun, tahu betul betapa bodohnya ini, aku tidak bisa menahan diri.
Aku akan menunggu di luar bioskop, melihat Yoshida-san dan orang yang
bersamanya, lalu pulang. Itu saja yang Aku rencanakan untuk dilakukan.
Itu hanya logis bagiku untuk tidak dapat menemukannya. Karena Aku tidak
tahu film apa
dia sedang menonton, aku harus bertemu dengannya secara kebetulan ketika
dia meninggalkan bioskop. Selain itu, akan ada banyak orang di daerah di
depan stasiun.
Menemukannya dari kerumunan seperti itu sama sekali tidak terasa realistis.
Haruskah Aku menganggap diri Aku beruntung atau tidak beruntung? Saat
Aku tiba di depan bioskop, Aku melihat Yoshida-san.
Dia, dan gadis cantik mengenakan jas yang memeluknya erat-erat.
Seolah-olah tubuh Aku telah berubah menjadi batu, Aku tidak bisa
menggerakkan otot.
Adegan itu mengingatkan Aku pada hari ketika Yoshida-san pergi ke acara
minum bersama dengan Gotou-san. Saat itu, ketika aku memeluknya dengan
harapan mendorongnya, dia menunjukkan senyum yang sedikit bermasalah
dan menepuk pundakku, mengatakan 'itu sudah cukup'.
Itu, dan hal yang sama tidak bisa dikatakan untuk gadis yang saat ini
memegang Yoshida-san dengan erat di tangannya.
Aku bergumam dengan suara yang tidak pernah terdengar oleh siapa pun
kecuali diriku sendiri.
Akhirnya, tubuh Aku mulai bergerak lagi. Aku berbalik dari stasiun dan mulai
berjalan pergi.
Kembali. Kembalilah, jangan perlihatkan apa pun, dan sambut dia seolah-olah
tidak ada yang terjadi.
Mohon maaf karena tidak menyiapkan makan malam dan memintanya untuk
mandi dulu.
Segala sesuatu dalam visi Aku telah menjadi pudar dan buram.
Sensasi menetes di wajah Aku memberi tahu Aku segalanya. Aku menangis.
" Kenapa?”
Aku menyeka mata Aku dengan lengan baju Aku, tetapi air mata terus
memancar tanpa terkendali.
Meskipun mataku terus mengalir dengan air mata, senyum kering mengalir ke
bibirku.
Aku cemburu.
Itu adalah rasa sakit yang tak terbatas dan tidak dapat diperbaiki.
Jika Aku terus tinggal di sana, Aku hanya akan menjadi beban bagi
kebahagiaannya.
Aku tidak bisa kembali, Aku tidak bisa kembali.
Hanya saja ... Aku tidak punya tempat lain untuk pergi.
Jadi Aku tanpa tujuan lari ke malam, memancar dan terengah-engah, seperti
Aku bodoh.
Setelah berpisah dari Yoshida-senpai dan melewati gerbang tol, aku berhenti
di tangga menuju platform.
Memikirkan ekspresi yang dia kenakan ketika dia melihatku pergi membuatku
merasa sedikit kesal. Dia tampak seperti orang tua yang mengirim anaknya
ke taman kanak-kanak.
Dengan itu, kupikir aku bisa berjalan-jalan di area sekitar stasiun terdekat
dengan rumah Yoshida-senpai.
Untuk dengan cepat mengubah pikiran Aku menjadi tindakan adalah salah
satu dari sedikit kekuatan Aku.
Aku keluar dari area berbayar dan melihat sekeliling alun-alun di depan
stasiun.
Stasiun itu lebih besar dari yang Aku duga. Itu punya bioskop sendiri,
restoran, dan department store untuk boot. Meskipun, secara mengejutkan,
Aku tidak dapat membayangkan dia mengunjungi salah satu dari fasilitas ini.
Ingatanku agak kabur, tapi kurasa aku ingat pernah mendengar dia tinggal
lebih dari 10 menit dari stasiun.
Melihat jalan yang kurang sibuk dan agak remang-remang, jadi kupikir
sebaiknya aku pergi ke sana.
Bukannya aku membenci keramaian stasiun, tapi aku suka suasana aneh yang
hanya ditemukan di tempat-tempat yang terbuka dan tenang ini.
Meskipun begitu-
Aku tidak pernah membayangkan bahwa Aku akan begitu dikuasai oleh
romansa.
Aku selalu menyukai film, bahkan lebih menyukai kisah-kisah cinta, tetapi
ketika Aku menonton, Aku merasa bahwa plot dan pengaturan seperti itu jauh
berbeda dari kehidupan Aku. Aku menikmati itu
cerita sebagai penonton dan tidak lebih.
Sejujurnya, alasan Aku mendapatkan pekerjaan Aku saat ini hampir pasti
karena Aku memiliki penampilan yang 'populer dengan pria yang lebih tua'.
Jadi, Aku bergabung dengan perusahaan karena penerimaan dari pria yang
lebih tua, dan segera menjadi subjek dari menjilat mereka.
Segera setelah itu, Aku perhatikan bahwa di tempat kerja seperti itu, akan
lebih mudah untuk mendapatkan dengan mengendur ketika Aku bisa daripada
bekerja keras. Aku hanya harus berpura-pura tidak tahu harus berbuat apa,
lalu setelah mendapat penjelasan yang tidak masuk akal dari salah satu pria
yang lebih tua, aku akan menunjukkan sedikit kemajuan dan mengatakan 'itu
semua berkat senpai kalian!' dengan senyum di atas. Aku akan menerima
jumlah stres paling sedikit sambil mengeluarkan jumlah pekerjaan paling
sedikit. Maka, Aku berencana untuk menjaga setengah hati ini sampai Aku
memiliki cukup uang yang dihemat.
Meskipun begitu, Aku lebih lanjut memperbaiki tindakan Aku dan terus
bermain untuk peran yang 'tidak mampu'. Seberapa jauh Aku akan
mendesaknya untuk memecahkan? Jadi, dengan campuran antisipasi dan
kegelisahan, Aku terus menyodok kulitnya seperti anak kecil. Meski begitu, dia
tidak retak sama sekali.
Pada saat Aku menyadarinya, Aku mulai mengikutinya dengan mata Aku
selama bekerja. Dari sana, tidak sulit untuk mengetahui bahwa dia naksir
Gotou-san.
' Begitu, begitu, dia bekerja keras untuk mengesankan gadis ini', jadi aku
berpikir, tetapi setelah beberapa saat, sepertinya tidak demikian. Bahkan
ketika dia keluar pada tugas untuk perusahaan afiliasi, dia bekerja sama
seperti sebelumnya, jika tidak lebih sulit daripada ketika dia hadir. Meskipun
tetangganya Hashimoto-senpai akan mengeluh dan menggerutu tentang hal
itu, ia akan terus membagikan beban kerja kepada anggota
proyeknya. Tampaknya dia selalu memiliki sikap serius dan rasa tanggung
jawab yang kuat.
Aku segera mengerti bahwa Aku bukan satu-satunya yang baik untuknya.
Aku merasakan hal itu, sambil membawa sentimen itu, perasaan Aku
kepadanya kadang-kadang berubah menjadi cinta.
" Oh?”
Jalan bercabang dari sini. Downhill mengarah ke area yang lebih gelap,
sementara naik tangga terasa seolah-olah itu akan mengarah ke area yang
agak luas.
Merasa seolah-olah jalan setapak itu cukup gelap, Aku memutuskan untuk
menaiki tangga. Lagipula aku lebih suka sensasi naik ke lereng yang
menurun. Perasaan sadar naik satu tangga pada suatu waktu agak
menyenangkan.
Lampu jalan menjadi lebih sering saat Aku pergi, menjadikannya area yang
jauh lebih terang daripada yang terakhir. Ketika mencapai ujung tangga, Aku
menjumpai sebuah taman kecil yang rapi.
