Anda di halaman 1dari 59

Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteiru

Volume 01 Bahasa Indonesia


Di translate oleh Aoi.
Zcaoi.blogspot.com

PDF oleh ユウトくん


Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteiru - Volume 01

Chapter 6 : Rupanya, akan ada kegiatan bersama Totsuka Saika -1

xxx

Komachi, adikku, sedang memakan roti panggang sambil membaca majalah fashion. Aku melihat
dirinya sambil meminum kopi hitamku di pagi ini.

Judul-judul yang menjengkelkan seperti "Bagaimana Cara Mendapatkan Cowok" dan


"Kekinian" sering muncul beberapa kali; secara umum, artikel-artikelnya berisi topik-topik yang idiot.
Sambil memikirkan itu, akupun meminum kembali kopi hitamku.

Apa Jepang akan baik-baik saja jika terus begini? Artikel-artikel semacam itu adalah artikel yang
paling tidak bermutu, dan adikku dengan mudahnya mengangguk begitu saja dengan isi artikelnya.

Kampret, memangnya artikel semacam itu perlu diberi anggukan?

Majalah "Surga Remaja" atau apalah itu namanya adalah majalah terpopuler bagi gadis SMP.
Majalah itu semacam majalah yang seperti ini: Majalah ini bukan sekedar bacaan biasa semakin
kau tidak membacanya, maka kau akan semakin dibully di sekolah.

"Ohhh..."

Komachi tampak kagum akan sesuatu. Remah-remah roti mulai berjatuhan di halaman majalah itu.
Apa dia hendak meniru Hansel and Gretel atau sejenisnya?

Saat ini sudah jam 7.40 pagi.

"Hei, waktunya."
Karena adikku itu sedang tenggelam dalam bacaan majalahnya, jadi aku menyikut bahunya,
berusaha memberitahunya kalau ini sudah hampir waktunya berangkat sekolah. Setelah itu, Komachi
tiba-tiba menaikkan kepalanya dan melihat ke arah jam dinding.

"Uwahh, tidak!"

Komachi meneriakkan itu, lalu menutup majalahnya dan berdiri seketika.

"Tunggu tunggu tunggu dulu, coba kau lihat dulu mulutmu itu. Ada sesuatu disana."

"Eh, benarkah? Apa mulutku ini mengalami jammed-up?"

"Memangnya mulutmu itu semacam senapan otomatis? Itu jelas bukan penggunaan kata yang tepat
untuk jammed-up."

"Oh no, oh no."

Dia lalu bergegas untuk membersihkan mulutnya dengan lengan piyamanya. Tahu tidak, kadang
adikku ini bisa bersikap sangat maskulin...

"Ngomong-ngomong, Onii-chan, kadang kau juga sering mengatakan sesuatu yang tidak jelas juga,
tahu tidak?"

"Kaulah yang sebenarnya tidak jelas, tahu tidak?"

Tapi adikku yang panik tampak tidak mendengarkan perkataanku dan mulai mengganti pakaiannya
dengan seragam. Dia melepaskan piyamanya, sehingga memperlihatkan kulit putihnya yang mulus,
bra sporty warna putih, dan celana dalam putih.

Jangan buka baju disini, kampret...

Adik perempuan adalah eksistensi yang aneh: tidak peduli seberapa manis mereka, kau tidak akan
pernah merasakan apapun. Bagiku, pakaian dalamnya seperti pakaian biasa. Dia jelas-jelas manis, tapi
pada akhirnya, yang terpikirkan olehku adalah melihat dirinya seperti melihat diriku...Ya begitulah
yang terjadi jika punya adik perempuan.
Komachi, sekarang sudah memakai seragamnya, namun karena dia sedang memakai kaos kakinya,
aku bisa melihat celana dalamnya. Aku melihat itu sambil mengambil gula dan susu.

Apa dia saat ini sedang berencana untuk membesarkan dadanya atau sejenis itu? Komachi
belakangan ini seringkali meminum susu...Ah sudahlah. Aku tidak peduli.

Tapi kalau dipikir lagi, "meminum susu yang diminum oleh adikku" terkesan tidak bermoral dan
erotis...Ah sudahlah. Aku tidak peduli.

Bukannya aku mengambil susu ini karena susu ini "bekas diminum adikku". Aku hanya ingin
menambahkannya di kopi.

Sebagai seseorang yang lahir dan besar di Chiba, seseorang yang mandi pertamanya dimandikan
Max Coffee, seseorang yang dibesarkan oleh Max Coffee daripada ASI, maka aku harus
menambahkan gula di kopiku. Malah jika ada susu kondensasi akan merubahnya menjadi lebih enak.

Tapi aku tidak masalah jika harus meminum kopi hitam.

"Hidup ini sudah pahit, jadi untuk kopi, setidaknya harus manis..."

Aku menggumamkan sesuatu yang harusnya muncul dalam iklan Max Coffee setelah aku meminum
kopi hitam manisku ini.

Barusan mantab sekali...Kalimat tadi, harusnya mereka memakainya sebagai tagline iklan.

"Onii-chan, aku siap!"

"Tapi Onii-chanmu sedang meminum kopi..."

Aku meresponnya dengan santai sambil meniru kalimat di "Kita no Kuni Kara", tapi Komachi
tampak tidak mempedulikannya dan mulai menyanyikan sesuatu.

"Gonna be laaate~ Gonna be laaate~~"


Apa dia hendak mengatakan kalau dia ingin terlambat masuk sekolah atau seharusnya tidak
terlambat? Entahlah.

Beberapa bulan yang lalu, adikku yang idiot ini bangun kesiangan. Ketika waktu menunjukkan kalau
sudah hampir jam masuk sekolah, aku memintanya untuk membonceng sepedaku dan akhirnya
akupun mengantarnya ke sekolah.

Sejak saat itu, secara perlahan, frekuensi dimana aku mengantarnya ke sekolah mulai menjadi sering.

Tidak ada yang lebih ampuh daripada air mata seorang gadis. Itu berlaku terutama ke Komachi,
dimana sayangnya dia sudah menguasai skill yang dimiliki oleh seorang adik. Dia sangat pintar
memanipulasi kakaknya. Dasar gadis brengsek...Dia bertanggungjawab dalam memberikanku
keyakinan kalau semua gadis sama sepertinya, selalu memanfaatkan laki-laki demi egonya.

"Tahu tidak, gara-gara kamu itu, aku mulai sulit percaya ke gadis-gadis. Apa yang harus kulakukan
jika aku akhirnya jomblo sampai tua?"

"Kalau itu benar-benar terjadi, maka Komachi akan melakukan sesuatu."

Komachi lalu tersenyum kepadaku.

Aku selalu menganggap adikku ini adalah anak kecil, tapi melihat adikku yang tampak dewasa ini
mulai membuat hatiku berdetak kencang.

"Komachi akan bekerja keras dan menabung, sehingga bisa menaruh Onii-chan di panti jompo."

Mungkin dia sudah dewasa...Atau juga dia hanya pura-pura dewasa.

"...Kurasa kau benar-benar adikku, huh...?"

Entah mengapa, aku hanya bisa mendesah kecil dibuatnya.

Kuminum kopiku hingga habis dan berdiri. Setelah itu, Komachi mulai mendorongku dari belakang.

"Onii-chan lemot sekali, jam segini masih belum berangkat! Komachi akan telaaaat~~!"
"Dasar bocah tengik..."

Jika dia bukan adikku, maka aku aku kepret hingga terbang entah kemana. Di rumah keluarga
Hikigaya, semuanya serba terbalik. Ayahku memanjakan adikku; dia bahkan berkata kalau akan
menghabisi pria manapun yang mendekati adikku, bahkan jika pria itu adalah kakaknya.
Mendengarnya mengatakan itu dengan serius, membuatku ketakutan. Tapi alasan utamanya, jika aku
berlaku kasar ke adikku, maka aku mungkin akan diusir dan tidak diakui sebagai keluarga Hikigaya.

Sederhananya, aku tidak hanya berada di level sampah masyarakat dalam kasta sosial, aku juga
berada di level terhina dalam kasta keluargaku.

Kami akhirnya keluar dari rumah dan mempersiapkan sepedaku. Komachi sudah bersiap di kursi
belakang dan melingkarkan lengannya di pinggangku.

"Let's go!"

"Bukannya kau harusnya sudah diajari untuk bilang thank you dahulu sebelum mengucapkan itu?"

Mengendarai sepeda secara berboncengan adalah hal yang dilarang oleh undang-undang lalu lintas,
tapi Komachi sendiri punya pikiran yang setara dengan anak kecil, jadi tolong dimaklumi ya Pak
Polisi...

Setelah aku mengatakan siap, Komachi-pun berbicara.

"Tolong hari ini jangan sampai menabrak sesuatu, oke? Soalnya Komachi sedang membonceng di
belakang Onii-chan."

"Jadi tidak apa-apa jika aku naik sepeda sendirian dan terjadi kecelakaan?"

"Bukan bukan bukan. Onii-chan, kadang matamu itu tampak seperti mata ikan mati...Aku ini
sebenarnya khawatir loh denganmu. Inilah yang biasanya orang-orang sebut sebagai cinta dari adik
perempuan, tahu tidak?"

Komachi mengatakan itu sambil menempelkan wajahnya di punggungku. Kalau dia mengatakan hal
tadi tanpa kalimat pertama, maka aku akan mengatakan kepadanya kalau dia sangat manis hari ini,
tapi saat ini dia tampak seperti seorang bajingan kecil.
Jujur saja...Aku tidak ingin menimbulkan trauma bagi anggota keluargaku yang lain.

"...Oke, aku akan hati-hati."

"Pastikan kau benar-benar super hati-hati ketika Komachi membonceng. Serius ini."

"Jadi kau ini mau memohon agar diriku memilih jalan yang agak panjang ke sekolah?"

Tapi jujur saja, aku tidak ingin mengulang kejadian terakhir kali ketika dia membonceng sepedaku.
Yang kudengar hanyalah "Ow, itu sakit sekali!", "aduh pantatku!", dan "Sekarang aku pasti sulit
untuk menikah!" di sepanjang perjalanan, jadi aku memilih jalan yang agak jauh tapi tidak
bergelombang. Kejadian yang lalu itu membuatku mendapatkan gosip yang tidak enak di tetangga
sekitar, tahu tidak...

Jadi, kita utamakan keselamatan dulu.

Dulu, pernah terjadi sebuah kecelakaan lalu lintas di hari pertamaku ke sekolah. Waktu itu aku
sangat gugup dengan adanya harapan kalau aku akan memulai kehidupan yang baru di sekolah
baruku, tapi takdirku sudah tersegel ketika aku memutuskan untuk pergi satu jam lebih awal untuk
menghadiri upacara penerimaan siswa baru.

Kalau tidak salah, waktu itu sekitar jam 7 pagi...Seorang gadis sedang mengajak anjingnya jalan-
jalan di dekat area sekolah, entah mengapa anjingnya lepas dari tali yang mengikatnya. Sayangnya,
waktu itu ada limosin yang tampak mahal sedang melaju dengan cepat. Adegannya berlalu dengan
cepat, aku mengayuh sepedaku dengan sekuat tenaga untuk menyelamatkan anjing itu.

Lalu ambulan datang menjemputku dan membawaku ke rumah sakit. Itu adalah momen dimana aku
ditakdirkan untuk menjadi penyendiri dalam kehidupan SMA-ku.

Kecelakaan itu menghancurkan sepeda baruku, dan tulang kaki kiriku retak.

Kalau aku ini pemain sepakbola, maka dunia persepakbolaan Jepang akan berdukacita di hari itu.
Untungnya, aku bukan pemain sepakbola.

Dan aku juga bersyukur karena cedera kakiku tidaklah parah.


Bahkan, fakta kalau satu-satunya yang menjengukku adalah keluargaku sendiri, tidak membuatku
senang.

Keluargaku hanya mengunjungiku setiap tiga hari sekali. Keluarga kampret, setidaknya jenguklah
aku setiap hari...

