Anda di halaman 1dari 271

Ditulis Oleh : Makino

Terjemahan Bahasa Indonesia Dipersembahkan Oleh :

Kaito Novel

Dilarang keras memperjual belikan hasil karya ini atau


mengomersilkan hasil karya ini tanpa sepengetahuan Hak Cipta
secara legal.

E-Book ini semata-mata dibuat untuk peminat seri ini dan


mendukung translasi novel di Indonesia.

Kritik dan Saran di,

Kaito Novel
Chapter 00

Ketika ditanya apa yang paling aku harapkan di sekolah SMA nanti, maka
akan kujawab, perjalanan pulang pergi ke sekolah dengan kereta. Sebagai
murid sekolah SMP, perjalanan pulang ke sekolah menggunakan kereta
memiliki daya tarik tersendiri. Sebuah perasaan jelas untuk menjadi orang
dewasa. Namun, kekaguman tersebut dengan cepat meredup. Sekarang
aku menginjak kelas dua SMA dan aku sudah terbiasa dengan perjalanan
bolak-balik menggunakan kereta. Mungkin sebaliknya, aku bahkan mulai
membencinya.

Tinggal di daerah pedesaan, jadwal kereta hanya datang satu atau dua kali
dalam satu jam. Ditambah juga, naik sepeda dari rumah menuju stasiun
memakan waktu sekitar 20 menit. Aku merasa bahwa hidup di mana aku
selalu terkurangi oleh waktu telah menjadi merepotkan. Semua orang
dewasa di dunia yang menjalani kehidupan seperti ini, naik kereta yang
ramai dan berguncang untuk menuju ke kota ...... benar-benar
berat. Menjadi murid SMA, aku benar-benar merasa bahwa aku tidak ingin
menjadi bagian masyarakat. Sekarang setelah aku menjadi murid kelas
dua, kekhawatiran baru telah muncul. Itu adalah sesuatu yang terjadi
dalam perjalanan kereta.

Hari ini juga, aku mengendarai sepedaku selama 20 menit, dan sampai di
stasiun kereta. Meskipun sekarang bulan Mei, bersepeda selama dua
puluh menit ke stasiun masih membuatku berkeringat. Ketika sampai di
stasiun, aku mengelap keringat di dalam toilet dan memasuki stasiun.

Di dalam Stasiun benar-benar memberikan suasana pedesaan. Di


dalamnya, di samping beberapa kursi yang harusnya diduduki orang,
hanya ada mesin penjual tiket dan setumpuk koran lokal. Tanpa gerbang
tiket, itu tampak seperti siapapun bisa masuk pemberhentian. Aku
memikirkan hal seperti itu, dan menahan diri untuk terus
melakukannya. Berjalan di luar, aku bisa mendengar obrolan dan melihat
banyak orang.

Ada beberapa orang yang memakai jas, dan yang lainnya memakai
seragam sekolah. Para siswa pada dasarnya adalah semua orang yang
ingin pergi menuju sekolah, sama seperti diriku. Diantara mereka, ada
beberapa orang yang sering aku ajak bicara. Namun, setelah naik kereta
bersama setiap hari, kami sedikit demi sedikit berhenti berbicara satu
sama lain. Hari ini juga, aku berpura-pura tidak memperhatikan teman
dekat di depanku, dan melewatinya, tiba di tempat dimana aku biasa
menunggu kereta.

Kereta yang selalu aku tumpangi berangkat pada jam 7:52. Sekolahku
adalah sekolah untuk siswa tingkat lanjut, namun tidak ada kegiatan
ekstrakurikuler di pagi hari, yang mana dengan sendirinya menjadi
tantangan tersendiri. Menurut sekolah, bangun terlalu pagi bisa
menyebabkan kurang tidur dan akan menyebabkan penurunan
kemampuan akademik para siswa. Namun, sejak jam pelajaran kelas
sampai malam hari, masalah tidur masih berlanjut. Omong-omong, siswa
SMA yang tidur lebih dari sepuluh jam adalah makhluk yang masih akan
merasa mengantuk dengan cepat. Aku merasa bahwa kekurangan tidur
itu sendiri yang harus mereka khawatirkan.

Sambil menguap dan memikirkan hal seperti itu, kereta pun berhenti saat
pengumuman dibuat untuk kedatangannya. Ukuran kereta ini hanya
sepanjang dua gerbong. Untuk jalur Sandai yang aku gunakan, kereta-
keretanya kebanyakan berukuran sepanjang dua gerbong, dan terkadang
hanya berukurang satu gerbong. Ini jelas kereta pedesaan.
Meski berukuran kecil, kereta tersebut tidak terlalu ramai. Kereta ini
mungkin menuju ke stasiun dekat sekolah SMA dimana banyak murid
akan turun, tetapi saat aku menaiki kereta, aku masih bisa menemukan
tempat duduk. Serius, terima kasih daerah pedesaan.

Tata letak tempat duduk kereta tidak diatur sedemikian rupa dimana
tempat duduknya berjejer di setiap sisi, membuat penumpang duduk
saling berhadapan. Melainkan Sebaliknya, kursi dipasang berpasangan di
kedua sisi membuat baris. Di antara kursi berpasangan tersebut, ada jalan
setapak, cukup lebar untuk dilalui satu orang. Selain itu, masing-masing
sepasang kursi bisa diputar dan dibuat untuk menghadapi barisan lain,
menciptakan tempat duduk kelompok untuk empat orang. Kemungkinan
besar, pengaturan tempat duduk seperti ini sulit ditemukan di kota, tapi di
pedesaan, ini lebih sering terjadi.

Hari ini, seperti biasa, aku duduk di barisan kosong yang biasa. Setelah
pulang-pergi dengan kereta selama setahun penuh, tempat duduk yang
aku duduki sudah tetap, dimana aku duduk hampir selalu sama. Namun,
satu bulan yang lalu, kejadian normal ini berubah drastis.

"P-Permisi. Apa aku boleh duduk disebelahmu ...? "

Hari ini juga, dia duduk di sampingku. Meski ada banyak kursi kosong
lainnya, untuk beberapa alasan, dia memutuskan untuk duduk di
sampingku.

Namanya adalah Mamiko Kii.

Meski namanya agak kuno, dia memberikan suasana yang


bersahabat. Fitur wajah yang rapi, rambut hitam panjang dan mengkilap,
dan ditambah dengan itu, suasana menenangkannya, semua hal tersebut
membuatnya menjadi gadis yang cukup populer di sekolah kami. Di dalam
semua gadis di angkatan kelas dua, dia merupakan gadis paling cantik,
meskipun ada beberapa gadis kelas dua yang dianggap sebagai gadis
tercantik di sekolah.

Tentu, inilah yang membuat Kii-san sangat populer.

Rumor mengatakan, dia telah mendapat pengakuan lebih dari 50 orang,


baik itu dari kakak kelas, adik kelas, angkatan yang sama, bahkan dari
guru. Yah, kuharap rumor tentang dari guru itu adalah bohong.

Tipe orang seperti inilah yang memutuskan untuk duduk di


sampingku. Tentu saja, aku merasa gugup. Mungkin Kii-san ... diam-diam
mempermainkanku, jika tidak, aku tidak tahu mengapa dia melakukan
ini. Sebelumnya Aku sempat berpikir untuk bertanya kepadanya mengapa
dia duduk di sampingku, tapi menanyakan hal seperti itu terlihat seperti
aku tidak ingin dia duduk di sampingku. Dengan demikian, aku tidak bisa
menanyakannya.

Sebelumnya, aku akan bermain game di kereta, namun mempunyai gadis


paling cantik di sekolah yang duduk di sampingku membuatku sadar diri,
aku menahan diri untuk mengeluarkan smartphoneku. Jadi, hari ini juga,
untuk mencegah agar tidak melakukan kontak mata dengannya, aku
bersandar di dinding kereta dan menikmati pemandangan sawah yang ada
di luar.

Sigh ~, hari ini aku tidak bisa melakukan quest pagi juga ... Entah
mengapa, aku merasa ada sesuatu yang menyentuh tubuhku ...?

Aku tidak bisa memahami situasi sekarang. Untuk beberapa alasan, Kii-
san menyandarkan tubuhnya ke tubuhku. Kii-san memiliki wajah yang
sedikit merah saat dia melihat ke depan dengan ekspresi aneh. Dia
nampak sedikit tidak puas ...

Aku merasa tercengang. Serius, kenapa kau duduk di sampingku? Atau


sebenarnya, kenapa kau bersandar padaku !?

Beberapa pertanyaan ini muncul lagi padaku hari ini.


Chapter – 01

Ada dua stasiun di dekat SMA Touyama, tempat dimana saat ini aku
tuju. Salah satu diantaranya, yang sedang aku gunakan sekarang, ialah
Stasiun SMA Touyama jalur Sandai. Perhentian ini berpusat di dalam
distrik perumahan, dan memiliki beberapa toko di sekitarnya.

Sedangkan, yang lainnya adalah Stasiun JP Touyama. Ini adalah stasiun


terbesar di daerah tersebut. Jumlah orang yang keluar dari Stasiun SMA
Touyama secara signifikan lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah
orang yang keluar dari Stasiun Touyama. Di sekitar stasiun ada mal besar,
beberapa perusahaan, sekolah, dan berbagai institusi lainnya. Kawasan ini
begitu ramai di hari kerja maupun di akhir pekan.

Dari semua siswa SMA kami, sekitar 70% dari mereka melakukan
perjalanan melalui Stasiun Touyama. Ngomong-ngomong, sekitar 20%
menggunakan dengan bus atau motor, dan sisa 10% menggunakan Jalur
Sandai Line seperti diriku. Ini cukup mengejutkan betapa sedikitnya orang
yang menggunakan Jalur Sandai untuk bepergian.

Nah, karena hal ini, jumlah siswa yang berjalan di antara Stasiun SMA
Touyama dan SMA itu sendiri sangatlah sedikit. Ditambah pula, para siswa
yang pergi melalui Stasiun SMA Touyama, mungkin karena merasa minder
dengan Stasiun Touyama, kebanyakan dari mereka begitu hening. Aku
juga sangat hening, namun, itu karena aku berasal dari pedesaan dan aku
tidak ingin menonjol.

Jadi, hari ini juga, aku meluangkan waktuku, berjalan menyusuri jalan sepi
dimana mobil tidak bisa melewatinya.

"Hei, Setsu. Benarkah Kii-san sudah mempunyai pacar? "

Saat aku memasuki kelas dan duduk di kursi paling belakang, teman
sekelasku, Sagami, menanyakan hal ini padaku.

Dia adalah orang idiot. Itu seharusnya menjadi perkenalan yang cukup
bagus.
Omong-omong, namaku adalah Yoshiki Setsu. Hampir semua orang
memanggilku Setsu.

"Pacar Kii-san ? Aku tidak tahu apapun tentang itu ... "

"Seperti yang kupikirkan ~. Kau tidak tahu ~ "

"Lagipula, mengapa kau berpikir aku mengetahuinya?"

Pada dasarnya aku tidak tertarik ketika membicarakan percintaan orang


lain. Tidak peduli jika orang ini berpacaran dengan orang itu. Percakapan
ini harusnya berakhir hanya dengan, "Ah ~, begitu ya".

Tentu saja, jika ini tentang seseorang yang aku sukai atau yang disukai
teman dekatku, maka aku akan sedikit tertarik, namun ketika menyangkut
orang yang tidak memiliki hubungannya denganku, maka tidak ada alasan
bagiku untuk peduli.

Namun, nampaknya Sagami menyukai gosip semacam itu, dan akan


memberitahuku seolah-olah aku akan peduli. Bukankah kau mempunyai
teman selain diriku?

Aku menghadapi Sagami dengan ekspresi terkejut. Kemudian, meskipun


kekurangan kemampuan mengumpulkan informasi, dia mulai
menceritakan hal-hal yang belum pernah aku dengar sebelumnya.

"Sebenarnya, ada seorang senpai kelas tiga yang mengaku pada Kii-san
kemarin, dan dia menolaknya dengan mengatakan bahwa dia sudah
memiliki pacar! Kii-san bukanlah tipe orang yang suka berbohong, jadi
mungkin dia benar-benar sudah mempunyai pacar! "

Sagami berdiri dengan penuh semangat. Mengapa dia begitu


bergembira? Yah, kurasa memang beginilah dia.

"Apakah dia punya pacar atau tidak, tidak ada efeknya bagimu."

"Sungguh menyedihkan! Sangat disesalkan! "

"Kurasa ini bukan masalah besar."


Setelah beberapa detik, Sagami kehilangan energinya dan kembali ke
tempat duduknya. Apa sekarang?

"Tidak baik, meski aku mengetahuinya, tidak mungkin bagiku untuk bisa
berpacaran dengan Kii-san. Itulah mengapa, aku ingin lelaki yang
berpacaran dengannya harus menjadi orang yang keren dan berani. "

Apa-apan dengan ekspresi suram mendadak itu? Apa yang terjadi dengan
semua energi yang kau miliki beberapa waktu yang lalu, emosimu terlalu
tidak stabil. Namun, karena Sagami terlihat sangat menyedihkan,
kuputuskan untuk memberitahunya tentang apa yang kuketahui.

"Yah, aku tidak tahu apa ini berguna atau tidak, namun saat dia naik
kereta, tidak ada orang yang terlihat seperti pacarnya."

Walaupun jika seseorang melihat kita, mereka mungkin mengira bahwa


aku adalah pacarnya.

"Ap-Apa itu benar !?"

"Yeah…"

"Begitu ya? Di kereta ...? "

"Ah, apa aku tidak memberitahumu? Dia mengendarai kereta yang sama
denganku. "

"..."

Mendengar perkataanku, Sagami membuka mulutnya dan berhenti seperti


itu. Lalu, secara bertahap otot-otot di wajahnya mulai bergerak lagi.

"Haaaaa !? Kau benar-benar mengatakan itu! Kii-san yang itu, tinggal di


pedesaan !? "

"Maksudku, iya. Sebenarnya, jangan menyebutnya pedesaan, itu area


perumahan. "

Saat aku membentak dia, Sagami terjatuh ke mejaku dengan putus asa.

"Kau bohong ... Kii-san yang itu, tinggal di pedesaan ... sangat iri!"
"Seperti yang kukatakan, itu bukan pedesaan, itu adalah area perumahan."

"Sialan! Jika dia berada di kereta denganmu, kau bisa mengambil


beberapa foto kan? Dia bahkan mungkin duduk di sebelahmu ... Sialan!! "

Melihat begitu iri, mustahil bagiku untuk mengatakan kepadanya bahwa


dia benar-benar duduk di sampingku. Sebenarnya, seberapa banyak kau
menyukai Kii-san.

"Mungkin kau bahkan bisa merasakan dadanya ..."

"Itu tidak mungkin, dasar bego kau."

Daripada menyukai, dia mungkin hanya orang mesum ...

*****

{Sudut pandang Kii-san}

"Mamiko, hari ini juga kau sedang dalam mood yang baik."

Saat aku sampai di sekolah, sahabatku, Yuuka-chan


menyapaku. Ekspresinya terlihat sedikit terkejut. Bahkan aku pun tidak
mengerti mengapa dia memiliki ekspresi semacam itu.

"Kau datang dengan pacarmu lagi hari ini ?"

"Un!"

"Aura yang kau berikan terlihat bahagia, sampai bisa membuat orang lain
merasa malu."

"Be-Benarkah? Ehhhh ~ "

"Omong-omon itu bukan pujian. apa baik-baik saja untuk memberitahuku?


Apakah pacar Mamiko seseorang dari sekolah ini? "

Yuuka-chan tidak akan melepaskannya dan menanyakan hal ini padaku.


Tapi, aku..…

"... Maaf, aku tidak bisa memberitahumu."

Ya, karena dia sangat pemalu, aku tidak ingin menyebarkannya kepada
yang lain bahwa kita berpacaran. Aku sangat ingin menceritakannya
sekarang juga, tapi memikirkan perasaannya, tidak mungkin aku bisa
mengatakannya.

"Begitu ya, kalau begitu, kuharap kau bahagia."

Sebagai balasan atas perkataanku, Yuuka-chan tersenyum dan kembali ke


tempat duduknya sendiri. Di dalam hati, aku meminta maaf kepada Yuuka-
chan sekali lagi, dan berbaring di mejaku. Aku teringat kembali tentang
apa yang terjadi di kereta pagi ini.

Hari ini, aku bersandar padanya. Ahhhh. Apa yang dia pikirkan? Apakah
dia membenciku untuk itu? Tapi, itu salah Yoshiki-kun, menjaga jarak dari
pacarnya. Hari ini adalah spesial, aku tidak akan melakukan hal yang
sama lagi. Lain kali, Yoshiki-kun akan melakukannya ... aku benar-benar
menginginkan itu ... Jika dia melakukannya ...

"Nnn ~, fufufufufufu."

Oh tidak, hanya membayangkannya saja membuatku merasa sangat


senang. Dia masih belum berbicara denganku, tapi jika dia melakukannya,
oh ... aku tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum ... fufu, eheheh.

Kita sudah berpacaran selama sepuluh tahun. Aku harap untuk melakukan
sesuatu seperti pasangan segera. Aku yakin wajahku tersenyum sekarang.
Walaupun mengetahui itu, aku tidak dapat menahan diri.

Fufufu, kuharap kita bisa berbicara besok.


Chapter – 02

Hari ini, aku pergi ke sekolah dengan menggunakan kereta lagi. Dan tentu
saja, gadis tercantik di sekolah, Kii-san, duduk di sampingku lagi.

Namun, hari ini, ada lebih banyak orang dari biasanya. Tidak banyak kursi
yang kosong, dan cukup sedikit orang yang berdiri juga. Jika ada sekolah
lain tanpa kelas pagi, jumlah orang di kereta akan meningkat seperti ini.

Nah, itu masih jauh dari benar-benar ramai.

"Selanjutnya ~ Oumi ~ Oumi ~"

Pengumuman tersebut keluar dari speaker kereta. Karena aku tidak


benar-benar memakai earphone di kereta, aku dapat dengan jelas
mendengar pengumuman tersebut.

Tampaknya kereta tersebut akan sampai di Stasiun Oumi segera. Stasiun


Oumi berjarak dua pemberhentian sebelum stasiun SMA Touyama. Di
dekat stasiun ini, ada Universitas Oumi dan SMA Nishi Oumi, jadi ada
begitu banyak siswa turun di stasiun ini.

Di sisi lain, ada dua atau tiga kompleks apartemen besar di daerah
tersebut, masing-masing memiliki banyak penghuni. Ada juga beberapa
orang yang naik kereta di stasiun ini.

Kemudian, di antara mereka yang naik ke kereta, ada seorang nenek yang
berusia di atas delapan puluh tahun, dengan pinggang yang bengkok dan
menggunakan tongkat. Dia sepertinya mencari tempat untuk duduk, tapi
karena ada begitu banyak orang, tidak ada tempat duduk yang terbuka.

Aku segera berdiri dan menghampiri wanita tua itu.

"Silahkan nek, duduk di kursi yang di sana."

"Apa kau yakin nak? Apa itu tidak apa apa?"

"Yeah, silakan."
Aku membantu membawa tasnya dan membawanya ke tempat duduk
yang aku duduki sebelumnya. Kii-san duduk di kursi di sebelahnya, namun
seharusnya tidak ada masalah.

"Terima kasih."

Saat duduk di kursi, wanita tua itu memberiku ucapan terima kasih.

"Tidak apa-apa, jangan khawatir."

Setelah Memberikannya respon santai, aku bergerak menuju ruang


kosong. Seperti yang aku sebutkan tadi, meski ada banyak orang tetapi
tidak seramai seperti di kereta yang berada di kota, masih ada ruang
untuk berdiri dengan nyaman. Aku bersandar ke pintu kereta, dan
mengeluarkan smarthphone-ku.

Entah mengapa, aku merasa segar kembali.

Sebagian karena aku melakukan perbuatan baik, tapi juga, karena bisa
melepaskan diri dari Kii-san, merasa ada beban yang hilang dari
pundakku, membiarkanku meluangkan waktu di kereta seperti biasanya.

Mari kita lihat, kukira aku bisa melakukan quest pagi yang belum pernah
aku lakukan dalam beberapa saat. Baru-baru ini, karena aku belum bisa
melakukan quest di pagi hari, aku menyebabkan masalah bagi orang lain
di party-ku. Ayo pergi berburu monster hari ini dengan semuanya.

Dengan pemikiran seperti itu, aku meletakkan jariku pada icon aplikasi
yang disebut Human Beast War.

Game ini menempatkan pemain pada peta besar dengan berbagai


binatang. Pemain kemudian dipaksa untuk melawan binatang dengan
senjata yang jatuh dari membunuh mereka. Kau tidak bisa menyiapkan
senjata atau peralatan sebelumnya. Ini adalah game yang membutuhkan
skill dan keberuntungan.

Game ini memungkinkan party memiliki lebih dari 50 pemain, yang mana
akan melakukan pencarian bersama. Aku juga termasuk salah satu dari
party-party ini. Party yang kumasuki bukanlah yang terkuat, namun party
ini sangat menyenangkan dimana membuatku menikmatinya karena
menjadi bagiannya. Menantikan untuk melakukan pencarian bersama
dengan semua orang, aku mengetuk layar icon.

Pada saat itu.

"Apa yang sedang kau lakukan?"

Aku mendengar suara yang cerah dari sampingku. Pemilik suara tersebut
memiliki rambut hitam panjang dan cukup cantik. Itu adalah Kii-san.

Aku segera menyembunyikan smartphone-ku. Ini bukan seperti ada yang


salah dengan bermain game, tapi aku tidak ingin diejek karena
itu. Bukannya dia duduk di samping wanita tua itu beberapa saat yang lalu
...?

"Bukan apa-apa, aku hanya memegang smartphone-ku sedikit. Ba-


Bagaimana denganmu, Kii-san? Ke-Kenapa kau di sini? "

Setelah aku mengatakan itu, ekspresinya terasa semakin memburuk saat


dia menatapku dengan tajam. Eh, apa ada yang salah dengannya?

"Kenapa berbicara sopan?"

Aku mengerti, meski dia tampak seperti eksistensi yang tidak terjangkau
sebagai orang tercantik di sekolah, dia juga berada di tahun yang sama
denganku. Kurasa dia tidak suka kalau aku menggunakan cara bicara yang
sopan.

"Ma-Maaf ..."

"Dan, apa maksudmu dengan Kii-san"

Apa? Tunggu sebentar, apa yang dia bicarakan? Kii-san maksudnya dia,
kan? Atau apa dia memiliki arti lain dari pertanyaan tersebut?

"......"

Yeah, bahkan setelah memikirkannya aku tidak memahaminya.

"Seperti yang kukatakan! Mengapa kau menggunakan nama belakangku? "


Kii-san berbicara dengan kesal.

Dia pasti sangat marah, tapi aku tidak mengerti mengapa. Mengapa aku
tidak boleh memanggilnya dengan nama belakang? Mungkin dia tidak
suka dipanggil dengan nama belakangnya? Yah, mungkin ini memang
seperti itu. Bagaimanapun, dia benar-benar marah sekarang.

"Maaf Mamiko-san. Lain kali aku akan lebih berhati-hati. "

"Tidak perlu untuk -san."

"... Ah, ya, ma—maksudku, maafkan aku."

Itu hampir saja, aku hampir menanggapi dengan nada sopan lagi, yang
akan membuatnya marah lagi padaku. Ini benar-benar tidak sesuai dengan
dirinya dan dia menjadi sangat menakutkan. Jika memungkinkan, aku
tidak ingin membuatnya marah lagi.

Aku membuat sedikit jarak antara aku dan Kii-san. Namun, seperti yang
aku kira, dia menutup jarak lagi di antara kami.

Mu-Mungkinkah dia menyukaiku? Iya.kan? Benarkah? Jika tidak, dia tidak


akan melakukan hal seperti ini, bukan?

Aku tidak bisa memastikannya karena aku tidak memiliki banyak


pengalaman dalam hal percintaan, namun ada secercah harapan, mungkin
Kii-san memang memiliki perasaan untukku. Yah, Sekalipun
kesempatannya hanya sekitar 0,000001%.

"Yoshiki-kun benar-benar baik. Kau merelakan tempat dudukmu untuk


nenek itu. "

Dia menatapku saat dia berbicara, nadanya kembali dari nada marahnya
menjadi lebih halus dan lembut. Karena setidaknya ada jarak 10 cm
diantara ketinggian kita, jadi Kii-san terpaksa untuk menatapku saat dia
berbicara.

Apakah ini yang disebut dengan mata menengadah? Ini sangat kawaii. Aku
sangat senang sampai tidak bisa menggambarkannya. Aku memalingkan
wajahku, yang memerah karena malu.
"Bukan apa-apa, itu hanya hal yang biasa."

"Itu bukan biasa. Yoshiki-kun benar-benar baik hati. "

Menegaskan pemikirannya, dia sekali lagi mengatakan hal yang


sama. Omong-omong, mengapa dia memanggilku dengan nama
pertamaku? Aku merasa belum pernah memberitahu itu sebelumnya.

"Aku hanya menginginkan kau akan berdiri di sampingku, di sebelah


tempat dudukku. Ini nyaris seperti kau meninggalkanku. Itu membuatku
merasa kesepian. "

Kii-san tersipu saat mengatakan itu.

Tunggu dulu. Aku tidak mengerti apa yang dia katakan. Mengapa aku
harus berdiri di sampingnya? Apa yang dia maksud dengan kesepian?

Hari ini, aku benar-benar tidak mengerti banyak hal yang Kii-san katakan.
Namun, aku mengerti bahwa dia bisa sangat menakutkan. Mari kita
mencoba untuk tidak mendapatkan sisi buruknya mulai
sekarang. Sebaliknya, aku harus mencoba untuk tidak berbicara
dengannya sebanyak itu. Aku tidak ingin membuatnya marah lagi.

"Selanjutnya ~ Stasiun SMA Touyama ~"

Saat aku membuat keputusan seperti itu, kereta berhenti di tempat


pemberhentian biasa.
Chapter - 03

"Setsu, ayo kita pergi ke karaoke hari ini. Sudah lama aku tidak
menyanyikan lagu. "

Sagami berbicara kepadaku tak lama setelah pelajaran terakhir selesai.

"Maaf, aku punya pekerjaan hari ini."

"Apa ~? Ambil libur gih. Ayo pergi ke karaoke ~ "

"Tidak, aku tidak ingin libur dari pekerjaan."

"Wow ~. Kau sangat pekerja keras "

"Kupikir ini hanya hal yang normal."

Tidak mengambil cuti dari pekerjaan kecuali jika kau harus


melakukannya, ini seharusnya normal. Lagi pula, jika kau mengambil cuti
tanpa alasan, kau akan menyebabkan masalah bagi orang lain dan kau
akan kehilangan penghasilan.

"Baiklah, aku tidak punya banyak waktu jadi aku akan pergi sekarang."

"Yeah ... sampai jumpa lagi."

Sagami membalasku, dengan wajah depresi. Apa kau sangat ingin pergi ke
karaoke sebanyak itu?

******

Tempat dimana aku bekerja berjarak sekitar lima menit berjalan kaki dari
SMA Touyama.

Mon Pet Kuna

Ini adalah sebuah kafe yang tersembunyi di dalam kawasan perumahan,


sangat disukai oleh orang-orang karena suasananya yang tenang dan
santai. Aku sudah bekerja di sini selama sekitar setengah tahun dan sudah
bisa mengenali pelanggan tetap yang datang ke kafe ini. Para pelanggan
yang datang semuanya adalah orang yang baik dan si ownernya pun
sangat baik sehingga bekerja di kafe ini sangatlah menyenangkan.

Aku masuk melalui pintu belakang tepat sebelum shift-ku dimulai. Si


Owner selalu berada di kafe, jadi biasanya tidak ada orang di belakang
sini. Hari ini, tidak ada orang di ruang istirahat; sebuah ruangan
berukuran sekitar 6 tatami.

Biasanya hanya ada tiga orang, dua pekerja part-time dan si owner, yang
bekerja di kafe. Meski begitu, kafe ini tidak terlalu sibuk sehingga
terkadang hanya ada dua orang saja, satu pekerja part-time dan si owner,
yang sedang dalam shift.

Hari ini, karena tidak ada orang di ruang istirahat, kemungkinan besar
hanya ada aku dan si owner. Aku mengambil gantungan baju dan
seragamku lalu membuka pintu yang satu-satunya ruang ganti. Namun…

"!!!"

"Ah…"

Aku sudah selesai sekarang.

Aku tidak memikirkan kalau ada orang di dalam tapi kenyataannya aku
salah, ada orang di dalam ruangan ini. Yang lebih buruk lagi, orang itu
adalah seorang gadis, dan dia sedang mengganti bajunya. Dengan kata
lain, di hadapanku ada pemandangan seorang gadis dengan celana
dalamnya.

Namanya adalah Hina Echizen. Dia memiliki rambut pirang dengan


potongan bob pendek, mata cerah, dan kulit mulus, seolah-olah dia
meninggalkan pori-pori di perut ibunya. Ditambah lagi, tubuhnya memiliki
lekukan yang sempurna. Sedang berada memakai pakaian dalam
membuatnya sangat jelas bagiku, dia sangat cantik sekali.

Wajah Echizen menjadi merah saat dia mencoba menyembunyikan


tubuhnya, dan perlahan, dia mulai memelototiku.

"Berhenti menatapku teruuusss! Maaattiiiiiiiiiiii!! "


Dengan itu dia menendangku keluar dengan segenap kekuatannya, dan
menutup pintu ruang ganti dengan keras.

...

Apa aku yang salah?

Ini salahnya karena pintunya tidak terkunci dengan benar,kan? Lagi pula,
tidak mungkin aku bisa berhenti menatapnya apabila dia terlihat begitu
cantik. Sebaliknya, aku gagal menjadi seorang lelaki bila tidak
melakukannya.

Nah, itu juga benar bahwa jika aku memeriksa jadwal shift hari ini, aku
bisa berasumsi bahwa Echizen ada di ruang ganti ... Namun, tetap saja,
bukankah itu terlalu jahat sampai dia harus menendangku begitu keras,
bukan?