Itu terletak tepat di sebelah gedung apartemen, jadi itu pasti taman distrik
perumahan.
Memiliki beberapa orang di sekitar itu menenangkan; sepertinya ini saat yang
tepat untuk melamun memikirkan sesuatu.
" Waah”
Menilai dari rambutnya yang panjang, itu sepertinya seorang gadis. Tubuhnya
dibungkus sweter yang tampak kasar.
Kami menatap kosong satu sama lain selama beberapa detik, sebelum dia
menutup mulut dan mengucapkan.
" Ah ... kamu orangnya dari”
" Hm?”
“ Kamu seorang siswa sekolah menengah, bukan? Apa yang kamu lakukan
selarut ini? Jika Kamu keluar setelah jam 10, Kamu akan dikirim ke konselor
bimbingan nanti, tahu? “
Mendengar apa yang Aku katakan, gadis itu menunjukkan ekspresi muram
dan mengalihkan pandangannya ke tanah.
Ini adalah cerita yang berbeda untuk seorang mahasiswa, tetapi akan sulit
bagi siswa sekolah menengah untuk melakukan hal yang sama. Bagi orang-
orang yang terlihat sangat muda, sedikit nasib buruk akan segera beralih ke
menemukan diri mereka di ujung penerima petunjuk jika mereka
menggunakan metro dan sejenisnya. Bagi orang yang ingin menghindari itu,
mereka tidak punya pilihan selain berkeliaran tanpa tujuan di dekatnya.
"... Yah, itu tidak akan terjadi jika mereka bersama wali mereka.”
Ada saat-saat ketika seseorang ingin melarikan diri dari rumah dan melakukan
apa yang tidak pernah mereka lakukan sebelumnya, Aku mengerti perasaan
itu.
Ketika gadis itu menatap kosong ke arahku, duduk di bangku sekali lagi dan
memberitahunya.
" Dengar, aku akan berada di sini sampai kereta terakhir akan pergi, jadi
luangkan waktumu dan pikirkan apa pun yang perlu kau pikirkan, oke?”
Mendengar apa yang Aku katakan, mata gadis itu tampak basah, dan dia
menggigit bibir bawahnya dengan erat.
"... Terima kasih banyak.”
Anak-anak dengan sopan santun sering kali adalah anak-anak yang baik.
Dengan pemikiran kuno seperti itu, Aku mulai memancing melalui tas Aku
sekali lagi. Rasa lapar Aku bertambah buruk seiring berjalannya waktu.
Setelah sedikit mencampur isi tas Aku, Aku akhirnya menemukan apa yang
Aku cari. Itu adalah bungkus biskuit dedak yang Aku simpan untuk Aku pada
saat-saat seperti ini.
" Heh-”
Aku terkekeh pada diriku sendiri, dan menawarkan salah satu dari dua
bungkus kerupukku kepada gadis itu.
Dia lebih pintar dari yang Aku duga, tetapi Aku suka berbicara dengan anak-
anak yang pintar.
Aku bermaksud menikmati waktu ini sendirian, tapi senang juga bisa
menikmati pertemuan tak terduga ini.
Mengambil gigitan dari seorang cracker, Aku memikirkan sebuah topik untuk
diajak ngobrol.
Dia memancarkan suasana yang ramah. Dia memiliki wajah yang tampan,
berbicara secara objektif, tetapi itu bukan tipeku.
Aku sudah lupa namanya.
" Tidak apa-apa.”
Dia bertanya.
" Mhm.”
Aku mengangguk.
Itu bukan nama Aku yang sebenarnya, tetapi nama Aku saat ini.
" Rasanya enak.”
Apakah itu terasa enak? Apakah itu terasa buruk? Aku tidak tahu.
Yang bisa kurasakan hanyalah sedikit berdenyut di perutku dan mati rasa di
pintu masuk.
Aku pikir.
Ketika Aku bangun, kamar sudah gelap.
Pikiranku menjadi kosong melihat itu. Pada saat ini, kecuali aku menyiapkan
semuanya sebelumnya, aku tidak akan selesai membuat makan malam
sebelum Yoshida-san kembali.
" Aku akan menonton film dengan seorang kolega di bioskop stasiun terdekat,
jadi aku akan terlambat. Makan malam tanpaku. '
Aku merasa lega setelah melihat pesan itu.
"... Terima kasih Tuhan.”
Itu tidak berarti aku bisa tidur pada waktu yang aneh, tapi setidaknya aku
tidak mengganggu Yoshida-san dalam prosesnya.
Menenangkan saraf Aku, Aku perhatikan bahwa kulit Aku basah karena
keringat dingin.
Ketika sensasi dingin melintasi tubuhku, aku ingat isi mimpi yang kubangun
beberapa saat yang lalu. Goosebumps segera melompat dari permukaan
kulitku.
Aku tidak memiliki ingatan yang begitu jelas tentang masa-masa itu sejak Aku
datang ke rumah ini; Aku segera mengerti mengapa itu terjadi.
Meskipun begitu, bahwa jalan yang Aku tiba di sini tidak akan hilang. Itu
kenyataan.
" Yoshida-san.”
Pikiranku tumpah dari benakku.
Saat itulah Aku menyadari bahwa Aku adalah manusia yang sangat bodoh.
Aku seharusnya memutuskan sendiri untuk ini sejak aku tinggal di rumah
orang asing pertama. Sebagai imbalan untuk melarikan diri dari rumah, Aku
akan menjalani hidup Aku seperti ini.
Untuk melepaskan diri dari kesulitan yang sebenarnya, Aku harus bersiap
untuk jenis kesulitan lain.
Padahal, jujur saja, Aku pikir Aku benar-benar merasakannya. Bahkan jika
Aku merasa tidak nyaman tentang apa yang Aku lakukan, bahkan jika Aku
merasa jijik tentang apa yang Aku lakukan, Aku hanya membiarkannya dan
melanjutkan perjalanan Aku.
Dia menyangkal semua yang telah Aku menjadi, namun menerima Aku apa
adanya. Dia telah membuatku
merasa bermasalah, bingung, terharu, dan kali ini, dia membuatku merasa
tidak enak.
Yoshida-san benar-benar baik; lebih banyak daripada orang yang Aku temui
sejauh ini.
Meskipun dia orang yang menilai orang lain dengan ketat, itu hanya karena
khawatir. Meskipun dia bertindak seolah-olah dia memprioritaskan dirinya
sendiri, dia akan selalu mengawasi orang lain.
Bagi seseorang seperti dia untuk menunjukkan kepadaku kebaikan, itu pasti
karena kasihan.
Itu aneh.
Sejak Aku melarikan diri ... Sejak Aku melarikan diri dari takdir yang terikat
padaku, Aku hanya pernah khawatir dengan 'berapa banyak waktu yang Aku
miliki sampai Aku akan dibuang'.
Berapa bulan, minggu, atau - lebih sering - hari itu? Pertanyaan ini selalu ada
di pikiran Aku.
Aku pikir beberapa bagian dari Aku tidak ingin dibuang olehnya.
Sebaliknya, mungkin bagian yang sama dari dia ingin dia menyukai Aku.
Meski begitu, aku ingin mendapat tempat sebagai 'seseorang' yang dia
sukai. Itu akan menjadi keinginan Aku.
Jika bahkan dia akan membuang Aku, lalu bagaimana Aku bisa menemukan
nilai dalam diri Aku?
Aku masih belum tahu apa persyaratannya untuk tidak membenci Aku.
Apa yang dia inginkan dari Aku? Sudahkah Aku memenuhi apa yang dia minta
dari Aku?
Semakin Aku memikirkannya, semakin Aku merasa tidak nyaman.
" Aku akan menonton film dengan seorang kolega di bioskop stasiun terdekat
'.