Selama dirawat di rumah sakit, adik dan orangtuaku lebih sering pergi keluar dan makan-makan.
Setiapkali adikku datang menjengukku, dia selalu bercerita bagaimana mereka pergi keluar memakan
sushi atau barbeque ala Korea, ini membuatku gemas dan ingin mencolek pipinya.

"Kalau diingat lagi, Onii-chan luar biasa loh bisa sembuh dengan cepat. Gips di kakimu itu pasti
sangat membantu. Gips adalah alat terbaik untuk menyembuhkan memar!"

"Dasar koplo, kau ini salah menyebut salep dengan gips, benar tidak? Juga, yang kualami itu tulang
retak, bukan memar."

"Tuh kan, Onii-chan tiba-tiba mengatakan sesuatu yang aneh lagi."

"Ugh! Kaulah yang tidak jelas!"

Tapi Komachi tampaknya tidak mendengarkanku; dia mengganti topiknya begitu saja seperti sesuatu
yang alami.

"Tau enggak, Onii-chan..."

"Hmm? Tau? apa itu dari Sepia karya Issei Fuu? Kau seperti berkencan dengan dirimu sendiri tadi."

"Tau enggak, Onii-chan...Sepertinya ada yang salah dengan pendengaranmu deh."

"Kaulah yang tidak bisa berbicara dengan benar disini..."

"Tau enggak, setelah kecelakaan itu, si pemilik anjing datang untuk berterimakasih."

"Aku tidak pernah tahu soal itu..."


"Waktu itu, Onii-chan sedang tidur. Juga, dia memberiku beberapa permen. Ternyata enak sekali
loh."

"Hei, aku juga tidak pernah merasa memakan permen yang enak waktu itu. Kenapa bisa kau
memakan dengan santainya dan tidak pernah memberitahuku?"

Ketika mengatakan itu, akupun melihat ke belakangku, kulihat Komachi sedang memasang ekspresi
"tehehe" dan tersenyum. Bocah ini benar-benar menjengkelkan...

"Tapi tahu tidak...Gadis itu bilang kalau dia satu sekolah denganmu, jadi Onii-chan pernah bertemu
dengannya tidak? Kata dia, dia akan berterima kasih langsung kepadamu di sekolah."

Secara spontan, aku menekan rem sepeda.

"Auu!"

Aku mendengarkan teriakan yang berasal dari belakangku, dan wajah Komachi tiba-tiba muncul dari
belakangku.

"Ada apa?"

"...Kau ini...Kenapa kau tidak bilang kepadaku dari dulu? Apa kau tanya siapa namanya atau sejenis
itu?"

"Eh?...Maksudmu gadis pemberi permennya?"

"Memangnya sekarang Festival Bon atau sejenisnya? Jangan menyebut orang seperti "manusia
daging". Jadi, siapa namanya?"

"Hmm, aku lupa...Ahh, kita sudah sampai di sekolahku. Komachi duluan ya!"

Setelah mengatakan itu, Komachi keluar dari sepeda dan bergegas menuju ke gerbang sekolah.

"Dasar bocah tengik..."


Aku menatap punggung adikku dari kejauhan, tapi sebelum dia masuk ke gerbang sekolah, Komachi
membalikkan badannya dan menundukkan kepalanya.

"Komachi pergi dulu, Onii-chan! Terimakasih atas tumpangannya!"

Melihatnya melambaikan tangannya dan tersenyum kepadaku, membuatku merasa kalau dia benar-
benar manis. Akupun melambai balik, tapi yang kudapatkan adalah nasehat darinya.

"Tolong hati-hati di jalan, terutama dengan mobil!"

Akupun mengembuskan napasku dan mulai membalikkan arah sepedaku, menuju ke arah SMA-ku...

...Menuju ke SMA dimana si pemilik anjing tersebut juga bersekolah.

Bukannya aku sudah punya sebuah rencana besar jika aku bertemu dengannya. Aku hanya sedikit
penasaran.

Satu tahun sudah berlalu sejak insiden itu, jadi aku berpikir kalau gadis tersebut benar-benar tidak
peduli tentang janjinya untuk bertemu denganku...Well, kurasa itu wajar saja. Yang kulakukan
hanyalah menumbalkan retak tulang di kakiku demi keselamatan anjingnya. Kurasa datang ke rumah
tempo hari dan memberikan bingkisan sudah lebih dari cukup.

Tatapanku kemudian beralih ke keranjang sepeda, dimana ada sebuah tas sekolah berwarna hitam
dimana tas tersebut bukanlah milikku.

"...Dasar idiot."

Ketika aku membalikkan kembali arah sepedaku, aku melihat Komachi berlari ke arahku dengan
wajah yang dipenuhi air mata.

x Chapter VI Part 1 | END x


Chapter 6 : Rupanya, akan ada kegiatan bersama Totsuka Saika -2

xxx

Setiap memasuki bulan yang berbeda, maka itu artinya akan ada aktivitas yang berbeda di Pelajaran
Olahraga.

Di sekolahku, Pelajaran Olahraga digabung dengan tiga kelas yang lain, dan 60 anak laki-laki yang
ikut Pelajaran Olahraga itu akan dibagi menjadi dua aktivitas yang berbeda.

Bulan lalu, kami harus memilih antara Bola Voli atau Atletik. Bulan ini, kami harus memilih antara
Tenis atau Sepakbola.

Biasanya, karena Zaimokuza dan diriku adalah fantasista, maka kami adalah pemain Sepakbola yang
brilian, sayangnya kami ini hanya jago dalam skill individu saja. Karena itulah, kami merasa kalau
kehadiran kami di tim Sepakbola akan terasa kurang produktif, jadi kami memutuskan untuk memilih
Tenis. Dan sebenarnya...Aku ini adalah pria yang meninggalkan Sepakbola untuk selamanya karena
cedera di kaki kiriku. Bukannya aku sejak awal ada minat dengan sepakbola...

Kampretnya, sepertinya terlalu banyak orang yang ingin bermain Tenis tahun ini. Setelah hom-pim-
pa yang berhasil kumenangkan dengan susah payah, akhirnya aku bisa survive di bagian Tenis
sedangkan Zaimokuza dibuang ke bagian Sepakbola.

"Hmph, Hachiman...Sangat disayangkan pada akhirnya aku tidak bisa mempertontonkankan Teknik
Sepakan Bola Melengkung Ajaib milikku. Tanpamu...Dengan siapa nantinya aku akan berpasangan
untuk melatih umpan bola-bola?"

Itu membuatku merasa bersimpati dengannya: Zaimokuza sudah berubah dari sikapnya yang
biasanya penuh percaya diri menjadi sikap yang putus asa.

Memangnya siapa yang mau berpasangan denganmu? Itu juga berlaku kepadaku.
Akhirnya, aktivitas Tenis dimulai.

Aku sudah melakukan pemanasan sambil mendengarkan instruksi tentang permainan Tenis dari
Guru Olahraga kami, Pak Atsugi.

"Oke, semuanya coba latihan memukul sekarang! Berpasangan, tiap anak berada di sisi net yang
berbeda!"

Setelah Pak Atsugi mengatakan itu, semua orang berpencar dan membentuk grup-grup kecil. Mereka
lalu berada di sisi net yang berbeda.

Kampret, kenapa mereka cepat sekali mencari pasangannya? Mereka bahkan tidak perlu menoleh
untuk mencari pasangan! Apa mereka sudah sangat ahli dalam umpan tanpa melirik atau sejenisnya?

Radar penyendiriku tampak aktif, melihat sebuah peluang dimana seorang penyendiri bisa beraksi.

Percaya atau tidak: Aku sudah menciptakan trik khusus untuk momen yang seperti ini.

"Umm, Pak, saya merasa kurang enak badan saat ini, bisa tidak saya berlatih sendirian dengan
memakai tembok? Saya tidak ingin merepotkan siswa lain."

Setelah mengatakan itu, tanpa menunggu jawaban Pak Atsugi, aku langsung berjalan menuju tembok
dan mulai memukul bola ke arah tersebut. Pak Atsugi mungkin merasa kalau dia sudah melewatkan
momen yang terbaik untuk menjawab permintaanku tadi, jadi dia merasa tidak perlu memperpanjang
masalah tersebut.

Ini sungguh sempurna...

Pernyataan semacam "sedang tidak enak badan" dan "tidak ingin merepotkan orang lain" memiliki
efek yang sinergis, dan memakai kedua kalimat itu bisa memberikan kesan kalau aku sebenarnya
sudah berusaha sebaik mungkin.

Ini semacam itu : Kata-kata ampuh yang kutemukan setelah menjalani banyak sekali jam pelajaran
olahraga dimana aku diminta untuk "berpasangan dengan siapapun sesuka kalian".

Mungkin aku harusnya mengajari Zaimokuza soal ini...Aku yakin dia akan menangis haru
mendengar saranku itu.
Kukejar arah bola itu dan memukulnya lagi ke arah tembok, mengulang hal tersebut beberapa kali.
Waktu berlalu begitu saja ketika aku melakukan aktivitas monoton tersebut.

Aku mendengar teriakan di sekitarku yang menandakan kalau para pria sedang bertukar pukulan
Tenis di lapangan.

"Uryahhh! Ohh?! Barusan itu pukulan yang bagus, benar tidak?! Benar-benar luar biasa, benar
tidak?!"

"Barusan itu keren! Mustahil ada orang yang bisa memukul seperti itu! Luar biasa!"

Teriakan mereka seperti memberitahu orang-orang di sekitarnya kalau mereka sedang bersenang-
senang.

Banyak bacot lu Kampret, mati aja lo!

Itulah yang kupikirkan. Ketika aku membalikkan badanku, aku melihat Hayama.

Pasangan Hayama atau, lebih tepatnya, dia sedang berada di grup yang berisi empat
orang terdiri dari dia, pria berambut pirang yang sering terlihat bersamanya di kelas, dan dua pria
lagi yang tidak kukenal. Mungkin mereka berasal dari kelas C atau kelas I atau entah apa itu...Mereka
tampak berlatih dengan gaya yang lebih keren dari grup yang lain.

"Woahh!"

Pria pirang itu gagal mengembalikan bola yang Hayama pukul dan berteriak. Orang-orang yang
disekitar mereka mulai menoleh ke arah mereka, seperti mencari tahu tentang apa yang sedang terjadi.

"Hayama-kun, pukulan barusan itu levelnya jauh berbeda! Apa barusan bolanya melengkung?
Melengkung kan, benar tidak?!"

"Ahh, kurasa aku tadi memukulnya terlalu sembrono...Maaf ya, tadi memang salahku."

Hayama menaikkan tangannya untuk meminta maaf, tapi kata-katanya itu serasa ditelan oleh reaksi
pria pirang yang berlebihan itu.
"Serius ini?! Pukulanmu bisa melengkung seperti itu?! Hayama benar-benar jago, amfun dah! Jago
banget!"

"Haha, benarkah?"

Hayama menimpali, dan tertawa dengan lepas. Di saat yang bersamaan, sepasang tim Tenis lainnya
yang berada di dekat Hayama juga berbicara.

"Kalau tidak salah, Hayama-kun juga bagus di Tenis, benar tidak? Pukulanmu barusan itu...Bisa ajari
aku tidak?"

Pria yang baru saja mengatakan itu adalah anak laki-laki yang rambutnya berwarna coklat dan
tampangnya seperti orang plin-plan. Mungkin, dia juga sekelas denganku. Aku tidak tahu siapa
namanya, jadi kemungkinan besar dia adalah orang yang tidak penting.

Dalam sekejap saja, kuartet grup Hayama kini menjadi sextet. Sekarang, mereka menjadi sebuah
gerombolan di Pelajaran Olahraga...Ngomong-ngomong, kata sextet barusan terdengar seperti
sexaroid, benar tidak? Yeah, yeah, nakal sekali...

Begitulah akhirnya Kelas Tenis ini menjadi Kerajaan Hayama. Membuatmu merasa seperti tidak
seharusnya berada di kelas jika tidak menjadi bagian dari grup mereka. Biasanya, siapapun yang
berada di luar grup tersebut hanya bisa melihat dengan diam saja. Selamat tinggal kebebasan
mengatakan pendapat...