Sambil mencoba menegaskan pendapatku sendiri, pintu ruang ganti


perlahan terbuka, dan Echizen keluar dengan keadaan seperti sedang
dalam suasana hati yang buruk. Menatapku seperti itu, aku tidak akan
terkejut jika dia membunuhku sekarang juga. Mencoba untuk tidak
membuat marah Echizen yang sudah sangat mirip dengan binatang buas ,
aku diam-diam memasuki ruang ganti.

Pada kenyataannya, Dari awal Echizen dan aku tidak pernah benar-benar
akur. Usia kita hampir sama dan kita mulai bekerja di sini sekitar waktu
yang sama, namun, secara mengejutkan, kita tidak bisa cocok. Minat kita
sepenuhnya berbeda dan kejadian seperti yang barusan terjadi
sebelumnya, jumlahnya tidak sedikit. Kemungkinan besar, dia sudah pasti
membenciku.

Bukannya aku menyukai Echizen dengan cara yang romantis, tapi karena
kita rekan kerja, aku ingin saling akrab satu sama lain. Aku sudah
mencoba berbicara dengannya berkali-kali sebelumnya, tapi aku selalu
diabaikan atau dia merespon hanya dengan satu kata. Kesan bahwa dia
membenciku sudah sangat kuat.

Namun, aku tidak akan menyerah, hari ini, aku akan berbicara dengan
Echizen. Setelah memutuskan pemikiranku, aku membuka pintu ke ruang
ganti.
"Hei Echizen, tentang kejadian tadi, aku minta ma ... aaf ..."

Echizen tidak terlihat di ruang istirahat. Setidaknya masih ada waktu


sepuluh menit sampai giliranmu dimulai, kau tahu?

*****

Sudah sekitar satu jam sejak aku memulai shift-ku. Seperti biasa, hampir
tidak ada pelanggan. Si owner sedang sibuk membersihkan dan mengatur
dapur, tapi Echizen dan aku cukup bebas di kafe. Dalam situasi saat ini,
kita berdua berdiri diam tanpa berbicara satu sama lain. Selalu seperti ini
setiap saat. Ini terasa seperti aku menahan napasku, dan rasanya agak
canggung.

"Echizen, kau murid SMA Oumi kan? Apa kalian mempunyai perjalanan
sekolah atau semacamnya? "

Karena tidak tahan dalam keheningan yang canggung, aku mencoba


memulai percakapan santai.

"..."

Namun, dia terus mengabaikanku. Jarak di antara kita hanya sekitar 5


meter jadi mungkin bukan karena dia tidak mendengarku.

"Sekolahku akan pergi ke Hokkaido ~. Kupikir, jika kita akan melakukan


perjalanan, aku lebih memilih pergi ke luar negeri ~. "

"..."

"Seperti Hawaii, atau Guam. Tempat-tempat itu sangat menyenangkan. "

"..."

"Hokkaido ......?"

"..."

Ini buruk, sepertinya hatiku akan berantakan. Seberapa banyak dia


membenciku sih? Apakah ada manusia yang benar-benar bisa
mengabaikan seseorang begitu lama? Aku tidak ingin berbicara lagi hari
ini. Tapi baiklah, aku akan mencoba untuk terakhir kalinya.

"Selain itu, Hokkaido sangatlah besar, kau tahu?"

"..."

"..."

"..."

"......"

"........."

"........."

"........."

"......... Ma-Maaf."

Aku benar-benar minta maaf.


Chapter – 04

"Heeey, bangun-"

"Hhhmm?"

Pagi ini, aku terbangun karena mendengar suara ibuku. Biasanya, aku
akan mengatur jam alarm, tapi sepertinya aku lupa melakukannya saat
malam tadi. aku akhirnya menyia-nyiakan waktu ibuku karena
itu. Maafkan aku, bu.

"Aku akan berangkat kerja sekarang. Pastikan kau pergi ke sekolah. "

Setelah mengatakan itu, ibuku meninggalkan kamarku.

Aku melihat ibuku pergi dengan mengatakan "Hati-hati di jalan", dan


kemudian bangun dari tempat tidur. Karena aku masih mengantuk, aku
tidak bisa melihat dengan benar.

Kira-kira satu menit berlalu seperti ini sebelum aku melihat jam. Jarum
jam menunjuk ke arah 8.

Jadi, sekarang jam 8 pagi ya... aku tidur sekitar jam 3, jadi aku tidur sekitar
5 jam. Tidur selama ini, Aku pikir aku tidak akan berakhir tidur di
kelas. Mari bekerja keras untuk hari ini ... tunggu, jam 8?

Aku menggerakkan mataku untuk melihat jam dengan lebih teliti. Itu jelas
sekali menunjukkan jam 8.

"..."

"Aaaahhh-! Aku terlambat- "

Aku berteriak di pagi hari ini.

****
Biasanya, aku bisa santai sambil bersepeda ke stasiun. Namun hari ini, aku
akan pergi secepat mungkin.

Aku meninggalkan rumah sekitar jam 8:15. Kereta berangkat pada jam
8:30. Oleh karena itu, aku hanya mempunyai waktu 15 menit untuk
sampai ke stasiun.

Kau mungkin berpikir bahwa bersepeda selama lima menit dengan cepat
tidaklah terlalu sulit, tapi tidak menjadi bagian dari klub olahraga, itu
sangat sulit bagiku. Tapi saat ini, aku harus bisa sampai ke stasiun tepat
pada waktunya. Jika tidak, tidak hanya terlambat untuk jam pelajaran
pertama, aku juga akan terlambat pada jam kedua! Memotivasi diriku
untuk bekerja lebih keras, aku menginjak pedal dengan semua tenaga
yang kumiliki.

Tapi pada akhirnya……

"... Hah ~, sialan."

Aku tidak berhasil tepat waktu. Aku mungkin akan berhasil jika satu menit
lebih cepat ...

Kereta berikutnya akan datang pada jam 09.30. Dengan kata lain, aku
harus menunggu satu jam di stasiun ini tanpa melakukan apapun. Jika
tahu hal ini akan terjadi, seharusnya aku tinggal di rumah saja. Aku
hampir akan melakukannya, jadi mungkin sebaiknya aku tidak
mencobanya.

Sambil menyesali tindakanku dari sebelumnya, aku duduk di salah satu


kursi di stasiun. Tentu saja, tidak ada seorang pun di sini. Hanya ada angin
lembut yang bertiup. Pada hari kerja, pada saat seperti ini, mungkin
hanya aku yang berada di stasiun. Aku merasa sedikit bersalah, tapi pada
saat bersamaan aku merasa lega.

Aku menunggu di stasiun sekitar 30 menit. Aku benar-benar bosan. Untuk


mendapat perubahan pandangan, aku berdiri dari tempat duduk dan
berjalan ke peron. Saat berjalan keluar, aku membuka mataku dengan
lebar.

"Ke-Kenapa ..."
Berdiri di sana adalah seorang gadis yang dikatakan sebagai gadis
tercantik di sekolahku, Kii-san. Tunggu, apa yang dia lakukan disini? Jika
dia berencana naik kereta di jam 9:30 sama seperti aku sekarang, maka
dia tidak akan sampai di sana pada jam ketiga.

Mungkin, Kii-san juga ketiduran? Meski begitu, terjebak di stasiun seperti


ini sangatlah aneh. Dia selalu sudah berada di kereta saat aku
naik; Seharusnya dia tidak pergi ke sekolah melalui stasiun ini.

... Sebenarnya, kenapa dia ada disini?

Setelah memikirkan hal itu, aku masih belum mengerti. Untuk saat ini, dia
tidak menyadariku dari tempatku sekarang. Mari kita lihat, apa yang harus
kulakukan sekarang?

Sejujurnya, aku sangat takut dengan apa yang terjadi pada Kii-san
sebelumnya, jadi aku tidak ingin terlalu dekat dengannya. Namun, Jika dia
menyadariku, kemungkinan besar dia akan duduk di sampingku. Lagi
pula, itulah yang telah dia lakukan sampai sekarang. Aku tidak tahu apa
yang dia pikirkan, tapi dia selalu duduk di sebelahku.

Karena itu, sekarang, aku harus memastikan bahwa dia tidak mengetahui
bahwa aku ada di sini. Hari ini, aku akan menghabiskan waktuku di kereta
dengan nyaman dan sendirian.

Meski aku telah memutuskan apa yang harus kulakukan, namun aku
masih belum memutuskan bagaimana aku harus melakukannya. Tata letak
stasiun ini cukup standar, dua platform dan dua kereta. Untuk naik kereta
yang berangkat ke sekolah, aku harus naik ke platform yang
berlawanan. Saat ini, aku berencana menggunakan tangga untuk sampai
ke sisi lain,namun tangga bisa terlihat dari mana saja. Kau bisa langsung
tahu kapan seseorang menggunakan tangga. Itu sebabnya, jika aku menuju
kesana sekarang, Kii-san bisa dengan mudah mengetahui bahwa aku ada
di sini.

Karena itu, aku hanya bisa menunggu di sini agar kereta datang lebih
dulu. Begitu kereta tiba di stasiun, dan dia sudah berada di dalam kereta,
platform di sisi yang berlawanan tidak dapat dilihat. Selama aku menaiki
kerete pertama, berbeda dari yang biasanya, Kii-san tidak akan
memperhatikanku.
Dengan rencana yang kupikirkan secara hati-hati ini, tidak ada yang
salah. Memegang kepercayaan pada rencanaku, aku menunggu kereta
datang.

Kemudian, 30 menit kemudian, tepat pukul 9.30, kereta pun tiba.

Aku selalu memikirkan ini, tapi untuk dapat datang tepat pada waktunya
seperti ini, sistem perkeretaan Jepang memang sangat menakjubkan. Yah,
sisihkan itu dulu, bagian selanjutnya adalah bagian yang tersulit. Aku
bergegas ke platform yang berlawanan. Tidak ada tanda-tanda dari orang
yang menunggu di peron. Sepertinya dia sudah masuk. Bagus, seperti yang
kurencanakan. Yang perlu kulakukan sekarang adalah menemukan tempat
duduk di kereta.

Aku bergegas ke kereta. Suara yang datang dari gemerincing kereta lebih
kencang dari biasanya, tapi masih banyak kursi yang kosong. Untuk
sekarang, aku ingin mengambil tempat duduk secepat mungkin, jadi aku
duduk di kursi yang paling dekat.

"Fiuh."

Kemudian, aku mendesah lega. Aku berkeringat sedikit, tapi aku tidak
keberatan tentang hal itu sekarang juga. Sudah beberapa bulan sejak
terakhir kali aku bisa berangkat melalui kereta sendirian. Aku merasa
lega dan tenang. Ah~, sangat menyegarkan.

"Oh, Hari ini kau duduk di sini."

... Eh?

"Lain kali jangan terlambat ya ... aku benar-benar khawatir tahu ... "

Tunggu dulu, mengapa?

Saat ini, pikiranku dalam keadaan panik. Kii-san mendadak muncul di


depanku dan dengan paksa duduk di sampingku. Pikiranku berhenti
bekerja. Wajah Kii-san memerah dan sepertinya dia ingin mengatakan
sesuatu, tapi sejujurnya, aku tidak mendengar apapun.

"Tidak, tunggu, bagaimana kau menyadariku ...?"


"Aku bisa menemukanmu dengan cepat ~. Selama itu adalah Yoshiki-kun,
aku bisa menemukanmu di manapun kau berada ~. "

"!!!"

Akhirnya, dia meraih lenganku. Melihat dari sudut pandang orang lain,
kami nampak seperti sepasang kekasih. Tidak, sebenarnya, apa yang
sedang terjadi? Apa-apaan situasi ini !? Pada akhirnya, hari ini juga aku
masih belum bisa memahami maksudnya.

Selain itu, dia mengatakan bahwa dia tidak menginginkan hal seperti ini
terjadi lagi, jadi aku akhirnya bertukar nomor telepon dengan Kii-san.
Chapter – 05

Sekarang adalah hari Minggu.

Ini adalah hari yang terbaik dalam seminggu karena aku tidak perlu pergi
sekolah atau pun bekerja, dan aku bisa bermalas-malasan di rumah
sepanjang hari. Namun, hari ini, aku tidak punya waktu untuk melakukan
itu.

Ya, akhir pekan ini, game smartphone yang aku sebutkan sebelumnya,
Human Beast War, memiliki sebuah event yang sedang
berlangsung. Kemarin, semua yang kulakukan hanyalah bermain game
dan hari ini kemungkinan besar akan sama. Sungguh, ini akan menjadi
akhir pekan yang produktif.

Merasakan rasa puas, aku membuka smartphone-ku. Waktu saat ini


sekitar jam 12 siang. Hari ini juga, aku ingin mengumpulkan anggota party
saat ini sehingga kita bisa berburu bersama.

Setelah menyiapkan berbagai makanan dan minuman agar bisa bermain


game selama sepuluh jam, aku berbaring di tempat tidur. Aku sudah
mencoba posisi yang berbeda, tapi posisi ini paling mudah untuk bermain
game. Aku berbaring di kasurku selama sekitar 5 menit menunggu
anggota lain online, namun tidak ada yang online kecuali diriku.

Aku ingin tahu apa yang sedang terjadi. Kemarin, mereka semua juga
begitu. Yah, karena tidak banyak yang bisa kulakukan, aku secara acak
memilih quest untuk mengumpulkan poin EXP dan bergabung
dengannya. Untuk senjata dan armor kuat terjatuh, sangat penting untuk
mengumpulkan EXP.

Game ini dapat dibagi menjadi lima tingkat kesulitan. Quest yang sedang
kulakukan sekarang adalah quest tingkat C, tingkat kesulitan tertinggi
ketiga. Ini pada tingkat di mana aku hampir bisa mengalahkannya dengan
skill-ku.

Biasanya, dengan anggota party-ku, entah bagaimana kita bisa


menyelesaikan quest tingkat B, tapi hal itu mustahil saat aku
sendirian. Omong-omong, quest tingkat A dianggap tidak mungkin tanpa
party puluhan orang atau lebih. Kami pernah mencoba pencarian
peringkat A dengan party kami yang beranggota 5 orang dan kami
dikalahkan oleh monster pertama yang kami tarungi.

Untuk event kali ini, aku mendengar bahwa kau bisa memperoleh hadiah
yang sangat bagus jika kau bisa memyelesaikan quest tingkat A. Sebuah
Kostum edisi terbatas. Sejujurnya, aku tidak terlalu membutuhkan kostum
apapun yang khusus untuk melakukan pencarian, jadi aku tidak terlalu
tertarik dengan event seperti ini. Namun, ada anggota party kami yang
menyukai kostum yang berbeda, jadi kami akhirnya menemaninya dalam
melakukan quest.

Secara kebetulan, salah satu dari orang-orang itu baru saja online. Saat
anggota party masuk, sebuah notifikasi akan muncul di bagian atas layar
tidak peduli apa kau berada di tengah pencarian atau tidak.

Nama pengguna itu adalah Ryouma.

Meskipun nama pengguna tersebut terdengar seperti laki-laki, dilihat dari


cara dia berkomunikasi dalam obrolan, kemungkinan besar dia adalah
seorang perempuan. Karena Ryouma baru saja log in, aku menghentikan
quest-ku dan kembali ke layar awal. Satu hal yang baik tentang permainan
ini adalah jika kau keluar saat melakukan quest, kau masih bisa
memperoleh poin EXP yang telah kau dapatkan sejauh ini dari pencarian.

"Yosshii-san, aku minta maaf karena terlambat."

Ketika aku kembali ke home screen dan membuka grup chat, Ryouma
mengetikkan kata tersebut padaku. Omong-omong, namaku di game
adalah Yosshii. Ini adalah nama yang selalu aku gunakan saat bermain
game.

"Tak apa, tak apa. Kemana yang lainnya? "

"Kupikir, mereka bilang bahwa mereka tidak bisa datang."

"Apa!? Bukannya kita sudah janjian main bareng hari ini? "

"Eh, benarkah begitu?"


"Yeah, itulah yang kupikirkan. Apa aku salah?"

"Kau mungkin salah membaca. Hanya ada kita berdua hari ini! "

Entah mengapa, bukankah Ryouma terlihat sedikit lebih bersemangat dari


biasanya? Aku jarang melihatnya menggunakan tanda seru terlalu
sering. Yah, sepertinya tidak ada anggota party lagi yang akan
datang. Orang lain menjalani kehidupan mereka sendiri kurasa, aku
seharusnya tidak marah pada mereka.

"Jadi, hanya kita berdua ... kukira melakukan quest tingkat B akan terlalu
berat jika hanya kita berdua."

"Itu benar. Ayo kita menyelesaikan quest tingkat C bersama! "

"Y-yeah!"

Aku mencoba menggunakan tanda seru setelah aku melihat Ryouma


menggunakannya. Entah mengapa rasanya ada yang tidak beres ...

*****

"Ah-itu menyenangkan-"

Aku, Echizen Hina terjun ke tempat tidurku. Hari ini, aku sudah bermain
game seharian penuh jadi aku merasa sedikit lelah.Namun Itu masih
sangat menyenangkan .

"Hhaaa, seperti yang kuduga, Yosshii-san benar-benar keren."

Hari ini juga, aku diselamatkan oleh Yosshii-san berkali-kali. Biasanya, aku
menggunakan pistol, dan menembak monster dari jauh, tapi terkadang,
mereka menyerangku dari belakang dan aku tertangkap. Pada saat seperti
ini, lebih cepat dari orang lain, Yosshii-san selalu datang
menyelamatkanku. Dia juga selalu memberiku item pemulihannya.

Itu juga Yosshii-san yang mengundangku ke party ini. Setelah bermain


sendiri untuk waktu yang lama, Suatu hari kebetulan aku dan dia
melakukan quest bersama, dan saat itu, dia mengundangku ke dalam
party-nya.

Karena dirinya, aku mulai menikmati game ini lebih banyak, dan hidup
menjadi lebih menyenanhkan. Apalagi hari ini, hanya Yosshii-san dan aku
yang bermain bersama. Itu sangat menyenangkan. Namun, anggota party
lain membantuku mengatur situasi ini. Itu adalah waktu yang sangat
menyenangkan. Entah kenapa, rasanya seperti kencan ...

Yosshii-san mungkin sangat baik dalam kenyataan juga. Jika aku bisa
menemuinya, aku sangat ingin melakukannya……..kupikir itu mustahil.

"Hinaa ~,makan malam sudah siap, silahkan kesini"

Ibuku memanggilku untuk makan malam. Oh yeah, aku terlalu menikmati


game-ku sehingga aku lupa untuk makan malam.

"Aku datang ~"

Setelah menjawab, aku meninggalkan kamarku dan turun ke lantai satu.


Chapter – 06

Ujian.

Merupakan sesuatu yang paling dibenci oleh para siswa.

Saat waktu ujian tiba, kau harus mempelajari lagi materi yang telah kau
pelajari tidak peduli kau menginginkannya atau tidak. Oleh karena itu,
kebanyakan orang akan mulai belajar semalaman.

Saat ini, aku sedang kewalahan dengan salah satu ujian tersebut. Di
sekolahku, ujian dibagi menjadi 8 mata pelajaran selama 3 hari, 2 mata
pelajaran pada hari pertama dan 3 mata pelajaran pada 2 hari lainnya.

Aku tidak memiliki banyak masalah dengan mata pelajaran non-


manusia seperti matematika, fisika, dan mata pelajaran sains lainnya,
namun, aku tidak terlalu ahli dalam pelajaran seperti bahasa Inggris,
literatur sejarah, sastra modern, dan sejarah.

Sejak awal, aku memang tidak pandai dalam menghafal. Mencoba


mengingat hanya 10 kosa kata bahasa Inggris saja sudah menghabiskan
banyak waktuku. Ujian hari ini adalah sejarah dan sastra modern, mata
pelajaran yang tidak aku sukai. Kemarin aku sudah banyak belajar, tapi
sejujurnya, aku tidak yakin apakah aku bisa menjawab dengan benar
atau tidak.

Ada kemungkinan juga kalau aku akan gagal. Aku memiliki keraguan itu
di dalam diriku, dan tentu saja, aku juga belajar di kereta. Seperti biasa,
Kii-san duduk di sampingku tanpa khawatir. Sejauh yang bisa aku
katakan, Kii-san sama sekali tidak belajar. Dia sama sekali tidak
melakukan apa-apa.

Aku hanya mendengar ini dari rumor, tapi nampaknya Kii-san


sangatlah pintar. Bahkan jika dia tidak belajar di kereta, dia mungkin
akan baik-baik saja. Sementara iri pada Kii-san, aku meletakkan buku
teks sejarah yang aku pegang sekarang.
Beneran deh…..mencoba menghafal seperti ini sangat
menyebalkan. Kalau saja ada cara yang lebih mudah untuk menghafal
materi ... Ketika aku memikirkan hal-hal semacam ini, Kii-san, yang
berada di sebelahku, mulai berbicara.

"Yoshiki-kun, apa kau sedang belajar?"

"Yeah, hanya sedikit. Ujian hari ini akan sulit ... "

Dia mengintip isi dari buku teks yang kupegang. Dia mungkin mengira
aku bodoh, bahkan tidak mengerti sesuatu yang begitu
sederhana. Namun, jawaban yang datang darinya sangat berbeda dari
apa yang aku harapkan.

"Aku tau! Sejarah memang sangat sulit ~. Aku juga tidak begitu hebat
dalam hal itu ~ "

"…Benarkah? Itu sedikit tak terduga. "

"Aku selalu harus berusaha keras saat belajar ~"

Meskipun begitu, dia terlihat sangat percaya diri ...

"Kalau begitu, aku menduga nilaimu tidak terlalu bagus?"

"Yeah ~, meski menurutku itu tidak seburuk itu. Sekarang aku bisa
mendapatkan nilai diatas 90. "

"Eh?"

Aku tidak bisa menyembunyikan keterkejutanku atas


perkatanya. Pelajaran Sejarah dikatakan sebagai salah satu mata
pelajaran tersulit di kelas dua.

Guru yang membuat pertanyaan-pertanyaan tersebut sangatlah


kasar. Pertanyaan yang dia buat selalu pada hal-hal yang hampir tidak
tertulis dalam buku teks, dan kebanyakan siswa gagal dalam
pelajarannya. Setiap tahun, ada saja siswa yang harus mengulang
kembali pelajaran tersebut, dan ada juga siswa yang tertahan setahun
penuh karena itu.
Mendapatkan lebih dari nilai 90 dalam mata pelajaran semacam itu, kau
mungkin abnormal. Mengapa dia mengatakan bahwa dia buruk dalam
hal itu? Itu pasti salah satu pelajaran yang dia kuasai. Omong-omong,
nilaiku hanya 40-an.

"Y-yah, aku rasa itu buruk? Umm, maukah kau memberitahuku


bagaimana caranya kau belajar? "

Tiba-tiba muncul sebuah ide, aku memutuskan untuk menanyakan hal


ini padanya. Aku harus belajar dari orang-orang yang tahu bagaimana
belajar untuk ujian. Jika aku mengetahui bagaimana orang dengan nilai
tinggi melakukannya, mungkin tidak terlalu jauh dari mimpiku untuk
meningkatkan nilaiku sendiri.

"Ya, kurasa tidak apa-apa ... Tapi ada dua persyaratan yang harus
dipenuhi."

"Syarat?"

"Iya. Pertama, berhenti berbicara dengan cara bicara sopan. Kedua, jika
nilaimu akhirnya membaik sejak aku membantumu, maka pergilah
bersamaku seharian penuh. "

Setelah tes? Seharian penuh dengan Kii-san ...? Entah mengapa,


kedengarannya seperti kencan. Nah, jika ini yang aku butuhkan untuk
meningkatkan nilaiku, kurasa tidak masalah. Sedangkan untuk cara
bicara sopan, yah, bukan seperti aku tidak bisa berhenti.

"Ya aku mengerti. Itu tida- ... baiklah. "

"Hebat! Lalu mulai dari halaman ini. Disini…"

Kemudian, selama sisa waktu kami berada di kereta, Kii-san


mengajariku cara menjawab pertanyaan. Dia tidak hanya membantuku
dengan sejarah tapi juga dengan pelajaran yang lain.

*****
Dan hasil dari ujianku kali ini ... Menakjubkan. Semuanya di atas nilai
70.

Itu biasa untuk semua ujian non-manusia-ku di atas nilai 80, tapi aku
juga bisa mendapatkan nilai dari pelajaran bahasa Inggris dan sejarah,
yang mana keduanya adalah mata pelajaran yang tidak aku sukai, jauh
di atas rata-rata.

Alasan perbaikan ini sangat jelas. Baiklah, aku perlu berterima kasih
padanya jadi aku membuka smartphone-ku. Lagi pula, kita sudah saling
bertukar nomor. Namun yeah, kita masih belum saling berbicara satu
sama lain.

"Um, tentang ujiannya, aku bisa memperbaiki nilaiku karena


dirimu. Terima kasih."

Untuk sekarang, aku akan mengiriminya teks seperti ini. Baru-baru ini,
aku terbiasa menggunakan cara bicara non-sopan padanya, dan ini
mulai menjadi lebih alami bagiku. Setelah mengirimnya, Kii-san
membalasnya segera.

"Itu hebat! Selamat! Seperti yang dijanjikan, hari Minggu ini, pergi
bersamaku! "

Aku bisa merasakan kegembiraannya hanya dari membaca teks. Yah,


dia sangat membantuku saat ini, aku akan memberikan waktu luangku
padanya.

Sebenarnya, aku sendiri menantikannya sedikit.

Aneh rasanya jika kau tidak merasa senang berpergian dengan gadis
cantik (meski masih sedikit aneh) semacam dia.

Padahal ... um, pakaian seperti apa yang harus kupakai?

Dan kekhawatiran baru pun muncul.


Chapter – 07

Sejak saat itu, waktu berlalu dengan cepat dan segera menjadi hari dimana
aku akan pergi dengan Kii-san. Kami seharusnya bertemu di sekolah pada
jam 12, tapi aku benar-benar gugup dan akhirnya naik kereta satu jam
lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan.

Lagi pula, ini adalah pertama kalinya aku keluar bersama seorang gadis,
dan ditambah gadis itu adalah gadis tercantik di sekolahku. Tentu saja,
aku akan sangat gugup. Dia duduk di sampingku di kereta sepanjang
waktu, tapi kegugupan itu tidak bisa dibandingkan dengan betapa
gugupnya aku saat ini. Sementara kereta menyusuri jalan relnya, aku
memikirkan rencana hari ini untuk mengurangi keteganganku.

Karena Kii-san ingin berbelanja beberapa pakaian dan sebagainya, kita


akan menghabiskan waktu di pusat perbelanjaan besar terdekat. Sebelum
itu, kita akan makan makanan ringan di suatu tempat. Kira-kira tempat
mana yang harus kupilih? Jika kita pergi ke suatu tempat di dekat sekolah,
rumor mungkin mulai muncul ... Tidak, tapi kurasa jika kau adalah
seseorang semacam Kii-san, Kau tidak perlu khawatir tentang itu. Namun
Yah, aku sangat peduli, jadi kita harus pergi ke suatu tempat di mana
orang-orang dari sekolah yang sama tidak pergi ke sana.

Lalu, setelah makan siang, dan menyelesaikan belanja kita, apa yang harus
kita lakukan setelah itu? Umm, yah, kurasa mengakhirinya seperti itu juga
tidak masalah. Aku pikir Kii-san juga tidak akan mempermasalahkan
rencana seperti itu. Yeah, ayo kita habiskan hari ini seperti itu.

Setelah membuat keputusan mengenai rencana hari ini, kereta tiba di


stasiun SMA Touyama dengan waktu yang tepat. Waktu saat ini adalah jam
11. Menuju ke sekolah sekarang mungkin terlalu awal, tapi karena aku
tidak ada hal lain yang dilakukan, akhirnya aku pergi menuju sekolah.

Lima menit berjalan dan gerbang SMA-ku pun bisa terlihat. Tentu saja, Kii-
san tidak ada di sana. Lagi pula, ini baru satu jam lebih awal.

Aku merasa sedikit kecewa, dan langsung menuju perpustakaan sekolah.


Bukan karena aku ingin membaca buku, tapi karena dari sana bisa melihat
tempat pertemuan dengan mudah.
Saat aku memasuki perpustakaan, ada seorang gadis yang duduk di
belakang konter. Kurasa dia Pustakawan di sini. Aku secara acak memilih
sebuah buku dari bagian novel yang direkomendasikan di dekat meja
kasir dan duduk di posisi di mana aku bisa melihat gerbang depan.
Menggunakan smartphone di dalam perpustakaan tidak
diperbolehkan. Yah, jika menggunakannya secara sembunyi-sembunyi
tidak terlalu sulit juga, namun aku berusaha untuk tidak
menggunakannya.

Dengan itu, aku membuka buku yang telah kupilih secara acak, dan
menunggu Kii-san.

Setelah menunggu selama 30 menit, Kii-san akhirnya muncul.

"..."

Pada saat itu, tanpa sadar aku menghembuskan napas.

Penampilan Kii-san lebih cerah dan lebih cantik dibandingkan dengan


gadis lain yang pernah aku lihat sejauh ini. Kurasa dia datang dengan
pakaian kasualnya. Menyelaraskan pakaiannya dengan warna hitam yang
matang, wajahnya yang biasa imut berubah menjadi sangat cantik.
Kemungkinan besar dia memakai make up, namun, itu tidak terlalu
mencolok, hanya cukup untuk lebih menekankan kecantikannya.

Setiap siswa yang melewati gerbang depan, pandangan mata mereka


tercuri oleh penampilan Kii-san. Kerumunan mulai terbentuk di
sekelilingnya, membuat Kii-san semakin menonjol.

Situasi ini ... sangat sulit bagiku untuk pergi ke sana ...

Melihat kerumunan seperti itu, aku membuat wajah yang sulit. Tapi jika
aku tidak pergi ...

Aku membuat keputusan dan meninggalkan perpustakaan. Lalu, aku


berjalan ke gerbang sekolah yang sudah ada kerumunan besar, seakan-
akan ada selebriti yang muncul. Aku hanya melihat sedikit tapi sudah
menjadi seperti ini ... Kii-san memang menakjubkan. Aku, orang yang akan
pergi berbelanja dengan seseorang seperti itu, rasanya sama sekali tidak
terlalu nyata.

Aku semakin kehilangan kepercayaan diri saat mendekati Kii-san, sampai


mata kita bertemu. Wajah Kii-san langsung cerah.