Melihat ke bawah dari telepon, Aku merenungkan makna di balik pesan ini
yang telah dikirimkan Yoshida-san kepadaku.
Namun, Yoshida-san jelas bukan tipe yang mengambil inisiatif untuk bermain
setelah bekerja. Belum lagi, dia pergi ke bioskop.
Adapun siapa yang mengundangnya, aku punya firasat bahwa itu mungkin
seorang gadis.
Apakah itu gadis yang mengundangnya minum beberapa hari yang lalu?
Yoshida-san menyukai Gotou-san, tapi bagaimana dengan gadis itu? Apakah
dia mungkin menyukainya juga? Jika demikian, apa yang mereka rencanakan
setelah film?
Pikiran-pikiran ini sepertinya berlangsung selamanya. Meskipun seharusnya
tidak ada hubungannya denganmu, Aku tidak bisa membantu tetapi menjadi
semakin cemas dan waktu terus berjalan.
Namun, tahu betul betapa bodohnya ini, aku tidak bisa menahan diri.
Aku akan menunggu di luar bioskop, melihat Yoshida-san dan orang yang
bersamanya, lalu pulang. Itu saja yang Aku rencanakan untuk dilakukan.
Itu hanya logis bagiku untuk tidak dapat menemukannya. Karena Aku tidak
tahu film apa
dia sedang menonton, aku harus bertemu dengannya secara kebetulan ketika
dia meninggalkan bioskop. Selain itu, akan ada banyak orang di daerah di
depan stasiun.
Menemukannya dari kerumunan seperti itu sama sekali tidak terasa realistis.
Haruskah Aku menganggap diri Aku beruntung atau tidak beruntung? Saat
Aku tiba di depan bioskop, Aku melihat Yoshida-san.
Seolah-olah tubuh Aku telah berubah menjadi batu, Aku tidak bisa
menggerakkan otot.
Adegan itu mengingatkan Aku pada hari ketika Yoshida-san pergi ke acara
minum bersama dengan Gotou-san. Saat itu, ketika aku memeluknya dengan
harapan mendorongnya, dia menunjukkan senyum yang sedikit bermasalah
dan menepuk pundakku, mengatakan 'itu sudah cukup'.
Itu, dan hal yang sama tidak bisa dikatakan untuk gadis yang saat ini
memegang Yoshida-san dengan erat di tangannya.
Aku bergumam dengan suara yang tidak pernah terdengar oleh siapa pun
kecuali diriku sendiri.
Akhirnya, tubuh Aku mulai bergerak lagi. Aku berbalik dari stasiun dan mulai
berjalan pergi.
Kembali. Kembalilah, jangan perlihatkan apa pun, dan sambut dia seolah-olah
tidak ada yang terjadi.
Mohon maaf karena tidak menyiapkan makan malam dan memintanya untuk
mandi dulu.
Segala sesuatu dalam visi Aku telah menjadi pudar dan buram.
Sensasi menetes di wajah Aku memberi tahu Aku segalanya. Aku menangis.
" Kenapa?”
Aku menyeka mata Aku dengan lengan baju Aku, tetapi air mata terus
memancar tanpa terkendali.
Meskipun mataku terus mengalir dengan air mata, senyum kering mengalir ke
bibirku.
Aku cemburu.
Itu adalah rasa sakit yang tak terbatas dan tidak dapat diperbaiki.
Jika Aku terus tinggal di sana, Aku hanya akan menjadi beban bagi
kebahagiaannya.
Hanya saja ... Aku tidak punya tempat lain untuk pergi.
Jadi Aku tanpa tujuan lari ke malam, memancar dan terengah-engah, seperti
Aku bodoh.
Setelah berpisah dari Yoshida-senpai dan melewati gerbang tol, aku berhenti
di tangga menuju platform.
Memikirkan ekspresi yang dia kenakan ketika dia melihatku pergi membuatku
merasa sedikit kesal. Dia tampak seperti orang tua yang mengirim anaknya
ke taman kanak-kanak.
Dengan itu, kupikir aku bisa berjalan-jalan di area sekitar stasiun terdekat
dengan rumah Yoshida-senpai.
Untuk dengan cepat mengubah pikiran Aku menjadi tindakan adalah salah
satu dari sedikit kekuatan Aku.
Aku keluar dari area berbayar dan melihat sekeliling alun-alun di depan
stasiun.
Stasiun itu lebih besar dari yang Aku duga. Itu punya bioskop sendiri,
restoran, dan department store untuk boot. Meskipun, secara mengejutkan,
Aku tidak dapat membayangkan dia mengunjungi salah satu dari fasilitas ini.
Ingatanku agak kabur, tapi kurasa aku ingat pernah mendengar dia tinggal
lebih dari 10 menit dari stasiun.
Bukannya aku membenci keramaian stasiun, tapi aku suka suasana aneh yang
hanya ditemukan di tempat-tempat yang terbuka dan tenang ini.
Meskipun begitu-
Aku tidak pernah membayangkan bahwa Aku akan begitu dikuasai oleh
romansa.
Aku selalu menyukai film, bahkan lebih menyukai kisah-kisah cinta, tetapi
ketika Aku menonton, Aku merasa bahwa plot dan pengaturan seperti itu jauh
berbeda dari kehidupan Aku. Aku menikmati itu
cerita sebagai penonton dan tidak lebih.
Sejujurnya, alasan Aku mendapatkan pekerjaan Aku saat ini hampir pasti
karena Aku memiliki penampilan yang 'populer dengan pria yang lebih tua'.
Jadi, Aku bergabung dengan perusahaan karena penerimaan dari pria yang
lebih tua, dan segera menjadi subjek dari menjilat mereka.
Segera setelah itu, Aku perhatikan bahwa di tempat kerja seperti itu, akan
lebih mudah untuk mendapatkan dengan mengendur ketika Aku bisa daripada
bekerja keras. Aku hanya harus berpura-pura tidak tahu harus berbuat apa,
lalu setelah mendapat penjelasan yang tidak masuk akal dari salah satu pria
yang lebih tua, aku akan menunjukkan sedikit kemajuan dan mengatakan 'itu
semua berkat senpai kalian!' dengan senyum di atas. Aku akan menerima
jumlah stres paling sedikit sambil mengeluarkan jumlah pekerjaan paling
sedikit. Maka, Aku berencana untuk menjaga setengah hati ini sampai Aku
memiliki cukup uang yang dihemat.
Meskipun begitu, Aku lebih lanjut memperbaiki tindakan Aku dan terus
bermain untuk peran yang 'tidak mampu'. Seberapa jauh Aku akan
mendesaknya untuk memecahkan? Jadi, dengan campuran antisipasi dan
kegelisahan, Aku terus menyodok kulitnya seperti anak kecil. Meski begitu, dia
tidak retak sama sekali.
Pada saat Aku menyadarinya, Aku mulai mengikutinya dengan mata Aku
selama bekerja. Dari sana, tidak sulit untuk mengetahui bahwa dia naksir
Gotou-san.
' Begitu, begitu, dia bekerja keras untuk mengesankan gadis ini', jadi aku
berpikir, tetapi setelah beberapa saat, sepertinya tidak demikian. Bahkan
ketika dia keluar pada tugas untuk perusahaan afiliasi, dia bekerja sama
seperti sebelumnya, jika tidak lebih sulit daripada ketika dia hadir. Meskipun
tetangganya Hashimoto-senpai akan mengeluh dan menggerutu tentang hal
itu, ia akan terus membagikan beban kerja kepada anggota
proyeknya. Tampaknya dia selalu memiliki sikap serius dan rasa tanggung
jawab yang kuat.
Aku segera mengerti bahwa Aku bukan satu-satunya yang baik untuknya.
Aku merasakan hal itu, sambil membawa sentimen itu, perasaan Aku
kepadanya kadang-kadang berubah menjadi cinta.