Kegaduhan dari grup Hayama ini memberikan kesan yang kuat, tapi Hayama sendiri bukanlah
sumber dari suara gaduh tersebut lebih tepatnya, orang-orang di sekitar Hayama-lah pelakunya.
Lebih spesifik lagi, laki-laki berambut pirang tersebut, yang secara sukarela menjadi Penasehat
Kerajaan Hayama, adalah orang yang paling berisik.

"PUKULAN MANTAB!"

Lihat kan? Dia benar-benar berisik.

Bola yang dipukul pria pirang itu tidak tepat sasaran sama sekali, malahan melebar jauh menuju luar
lapangan, menuju salah satu sudut yang suram di Lapangan Tenis ini. Sederhananya, bolanya terbang
ke arahku.

"Ah, maaf, salah gue! U-Umm...Hi...? Hikitani-kun? Hikitani-kun, bisakah kau ambilkan bolanya?"

Kampret, siapa sih orang yang bernama Hikitani?

Tapi aku sendiri tidak berminat untuk menanyakan itu, jadi kuambil saja bola yang menggelinding
ke arahku itu dan melemparnya kembali.

"Terima kasih ya."

Hayama tersenyum ramah ke arahku dan melambaikan tangannya.

Akupun mengangguk saja untuk merespon sikapnya itu.


...Anjriiiit, ngapain barusan gue mengangguk?

Tampaknya, aku secara otomatis berpikir kalau level Hayama berada di atasku...Bahkan jika
memikirkan adegan tadi dengan standarku, barusan itu terlihat terlalu patuh. Saking patuhnya,
membuatku berpikir seolah-olah aku ini sudah kalah dengannya...

Kubuang perasaan suram barusan dan mulai lagi kegiatanku untuk memukul bola ke tembok.

Tembok yang rata dan mulus ini adalah hal yang sangat penting dalam perjalanan masa muda
seseorang.

...Ngomong-ngomong, kenapa tembok rata ini sering dipakai sebagai istilah dada kecil?

Dengan memakai teori yang berbeda, tembok rata ini seperti roh Tanuki, dan tembok itu sendiri
adalah Tanuki yang sedang mempertontonkan kemaluannya. Jadi tembok semacam apa itu?
Temboknya jika disentuh, akan terasa lembut sekali...Dengan kata lain, cukup paradoks, ketika kau
menyindir seorang gadis dengan mengatakan dadanya seperti tembok rata, bukankah dengan kata lain
kau sedang mengatakan kalau dadanya itu sangat lembut? QED, terbukti dengan logis. Teori
Kampret.

Meski begitu, aku yakin kalau Hayama tidak akan pernah menyimpulkan hal yang seperti itu. Teori
yang luar biasa barusan hanya bisa dihasilkan oleh pemikiranku yang langka.

Okelah, anggap saja pertandingan Tenis-ku dengan tembok kali ini berakhir imbang...Yup, kurasa
begitu.

x Chapter VI Part 2 | END x


Chapter 6 : Rupanya, akan ada kegiatan bersama Totsuka Saika -3

xxx

Ini terjadi ketika jam makan siang.

Aku sedang makan siang di tempat yang biasanya. Markasku itu berada di lantai pertama Gedung
Khusus, dekat UKS dan di seberang kantin. Kalau kau masih bingung juga, bisa kukatakan kalau ini
adalah tempat terbaik dimana kau bisa melihat jelas seluruh lapangan tenis.

Aku bersantai sambil memakan hot dog, onigiri tuna, dan roll neapolitan yang kubeli di kantin.

Sungguh suasana yang sangat damai.

Sementara itu, terdengar suara yang berirama dimana itu seperti dengan sengaja memunculkan rasa
kantukku.

Para siswi yang mengikuti kegiatan Klub Tenis, pada saat jam makan siang memiliki latihan
tersendiri, dan sekarang mereka berlatih melawan dinding; mereka memukul bola dengan
semangatnya dan mengejar bola yang memantul itu, begitulah seterusnya.

Aku terus mengikuti gerakan mereka dengan kedua mataku sambil menikmati makan siang. Ketika
jam makan siang akan segera berakhir, angin berembus saat aku meminum sebungkus lemon tea.

Arah embusan angin kali ini berubah lagi.

Arah embusannya memang berubah-ubah setiap harinya, tapi karena sekolahku berada di dekat laut,
arah embusan angin biasanya berubah ketika masuk jam makan siang. Ini seperti hendak mengatakan
kalau embusan angin di pagi hari itu kini berbalik kembali menuju laut.
Menghabiskan waktu sendirian seperti ini, merasakan bagaimana angin menyentuh kulitku, bukanlah
hal yang buruk.

“Huh? Hikki?”

Embusan angin tersebut membawa suara yang familiar ke telingaku. Ketika kulihat asal suara itu,
aku melihat Yuigahama sedang berdiri, memegangi roknya agar tidak berkibar karena tertiup angin.

“Apa yang kau lakukan disini?”

“Aku biasa makan siang disini.”

“Hmm, benarkah? Kenapa begitu? Bukankah akan lebih baik jika makan di kelas?”

“...”

Yuigahama tampak keheranan, sedang aku sendiri hanya meresponnya dengan sebuah kesunyian.
Serius ini, jika aku bisa melakukan itu, terus ngapain gue makan disini? Pake otak dikitlah, kampret.

Mari kita ubah subjeknya dulu.

“Tapi bagaimana denganmu, kenapa kau ada disini?”

“Oh iya! Jujur saja, aku kalah hom-pim-pa dengan Yukinon, jadi...Kurasa aku sedang menjalani
hukumannya?”

“Jadi hukumannya adalah berbicara denganku...?”

Menyedihkan sekali...Membuatku serasa ingin mati saja.

“Bu-Bukan itu! Yang kalah harus membeli jus! Itu saja!”

Yuigahama lalu mengibas-ngibaskan tangannya, berusaha menyangkal pernyataanku barusan.


Untunglah; padahal aku benar-benar sudah siap untuk mati...
Yuigahama lalu menepuk-nepuk dadanya seperti lega akan sesuatu, lalu dia duduk di sebelahku.

“Yukinon awalnya tidak mau. Aku bisa menyediakan sendiri makananku. Memangnya ada alasan
yang kuat mengapa aku harus memenangkan pertandingan yang tidak jelas seperti ini? Begitulah
katanya.”

Entah mengapa, Yuigahama sedang berusaha meniru gaya bicara Yukinoshita. Dia jelas-jelas gagal
dalam menirunya.

“Well, respon yang seperti itu memang mirip dia.”

“Yeah, tapi ketika aku berkata Jadi kau tidak yakin bisa memenangkannya? Lalu tiba-tiba dia setuju
untuk bermain.”

“...Well, dia memang begitu.”

Gadis itu selama ini selalu lekat dengan image keren, tapi kalau berurusan dengan yang namanya
kompetisi, dia benar-benar tidak suka kalah. Dulu, dia tiba-tiba langsung setuju setelah Hiratsuka-
sensei menantangnya.

“Kemudian, ketika Yukinon menang, dia sedikit menaikkan kepalan tangannya ke atas...Dia manis
sekali loh...”

Yuigahama tampak bahagia ketika mengatakannya.

“Kupikir, itu pertamakalinya aku merasa kalau permainan hukuman itu adalah game yang
menyenangkan.”

“Memangnya kau sering melakukan itu?”

Ketika kutanya, Yuigahama menganggukkan kepalanya.

“Yeah, beberapa kali...”


Mendengarkan itu, membuatku teringat akan sesuatu. Ketika jam makan siang akan berakhir, akan
selalu ada suara-suara berisik yang berasal dari para idiot yang bercerita tentang permainan hom-pim-
pa...

“Tch, kurasa kalian terlihat seperti member-member klub elit yang sedang bermain sesuatu.”

“Apaan sich dengan responmu yang menjengkelkan itu? Memangnya kau tidak suka dengan hal-hal
yang semacam itu?”

“Tentu sajalah. Aku benci berkumpul dan becanda di dalamnya...Ah, tapi aku memang tidak suka
kumpul-kumpul semacam itu karena aku tidak diajak!”

“Alasanmu tidak hanya menyedihkan saja, tapi situasimu juga menyedihkan!”

Banyak bacot. Pergi sana...

Yuigahama tampak tersenyum sambil memegangi rambutnya, agar tidak tertiup angin. Ekspresi yang
semacam itu tampak berbeda dari ekspresinya yang biasa dia perlihatkan ketika bersama Miura dan
yang lainnya di kelas...

Ahh, begitu ya. Kalau harus menebak, aku akan bilang karena dia tidak memakai make-up.
Wajahnya tampak lebih natural. Dia mungkin memutuskan untuk berubah, tapi, maksudku, bukannya
aku ini punya hobi untuk sering-sering menatap wajah para gadis...Ah sudahlah.

Tapi meski sedikit, setidaknya itu bukti kalau dia telah berubah.

Mungkin tidak hanya karena make-up yang lebih sedikit...Ketika Yuigahama tersenyum, kedua
matanya tampak tanpa beban dan wajah gadisnya itu tampak lebih bersinar.

“Tapi serius, kupikir Hikki juga punya grup. Ketika kita berada di ruangan Klub, kau selalu tampak
menikmati obrolanmu dengan Yukinon. A-Aku selalu merasa kalau aku tidak akan bisa bergabung
dalam pembicaraanmu dengannya...”

Yuigahama mengatakan itu sambil memegangi lututnya dan mengubur wajahnya dalam-dalam. Dia
lalu melirik ke arahku.
“Tahu tidak, aku juga ingin bergabung dengan obrolannya...A-Aku bukannya punya maksud-maksud
yang aneh ya, oke?! Ma-Maksudku itu ya berbicara dengan melibatkan Yukinon juga, oke?! Kau
paham tidak?!”

“Terserah kamulah...Aku bukan orang yang bisa dengan mudahnya salah paham tentangmu.”

“Apa maksudmu?”

Yuigahama menaikkan kepalanya, memasang ekspresi kesal.

“Ah, tunggu dulu, tunggu, tenanglah!” aku mencoba menenangkannya, lalu menambahkan.

“Well, Yukinoshita itu kasus yang berbeda. Dia adalah force majeure.”

“Apa maksudmu?”

“Hmm? Ahh, force majeure itu artinya sebuah eksistensi atau situasi yang mustahil untuk ditangani
oleh manusia dengan kemampuan yang biasa-biasa saja...Maaf ya kalau aku memakai kata-kata yang
sulit.”

“Bukan begitu! Aku tahulah artinya, ugh! Tahu tidak, kau ini sering meremehkanku! Aku ini masuk
SMA Sobu juga lewat ujian resmi loh, sama sepertimu!”

Yuigahama lalu menebas leherku dengan jari-jarinya. Sangat telak sekali, tepat di kerongkonganku,
membuatku terbatuk-batuk. Kemudian Yuigahama menatap ke arah kejauhan sambil menanyakanku
sesuatu dengan nada yang serius.

“...Hei, ngomong-ngomong soal ujian masuk SMA...Kau ingat tidak waktu pertamakali masuk SMA
dulu?”

“Uhuk uhuk uhuk!...Huh? Ahh, maksudku, entahlah soal itu – aku mengalami kecelakaan lalu lintas
pada hari itu.”

“Kecelakaan...”
“Yeah. Waktu hari pertama masuk SMA, aku sedang asyik mengayuh sepedaku ketika ada pemilik
anjing yang idiot membiarkan tali pengikat anjingnya lepas. Anjing tersebut hampir tertabrak mobil,
jadi kulindungi anjing itu dengan tubuhku...Dengan kata lain, hari itu aku sedang melakukan sesuatu
yang luar biasa dan terlihat heroik.”

Kupikir, aku baru saja melebih-lebihkan ceritanya, tapi persetan dengan itu, toh tidak ada yang tahu
cerita yang sebenarnya...Jikapun ada yang tahu soal itu, maka orang itu pasti merasa bersimpati
daripada mengkomentarinya. Jadi dalam situasi yang seperti ini, pilihan terbaiknya adalah membuat
diriku seolah-olah melakukan hal yang hebat.

Tapi ketika dia mendengar hal itu, wajah Yuigahama tampak tegang.