Ini ... mungkin buruk.

"Yoshiki-kun"

Tepat saat aku merasakan firasat buruk, Kii-san mendekatiku sambil


tersenyum dan melambai padaku. Semua orang yang berada di sekitarnya
yang ingin tahu siapa yang dia panggil melihatku sekaligus. Ekspresi
mereka terlihat bertanya, siapa laki-laki ini? Namun, tanpa
memperhatikan suasana canggung tersebut, Kii-san berbicara dengan
riang.

"Baiklah, semuanya, sampai jumpa lagi ~"

Dengan mengatakan itu, dia meraih tanganku, dan berlari. Ah ~ ah ~, jika


Kau melakukan sesuatu seperti ini, rumor akan muncul kau tahu?

Jika rumor itu menyebar, itu akan menyebabkan banyak masalah bagi Kii-
san. Ada juga rumor bahwa dia sudah punya pacar. Hmm? Jika dia punya
pacar, mengapa dia memintaku untuk pergi bersamanya?

Nah, singkirkan hal itu dulu, kita perlu menemukan cara untuk
membuktikan bahwa kita bukan pasangan. Dengan pikiran itu, aku
membuka mulutku.

"Kami tidak berpacaran!!"

Aku mengatakannya dengan suara nyaring sehingga semua orang di


dalam kerumunan bisa mendengarnya. Ini sedikit memalukan ... tapi
dengan ini, seharusnya tidak ada rumor lagi.

Dengan rasa lega, aku melihat bahwa kaki kita telah berhenti. Ditambah,
aku merasakan pegangan di tanganku menjadi lebih kuat.

"A-Apa yang terjadi?"


"…Itu tidak lucu…"

Dengan wajah menunduk, Kii-san mengeluarkan sebuah suara


kecil. Karena begitu kecil, sehingga aku tidak bisa terlalu mendengarnya.

“Candaan itu, benar-benar tidak lucu."

Sambil berbalik dan mengatakan itu, mata Kii-san tampak agak basah,
suaranya diwarnai kesedihan.

Setelah melihat itu, aku tidak tahu apa yang harus kukatakan.
Chapter – 08

"..."

"..."

Hhhmmmm, suasananya mulai menjadi canggung ...

Saat ini, aku dan Kii-san berada di restoran teishoku yang berjarak
sekitar 10 menit dari sekolah dan kita berdua benar-benar tidak
berbicara satu sama lain. Aku tidak bisa menemukan sesuatu untuk
dikatakan padanya, dan untuk beberapa alasan, dia duduk di sebelahku
sama seperti ketika kita berada di kereta walaupun sekarang kita
berada di bilik empat orang.

Jika kau melihatnya dari samping, kau mungkin berpikiran bahwa kami
adalah sepasangan kekasih yang sedang bermesra-mesraan .....
tidak. Aku tidak tahu mengapa Kii-san duduk di sampingku, tapi
suasana hati di antara kita bukanlah sama seperti para pasangan yang
sedang bermesraan, malahan, suasana kita sedang sangat canggung.

Sudah jelas bahwa apa yang terjadi tadi telah membuatnya marah, dan
itu mungkin membuat dia dalam suasana hati yang buruk. Ketika aku
pertama kali mencoba untuk duduk di depannya, dia berkata,
"Kemarilah ke sini", dengan suara dingin, dan memaksaku untuk duduk
di sampingnya. Kemudian, sambil berpura-pura melihat menu, dia terus
memelototiku dari waktu ke waktu.

Aku mencoba berpura-pura untuk tidak menyadarinya dengan melihat


menu yang lain, tapi sejujurnya ini sangat sulit. Aku ingin pulang
sekarang dan bermalas-malasan dirumah.

Sambil memikirkan itu, Kii-san tiba-tiba mengambil menuku. Melihat


dia sekarang, dia tidak terlihat tidak senang. Tapi malahan dia sedikit
tersipu. Eh? Apa yang sebenarnya terjadi?

"Um, kita hanya butuh satu menu, jadi mari kita lihat menu bersama ..."
"Y-yeah, itu benar ..."

Tunggu dulu, kenapa? Apa yang salah dengan melihatnya secara


terpisah? Itulah yang kupikirkan dalam diriku tapi melihat bagaimana
suasana hati Kii-san nampak sedikit membaik, aku tidak
mengatakannya dengan keras.

Kemudian, jarak antara Kii-san dan aku menghilang saat dia


mencondongkan tubuhnya mendekatiku. Buku menu terbuka di antara
kita sehingga kita berdua bisa melihatnya bersama-sama.

Aku sudah memikirkan ini sebelumnya, tapi bukankah ini terlalu


berani? Bukannya masih ada banyak pelanggan lain di sekitar kita?

Aku mencoba melepaskan diri dari Kii-san untuk membuka jarak di


antara kita sedikit. Namun, Kii-san menempel kembali sehingga pada
akhirnya, jarak antara kita sama sekali tidak berubah.

Melihat Kii-san bersandar padaku, ekspresi muramnya yang tadi kini


berubah menjadi bahagia. Apa yang terjadi untuk membuatnya begitu
senang ...? Baru saja dia dalam suasana hati yang buruk.

"Yoshiki-kun, apa kau sudah memutuskannya?"

"Yeah, aku sedang berpikir untuk mencoba nanban teishoku."

"Kalau begitu, kurasa aku akan memilih karaage."

Dengan mengatakan itu, Kii-san memanggil seorang pelayan dan


melanjutkan pemesanan. Tentu saja, bahkan setelah pelayan datang,
jarak antara kita masih sama seperti tadi. Ini sangat memalukan dan
aku ingin menjauhkan diri, tapi Kii-san menahanku dengan kekuatan
gila. Sebenarnya dari mana kekuatan ini berasal?

Lagi pula, apa sebenarnya yang dipikirkan Kii-san saat dia bersandar
padaku seperti ini? Mungkin aku salah, tapi bukankah ini berarti dia
menyukaiku? Tapi, nampaknya dia sudah mempunyai pacar ... eh,
mungkinkah Kii-san adalah gadis yang tak tahu malu? ... Tidak, aku
tidak ingin mempercayainya. Namun, ada kemungkinan ...
Sambil memikirkan hal ini, aku menatap Kii-san. Ekspresinya
mendadak menjadi gelap.

"Umm, tentang tadi, maafkan aku. Bersikap seperti itu ... "

"Ah~Umm, tidak apa-apa. Maksudku, aku mungkin melakukan sesuatu


yang membuatmu marah ... "

Setelah mengatakan itu, aku tidak bisa menemukan yang lain, jadi aku
berhenti berbicara. Kemudian, setelah mendengar apa yang aku
katakan, ekspresi Kii-san menjadi sedikit sedih.

"Tidak, daripada marah, aku sebenarnya benar-benar merasa sedih ...


Itu sebabnya, jangan pernah mengatakan hal seperti itu lagi ..."

Bahkan sekarang, suara Kii-san terdengar sangat pelan, seolah-olah


akan menghilang setiap saat. Kii-san yang seperti itu membuat
kecantikannya melembut. Sejujurnya, aku tidak mengerti apa yang dia
maksud dengan "seperti itu".

Kapan aku melakukan sesuatu yang akan membuatnya menangis? Aku


tidak memahaminya jadi aku dengan jujur mengungkapkan apa yang
ada dipikiranku.

"Aku mungkin salah dengar, tapi apa yang kau maksud dengan itu?"

"... Itu ..., bukannya kau yang lebih tahu, Yoshiki-kun?"

"Tidak, jujur saja, aku sama sekali tidak mengerti. Itu sebabnya aku
ingin kau memberitahuku. Aku ingin tahu apa yang kukatakan itu
sangat menyakitimu. "

"... Itu yang paling menyakitkan bagiku ... Kenapa, kenapa kamu tidak
mengerti ...?"

Air mata keluar dari mata Kii-san. Pelanggan di sekitar kita juga mulai
memperhatikan. Namun, aku tidak bisa berhenti disini. Jadi aku tidak
akan terbawa oleh suasana, aku harus mengerti apa yang salah. Dengan
membulatkan tekadku, aku menatap mata Kii-san.
"..."

"..."

Mata kita bertemu, tapi aku tidak mengalihkan pandanganku. Jika aku
mengalihkannya sekarang, aku akan kalah.

Kemudian, akhirnya dia menyerah dan Kii-san membuka mulutnya


sambil mendesah.
"Maksudku, kita ini sepasang kekasih, bukan? Itulah mengapa, pada
saat itu, kau tidak harus menyangkalnya begitu keras ... "

Perkataannya terdengar sedemikian lemah sehingga dibutuhkan sedikit


waktu untuk memproses apa yang dia katakan.

Eh…Tunggu sebentar, Kii-san dan aku berpacaran?


Chapter – 09

"Umm, Kii-san dan aku, berpacaran?"

Karena terlalu terkejut, aku akhirnya mengatakan apa yang ada di dalam
pikiranku. Kemudian, Kii-san membuka matanya lebar-lebar, seolah-olah
dia mendengar sesuatu yang tak terduga.

"Eh ... kita ini berpacaran,‘kan?"

Aku bahkan lebih terkejut ketika dia mengulangi apa yang aku katakan
untuk mengkonfirmasi tadi. Pencarian kepastiannya bermaksud bahwa
untuknya, kita ini sedang berpacaran adalah fakta yang sudah jelas.

Kii-san dan aku berpacaran. Akhirnya aku memikirkan seluruh perkataan


dan semua tindakannya di dalam pikiranku. Tentu saja, jika kau sepasang
kekasih, kau akan melakukan hal-hal semacam itu, duduk berdampingan
di kereta, saling memanggil dengan nama depan, dan berbicara satu sama
lain dalam cara bicara yang sopan akan terasa buruk.

Namun, walaupun aku bisa memilah semua informasi yang kumiliki, aku
masih tidak mengerti semuanya. Pertama-tama, apakah itu benar atau
tidak, aku dan Kii-san berpacaran. Jika memang hal itu terjadi, tidak
mungkin aku bisa melupakannya.

"Benarkah…..begitu?"

Tidak paham sama sekali, aku menatap Kii-san dengan ekspresi terkejut
dan sekali lagi bertanya dengan suara lemah.

"..."

"..."

Lalu, mata kita bertemu. Ekspresi Kii-san terlihat sedih, sebuah ekspresi
dimana orang lain tidak ingin melihatnya. Kau memintaku untuk berdebat
dengan wajah seperti itu?
"Ma-Maksudku, Yoshiki-kun, bukankah kau meminta, tolong pergi keluar
bersamaku?"

"Ka-Kapan itu terjadi?"

"Saat kita kelas satu Sekolah Dasar. Kita pergi ke ruang istirahat bersama
ketika ada festival olahraga di sekolah. Dan kau menanyakannya pada saat
itu. "

"Kelas satu sekolah dasar ..."

Ini buruk, aku tidak ingat sama sekali. Selama mengikuti festival olahraga,
aku hanya fokus pada lombaku sendiri.

Setelah melihat bahwa aku tidak bisa mengingat apapun, air mata mulai
bercucuran di mata Kii-san.

"Kau tidak ingat? Saat itu aku lupa dimana ruangan istirahat berada dan
kau memberitahuku, tolong pergi bersamaku. "

Ah, ahhh ~, kurasa aku ingat sedikit sekarang. Jika aku ingat dengan
benar, aku menemukan seorang gadis yang lupa akan tempat ruangan
istirahat berada dan aku ingin memberitahunya untuk mengikutiku, tapi
aku mengubah nuansa pada kalimat itu, dan akhirnya berkata, "Tolong
pergi bersamaku". Di jaman itu, aku menonton drama romantis dan aku
melihat karakter utama mengatakan kalimat seperti, "Tolong pergi
bersamaku", jadi setidaknya aku ingin mencobanya sekali.

Memikirkan kembali itu sekarang, saat aku mengatakan "Tolong pergi


bersamaku". Aku kira, jika Kii-san juga menonton drama romantis yang
sama saat itu, dan menganggap apa yang aku katakan tolong pergi
bersamaku sebagai sepasang kekasih, maka kurasa itu tidak akan aneh ...

Tidak, itu masih sangatlah aneh. Lagi pula, apakah ada orang yang benar-
benar percaya bahwa kau bisa menjadi sepasang kekasih hanya dengan
mengatakan kalimat itu? Bahkan jika itu hanya kelas satu SD, bukankah itu
masih sedikit naif? Tidak hanya itu, dia sudah menjaga hubungan itu
begitu lama.
"Umm, memang benar bahwa aku mengatakan, tolong pergi bersamaku,
tapi aku tidak bermaksud sebagai menjadi sepasang kekasih ... Bagaimana
ya bilangnya ... kau dan aku, mungkin sebenarnya tidak berpacaran ..."

Cara bicara sopan yang aku hentikan akhir-akhir ini muncul kembali.
Mungkin, dia mengira aku telah menariknya sepanjang waktu. Memang
benar bahwa aku memiliki bagian dalam kesalahpahamannya. Tentu saja,
setelah mengetahui bahwa dia berpikir kita ini berpacaran selama sepuluh
tahun, daripada senang, aku merasa takut dengan kesadaran itu.

Namun, saat kulihat Kii-san yang menyeramkan itu sekarang menangis.b


Ekspresinya telah runtuh ke titik yang belum pernah aku lihat
sebelumnya.

Ini buruk. Aku membuat seorang gadis menangis. Apa yang harus
kulakukan saat seperti ini terjadi?

Aku memikirkannya, tapi pada akhirnya jawabannya tidak pernah datang


dipikiranku, jadi yang bisa kulakukan hanyalah tetap diam dan tidak
melakukan apapun.

"Apa ini. Aku terlihat seperti orang idiot ... "

Sambil menyeka air matanya, dia berbicara dengan suara lembut. Melihat
wajahnya seperti itu, perasaan kasihan muncul di dalam diriku. Jelas, dia
merasa sakit hati sekarang.

"Itu benar. Sejujurnya, Kau terlihat seperti orang yang sangat bodoh. Tapi
aku bahkan lebih bodoh. Karena diriku, kehidupan cinta Kii-san menjadi
terganggu. Aku tidak berpikir Kau harus berkencan dengan seseorang
seperti DIRIku, tapi seseorang yang jauh lebih keren ... "

Aku merasa telah melakukan kejahatan yang berat. Meski itu adalah
sebuah kesalahan, akhirnya aku membatasi Kii-san karena dia 'pergi
keluar' bersamaku. Yang paling penting adalah karena itu, dia akhirnya
menolak banyak pengakuan. Jika dia tidak benar-benar 'pergi keluar'
denganku, dia mungkin bisa memiliki pengalaman romantis yang jauh
lebih banyak.
Namun, tidak ada yang bisa dilakukan tentang masa lalu. Nah, hanya ada
satu hal yang bisa aku lakukan.

"Itu sebabnya, kamu tidak perlu memikirkanku lagi, Kii-san. Kau bisa jatuh
cinta lebih bebas. "

Ketika aku mengatakan hal ini kepada Kii-san, yang telah berhenti
menangis, mengerutkan bibirnya. Terlihat seakan-akan dia sedang
cemberut.

"Kalau begitu, tidak apa-apa kalau aku jatuh cinta dengan bebas?"

"Yup, itu benar."

"Aku juga bisa mengaku dengan bebas?"

"Tentu saja."

"Kalau begitu, tolong pergi keluar, bersamaku."

...

"…Kau yakin?"

"Aku yakin."

"Eh, umm, tidak mungkin Kii-san menyukaiku."

"Aku memang menyukaimu, ada yang salah dengan itu?"

"Tidak, maksudku kita tidak terlalu banyak berbicara satu sama lain, dan
aku tidak pernah melakukan sesuatu yang membuatmu menyukaiku ..."

"Saat aku membuat pengakuan kepadamu, jantungku mulai berdetak lebih


kencang. Aku pasti jatuh cinta. "

"..."

Sebagai balasan atas perkataanku, Kii-san menegurnya dengan cepat dan


tajam. Selama waktu itu, wajahnya benar-benar merah.
"Dan, apa yang akan Kau lakukan? Balasanmu? "

Jika aku menunjukkan wajah seperti itu, maka jawabanku sudah


diputuskan.

"Yeah, ayo kita berpacaran."

TN Note: Saya sengaja membuat perkataan “tolong pergi bersamaku


(Sukiate kudasai)” dengan jelas, karena perkataan ini mempunyai dua
makna yang berbeda. Makna yang pertama, mengajak berpacaran sama
seseorang, dan makna yang kedua, cuman ngajak biasa. CMIIW.
Chapter – 10

"Aku sekarang berpacaran dengan Kii-san."

"…Apa…?"

Saat ini sedang istirahat makan siang, dan setelah memberi tahu
sahabatku, Sagami, tentang hubunganku dengan Kii-san, sekarang dia
menunjukkan ekspresi terkejut.

Dia lalu mendesah lelah.

"Hei, jangan bercanda denganku seperti itu. Bahkan jika kau memang
berbohong, paling tidak buatlah menjadi sesuatu yang bisa dipercaya. "

"Ah~ kalau begitu, lihat ini."

Aku menunjukkan dua foto antara aku dan Kii-san pada Sagami yang tidak
mempercayaiku. Ekspresi Sagami berubah menjadi tertegun, seolah-olah
dia mendadak terkena petir. Mata dan mulutnya terbuka begitu lebar,
sehingga aku benar-benar terkesan dengan ungkapan yang bisa dibuat
manusia.

"Ka-Kau, beneran ...?"

"Yeah"

"…Boleh aku membunuhmu?"

"Aku ingin kau tidak membunuhku."

Sagami menatapku dengan perasaan marah. Setelah beberapa saat, aku


menelan ludah dan menundukkan kepalaku.

"Jadi itu kau ~. yang menjadi pacarnya ~. Entah mengapa, itu terasa aneh
~. "

"Apa maksudmu dengan aneh ...?"


"Tidak, maksudku tidak ada yang bisa aku katakan jika pacar Kii-san
adalah seorang mahasiswa yang lebih tua atau semacamnya, tapi kalau itu
kau ..."

Kemarahan Sagami lenyap saat dia mengeluh pada dirinya sendiri.

Mengabaikan apa yang dia katakan, aku terus berbicara.

"Dan juga, jangan beritahu orang lain tentang ini. Aku tidak ingin ada
masalah yang datang. "

"Ah, tentu saja. Terus, kenapa kau memberitahuku? "

"Untuk beberapa alasan, aku tidak suka menyembunyikannya


darimu. Rasanya akan kasar bagimu. "

"Bukan, apa kau bilang aku kasar? Bahkan sekarang, aku masih menyukai
Kii-san. Itu cukup mengejutkan. Aku merasa kau lebih baik
menyembunyikannya saja. "

"Maaf soal itu."

Kewalahan oleh energinya, aku dengan sopan meminta maaf.

Kupikir aku bersikap tulus saat mengatakannya padanya, tapi kurasa aku
tidak memiliki cukup pertimbangan.

"Baiklah, keadaannya memang seperti itu, umm ... mulai sekarang juga,
aku akan mengandalkanmu."

Aku tidak tahu harus berkata apa sekarang, kukatakan padanya bahwa
aku akan mengandalkannya. Lalu aku berdiri dan meninggalkan
kelas. Saat itu, Sagami terbaring di mejanya, merasa depresi. Kurasa itu
akan lebih baik jika aku tidak memberitahunya.

*****

Sekolah kami biasanya memiliki atap terbuka. Meski begitu, atap bukanlah
lokasi yang begitu populer.
Pada awalnya, siswa kelas satu mungkin berkumpul di sana karena
penasaran, tetapi pada akhirnya jumlahnya semakin menurun. Alasannya
ialah, untuk sampai ke atap sangatlah merepotkan. Untuk menuju ke sana,
Kau harus pergi ke gedung lain yang berada di samping bangunan
normal. Karena itu, pada umumnya para siswa banyak yang tetap tinggal
di kelas. Dengan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke atap, itu
tidak sebanding dengan tampilan yang lebih baik.

Dengan demikian, atap gedung menjadi tempat dengan orang-orang yang


sangat sedikit.

Namun, hari ini, aku sedang menuju ke atap. Alasannya sangat sederhana,
karena aku akan makan siang bersama Kii-san. Dia mengatakan bahwa dia
ingin makan di kantin, tapi makan bersama di mana ada begitu banyak
orang akan menimbulkan masalah, jadi akhirnya kami makan di atap.

"Ah, Yoshiki-kun!"

Saat aku baru sampai di atap, aku disambut oleh senyum Kii-san, yang
sedang duduk. Seperti yang kupikirkan, dia sangat cantik sekali.

"Maaf, apa aku membuatmu menunggu?"

"Tak apa-apa, aku tidak menunggu terlalu lama. Daripada itu, ayo cepat
dan makan bersama! "

Kii-san mengeluarkan kotak bento dengan penuh semangat. Untuk


beberapa alasan ada dua kotak bento. Rupanya Kii-san mempunyai nafsu
makan yang besar, pikirku, saat aku mengeluarkan bentoku sendiri. Ibuku
selalu membuat bento untukku.

"Eh ...?"

Melihat kotak bentoku, Kii-san terkejut.

"A-Apa ada yang salah?"

"... Itu, kenapa ada kotak bento ...?"

"... Umm, aku membawanya, ada yang tidak beres?"


"Seperti yang kupikirkan, Kau tidak melihat chat LINE-ku."

Mendengar apa yang Kii-san katakan, aku memeriksa smartphone-


ku. Ketika aku membuka aplikasi LINE, itu sangat mengejutkanku, ada
lebih dari 100 notifikasi. Aku biasanya mematikan suara notifikasiku jadi
aku sama sekali tidak menyadarinya.

Kemudian, memeriksa notifikasi, aku menemukan bahwa semua notifikasi


itu berasal dari Kii-san. Pesan yang pertama mengatakan hal-hal seperti
"Aku sangat senang karena kita benar-benar berpacaran sekarang" atau
"Mulai sekarang, Tolong jaga aku", tapi karena aku tidak menanggapi,
pesan-pesannya mulai semakin negatif seperti, "Apakah Kau membenciku?
"dan seterusnya. Dalam semua pesannya, ada satu pesan yang
mengatakan bahwa dia akan membuatkan bento untukku, seperti yang dia
katakan tadi. (TN: Sh*t, sepertinya Kii-san udah ada tanda tanda Yandere
nih :’v)

Sepertinya, Aku telah melakukan sesuatu yang buruk ...

Seharusnya aku memeriksa pesan-pesan ini. Bahkan saat itu, dia


mengirimnya terlalu banyak. Setelah mengirim sekitar 10 pesan, harusnya
sudah jelas bahwa orang yang menerima itu tidak menyadarinya. Itulah
yang kupikirkan, tapi memang, akulah yang salah, jadi dengan perasaan
laparku, aku membuka mulut untuk berbicara.

"Maaf, aku sama sekali tidak menyadarinya. Namun, tak apa-apa, aku akan
memakan bento Kii-san juga. "

Sejujurnya, aku khawatir kalau aku tidak akan bisa memakan semuanya,
tapi sekarang, aku hanya bisa mencoba yang terbaik. Setelah mengatakan
itu, Kii-san memiliki ekspresi khawatir karena beberapa alasan.

"Kau yakin, kau tidak melihatnya?"

"Yeah itu benar."

"S-Syukurlah ~. Aku mengira kau membenciku dan itu membuatku gugup


~. Aku begitu takut karenanya ~. "

"Benarkah? Aku benar-benar minta maaf."


"Tidak, tak apa-apa. Tapi, mulai sekarang, tolong baca pesanku... "

"Aku mengerti."

Aku tersenyum lembut padanya dan membuka kotak bentoku sendiri. Itu
adalah bento yang penuh dengan nutrisi seperti biasa. Ini tak apa-apa
karena rasanya enak.

Setelah itu, aku juga bisa memakan bento Kii-san. Sebelum makan siang
berakhir, kami berjanji satu sama lain bahwa kami akan makan siang di
atap dan Kii-san akan membuatkan bento untukku mulai dari
sekarang. Lalu kami kembali ke kelas.

Ngomong-ngomong, bento Kii-san benar-benar enak.

*****

Malam itu, saat aku kembali ke rumah, tidak seperti biasanya, ibuku sudah
kembali. Aku meletakkan kotak bento di dapur dan duduk di ruang tamu.

"Bagaimana bento hari ini?"

"Seperti biasa, itu enak."

"Syukur kalau begitu."

Setelah mengatakan itu, ibuku mengambil kotak bento dan mulai mencuci
wadahnya. Ah, benar, aku harus mengatakan kepadanya bahwa aku tidak
perlu bento lagi karena Kii-san akan membuatnya.

"Bu, mulai besok, aku tidak membutuhkan bento lagi."

"Memangnya Kenapa?"

Melihat kearahku, ibuku memiringkan kepalanya. Aku membalasnya


perlahan.

"Aku sudah punya pacar sekarang, jadi dia akan membuatkanku bento
mulai sekarang."
Dia terdiam sesaat, lalu tiba-tiba mulai bertepuk tangan.

"Selamat Yoshiki! Kupikir kau bisa melakukannya! "

Ibuku begitu terharu sampai beberapa air mata mengalir di


pipinya. Melihat tanggapannya sejauh itu membuatku sedikit malu ...
Orang tuaku menangis setelah aku mendapatkan pacar ...

Kemudian, ruang tamu pun terbuka, dan Imouto-ku masuk. Tampaknya


dia baru saja keluar dari bak mandi, karena dia memiliki handuk di
lehernya, dan dia hanya mengenakan celana dalam saja. Kau mungkin
berpikir bahwa bisa melihat adik perempuanku seperti ini adalah
pemandangan yang menakjubkan, tapi karena kita saudara kandung, aku
tidak benar-benar merasakan apapun. Adik perempuanku menatap ibuku
dengan aneh.

"Ribut sekali sih, apa ada sesuatu yang terjadi?"

"Yui, dengarkan ini. Kakakmu baru saja punya pacar! "

Ibuku sangat gembira.

Aku yakin adik perempuanku akan sama senangnya, pikirku.

"... Hhmmm Begitu, itu bagus."

Setelah mengatakan hal itu, dia cepat-cepat kembali ke


kamarnya. Biasanya dia penuh energi, Kira-kira apa yang salah dengannya
hari ini.

"Apa dia sedang tidak enak badan?"

"Entah, dia akan menghadapi ujian, jadi mungkin dia sangat khawatir akan
hal itu. Daripada itu, Menu makan malam ini harus sekihan, kau
tau? Sekihan! " (TN: tau sekihan kan? Itu loh beras merah, biasanya di pake
cuman buat kalau ada kejadian special aja missal kayak pernikahan dan
sejenisnya)

Aku khawatir tentang adik perempuanku, tapi melihat ibuku,


kekhawatiran itu lenyap. Selama beberapa hari berikutnya, adik
perempuanku berhenti berbicara denganku, meskipun biasanya kami
sering berbicara satu sama lain. Namun, itu adalah cerita untuk dilain
waktu.
Chapter – 11

"Terima kasih atas kerja kerasnya."

Hari Sabtu sebelum makan siang, aku pergi menuju Mon Pet Kuwa. Hari
ini, aku memiliki banyak jam untuk bekerja, giliranku dimulai pada jam 12
siang dan berakhir sampai toko tutup pada jam 09 malam.

"Ah, Yoshiki-kun terima kasih atas kerja kerasnya juga. Hari ini kau
memiliki shift yang panjang tapi tetap lakukan yang terbaik. "

Tidak seperti biasanya, Si owner berada di kantor belakang. Hari ini juga,
dia memiliki jenggot dagunya yang khas. Dia sibuk menggunakan
laptopnya untuk sesuatu yang tidak aku pahami.

"Owner, Apakah bagian depan baik-baik saja tanpa anda?"

"Ah, tidak ada banyak pelanggan sekarang jadi pasti akan baik-baik saja."

Jika seorang pelanggan datang sekarang juga, apa yang akan dia lakukan
nanti? Kemungkinan sekarang tidak ada yang menjaga bagian depan,
bukan? Meskipun aku memikirkan hal seperti itu, Si owner memiliki
beberapa bagian yang salah di dalam kepalanya jadi tidak ada gunanya
untuk menceritakan hal ini padanya.

Aku sekali lagi melirik sekilas pada Si owner saat aku mengubah
seragamku dan pergi ke bagian depan. Seperti yang Si owner katakan,
seperti biasa, Tidak ada satu kursi pun yang terisi.

Biasanya paling tidak sudah ada beberapa kursi yang terisi. Aku
penasaran apakah sedang ada event yang terjadi di dekat sini.
Sembari memikirkan hal-hal tersebut, aku mengatur meja. Namun, karena
tidak ada pelanggan yang akan datang segera, aku akan bebas untuk
sementara waktu.

Aku sudah memikirkan hal ini sepanjang waktu, namun apakah tempat ini
benar-benar dikelola dengan baik? Tentu saja, melakukan pekerjaan part-
time dengan mudah adalah hal yang bagus, tetapi aku tidak bisa tidak
khawatir. Kemudian, Si owner, yang telah menyelesaikan pekerjaannya di
bagian belakang, keluar dengan wajah ceria.

"Akhirnya, selesai juga~. Melakukan pekerjaan di laptop ternyata cukup


sulit juga."

"Ah, terima kasih atas kerja kerasnya. Aku sudah lama ingin
menanyakannya, tapi apa yang sedang anda lakukan di laptop tadi? "

"Berbagai macam……..... seperti penjualan, dan sejenisnya."

Saat dia menjawab, dia tampak sangat lelah sehingga aku tidak bisa
bertanya lebih jauh.

Kukira Penjualan disini cukup rendah ... Mencoba mengubah topik


pembicaraan, aku berbicara kepadanya dengan nada yang lebih
bersemangat.

"Omong-omong, apa shift kali ini hanya ada aku sendiri?"

"Tidak, Echizen-chan akan datang jam 3 nanti."

Benarkah? Aku dengan Echizen lagi. Aku tidak membencinya, namun


karena aku dan dia saling tidak membuka percakapan, rasanya waktu
berjalan sangat lama. Sejujurnya, bukan seperti disini ada banyak
pelanggan, kurasa satu pekerja part-time lebih dari cukup.

"Pastikan kau mengakrabkan diri dengannya selama istirahat!"