" Oh?”
Jalan bercabang dari sini. Downhill mengarah ke area yang lebih gelap,
sementara naik tangga terasa seolah-olah itu akan mengarah ke area yang
agak luas.
Merasa seolah-olah jalan setapak itu cukup gelap, Aku memutuskan untuk
menaiki tangga. Lagipula aku lebih suka sensasi naik ke lereng yang
menurun. Perasaan sadar naik satu tangga pada suatu waktu agak
menyenangkan.
Lampu jalan menjadi lebih sering saat Aku pergi, menjadikannya area yang
jauh lebih terang daripada yang terakhir. Ketika mencapai ujung tangga, Aku
menjumpai sebuah taman kecil yang rapi.
Itu terletak tepat di sebelah gedung apartemen, jadi itu pasti taman distrik
perumahan.
Memiliki beberapa orang di sekitar itu menenangkan; sepertinya ini saat yang
tepat untuk melamun memikirkan sesuatu.
Sekarang Aku berpikir tentang hal itu, kami datang ke bioskop tanpa
mengambil apa pun untuk dimakan terlebih dahulu.
" Waah”
Menilai dari rambutnya yang panjang, itu sepertinya seorang gadis. Tubuhnya
dibungkus sweter yang tampak kasar.
Kami menatap kosong satu sama lain selama beberapa detik, sebelum dia
menutup mulut dan mengucapkan.
" Ah ... kamu orangnya dari”
" Hm?”
“ Kamu seorang siswa sekolah menengah, bukan? Apa yang kamu lakukan
selarut ini? Jika Kamu keluar setelah jam 10, Kamu akan dikirim ke konselor
bimbingan nanti, tahu? “
Mendengar apa yang Aku katakan, gadis itu menunjukkan ekspresi muram
dan mengalihkan pandangannya ke tanah.
Dari itu saja, Aku mendapatkan pemahaman kasar tentang situasinya ...
"... Yah, itu tidak akan terjadi jika mereka bersama wali mereka.”
Ada saat-saat ketika seseorang ingin melarikan diri dari rumah dan melakukan
apa yang tidak pernah mereka lakukan sebelumnya, Aku mengerti perasaan
itu.
Ketika gadis itu menatap kosong ke arahku, duduk di bangku sekali lagi dan
memberitahunya.
" Dengar, aku akan berada di sini sampai kereta terakhir akan pergi, jadi
luangkan waktumu dan pikirkan apa pun yang perlu kau pikirkan, oke?”
Mendengar apa yang Aku katakan, mata gadis itu tampak basah, dan dia
menggigit bibir bawahnya dengan erat.
"... Terima kasih banyak.”
Anak-anak dengan sopan santun sering kali adalah anak-anak yang baik.
Dengan pemikiran kuno seperti itu, Aku mulai memancing melalui tas Aku
sekali lagi. Rasa lapar Aku bertambah buruk seiring berjalannya waktu.
Setelah sedikit mencampur isi tas Aku, Aku akhirnya menemukan apa yang
Aku cari. Itu adalah bungkus biskuit dedak yang Aku simpan untuk Aku pada
saat-saat seperti ini.
Melihat bangku di sebelah Aku, wajah gadis itu masih berlutut, tidak bergerak
sedikit pun. Meskipun, sedikit dari apa yang bisa kulihat dari telinganya telah
berubah sedikit merah.
" Heh-”
Aku terkekeh pada diriku sendiri, dan menawarkan salah satu dari dua
bungkus kerupukku kepada gadis itu.
Dia lebih pintar dari yang Aku duga, tetapi Aku suka berbicara dengan anak-
anak yang pintar.
Aku bermaksud menikmati waktu ini sendirian, tapi senang juga bisa
menikmati pertemuan tak terduga ini.
Mengambil gigitan dari seorang cracker, Aku memikirkan sebuah topik untuk
diajak ngobrol.
Chapter 16
Sifat Sejati
" Kamu seorang pelarian?”
Dia tidak benar-benar mengintip atau menanyai Aku atau semacamnya. 'Aku
agak penasaran, tetapi kamu tidak benar-benar perlu menjawab', suaranya
sepertinya menyiratkan.
Padahal, itu adalah sesuatu yang terjadi lebih dari setengah tahun yang
lalu. Kali ini, aku baru saja melarikan diri dari rumah Yoshida-san.
Awalnya Aku berniat untuk kembali, tetapi wanita yang mengunyah cracker
riang di sebelah Aku memberi Aku alasan untuk tidak melakukannya untuk
saat ini.
Mengapa orang ini berkeliaran di tempat seperti ini saat ini? Pertanyaan itu
menggelitik keingintahuanku, tetapi Aku pikir tidak ada gunanya untuk
merenungkannya.
Kata Yuzuha dengan mulut penuh kerupuk. Menelan dengan tegukan besar,
dia melanjutkan.
" Kurasa ada saatnya kau ingin melarikan diri ... Dulu ketika aku masih
sekolah menengah, aku melarikan diri beberapa kali.”
" Aku dan ibuku tidak pernah akur, jadi aku akhirnya banyak melarikan diri
setelah kami berkelahi.”
" Kau tahu, berkelahi dengan keluarga ... bosan melakukan gerakan di rumah
tangga yang bahagia ... ada banyak alasan.”
Dia bukan orang tua Aku, tetapi Aku harus menjawab dengan
mengingatnya. Lagi pula, dia menanyakan alasan mengapa aku ada di sini.
“ Kita rukun hebat ... setidaknya kurasa begitu. Mereka juga sangat baik. “
Ini aneh. Aku sudah begitu waspada terhadapnya sampai beberapa saat yang
lalu. Sejujurnya, adegan dia memegang Yoshida-san di tangannya masih
membuatku merasa mual.
Meskipun begitu, selama percakapan ini, aku merasa bahwa aku bisa
mencurahkan isi hatiku padanya.
" Aku tidak percaya ... bahwa mungkin ada kebaikan tanpa syarat.”
Bahu Yuzuha-san melompat mendengar apa yang Aku katakan. Dia berbalik
untuk menatap langsung ke Aku, sedikit memiringkan kepalanya, dan
menunggu Aku untuk melanjutkan.
" Selalu ada alasan, tidak peduli seberapa tidak penting ... bagi siapa pun
untuk menunjukkan kebaikan kepada orang lain."
" Aku juga berpikir begitu." Yuzuha-san setuju dengan sedikit anggukan.
" Di rumah ... ada seseorang yang sangat baik padaku, tapi tidak peduli
seberapa banyak aku memikirkannya, aku tidak tahu mengapa. Kenapa
mereka memperlakukanku seperti ini? “
" Hanya dengan berpikir bahwa akan ada suatu hari di mana aku akan
menjadi beban yang tidak perlu ... bahwa aku akan dibuang ke pinggir jalan
membuatku gelisah.”
" Aku juga berpikir bahwa tidak ada kebaikan tanpa syarat ... tapi kadang-
kadang, aku berpikir bahwa ada orang di luar sana yang bisa meyakinkanku
sebaliknya.”
Awalnya dia tampak tidak berinvestasi, tetapi sekarang aku bisa merasakan
gairah di balik kata-katanya.
Ah, jadi itu yang dia bicarakan. Melihat profilnya, tidak mungkin aku tidak
akan mengerti.
Bahwa dia berbicara tentang Yoshida-san, dan bahwa dia pasti jatuh cinta
padanya.
Meskipun kami berdua berbicara secara tidak jelas, kami berbicara tentang
orang yang sama.
Padahal, hanya aku yang menyadari itu.
“ Ketakutan adalah hal yang cukup sulit untuk dihadapi, bukan? Itu bisa
membuat orang melakukan apa yang sebaliknya tidak mereka lakukan, tetapi
juga menghentikan mereka tepat di jalur mereka. “
" Aku mendengar kutipan ini dari sebuah film beberapa waktu lalu, dan ketika
Aku melakukannya, Aku ingat pergi 'Aku melihat'.”