“Bo-Bodoh, huh...Jadi, Hikki tidak ingat sama sekali siapa pemilik anjingnya?”

“Maksudku, meski aku berniat untuk melihat siapa pemiliknya, aku tidak bisa karena aku sendiri
sedang kesakitan. Well, aku sendiri tidak dalam kondisi yang fokus untuk mengingat sesuatunya, jadi
kurasa pemiliknya itu berwajah standar, semacam itu.”

“Berwajah standar...Ku-kurasa waktu itu aku memang tidak memakai make-up...Ah rambutku juga
masih belum diwarnai, dan aku juga memakai piyama yang aneh atau sejenisnya...Ah, piyamanya
ada gambar beruang kecil disana, jadi mungkin aku memang terlihat seperti seorang idiot...”

Suaranya terdengar sangat lemah sehingga aku tidak begitu jelas mendengarnya – yang kulihat
hanyalah bibirnya yang bergetar seperti menggumamkan sesuatu sambil melihat ke arah lantai. Apa
lututnya cedera atau sejenisnya?

“Ada apa?”

“Tidak ada apa-apa...Ngomong-ngomong! Hikki tidak ingat siapa gadis pemilik anjing tersebut,
benar tidak?!”

“Yeah, seperti kataku tadi, aku tidak ingat jelas...Tunggu dulu, apa aku barusan mengatakan kalau
pemiliknya seorang gadis?”

“Huh?! Y-Ya, kau mengatakannya tadi! Kau jelas-jelas mengatakannya! Malahan, yang kau ocehkan
sedari tadi hanyalah gadis itu, gadis ini, gadis yang beginilah!”

“Serius, apa aku tadi terlihat seperti orang yang menjijikkan...?”


Ketika aku mengatakan itu, Yuigahama hanya tertawa aneh dan tersenyum, lalu dia melihat ke arah
lapangan tenis. Merespon sikapnya, akupun menatap ke arah yang sama.

Kurasa ini sudah saatnya bagi para gadis Klub Tenis untuk menyelesaikan latihan mereka; mereka
sedang menyeka keringat mereka sambil berjalan menuju gedung sekolah.

“Hei! Sai-chaaan~~!”

Yuigahama melambaikan tangannya dan memanggil seseorang. Sepertinya, ada seseorang di


rombongan Klub Tenis itu yang dia kenal.

Gadis tersebut memperhatikan Yuigahama dan bergegas ke arah kami.


“Hei. Apa baru saja latihan?”
“Yeah, tim kami cukup lemah saat ini, jadi kami harus berlatih di jam istirahat siang...Kami sejak
dulu memang sudah meminta ijin ke pihak sekolah untuk menggunakan lapangan ketika jam makan
siang, dan akhirnya mereka mengijinkannya. Apa yang Yuigahama-san dan Hikigaya-kun lakukan
disini?”

“Ahh, tidak ada sih...”

Yuigahama mengatakan itu dan melihat ke arahku, seperti meminta bantuan untuk
mengkonfirmasinya. Well, sebenarnya aku sedang makan siang, dan dia sendiri sedang ada urusan ke
kantin, benar tidak? Apa dia ini punya aura yang bisa menarik burung-burung untuk berkumpul di
dekatnya atau sejenisnya...

“Begitu ya.” Gadis itu, Sai-chan atau entah siapa, tersenyum ke arah kami.

“Sai-chan, kau kan sudah bermain tenis di Pelajaran Olahraga, dan sekarang jam makan siang juga
berlatih tenis...Itu pasti berat sekali.”

“Yeah, tapi aku juga menyukainya, jadi tidak masalah...Ah, juga, Hikigaya-kun, apa kau bisa
bermain tenis?”

Aku terkejut, gadis ini mengganti topiknya dengan namaku, tentunya itu membuatku hanya bisa
terdiam. Ini pertamakalinya aku mendengar hal itu. Juga, siapa sih gadis ini? Darimana dia bisa tahu
namaku?

“Oh ya...?”

Aku sebenarnya hendak menanyakan gadis itu tentang beberapa hal, tapi sebelum aku mengatakan
sesuatu, Yuigahama langsung memotong dan menunjukkan kekagumannya.

“Benarkah dia bisa bermain tenis dengan baik?”

“Yeah, dia punya cara bermain yang bagus.”

“Ahh, kau membuatku malu saja, ha ha ha...”

Lalu aku berbisik ke Yuigahama.


“Siapa orang ini?”

Kupelankan kata-kataku barusan sehingga hanya Yuigahama saja yang bisa mendengarkanku, tapi
Yuigahama langsung membuyarkan usahaku itu.

“Hwahhh?! Kau ini sekelas dengannya! Kau bahkan ikut Pelajaran Olahraga yang sama dengannya!
Kenapa kau tidak tahu?! Sulit untuk dipercaya!”

“Dasar idiot, tentu saja aku tahu! Hanya saja aku lupa!...Juga kuberitahu ya, laki-laki dan perempuan
kelas olahraganya dipisah!”

Aku sebenarnya sudah cukup berbaik hati dengan Yuigahama, tapi dia malah menghancurkan
seluruh usahaku...Sekarang semua orang di dunia ini tahu kalau aku tidak tahu nama gadis ini. Dan
gadis ini mungkin saja sekarang kesal denganku.

Ketika memikirkan itu, akupun menatap Sai-chan dan melihat kedua matanya seperti hendak
menangis saja...Kampret, ini gawat sekali. Kalau kita membandingkannya dengan anjing, maka dia
terlihat seperti Chihuahua, dan kalau di dunia kucing, dia mirip munchkin...Seperti itulah ekspresi
wajahnya yang manis dan sedih.

“A-Ahaha. Kurasa kau benar-benar tidak mengingat namaku...Aku Totsuka Saika. Kita sekelas loh.”

“A-ah, maaf ya. Kita semua baru saja berganti kelas karena naik kelas, jadi ini agak susah bagiku
untuk mengingat semua orang...Haha.”

“Kita juga sekelas waktu kelas 1 dulu...Ehehe, mungkin aku sendiri memang tidak punya aura
kehadiran yang kuat ya...”

“Nah, bukan itu...Oh, aku tahu! Itu pasti karena aku sendiri jarang berkumpul dengan para gadis di
kelasku! Tahu lah, aku sendiri tidak begitu tahu nama-nama gadis di sekolah ini!”

“Jangan aneh-aneh, coba ingat lagi!”

Yuigahama memukul kepalaku dari belakang, tapi itu malah membuat Totsuka memasang wajah
yang kecut.
“Kau ternyata berteman akrab dengan Yuigahama-san...”

“E-ehh?! Ki-kita ini bukan teman! Kalaupun ada hubungan, maka hubungan itu adalah aku ingin
membunuh orang ini! Kubunuh Hikki lalu aku akan bunuh diri juga...Semacam itu!”

“Yeah, semacam itu!...Juga, kampret barusan itu menakutkan sekali! Sungguh menakutkan! Apa itu
semacam adegan bunuh diri karena masalah asmara?! Aku tidak ingin itu terjadi!”

“Huh?! Ka-Kau ini benar-benar idiot?! Aku tidak bermaksud seperti itu!”

“Kalian berdua benar-benar akrab ya...”

Totsuka mengatakannya dengan nada yang sedih, dan kali ini dia menatap ke arahku.

“Ngomong-ngomong, aku ini sebenarnya laki-laki...Apa tampilanku ini terlihat seperti perempuan?”

“Eh?”

Otak dan tubuhku serasa berhenti. Aku lalu melihat ke arah Yuigahama.

Ini pasti bohong, benar tidak?

Kutanya itu kepadanya melalui tatapan mataku. Tapi Yuigahama yang mungkin masih marah,
dimana wajahnya tampak memerah, baru saja mengangguk ke arahku.

Tunggu dulu...Serius nih? Ini pasti ada yang salah. Pasti ini semacam prank atau sejenisnya.

Totsuka melihat ekspresiku yang ragu itu dan wajahnya memerah. Kepalanya sedikit menunduk, dan
dia menatapku secara perlahan.

Tangan Totsuka secara perlahan mulai menyentuh celananya. Gerakannya itu saja sudah cukup
untuk membuatku terpana.

“...Aku bisa menunjukkan buktinya kepadamu kalau kau mau.”


Aku merasakan sesuatu di dalam nuraniku yang sedang bergejolak.

Satu iblis kecil Hachiman tiba-tiba muncul di bahu kananku. “Ohh, itu bagus sekali, kau harusnya
iyakan saja dan lihat buktinya – kau mungkin bisa beruntung, tahu tidak?”

Well, itu benar, ini memang kesempatan yang langka.

“Tunggu dulu, Nak!” Ahh, kini malaikat Hachiman muncul. “Mumpung, sekalian minta lepas
bagian atasnya juga?”

Kampret...malaikat-malaikat macam apa ini?

Pada akhirnya, yang kudengarkan hanyalah logikaku.

Ya, ini adalah karakter yang tampilannya seperti perempuan. Tampilannya yang seperti itulah yang
membuat jenis kelaminnya masih dipertanyakan! Jadi, dengan tercapainya kesimpulan yang logis itu,
aku menenangkan diriku dan mendinginkan kepalaku.

“Begini...Aku minta maaf. Aku benar-benar tidak tahu, tapi jika kau merasa tidak nyaman, tolong
maafkan aku.”

Ketika Totsuka mendengarkan kata-kataku, dia lalu menyeka air matanya itu dan tersenyum
kepadaku.

“Nah, tidak apa-apa.”

“Tapi Totsuka...Aku terkejut kau tahu namaku.”

“Eh, ahh...Well, Hikigaya-kun kan populer di kelas.”

“Eh serius? Tapi wajahnya standar gitu...Pasti butuh usaha yang luar biasa untuk bisa menyadari
kalau ada pria seperti dirinya di kelas.”
“Kampret, tentu sajalah aku populer! Aku ini bersinar terang seperti kumpulan bintang di langit
malam!”

“Kenapa begitu?”

Wow, dia mengatakan itu tanpa mengedipkan matanya sama sekali.

“...Be-begini, ketika ada seseorang duduk di salah satu sudut kelasmu dan berbicara dengan dirinya
sendiri, bukankah itu akan menjadikannya bahan pembicaraan orang-orang di kelas...?”

“Ah, itu ya – Ahh, umm...Maaf ya atas situasimu...”

Yuigahama langsung memalingkan pandangannya. Sikap yang semacam inilah yang membuatku
langsung menjadi suram...

Suasana kali ini mulai terlihat suram, jadi Totsuka berusaha untuk mencairkannya.

“Tapi serius, Hikigaya-kun itu bagus dalam bermain Tenis. Apa kau pernah bermain Tenis
sebelumnya?”

“Maksudku, aku sering bermain Mario Tenis ketika SD, tapi aku sendiri tidak pernah menggeluti
olahraga Tenis di dunia nyata.”

“Oh, itu kan game yang sering dimainkan orang-orang. Tahu tidak, aku juga bermain itu. Main mode
double sangat menyenangkan loh.”

“...Aku hanya bermain sendirian.”

“Eh?...Ah. Umm, maaf.”

“Kampret, apa kau ini semacam penjinak ranjau psikologis atau sejenisnya? Apa kerjaanmu itu
hanya menggali-gali trauma dari diriku?”

“Hikkilah yang punya terlalu banyak bom!”


Totsuka, yang berdiri di sebelahku, tampaknya menikmati percakapanku dengan Yuigahama.

Akhirnya, bel yang menandakan berakhirnya jam makan siang telah berbunyi.

“Ayo kita kembali.”

Totsuka mengatakan itu, dan Yuigahama mengikutinya dari belakang.

Aku yang melihat mereka berdua dari belakang, tiba-tiba merasakan sebuah kejanggalan.

Begitu ya...Ternyata kita ini sekelas, jadi sangat normal jika kita bertiga pergi bersama...Entah
mengapa, aku merasa tergugah oleh hal itu.

“Hikki? Apa yang kau lakukan?”

Yuigahama lalu berbalik ke arahku, tampak terheran-heran. Totsuka juga berhenti dan kini dia
menatap ke arahku.

Apa aku boleh pergi bersama mereka? Ketika aku hendak menanyakan itu, sesuatu menghentikanku.