Dengan berkata begitu, pria tua ini, yang berusia lebih dari 30 tahun dan
berjanggut putih, mengedipkan matanya padaku. Terkadang, Si owner
bertingkah aneh seperti ini. Entah kenapa, dia terus berusaha
menjebakku dengan Echizen. Karena itu, suasananya menjadi sedikit
canggung. Sejujurnya, ini sedikit menyebalkan, tapi aku tidak bisa
mengatakannya kepada orang yang mempekerjakanku. Bahkan jika itu
pada saat yang sama dengan Echizen, jika Si owner menyuruhku untuk
beristirahat pada saat itu, aku harus patuh beristirahat.

Ah ~ tiba-tiba aku merasakan beban yang berat.


Pada saat itu kami memang beristirahat bersama, tapi saat itu suasananya
sangat berat. Saat keadaannya seperti itu, rasanya seperti bukan
istirahat, Itu tidak membiarkan hatiku beristirahat sama sekali. Waktu
pun berjalan saat aku memikirkan hal ini di dalam pikiranku.

"Terima kasih atas kerja kerasnya."

Ini sudah mencapai jam 3 sore dan Echizen pun masuk. Dia terlihat dalam
mood yang buruk. Begitu ya, dia sangat membencinya ketika dia
bersamaku.

"Kerja bagus."

Setelah menjawab sapaan Echizen, aku bergerak ke area tempat duduk


pelanggan dan mulai mengatur meja. Hampir tidak ada yang bisa
dilakukan, namun Echizen masih berusaha mengatur semuanya dengan
benar.

Aku sudah berusaha meluangkan waktu. Hanya sedikit yang harus


dilakukan, namun orang yang melakukannya terlalu banyak. Aku
penasaran apakah aku harus menerima gaji dari pekerjaan semacam ini.

Echizen tengah berada di bagian belakang, mengatur persediaan makanan.


Sejujurnya, hal tersebut tidak perlu dilakukan juga. Dia mungkin hanya
mencoba melewatkan waktu dengan caranya sendiri.

Setelah sekitar 30 menit mengatur semuanya, tidak ada hal yang bisa
kukerjakan lagi. Echizen juga berakhir sama sepertiku, dia tidak
mempunyai sesuatu untuk dikerjakan lagi, jadi kami berdua berdiri di
posisi biasa kami. Dan seperti biasa, kami berdiri sekitar 5 meter terpisah
satu sama lain.

Jadi, keheningan yang canggung dimulai kembali.

Ah, waktu, tolong bergerak lebih cepat lagi!.

*****
"Kalian berdua bisa beristirahat sekarang."

Pada akhirnya, masih belum ada pelanggan yang datang dan saat jam 6
sore, Echizen dan aku disuruh untuk beristirahat. Echizen mencoba
berbicara dengan Si owner dan berkata, "Tidak perlu bagi kami berdua
untuk.....", tapi dia tidak mendengarnya dan memaksa kami untuk
beristirahat.

"..."

"..."

Sekarang, kami terjebak di dalam suasana yang lebih canggung


lagi. Mengapa Si owner selalu membawa situasi seperti ini?

Kami saling berhadapan satu sama lain, dengan suasana yang tegang.
Kenapa selalu berakhir seperti ini? Sembari memikirkan solusi untuk
mencairkan suasana yang tegang ini, tiba-tiba aku mendengar suara musik
yang tidak asing lagi.

Itu adalah latar musik dari game Human Beast War, game yang sering aku
mainkan. Suara itu berasal dari smartphone Echizen. Echizen memiliki
sifat yang selalu lurus sampai-sampai dia memiki gambaran orang yang
suka membaca buku, bukan bermain game. Setidaknya itulah kesan yang
kudapat darinya.

Namun, Echizen yang seperti itu sekarang sedang memainkan game


smartphone, dan kebetulan game itu adalah game yang aku mainkan
juga. Aku berpaling ke Echizen dengan wajah terkejut, Echizen juga
menatapku, wajahnya nampak sedikit tersipu.

Dia segera mengatur ponselnya ke dalam silent mode dan suara latar
musiknya menghilang, tapi aku benar-benar mendengarnya sesaat. Aku
tidak bisa mengatakan apapun tentang hal itu. Aku berhenti
memikirkannya dan mulai berbicara.

"Game itu, Echizen juga memainkannya? Aku memainkannya juga. "

Saat ditanya, wajah Echizen tampak terkejut, lalu membalas dengan nada
yang sedikit memprotes.
"... Memang."

"Seperti yang kuduga! Itu game yang sangat menarik, bukan! "

Setelah mendengar bahwa dia juga memainkan Human Beast Wars, aku
merasa sangat senang sampai aku melimpahinya perasaan senangku.
Biasanya, Echizen pasti sudah menjauh dariku sekarang, tapi hari ini, dia
sedikit lebih lembut pada diriku.

"…Menarik."

Seperti biasa, responnya tidak terlalu ramah, tapi aku merasa suaranya
agak lebih lembut daripada yang biasanya.

"Echizen, berapa levelmu sekarang? Omong-omong aku sekarang sekitar


level 50. "

"Saat ini Level 35. Lagipula, Aku bukan tipe orang yang sering membunuh
monster."

Ada berbagai macam cara dalam bermain Human Beast War, namun
umumnya terbagi menjadi dua tipe. Tipe yang pertama adalah tipe di
mana kau menangani kerusakan dan membunuh binatang, sedangkan tipe
yang kedua lebih merupakan tipe pendukung, yang mana tidak menyerang
secara langsung namun memberikan item pendukung dan
menyembuhkan selama pertempuran.

Jadi, karena membunuh monster kebanyakan dilakukan oleh damage


dealer, tipe pemain seperti ini biasanya mendapat lebih banyak poin
pengalaman.

Aku juga adalah salah satu dari tipe pemain damage dealer itu.

Karena dia menghindari membunuh secara langsung, Echizen pasti


merupakan tipe pendukung.

"Begitu. Apa kau sedang berparty? "

"Ya."
"Eh, benarkah? Aku juga sama. Berparty dengan orang lain itu sangat
menyenangkan! "

"Ya, saat berparty, kita bisa mengalahkan musuh yang lebih kuat."

"Yeah, yeah, aku mengerti itu! Setiap orang saling membantu satu sama
lain. "

"Itu benar. Itu juga bagian yang bagus. "

Percakapan kami terus berlanjut seperti itu.

Rasanya kita bisa berbicara dengan baik. Ini adalah pertama kalinya kami
bisa berbicara seperti rekan kerja part-time bersama.

"Itu benar, ayo kita berteman. Pada saat kita bebas, seperti sekarang, kita
bisa mencari quest bersama-sama? "

"Aku sendiri baik-baik saja."

"...Be-Begitu ya. Maafkan aku."

Sepertinya aku terlalu berlebihan.

Aku langsung ditolak.

Mengapa dia menjawabnya dengan kasar?

Sebelumnya, dia tampak sangat senang membicarakan hal itu. Namun


entah mengapa, suasananya mendadak berubah menjadi aneh lagi.

Aku masih ingin berbicara dengan Echizen lagi, tapi dia sangat
berkonsentrasi di layar smartphone-nya, jadi tidak mungkin bagiku untuk
bisa berbicara dengannya lebih jauh lagi. Yah, mau gimana lagi, kurasa aku
akan membuka Human Beast War dan memainkannya juga.

Saat aku baru saja memasuki game, aku melihat bahwa Ryouma, yang
berasal dari party yang sama, sedang online juga. Sepertinya kita masuk
pada waktu yang hampir bersamaan. Kebetulan sekali, jadi ayo kita
lakukan quest bersama-sama.
Setelah itu, aku melakukan quest bersama Ryouma-san sampai waktu
istirahatku berakhir. Selama waktu itu, Aku tidak bisa berbicara dengan
Echizen, tapi karena kami berdua bermain game yang sama, waktu berlalu
dengan lebih mudah dari biasanya.

Dengan memainkan game yang sama sampai game tersebut berakhir


selama waktu istirahat, aku merasakan jarak antara Echizen dan aku
sedikit mengecil.
Chapter – 12

"Aku pulang ~"

"Ah, selamat datang di rumah."

Setelah sekolah usai, aku pun kembali ke rumah, setelah memasuki


ruangan tamu, aku menemukan adik perempuanku yang sedang
melamun. Dia terus menatap layar smartphone-nya. Saat dia menjawab
sapaanku, ia tidak pernah mengalihkan tatapannya dari layar. Oleh
karena itu, hal tersebut membuatku tertarik dengan apa yang sedang
dia lakukan.

"Ada sesuatu yang terjadi?"

"Sepertinya Ibu bekerja lembur hari ini, jadi dia pulang agak malam."

"Benarkah? Lalu bagaimAna dengan makan malam nanti. Apa Ayah ada
di rumah? "

"Dia ada di sini, tapi dia terlihat sangat sibuk."

Ayah kami adalah seorang mangaka, dan dia saat ini memiliki seri
manga mingguan yang dia gambar. Dia biasanya melakukan
pekerjaannya di sebuah apartemen sewaan, tapi dia merasa lebih
mudah berkonsentrasi di rumah, jadi ketika dia memiliki banyak
pekerjaan, dia berakhir menggambar di kamarnya.

Kemungkinan besar, hari ini adalah salah satu dari tipe hari itu. Ibuku
pernah bilang bahwa sebaiknya tidak mengganggunya selama masa
seperti ini. Namun, apa yang akan kita lakukan dengan makan
malam? Jika Ibu tidak berada di rumah, maka kita bisa membelinya dari
toko, pergi ke restoran keluarga, atau ...

"Tunggu, kenapa kau memakai celemek?"


Ya, untuk beberapa alasan, adik perempuanku sedang memakai
celemek. Seolah-olah dia ingin memulai memasak.

Namun, kemampuan memasak adikku sangatlah buruk. Dia pernah


sekali memasak hidangan yang rasanya sangat menjijikkan. Yah, aku
memang sangat bersyukur bahwa dia sudah bersedia memasak, tapi
aku lebih menyukai bahwa apa yang dimasaknya itu berada di tingkat
dimana manusia masih bisa memakanannya.

Aku tetap menjaga pemikiranku untuk diriku sendiri saat adikku mulai
berbicara.

"Memangnya kenapa? Yah, aku baru saja akan memasak. "

"Tidak, jangan lakukan itu."

"Hah? Mengapa?"

"Kau harusnya sadar akan kemampuanmu sendiri,kan. Apa kau tidak


ingat saat ayah terpaksa cuti karena memakan masakanmu itu? "

Selama waktu itu, ayahku terpaksa cuti sakit selama 3 hari penuh, dan
manga yang sedang dia kerjakan terpaksa libur untuk pertama
kalinya. Kupikir adikku akan benar-benar merenungkan itu, namun
sepertinya dia tidak pernah kapok untuk memasak lagi.

Setelah melihat bahwa aku sangat menentang tindakannya, adikku


berbicara dengan suara samar.

"Baik…"

"Kau tidak tahu bagaimana cara memasak, jadi untuk hari ini, ayo kita
pergi dan beli sesuatu dari toko."

"…Tidak. Aku ingin membuatnya. "

"Sudah aku bilang ..."

Aku hanya bisa menggelengkan kepala atas perilaku adikku yang begitu
ngotot. Sejak kapan dia menjadi begitu keras kepala? Saat dia kecil, dia
selalu mendengarkanku. Pandangan matanya begitu gigih. Karena aku
tidak mengetahui cara lain untuk mengubah keputusannya, aku
menyerah pada kebodohannya.

"…Baiklah. Lalu, aku akan menjadi subjek tes-mu. "

"Subjek tes? Harusnya ada cara lain untuk mengatakan itu...? "

Sembari terheran dengan apa yang telah aku katakan, adikku mulai
mengeluarkan bahan dari lemari es dan mulai memasak. Jika aku
melihat masakan misteriusnya, aku mungkin akan kehilangan nafsu
makanku, jadi aku pindah ke ruang tamu, berbaring di atas sofa, dan
menyalakan TV. Baru-baru ini, karena smartphone-ku, aku jarang
menonton televisi, namun tetap saja menonton TV masih belum
kehilangan daya tariknya.

Orang-orang di internet bilang bahwa layanan streaming seperti


Youtube jauh lebih menarik, tapi aku mempunyai pertanyaan tentang
itu. Memang, menonton Youtube jauh lebih menarik, tapi bisa
menonton variety show di TV juga memiliki daya tariknya tersendiri.

Puluhan orang berkumpul, banyak biaya yang terlibat, dan banyak


selebriti dari berbagai tempat yang jauh berkumpul hanya untuk satu
acara. Tentu saja acara seperti itu akan jauh lebih menarik.

Dari lelucon, sampai tsukkomi, dan semua pengeditan yang masuk ke


dalamnya, semua bagian menarik dari acara tersebut dikumpulkan ke
dalam satu acara TV.

Meskipun aku berbicara tentang semua poin bagus dari TV, sejujurnya,
aku juga banyak menonton Youtube. Lagi pula hal ini lebih nyaman dan
mudah. Aku bisa menontonnya kapan pun yang aku mau.

Setelah terlalu banyak melamun, aku mendengar suara adikku yang


memanggil dari dapur.

"Ini sudah selesai."

"Oh? Cepat sekali. Bahkan 10 menit pun belum sampai. "


"Yah, kali ini aku hanya membuat tamagoyaki." (TN: telur dadar)

"..."

Seriusan. Dia ini…

Memasak tamagoyaki untuk makan malam tidak terlalu


bermasalah. Sungguh, tidak apa-apa, tapi bukankah itu terlalu
ringan? Kurasa itu lebih baik apabila ditambah dengan sesuatu yang
lebih terasa seperti makanan, misalnya daging atau sejenisnya. Nah, ini
mungkin waktu pagi hari di suatu tempat di Inggris sekarang, jadi ayo
kita pikirkan yang seperti itu saja.

"S-Silahkan dimakan ..."

Saat aku mencoba menafsirkan proses pemikiran misteriusnya, adik


perempuanku, yang merasa sedikit cemas dengan pipinya yang
memerah, perlahan meletakkan piring di hadapanku. Dia bahkan
menyiapkan sumpit untukku.

Melihat apa yang dibuatnya, itu nampak terlihat seperti tamagoyaki


yang normal. Walaupun ini tidak sebanding dengan apa yang dijual di
toko, tapi setidaknya masih ada bentuknya dan juga tidak terlihat ada
gosong di manapun.

Makanan yang dibuat adik perempuanku, tidak gosong saja sudah


menjadi pujian tertinggi untuk itu. Aku mengambil sumpit dan
perlahan-lahan memasukkan tamagoyaki ke dalam mulutku. Pada saat
itu, akal sehatku terbang keluar jendela.

Itu karena tamagoyaki yang dibuat adikku terasa enak. Tidak,


kemungkinan besar, rasanya bukan yang enak semacam itu. Ini hanya
pada tingkat di mana, jika orang normal membuatnya, seseorang akan
mengatakan "Ini tidak terlalu buruk".

Namun, ketika aku berpikir bahwa adik perempuanku yang


membuatnya, itu pada tingkat di mana kau mungkin akan berpikir
bahwa bencana besar akan segera terjadi. Entah mengapa, air mata
mulai mengalir dari di pipiku.
"Ini enak…"

Tanpa sadar, aku mengucapkan kata-kata itu.

"Benarkah!? Apa rasanya benar-benar enak!?"

Mendengar itu, adikku membuat ekspresi yang menunjukkan bahwa


dia sangat senang sekali dari lubuk hatinya saat dia
mendekatiku. Sudah lama sekali sejak aku melihat adikku seperti ini.

"Yeah, ini enak. Akhirnya, kau sudah bisa memasak sekarang. "

Aku juga senang dan berakhir memberinya elusan di kepala.

"Y-yeah ... terima kasih ..."

Setelah mengatakan itu, adikku bergerak sedikit menjauh


dariku. Wajahnya juga sedikit memerah. Apa ada yang salah? Dia begitu
bersemangat tadi. Dengan tetap posisi seperti itu, adikku mulai
berbicara lagi.

"U-umm, mana yang lebih baik? Tamagoyaki yang buatanku, atau yang
dibuat pacarmu? "

Ini sangat mengejutkan.

Aku tak berpikir bahwa adikku akan menanyakan hal seperti ini pada
diriku. Mengapa dia menanyakan hal ini padaku?

"Tentu saja, buatanmu yang lebih baik. Nah, jika membicarakan bento
secara keseluruhan, maka pacarku yang lebih baik. "

Aku merasa sedikit malu saat aku mencoba mengalihkan pandangan


adikku. Lagi pula, membual tentang pacarku sendiri kepada keluargaku
terasa sedikit memalukan. Namun, adik perempuanku tidak peduli akan
hal itu, dan terus melanjutkan pembicaraan.

"Aku melakukannya, yay! Untung saja aku berlatih sepanjang waktu ... "
Tampaknya dia sangat senang karena dia menggerakkan tangannya
keatas dan kebawah dengan sangat cepat. Yah, kurasa tidak apa-apa
untuk saat ini.

Setelah itu, karena dia merasa sangat senang setelah mendengar rasa
masakannya terasa enak, adikku membuat lebih banyak tamagoyaki
lagi. Dia membuat sampai melebihi apa yang bisa dia makan
sendiri. Maksudku, kau tidak perlu membuat sebanyak itu ...

Dan Juga, aku juga merasa cukup bosan dengan rasanya.....


Chapter – 13

Seperti biasa, Hari ini juga, aku bersepeda menuju stasiun terdekat.

Sekarang sudah memasuki bulan Juli, dan cuaca sekarang sangat panas
sekali. Ditambah pula, musim panas tahun ini nampaknya yang
terpanas. Hanya bersepeda ke stasiun sudah membuatku berkeringat
begitu banyak, sampai-sampai aku terlihat seperti baru saja mandi.

Aku menyeka keringatku lebih hati-hati dari biasanya, dan masuk ke


stasiun.

Semua orang juga tampak merasa panas saat mereka mendongak dan
menyeka keringat mereka dengan saputangan.

Yah, aku hanya berkeringat sedikit lebih banyak daripada orang


lain. Begitulah perasaanku saat aku menunggu kereta di stasiun yang
terlalu panas.

"Ah, bukankah itu Setsu? Lama tak jumpa~ "

Aku mendengar seorang gadis SMA memanggilku. Ini bukannya seolah-


olah aku tidak mengenalnya; Dia adalah salah satu teman baikku semasa
SMP dulu.

Ueno Tomoko.

Dia memiliki rambut coklat panjang dan fitur wajah yang cantik. Aku
memasuki sekolah TK, SD, dan SMP yang sama dengan Ueno. Kami bahkan
berada di kelas yang sama. Ada juga beberapa kali di mana kami pulang
bersama dari tempat les.

Ngomong-ngomong, saat SMP dulu, sebenarnya ada gosip yang


mengatakan bahwa aku dan Ueno berpacaran. Aku ingat betul bahwa kita
berdua mulai bertingkah aneh karena gosip tersebut. Karena sebenarnya
kami berdua tidak berpacaran.

Saat kami memasuki masa SMA, kami perlahan berhenti berhubungan


satu sama lain dan aku tidak pernah mendengar kabar darinya
lagi. Sekolah SMA Ueno bertempat di mana kau bisa mencapainya bus dan
bukannya dengan kereta api, jadi aku penasaran mengapa aku bisa
menemuinya di sini, di stasiun pada hari biasa seperti ini.

"Oh, lama tak jumpa. Bagaimana dengan sekolahmu?"

"Sekarang sedang milad sekolah jadi aku sedang libur."

"Enaknya. Sekolahku tidak ada yang seperti itu. "

"Begitu ya, begitu ya, berjuang keraslah di sekolah!"

Ueno mengatakan itu dengan tersenyum sambil memukul punggungku.


Sepertinya bagian dirinya yang ini tidak pernah berubah sejak SMP.

"Ya, ya, aku akan berjuang. Lalu, apa yang sedang kau lakukan sepagi ini? "

Setelah aku menanyakan itu, mata Ueno mulai bersinar, seolah-olah dia
sudah menunggu pertanyaan ini.

"Hari ini, aku akan berkencan dengan pacarku!"

"Ah, begitu ya. Berjuanglah dengan itu juga. "

"Ini bukan berjuang, tapi bersenang-senang! Dasar bodoh!"

Setelah berkata begitu, Ueno memukul bahuku seolah-olah sedang


berusaha menyembunyikan rasa malunya. Dengan mulutnya yang
tersenyum seperti itu, dia sebenarnya tidak menyembunyikan
kebahagiaannya dengan sangat baik. Seberapa banyak dia menantikan
waktu ini? Aku tidak pernah melihat Ueno semacam ini saat SMP dulu.

"Bagaimana denganmu, Setsu? Apa kau sudah memiliki pacar?"

"Yeah, aku juga punya."

"Oh! Selamat, baik untukmu! kau tidak pernah mempunyai pacar sama
sekali saat SMP. "

"Diamlah, kau juga sama, Ueno."


"Kurasa begitu. Namun, itu juga karena kesalahanmu. "

"Jangan bilang begitu, itu juga sama bagiku. Semua orang selalu bertanya,
Sudah berapa lama kau berpacaran dengan Ueno? "

"Ah, kau juga? Aku juga ditanyai semacam itu. Tapi ... itu juga membuatku
sedikit senang. "

"Mengapa begitu? bukannya kau merasa diejek? "

"Kau sama sekali tidak mengerti, bukan?"

Gumam Ueno sambil tertawa. Kemudian, bersamaan dengan waktu itu,


kereta memasuki stasiun.

"Itu karena, aku menyukaimu Setsu."

Itu jauh lebih lembut dibandingkan dengan suara kereta, tapi telingaku
masih mampu mendengarnya dengan jelas. Meski kereta sudah datang,
aku sangat terkejut sampai aku tidak bisa bergerak. Dengan kelagapan
melihat Ueno, aku bisa melihat wajahnya agak tersipu. Seolah-olah dia
mencoba mengalihkan pandanganku, dia mengatakan.

"L-Lihat! Keretanya sudah datang! "

"Y-yeah ..."

Aku keheranan bagaimana aku menanggapi hal ini? Tidak, aku tidak perlu
memikirkan hal ini. Ueno sudah punya pacar, dan aku pun juga
sama. Bukan berarti dia mencoba menembakku atau hal yang lainnya.

Mungkin ini kurang tepat, tapi karena aku sedang berada dalam mood
bercanda, aku akan menanggapinya dengan usil. Tepat sebelum dia
menaiki kereta, aku berlari seolah-olah sedang mengejar Ueno dan
mengatakannya.

"Sebenarnya, aku juga menyukaimu saat itu, Ueno."

Dengan mengatakan itu, wajahnya sekali lagi tersipu.

"B-Begitu ya! Jika itu benar, kau seharusnya menembakku saat itu. "
"Bukan, maksudku, jika aku mengaku padamu saat itu, kau mungkin tidak
memiliki pacar yang kau miliki sekarang."

"Yah, itu ada benarnya juga."

Dan begitulah, kami memasuki kereta dan aku mulai tersadar. Berbicara
kepada Ueno seperti itu ... adalah sebuah kesalahan.

"Yoshiki-kun, selamat pagi."

Pacarku, Kii-san, yang biasanya duduk di kursi dan menungguku, berdiri


tepat di belakangku.

Nampaknya, ini buruk.

"S-Selamat pagi ..."

Saat aku mencoba membalas, melihat wajah Kii-san yang seperti itu
langsung membungkamku. Wajahnya sama sekali tidak tersenyum. Itu
penuh dengan kemarahan, kebencian dan emosi negatif lainnya.

Ini lebih dari sekedar buruk, semuanya sudah berakhir sekarang.

"Yoshiki-kun, secepatnya ayo kita duduk di kursi?"

"M-Mengerti. Ueno, selamat tinggal. "

Merasa kalah karena tekanan Kii-san, aku berjalan sambil


menunduk. Ueno mungkin bisa menduga apa yang sedang terjadi, saat dia
menggenggam kedua tangannya seakan sedang berdoa di
pemakamanku. Gadis ini, dia mungkin mengira itu hanya masalah orang
lain.

Setelah memberi Ueno tatapan kebencian, aku duduk di samping Kii-san.


Ini hanya rutinitas seperti biasa, aku duduk di dekat jendela, dan Kii-san
duduk di kursi dekat lorong. Lalu, Kii-san bersandar padaku seperti
biasanya. Namun, aku tidak bisa merasakan aura kebahagiaan di
sampingku. Sebagai gantinya, diganti dengan aura kebencian.

Jadi, apa yang harus aku lakukan sekarang?


Chapter – 14

"Jadi? Siapa gadis itu?"

Tak lama setelah kereta meninggalkan stasiun, Kii-san mengembungkan


pipinya dan bertanya padaku.

"Dia hanya temanku saat SMP dulu."

"Hmph!"

"... Umm, apa kau marah?"

"Tentu saja."

"…Maaf."

Saat aku mengatakan itu, Kii-san, yang sedang berada dalam suasana hati
yang sangat buruk, memelototi diriku.

"Bahkan setelah semua yang sudah kau lakukan, yang kau lakukan
hanyalah meminta maaf?"

"..."

Ummm, apa yang harus aku lakukan? Kali ini, memang kesalahanku, tapi
aku tak tahu apa yang harus kuperbuat selain meminta maaf.

Mungkin, dia menginginkan uang? Tidak, aku tidak berpikir Kii-san adalah
orang semacam itu...

Karena aku tidak mengerti apa yang membuat Kii-san menjadi sangat
marah, sampai dia mulai mengomeliku, mengatakan beberapa hal satu
demi satu tanpa henti.

"Aku selalu memikirkanmu, Yoshiki-kun. Kapan pun aku naik kereta, aku
berharap bahwa kereta akan tiba lebih cepat di stasiun tempatmu
berada. Namun, kau terlihat akrab dengan gadis lain ... Dan kau bahkan
bilang, aku menyukaimu, padanya? Apa maksudnya ini? Apa yang sedang
kau pikirkan, Yoshiki-kun? "

Karena tertekan oleh kemarahannya, aku mulai terdiam lagi. Yah, bukan
tidak beralasan baginya untuk semarah ini ... maksudku, jika Kii-san
melakukan hal yang sama padaku, aku mungkin akan marah juga. Tidak,
yah, mungkin tidak terlalu marah seperti dirinya.

"Baiklah, bagiku, itu hanya aku yang berbicara dengan seorang teman
seperti biasanya ..."

"Lalu bagaimana dengan bagian aku menyukaimu?

"Itu ... hanya aliran pembicaraan ..."

"Apa pembicaraan yang normal memang seperti itu? Kurasa tidak."

"…Maafkan aku."

"Seperti yang kubilang, meminta maaf saja tidak cukup."

"Lalu, apa yang harus kulakukan ...?"

Ketika aku bertanya kepadanya, suasana hati Kii-san berubah sedikit


memburuk.

"Katakan padaku, aku menyukaimu."

"..."

Ahhhh ... di sini? Di dalam kereta?

Karena percakapan sebelumnya, kami sudah cukup menonjol. Mengatakan


padanya, "Aku menyukaimu", akan sangat memalukan Namun, aku tidak
bisa tidak memberitahunya. Aku harus mengatakannya.

"Aku, menyukaimu."

Aku menatap langsung mata Kii-san. Itulah perasaanku yang sebenarnya.


Memang benar bahwa aku disuruh untuk mengatakannya, dan aku hanya
sedikit mengikuti aliran saat menyetujui untuk berpacaran
dengannya. Namun, ketika ditembak oleh gadis imut seperti dia, tidak ada
pria yang takkan menyukainya juga. Ini mungkin terlihat sangat
sederhana, tapi mau bagaimana lagi.

Lagi pula, aku tidak jatuh cinta padanya hanya karena itu saja. Dia
memiliki kepribadian yang sedikit berat, tapi ketika aku menghabiskan
waktu bersamanya, akhirnya aku menikmatinya setiap saat. Aku juga
sangat menyukai bagian dirinya itu.

Aku mencoba memasukkan semua pemikiran itu ke dalam kata-


kataku. Namun, reaksi Kii-san tak terduga.

"Lalu, gadis yang kau tembak sebelumnya dan aku, siapa yang lebih kau
sukai?"

Dia menanyakan hal ini padaku.

Sejujurnya, perasaanku lebih kuat saat aku menyukai Ueno. Aku tidak
menyadarinya saat itu, tapi mengingatnya kembali sekarang, perasaanku
cukup kuat. Jadi apa boleh buat. Aku sudah menghabiskan lebih dari 10
tahun bersama Ueno, sementara itu, aku hanya menghabiskan waktu
beberapa bulan saja dengan Kii-san.

Tapi, jika aku mengatakan itu, kemungkinan besar dia akan berada dalam
suasana hati yang buruk lagi ... Mencoba untuk tidak menunjukkannya di
wajahku, dengan hati-hati aku mengeluarkan suaraku.

"Tentu saja, aku lebih menyukai Kii-san."

"Ah, kau pasti sangat menyukai gadis itu sebelumnya. Ini terlihat
diwajahmu sendiri. "

"..."

Eh? Aku menunjukkannya di wajahku?

"Ah, begitu ya~. kau lebih menyukai dia~ "


Kii-san yang baru saja menunjukkan ekspresi lega sebelumnya, mulai
menunjukkan ekspresi marahnya lagi.

"Lagi pula, kau masih memanggilku dengan nama margaku ..."

"Uuu, maksudku, aku masih belum terbiasa."

"Kau sudah pernah mengatakannya bukan? Panggil aku dengan nama


pertamaku ... kau ini pacarku, kan? "

"... A-Aku mengerti."

"Kalau begitu, coba katakan itu."

"Umm, sekarang?"

"Sekarang."

"... Umm, Mamiko."

"Ya itu bagus. Panggil aku seperti itu mulai dari sekarang. "

Ini buruk, ini sangat memalukan.

Kii-s, tidak, maksudku Mamiko, saat kau berbicara dengan suara yang
keras seperti itu, orang-orang akan memperhatikan kita.

Yah, Kii-s-Mamiko sendiri nampaknya sedang dalam mood yang lebih baik
sekarang.

"Selanjutnya ~ SMA Touyama~"

Jadi, dengan ini semua masalah sudah beres, kami akan tiba di stasiun.
Mamiko, yang duduk di kursi dekat lorong, pertama pergi, saat murid-
murid lain dari SMA Touyama juga mulai pada turun.