" Sayu-chan, aku pikir kamu dirasuki oleh rasa takutmu dan menjadi tidak
bisa mengambil tindakan.”
Mendengar dia mengatakannya, aku hanya bisa setuju. Aku takut; takut
menjadi pengganggu baginya, takut suatu hari akan ditolak olehnya, takut
bahwa ketika saatnya tiba, Aku akan kehilangan tempat Aku untuk dimiliki.
" Tapi jika kamu membiarkan rasa takutmu menghentikanmu dari melakukan
apa yang perlu kamu lakukan, tidak akan ada yang berubah. Kamu akan
berkubang dalam ketakutan selamanya. “
Menjadi orang yang bengkok dan patah seperti Aku, Aku merasa sulit untuk
bertemu dengan tatapannya yang jujur dan tak tergoyahkan. Ada lebih
banyak baginya daripada yang terlihat, tetapi dia adalah orang yang jujur.
" Yah, ada beberapa hal yang tidak akan berubah hanya karena kau bertindak
...”
Yuzuha-san menunjukkan senyum agak membenci diri sendiri dan bangkit
kembali di bangku.
" Maksudmu orang yang baru saja kamu bicarakan tadi itu?" Tanyaku meski
sudah tahu benar.
Dia mengangguk sebagai jawaban ketika pandangannya jatuh ke lantai.
" Mhm. Aku mencoba yang terbaik untuk memohon padanya, tetapi
sepertinya dia tidak memperhatikan sama sekali. Mungkin cara Aku tidak
berlaku baginya. “
Padahal, aku yakin bukan itu masalahnya. Dia telah berhasil mengeluarkan
ekspresi darinya yang bahkan belum pernah kulihat sebelumnya. Itu adalah
ekspresi yang aku yakin dia hanya tunjukkan pada 'wanita'.
Namun, Aku tidak menyuarakan pengetahuan ini. Aku tidak bisa mengatakan
bahwa Aku telah mengintip selama ini.
“ Meski begitu, itu lebih baik daripada tidak melakukan apa-apa sama
sekali. Paling tidak, lebih baik daripada duduk-duduk menunggu masa depan
datang, kemudian menyesal karena tidak melakukan apa-apa setelah fakta ...
“
" Ada sesuatu yang bisa diperoleh dari mencoba segalanya dan mengetahui
bahwa semuanya sia-sia.”
Meski begitu, apa yang dia katakan aneh bergema denganmu. Detak
jantungku semakin keras.
Sejak setengah tahun yang lalu ... Tidak, sejak lama sebelum itu, yang Aku
lakukan hanyalah melarikan diri. Aku berlari dan berlari dan lari, menjauh dari
ketakutan Aku, tidak tahu seberapa jauh itu akan membawa Aku. Aku
merencanakan dan menipu untuk melanjutkan kehidupan ini dengan
melakukan 'tidak ada yang khusus'. Meskipun berhasil, Aku tidak dapat
menemukan jawaban.
Dibandingkan dengan seseorang seperti Aku, gadis di depan Aku itu ramah,
ulet dan cantik.
" Aku pikir itu tidak ada gunanya.”
Kata-kata itu secara alami mengalir dari mulutku. Yuzuha menatapku dengan
terkejut.
Yuzuha berkata ketika dia berdiri dari bangku dan berjalan santai menuju
bangku tempat aku duduk. Kemudian, dia duduk tepat di sampingku.
" Tetapi jika Kamu ingin terlibat dengan mereka mulai dari sini, jika Kamu
ingin diri Kamu merasa dibutuhkan oleh mereka, maka ada sesuatu yang
harus Kamu lakukan terlebih dahulu.”
" Aku tidak percaya ada orang di luar sana yang tidak menyembunyikan apa
pun, tetapi akan sulit untuk mengatakan kepada seseorang untuk menerima
kamu apa adanya sementara menyembunyikan segala yang ada untuk
disembunyikan.”
"... Kamu benar juga." Aku menjawab sambil berpikir tentang Yoshida-san.
Aku bisa merasakan bahwa dia sengaja menghindari bertanya tentang latar
belakang Aku; dan bahwa Aku telah membiarkannya untuk keuntunganmu
sendiri.
Tapi situasi saat ini adalah seperti yang Yuzuha-san katakan. Sejujurnya naif
dan mementingkan diri sendiri bagiku untuk berpikir bahwa dia akan
menerima Aku apa adanya ketika Aku menyembunyikan segala sesuatu
darinya.
" Belum lagi ... orang yang benar-benar baik yang kamu bicarakan telah
bersikap baik padamu sejak kamu mengenal mereka, kan?”
" Maka bukankah itu benar untuk mengasumsikan bahwa mereka akan terus
seperti itu terlepas?”
“ Jika mereka baik padamu, Sayu-chan, maka kupikir itu berarti mereka
benar-benar percaya padamu. Jadi, tidakkah Kamu akan mencoba untuk
percaya pada mereka ... jika hanya sedikit lebih banyak? “
Apakah dia pernah mengkhianati sekali saja? Meskipun kita belum hidup
bersama selama itu, aku tidak berpikir dia pernah mengabaikanku.
Dia tidak memaksakan masalah itu. Itu hanya pertanyaan yang bermaksud
baik.
Yah, sebenarnya tidak ada artinya duduk-duduk lagi. Ditambah lagi, Yoshida-
san mungkin mulai khawatir sekarang.
-kembali.
Jadi aku bermaksud mengatakannya, tetapi derap kaki yang cepat di trotoar
terdekat menarik perhatian kami.
Suara itu ditemani oleh orang yang muncul di pikiranku beberapa saat
sebelumnya.
" Aku bisa mengatakan hal yang sama untukmu, senpai ...”
Yuzuha-san, ekspresinya tidak menyembunyikan kebingungannya sedikitpun,
mengalihkan pandangannya bolak-balik antara Yoshida-san dan aku.
" Uhm ... tentang ini ...”
" Aku harap kamu punya penjelasan yang bisa diterima untuk ini.”
Mendengar dia berkata itu membuatku merasa sedikit aneh. Apakah itu
karena dia memperhatikan bahwa Aku telah pergi dan bingung tentang hal
itu?
Bukankah seseorang biasanya lebih tenang saat aku pergi?
Mengikuti alur pemikiran itu, apa yang Yuzuha-san katakan sebelumnya
muncul di pikiran.
' Jadi, tidakkah kamu mencoba untuk percaya pada mereka ... jika hanya
sedikit lebih?'
Terlepas dari bagaimana dia memperlakukan Aku sejauh ini, Aku masih tidak
dapat menaruh kepercayaan Aku kepadanya karena ketakutan yang
bersarang di dalam diri Aku.
Aku pikir sudah waktunya untuk menghadapinya sekali dan untuk semua.
" Aku tidak yakin apakah kamu akan bisa menerimanya ... tapi aku berjanji
untuk menjelaskan semuanya.”
" Apa yang kamu maksud dengan 'bagaimana dengan itu'? Bukankah kalian
berdua hidup bersama? “
Dia bergumam. Setelah beberapa saat, dia dengan keras mengklik lidahnya.
" Jadi kita berbicara tentang orang yang sama ... Haha, itu agak menarik,
kurasa." Dia berbicara dengan senyum malas.
"... Apakah kamu tidak mendengar bahwa itu rahasia?" Aku menyatakan.
"... Aku harap kamu punya penjelasan yang bisa diterima untuk ini.”
" Yah, kamu tahu apa yang mereka katakan tentang 'memasukkan kepalamu
ke bisnis keluarga lain', jadi aku akan pergi.”
" Atau mungkin jantungmu berdetak bertemu denganku di tempat seperti ini?”