Malahan, aku mengatakan hal yang lain:

“Apa yang terjadi dengan jus hukuman yang harusnya kau beli?”

“Huh?...Ahhh!!”

x Chapter VI Part 3 | END x


Chapter 6 : Rupanya, akan ada kegiatan bersama Totsuka Saika -4

xxx

Beberapa hari setelahnya, tibalah Pelajaran Olahraga di kelasku.

Karena seringnya aku berlatih dengan dinding, membuatku menjadi ahli dalam memukul dinding.
Kalau begini terus, aku bisa terus-terusan memukul ke arah dinding tanpa perlu menggerakkan kaki
sama sekali.

Untuk Pelajaran Olahraga minggu depan, akan diadakan pertandingan tenis antar siswa. Dengan kata
lain, Pelajaran Olahraga hari ini adalah terakhirkalinya aku bisa berlatih bersama dinding.

Karena ini adalah latihan terakhirku dengan tembok, maka aku akan memberikan yang terbaik, tapi
tiba-tiba aku merasakan ada seseorang yang menepuk bahu kananku.

Siapa ya?

Tidak ada yang mau berbicara denganku, jadi tepukan barusan pastilah fenomena supranatural, benar
tidak?

Akupun menolehkan kepalaku, tiba-tiba aku merasa ada jari yang mengenai pipiku.

"Ahah, kena kau~"

Ternyata Totsuka Saika, dimana dia sedang memberikan senyum manisnya.


Oof, perasaan macam apa ini...? Jantungku berdetak dengan kencang. Jika dia bukanlah seorang pria,
aku berniat untuk menembaknya dan ditolak. Wow, jadi aku sendiri sudah berpikir kalau aku akan
ditolak?

Maksudku begini, setelah kau melihat Totsuka yang memakai seragam biasa, maka terlihat jelas
kalau dia adalah seorang laki-laki. Tapi ketika dia sedang memakai pakaian olahraga, dimana tipe
pakaiannya sama antara laki-laki dan perempuan, jenis kelaminnya langsung menjadi ambigu. Kalau
kaos kakinya berwarna hitam dan setinggi lutut, kau pasti akan sangat kesulitan untuk mengetahui
dirinya.

Kedua lengannya, kaki, dan pinggangnya tampak ramping, dan kulitnya putih pucat.

Well, memang benar kalau dadanya tidak besar, tapi Yukinoshita sendiri juga dadanya tidak besar.

Entah mengapa, aku merasakan rasa takut yang luar biasa.

Setelah sedikit tenang, akupun berbicara ke Totsuka, dimana dia sendiri sedang berdiri dan
tersenyum kepadaku.

"Ada perlu apa ya?"

"Ah. Begini, orang yang biasanya berpasangan denganku tidak masuk sekolah. Jadi...Umm, kalau
boleh, maukah kau menjadi partnerku?"

Kampret, jangan melihatku dengan tatapan memelas. Kau terlihat sangat manis. Wajahmu jangan
memerah juga, ugh.

"Ahh, ya sudah. Aku sendiri juga sedang sendirian."

Maaf ya dinding. Aku tidak bisa bermain denganmu hari ini...

Setelah meminta maaf ke dinding dan merespon permintaan Totsuka, dia tampak senang sekali.

"Ah, untunglah!" gumamnya.


Kampret, itu membuatku tegang sekali. Dia benar-benar manis sekali.

Menurut Yuigahama, karena Totsuka yang terlihat manis, banyak gadis di sekolah yang
menyebutnya Sang Putri. Begitu ya, karena Totsuka adalah pria cantik dimana dia punya tampilan
feminin yang manis, nama itu sangat cocok untuknya. Ditambah lagi, nama Sang Putri membuatmu
ingin melindunginya.

Akhirnya, latihanku dengan Totsuka dimulai.

Totsuka adalah member Tim Tenis, jadi wajar jika dia sangat baik dalam bermain Tenis.

Dia mendapatkan pelayanan premium dariku yang sudah ahli dalam melawan tembok, dan dia
mengembalikan bolanya tepat ke arahku.

Setelah kita mengulangi itu berkali-kali, Totsuka mulai membuka obrolannya, seperti untuk
mencegahnya kebosanan dalam latihan ini.

"Seperti dugaanku, Hikigaya-kun cukup jago."

Karena jarak kami berdua cukup jauh, suara Totsuka terdengar samar-samar.

"Aku super jago dalam memukul tembok, jadi karena itulah aku sangat ahli dalam Tenis."

"Itu Squash, bukan Tenis..."

Kami akhirnya membuka obrolan kami dan membahas berbagai topik, sambil memukul bola. Para
siswa yang lain banyak yang gagal memukul dan tidak bisa mengembalikan bola, tapi kami sendiri
terus melanjutkan pukulan rally panjang kami.

Kemudian, rally terhenti. Totsuka menangkap bola dengan tangannya.

"Ayo kita istirahat dulu."

"Oke."
Kami lalu duduk di tempat duduk.

Kampret, ngapain duduk dekat gue?

Bukankah ini aneh? Ketika ada dua pria duduk bersama, bukankah normalnya duduk di ujung
satunya atau duduk berseberangan? Bukankah dia ini terlalu dekat? Bukankah ini terlihat intim sekali?

"Hei, aku ingin meminta pendapat dari Hikigaya-kun..."

Totsuka memasang ekspresi wajah yang serius.

Begitu ya. Kalau dia ingin meminta pendapat secara rahasia, kurasa normal kalau harus sedekat ini.
Karena itulah dia duduk sangat dekat denganku.

Tapi kenapa sedekat ini?

"Pendapatku ya, huh...?"

"Yeah. Ini tentang Tim Tenis-ku...Kita saat ini berada dalam situasi yang kurang bagus. Membernya
tidak begitu banyak. Dan jika para senior kelas tiga pensiun setelah Turnamen berikutnya, maka
situasinya akan jauh lebih buruk lagi. Akan banyak member baru yang bergabung dimana mereka
sendiri belum pernah bermain Tenis, jadi mereka belum terbiasa sama sekali...Karena kita sendiri
lemah, kita kesusahan untuk memotivasi mereka. Maksudku, bukannya aku ingin menekankan kalau
mereka harus kompetitif atau bagaimana, jadi..."

"Begitu ya."

Cukup masuk akal. Sebenarnya, masalah semacam ini cukup lumrah ditemui di Tim Olahraga yang
lemah.

Karena tim-mu sendiri tidak bagus, maka tidak banyak orang yang mau bergabung. Dan karena tidak
banyak orang di Klub itu, maka tidak ada suasana kompetitif dimana mereka berjuang mati-matian
untuk menjadi pilihan utama Klub.

Meski jika kau sering bolos latihan, kau masih diikutsertakan dalam turnamen, selama kau dirasa
bisa bermain, maka kau akan dimainkan. Banyak sekali orang di luar sana yang merasa puas dengan
hasil turnamen meskipun mereka tidak pernah menang sama sekali.
Pemain yang semacam itu tidak akan menjadi pemain yang lebih baik. Kemudian, karena kualitas
mereka yang meragukan, maka tim terlihat kurang menarik di mata siswa yang hendak bergabung.
Dan begitulah lingkaran itu berputar.

"Jadi...Kalau Hikigaya-kun tidak keberatan, apa kau mau bergabung dengan Klub Tenis?"

"...Huh?"

Kenapa ujung-ujungnya bisa begini?

Totsuka melihat ekspresi kebingungan yang ditunjukkan oleh kedua mataku, dan dia mulai
menenggelamkan dirinya sambil memeluk kedua lututnya. Sesekali dia menatapku dengan tatapan
memelas.

"Hikigaya-kun sangat bagus dalam bermain Tenis, dan kupikir kau ada bakat untuk berkembang.
Kupikir kau juga bisa memotivasi member yang lainnya. Dan...Jika bersama Hikigaya-kun, kupikir
aku bisa berusaha dengan lebih keras lagi. U-Umm...Maksudku tadi bukan sesuatu yang aneh-
aneh ya! Ha-Hanya saja, aku ingin bertambah kuat dalam hal Tenis."

"Kurasa tidak masalah menjadi lemah dalam sesuatu...Aku akan melindungimu."

"...Apa?"

"Ah, maaf barusan."

Melihat tatapan lugu dari Totsuka membuatku salah tingkah, dimana aku harusnya meresponnya
dengan serius. Ayolah, dia ini terlalu manis. Saking manisnya sehingga aku hampir setuju untuk
bergabung dengan Klubnya. Aku hampir menaikkan tanganku diselimuti semangat seperti orang yang
berlari ke sebuah pertempuran untuk memperebutkan kue terakhir di kantin.

Tapi tidak peduli seberapa manis Totsuka, akan selalu ada request dimana aku sendiri tidak bisa
mengabulkannya.

"...Maaf ya. Kupikir aku tidak bisa melakukannya..."


Aku tahu sifatku seperti apa.

Aku malas untuk pergi ke Klub setiap hari, juga aku tidak suka olahraga di pagi hari. Satu-satunya
orang yang melakukannya adalah kakek-nenek tua yang melakukan Tai Chi di taman, benar
tidak? Lagipula, "Maaf ya, sepertinya aku tidak bisa~~" mulai menjadi motto favorit dalam
kehidupanku.

Mungkin terdengar seperti mengambil kata-kata Korosuke, karakter Kiteretsu, tapi masalahnya
adalah aku pasti akan berhenti dari Klub semacam itu. Bahkan ketika aku bekerja paruh waktu untuk
pertamakali, aku akhirnya bolos selama tiga hari.

Jika orang sepertiku bergabung dengan Klub Tenis, kujamin yang akan terjadi adalah aku menjadi
penyebab depresi Totsuka.

"...Begitu ya..."

Totsuka tampak kecewa. Sementara itu, aku mencoba mencari-cari sesuatu untuk mencairkan
suasananya.

"Well umm...Jangan khawatir. Aku akan mencoba untuk membantu menyelesaikan masalahmu."

Meski aku tahu kalau tidak ada yang bisa kulakukan.

"Terimakasih ya. Aku merasa lebih baik setelah berbicara dengan Hikigaya-kun."

Totsuka tersenyum kepadaku, tapi aku tahu kalau pikirannya yang tenang itu hanya bersifat
sementara. Di saat yang bersamaan, ada bagian kecil dari diriku meski itu hanya sementara, jika
Totsuka merasa senang, maka apapun yang kulakukan itu tidak akan kusesali.

x Chapter VI Part 4 | END x


Chapter 6 : Rupanya, akan ada kegiatan bersama Totsuka Saika -5

xxx

“Mustahil”

Itulah respon pertama Yukinoshita.

“Mustahil, huh...Tapi, umm.”

“Hal mustahil barusan sangatlah mustahil.”

Sekali lagi, aku ditolak.

Ini bermula ketika aku menceritakan permintaan Totsuka dan meminta saran dari Yukinoshita.

Rencanaku yang sebenarnya adalah agar aku bisa berhenti secara wajar dari Klub Relawan dan
bergabung dengan Klub Tenis. Lalu, secara perlahan, aku akan bolos dan akhirnya berhenti dari Klub
Tenis...Tapi sekarang, rencana itu ditolak.

“Maksudku begini, aku paham mengapa Totsuka memintaku bergabung dengan Klub Tenis –
sederhananya begini, aku akan menakut-nakuti mereka sehingga mereka bisa menjadi lebih aktif di
Klub Tenis. Bukankah jika ada member baru yang bergabung ke Klub, akan membuat mereka merasa
tersaingi?”

“Apa kau pikir kau bisa bertahan hidup dalam grup yang seperti itu? Apa kau pikir mereka akan
menerima begitu saja makhluk sepertimu?”

“Uguu...”
Itu ada benarnya...Aku tidak akan berhenti begitu saja dari Klub Tenis, tapi jika aku melihat member
mereka yang hanya bermalas-masalan, mungkin akan menghajar mereka satu-persatu dengan raket.

Yukinoshita lalu tersenyum, tapi suaranya tampak seperti mengembuskan napasnya yang berat.