Semua siswa mengenakan earphone, tenggelam dalam dunia mereka


sendiri. Mereka mungkin tidak memperhatikan kita, gadis tercantik di
sekolah dan aku, berbicara bersama. Dibantu oleh fakta ini, rasanya rumor
tentang kita tidak akan menyebar di sekolah. Bersama-sama, kami
berjalan di belakang para siswa ini dan menuju ke sekolah. Kami masih
belum bisa saling memegang tangan.

Aku tidak menganggap diriku sebagai orang yang naif, tapi ketika kita
membicarakan gadis tercantik di sekolah, kurasa itu tak apa-apa. Selama
kita secara bertahap menutup jarak antara kita, dan belajar lebih banyak
tentang satu sama lain, kita akan baik-baik saja.

Dengan begitu, aku mungkin bisa lebih menyukainya daripada Ueno. Ya,
itulah yang aku pikirkan.

"... !!"

Dan itu terjadi secara mendadak.

Itu hanya sekilas. Jujur saja, pada awalnya aku tidak


memahaminya. Namun, ini adalah pertama kalinya aku merasakan sensasi
itu di bibirku. Aku merasa bingung, terkejut, dan berbagai emosi lain yang
tercampur di dalam kepalaku saat pikiranku mulai menjadi kosong.

Wajahku mungkin sangat merah. Gadis di hadapanku juga sama. Mencoba


untuk menyembunyikannya, dia berjalan sedikit di depanku. Kemudian,
dengan punggungnya menghadapku, dia mengulurkan tangan kanannya
ke arahku.

"..."

Meskipun aku dalam keadaan panik, aku bukan orang yang terlalu bodoh
mengapa dia mengulurkan tangannya. Aku menghapus beberapa keringat
dari tangan kiriku dan berpegangan pada tangannya. Tangan seorang
gadis ternyata lebih kecil dan lembut dari yang aku duga. Seolah-olah
hanya dengan sedikit tenaga ke dalam genggamanku akan mampu
menghancurkannya.

Sambil berpegangan pada tangan yang rapuh itu, aku berjalan ke sekolah
di jalan yang rasanya sedikit berbeda dari biasanya.
Chapter - 15

Sekarang adalah hari Minggu.

Hari ini aku tidak bekerja part-time, jadi sekarang adalah waktu luangku
setelah sekian lama. Aku berpikir untuk mengajak teman-temanku untuk
pergi ke karaoke.

"Hei ~ Yoshiki ~."

Pintu kamarku mendadak terbuka dan ayahku, yang terlihat seperti


zombie, sedang berdiri di sana, dia memanggilku dengan suaranya yang
terdengar seperti sedang sekarat.

Dia mempunyai kantung mata di bawah matanya, kulitnya pucat tak alami,
dan tampak kurus, seolah-olah dia tidak memiliki jiwa. Seperti yang aku
katakan sebelumnya, ayahku adalah seorang mangaka yang memiliki seri
mingguan.

Dia harus memikirkan karya manga-nya setiap hari sepanjang tahun dan
dia jarang mendapat istirahat.

Dengan demikian, tidak mengherankan bahwa saat ini dia terlihat


mengalami keadaan yang buruk.

"Apa yang salah? Apa Ayah tidak bisa menepati waktu deadline?"

"Tidak, aku bisa istirahat minggu ini, jadi aku bebas."

"Oh, menakjubkan sekali. Menyelesaikannya sebelum deadline? Sudah


setahun terakhir hal ini terjadi, kan? "

"Jangan bodoh, sudah sekitar 5 tahun."

"Kupikir ayah tak perlu mengoreksiku jika memang seperti itu ... Dan? Apa
Ayah butuh sesuatu dariku?"

"Uhh, sedikit, aku ingin kau membantuku"


Setelah mengatakan itu, ayahku menatapku. Dia menatapku dengan kuat
dengan alisnya yang tebal, itu membuatku merasakan banyak
tekanan. Namun, karena dia orang yang serius dan berbicara kepada
orang sambil menatap mata mereka, jadi ya apa boleh buat...

"Yeah, Baiklah."

Aku membalasnya tanpa mengalihkan pandanganku.

******

"Di sini, kau bisa masuk."

"Maaf mengganggu..."

Tempat dimana aku dibawa Ayahku ialah sebuah ruangan di lantai lima
sebuah apartemen, berlokasi sejauh satu stasiun dari rumah. Ini adalah
tempat kerja ayahku, yang pernah aku kunjungi dulu.

Di dalam ruangan tersebut, tersusun dengan rapi berbagai macam manga


yang berbeda. Koleksi tersebut termasuk juga manga yang telah digambar
oleh ayahku. Di belakang, terdapat meja kerja yang disiapkan bagi
mangaka bersama dengan alat untuk menggambar yang tertata rapi di
atas meja.

Aku pernah memikirkan ini sebelumnya, tapi tempat ini benar-benar


menakjubkan. Ini memberikan kesan sebagai tempat kerja profesional,
sampai-sampai aku bertanya-tanya apakah seorang amatir seperti diriku
benar-benar diizinkan untuk masuk.

Sementara aku memikirkan ini, ayahku duduk di depan meja terbesar di


dalam ruangan ini. Kemungkinan besar di situlah ayahku melakukan
tugasnya.

Kemudian, Aku duduk di sofa.

"Yoshiki, maaf telah mengajakmu saat waktu senggangmu."

"Tidak masalah. Sudah sekian lama sejak aku mengunjungi tempat kerja
Ayah jadi aku cukup senang. "
"Begitu ya…"

Setelah mengatakan itu, ayahku terdiam. Setelah menunggu sesaat, dia


mulai berbicara kembali.

"Jadi, pada dasarnya, aku ingin kau membantuku melakukan


brainstorming untuk pekerjaanku selanjutnya."

"... Eh?"

"Kumohon! Bantu Ayah!"

Ayahku menundukkan kepalanya saat meminta bantuan padaku, tapi aku


masih belum mengerti apa yang sedang terjadi sekarang.

"Tunggu, serial baru ... bagaimana dengan serial Ayah yang sekarang?"

"Tentu seri tersebut masih akan dilanjutkan. Namun, aku mendadak


diberitahu oleh kepala redaksi, Jadi aku kira sudah waktunya untuk
memotong seri tersebut dan memulai yang baru! "

"Jika Ayah menolak ..."

"Aku tidak bisa. Sejujurnya, seri yang sekarang berada dalam posisi buruk.
Pemimpin redaksi memberiku kesempatan. Aku ingin menuliskannya
dengan benar. "

"Namun tetap saja, aku pikir Ayah pernah mengatakan bahwa mengakhiri
sebuah seri adalah hal yang sulit dilakukan."

"Aahh itu benar, tapi aku harus melakukannya."

Matanya tidak berubah saat mereka menatap lurus ke arahku. Melihat


matanya, aku baru saja akan menyerah saat rasa ragu mendadak masuk ke
dalam diriku.

"Aku tidak terlalu keberatan untuk memberi saran, tapi kenapa ayah
memilih aku?"
"Yah, kau tahu serial baru ini akan bergenre komedi romantis, dan ini
sangat sulit untuk ditulis. Jika aku ingat dengan benar, kau sedang menulis
sebuah novel, dan genrenya adalah komedi romantis, bukan? "

"Ahh, yeah."

Memang, aku sedang menulis novel. Meski begitu, itu bukan pada tingkat
profesional. Aku hanya menulisnya sebagai hobi. Tidak ada orang yang
mau membacanya, tapi menulis hal itu adalah pengalaman yang sangat
menyenangkan.

Aku hanya memberitahu ayahku tentang hal ini. Lagi pula, orang lain
seperti teman-temanku di sekolah, adikku, atau ibuku akan sangat
memalukan untuk memberitahukan hal semacam ini.

"Seperti yang aku katakan tadi, aku benar-benar tidak memiliki ide yang
menarik untuk sebuah komedi romantis."

"Begitu ya, komedi romantis ..."

Aku punya banyak ide untuk genre komedi romantis, tapi kebanyakan ide
tersebut hanya untuk novel, jadi aku tidak tahu seberapa menariknya
mereka sebagai manga. Ketika mengenai storyboard, ayahku seharusnya
lebih baik dalam hal ini.

Jadi, daripada memikirkan ide untuk komedi romantis, aku pikir


menjelaskan aspek komedi romantis itu sendiri akan lebih membantu. Jadi
Ayahku bisa memikirkan ide ceritanya sendiri nanti.

Misalnya, aku bisa memberinya karakteristik heroine*, atau membantu


menggambarkan karakter utama. Dengan pemikiran itu, aku mulai dengan
menjelaskan kepadanya karakteristik apa yang aku percayai sebagai
heroine yang mempesona. (*TN : karakter utama wanita)

Meski penjelasanku cukup panjang, namun ayahku mendengarkannya


dengan saksama. Dengan itu, waktu berlalu dalam sekejap mata. Dan
sekarang sudah jam 5 sore.
Setelah menyelesaikan pembicaraan kami tentang komedi romantis, aku
beristirahat dan meminum teh. Ayahku juga minum teh, sambil
menggerakkan pensil tajamnya. Sepertinya dia akan memulai manganya.

"Omong-omong, kudengar kau baru saja memiliki pacar?"

"Yeah, apa ibu tidak memberitahukannya? Aku sudah mempunyai pacar


sekarang. "

Saat aku menjawabnya, dia mengalihkan pandangannya dari apa yang


sedang dia kerjakan dan menatap diriku. Tatapannya tidak memiliki
banyak kekuatan di dalamnya. Malah sebaliknya, rasanya sangat lemah.

"Apa itu…..benar?"

"Yeah."

"… Sekarang juga. Hubungi pacarmu sekarang juga. "

"Eh? Kenapa?"

"Bukannya sudah jelas!"

Ayahku mulai berdiri saat dia mengatakannya. Entah mengapa, dia mirip
sekali dengan ibu dalam aspek ini.

"Aku ingin memberinya rasa terima kasihku. Untuk mau berpacaran


dengan anak laki-laki seperti ini! "

"Berbicara tentang anakmu sendiri seperti itu ... Baiklah, jika Ayah
mengatakannya seperti itu, kurasa setidaknya aku akan
menghubunginya."

Jika Mamiko, dia kemungkinan besar sedang nongkrong bersama teman-


temannya ... Sambil memikirkan ini, aku menghubungi Mamiko, tapi dia
langsung menanggapi dengan "aku akan segera kesana!".

Ah, kurasa dia sedang banyak waktu luang ...

"... Pacarku, sepertinya dia akan datang."


"Oooooh, souka, souka! Kurasa aku akan membersihkan tempat kerjaku
sedikit! HA HA HA!"

"Y-iya, aku kira begitu ..."

Aku hanya bisa mengangguk pada ayahku yang mendadak bersemangat.

*****

Hari ini, aku pergi ke tempat les sejak pagi hari.

Seperti yang kupikir, menjadi seorang siswa sangatlah sulit. Tapi, aku
harus berjuang keras. Karena aku ingin pergi ke sekolah yang sama
dengan Anii ... (TN: panggilan untuk kakak laki-laki)

Dengan pemikiran itu, aku menuju ke stasiun dari tempat les-ku. Tempat
les-ku berjarak satu stasiun yang paling dekat dengan rumah. Ini dekat
dengan tempat kerja ayahku. Terkadang, aku menuju ke tempat kerjanya
untuk sekedar bersantai.

Namun, sekarang adalah hari Minggu. Ayahku biasanya berada di rumah


pada hari Minggu dan tidak di tempat kerjanya. Itulah yang aku pikirkan,
tapi dalam perjalanan pulang, aku bisa melihat cahaya yang datang dari
tempat kerja ayahku.

Mungkinkah dia sekarang berada di tempat kerjanya? Atau mungkin dia


lupa mematikan lampu? Aku memikirkan banyak kemungkinan yang
berbeda, tapi untuk saat ini, aku akan kesana untuk memeriksanya. Jika
dia memang ada di sana, ayo pulang dengan ayahku untuk sebuah
perubahan.

Aku mulai bersenandung saat menuju ke tempat kerja ayahku.


Chapter – 16

"Uuhh ~ Menulis komedi romantis memang sulit sekali~."

Setelah aku selesai menghubungi Mamiko, ayahku mulai menggerutu saat


aku membaca beberapa manga yang secara acak aku pilih. Aku
menatapnya dari sudut mataku, dan nampaknya gambarnya tidak
memiliki banyak kemajuan.

Nah, sampai sekarang ayahku kebanyakan menggambar manga yang


bergenre aksi, akan mengejutkan jika dia tiba-tiba bisa berubah haluan
dan beralih untuk menggambar komedi romantis. Dia sudah menerbitkan
sekitar 40 volume sampai sekarang ...

Sejujurnya, aku benar-benar penasaran mengapa dia disuruh menulis


komedi romantis.

"Bagian mana yang sulit?"

"Seperti yang kupikirkan, bagian shuraba yang sulit."

" Shuraba ?" (TN: tau arti shuraba kan….)

"Pemimpin redaksi mengatakannya padaku, bahwa aku perlu


memasukkan adegan shuraba tidak peduli apa. Namun, bagaimana
tepatnya ...? "

"Ahhh ~"

Secara teknis, adegan shuraba memang dianggap perlu dalam komedi


romantis. Apalagi pada manga, gambar yang jelas bisa membuat cerita itu
sendiri benar-benar bersinar. Meski kupikir bagian tersebut tidak terlalu
penting juga…..

Lagipula, untuk memiliki adegan shuraba, Kau harus mempunyai dua


heroine. Apa Ayah harus membicarakan hal-hal tersebut ketika sedang
memikirkan untuk mengakhiri sebuah seri? Aku memiliki beberapa
keraguan, tapi kepala redaksi dan ayahku mereka berdua adalah orang
profesional. Mungkin seharusnya aku tidak mengeluh padanya tentang ini.

"Yah, menulis adegan shuraba memang benar-benar sulit."

"Ahh, Kau tidak pernah bisa melihat hal seperti itu di dalam
kenyataan. Lagi pula, apa hal tersebut memang bisa terjadi dalam
kehidupan nyata ... "

"Ayah juga berpikir begitu?"

"Ya, jika kau tidak mengerti situasinya, penulis tidak akan bisa
memasukkannya ke dalam emosi."

Ini adalah sesuatu dimana menggambar manga memiliki kemiripan


dengan menulis. Menulis tentang hal-hal yang telah kau alami akan
membantumu selangkah lebih maju, dan apa yang tertulis juga akan lebih
menarik. Namun, shuraba…...

Shuraba adalah hal yang sangat langka untuk dialami. Tunggu sebentar.

"Selama menjalani hubungan, apa Ayah pernah bertengkar dengan Ibu


sebelumnya?"

"Tidak, kurasa tidak. Kami berdua sangat tulus, jadi tidak ada adegan yang
mirip seperti shuraba . "

Ibu dan ayahku berpacaran saat mereka SMA, jadi kupikir jika mereka
sudah bersama-sama selama itu, sesuatu seperti shuraba pasti pernah
terjadi ...

Setelah kupikir-pikir, sepertinya hal tersebut tidak mungkin


terjadi. Bahkan sebagai anak mereka, aku bisa melihat bahwa hubungan
mereka masih harmonis.

"Sialan ~ Jika tahu hal ini akan terjadi, seharusnya aku membuat sesuatu
seperti shuraba dengan Ibu ~"

"Tidak, tolong jangan sesali itu."


Saat aku terheran dengan tingkah laku ayahku, bel pintu tiba-tiba
berdering. Sepertinya Mamiko sudah tiba. Itulah yang aku pikirkan, tapi
aku menyadari bahwa aku tidak pernah memberi tahu Mamiko bahwa
kami berada di ruangan ini. Jadi, dia seharusnya tidak tahu di mana
tempat kerja ayahku berada.

Berarti ... siapa yang datang? Apa ini dari pengiriman? Saat aku
memikirkannya, pintu depan terbuka.

"Ayah, aku memutuskan untuk datang! Anii!"

"Oh, Imouto. Ada apa?"

Aku menanggapinya dengan normal, tapi mata adik perempuanku terbuka


lebar karena terkejut.

"Kenapa kau di sini!?"

"Sesuatu seperti berbagi ide dengan Ayah? Daripada itu, kenapa kau di
sini? "

"Aku baru saja kembali dari tempat les ..."

"Oh ya, tempat lesmu dekat daerah sini,’kan?"

"Iya."

"Begitu ya. Yah, untuk sekarang masuklah dulu. "

"Y-yeah ..."

Adikku menjawab dengan malu-malu, dan masuk. Aku menutup pintu


depan dan mengikuti adikku.

******

"Oh~ Yui! Selamat datang!"


Melihat adikku masuk, ayahku memanggilnya dengan suara
gembira. Wajahnya juga tersenyum. Omong-omong, nama adikku adalah
Yui.

Kedua Orang tuaku dan kerabat lainnya memanggil adikku "Yui", tapi
untuk beberapa alasan, aku telah memanggilnya "Imouto" sejak aku masih
kecil. Aku benar-benar tidak tahu mengapa aku memanggilnya seperti itu.

Namun, aku tidak menduga bahwa adikku akan datang kesini. Mamiko
akan datang nanti. Ini tak apa-apa, bukan? Terakhir kali aku berbicara
dengannya tentang Mamiko, suasana hatinya menjadi buruk ...

Aku terus menerus khawatir selama 30 menit sembari membaca manga.

"Maaf mengganggu ~"

Mamiko datang dengan suasana yang terlihat sangat gugup. Aku sudah
pernah melihatnya dengan pakaian kasual, tapi bagaimana bilangnya ya..,
dia terlihat cukup modis.

Jika aku harus memberi pendapat, maka aku akan mengatakan bahwa dia
terlihat seperti Yamato Nadeshiko*. Mamiko masuk ke tempat kerja
ayahku dengan penampilan seperti itu, saat matanya melihat ke sekeliling
ruangan. Dia mungkin terkejut dengan jumlah manga yang ada di
rak. Tentu saja, dia akan terkejut. Hanya sebuah toko yang bisa memiliki
begitu banyak buku. (TN: wanita ideal jepang)

"M-Menakjubkan ..."

Aku merasa terpuji saat Mamiko mengatakan itu, meski manga di sini
bukan milikku. Saat Mamiko melihat sekelilingnya, dia berjalan ke area
kerja di belakang. Adikku sedang membaca manga di sofa sementara
ayahku masih menggerutu, mengerjakan storyboard-nya.

Lalu, saat Mamiko masuk, kedua orang tersebut menunjukkan ekspresi


kaget. Seolah-olah mereka tidak percaya apa yang mereka lihat. Yah,
bukan berarti aku tidak mengerti perasaan mereka ...

"O-Ojou-san, anda ini siapa?"


"Aku pacar Yoshiki-kun."

"O-oh ... B-Begitu ..."

Mamiko sedikit tersipu saat mengatakan hal itu pada ayahku yang tidak
tahu bagaimana untuk menanggapinya. Adikku juga terkejut dengan
kedua matanya yang terbuka lebar. Seorang gadis seperti ini terlalu sia-sia
bagiku... yah apa boleh buat bahwa mereka bisa seterkejut ini.

"Jadi begitulah, apa kau baik-baik saja sekarang?"

Aku mengatakan hal tersebut karena aku mulai agak malu. Aku tak
pernah berpikir bahwa memperkenalkan pacarku kepada keluargaku
sendiri akan sangat memalukan. Aku ingin melarikan diri dari suasan ini
secepat mungkin.

"Yah tak apa-apa, apa kau akan menuju rumah sekarang?"

Memang benar pulang ke rumah awal akan sedikit tidak wajar tetapi ...

"Tidak, setelah ini kami akan berkencan."

"Eh?"

Aku mengeluarkan sedikit kebohongan. Namun Mamiko nampak terkejut


saat aku mengatakan itu, tapi sepertinya ayah dan adikkku tidak
menyadarinya.

"Kencan, ya, kalau begitu apa boleh buat. Walaupun, jika kau ingin
berkencan, lain kali beritahu aku dulu. " (Ayah Yoshiki)

"Maaf. Lalu, kita akan pergi. "

Setelah aku mengatakan itu dan berencana meninggalkan tempat kerja


dengan Mamiko, tepat setelah itu…..

"Tunggu sebentar."

Namun, suara adikku menghentikan langkah kaki kami.


"Bisakah aku meminta waktumu sedikit? Aku ingin berbicara dengan
pacarmu. "

….Adikku mengatakan hal itu.


Chapter – 17

Pada akhirnya, Mamiko dan aku tetap tinggal di tempat kerja ayahku. Saat
ini kami berdua sedang menghadap adikku yang sedang duduk di atas
sofa. Ayahku diam-diam mengintip ke arah kami sambil berpura-pura
mengerjakan storyboard-nya.

"Umm, apa kau benar-benar berpacaran dengan Anii?"

Tiba-tiba, adikku bertanya pada Mamiko. Adikku memiliki ekspresi curiga.

Mamiko menjawab pertanyaan adikku dengan tersipu, "I-iya, aku


pacarnya ..."

Seolah-olah belum bisa menerimanya, adikku bertanya kembali,


"Benarkah ~?"

"Tidak, sungguh! Dia ini ... benar-benar pacarku. "

Adikku tidak perlu menekan Mamiko, jadi aku menyela dengan


mengatakan itu.

"Itu yang Anii katakan, tapi ..."

Lalu, adikku mengubah targetnya padaku. Dia tampak dalam suasana hati
yang lebih buruk dari sebelumnya saat dia memelototiku.

"Tak apa-apa, aku ini memang pacarnya."

"Apa aku memintamu untuk menjawab!?"

"Mamiko terlihat bermasalah. Sebagai pacarnya, aku tidak bisa hanya


duduk santai dan melihat saja. "

"Seharusnya tidak ada pertanyaan yang sulit!"

"Tapi dia bermasalah. Sebagai pacarnya, aku mengerti. "


Saat aku berbicara kembali padanya, adikku tetap diam sambil
menatapku.

Dia terlihat sedikit kesal atau frustrasi karena sesuatu.

"Dan juga, tindakanmu yang berlagak seperti pacar benar-benar


membuatku kesal."

"Kau mencoba meragukan diriku dan Mamiko, jadi tentu saja aku harus
melakukan itu."

Setelah aku menjawab, adikku sekali lagi terdiam.

Namun, dia tidak berhenti melototiku, dan aku bisa merasakan suasanya
menjadi lebih buruk.

"Mengapa kau sangat marah?"

"Aku tidak marah sama sekali."

"Tidak, Kau sedang marah, bukan? Ini sudah terlihat jelas. "

"... Aku hanya merasa kesal."

Jelas sekali bahwa dia tidak hanya merasa kesal, tapi jika aku mencoba
mengatakannya lagi, maka perdebatan takkan pernah berakhir, jadi aku
tidak akan mengatakan apapun.

“Begitu ya. Jadi, apa kau sudah selesai? Kami harus pergi."

"Ah…"

Mendengar perkataanku, adikku hanya terdiam. Aku melirik sekilas


padanya dan berdiri.

"Mamiko, ayo pergi."

"Y-yeah ..."

Sambil melihat dengan cemas pada adikku, Mamiko juga mulai berdiri.
"Ayah, semoga sukses dalam cerita komedi romantismu."

"Y-yeah! Harap nantikan itu! "

Akhirnya, aku dengan santai berpamitan pada ayahku, dan hendak


meninggalkan ruangan.

"T-Tunggu dulu!"

Namun, sekali lagi adikku menghentikan kami. Sejujurnya, hal ini mulai
menyebalkan. Aku tidak mengerti mengapa dia menghentikan kami tadi,
dan entah mengapa dia marah.

Aku tidak berkata apapun saat aku berbalik untuk melihatnya. Aku akan
membiarkan dia mengatakan sesuatu, tapi jika dia masih menunjukkan
perilaku yang sama seperti sebelumnya, aku akan mengatakan sesuatu
kembali dan langsung pergi.

"Seperti yang Anii katakan, aku mungkin marah. Aku merasa sangat
frustrasi sekarang. "

"Sudah kuduga begitu. Meski, aku tidak tahu alasannya. "

"... Ini salah Anii."

"Apa?"

"Seperti yang kubilang, ini salah kakak!"

"... Eh, kau sangat membenci sikapku yang berlagak pacar tadi?"

"Aku benci itu juga, tapi aku lebih kesal karena kau sudah mempunyai
pacar."

"Apaa?"

Apa yang gadis ini katakan? Dia seharusnya tidak peduli apakah aku
mendapatkan pacar atau tidak. Itulah yang aku pikirkan, tapi apa yang
adikku bilang selanjutnya lebih mengejutkanku.

"Karena... Anii sudah menjadi milikku!"


"..."

Umm, apa yang dia maksud? Mengapa aku menjadi milik adikku?

"Kami pergi berbelanja bersama, nonton TV bersama, kami salling


mempercayai satu sama lain, dan dia melakukan banyak hal yang berbeda
untukku!"

Tidak, maksudku, bukannya itu sikap yang wajar untuk dilakukan


terhadap saudaramu sendiri?

"Apa yang ingin kukatakan ialah bahwa aku menyukaimu ... Anii."

Tidak, gadis ini sudah parah. Dia serius mengatakan itu. Hal yang seperti
ini tidaklah benar.

"Tunggu sebentar, tenanglah sedikit. Kita ini saudara kandung, bukan? "

"Cerewet sekali sih! Aku menyukai kakak sebagai seorang laki-laki,


bukannya sebagai saudara kandung! Itu sebabnya aku merasa frustrasi! "

Adikku mengatakan itu dengan putus asa.

Entah bagaimana, aku baru saja ditembak oleh adikku, tapi tidak ada
pengakuan yang lebih merepotkan daripada masalah yang ini. Sekarang,
apa yang harus kulakukan ...

Entah mengapa, aku terlalu populer akhir-akhir ini. Belum lama ini ,
Mamiko mengaku juga padaku.

"... Yoshiki-kun?

Saat aku sedang bingung mengenai apa yang harus kulakukan pada
pengakuan adikku, Mamiko, yang berada di sampingku, mulai memanggil
namaku. Melihat Mamiko sekarang, dia memiliki ekspresi yang sama
ketika aku sedang berbicara dengan Ueno. Dengan kata lain, Mamiko
mulai marah.
Mungkin karena aku tidak mengatakan sesuatu yang menyebabkan dia
berpikir bahwa aku sedang mempertimbangkan apakah aku harus
berkencan dengan adikku atau tidak. Tapi kenyataannya bukan seperti itu,
aku hanya merasa bingung. Tentu saja aku tidak akan berpacaran dengan
adikku, ‘kan?

"Bukan apa-apa. Tolong jangan membuat kesalahpahaman yang aneh. "

"... Kalau begitu, tak apa-apa."

Mamiko mengatakan itu dengan wajah yang murung, dan segera


mengalihkan wajahnya. Sepertinya kali ini aku bisa meyakinkannya.

Sekarang, giliran adikku. Aku menatap adikku lagi. Saat aku menatap dia,
adikku melompat terkejut dan bahunya sedikit bergetar. Sepertinya dia
sedang mempersiapkan dirinya untuk sesuatu.

"Umm, kau ingin berpacaran denganku, benar?"

"Yah, semacam itu."

Da menjawab dengan suara yang hampr menghilang. Kemudian, aku


memberinya respon yang tegas.

"Itu mustahil, Aku tidak bisa berpacaran denganmu. "

"… Seperti yang kupikirkan. Lagipula, kau sudah memiliki pacar. "

"Bukan, bukan itu masalahnya. Aku tidak bisa melihatmu sebagai wanita. "

"..."

"Bahkan jika aku tidak mempunyai pacar, aku masih tidak bisa berpacaran
denganmu."

"..."

Mungkin sikapku ini sedikit kasar, tapi jika aku tidak menanggapinya
dengan benar, maka hanya akan menyakiti dirinya. Lagi pula, aku tidak
memiliki perasaan apapun padanya.
Setelah aku mengatakan itu, adikku langsung pergi sambil berteriak “Jadi
begitu!”, Dan bergegas menerobos keluar dari tempat kerja.

Yah, mungkin hal itu baik-baik saja. Kejadian tadi benar-benar


mengejutkan, tapi kami berdua adalah saudara kandung, bukan seperti
hubungan romantis. Sambil memikirkan ini, aku menggerakkan kaki sekali
lagi untuk meninggalkan tempat kerja. Kali ini, kami akan pergi tanpa
gangguan.

"Yah ~ itu mengejutkan sekali~"

Lalu, aku mendengar suara ayahku.

Aku benar-benar lupa. Oh iya, ayahku memang ada di sana. Dia


mendengar pengakuan adikku tadi, kan? Bukankah ini buruk?

Namun, ayahku membuang semua rasa kekhawatiranku saat dia mulai


berbicara.

"Aku tak pernah berpikir bahwa Yui menyukai Yoshiki ~"

"Tunggu, mungkin anakmu ini akan berakhir saling berpacaran, tahu.


Bukannya ayah seharusnya sedikit lebih cemas mengenai itu? "

"Yaa, itu terserah Yui untuk jatuh cinta pada siapa~. Ini bukanlah hal yang
buruk. "

"Itu memang benar, tapi ..."

“Darpada itu, izinkan aku menggunakan adegan tadi untuk cerita di


mangaku."

Ayahku mengatakan itu dengan ekspresi yang puas.

"Eh, apa yang Ayah bilang tadi?"

"Jika sesuatu yang begitu mengejutkan dan sangat menarik terjadi di


depan dirimu, bukankah kau ingin menulis tentang itu?"

"... Baiklah, kurasa Ayah bisa menggunakannya, tapi apa itu tak apa-
apa? Apa itu benar-benar menarik? "
"Tentu saja, ini menarik. Serahkan saja padaku!"

Ayahku mengepalkan tangannya saat dia berseru aku. Dia kemudian


menuju mejanya dan memulai menggambar storyboard-nya.

"S-Semoga beruntang, Yah."

Dengan perasaan rumit yang kumiliki, hanya itulah yang bisa kukatakan
pada ayahku. Lalu ayahku yang sedang menggambar di mejanya
mengatakan satu hal lagi.

"Baiklah, tinggalkan Yui padaku. Kau tidak perlu terlalu memikirkannya. "

"..."

Mendengar perkataan ayahku, aku merasa sedikit lega.

"Yeah, aku akan menyerahkannya pada Ayah."

Setelah mengatakan itu, aku meninggalkan tempat kerja ayahku.