Aku tidak yakin bagaimana mengatakannya, tapi dia orang yang keren.
Aku yakin dia mengerti apa yang ada di dalam dirinya benar-benar penting.
Mengira itu adalah pernyataan acuh tak acuh, dadaku terasa seperti akan
meledak karena suatu alasan.
Sambil menahan air mata yang sepertinya akan meledak setiap saat, aku
mengangguk sebagai jawaban.
Sensasi keringat mengalir di kulitku terasa tidak enak, ditambah lagi, aku
sedang ingin mandi air panas.
Belum lagi, Aku perlu waktu untuk menemukan kata-kata untuk berurusan
dengan Sayu. Jika Aku memilah-milah perasaan Aku di kamar mandi
sebelumnya, Aku mudah-mudahan akan dapat menghadapinya dengan pola
pikir yang tenang.
Pertama, terima kasih Tuhan aku bisa menemukannya; terlebih lagi tanpa
insiden. Lagi pula, Aku berlari keluar untuk menemukannya dengan pola pikir
bahwa dia mungkin diculik oleh beberapa penjahat atau sejenisnya.
Jika dia hanya bermaksud pergi keluar untuk bisnis, mengenalnya, dia pasti
akan menghubungi Aku sebelumnya.
Secara rasional, itu berarti dia hanya tidak menyukai tempat ini dan
bermaksud meninggalkan tempat ini untuk selamanya. Namun, dia juga
meninggalkan semua barangnya di sini.
Aku juga tidak tahu mengapa dia bersama Mishima. Apakah mereka
berencana untuk bertemu di depan stasiun? Tapi mereka seharusnya tidak
saling kenal sejak awal.
Aku tahu itu, tetapi Aku tidak bisa memaksa diri untuk menindaklanjutinya.
Dengan pusaran pikiran yang masih membebani pikiranku, aku keluar dari
kamar mandi.
Aku kira-kira mengeringkan rambut dan tubuh Aku dengan handuk mandi,
mengenakan pakaian dalam, mengenakan piyama, dan keluar dari ruang
ganti.
Keluar dari ruang ganti, Aku melihat ke arah ruang tamu, di mana Sayu
berada. Mulut Aku tetap terbuka ketika Aku berhenti selama beberapa detik
untuk memproses apa yang terjadi.
Pikiran Aku berputar, tetapi Aku tidak menunjukkan apa-apa untuk itu.
Akhirnya, aku mengumpulkan sesuatu untuk dikatakan.
Untuk beberapa alasan, Sayu berdiri diam di ruang tamu hanya dengan
pakaian dalamnya.
Itu adalah pakaian dalam warna hitam yang simpel, dihiasi dengan pita di
tengahnya
Selain itu, apa yang dia lakukan di celana dalamnya. Kelihatannya dia tidak
berubah, dia juga tidak berusaha menyembunyikan diri meskipun kehadiran
Aku.
" Aku akan mendengarkan apa yang kamu katakan, pakai baju dulu.”
" Hei.”
Aku tidak yakin apa yang terjadi, tetapi mungkin dia berada di celana
dalamnya ada hubungannya dengan apa yang ingin dia katakan.
"... Uhm, Yoshida-san, kamu mungkin tidak melihatku seperti itu, tapi ...”
" Kau tahu, bagaimana pun aku ... aku masih seorang wanita ... sebenarnya,
seorang gadis, sebenarnya.”
Ada banyak beban di balik pernyataan itu, tetapi Aku segera menangkisnya.
" Kamu salah, Yoshida-san, kamu tidak mengerti itu sama sekali.”
Mendengar bantahan Aku, Sayu tanpa kata-kata mendekati Aku langkah demi
langkah. Menghadapi tekanan yang menakutkan yang dipancarkan oleh gadis
sekolah menengah yang hanya mengenakan pakaian dalamnya, aku secara
refleks mengambil langkah mundur.
Akhirnya, Sayu tiba di depan Aku, menatap mata Aku tepat dengan mata
yang tidak terlacak.
" Uhuh.”
" Dan tahu seorang gadis sekolah menengah seperti itu ada di depanmu
hanya dengan pakaian dalamnya.”
" Jangan beri aku itu, untuk memulai, seorang gadis sekolah menengah
seharusnya tidak menunjukkan kulitnya ke ...”
Pikiranku terhenti.
" Sudah kubilang aku akan menendangmu keluar jika kau menarik omong
kosong ini lagi ...!”
Sayu meletakkan tangan di baju piyama Aku, lalu meraih dengan erat di
telapak tangannya. Tangannya gemetaran.
" Orang-orang yang aku temui sebelumnya ... semua ingin melakukannya.”
Orang-orang yang dia temui sebelumnya ... bahwa dia tidak mengacu pada
kekasih pergi tanpa berkata.
Namun, Aku tidak punya apa-apa lagi untuk dikatakan. Namun, melihatnya
tanpa kata-kata berguncang di depan Aku, Aku tiba-tiba menyadari - Aku
harus bertanya.
"... Begitu.”
Aku merasa agak malu bahwa Aku tidak dapat dengan tegas menyangkalnya.
Pada saat ini, Aku merasakan sesuatu yang mirip dengan kekecewaan yang
bercampur dengan kemarahan terhadap beberapa pria di dunia ini. Di antara
perasaan-perasaan ini ada perasaan putus asa; keinginan untuk bertanya
pada Sayu, yang telah membiarkan para lelaki ini melakukan hal-hal
semacam itu padanya, 'Kenapa?'
" Yoshida-san, tidakkah kamu ingin melakukannya denganku ...? Seandainya
pun sedikit aneh? “
Mendengar dia mengatakan itu, dia memelukku. Aku bisa merasakan dadanya
mendorongku.
" Hei.”
Dia hanya perlu menyentuh itu dan dia akan tahu jawabannya. Aku tidak
cukup berkulit tebal sehingga Aku tidak akan bereaksi sedikit pun ketika
ditekan oleh sepasang oppai yang besar dan menarik sedemikian rupa oleh
seorang wanita.
Dengan napas berat, aku meraih tangan Sayu yang ada di celanaku.
" Tentu saja. Aku tidak berpikir bahwa ada seorang pria di luar sana yang
tidak akan. “
Mendengar Aku menjawab, wajah Sayu tiba-tiba memerah. Dia dengan cepat
berpaling dariku.
Sayu mundur dari Aku. Kemudian, setelah beberapa saat ragu-ragu saat dia
mengarahkan matanya dengan gelisah, dia menyilangkan lengannya untuk
menyembunyikan oppainya, wajahnya memerah.
" Aku-, aku tidak bisa ... aku ingin terus berbicara seperti ini.”
“ Aku-, aku putus asa. Dan ... Kamu tahu, Aku butuh cara untuk hidup tanpa
pulang. “
“... Mhm. Aku benar-benar benci pada awalnya ... tapi entah bagaimana ...
Aku terbiasa. Itu menjadi normal. “
"... Begitu.”
“ Sebaliknya, hanya pada saat-saat itulah aku benar-benar merasa bahwa aku
ada; bahwa aku dibutuhkan. Ada saat-saat di mana Aku bahkan merasa
bahagia ... jika tidak puas ... Kamu tahu ... “
"... Mm.”
Yang Aku tahu adalah bahwa Aku tidak ingin mendengarkan ini lagi.
Namun, Sayu ingin aku mendengarnya, jadi aku melakukan semua yang aku
bisa untuk menyatukannya.
Meski begitu, Aku tidak bisa hanya menyumbat telinga Aku dan memberikan
respons standar.
Dia berbicara dengan lembut, tapi aku bisa merasakan gairah yang kuat
dalam apa yang dia katakan.