“Kau tidak tahu rasanya bagaimana berada di dalam sebuah grup, benar tidak? Kau ini adalah
seorang ahli penyendiri.”

“Kau orang terakhir yang harusnya mengatakan kata-kata itu...”

Tapi, Yukinoshita terus berbicara dan tidak mempedulikan komplainku.

“Kuakui mungkin mereka akan bersatu-padu jika memilikimu sebagai musuh bersama...Tapi
kerjasama mereka itu hanya sebatas untuk mengusirmu keluar, dimana itu tidak akan meningkatkan
kemampuan mereka bermain Tenis. Karena itulah, yang kau katakan tadi bukanlah solusi. Aku sendiri
punya bukti atas pernyataanku barusan.”

“Begitu ya...Tunggu dulu, memangnya buktinya apa?”

“Ya. Aku kembali dari luar negeri waktu sewaktu SMP dulu, dimana aku harusnya berada di
lingkungan yang baru, tapi para gadis di kelasku...Atau tepatnya, semua gadis di sekolah berusaha
untuk menyingkirkanku. Meski begitu, tidak ada seorangpun yang berhasil mengalahkanku disana.
Dasar kumpulan orang tidak berguna...”

Sumpah, aku merasa seperti melihat api hitam yang menyala-nyala dari belakang Yukinoshita.

Kampret, kurasa aku baru saja menginjak ranjau darat...

“U-Uh, yeah, kurasa masuk akal juga...Maksudku, kalau ada gadis yang semanis dirimu, memang
hal-hal semacam itu bisa terjadi...”

“...E-Eh, benar. Kalau dibandingkan gadis yang lain, hanya karena mereka menganggap tampilanku
lebih baik dari mereka, bukan berarti mereka harus menyerah begitu saja dan tidak berusaha
sedikitpun, namun hal-hal semacam itu normal terjadi disini. Sebenarnya, Yamashita-san dan
Shimamura-san juga cukup cantik...Mereka juga populer dengan para anak laki-laki. Tapi mereka
hanya unggul di tampilan saja. Ketika berhubungan dengan akademis, olahraga, seni, bahkan dalam
tata-krama, mereka bahkan tidak bisa menyamaiku. Dan jika mereka sudah pontang-panting seperti
itu masih saja tidak bisa mengalahkanku, maka yang bisa mereka lakukan hanyalah memegangi
kakiku dan berusaha menarikku hingga terjatuh...”

Sejenak, Yukinoshita tampak kehilangan kontrol dirinya, tapi tidak lama kemudian dia kembali ke
dirinya yang sebelumnya dan mulai mengatakan sesuatu dengan cepat tentang bagaimana hebat
dirinya secara bersambung dan terkontrol.

Bisa dikatakan, kata-katanya itu mengalir seperti sungai, mungkin lebih mirip aliran Air Terjun
Niagara...Mengatakan semua itu tanpa menurunkan tempo dalam mengucapkannya benar-benar
mengagumkan.

Mungkinkah itu hanya sekedar alasan Yukinoshita untuk menyembunyikan ekspresi wajahnya yang
memerah? Mungkinkah dia sebenarnya memang benar-benar punya sisi yang manis di dalam
dirinya...

Yukinoshita kemudian mengatur napasnya, mungkin karena dia baru saja berbicara dengan tempo
yang lama. Wajahnya juga masih memerah.

“...Bisakah kau tidak mengatakan sesuatu yang aneh? Aku benar-benar dibuat ketakutan olehmu.”

“Ahh, untunglah...Seperti dugaanku. Kau ternyata tidak manis sama sekali.”

Jujur ya, Totsuka jauh lebih manis dari semua gadis yang kukenal...

Kamfret, apa-apaan barusan?

Oh, benar...Totsuka harusnya menjadi topik kita disini.

“Tapi Totsuka kurasa cukup senang jika ada sesuatu yang bisa meningkatkan performa Klub
Tenisnya...”

Ketika aku mengatakan itu, Yukinoshita membuka matanya lebar-lebar dan menatapku.

“Cukup aneh...Sejak kapan kau menjadi orang yang peduli dengan orang lain?”
“Hei, ayolah...Itu adalah momen dimana pertamakalinya ada orang yang meminta saran dariku,
tahulah...”

Pada akhirnya, menjadi orang yang dimintai bantuan memang membuatku merasa senang. Plus,
Totsuka tampak manis...Tanpa sadar, bibirku mulai tersenyum dengan sendirinya. Yukinoshita lalu
memotong, seperti hendak menghentikan senyumku barusan.

“Dulu, aku juga sering dimintai saran tentang asmara.”

Dia membusungkan dadanya dengan bangga ketika mengatakannya, tapi entah mengapa ekspresinya
tampak suram.

“...Meski sebenarnya ketika seorang gadis meminta saran soal asmara, yang terjadi adalah mereka
sedang menerapkan sebuah strategi untuk mengikat orang lain.”

“Huh? Apa maksudmu?”

“Jika aku memberitahu siapa orang yang kusuka, maka orang-orang yang disekitarku akan mulai
hati-hati dalam bersikap, benar tidak? Itu seperti memberitahu area kekuasaanmu. Setelah kau tahu
batas wilayahnya seperti apa, jika kau melintas tanpa ijin, maka kau akan diperlakukan seperti
seorang pencuri dan diusir keluar. Bahkan jika sebenarnya yang terjadi adalah pria yang mereka sukai
itulah yang menembakku, mereka tetap mengusirku. Apa kau serius hendak memberitahuku
pengalamanmu soal itu...?”

Aku marasakan kembali api hitam yang berkobar setelah Yukinoshita mengatakan “para gadis
meminta saran”. Aku memang berharap ada cerita yang lumayan bagus darinya, tapi yang barusan itu
benar-benar tidak enak untuk di dengar.

Kenapa sih dia selalu berusaha menggagalkan impianku yang sudah lama aku impikan ini? Apa dia
sedang menikmati ini?

Yukinoshita tiba-tiba tertawa sinis, seperti hendak mengusir sebuah memori kelam tentang dirinya.

“Sederhananya, jangan pernah berpikir kalau mendengarkan masalah orang lain dan berharap bisa
menolongnya akan memberikan sesuatu yang bagus. Bukankah ada pepatah – Bahkan induk Singa
sendiri akan melempar anak-anak mereka di jurang dan membunuhnya.”

“Membunuh anaknya sendiri hanya akan membuat tujuannya dipertanyakan kembali...”


Lagipula, yang benar menurutku adalah – Bahkan ketika mereka memburu anak mereka sendiri,
Singa akan kehabisan tenaganya.

“Jadi, apa yang akan kau lakukan jika kau menjadi diriku?”

“Aku?”

Yukinoshita yang tampak kebingungan, mulai mengedip-ngedipkan matanya dan memasang pose
berpikir untuk sejenak.

“Kurasa aku akan membuat mereka terus berlari hingga mati, lalu membuat mereka berlatih
mengayunkan raket hingga mati, lalu setelah itu membiarkan mereka bertanding satu sama lain
hingga mati.”

Dia mengatakan itu sambil memasang sebuah senyuman. Itu menakutkan sekali.

Tiba-tiba, pintu terbuka dan menimbulkan suara yang mengagetkanku.

“Heyoo~~!!”

Kebalikan dari Yukinoshita, Yuigahama masuk ke ruangan dengan ekspresi yang ceria.

Yuigahama memasang senyum bodohnya yang biasa. Dia tampak seperti orang yang tidak memiliki
beban sama sekali.

Tapi, ada seseorang yang berada di belakangnya, dengan ekspresi serius tapi lembut.

Matanya yang menghadap ke bawah seperti merasa kurang percaya diri, dan dia tampak memegangi
lengan blazer Yuigahama. Kulitnya tampak putih pucat. Dia mengingatkanku dengan sebuah
halusinasi yang samar-samar, ketika kau melihatnya di bawah cahaya yang terang, maka sosoknya
akan hilang seketika.

“Ah...Hikigaya-kun!”
Dia lalu tersenyum kepadaku setelah melihat diriku disini, dan kulitnya yang awalnya pucat kini
menghilang. Ketika dia tersenyum seperti itu, aku akhirnya tahu siapa dirinya. Kenapa dia tampak
suram sekali...?

“Totsuka...”

Dia lalu bergegas ke arahku, dan kali ini, memegangi lengan seragamku.

Hei, hei, itu melanggar aturan...Meski aku tahu kalau dia adalah seorang pria.

“Hikigaya-kun, apa yang kau lakukan disini?”

“Ah, aku adalah member Klub ini...Kalau kau sendiri?”

“Aku kesini membawa klien baru, fufu~~”

Yuigahama tiba-tiba menunjuk ke arah dadanya berkali-kali seperti membanggakan sesuatu.

Gue enggak tanya lo...Gue pengen denger jawabannya dari bibir Totsuka yang manis...

“Hei, ayolah~~! Bukankah aku juga bagian dari Klub ini? Jadi kupikir aku ingin melakukan tugasku.
Juga, Sai-chan tampak seperti punya sesuatu untuk dikatakan, jadi kubawa dia kesini.”

“Yuigahama-san.”

“Yukinon, kau tidak perlu berterimakasih kepadaku. Sebagai member Klub, setidaknya inilah yang
bisa kulakukan~~”

“Yuigahama-san, aku tidak tahu sejak kapan kau menjadi member Klub ini...”

“Aku tidak termasuk?!”

Eh, dia bukan?! Itu cukup mengagetkanku...Kupikir sangat jelas kalau dia secara perlahan memang
menjadi bagian dari Klub ini.
“Benar sekali. Kau tidak pernah mengirimkan surat permohonan untuk menjadi anggota Klub dan
Guru Pembina kami juga tidak mengetahui tentang keanggotaanmu disini, jadi jelas kau bukan
member Klub ini.”

Yukinoshita memang cukup ketat kalau membahas soal aturan.

“Aku akan tulis! Kalau kau maunya begitu, maka aku akan menulis jutaan surat kalau perlu! Biarkan
aku bergabung!”

Yuigahama tampak mulai meneteskan air matanya ketika mengambil secarik kertas dari tasnya dan
mulai menulis “surat permohonan anggota”

Kampret, setidaknya beri huruf besar di judulnya!

“Jadi, Totsuka Saika-kun...Benar? Apa keperluanmu disini?”

Yukinoshita tidak mempedulikan Yuigahama yang menulis dengan terburu-buru dan langsung fokus
ke Totsuka. Totsuka tampak mulai gugup karena tatapan dingin Yukinoshita.

“U-Umm...Aku ingin...Ingin membuat Tim Tenis kami...Menjadi lebih baik, kurasa begitu...?”

Awalnya, Totsuka melihat ke arah Yukinoshita, tapi semakin jauh kalimatnya keluar, dia mulai
memindahkan pandangannya ke arahku. Totsuka sendiri lebih pendek dariku, jadi dia agak melirik ke
atas untuk melihat reaksiku.

Tolong jangan terus menatapku...Jantungku bisa berdetak lebih kencang, Kampret betul, tolong
lihat tempat lain sana!

Ketika aku memikirkan itu, meski aku sendiri tahu kalau dia tidak berniat untuk menyelamatkanku,
Yukinoshita menggantikanku untuk menjawabnya.

“Aku tidak tahu apa yang Yuigahama-san ceritakan tentang kami, tapi Klub Relawan ini bukan
semacam tempat untuk mendapatkan keajaiban. Kami disini hanya membantu usaha klien kami. Jadi
apakah Tim Tenis-mu itu akan menjadi lebih baik atau tidak, semuanya kembali kepada dirimu.”
“Be-Begitu ya...”

Bahu Totsuka tampak menurun; dia tampak kecewa. Yuigahama pasti bercerita sesuatu yang aneh-
aneh kepadanya sehingga ekspektasinya menjadi tinggi...

“Mana stempel-ku, mana stempel-ku...”

Yuigahama menggumamkan itu sambil mencari-cari sesuatu di tasnya. Akupun menatapnya, dan
dia-pun menatap ke arahku.

“Huh? Ada apa?”

“Jangan pura-pura bodoh...Kau menjanjikannya aneh-aneh, dan sekarang yang kami lakukan adalah
menghancurkan impian anak muda yang rapuh ini.”