Chapter – 18

"Imouto-san, apa dia baik-baik saja?"

Saat duduk di sebelahku didalam kereta, Mamiko bertanya padaku dengan


ekspresi cemas. Aku tidak bisa diam saja mengenai hal itu, jadi aku
memberinya jawaban santai "Entahlah..." dan membiarkannya seperti itu.

Kemungkinan besar Ayahku akan melakukan sesuatu untuk itu. Mudah-


mudahan, hubungan kita bisa kembali ke keadaan seperti semula …... Apa
aku ini terlalu berharap?

Mungkin saja aku tidak bisa berbicara dengan adik perempuanku


lagi. Untuk saat ini, aku hanya bisa bergantung pada ayahku.

Lagipula, itu adalah hal yang mustahil bagiku untuk melakukan sesuatu
mengenai masalah ini.

*****

<Perubahan Sudut Pandang>

Sudah beberapa tahun sejak sesuatu yang begitu mengejutkan telah


terjadi, bukan. Ini bahkan lebih mengejutkan dari 20 tahun yang lalu
ketika aku mendapatkan hadiah untuk kompetisi manga pendatang baru
yang telah aku ikuti.

Pertama-tama, putraku memiliki pacar. Apalagi, pacarnya itu benar-benar


manis. Aku tak berpikir bahwa putraku memiliki wajah yang tampan dan
sejujurnya, mereka tidak serasi sama sekali. Jika orang-orang melihat
pasangan seperti ini berjalan di tengah kota, mereka mungkin akan
berpikir,” Pria itu mungkin memiliki banyak uang.”

Dan sekarang, aku memiliki beberapa pertanyaan mengapa gadis secantik


itu mau berpacaran dengan putraku. Lalu, apa yang lebih mengejutkan lagi
ialah putriku menyukai putraku. Tentu saja, ini bukan kata “suka” yang
biasa digunakan di antara anggota keluarga, melainkan jenis “suka” yang
biasa kau gunakan pada lawan jenis.

Setelah mereka memasuki masa pubertas, aku selalu berpikir bahwa


mereka berdua terlalu dekat sebagai saudara, tapi aku tak pernah berpikir
bahwa putriku menyukai kakaknya sendiri. Sejujurnya, sebagai orang tua,
aku tidak menyukai hal ini. Untuk memikirkan bahwa kedua anakku saling
berpacaran satu sama lain, memberiku sedikit perasaan tidak nyaman. Ini
bukanlah penolakan yang mutlak, tapi jika memungkinkan, aku tidak ingin
hal itu terjadi.

Namun, dia seharusnya bebas untuk jatuh cinta.

Bahkan jika dia jatuh cinta pada kakak kandungnya sendiri, seharusnya
tidak ada masalah. Orang-orang di sekitar seharusnya tidak bisa
mengatakan apapun tentang hal itu. Jika dia sedang jatuh cinta, maka apa
boleh buat. Karena itulah aku hanya diam saja melihat pengakuannya
sebagai penonton.

Hasilnya, yah ... tentu saja, putraku menolak dia. Dan itu adalah penolakan
yang sangat jelas. Kata-katanya mungkin sedikit kasar, tapi kupikir lebih
baik dengan cara seperti itu. Jika dia tidak memiliki perasaan padanya,
mengatakannya secara langsung akan lebih baik.

Kemudian putriku meninggalkan tempat ini dengan berlinangan air mata,


sedangkan putraku pergi untuk berkencan dengan pacarnya. Setelah
banyak hal yang terjadi sebelumnya, sekarang, hanya aku satu-satunya
yang tertinggal di sini. Satu-satunya hal yang bisa didengar adalah suara
jangkrik dari luar dan dengungan konstan dari AC.

Dalam situasi seperti ini, aku mulai merasa linglung. Demi menyelesaikan
gambaran storyboard-ku untuk seri mangaku yang baru, aku mulai
menggerakkan tanganku. Meski aku harus mulai memikirkan bagaimana
mengembangkan pekerjaan baruku, semua yang ada di kepalaku hanyalah
wajah putriku.

Aku sangat khawatir

Aku juga memiliki pengalaman ditolak sebelumnya dan itu juga cukup
sulit. Saat itu, aku telah mengaku pada seseorang yang dekat dengan
diriku dan penolakan waktu itu juga sudah jelas. Aku mungkin tak bisa
melihat atau berbicara dengan mereka lagi setelah itu, dan aku ingat
bahwa aku selalu kepikiran sampai aku tak bisa tidur.

Tapi, Dalam kasus putriku, dia telah mengaku pada kakaknya sendiri,
seseorang yang selalu bersamanya sejak dia lahir. Mereka biasa mandi
bersama, makan bersama, dan tidur di bawah atap yang sama. Untuk tak
bisa berbicara kembali dengan kakaknya, kemungkinan itu adalah sesuatu
yang tidak bisa dibayangkan oleh seorang mangaka seperti diriku.

Apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku lakukan untuk membuat
ini lebih mudah pada putriku?

Sembari memikirkan semua ini, entah mengapa, tanganku terus


bergerak. Berpikir mengenai perasaan putriku, cerita yang kugambar
mulai terbentuk. Gambar-gambar tersebut masih berantakan dan jelek,
tapi aku tidak bisa menghentikan tanganku.

Perasaan yang mengalir keluar dari diriku sekarang, aku ingin


menggambar mereka semua.

Tanpa aku sadari, siang hari sudah berlalu. Sepertinya aku terlalu fokus
menggambar mangaku selama sekitar 4 jam. Apa yang kugambar dengan
cepat ini merupakan hal yang memalukan bagi mangaka profesional. Itu
tidak memiliki bayangan atau plot yang besar, dan mungkin juga memiliki
banyak kesalahan. Bagaimana pun juga, hal ini tidak bisa dipublikasikan
ke khalayak umum.

Tapi sekarang, aku ingin putriku melihat karya ini. Ini mungkin mirip
seperti saran kecil dari seorang Ayah kepada putrinya. Aku memegang
storyboard saat menuju ke rumah. Saat aku kembali ke rumah, lampu di
ruang tamu sudah gelap. Cahaya di kamarku juga sama, kemungkinan
besar istriku sudah tertidur juga. Kamar putraku juga sama.

Satu-satunya ruangan dengan cahaya yang masih menyala hanyalah


kamar putriku. Aku perlahan menaiki tangga ke lantai dua dan mengetuk
pintu kamar putriku.

"Ada apa?"
Suara putriku terdengar dari balik pintu yang tertutup.

"Ini Ayah. Bisa kita berbicara sebentar? "

Saat aku mengatakan itu, pintu perlahan terbuka, dan putriku muncul
dengan mata merah. Yah, menangis sebanyak ini masih bisa dimengerti,
tapi sebagai orangtua, hal ini sangat menyakitkan untuk melihat keadaan
dia seperti ini. Sudah satu tahun sejak aku terakhir memasuki kamarnya,
namun, kamarnya masih memiliki nuansa girlish yang sama seperti
sebelumnya.

"Dan? Apa ayah memiliki urusan?"

Saat aku melihat ke sekeliling ruangan, putriku secara blak-blakkan


bertanya padaku. Seperti yang kuduga, nampaknya dia sedang dalam
suasana hati yang buruk.

"Tidak, ini bukan masalah besar, tapi apa kau tak keberatan membaca
karya baruku?"

"Jika tentang itu, bukankah lebih baik meminta pada Anii untuk
melakukannya?"

"Jangan khawatir, aku ingin Yui membacanya."

Dengan keras kepala memberitahunya, putriku hanya mendesah dan


mengambil storyboard yang kupegang. Lalu, dia mulai membacanya
dengan cermat.

Manga yang kugambar ialah mengenai kisah patah hati.

Ini adalah kisah seorang anak laki-laki yang jatuh cinta pada seorang
gadis, mengaku pada sang gadis, dan ditolak. Kau mungkin akan
menyadarinya, tapi sebenarnya ini tidak terasa seperti manga
shounen. Masih ada harapan bagi mereka untuk berpacaran, namun pasti
akan disebut akhir yang pahit jika terlihat dalam manga shounen.

Namun, aku sama sekali tidak peduli dengan itu.


Perasaan seseorang ketika sedang jatuh cinta, kegugupan yang terjadi saat
kau mengaku, dan kesedihan saat ditolak. Perasaan yang dirasakan
karakter utama ini, aku coba gambarkan dengan rinci dan hati-hati.

Aku melakukan semua ini dengan harapan bisa membuat putriku merasa
empati. Akhir dari kisah ini ialah adegan dari karakter utama, yang sedang
depresi setelah ditolak, mengangkat kepalanya ke atas. Adegan itu
berjumlah 4 halaman. Aku menggambar adegan itu sedemikian besar
sehingga pemandangan karakter utama yang terpuruk mulai bangkit
kembali untuk menatap ke depan.

Itu adalah saranku untuk putriku.

Tak peduli butuh seberapa banyak waktu. Tak peduli seberapa lama kau
menyeret dirimu sendiri melewati masa lalu. Tak apa-apa bahkan jika kau
melupakan kakakmu. Namun, aku berharap pada akhirnya, kau akan
benar-benar menatap ke depan. Untuk menatap ke depan dan hidup
sambil tersenyum.

Aku mencoba sebaik mungkin untuk memasukkan semua perasaan itu ke


dalamnya. Hanya untuk orang yang sangat, sangat penting. Hanya untuk
putriku Lalu, saat putriku selesai membaca manga, dia meninggalkan
storyboard tersebut di lantai.

"Yeah, ini memang menarik. Kalau begitu selamat malam."

Dia mengatakan itu padaku dan kembali ke tempat tidurnya ... nampaknya
perasaanku tidak bisa menggapainya. Dengan putus asa, aku mengambil
storyboard yang tergeletak.

"Yeah, selamat malam."

Setelah memberitahunya selamat malam, aku mematikan lampu kamar


putriku.

Pada saat itu...

"Ayah, aku akan mencoba yang terbaik."


Itu hanya suara yang kecil, namun aku benar-benar
mendengarnya. Mungkin perasaanku berhasil menggapainya. Aku
mengepal tinju kecil saat meninggalkan kamar putriku.

*****

<Kembali ke Sudut Pandang Yoshiki>

Pada akhirnya, aku tak bisa tidur.

Aku masih khawatir mengenai adikku yang sedang tidur di


sebelah. Ayahku sudah mengunjungi kamar adikku selama satu jam, tapi
aku penasaran apakah dia bisa melakukan sesuatu?

Omong-omong, aku sama sekali tidak bisa berbicara dengan adikku. Kami
makan malam bersama, namun kami bahkan tidak melakukan kontak
mata. Rasanya seperti kami berdua adalah orang asing. Bahkan ibu kita
yang biasanya tidak peka juga mulai menyadarinya dan bertanya, "Apa
ada sesuatu yang terjadi?"

Aku penasaran butuh berapa lama untuk mengembalikan hubungan kita


kembali sama seperti semula? Kapan makan malam bersama
menyenangkan kita akan kembali? Sambil memikirkan semua itu, aku
memasuki ruang tamu.

"Selamat pagi."

"Selamat pagi. Seperti biasa, Kau memiliki rambut yang


mengerikan. Pergilah memperbaikinya dengan cepat. "

"Yeah."

Karena rambutku setiap hari berantakan, terbangun dan langsung pergi


ke kamar mandi sudah menjadi rutinitas bagiku. Aku pergi ke kamar
mandi seperti biasa, dan di sana ada adikku yang sedang menyikat
gigi. Dia memakai seragam pelaut, dengan rambutnya diikat dengan gaya
ponytail. Kelihatannya dia sudah bersiap-siap menuju ke sekolah.

Dia biasanya berangkat nanti ... Apa karena efek dari apa yang terjadi
kemarin ...? Aku berusaha menjaga diriku dan tidak mengganggunya.
"Onii-chan, selamat pagi."

Anehnya, adikku mulai menyapaku. Dia bahkan mengubah cara dia


memanggilku. Dia biasanya memanggilku "Ani", tapi ...

"Fufu, seperti yang kuduga, rasanya sangat aneh saat aku memanggilmu
dengan cara yang berbeda."

"... Kalau begitu, kau tidak perlu mengubahnya."

"Tidak, mulai hari ini, aku akan memanggilmu Nii-chan. Aku akan berhenti
memanggilmu Ani. "

Setelah mengatakan itu, adikku mengembalikan sikat giginya ke


tempatnya. Sejujurnya, apakah dia memanggilku dengan Nii-chan atau
Ani, itu bukan masalah bagiku, tapi bagi adikku, mungkin ini adalah
masalah besar. Lalu, aku juga ...

"Aku mengerti, Yui."

"... Eh !!"

Adikku langsung membeku sesaat dan menatapku dengan wajah terkejut.

"Aku juga akan mengubah caraku memanggilmu."

Saat aku mengatakan itu, Yui mengangguk pelan.

"Kalau begitu, mulai sekarang aku dalam perawatanmu, Nii-chan."

"Yeah, aku juga, Yui."


Chapter - 19

Sekarang sudah hampir memasuki libur musim panas.

Semua siswa akan libur dari sekolah sekitar satu bulan


setengah. Beberapa orang menghabiskan waktu ini untuk melakukan
aktivitas klub, atau berusaha mencari pacar baru, atau juga mendapatkan
pekerjaan selama waktu ini, dan bahkan ada juga yang menghabiskan
waktunya hanya untuk sekedar nongkrong dan bersenang-senang.

Tentu saja, selain hari dimana aku bekerja, aku akan menghabiskan
liburan musim panasku untuk bermain game di rumah. Meskipun aku
sudah memikirkan rencanaku selama libur musim panas nanti, masih ada
hal yang harus dihapadapi oleh para siswa sebelum liburan.

Itu adalah Ujian. Ujian diadakan lima kali dalam setahun. Hasil tahunan
dibagikan setiap tingkatan, dan rata-rata akan diambil untuk menentukan
peringkat setiap siswa.

Biasanya aku hanya sekitar peringkat 50, tapi berkat bantuan Mamiko
pada ujian terakhir, aku bisa menaikkan peringkatku menjadi sekitar
peringkat 30.

Untungnya, aku akan belajar bersama Mamiko lagi kali ini. Mulai dari
sekitar tengah hari, Mamiko dan aku akan pergi ke restoran tempat
dimana aku bekerja, Mon Pet Kuwa, untuk belajar.

Karena aku sudah sering pulang ke rumah bersamanya akhir-akhir ini, aku
tidak terlalu gugup saat dia mengenakan seragam sekolahnya, tapi hal itu
berubah saat dia mengenakan pakaian kasualnya. Itu jauh lebih modis
dibandingkan dengan seragam sekolah yang biasa aku pakai, dan make up
ringan yang dia pakai juga sangat cantik.

Biasanya, dia sudah cantik bila dibandingkan dengan orang di sekitarnya,


tapi ketika dia memakai make up, kecantikannya naik lebih jauh lagi di
atas orang-orang di sekitarnya. Dipeluk dan dilihat oleh orang seperti itu,
hatiku berdetak lebih cepat dari biasanya.

Aku benar-benar ingin berhenti. Tapi ... itu membuatku senang.


Dengan perasaan semacam itu, aku sekarang berdiri di depan Mon Pet
Kuwa dalam keadaan sedikit gugup. Sekarang aku baru memikirkannya,
ini pertama kalinya aku datang sebagai pelanggan. Seharusnya tidak
begitu berbeda dari biasanya, tapi entah kenapa, aku merasa aneh.

Saat aku merasa seperti ini di depan Mon Pet Kuwa, pintu depan restoran
tiba-tiba terbuka. Orang yang berdiri di sana adalah Echizen yang
memakai seragam kerjanya.

"Selamat…….datang-"

Dia menyapa dengan senyum bisnis yang biasa, tapi begitu dia menyadari
bahwa pelanggannya adalah aku, wajahnya berubah menjadi serius. Meski
secara teknis aku datang ke sini sebagai pelanggan …... Setidaknya itulah
yang kupikirkan, aku tidak mengatakan apapun karena aku mungkin akan
memiliki reaksi yang sama jika Echizen datang sebagai pelanggan juga.

"Apa anda sendiri hari ini?"

Namun, di saat berikutnya, seolah-olah dia menjadi orang yang berbeda,


dia menunjukkan senyum bisnisnya kembali.

A-ada apa dengannya?

"Ah tidak, orang lain akan datang nanti."

"Lalu, untuk dua orang. Silakan duduk di kursi manapaun yang anda mau.
"

"Y-yeah ..."

Karena rasanya dia seperti orang yang berbeda, aku menurunkan


penjagaanku. Aku memilih tempat duduk secara acak. Awalnya, aku
berpikir untuk duduk di meja 2 orang, tapi karena kami akan belajar, aku
mencoba duduk di meja 4 orang.

Sedangkan untuk Echizen, segera setelah aku masuk ke dalam, dia pergi
keluar untuk membersihkan area itu. Dia mungkin juga ingin
melakukannya lebih awal. Yah, disana tidak banyak pelanggan juga.
Sekarang sudah hampir jam 12 siang, tapi selain diriku, hanya ada
pelanggan 3 wanita. Apalagi mereka sepertinya tipe pelanggan yang
memesan kopi murah dan akan mengobrol selama 5 jam. Dengan
bagaimana keadaan sekarang, tampaknya tidak banyak pelanggan yang
akan datang hari ini.

Sambil memikirkan hal ini, aku terus menunggu Mamiko. Aku merasa
sedikit lapar, jadi aku berpikir untuk memesan sesuatu, tapi aku tidak
ingin memesan apapun sebelum Mamiko tiba.

Lalu, setelah menunggu 20 menit. Mamiko masih belum muncul. Aku


penasaran apa ada yang salah, Mamiko jarang sekali terlambat ... Jika
sebuah kecelakaan terjadi ... Tidak, mungkin dia memutuskan untuk
membatalkan janjinya hari ini dan belajar dengan orang lain ...

Sekali aku mulai memikirkan hal-hal yang buruk, aku akan terus
kepikiran. Saat aku sedang dilanda cemas karena menunggu Mamiko,
smartphone-ku yang aku tinggalkan di atas meja mulai berdering. Melihat
layar, aku melihat nama Mamiko di atasnya dan dengan cepat mengangkat
teleponnya.

"Apa-"

"Maafkan aku, Yoshiki-kun !! Aku tidak bisa pergi hari ini! "

Saat aku mencoba untuk bertanya padanya, dia menyela dan mengatakan
itu.

"Eh ... kau tak bisa datang?"

"Yeah, aku sangat menyesal. Orang tua-ku mengalami kecelakaan pagi ini ...
"

"Eh, kecelakaan!?"

"Ya. Karena aku khawatir, aku memutuskan untuk tinggal bersama orang
tua-ku hari ini. Aku benar-benar minta maaf!!"

"Tolong jangan minta maaf, aku tak keberatan. Tinggallah bersama orang
tuamu hari ini. "
"Terima kasih, Yoshiki-kun. Aku benar-benar minta maaf…"

Suara Mamiko terdengar gemetar. Daripada meminta maaf padaku,


seharusnya dia lebih mengkhawatirkan orang tuanya yang baru saja
mengalami kecelakaan.

Bahkan bagiku, jika orang tuaku mengalami kecelakaan sekarang, aku


tidak bisa berhenti khawatir. Jika seperti itu, aku tak ingin dia
memikirkanku. Aku ingin dia fokus mengkhawatirkan orang tuanya.

"Aku benar-benar tak keberatan. Tak apa-apa jika kau tidak


mengkhawatirkan diriku. "

"Un, un, terima kasih ..."

"Kalau begitu, sampai ketemu di sekolah."

"Ya…"

Panggilannya pun berakhir. Suaranya terdengar seperti dia sedang


menangis, dan itu sedikit menyakitiku. Aku benar-benar khawatir
padanya ...

Aku belum pernah bertemu mereka sebelumnya, tapi ini adalah orang tua
pacarku. Rasanya sulit untuk tidak mengkhawatirkannya. Dan juga,
tampaknya Mamiko juga sedikit terkena dampaknya. Dengan ini, Mamiko
mungkin tidak bisa memikirkan mengenai belajar untuk ujian. Ya…..
Mamiko mungkin sudah belajar setiap hari, jadi dia mungkin akan baik-
baik saja. Masalahnya sekarang ada pada diriku.

Sejujurnya, kupikir semuanya akan baik-baik saja selama Mamiko


membantuku, jadi bahkan sekarang, dua hari sebelum ujian, aku masih
belum belajar sama sekali.

Ini benar-benar buruk.

Terakhir kali adalah hal terbaik yang pernah terjadi, tapi kali ini, mungkin
yang terburuk. Apa yang harus kulakukan? Bagaimana aku bisa bertahan
dalam ujian kali ini? mengkhawatirkan hal ini tidak akan mengubah
apapun.
Untuk sekarang, aku akan membuka buku teks dan mulai belajar. Pertama
adalah bahasa Inggris. Ayo hafalkan tatabahasa dan kosa kata! Aku
menyemangati diriku sendiri, tapi karena aku buruk dalam menghafal, ini
akan menjadi tugas yang sulit. 10 menit setelah memulai, aku masih tidak
bisa menghafal 10 kata.

Untuk ujian kali ini, aku perlu menghafal 200 kata, jadi setelah melakukan
perhitungan sederhana, setidaknya butuh dua jam untuk melakukan
hafalan saja. Ditambah dengan pembelajaran yang dibutuhkan untuk
mempraktekkan penggunaan kosa kata, aku memerlukan waktu 2 hari
untuk belajar bahasa Inggris saja.

Seperti yang kuduga, ini lebih efisien untuk meminta orang pintar untuk
mengajariku ... Saat aku merasa semakin putus asa, Echizen datang ke
tempat dudukku.

"Umm, maukah anda memesan sesuatu?"

Oh yeah, aku masih belum memesan apapun. Tidak melakukan


pemesanan selama satu jam, aku benar-benar pelanggan yang
menyebalkan.

"Tolong, satu kopi dan Omurice."

"Kopi dan Omurice, benar? Dipahami. "

Berbeda dengan sikapnya yang biasanya tidak ramah, Echizen yang


sekarang tersenyum dengan lembut layaknya pelayan professional. Dia
lebih ramah dari biasanya dan lebih mudah diajak bicara. Jika dia biasanya
seperti ini, itu pasti lebih hebat ...

Sembari memikirkan sedikit tentang hal-hal ini, aku sekali lagi


mengalihkan pandanganku kembali pada buku teks. Lalu, aku menyadari
sesuatu yang penting. Sepuluh kosa kata yang baru saja aku hafalkan ……..
aku benar-benar tidak bisa mengingatnya lagi. Kembali ke halaman
pertama buku teks dan melihat kata kosa kata 'hafal', aku tidak mengerti
dari masing-masing kata yang sudah dihafalkan tadi.

Hanya berbicara sedikit dengan Echizen saja aku sudah melupakan


segalanya. Apa yang salah dengan otakku ini? Aku menganggap diriku
cukup pintar, tapi nampaknya aku sama bodohnya saat aku berpikir
bahwa aku ini pintar. Terpukul oleh tingkat kebodohanku sendiri, aku
membuka smartphone-ku. Sejujurnya, aku merasa tak ada gunanya lagi
melakukan ini.

Lagi pula, aku pasti melupakan semuanya di akhir. Jika memang seperti
itu, aku mungkin juga tidak menghafal sejak awal. Merasa puas dengan
proses berpikir misteriusku, aku mulai menjelajahi internet di
ponselku. Ini adalah sesuatu yang pasti tidak boleh aku lakukan selama
ujian. Setelah beberapa saat, Echizen membawa omurice pesananku.

"Terima kasih telah menunggu. Ini Omurice anda. "

"Terima kasih."

"Kopinya akan datang sebentar lagi, jadi tunggu sebentar."

Setelah mengatakan itu, Echizen kembali ke belakang dan datang kembali


ke tempat dudukku sambil memegang kopi. Sambil melihat Echizen, aku
memikirkan sesuatu.

"Oh iya, apa kau memiliki ujian atau semacamnya, Echizen?"

Echizen merupakan murid SMA Oumi, namun masa ujian kita sering
berbarengan satu sama lain. Jika itu yang terjadi,rasanya akan aneh kalau
Echizen sedang melakukan pekerjaan part-time sekarang ... Memikirkan
itu, aku memutuskan untuk bertanya pada Echizen, tapi dia berbalik
dengan wajah kesal.

"... memang ada, tapi ..."

Lalu, dia membalas dengan respon dinginnya yang biasa. Eh, pergi kemana
kepribadiannya yang cerah tadi?

"Entah kenapa, suasana hatimu tiba-tiba memburuk, Echizen."

"... Itu karena kau mulai berbicara padaku."

Apa kau sebenci itu padaku?

"Kau barusan banyak tersenyum."


"Karena itu caraku melayani pelanggan."

Jadi begitu, bahkan jika dia membenciku, jika aku adalah pelanggan, dia
masih bisa melayaniku dengan benar. Lalu, jika aku bukan pelanggan, tapi
rekan kerja part-time saat aku ingin berbicara dengannya, dia akan
mengabaikanku.

"Begitu ya. Aku minta maaf karena telah berbicara denganmu. "

"Bukannya aku terganggu oleh itu. Baiklah aku akan pergi sekarang."

"Tidak, tunggu sebentar. Karena sudah terlanjur berbicara denganmu, apa


kau mau mendengarkanku sebentar? "

"…Aku mengerti."

Dia melihat sekeliling sambil berusaha menemukan alasan untuk menolak,


tapi karena tidak ada alasan yang tersedia, dia dengan enggan menyetujui.

"Baiklah, sepertinya kau memang sedang ujian. Apa kau baik baik saja?"

"Karena aku belajar setiap hari, tak masalah."

"Heh ~, berapa peringkatmu secara umum?"

"…Pertama."

"Apa?"

"Pertama."

...

Eh, barusan dia bilang pertama?

"Maaf, apa kau bisa mengatakannya sekali lagi?"

"Aku bilang, pertama."

"..."
Aku tidak sengaja terdiam. Oumi bukanlah sekolah SMA dengan banyak
orang bodoh. Sebaliknya, akhir-akhir ini, para siswa di sana lebih pintar
bila dibandingkan dengan sekolahku. Menempati peringkat pertama di
SMA seperti itu…..

Orang ini terlalu pintar. Aku bekerja part-time dengan orang seperti
ini? Melihat aku membeku karena terkejut, Echizen pun mendesah.

"Kalau begitu, aku akan kembali bekerja."

Setelah mengatakan itu, dia berbalik. Melihatnya punggungnya yang


menghadap diriku, aku mendapatkan ide bagus.

"Tunggu sebentar!"

"…Ada apa lagi?"

Mungkin merasa kesal karena dipanggil berulang kali, Echizen melotot


padaku. Tatapannya terlihat tajam. Sambil mencoba yang terbaik untuk
menerima tatapannya, aku ingin meminta bantuannya.

"Jika mungkin, apa kau membantuku belajar?"

"Aku tidak mau."

Aku langsung ditolak olehnya.


Chapter – 20

"Apa kau benar-benar tidak bisa melakukannya? Aku mohon"

"Aku tidak bisa, aku sedang ada shift sekarang."

Diberitahu seperti itu, aku tidak dapat membantahnya. Echizen bekerja di


sini untuk menghasilkan uang. Dia perlu melakukan pekerjaannya dengan
benar dan mengawasi restoran.

"Begitu ya... aku minta maaf."

Ini memang permintaan yang cukup egois.

Aku harus memikirkan ini dari perspektif Echizen sebelum mengatakan


sesuatu. Saat aku merenungkannya, aku mengalihkan perhatianku pada
omurice di atas meja. Melihatku seperti itu, Echizen kembali ke dapur.

Apa boleh buat, hari ini aku akan belajar sendiri. Dari awal, memang
beginilah seharusnya belajar untuk ujian. Ini sama seperti masa SMP dulu,
Oleh diriku sendiri, sendirian, belajar dengan efisiensi yang sangat
buruk. Aku memfokuskan penglihatanku pada buku kosakata sembari
memakan omuriceku. Kali ini, akan kupastikan untuk tidak melupakannya
lagi.

Saat aku mulai berkonsentrasi untuk belajar, sebuah bayangan tiba-tiba


menutupi buku kosakata-ku. Aku berbalik dan melihat Echizen dengan
ekspresi yang tidak puas.

"A-Ada apa?"

"Owner, dia menyuruhku untuk membantumu."

"Ahhh ~"

Aku sudah mengatakan ini sebelumnya, tapi Owner memiliki kebiasaan


aneh untuk mencoba kami berdua bisa bersama.

"Maaf soal itu. kau tak harus melakukannya bila kau memang tidak mau "
"... Tidak, tak masalah. Lagipula aku sedang bebas, aku akan membantu. "

"Apa benar tak apa-apa?"

"Ya."

Jika dia sendiri bilang begitu, maka aku akan menerima kebaikannya dan
menerima bantuan darinya. Aku bergerak sedikit ke samping dan
memberi ruang bagi Echizen. Namun, Echizen menatapku dengan aneh
sebelum duduk di kursi yang ada dihadapanku.

"Bukannya aku harus duduk di sebelahmu."

"Ah ... itu benar."

Ini sangat memalukan. Aku sudah terbiasa dengan Mamiko yang selalu
duduk disebelahku dan aku berpikir bahwa Echizen juga akan melakukan
hal yang sama. Tentu saja akan seperti ini. Karena kami berdua tidak
berpacaran satu sama lain, mana mungkin Echizen akan duduk di
sampingku.

"Dan, kau perlu bantuan apa?"

"Saat ini aku sedang mencoba menghafal kosakata bahasa Inggris."

Saat aku mengatakan itu, Echizen menundukkan kepalanya dengan


terheran.

"Jika itu masalah menghafal maka aku tidak bisa banyak membantumu ..."

"Kalau begitu, apa kau punya tipsnya? Aku tidak pandai dalam menghafal.
"

"Tips untuk menghafal? Ummm, mungkin mengaitkannya dengan


sesuatu?"

"Mengaitkannya dengan sesuatu?"

"Benar, itu bisa memberi kesan yang lebih kuat jadi lebih mudah
dihafalkan. Jika tidak, kau mudah melupakan apa yang coba kau hafal. "
"Y-yeah."

Echizen yang biasanya pendiam, sekarang memberiku banyak saran. Itu


membuatku agak senang.

"Sesuatu dengan kesan yang kuat ..."