" Aku tidak punya apa pun untuk ditawarkan padamu. Siapa pun dapat
melakukan pekerjaan rumah tangga sederhana. Seperti berdiri, Aku hanyalah
kenyamanan kecil untuk Kamu. Tidak harus Aku juga. Terlepas dari seberapa
banyak masalah yang Aku sebabkan kepadamu, Kamu selalu merespons
dengan kebaikan. Mengetahui kebaikan itu ... Aku mulai bertanya-tanya
bagaimana cara membuatnya sehingga Aku tidak akan dibuang lagi ... dan
Aku tidak bisa mengetahuinya. “
"... Kamu”
Tidak banyak orang di luar sana yang mau menerima hukuman tanpa pahala.
Namun, seluk-beluk seperti itu adalah hal-hal yang harus ditutup-tutupi oleh
anak-anak sampai mereka tumbuh menjadi dewasa. Pikiran seorang gadis
sekolah menengah telah menganggap semua ini sebagai tawaran tubuhnya
sebagai penyesalan untuk sedikitnya.
" Aku benar-benar idiot, kan? Aku benar-benar hanya anak yang tak berdaya
yang bahkan tidak tahu apa-apa tentang dirinya ... Aku tidak tahu apa yang
harus aku lakukan ketika aku tidak diharapkan melakukan apa pun oleh siapa
pun. “
Mengatakan itu, dia mendekati Aku sekali lagi.
Sekali lagi, dia bergerak ke arahku, dan lagi, dia memelukku.
" Yoshida-san, jika kamu benar-benar tidak keberatan-" kata Sayu dengan
suara bergetar, kepalanya menempel di dadaku.
" Kalau begitu lakukan denganku. Aku baik-baik saja jika itu kamu. Jika Kamu
mau melakukannya, maka Aku akan merasa canggung! Mmpf! A-, Apa, aku
tidak bisa bernapas ... “
Tanpa mendengar apa yang dia katakan, aku menariknya ke dalam pelukan
dengan sekuat tenaga.
" Diam.”
" Tidak.”
" Eh?”
Aku yakin dahi Aku benar-benar kusut, tetapi pada saat ini, Aku tidak tahu
cara melonggarkannya.
" Eh?”
“ Meskipun menjadi gadis SMA, kamu memiliki lekuk tubuh yang benar dan
garis tubuh yang tepat. Kamu tampan, kamu bisa melakukan pekerjaan
rumah, tidak ada lagi yang bisa aku minta. ”
"A , tiba-tiba apa ini-”
" Tapi kamu bukan tipeku.”
"... Hah?”
Bibirnya terbuka karena terkejut. Aku terus menatap matanya, yang tanpa
sadar berkedip beberapa kali.
" Aku tidak akan melakukannya dengan seorang wanita yang tidak kucintai.
Yah ... Tentu saja Aku akan bereaksi terhadap tubuh Kamu, tetapi Aku tidak
ingin melihat Kamu telanjang, atau Aku ingin melakukan hubungan seks
denganmu sedikit pun. Kamu bertanya kepadaku baru saja ingat, bahwa 'jika
Aku tidak keberatan'? Maka Aku akan menjawab Kamu. Aku keberatan. Aku
menolak. Mengerti?”
"... udik”
Dia mengangguk.
Aku menunjuk ke keringat yang telah dibuang di ruang tamu. Sayu bangkit
dengan kakinya untuk mengambilnya dan - akhirnya - dengan penuh
semangat menariknya ke atas kepalanya.
Dengan kulit yang terpantul di mata Aku berkurang, Aku bisa merasakan
ketegangan menghilang. Aku duduk di lorong tempat Aku berada.
Aku telah menggerakkan tubuh dan mulut Aku dengan satu-satunya tujuan
membuatnya menghentikannya. Setelah tujuan itu selesai, Aku akhirnya bisa
mengumpulkan sikap Aku.
“ Bagiku, rumah selalu menjadi tempat makan, mandi, dan tidur.” Aku
melanjutkan.
Dalam lima tahun sejak Aku mulai bekerja, Aku tidak dapat mengingat apa
pun selain bekerja. Tentu saja, Aku memiliki kenangan pergi minum-minum
dengan rekan kerja dan bermain bowling dengan mereka.
Namun, Aku tidak pernah memiliki kekasih, dan tidak pernah mengambil
istirahat panjang untuk melakukan perjalanan dan sejenisnya. Either way, Aku
menemukan beberapa cara untuk melibatkan diri Aku dengan pekerjaan
setiap hari.
Bahkan tanpa membahas secara spesifik, ada lebih dari cukup untuk
dibicarakan.
“ Aku akan makan malam yang lezat dan mandi siap menungguku ketika aku
sampai di rumah. Plus ... kamu di sini, Sayu. “
" Bagaimana Aku harus mengatakan ini ... Kamu khawatir tentang 'nilai
tambah' yang Kamu bawa, bukan?”
' Bagaimana Aku dilihat oleh orang lain?'. "Apa yang mereka inginkan dariku?"
Dia datang jauh-jauh ke sini karena takut akan standar yang ditetapkan oleh
orang lain, bukan?
Ini adalah jawaban terakhir Aku untuk ketakutannya.
" Hidupku jauh lebih menyenangkan hanya dengan berada di sini, Sayu.”
" Aku baru saja ditolak oleh Gotou-san saat itu, jadi aku mungkin merasa
agak kesepian juga ... Mengetahui bahwa kamu akan berada di sini, bahwa
aku akan memiliki seseorang untuk mengobrol tentang topik-topik tidak
penting saat makan malam, bahwa aku tidak akan menjadi tidur sendirian di
bilik ini, telah membuat tempat ini jauh lebih nyaman. Aku mulai berpikir
bahwa 'Aku harus pulang lebih cepat' juga. “
" Itu sebabnya aku ingin kau tetap bersamaku, atau begitulah yang
seharusnya kukatakan." Kataku sambil menggaruk daguku.
Rambut-rambut yang aku yakin sudah bercukur pagi ini sudah mulai tumbuh
kembali.
" Aku hanyalah orang tua yang tidak pantas, jadi ...”
Sejak membawa gadis ini pulang, aku tidak merasakan apa-apa selain
keinginan untuk membantunya tanpa mengambil kembali.
Dia melarikan diri karena suatu alasan. Selain itu, dia telah melompat dari
satu rumah ke rumah yang lain. Aku berharap menjadi ksatria putih yang
akan melindungi dan membimbing gadis ini kembali ke jalurnya.
Aku akan mengambil gadis ini - ide itu adalah kesalahan. Kohabitasi tanpa
kedudukan yang sama adalah salah.
" Mhm, jika semua yang kamu lakukan hanya tinggal saja.”
"... Kamu benar-benar orang tua yang tak kenal lelah, menyedihkan.”
Sayu tertawa kecil bahkan saat dia menyeka air matanya. Bahkan aku tidak
bisa menahan tawa.
Ketika dia terkikik, dia merangkak ke atas sampai dia tepat di sampingku, dan
kemudian meletakkan kepalanya di bahuku.
"... nks.”
" Apa?”
Mengatakan sesuatu yang jelas berbeda dari apa yang dia katakan
sebelumnya, dia mengangkat kepalanya.
Tapi Aku yakin hal yang sama berlaku untuknya; seorang lelaki tua sulit
ditangani oleh seorang gadis sekolah menengah.
" Benarkah?”
" Yah, sebenarnya-" kata Sayu tanpa mengalihkan pandangan dari wajan saat
aku meninggalkan kamar mandi.
“ Meninggalkan beberapa helai rambut tidak apa-apa kan? Agak pas, sedikit
banyak. “
" Tepatnya apa artinya." Dia berkata ketika dia mematikan kompor dan
memindahkan omelet yang tampak halus ke piring.
“ Ambil nasi sebanyak yang kamu mau. Ah, benar, ada beberapa juga. “
Setelah memberi Aku semangkuk nasi dan sepiring telur dadar, dia mulai
mengisi mangkuk sup dengan sup miso dari panci. Dari kecekatan
gerakannya, orang mungkin berpikir
bahwa dia adalah seorang ibu rumah tangga profesional.