Yukinoshita malah yang mengatakan kata-kata tersebut ke Yuigahama, tapi Yuigahama hanya
memiringkan kepalanya seperti kebingungan.

“Hmm? Hmmm? Tapi, maksudku, kupikir Yukinon dan Hikki pasti bisa melakukan sesuatu...Apa itu
salah?”

Yuigahama mengatakan itu dengan santainya. Ini tergantung bagaimana kau mendengar
pernyataannya barusan, kau bisa mendengar sedikit nada tantangan di dalamnya.

Dan sayangnya, disini ada seseorang yang bisa mendengar nada yang sedikit barusan.

“...Hmph. Karena kau mengatakan itu, Yuigahama-san...Kalau masalah makhluk yang disana bisa
melakukan sesuatu atau tidak, itu masalah yang lain. Tapi kalau kau menantangku seperti itu...”

Yukinoshita tampak tertawa. Ahh, sepertinya ada yang menekan salah satu tombol aneh di
dirinya...Yukinoshita Yukino adalah tipe orang yang akan mengambil semua tantangan yang tersedia
dan menggunakan seluruh kekuatannya untuk mengalahkan mereka – kampret, bahkan dia tetap akan
mengalahkan mereka berkeping-keping jika tidak ditantang. Dia adalah tipe orang yang tidak ragu
untuk menghancurkan orang yang sudah damai sedamai Gandhi, misalnya diriku.

“Ya sudah, Totsuka-kun, aku akan menerima requestmu. Yang harus kulakukan adalah
membantumu meningkatkan permainan Tenismu, benar?”
“Y-Ya, benar. Ka-Kalau permainanku meningkat, kupikir semua orang akan berusaha lebih keras.”

Mungkin dia merasakan tekanan oleh tatapan Yukinoshita, tapi Totsuka sendiri menjawabnya sambil
bersembunyi di belakangku. Wajahnya hanya muncul sekilas saja dari bahuku, dan aku bisa
merasakan ketakutan yang dia alami. Aku seperti melihat kelinci hutan yang sedang ketakutan...Dan
itu membuatku ingin memakaikan kostum Bunny Girl kepadanya.

Tentunya, ketika Ratu Es menawarkanmu bantuan, sangat normal untuk merasa takut. Yang
kurasakan seperti melihat Yukinoshita mengatakan sesuatu semacam “Aku akan membuatmu kuat,
tapi itu jika kau mau memberikan jiwamu kepadaku!”

Apa dia penyihir atau semacamnya?

Aku ingin menenangkan Totsuka, jadi akupun berinisiatif untuk melindunginya.

Ketika posisiku berdekatan dengan Totsuka, aku bisa merasakan aroma shampoo dan deodorannya.
Baunya sangat mirip dengan gadis-gadis SMA...Kampret, memangnya dia pakai shampoo apa?

“Ya sudah, aku setuju-setuju saja kalau kita membantunya, tapi apa yang akan kita lakukan?”

“Apa kau tidak ingat? Bukankah aku baru saja memberitahumu? Kalau kau tidak bisa mengandalkan
ingatanmu, mungkin kau harusnya mencatat saja jika ada momen yang serupa?”

“Tunggu dulu, jangan bilang kalau yang kau katakan tadi itu serius...”

Seingatku, Yukinoshita tadi mengatakan akan memaksa orang-orang untuk bekerja sampai mati, dan
Yukinoshita kali ini tersenyum kepadaku...Dia seperti sudah membaca pikiranku barusan. Kampret,
senyumnya sungguh mengerikan...

Kulit Totsuka yang putih terlihat bertambah pucat saja, dan tubuhnya tampak bergetar hebat.

“Apa aku...Akan mati...?”

“Jangan khawatir. Aku akan melindungimu.”


Aku mengatakan itu dan menepuk bahu Totsuka. Ketika aku melakukannya, Totsuka tampak
memerah.

“Hikigaya-kun...Apa kau serius mengatakan hal barusan?”

“Nah, maaf...Itu hanya spontanitas saja.”

Aku akan melindungimu! adalah salah satu dari tiga kalimat favorit pria. Kalau kau penasaran,
nomor satu adalah Serahkan padaku, kalian jalan lebih dulu! Ngomong-ngomong, jika aku bukanlah
lawan sepadan Yukinoshita, maka mustahil aku bisa melindungi siapapun darinya. Hanya saja...Jika
aku tidak mengatakan sesuatu untuk membuat Totsuka merasa lebih baik, maka perasaan tidak
nyaman ini tidak akan pernah hilang.

Totsuka lalu menggumam.

“Aku kadang benar-benar tidak mengerti Hikigaya-kun...Tapi...”

“Hmm, jadi Totsuka-kun ada jadwal latihan seusai jam sekolah, benar? Kalau begitu, mari kita mulai
latihan spesialnya ketika jam makan siang. Bagaimana kalau besok kita berkumpul di lapangan
Tenis?”

Yukinoshita memotong Totsuka dan mulai membuat rencana untuk besok dan seterusnya.

“Siap~~!”

Yuigahama lalu menyodorkan surat permohonan setelah menjawab itu. Totsuka sendiri juga
mengangguk. Jadi...Itu artinya...

“Jadi...Aku harus ikut juga?”

“Normalnya begitu. Lagipula, kau sendiri tidak punya acara ketika jam makan siang, benar tidak?”

...Super sekali.
x Chapter VI Part 5 | END x

Chapter 6 : Rupanya, akan ada kegiatan bersama Totsuka Saika -6

xxx

Dan begitulah rencana latihan maut kami dibuat. Disepakati, kalau latihan perdana akan dimulai
besok.

Kampret, ngapain gue harus ikutan?

Kalau begini, bukankah Klub Relawan sendiri hanyalah sebagai tempat tujuan bagi orang-orang
lemah dan melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan mereka? Bukankah ini akhirnya hanyalah
sebuah Klub yang menyediakan hiburan sementara bagi orang-orang yang tidak berguna di
masyarakat?

Lalu apa bedanya dengan masa muda yang sangat kubenci itu?

Tentunya, Hiratsuka-sensei sendiri mungkin berusaha mengubah tempat ini menjadi semacam tempat
rehabilitasi, tempat dimana orang-orang dirawat dan dikurung...

...Tapi jika penyakit kami ini bisa disembuhkan dengan hal yang sesederhana itu, bukankah harusnya
kita sudah sembuh dengan mudahnya sejak dulu?
Begini, mari kita ambil contoh Yukinoshita, misalnya saja ya. Aku tidak tahu apa masalah yang
hinggap di pikirannya, tapi aku yakin kalau pergi ke Klub setiap hari tidak akan membuat masalahnya
pergi begitu saja.

Sebenarnya, satu-satunya cara tempat seperti ini agar bisa menyembuhkan luka adalah Totsuka yang
berubah menjadi seorang gadis. Mungkin, lewat masalah Tenis ini, akan muncul situasi rom-com
diantara kami berdua, dan itu jelas akan membuatku merasa lebih baik...

Setahuku, Totsuka Saika adalah orang paling manis di dunia ini. Dia baik, dan terpenting lagi, baik
kepadaku. Jika kita berdua ditempatkan di ruangan yang sama dan diberi waktu untuk berkenalan satu
sama lain dengan lebih baik, mungkin saja aku akan menjadi seorang manusia yang tumbuh dewasa
dengan wajar.

...Tapi, tahulah, Totsuka adalah seorang laki-laki. Oh Dewa, kenapa kau goblok sekali...

Itu membuatku sedikit depresi, tapi aku tetap mengganti pakaianku ke pakaian olahraga. Lalu, aku
menuju ke Lapangan Tenis. Hei, aku masih percaya kalau ada peluang kecil kalau Totsuka itu
sebenarnya gadis. Aku akan mempertaruhkan seluruh harapan dan impianku ke peluang itu!

Seragam olahraga kami sendiri berwarna biru muda dengan ditambahi sedikit fluorescent, dan itu
mencolok sekali. Mengesankan kalau pakaian olahraga kami ini terlihat kuno dan setiap siswa disini
tidak suka memakainya, jadi mereka tidak pernah memakainya kecuali di Pelajaran Olahraga ataupun
latihan.

Jadi ketika semua orang mengenakan seragam biasa mereka, dan aku kini terlihat seperti orang idiot
yang mencolok dengan seragam ini.

Karena itulah, aku bisa ditemukan dengan mudah oleh orang yang menyebalkan ini.

“Hah hah hah hah Hachiman.”

“Jangan membuat suara tawamu seperti sedang memanggilku...”

Dari seluruh siswa SMA Sobu, hanya Zaimokuza-lah yang memiliki tawa menjijikkan seperti
barusan. Dia berdiri tegak, menyilangkan lengannya, dan menghalangi jalanku.
“Kebetulan sekali...Aku sendiri hendak memberikan karya baruku. Ayo bersiaplah, kenyangkan kedua
matamu dengan karyaku! Kuatkan dirimu!”

“Ahh, maaf...Aku agak sibuk sekarang.”

Akupun langsung bergegas melewatinya dengan sedikit memutari badannya, juga menghindari
tumpukan kertas yang dia sodorkan kepadaku...Tapi Zaimokuza berhasil menangkap bahuku.

“...Jangan membohongiku dengan alasan yang menyedihkan semacam itu. Bagaimana mungkin orang
sepertimu bisa sibuk?”

“Serius gue...Kaulah orang terakhir di dunia ini yang ingin kudengar mengatakan hal itu.”

Kenapa sih semua orang selalu mengatakan itu? Apa aku terlihat seperti orang yang tidak punya
sesuatu untuk dilakukan?...Well, bukannya aku mau mengatakan mereka salah sih...

“Hmph, Hachiman, aku paham...Kau sebenarnya ingin pura-pura keren di depanku, jadi kau sedikit
berbohong barusan. Lalu, untuk melindungi kebohonganmu terbongkar lebih jauh lagi, kau berbohong
lagi. Tapi yang kau lakukan itu hanyalah lingkaran yang tanpa ujung, sebuah loop yang tidak
berakhir. Kau harus tahu, Hachiman, loop semacam itu tidak akan membawamu kemana-mana.
Secara umum, hubungan antar manusia pada akhirnya tidak akan membawamu kemanapun. Jadi, kau
masih punya waktu untuk kabur dari Neraka itu!...Kau dulu pernah menolongku kabur dari sana, dan
sekarang saatnya bagiku untuk membalas budimu!”

Kata-kata Zaimokuza barusan adalah kata-kata kedua dalam daftar kata-kata yang ingin diucapkan
oleh semua pria. Gayanya yang mengacungkan jari jempolnya ke arahku dengan ekspresi yang
memberikan jaminan akan sesuatu, benar-benar menjengkelkan...

“Serius, gue ada kegiatan sekarang...”

Aku sebenarnya mulai kesal, dan aku berniat untuk mengatakannya dengan lebih keras lagi. Tapi...

“Hikigaya-kun!”

Ketika suara sopran itu mencapai telingaku, aku seperti merasakan kalau Totsuka melompat ke
lenganku.
“Kebetulan sekali. Ayo kita pergi sama-sama?”

“Ba-Baiklah, ayo...”

Totsuka sedang membawa tas berisi raket di bahunya, dan entah mengapa, tangan kanannya
memegangi tangan kiriku.

Anjrit...

“H-Hachiman...Si-Siapa ini...?”

Zaimokuza melihatku dan Totsuka dengan tatapan yang terkejut. Lalu entah mengapa, ekspresinya
berubah menjadi sesuatu yang familiar...Ah, benar, apa ini semacam Kabuki? Aku juga hampir
mendengar suara lyoo~~~ pon pon pon yang merupakan efek suara dari Kabuki ketika kedua mata
Zaimokuza terbuka lebar dan memasang ekspresi yang aneh.

“Dasar bajingan! Kau mengkhianatiku!”

“Kampret, apa maksudmu dengan mengkhianati...”

“Diam kau! Dasar playboy tanggung! Kau sudah gagal sebagai pria cantik! Aku ini kasihan kepadamu
karena kamu ini adalah penyendiri, tapi yang kulihat sekarang adalah kau ini malah banyak gaya!”