Bisa dibilang, alasan kenapa aku bisa memperoleh nilai yang tinggi pada
ujian terkahir mungkin karena Mamiko yang membantuku. Semua yang
Mamiko katakana meninggalkan kesan yang kuat dalam diriku. Lagipula,
belajar bersama Mamiko sendiri adalah situasi yang tidak biasa. Lalu, jika
lingkungan ujianku kali ini juga meninggalkan kesan yang kuat sama
besarnya, mungkinkah hafalanku akan berjalan lebih lancar?

"Echizen juga sedang ada ujian, ’kan?"

"Itu benar…"

"Kalau begitu, ayo kita menghafal bersama."

"... tak apa-apa, tapi pada dasarnya aku sudah menghafal semua kosakata
inggris yang diperlukan."

"Meski begitu, tak masalah. Ini juga penting untuk pembelajaranmu,


Echizen. "

"Jika kau bilang begitu, kurasa, baiklah aku akan belajar juga."

Dia tampak sedikit enggan, tapi dengan sedikit dorongan, dia akhirnya
menyerah. Ternyata Echizen cukup sederhana dan baik hati.

*****

"Baiklah, sekarang sudah waktu istirahatku."

Echizen berkata begitu saat dia berdiri. Kami sudah mempelajari kosakata
bahasa Inggris bersama-sama selama dua jam. Ngomong-ngomong,
sebenarnya dia sudah menghafali semua hafalan kosakata, karena itu, ini
adalah menghabiskan waktu dengan baik.
Seperti yang kuduga, saat aku mengingat waktu yang kuhabiskan
bersamanya, kosakata itu kembali lagi padaku. Sepertinya aku bisa
menghadapi ujian bahasa Inggris kali ini dengan baik.

"Ah, tunggu sebentar."

Aku menghentikan Echizen yang ingin memulai istirahatnya. Aku


mengeluarkan dompetku dan mengeluarkan satu lembar Hideyo Noguchi-
sama. [1]

"Ini, sebagai ucapan terima kasihku untuk hari ini."

"... tidak usah, aku tidak membutuhkannya. Aku hanya melakukan ini
karena owner menyuruhku untuk melakukannya. Aku akan
menganggapnya sebagai bagian dari pekerjaan. "

Echizen menjawab dengan nada jengkel. Itulah yang dia katakan ... tapi
aku sendiri yang merasa tidak enak padanya.

Dia mungkin menganggapnya sebagai bagian dari pekerjaan, tapi bagiku,


itu berarti lebih. Jika aku tidak melakukan sesuatu sebagai balasannya,
aku nanti merasa sedikit terganggu. Jika aku memberi uang mungkin agak
berlebihan ... Sesuatu yang menurut Echizen tidak terlalu berlebihan ...

...

Ah, tentu saja, itu dia.

"Lalu, bagaimana kalau aku memberimu kostum baru dalam Human Beast
Wars?"

Saat aku mengatakan itu, tubuh Echizen menegang dan gemetar


sedikit. Itu adalah permainan hebat yang selalu aku mainkan, Human
Beast Wars. Echizen juga memainkannya. Di lain hari, aku bisa berbicara
sedikit dengannya.

Game ini memiliki fungsi untuk menyesuaikan karaktermu sendiri,


mengubahnya dengan berbagai kostum yang berbeda. Kostumnya juga
bisa dibagikan dengan siapapun, jadi aku bisa memberi kostumku ke
Echizen. Aku berencana memberi Echizen kostum sebagai ucapan terima
kasih untuk saat ini.

"Jenis kostum... apa"

"Aku kebetulan mendapatkannya dari bonus pencarian. Ada lima tipe


yang berbeda untuk dipilih, jadi Echizen bisa memilih mana yang sangat
kau sukai. "

"... Kalau begitu, aku akan menerimanya."

Yosh!

Dengan ini, aku bisa membayar hutangku.

"Kalau begitu, mana yang kau sukai?"

Aku membuka aplikasi Human Beast Wars dan menunjukkan pada


Echizen yang mana layar kostumnya.

"Hmmm, yang mana ...?"

Echizen menatap layar dengan wajah lebih serius dari


biasanya. Nampaknya Gadis ini cukup kecanduan pada game ini. Sambil
memikirkan pemikiran acak, aku juga mengintip ke layar. Ada banyak
kostum keren dan imut berbaris di layar. Echizen kemungkinan besar
memiliki karakter wanita, jadi kemungkinan dia akan memilih kostum
yang imut.

"Hmm ..., eh ...?"

"Hmm? Apa ada yang salah?"

"... Yosshii ..."

"Ah, itu username-ku. Nama yang bagus, bukan? "

Dia mungkin melihat username yang ditunjukkan pada pojok kiri atas saat
dia membacanya dengan suara keras. Karena itu, aku tidak terlalu
terkejut, tapi entah kenapa, Echizen sedang tertegun.
"... Eh, ada apa?"

Saat aku bertanya padanya, dia tidak menjawab dan malahan tiba-tiba
membuka daftar temanku. Daftar temanku tidak terlalu panjang jadi
daftarnya bisa dilihat secara utuh pada satu halaman. Di antara nama yang
ada di daftar teman, ada nama anggota party-ku.

"... .. aku tidak menginginkannya."

"Apa? Tapi sudah kubilang aku akan memberikannya padamu? "

"Aku tidak menginginkannya, itulah yang aku katakan."

Kemudian, Echizen berpaling dariku dan kembali ke ruang


istirahat. Wajahnya sedikit memerah. Sebenarnya, apa yang terjadi? Jika
dia tidak menerimanya ... perasaanku ...

Yah, kurasa aku hanya mencoba mendorong nilai diriku sendiri


padanya. Mau bagaimana lagi, jika Echizen mengatakan dia tidak
menginginkannya, maka aku hanya harus menerimanya. Meski begitu,
baru saja apa yang terjadi dengan dirinya?

Tidak peduli seberapa banyak aku memikirkannya, aku tidak bisa


menemukan jawabannya.
Chapter - 21

<PoV Echizen>

Tepat setelah itu, saat istirahat, aku terus membuka aplikasi Human Beast
Wars sepanjang waktu.

Aku tidak sedang bermain, aku hanya meninggalkannya seperti itu. Di


layar terdapat profil temanku, Yosshii-san. Yosshii-san telah melakukan
300 quest solo, dan sudah membunuh sekitar 600 monster dalam
perburuan. Sebelumnya, Yosshii-san mengirimku pesan pribadi di dalam
game.

Dia mengirim pesan seperti "Mau ikut quest bersama?", Atau


"Mungkinkah kau sedang bermain bersama orang lain?".

Mungkin karena aku online sepanjang waktu. Biasanya, aku akan sangat
senang melihat pesan ini, tetapi dalam situasi yang sekarang, aku tidak
bisa. Itu karena, Selama ini Yosshii-san adalah rekan kerjaku.

Ditambah pula, aku sangat buruk dalam berinteraksi dengannya. Namanya


adalah Setsu-kun. Aku tidak tahu nama depannya. Bukan berarti Setsu-
kun adalah orang yang jahat, tapi entah kenapa, aku tidak bisa akrab
dengannya. Kupikir karena kita memang tidak cocok satu sama lain.

Bahkan sampai sekarang, dia masih berusaha untuk berbicara denganku


dan sejujurnya, itu mulai menjengkelkan. Topik yang dibicarakannya sama
sekali tidak kupahami. Kami sepertinya tidak bisa meneruskan
percakapan.

Baru-baru ini, sejak kami mengetahui bahwa kami memainkan game yang
sama, kami bisa berbicara sedikit lebih banyak, tetapi hanya tentang
itu. Aku tidak memiliki perasaan yang khusus atau semacamnya. Dia
hanyalah rekan kerja part-time bagiku. Sejujurnya, aku sama sekali tidak
peduli tentang dirinya.

Kenapa….kenapa aku sangat memikirkan Setsu-kun? Selama waktu


istirahat, aku berakhir memikirkannya. Selama ini, aku juga merasa
aneh. Melihat layar game dengan nama Yosshii-san di atasnya membuat
perasaan aneh ini tumbuh.

Yosshii-san benar-benar orang yang baik. Aku tak pernah bertemu


dengannya secara langsung, namun bisa dibilang bahwa aku
menganggapnya sebagai seseorang yang istimewa. Karena Yosshii-san,
hidupku menjadi lebih menyenangkan, dan aku bisa berteman dengan
banyak orang lain.

Bahkan hanya bermain bersama satu sama lain saja sudah sangat
menyenangkan, dan perasaan yang belum pernah aku alami sebelumnya
mulai tumbuh. Kupikir ini sedikit bodoh, tapi aku memang menyukai
Yosshii-san. Ini bukan seperti aku ingin berpacaran dengannya, tapi lebih
seperti sebagai orang yang sangat aku sukai.

Sejujurnya, aku berpikir bahwa memiliki perasaan semacam itu pada


teman di dalam game adalah tindakan yang bodoh. Untuk Yosshii-san yang
sangat aku sukai, berubah menjadi sesama pekerja part-time Setsu-kun ...

Pikiranku mulai kacau. Hal seperti ini benar-benar terjadi. Apa yang harus
aku lakukan? Caraku berperilaku di sekitar Setsu-kun, caraku bertingkah
pada Yosshii-kun, aku tak tahu apa yang harus dilakukan ...

Aku memukul dahiku ke meja di ruang istirahat. Rambut yang sudah aku
tata dengan rapi sekarang benar-benar berantakan. Tapi, aku tidak terlalu
keberatan. Ada hal yang lebih penting untuk kupikirkan.

Apa yang ingin aku lakukan?

Aku bertanya pada diriku sendiri. Pada saat-saat seperti ini, aku hanya
bisa menanyakan pada diriku sendiri untuk menemukan jawabannya. Aku
menyelam jauh ke dalam pikiranku, mencoba memahami
perasaanku. Kupikir aku harus melanjutkan hubungan yang kumiliki
sekarang dengan Setsu-kun dan Yosshii-san.

Lalu, apa yang harus aku lakukan? Sekali lagi, aku bertanya pada diriku
sendiri. Jika aku menginginkan yang sama, maka aku harus bertindak
dengan cara yang sama juga. Ini adalah tindakan yang terbaik.
Setsu-kun menjadi Yosshii-san, aku harus membedakan mereka. Setsu-
kun adalah rekan kerjaku, sementara Yosshii-san adalah teman
permainanku yang berharga. Tidak ada yang berubah. Seharusnya tak
masalah apabila mereka adalah orang yang sama.

Aku hanya harus bertindak seperti biasanya, seolah-olah aku tak tahu
apapun, dan berinteraksi dengan dia cara seperti itu. Itulah yang harus
kulakukan. Saat aku mengulangi ini untuk diriku sendiri berulang kali,
waktu istirahatku telah berakhir. Aku buru-buru menekan kartu waktuku
dan mengubah ekspresiku ketika aku pergi keluar.

Seperti biasa, Owner sedang berada di dapur. Setsu-kun bisa terlihat


sedikit lebih jauh. Selain dirinya, hanya ada tiga wanita di dalam toko.

“Ah, apa istirahatmu sudah selesai? Lalu, karena tidak ada banyak
pelanggan, Kau bisa membantu Setsu-kun lagi. ”

"Jika tidak ada yang harus dilakukan, kurasa aku akan pergi."

Si Owner untuk beberapa alasan selalu mencoba untuk membuatku


bersama dengan Setsu-kun, tapi rasanya benar-benar cukup
mengganggu. Aku benar-benar tidak memiliki perasaan semacam itu pada
Setsu-kun.

Karena itu, aku dengan santai menanggapi kata-katanya. Tentu saja, aku
tidak ingin pergi dan membantunya. Lebih baik bagiku untuk
membersihkan beberapa kursi pelanggan.

Memikirkan itu, aku memulai pekerjaanku. Meski aku bilang


membersihkan, tapi itu hanya mengatur menu di atas meja dan
mengelapnya dengan sepotong kain. Melihat sekilas pada Setsu-kun, aku
dihadapkan dengan tatapannya yang memandang serius ke arah buku
teksnya.

Dia datang kesini untuk belajar, tapi mengapa dia datang ke tempat
kerjanya untuk melakukan itu? Aku mempertanyakan itu, tapi aku tidak
perlu bertanya kepadanya. Tapi, ini tetap saja rasanya aneh.

Aku terus meliriknya. Setiap kali aku melihatnya, semua yang dia lakukan
adalah belajar. Aku penasaran mengapa aku melakukan ini? Ah, aku
mengerti, aku ingin tahu mengapa dia ada di sini. Kalau begitu, tanyakan
saja padanya.

Aku berjalan ke kursi Setsu-kun. Sementara itu, Setsu-kun tidak


menyadariku saat dia terus menatap buku teksnya. Aku punya firasat
buruk tentang itu tapi aku tidak terlalu memikirkannya dan akan
berbicara.

"..."

Atau begitulah yang kupikirkan, tetapi tidak ada suara yang


keluar. Kenapa? Padahal yang kulakukan hanyalah ingin bertanya
padanya.

“... Hmm? Ada apa, Echizen? ”

Seperti yang kuduga, dia mulai menyadariku setelah aku berjalan


mendekatinya. Aku menatapnya.

"Tidak ada."

Lalu, aku mengatakan sesuatu yang aku sendiri tidak mengerti. Aku ingin
bertanya padanya tapi mengapa aku tidak bisa mengeluarkan pertanyaan
itu?

"Eh, kalau begitu kenapa kamu di sini?"

"Aku tak tahu."

“Haa? Apa ada yang salah, Echizen? ”

"Tidak ada yang salah."

Apa yang sedang kulakukan? Mengapa aku tidak bisa mengatakan apa
yang aku pikirkan? Mengapa aku hanya mengatakan hal yang tidak
berarti? Untuk beberapa alasan, wajahku muali memanas. Mungkinkah,
aku merasa gugup? Mengapa? Aku sudah berbicara dengan Setsu-kun
berkali-kali sebelumnya. Setsu-kun hanyalah laki-laki yang tidak
kupedulikan sama sekali.

"Kalau begitu, aku akan kembali bekerja."


"Haa ... Apa kau menginginkan sesuatu dariku atau tidak ..."

Ketika aku pergi, Setsu-kun mengatakan itu dengan suara pelan, tapi aku
tidak mengatakan apa-apa. Atau lebih tepatnya, aku tidak bisa
mengatakannya. Setelah itu, aku terus mengikuti Setsu-kun dengan
mataku. Aku bahkan tidak mengerti diriku sendiri.
Chapter – 22

Hari ini, aku bisa menyelesaikan banyak pembelajaran.

Ya…walau pada akhirnya, Echizen bertingkah sedikit aneh, tetapi berkat


Echizen membantu hafalanku, aku tidak menyia-nyiakan waktu
produktifku. Jika terus seperti ini, kurasa aku harus meminta bantuan
Echizen untuk besok juga.

Ketika aku sedang memikirkan hal seperti itu selama perjalanan pulang,
Smartphone-ku mulai bergetar. Melihat ke layar ponsel, ada panggilan
dari Mamiko. Sayangnya, aku sedang berada di kereta, daripada
menjawab, aku mengirimnya pesan, “Ada apa?”.

Dia membalas kembali dengan cepat.

“Aku benar-benar minta maaf karena tidak bisa pergi hari ini. Mungkin ini
terlalu mendadak, tapi apa kau punya rencana besok? "

"Tidak ada, memangnya kau membutuhkan sesuatu dariku?"

"Tidak, ya …... kondisi ibuku tidak sebagus itu ..."

"Benarkah…? bukankah itu buruk? "

"Aku tidak diberitahu secara rinci ... Tapi sepertinya dia pernah bilang
ingin bertemu Yoshiki-kun."

"... Eh, kenapa?"

"Dia mengatakan sesuatu mengenai ingin menjadi lebih baik atau


sesuatu?"

"Dan ... dia akan menjadi lebih baik jika aku pergi?"

"Sepertinya begitu..."
Itu yang dikatakannya, tapi aku ingin tahu apakah Mamiko baik-baik
saja. Aku memang khawatir tentang orang tuanya, tetapi sejujurnya, aku
lebih mengkhawatirkan Mamiko dibandingkan dengan orang tuanya.

"Kalau begitu, aku akan pergi."

Aku menjawab seperti itu sambil memikirkan untuk memeriksa keadaan


Mamiko, ketimbang pergi menemui orang tuanya. Setelah itu kami
membuat rencana untuk bertemu besok jam 3 sore, di rumah sakit pusat
di kota.

Keesokan harinya, aku belajar sebanyak yang aku bisa di pagi hari dan
keluar rumah sekitar jam 2:30 sore.

Rumah sakit pusat bisa ditempuh melalui sepeda dengan waktu


perjalanan 30 menit. Saat aku tiba, aku merasa sedikit linglung. Ketika aku
masih kecil, gambaran yang aku miliki tentang rumah sakit adalah bahwa
kau akan pergi ke sana jika terjadi sesuatu, tapi sekarang, aku hampir
tidak pernah pergi ke rumah sakit.

Jika kau masuk angin, "Beristirahatlah dan kau akan membaik" dan
semuanya sudah terselesaikan. Bila lengan atau kakimu sakit, "Baiklah,
kau mungkin baik-baik saja", dan tidak ada lagi yang dilakukan. Dengan
demikian, bau obat yang menyengat hidungku, dan ketegangan yang sunyi
memberiku sedikit pengalaman baru.

Aku duduk di kursi secara acak dan mengambil ponselku untuk


menghubungi Mamiko dan memberi tahu dia bahwa aku sudah tiba di
rumah sakit. Tak lama kemudian Mamiko pun muncul dan memanggilku.

"Maaf telah membuatmu menunggu."

“Tak apa-apa. Ayo pergi."

"Ya, lewat sini."

Aku mengikuti di belakang Mamiko. Seperti yang kuduga, Mamiko masih


terlihat cantik bahkan bila dilihat dari belakang. Aku pernah mengatakan
ini sebelumnya, tapi Mamiko menjadi lebih cantik jika dalam pakaian
santainya. Selain itu, dia kelihatannya sangat bersemangat
sekarang. Sepertinya tidak ada gunanya aku mengkhawatirkan dia.

"Aku minta maaf mengenai masalah kemarin."

“Sudah kubilang jangan terlalu dipikirkan. Daripada itu, apa orang tuamu
baik-baik saja? ”

“Yeah, itu hanya patah tulang. Aku khawatir karena ibuku membuatnya
terlihat seperti masalah besar. ”

Ya..itu bagus. Dia telah membuatnya seperti menjadi serius, jadi kupikir
cederanya cukup parah sampai bisa ada kemungkinan untuk melakukan
operasi.

“Baguslah kalau begitu. Patah tulang hanya membutuhkan waktu sekitar


satu bulan untuk sembuh. ”

“Ya, ini benar-benar hal yang bagus. Sebelumnya aku sangat khawatir. ”

Suara lembutnya mewakili perasaannya yang lega. Yeah, jika Mamiko


baik-baik saja maka aku juga merasa lega.

"Mungkin aneh bagiku untuk menanyakan ini karena aku sendiri yang
membatalkan rencananya pada saat-saat terkhir, tapi apa yang kau
lakukan kemarin?"

“Ah ~pada akhirnya, Aku belajar di Mon Pet Kuwa.”

"Sendirian?"

"... Salah satu rekan kerjaku membantu belajar."

"Orang itu ... bukan seorang gadis, iya ‘kan?"

"... Ya, dia seorang gadis."

"Jadi, memang seorang gadis ya~." (TN: Mamiko yandere mode: On :v)

"Geh!"
Bagaimana dia tahu? Kupikir aku memiliki wajah poker yang cukup bagus.

"Begitu ya~. Jadi saat aku tidak ada, kau memutuskan untuk belajar
dengan gadis lain. ”

Mamiko menggembungkan kedua pipinya, menunjukkan perasaan


marahnya yang sangat jelas. Akhir-akhir ini ketika dia marah, dia tidak
hanya merajuk, tapi juga, dia marah dengan cara yang imut seperti
ini. Tidak, aku rasa itu memang salahku karena membuatnya marah.

"Maaf. Itu karena dia gadis yang pintar. ”

"Memangnya seberapa pintar?"

"Peringkat pertama dikelasnya di SMA Oumi."

"Cih ..., memang ... luar biasa, tapi ..."

Mamiko menatapku saat dia dengan putus asa menggigit bibirnya.

Aku berpikir bahwa dia tampak imut seperti itu tapi aku mencoba
menunjukkan senyum minta maaf dan mengatakan bahwa aku menyesal.

Aku berpikir bahwa dia hanya ngambek seperti biasanya.

Namun, Mamiko bertindak sedikit berbeda.

“... Apa-apaan dengan sikap itu? Apa kau benar-benar merasa menyesal? ”
(TN: Yandere mode half-serious :v siapkan tempat pemakamanmu sebelum
terlambat)

Dia membalas dengan aura negatif yang berbeda dari biasanya.

"Te-Tentu saja, aku menyesal ..."

"Pembohong, kali ini juga kau pasti berpikir bahwa aku akan
memaafkanmu seperti biasanya."

"..."

Dia sangat tepat sampai aku tidak bisa mengatakan apapun.


“Ugh, aku tidak bisa menahannya. Di sekolah Kau berbicara dengan gadis
secara normal, saat pekerjaan part-time, kau juga berbicara dengan gadis
secara normal. Aku sangat membencinya."

Dia perlahan mengeraskan suaranya. Pada akhirnya, dia memelototiku.

“Aku tidak akan memaafkanmu. Hingga kau benar-benar menyesali apa


yang telah kau perbuat, aku pasti tidak akan memaafkanmu. ”

Kemudian, Mamiko keluar dari ruangan dan pergi entah kemana. Setelah
tertinggal di belakang, aku tidak mengejar Mamiko, tapi hanya berdiri di
sana dengan tertegun. Aku merasa bahwa jika aku mencoba menghentikan
Mamiko secara paksa, kami takkan bisa membuat perkembangan ke mana
pun.

Lagipula, Mamiko tidaklah salah.

Apa yang sudah aku lakukan sekarang adalah mencoba memanfaatkan


kebaikan Mamiko. Itu karena, aku dengan naifnya berpikir bahwa dia akan
memaafkanku tak peduli apapun yang kulakukan karena dia
menyukaiku. Aku berdiri di tengah-tengah lorong rumah sakit,
mendongak ke atas saat aku mulai menyesali pemikiran naifku.

“Hey, Shounen. Apa ada yang salah?"

Kemudian, ada seseorang yang memanggilku. Saat aku berbalik untuk


melihat, berdiri disana ialah seorang wanita yang berusia 30-an. Dia
memegang tongkat untuk menopang kaki kirinya yang di gips. Tampaknya
kaki kirinya terkena patah tulang.

"Tidak, tidak ada yang salah. Terima kasih atas perhatian anda."

“Dengan wajah seperti itu, mana mungkin tidak terjadi apa-apa. Jadi,
mengapa kamu tidak menceritakannya padaku sebentar? ”

Tidak, curhat pada seseorang yang baru aku temui itu sedikit..... Kupaksa
diriku untuk tersenyum, aku mencoba untuk menolak. Lalu, saat dia
melihat wajahku, wanita itu tiba-tiba melepaskan tongkatnya. Tentu saja,
karena dia ditahan oleh tongkat, saat dia melepasnya, dia akhirnya
terjatuh. Bergerak secara refleks, aku menangkapnya, tanganku hampir
menyentuh tanah. Ini mirip dengan gendongan putri.

"A-apa anda baik-baik saja?"

“Entah kenapa, kakiku sedit sakit ~. Aku mungkin tidak bisa berjalan
sendiri, maukah kau membantuku berjalan kembali? ”

Ketika dia mengatakan itu, dia bertingkah seola-olah dia sedang kesakitan,
namun itu jelas sekali sampai aku sendiri tahu bahwa dia sedang berpura-
pura. Orang ini, dia sengaja jatuh ...

Aku hanya sebentar berbicara dengannya. Tapi seberapa banyak dia ingin
aku curhat padanya? Sambil memikirkan itu, aku akhirnya dengan tenang
membantu wanita itu ke kamarnya, karena jika dia terluka, aku tidak bisa
meninggalkannya begitu saja.
Chapter - 23

"Jadi, apa yang sedang kau khawatirkan?"

Saat ini, aku sedang berada di sebuah kamar di dalam rumah sakit, ditatap
langsung seorang wanita yang dirawat di sini. Wajahnya tampak seperti
ingin memastikan sesuatu dariku. Wanita itu sendiri cukup cantik, dan
sejujurnya, ditatap olehnya membuatku sedikit gugup. Tapi…

"Tidak, bukan seperti aku ingin curhat pada anda atau apapun."

“Jangan mengkhawatirkan hal yang sepele. coba katakan padaku? ”

Dia sama gigihnya dengan nenekku. Tidak juga, aku tidak perlu curhat
pada orang lain ... Aku adalah tipe orang yang memikirkan banyak hal dan
merenungkannya pada diriku sendiri.

“Beneran, aku baik-baik saja. Kalau begitu, aku akan pergi sekarang ... ”

"Ah ~ tunggu sebentar."

"… Apa itu?"

"Tak masalah jika kau tidak ingin berbicara mengenai kekhawatiranmu,


hanya berbicara dengan bibi tua ini sebentar."

"... Maaf, tapi aku masih ada hal lain yang harus kulakukan."

Itu benar, aku perlu berkonsentrasi dan memikirkan kejadian yang terjadi
dengan Mamiko. Aku harus memikirkan kembali semua tindakanku sejauh
ini, dan merenungkannya.

"Fuun ~ Apa yang akan kau lakukan?"

"Ini tidak ada hubungannya dengan anda."

Karena bibi ini begitu gigih, kata-kataku menjadi sedikit tidak sopan.
“Tidak perlu marah begitu. Selain itu, aku tahu semuanya. ”

"… Apa maksud anda?"

"Kau, bertengkar dengan pacarmu tadi, iya ‘kan?"

"!!!"

Ke-Kenapa ...

Mungkin orang ini adalah peramal nasib, atau sesuatu seperti itu ...

"Yah, aku hanya kebetulan berada di sana ketika insiden itu terjadi ~"

“... Jadi begitu rupanya. Anda mengagetkanku…"

Aku baru saja akan menghela nafas lega, saat wanita itu menjatuhkan bom
lebih besar dari apa yang dia katakan sebelumnya.

"Dan, pacarmu itu ... Dia adalah putriku ~"

"...…...."

Aku berjalan keluar ruangan dan berbalik. Di sana, tepat di bawah nomor
kamar, adalah kata-kata yang ditulis Kii. Tidak ada orang lain di ruangan
ini, jadi nama belakang wanita itu pasti Kii. Dan nama belakang pacarku
juga, Kii.

Sekali lagi, aku perlahan memasuki ruangan. Aku tak sadar tentang ini
sebelumnya, namun wanita ini memang terlihat sedikit mirip
Mamiko. Meski gaya rambutnya pendek, ia memiliki rambut hitam yang
cantik seperti Mamiko. Dia juga memiliki kelopak mata yang panjang. Ada
beberapa bagian dirinya yang mengingatkanku pada Mamiko.

"Baiklah, Apa sekarang kau percaya pada bibi ini?"


Wajah puas yang ditunjukkannya membuatku merasa sedikit terganggu,
tetapi tak ada alasan bagiku untuk tidak setuju.

"Ya, aku percaya pada anda."

Aku berkata begitu sambil melihat ke bawah. Ini buruk, karena aku
mengetahui bahwa dia adalah orang tua Mamiko, aku menjadi
gugup. Apalagi, dia melihat percakapan kami dari sebelumnya. Kuharap
dia tidak marah ...

“Ngomong-ngomong, aku minta maaf tentang kemarin. Kalian punya


rencana untuk belajar, kan? ”

"T-Tak apa-apa, anda tidak perlu mengkhawatirkan hal itu."

"Tidak tidak, aku merasa keberatan ~ Gadis itu terlihat sangat murung
kemarin."
"Yah, itu karena O-okaa-san mengalami kecelakaan." (TN: Okaa-san
adalah panggilan ibu dalam bahasa Jepang, dan biasanya cara orang
merujuk pada ibu orang lain.)

“Memang ada bagian itu juga, namun gadis itu terus berkata, ‘maafkan aku
Yoshiki-kun’, sepanjang waktu.”

"Apa….benar begitu?"

Perasaan apa ini, seolah-olah bendungan baru saja meledak dan


meluap? Maksudku, aku tak pernah meminta untuk meminta maaf
sebanyak ini.

"Namun, kau akhirnya bermain-main dengan gadis lain, kan?"

Sepertinya pertengkaran kami terdengar cukup jelas. Ibu Mamiko melihat


ke arahku, menatapku dengan intens. Seperti yang diharapkan dari orang
tua dan anak, cara mereka marah sama-sama menakutkan.

"Tidak, ini bukan seperti aku sedang bermain-main."

Saat aku panik dan mencoba memberi alasan, ibu Mamiko berkata, “Fufu”,
dan tersenyum.
“Aku sebenarnya tidak semarah itu. Tentu saja sebagian kesalahan ada
pada dirimu, tapi tampaknya Mamiko juga perlu sedikit berubah. ”

“Tidak, kali ini benar-benar kesalahanku. Tak perlu alasan bagi Mamiko…
san untuk berubah. ”

"Ada. Anak itu, terlalu bergantung padamu. ”

"..."

Samar-samar aku berpikir seperti itu juga, tapi ...

"Kau memang orang yang baik. Itu sebabnya aku mengerti mengapa
Mamiko sangat menyukaimu. Tapi, perbuatan yang dia lakukan terlalu
ekstrim, iya ‘kan ?. ”

"… Maksudku…"

Aku benar-benar ingin menyangkalnya. Aku ingin mengatakan bahwa


perasaan Mamiko untukk diriku adalah normal, tapi kata-kata itu tidak
bisa keluar dari mulutku. Hanya berpikir tentang bagaimana dia
berpacaran dengan laki-laki yang tidak dia ajak bicara selama lebih dari
10 tahun dan situasinya sudah tidak terkendali lagi.

Dari sudut pandangku, itu bukanlah sesuatu yang menggangguku, namun


secara obyektif, ini adalah sesuatu yang bisa menimbulkan
ketakutan. Ketika mengenai situasi yang sekarang, itu memang karena
kurangnya tanggung jawabku. Tanpa diragukan lagi, itu adalah
kesalahanku. Namun, mengingat tindakannya sebelumnya, aku tidak bisa
menolak kata-kata ibu Mamiko.