Sudah beberapa minggu sejak malam ketika Sayu mendekati Aku dengan
pakaian dalamnya dan sejak itu Aku terbiasa melihatnya melakukan pekerjaan
rumah.
Aku patah kaki mencoba menjelaskan apa yang terjadi pada Mishima ... tetapi
melihat hasilnya, semuanya telah tenang.
" Yah, mengetahui kamu senpai, kamu tidak akan punya nyali untuk
meletakkan tanganmu pada seorang gadis SMA.”
Meskipun dia telah bersikap kasar seperti sebelumnya, dia berhasil menerima
situasi apa adanya.
Tentu saja Aku tidak bisa mengeluh, tetapi penutupan jarak yang tiba-tiba
antara kami tanpa alasan tertentu sama sekali telah membuat Aku cemas -
dan yah, itu buruk bagi hati Aku.
" Kupikir aku akan datang melihatmu apa adanya, kau mengerti.”
Meskipun lingkungan kerja telah berubah menjadi agak, hidup Aku dengan
Sayu terus berlanjut tanpa masalah penting.
Mengesampingkan telur dadar untuk saat ini, Aku membuka penanak nasi.
Ketika Aku mengisi mangkuk Aku dengan nasi, Aku tidak bisa tidak
memperhatikan bagaimana Sayu berpakaian hari ini.
" Yah, itu akan aneh jika seragam tidak sesuai dengan seorang gadis SMA,
sebenarnya."
" Ya ampun, bukan itu yang aku bicarakan ..." Kata Sayu dengan pandangan
tidak senang ketika dia melanjutkan.
" Ada saat-saat di mana aku ingin menjadi gadis sekolah menengah.”
" Ada saatnya ...? Bahkan tanpa seragammu kau masih gadis SMA, kan? “
Dengan dua mangkuk di tangan, Sayu berjalan menuju area ruang tamu.
Nasi, telur dadar, dan biji-bijian - meskipun itu adalah sarapan biasa, namun
masih sangat menggugah selera.
" Sama-sama.”
" Jika aku mengenakan seragamku, kamu harus mengenali aku sebagai satu
bahkan jika kamu tidak tahu kan?”
Rasa asin sup miso sama seperti aku menyukainya. Mengambil beberapa
teguk dari sup, aku bisa merasakan tubuhku menghangat - suatu sensasi
yang sangat aku sukai.
" Jadi, bahkan jika kamu melihatku membuat sarapan di dapur, kamu masih
akan mengenali aku sebagai gadis SMA.”
" Nyaman bukan?" Sayu bergumam sambil memberi makan sepotong telur
dadar yang dia buat ke dalam mulutnya.
Meskipun Aku tidak tahu ke mana dia akan pergi dengan ini, Aku memastikan
untuk selalu menunjukkan beberapa tanda-tanda yang tidak jelas sehingga
Aku masih memperhatikan.
" Kau tahu, aku melarikan diri dari itu semua karena aku tidak suka menjadi
gadis SMA.”
" Aku merasa sedikit senang bahwa aku adalah gadis SMA dan semuanya.”
"... Begitu.”
Aku tidak akan bertanya kepadanya tentang apa yang tidak akan dia katakan.
Aku juga tidak berpikir itu perlu ditanyakan.
Tetapi jika ada satu hal yang bisa Aku katakan, itu adalah Aku cukup suka
senyumnya.
Mungkin lebih baik untuk mengatakan bahwa itu cocok untuknya, tetapi
pemikiran itu membuatku merasa sedikit malu karena suatu alasan.
" Tapi aku pikir senyum normalmu itu ... cocok untukmu." Aku bergumam,
sebelum mengambil sepotong telur dadar.
Campuran rasa manis dan asin sama seperti aku menyukainya. Teksturnya
juga cukup halus.
Kemudian, menyadari bahwa Sayu masih belum bereaksi terhadap apa yang
Aku katakan, Aku mengangkat pandanganmu dari mangkuk untuk
menemukannya memerah.
" Ada apa”
Sekarang bisa tersenyum dengan lebih banyak cara yang benar untuk dirinya
sendiri, Sayu telah menjadi sangat menggemaskan, seperti yang seharusnya
sesuai dengan usianya.
Dia mungkin memiliki banyak pengalaman kasar sampai sekarang, tetapi Aku
berharap bahwa tempat ini akan memberinya tempat untuk menjadi dirinya
sendiri.
Dan seiring berjalannya waktu, Aku berharap dia akan mampu mengumpulkan
kekuatan untuk menghadapi apa yang nantinya harus dia hadapi.
" Yoshida-san.”
" Jika aku bukan gadis SMA, apakah kamu akan jatuh cinta padaku?”
" Apa?”
“ Itu hanya lelucon Yoshida-san. Cara Kamu selalu menganggap hal-hal begitu
serius agak lucu juga. “
Saat memikirkan itu, pemandangan dari beberapa minggu yang lalu, tempat
Sayu mengenakan pakaian dalamnya, melintas di benak Aku.
Jika dia sudah dewasa, bukan anak sekolah menengah, tapi usiaku ...
Aku mendorong mulut Aku penuh nasi dan mulai mengunyah untuk
menghaluskannya.
" Yoshida-san, kamu sepertinya meluangkan waktumu pagi ini, kamu yakin
punya cukup waktu?”
Mendengar Sayu menyebutkan itu, aku mengintip jam. Aku seharusnya sudah
pergi 5 menit yang lalu.
" Tembak." Aku bergumam ketika aku buru-buru melahap apa yang tersisa
dari sarapanku.
Kemudian, Aku menuju kamar kecil, menyikat gigi, mengenakan jaket dan
mengambil punggung Aku.
" Semoga perjalananmu aman.”
" Eh?”
Kehabisan pintu dan menghirup udara pagi, aku menampar pipiku dengan
baik.
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Bagaimana ini semua berakhir? Aku tidak
dapat membayangkannya, namun, Aku tidak ingin meninggalkannya.
Sampai baru-baru ini, ini adalah rumah yang Aku tinggalkan sendiri dan
kembali ke.
Itu rumahku, dari mana Aku kembali dan pergi, serta retret Sayu. Itu adalah
tempat yang akan melindunginya dan memungkinkannya untuk
menghabiskan waktu tanpa terganggu.
Pikiran bekerja untuk melindungi rumah ini memberi Aku kekuatan untuk
melihat ke masa depan, jika hanya sedikit.
Karya tulis ini adalah produk dari upaya cermat yang ditumpuk bersama di
web, Aku cukup takut ketika menulis karya ini.
Memikirkan kembali, ketika Aku pertama kali mulai menulis karya ini di
'Kakuyomu', Aku ingat melihat tren situs dan berpikir 'baik ini tidak akan
menjadi populer' dan menertawakannya dengan cara tertentu. Pada saat itu,
Aku juga menikmati menulis cerita fantasi isekai yang trendi, tetapi tiba-tiba
(jika Aku ingat dengan benar, itu ketika Aku sedang duduk di toilet di rumah)
ide untuk karakter 'Sayu' muncul dalam pikiran dan setelah itu Aku tidak bisa
berhenti berlari.
Aku percaya diri Aku sangat beruntung bahwa cerita yang dimulai dengan ide
aneh telah tumbuh menjadi seperti itu dan ditemukan oleh para manajer.
Aku suka berpikir bahwa karakter, ceritanya, dan bagaimana ternyata semua
itu adalah produk kebetulan, jadi Aku tidak bisa tidak merasa terberkati
karena sekarang ada orang di luar sana yang secara kebetulan menyukai
pekerjaan ini.
Chapter 1-13 :
Azunovels (anzunovels.blogspot.com)
PDF by :
Bakadame (bakadame.com)