“Tanggung? Gagal? Itu sudah terlalu jauh...”

Tapi aku memang penyendiri, jadi aku tidak bisa membantahnya.

Zaimokuza, terus menatapku dengan tatapan iblisnya, dan mulai menggerutu.

“Aku tidak akan memaafkanmu...”

“Hei, tenang dulu Zaimokuza. Totsuka ini bukanlah seorang gadis. Dia itu laki-laki...Mungkin sih.”

“Ja-Jangan main-main! Orang semanis ini mustahil dia seorang pria!”


Aku memang tidak begitu meyakinkan ketika mengatakannya, dan Zaimokuza-pun merespon balik.

“Begini, Totsuka ini pastilah pria yang manis.”

“Itu...Dipanggil dengan sebutan manis...Agak...”

Totsuka, masih berdiri di sampingku, wajahnya memerah dan berusaha memalingkan pandangannya.

“Umm...Apa dia ini teman Hikigaya-kun?”

“Nah itulah, itu pertanyaan yang sangat bagus...”

“Hmph...Mustahil aku menganggap orang sepertinya sebagai musuh yang tangguh.”

Zaimokuza tampak menghinaku. Uwahh, orang ini benar-benar menjengkelkan...

Tapi bukannya aku tidak paham dengan dirinya. Normal jika merasa sedikit sedih dan dikhianati
ketika kau tahu kalau orang yang selama ini kau anggap sebagai seperjuangan denganmu, lalu tiba-
tiba berubah drastis.

Apa yang bisa kukatakan dalam situasi ini untuk tidak merusak hubungan kita? Sayangnya, karena
aku tidak berpengalaman dalam hal ini, aku benar-benar tidak tahu.

Aku merasa blank dengan situasi ini. Kupikir, Zaimokuza dan diriku, suatu hari nanti, akan mencapai
situasi dimana kita bisa memahami satu sama lain dan tertawa bersama-sama...

Tapi, hal semacam itu adalah sesuatu yang mustahil.

Bersimpati dengan seseorang, berusaha membuatnya merasa lebih baik, tidak membuatnya marah,
berempati dengan mereka, dan akhirnya, menjadi lebih dekat dengan seseorang...Pertemanan
semacam itu bukanlah pertemanan sama sekali. Kalau hal yang mengganggu semacam itu disebut
masa muda, maka aku tidak masalah jika tidak memilikinya.
Berkumpul dengan grup yang stagnan, selalu bersikap seolah-olah kau sedang menikmatinya, hanya
untuk membuatmu terlihat dihargai dan eksis. Hal-hal semacam itu tidak ubahnya sebagai usaha
untuk menipu dirimu sendiri. Sangat menyedihkan.

...Maksudku, lihat situasi ini: menghadapi kecemburuan dari Zaimokuza benar-benar menjengkelkan.

Setelah aku menyadari betapa berharganya diriku, aku langsung memilih jalan penyendiri.

“Totsuka, ayo pergi.”

Kusenggol lengan Totsuka untuk memberi isyarat pergi.

“Ah, oke...”

Dia meresponnya, tapi tidak mau bergerak sama sekali.

“Zaimokuza-kun...Benar tidak?”

Zaimokuza tampak bimbang, namun akhirnya dia mengangguk.

“Kalau kau teman dari Hikigaya-kun, mungkin kita bisa...Menjadi teman juga? Itu akan
membuatku...Senang sekali. Aku tidak punya banyak teman pria...”

Totsuka mengatakan itu sambil tersenyum malu.

“Fu...ku, ku ku ku ku. Memang, Hachiman dan diriku adalah teman dekat...Tidak, kita adalah rekan
seperjuangan...Bukan, bukan, bukan, akulah Tuannya dan dia adalah Budaknya...Well, kalau kau
tanya kita ini apa, kurasa seperti itulah. Aku akan...Umm...menerima pertemanan kita. Bahkan, kita
bisa menjadi sepasang kekasih.”

“Uhh, kupikir itu bukanlah...Ide yang bagus. Kurasa yang pertama tadi sudah cukup.”

“Hmm, begitu ya...Hei, Hachiman. Kau pikir orang ini menyukaiku? Kalau begitu, bukankah artinya
aku ini menjadi lebih populer? Benar tidak?”
Zaimokuza tiba-tiba berada di dekatku dan berbisik.

...Sudah kuduga: Zaimokuza ini bukanlah temanku.

Seseorang yang berubah 180° ketika mereka berpikir bisa mendekati seorang gadis cantik bukanlah
temanku.

“...Totsuka, ayo pergi...Kalau kita telat, Yukinoshita bisa meledak nantinya.”

“Hmm, itu bukanlah hal yang bagus...Ayo kita bergegas saja. Dia itu...Benar-benar menakutkan.”

Zaimokuza lalu mengikutiku dan Totsuka. Sepertinya, dia memutuskan untuk ikut dalam tim
ini...Lagipula, kalau kita berjalan seperti ini di lorong, semua orang yang menonton pasti akan
berpikir kalau kita berasal dari Dragon Quest. Atau mungkin...Bukan Dragon Quest, tapi sejenis King
Bomby dari seri Momotetsu...

x Chapter VI Part 6 | END x


Chapter 6 : Rupanya, akan ada kegiatan bersama Totsuka Saika -7

xxx

Ketika kami sampai di Lapangan Tenis, ternyata Yukinoshita dan Yuigahama sudah berada disana.

Yukinoshita masih memakai seragamnya yang biasa, tapi Yuigahama sudah mengganti seragamnya
ke seragam olahraga.

Dugaanku, mereka mungkin makan siang disini. Ketika mereka melihat kami berdua dari kejauhan,
mereka dengan cepat membereskan kotak-kotak kecil tempat makan siang mereka.

"Kalau begitu, mari kita mulai."

"A-Aku harap kita bisa bekerjasama dengan baik."

Totsuka yang menghadap Yukinoshita, membungkukkan kepalanya.

"Pertama, kita harus membangun kekuatan ototnya dahulu, dimana disitulah kelemahan utama
Totsuka-kun. Bisep, Deltoid, Pectoral, Abdominal, Obliques, Dorsam, Femoral kita akan
melakukan push-up untuk menciptakan itu...Jadi, silakan lakukan sampai kalian serasa ingin mati
saja."

"Uwaah, Yukinon sepertinya sangat pintar sekali...Tunggu, sampai serasa ingin mati?"

"Ya. Semakin rusak ototmu, maka tubuhmu akan berusaha memperbaiki dirinya sendiri, tapi setiap itu
terjadi maka jaringan otot akan menjadi lebih kuat. Inilah yang disebut kompensasi-super. Dengan
kata lain, kalau kalian bisa berlatih sampai serasa ingin mati, maka kalian bisa menyelesaikan seluruh
kekurangannya dalam sekali latihan."

"Anjrit, kita ini bukan Bangsa Saiyan atau sejenisnya..."


"Well, kau sebenarnya tidak akan bisa membangun ototmu dengan cepat, tapi setidaknya itu
mempercepat basal metabolisme dalam tubuhmu."

"Basal Metabolisme?"

Aku serasa bisa melihat tanda tanya besar di atas kepala Yuigahama. Serius, apa dia benar-benar tidak
tahu apa itu...? Yukinoshita sendiri tampak tertegun melihat kejadian itu. Sepertinya, dia berpikir
kalau menjelaskan apa artinya, akan lebih baik daripada membiarkannya begitu saja dan dijadikan
materi alasan untuk menghindari ini, jadi dia memutuskan untuk menjelaskannya,

"Sederhananya begini, itu adalah cara untuk membuat tubuhmu lebih siap dalam berlatih. Kalau nilai
basal metabolisme-mu naik, maka kau akan lebih mudah dalam menggunakan kalorimu. Dengan kata
lain, meningkatkan efisiensi konversi energi dari tubuh."

Yuigahama mengangguk ketika mendengarkan penjelasan itu. Lalu, tiba-tiba kedua matanya berbinar-
binar.

"Memudahkan untuk menggunakan kalori...Jadi kita bisa menurunkan berat badan?"

"...Kurang lebih begitu. Kau bisa menggunakan kalori dengan lebih mudah, bahkan ketika kau sedang
bernapas atau mencerna, jadi kau bisa mengurangi berat badan tanpa usaha yang ekstra."

Kata-kata Yukinoshita malah membuat mata dari Yuigahama bersinar...Entah mengapa, malah
Yuigahama yang tampak lebih termotivasi daripada Totsuka. Motivasi berlebih yang dimiliki
Yuigahama tampaknya memicu sesuatu dari Totsuka, yang juga sedang mengepalkan tangannya.

"A-Ayo kita lakukan!"

"A-Aku akan segera melakukannya juga!"

Totsuka dan Yuigahama kemudian mulai melakukan push-up.

"Nngh...Khh, fuu, hah..."

"Ooo, khh...Nnngh, hahh, hahh, nngh!"

Aku mendengar suara desah dan rintihan, suara dari orang-orang yang sedang berlatih keras. Wajah
mereka seperti dipenuhi siksaan, keringat mulai bercucuran, dan wajah mereka tampak memerah.
Mungkin, lengan Totsuka yang kurus benar-benar membuatnya kesulitan, tapi sesekali dia menatapku
dengan wajah kasihan. Ketika dia melihatku seperti itu, dari posisi itu...Entahlah...Membuatku merasa
aneh.
Setiap kali Yuigahama menurunkan lengannya, aku bisa melihat kulitnya yang berada di area kerah
seragam olahraganya.

Aduh sial...Aku jangan sampai melihat itu secara langsung.

Jantungku mulai berdetak kencang dan lebih kencang lagi, mungkin levelnya ini setara dengan
pengidap arrhythmia.

"Hachiman...Ada apa dengan adegan ini? Entah mengapa, aku merasakan kedamaian dalam hatiku..."

"Wah, kebetulan sekali. Aku juga merasakan hal yang sama."

Ketika kita berdua saling menatap satu sama lain dan tersenyum, aku mendengar suara yang dingin
dari belakangku yang membuatku seperti baru saja disiram dengan air dingin.

"...Bagaimana jika kalian berdua juga latihan seperti mereka, sekalian untuk mengeluarkan pikiran
kalian yang sedang berada di selokan?"

Ketika aku menolehkan pandanganku, aku melihat Yukinoshita sedang berdiri di sana, melihatku
dengan ekspresi sinis. Pikiran yang ada di selokan...Apa kita ketahuan...?

"H-Hmm. Sebagai seorang Ksatria, aku tidak boleh melewatkan satupun latihan. Kurasa aku harusnya
juga ikut bergabung!"

"Y-Yeah. Memiliki tubuh yang tidak proporsional benar-benar menakutkan...Kau bisa terkena
diabetes, artitis, sirosis, atau sejenis itu!"

Kami berdua langsung "melantai" dan melakukan push-up. Ketika melakukan push-up, Yukinoshita
mengelilingiku dan sekarang berdiri tepat di depanku.

"Ketika kau melakukannya, kau seperti sedang melakukan sujud gaya baru..."

Yukinoshita-pun tertawa kecil.

Bajingan...Apa yang baru saja dia katakan? Bahkan bagi seorang pecinta damai sepertiku, bisa saja
saja sesuatu dalam diriku terbangun gara-gara barusan. Heh...Memangnya apa yang terbangun, coba
jelaskan? Kalaupun ada, pasti sesuatu yang manis dari push-up ini...

...Kampret, sebenarnya apa sih yang sedang kita lakukan?

Tahu tidak dengan quote Debu yang bertumpuk akan membentuk gunung? Atau mungkin Tiga tangan
lebih baik daripada satu tangan. Dengan kata lain, ketika orang-orang berkumpul bersama, mereka
akan merasa lebih kuat dan lebih aman.

Tapi masalahnya, kami adalah grup yang berisikan orang-orang gagal, berkumpul dan melakukan
sesuatu yang tidak berguna.

Pada akhirnya, kami menghabiskan jam makan siang kami dengan melakukan push-up, dan
menghabiskan istirahat malamku dengan memegangi ototku yang kesakitan.
x Chapter VI | END x

Anda mungkin juga menyukai