“Seperti yang kuduga, dia bertindak sedikit ekstrim. Haa ~ ”

Melihat wajahku, ibu Mamiko memegang pelipisnya dan menghela


napas. Desahannya merupakan desahan yang akan kau berikan jika
anakmu sendiri telah melakukan kesalahan.

Tidak, itu mungkin sedikit berbeda.

“Umm, tak peduli bagaimana keadaan Mamiko sekarang, aku masih bisa
mencintainya. Aku memiliki keyakinan dalam hal itu. ”
Saat aku mengatakan itu, ibu Mamiko mulai pergi, melihat ke arahku, dan
sekali lagi menghela nafas.

"Kau, mungkin akan dibunuh oleh Mamiko, tahu?" (TN: Ibunya sendiri
ngakuin kalo Mamiko itu yandere :v)

"Eh, apa?"

“Tipe orang seperti itu memang ada. Tipe orang dengan perasaan
romantis yang begitu besar sampai akhirnya tidak bisa terbendung. ” (TN:
Hati-hati milih pacar, bisa jadi pacamu itu Yandere :’v)

"Tapi, bukannya tak masalah selama aku tidak mengkhianati


harapannya?"

“Kau mungkin berkata begitu, tapi kau masih remaja. Seseorang yang
sangat kau sukai daripada Mamiko mungkin akan muncul. "

“Tidak, kupikir itu mustahil. Aku sangat menyukai Mamiko sebanyak


mungkin yang aku bisa. ”

“Pernyataan itu sangat naif, Nak. Setiap orang pasti akan berubah, dan
pada saat itu, aku tak berpikir kau akan menyukai Mamiko sebanyak yang
kau lakukan sekarang. Kau tahu, hanya ada segelintir pasangan yang aku
tahu dari SMA yang berakhir menikah. ”

"Lalu, kita akan menjadi bagian dari segelintir itu."

Entah kenapa aku merasa sedikit kesal. Dia berbicara padaku dengan cara
merendahkan hanya karena dia sudah dewasa. Itu sebabnya aku
menjawab lebih kuat dan lebih gigih dari biasanya.

“Aku ingin anak itu mengalami berbagai jenis pengalaman. Gadis itu tidak
mengenal banyak laki-laki selain dirimu. Ada banyak laki-laki yang lebih
baik dari dirimu, ‘kan? Aku ingin dia mengerti hal itu. ”

"Mengapa tak bisa diriku? "

Saat aku mengatakan itu, dia menatapku dengan mata seperti dia sedang
mencoba menghibur anak kecil.
“Aku akan mengajarimu sesuatu. Menjadi dewasa artinya mengetahui
kenyataan. Berinteraksi dengan hal-hal yang berbeda, orang-orang yang
berbeda dalam masyarakat. Itulah artinya menjadi manusia, begitu juga
dengan lawan jenis. Begitu kau memahami hal ini, itu artinya kau sudah
menjadi dewasa. ”

"..."

“Kemudian, ketika kau menjadi dewasa, saat itulah dua orang benar-benar
bisa menjadi pasangan. Bisa menemukan sisi baik dan buruknya
seseorang, menerima dan memaafkan satu sama lain, itulah arti menjadi
pasangan. Tapi aku tidak bisa melihat kalian berdua menjadi pasangan di
masa depan. Aku hanya bisa melihat perasaanmu seperti anak kecil yang
tidak mengerti. ”

Kata-kata dari orang dewasa mulai membebani lebih dan lebih berat di
pundakku. Ini memberikan ilusi bahwa gravitasi bumi menjadi jauh lebih
kuat.

“... Itu sebabnya, aku ingin kau putus dengannya. Bukannya aku tidak
menyukaimu. Sebaliknya aku menyukaimu, kau adalah anak yang
baik. Namun, aku ingin kau putus dengannya demi pertumbuhan anak itu.
"

"..."

“Jika itu sekaranag, kurasa itu tidak akan meninggalkan luka yang terlalu
dalam. Aku pikir jika itu dirinya, dia akan bisa mengerti dan tumbuh
sedikit dan move on ke hubungan lain. ”

Terus terang, kesan ceria orang ini sejak pertama kali kami bertemu
sekarang hilang. Sejujurnya, apa yang dia katakan memang tidak salah.

Aku masih anak-anak, dan aku tidak mengerti kenyataan. Namun, karena
aku masih anak-anak. Itu karena aku anak-anak maka tak masalah. Itu
karena aku seorang anak-anak maka aku ingin menghormati
kemauanku. Bahkan jika itu seperti yang dikatakan orang ini, bahwa hal
ini pada akhirnya akan mengarah pada sesuatu yang buruk, sekarang, aku
tidak ingin berpisah dengannya. Dengan hatiku seperti ini, mana mungkin
aku akan melarikan diri.
“Aku tidak mau. Aku tidak ingin putus dengannya. ”

Saat aku mengatakan itu, wanita itu mendesah untuk ketiga kalinya. Itu
lebih dalam dari sebelumnya, menunjukkan kekagumannya pada
pendirianku.

"Fufu ~ Kurasa kau takkan mau mendengarkan saranku tak peduli berapa
kali aku mengatakannya, ya ~"

"Aku minta maaf, itu karena aku masih anak-anak."

“Yah, jika kau rela sejauh itu, maka aku akan menyerahkannya
padamu. Aku berharap yang terbaik, Yoshiki-kun. ”

“Y-Yeah, aku akan melakukan yang terbaik. Ah, kalau begitu aku akan
pergi mencari Mamiko. ”

Aku ingin melihat Mamiko secepat mungkin. Aku akan meminta maaf
sedalam-dalamnya dan mengatakan perasaanku padanya. Saat aku
meninggalkan ruangan dengan keyakinan seperti itu, seseorang muncul di
hadapanku.

Tidak, itu sebaliknya. Orang ini hanya berdiri di sini, dan aku akhirnya
tiba-tiba keluar. Aku begitu tenggelam dalam pikiranku sendiri sampai
aku tidak memperhatikan dirinya.

"Permisi ... Mamiko?"

"... Ya, ini Mamiko."

Itu benar, orang yang berdiri di luar ruangan adalah orang yang paling
ingin aku temui saat ini. Ada banyak hal yang ingin kuminta maaf, tetapi
karena ini begitu mendadak, kepalaku tidak bisa berfungsi dengan benar.

“Ummm, Mamiko. Aku benar-benar minta maaf. ”

"Aku merasa lega !! Yoshiki-kun ~ !!"

Lalu, Mamiko memegangku dan menenggelamkan kata-kataku. Suaranya


terlalu keras sampai bisa terdengar keluar ruangan, jadi orang-orang di
aula itu akhirnya menatap kami. Meski, mungkin ada sedikit kebencian
karena berpelukan di dalam aula.

"T-Tunggu sebentar, Mamiko, suaramu terlalu keras."

“Tak apa-apa, aku tak peduli sama sekali. Aku sangat lega karena kau tidak
ingin putus denganku ~ ”

Ah, dia mendengar percakapan kami sebelumnya. Itu tidak bagus, ini
sangat memalukan. Tapi, melihat Mamiko seperti ini, kurasa tak apa-
apa. Tunggu, yang lebih penting ...

"Tidak, maksudku, aku minta maaf. Aku minta maaf karena telah
menyakitimu Mamiko. ”

"Tak apa-apa! Tidak ada masalah sama sekali, jadi tolong, aku hanya ingin
bersamamu ... ”

Tidak, saat kau menunjukkan padaku emosi seperti itu, perasaan maafku
akan mulai menghilang ... Sementara aku memikirkan itu, aku melihat
Mamiko yang menekan wajahnya ke dadaku. Melalui rambut hitamnya
yang indah, aku bisa melihat air mata di matanya. Melihatnya seperti itu,
aku membuang semua pikiranku, dan berhenti berpikir hal yang tidak
perlu.

Pada akhirnya, kami terus di sana saling berpelukan sampai seorang


perawat memanggil kami.
Chapter – 24

Pagi hari, aku terbangun di kamarku dengan sinar matahari yang


menyilaukan. Dengan menguap malas, aku melihat jam di dinding. Jarum
jam menunjukkan pada pukul 9:30. Jika seperti biasanya, sekarang sudah
waktunya untuk berangkat ke sekolah.

Namun, aku mulai mengotak-atik smartphone-ku tanpa rasa


bersalah. Hari ini adalah awal liburan musim panas. Sejujurnya, ujian
akhir sebelum liburan musim panas benar-benar membunuhku, tapi itu
bukanlah masalah sekarang.

Kesenangan akan menikmati liburan musim panas, 10 kali lebih besar


daripada kesedihan ujianku. Liburan musim panas berlangsung selama
satu setengah bulan. Sekolahku tidak memiliki siswa pergi ke sekolah
selama liburan, dan karena aku tidak berpartisipasi dalam klub manapun,
aku benar-benar bisa melakukan apa pun yang aku inginkan.

Ah, tentu saja aku masih memiliki pekerjaan part-time, tapi aku berniat
bekerja hanya 3 kali seminggu. Aku tidak terlalu membutuhkan uang
untuk sekarang. Selain itu, aku berpikir untuk menulis cerita selama
liburan musim panas. Mungkin ini hanya cerita pendek yang memiliki
sekitar 100.000 karakter.

Aku pernah mengatakan ini sebelumnya tetapi aku diam-diam menulis


ceritaku sendiri. Ceritaku diposting di situs yang bernama Let's Make an
Author. (TN: Plesetan dari Syousetsu ni narou, lucu juga liat novel
yang diposting di situ malah bikin parodinya :v lol)

Cerita yang sudah selesai aku tulis saat ini hanyalah satu. Sebenarnya aku
sudah menulis beberapa cerita lain sebelumnya, namun aku mengalami
kesulitan untuk mengembangkan ceritanya dan itu tak pernah menjadi
populer, jadi aku tidak pernah menyelesaikannya.

Cerita yang sudah aku selesaikan merupakan hasil jerih payah dari banyak
pemikiran dan perasaanku. Ini adalah pertama kalinya aku berkontribusi
di situs tersebut. Bookmarks-nya pun mencapai 6.400 lebih, PV untuk itu
juga mencapai lebih dari 3 juta tampilan, dan bahkan pernah ceritaku
mencapai peringkat satu di peringkat harian. Itu sangat populer sampai
aku dihubungi oleh perusahaan. (TN: PV disini artinya preview, jumlah
tampilan yang sudah dilihat)

Namun, akhir dari ceritaku menyebabkan ulasannya menjadi


turun. Ceritanya masih mengambang dan terlalu banyak karakter, tapi aku
tidak tahu mana cara yang baik untuk mengakhirinya.

Pada akhirnya, ceritanya berkembang ke arah dimana dua pasangan sejoli


tidak bisa bertemu lagi. Akhir seperti itu membuat kekecewaan besar bagi
orang lain sampai aku sendiri ingin menangis. Saat aku sedang
menulisnya, kupikir itu cukup menarik, dan bahkan sekarang pemikiran
itu tidak berubah, namun kelihatannya aku sidikit bias.

Karena tidak ada banyak petunjuk yang mengarah pada karakter yang
mungkin akan berpisah, aku menerima banyak kritikan dan cacian dari
pembaca. Aku bisa membicarakan hal ini dengan normal sekarang, tapi
saat itu rasanya sangat sulit. Kesannya terlalu buruk, ulasannya juga
buruk, dan tidak ada yang bisa aku lakukan kecuali meminta maaf.

Aku berpikir untuk menulis ulang cerita itu, namun entah kenapa aku
tidak menyukainya. Saat mentalitasku akan runtuh, yang mana
membuatku ingin berhenti menulis, aku menerima pesan dari salah satu
pembacaku. Di dalam pesan itu, dia memberi tahu bahwa dia sangat
menyukai ceritaku. Itu sangat menarik, dan mereka senang bahwa mereka
telah menemukannya.

Aku merasa sangat senang karena hal itu, jadi aku mulai menulis lagi. Dan
begitulah, dengan satu pesan itu membutku bergairah kembali untuk
menulis, pesan itu meninggalkan kesan yang sangat dalam padaku.

Jadi, apa yang akan aku tulis kali ini? Aku pikir aku akan mencoba menulis
cerita yang bergenre fantasi.

Aku tak tahu apakah aku bisa memasukkan seluruh cerita nyake dalam
100.000 karakter, namun aku akan mencobanya dan melihatnya. Aku
menyalakan laptopku dan membuka Notepad.
Biasanya, ketika aku menulis cerita, aku melakukannya di
Notepad. Awalnya aku menggunakan Word, tapi karena saat membuka
aplikasinya terlalu lama, aku sekarang menggunakan Notepad.

Aku menatap layar Notepad yang masih kosong tanpa isi sama sekali saat
aku duduk dalam pemikiran mendalam. Bahkan dengan genre fantasi,
akan ada banyak jenis ceritanya, masing-masing dengan
perkembangannya sendiri yang tak terhitung jumlahnya. Di antara
mereka, sisihkan dulu masalah orisinalitas, salah satu dengan pengaturan
yang termudah ialah ...

Mungkin mengenai cerita reinkarnasi dunia lain. Bahkan aku yang hanya
membaca komedi romantis akan menganggapnya menarik. Yeah, ayo kita
buat cerita mengenai reinkarnasi ke isekai. Dan, tentang pengaturan ...

Dan dengan tempo seperti itu, satu per satu, secara perlahan aku
menghabiskan waktu membangun cerita.

Lalu, waktu sudah menunjukkan malam hari.

Dimulai pada pagi hari, menatap laptop selama setengah hari, aku
akhirnya bisa menyelesaikan cerita fantasi. Setelah mengonfirmasi bahwa
aku tidak membuat kesalahan dalam penulisan. Maka, sekarang sudah
waktunya untuk mempostingnya.

Sejujurnya, ini adalah momen yang paling menegangkan saat menulis


cerita. Pada waktu ketika kau menekan tombol posting. Saat ini, aku mulai
memikirkan apakah itu akan menarik, atau apakah para pembaca akan
senang. Mungkin akan ada ulasan buruk seperti terakhir kali.

Namun, aku pikir cerita ini menarik, jadi aku akhirnya mempostingnya.
Kumohon, kuharap ada banyak orang yang membaca cerita ini. Aku
berkata begitu dalam pikiranku saat aku menekan tombol posting. Pada
saat yang sama, tulisan, "Postinganmu Sudah Dibuat", muncul di layar.

Apa yang akan terjadi?

Apakah menjadi tidak populer?

Apakah menjadi tidak menarik?


Kekhawatiran semacam itu muncul sesaat setelah aku mempostingnya.

Meskipun begitu aku membuka Notepad lagi dan mulai menulis kembali.

Itu karena, aku suka menulis.


Chapter – 25

Ah ~ panas sekali...

Sekarang aku sedang bekerja, berdiri dalam keadaan malas-malasan di


dalam cafe Mon Pet Kuwa . Ini adalah pertama kalinya aku bekerja di
musim panas ini dan pendingin udara di cafe sedang rusak. Oleh karena
itu, di dalam sini sama panasnya seperti di luar. Berdiri di sini saja sudah
membuatku berkeringat.

Ampun deh, kenapa aku harus menanggung rasa sakit ini ...? Berdiri di sini
dengan suasana yang panas selama musim panas benar-benar tak
berarti. Yah, jika aku bisa bertahan, aku akan bisa mendapatkan banyak
uang jadi ayo bersemangat.

Karena tidak ada yang datang, aku mulai membersihkan bagian dalam cafe
setelah menyemangati diriku sendiri. Sejujurnya, hanya bergerak
membuatku berkeringat tanpa henti, namun memang beginilah yang
namanya pekerjaan. Selama aku mendapatkan uang, aku harus bekerja
untuk cafe ini. Itu adalah tanggung jawabku. Untuk mengambil alat
pembersih, aku berjalan ke belakang.

"Apa kau akan melakukan sesuatu?"

Saat aku mulai bergerak, aku mendengar suara yang datang dari Echizen,
rekan kerjaku.

Echizen juga bekerja hari ini.

Akhir-akhir ini aku memiliki banyak shift bersama Echizen, kemungkinan


besar ini ulah dari Owner. Apalagi, entah kenapa Echizen bertingkah aneh
hari ini. Mengatakan sesuatu seperti itu lebih dari cukup, tapi yang lebih
mengejutkan ialah jaraknya. Sampai sekarang, Echizen dan aku biasanya
terpisah sekitar 5 meter, tapi saat ini, jarak antara kami hanya 3 meter.

Kami sangat bersemangat saat membicarakan tentang Human Beast


Wars, tapi aku tak ingat jarak antara kami sampai bisa sedekat
ini. Bukannya dia lebih menyukaiku daripada sebelumnya ...
Aku menanggapi Echizen, yang bertingkah aneh.

"Aku hanya berpikir untuk melakukan sedikit bersih-bersih."

"Fuun ~ begitu ya."

"…Yeah"

Padahal kau sendiri yang bertanya, tapi mengapa kau terlihat sedikit
tertarik? Aku sedikit terganggu dengan reaksinya. Baiklah, untuk
sekarang, aku akan mengambil alat pembersih. Aku mulai bergerak
menuju ke arah belakang.

"Kalau begitu, aku akan memegang yang ini, dan kau bisa mengambil ini."

"Ya, mengerti."

Dengan balasan itu, aku mengambil kain pel ... eh, tunggu dulu?

"Tunggu, kenapa ada Echizen di sini?"

Itu benar, entah kenapa, Echizen juga datang ke belakang untuk


mengambil alat pembersih. Alat yang perlu dibawa hanyalah pel dan sapu,
jadi satu orang saja sudah lebih dari cukup. Jadi, kenapa dia juga ikutan
datang?

"Kau tidak perlu memegangnya."

“Tidak, aku akan memegang ini. Aku bisa memegang pel dan sapu seperti
biasa. ”

Setelah membalas kepadaku, dia berkata, "Lalu, ayo kita pergi", dan
berjalan di depanku.

... Sebenarnya, apa yang terjadi pada gadis itu? Sikapnya terhadapku
terlalu berbeda dari sebelumnya. Awalnya, dia terlihat seperti
membenciku, tapi sekarang malah terlihat seperti dia menyukaiku, atau
itu hanya aku yang terlalu berlebihan memikirkannya?
Namun, setidaknya sikap Echizen terhadapku telah berubah. Apakah ada
sesuatu yang terjadi saat aku sedang ujian? Mungkin dia mengidap
amnesia atau sesuatu? Sambil mengkhawatirkan hal-hal ini, Echizen dan
aku mulai membersihkan bagian dalam café yang panas.

*****

"Kalian berdua, boleh beristirahat sekarang."

Sudah satu jam sejak kami mulai bersih-bersih, hari ini juga, kami bekerja
sampai sore sampai si Owner memperbolehkan kami untuk
beristirahat. Seperti biasa, Echizen dan aku akan beristirahat
bersama. Echizen menjawab dengan ‘baiklah’ dan menuju ke belakang,
tapi aku, di sisi lain, tidak bisa bergerak dari tempat aku berdiri.

Aku sekarang sedang berada di salah satu tempat duduk di dalam


cafe. Aku menyadari bahwa lantai di sana sangat kotor sekali. Lantai itu
terlalu kotor sampai-sampai tak peduli berapa kali aku membersihkannya,
lantai itu tetap tidak bisa bersih. Aku tidak bisa beristirahat sampai aku
membersihkannya.

Karena aku tidak mau menyerah, aku berbalik ke arah Owner, dan
berkata, “Aku akan beristirahat setelah aku selesai membersihkan di sini”.

Yah, jujur saja, alasanku mengatakan ini bukan karena ingin


menyelesaikan bersih-bersih, tapi lebih condong karena aku tidak ingin
beristirahat pada saat yang sama dengan Echizen. kau akan berpikir
bahwa aku sudah terbiasa dengan semua waktu yang sudah aku lalui,
namun keheningan canggung itu cukup sulit untuk dilewati.

Selain itu, ada banyak hal yang berbeda hari ini, dan entah mengapa
rasanya sangat berbahaya. Juga, aku merasa sedikit bersalah pada
Mamiko. Karena apa yang terjadi terakhir kali, aku sekarang lebih sadar
bahwa aku adalah pacarnya, jadi aku harus menghindari keadaan yang
membuatku sendirian dengan gadis lain. Mendengar jawabanku, Si Owner
memiliki ekspresi getir saat dia membalasku.
"Ah, aku mengerti ... Kalau begitu, kamu bisa beristirahat dulu, Echizen-
chan."

Baguslah, aku bisa menghindari jebakan si Owner. Dengan begini aku


tidak perlu istirahat bersama Echizen.

"Tidak, aku akan membantu Setsu-kun dengan pekerjaannya."

Meski aku sudah merasa sedikit lega, mendengar apa yang dikatakan
Echizen tadi, membuatku memandang dirinya dengan heran. Echizen
berjalan kesini sambil menatapku.

"Eh, Echizen, kau tidak beristirahat?"

“Karena kau sedang bekerja, akan aneh bagiku untuk beristirahat. Jadi,
apa yang sedang kau lakukan? ”

"Saat ini, aku mencoba untuk membersihkan bagian ini."

Dengan kelagapan, aku menunjuk tempat yang kotor. Tapi tetap saja, dia
tidak ingin beristirahat karena aku sedang bekerja ... kau bukan tipe orang
seperti itu, bukan?

"Ini, terlihat sangat buruk ..."

Sepertinya Echizen memiliki kesan yang sama denganku, karena setelah


melihat lantai yang kotor, dia menjadi tak bisa berkata apa-apa. Di lantai
itu terdapat lingkaran gelap selebar sekitar 5 cm yang menempel di
tanah. Aku mencoba menyentuhnya sedikit tadi, tapi ini benar-benar bau.

"Untuk yang seperti ini, kita mungkin membutuhkan sepotong kain untuk
membersihkannya."

"Seperti yang kuduga, alat pel saja takkan cukup."

"Jelaslah, apa kau bodoh?"

Oof, pernyataan itu sangat menyakiti hatiku ......memang benar apa yang
dia katakan, jadi aku tak bisa mengatakan apa-apa. Saat aku sedang
terkejut karena kata-katanya, Echizen dengan cepat bergerak ke dapur
dan membawa kain.

"Aku membawa satu untuk bisa kita gunakan."

"Ya terima kasih. Kemudian, aku bisa melakukan sisanya, jadi pergilah dan
beristirahat. ”

Dengan berkata begitu, aku meraih kain yang dipegang Echizen. Namun,
Echizen mengangkat tangannya, seolah-olah dia sedang berurusan dengan
seorang anak kecil, dan tidak menyerahkan kain itu.

"Aku akan melakukannya jadi tak apa-apa."

"Oh begitu…"

Sungguh, serius deh, Echizen bertingkah aneh hari ini. Perihal


membantuku saja sudah merupakan hal yang langka, namun sekarang dia
malah bersedia melakukan sesuatu untukku. Apa yang terjadi
dengannya? Yah, karena Echizen menjadi baik, aku akan menerima
tawarannya.

“Begitu ya, lalu akan kuserahkan sisanya padamu. Aku akan beristirahat
sekarang. ”

“Hah? Apa yang kau bilang tadi?"

"Tidak, maksudku pekerjaan ini tidak membutuhkan dua orang ..."

"Fuun ~ Jadi, setelah kau menyerahkan pekerjaanmu kepada orang lain,


kau akan beristirahat?"

Aku tidak menyerahkan pekerjaan ke orang lain…...

"Jika kau bilang begitu, maka biar aku saja yang melakukannya. Kau bisa
pergi beristirahat."

“Jangan. Biar aku saja."

"Ya sudah, aku akan pergi istirahat."


"Kau juga tidak boleh melakukan itu."

"... Lalu, apa yang harus aku lakukan?"

Terheran karena sikap kekanak-kanakan Echizen, aku memegang


keningku dan bertanya padanya.

"Kau hanya perlu berdiri di sana."

"Aku hanya perlu berdiri ... di sini?"

"Yeah."

Ini terlalu tidak berguna. Hanya berdiri di sini dan tidak melakukan apa-
apa ... mungkin akan lebih baik jika aku hanya pergi istirahat ...

Tidak perlu bagi Echizen dan diriku untuk beristirahat bersama. Namun,
mengatakan sesuatu seperti itu pada Echizen yang hari ini mungkin akan
sia-sia. Ada yang salah dengan kepalanya hari ini. Karena tak ada yang bisa
kulakukan, aku melakukan apa yang diminta oleh Echizen dan berdiri di
belakangnya saat dia bekerja. Kemudian, 30 menit berlalu.

"Akhirnya selesai juga..."

Suara Echizen mencapai telingaku. Melihat tempat itu, itu sudah menjadi
bersih, tanpa setitik kotoran tersisa.

"Luar biasa ..."

Aku benar-benar terkesan bahwa Echizen dapat melakukan sesuatu


seperti ini. Aku mungkin membutuhkan setidaknya satu jam untuk
tempatnya bisa bersih seperti itu ... Melihat sisi baru Echizen, aku
berbicara padanya.

“Lalu, kau bisa pergi istirahat sekarang. Aku akan membersihkan lap dan
lainnya. ”

"... Tidak, apa yang akan kau lakukan nanti?"

"Tentang apa?"
"Istirahatmu."

"Ah ~ Aku akan beristirahat setelah kau selesai."

"Tapi Owner mengatakan pada kita untuk beristirahat bersama."

“Seharusnya tak masalah ‘kan jika kita tidak beristirahat


bersama. Rasanya aneh saja. ”

Setelah aku mengatakan itu, Echizen pun terdiam, dan dia mulai
memelototiku. lalu kita mulai berbicara lebih cepat tanpa henti.

"... Tapi Owner menyuruh kita untuk istirahat bersama."

"Sudah kubilang kita tidak perlu mematuhinya."

"Tapi, Owner mengatakan pada kita bahwa kita harus beristirahat


bersama."

"Tidak, seperti yang sudah aku bilang ..."

“Owner mengatakan pada kita bahwa kita harus beristirahat bersama.”

"..."

"Owner mengatakan pada kita bahwa ..."

“Aku mengerti, aku mengerti! Aku akan melakukan apa yang dikatakan
Owner, kita akan beristirahat bersama! ”

Karena Echizen secara misterius mulai menekanku, akhirnya kita akan


beristirahat bersama.

"Istirahat ... bersama ... Fufufufu"

"Hmm, apa kau mengatakan sesuatu?"

"Tidak ada."
Pada saat itu, ekspresi Echizen terlihat sangat senang. Sungguh, aku masih
berpikir bahwa ada sesuatu yang salah dengan Echizen hari ini.
Chapter – 26

<Sudut Pandang Echizen>

Untuk menghabiskan waktu, aku membuka game aplikasiku untuk


memainkannya.

Sejujurnya, ini adalah jenis game yang tidak aku kuasai, tapi karena itu
memiliki peringkat 1 di aplikasi pencarian, jadi aku memasangnya karena
tertarik. Ini hanya untuk menghabiskan waktu, tak masalah jika itu
membosankan.

Dengan perasaan santai tersebut, aku mulai memainkan game ini. Game
ini disebut Human Beast Wars, tidak seperti kebanyakan game lain yang
bergantung pada keberuntungan, game ini adalah third person
shooter. Aku tidak terlalu mahir dalam game yang seperti ini, namun
perasaan mengalahkan monster memiliki sensasinya tersendiri, jadi aku
terus memainkannya. Meski, itu hanya pada titik di mana aku bermain
saat aku memiliki waktu luang.

Suatu hari, aku tak sengaja berpasangan dengan pemain acak secara
online, dan akhirnya melakukan quest dengan orang yang tidak kukenal
sama sekali. Pada awalnya kupikir, aku hanya akan menghambat mereka,
jadi aku pikir akan pergi begitu saja, tapi itu bisa saja akan terasa
menyebalkan, jadi kuputuskan untuk melanjutkan pencarian hingga akhir.

Anggota quest yang lain sepertinya memiliki level yang cukup tinggi, yang
mana membuatku merasa sangat gugup, tapi aku ingin melakukan apa
pun yang aku bisa. Namun, aku tidak bisa bermain lebih baik daripada
biasanya, jadi aku dengan cepat berakhir dalam situasi di mana aku
hampir mati.

Aku bahkan tidak memiliki item penyembuhan. Aku benar-benar


menghambat mereka. Anggota lain pasti sudah tak peduli lagi denganku.

"Ryoma-san, apa kau baik-baik saja?"


Namun, orang yang berbaik hati mengulurkan tangannya kepadaku saat
aku berada di ambang kematian ialah .......

*****

"..."

"..."

Saat ini aku sedang beristirahat, dan duduk di seberang rekan kerjaku,
Setsu-kun. Seperti biasa, kami tidak saling berbicara satu sama lain. Setsu-
kun tampaknya tidak mempermasalahkannya saat ia mengeluarkan
smartphone-nya dan langsung bermain game di smartphone-nya. Aku juga
melihat smartphone-ku, namun sesekali, aku akan melirik sekilas pada
Setsu-kun.

Aku tak tahu mengapa atau apa ini, tapi aku memiliki perasaan yang
aneh*. Hanya melihat Setsu-kun saja sudah membuat dadaku terasa
sakit. Ditambah pula, wajahku berubah menjadi panas karena suatu
alasan. Aku sudah merasa seperti ini sepanjang hari ini. Aku akhirnya
merasa aneh dengan sadar akan Setsu-kun. Mataku selalu mengikutinya
saat dia bergerak, aku berakhir berbicara dengannya tanpa alasan, dan
aku bahkan memaksanya untuk beristirahat pada saat yang sama
denganku saat itu benar-benar tak perlu. (TN: Itu namanya penyakit hati :v
)

Sungguh, apa yang salah dengan diriku?

Jika diriku dari sebulan yang lalu melihat diriku yang sekarang,
kemungkinan besar dia akan terkejut tanpa bisa berkata apa-apa. Bahkan
sekarang, saat aku melihat diriku sendiri, aku sendiri merasa terheran.
Namun, bukan berarti aku membenci diriku sendiri karena menjadi
seperti itu. Meskipun aku menemukan diriku menjadi bodoh, aku tidak
membencinya. Sebaliknya, aku mungkin lebih menyukai diriku yang
sekarang daripada sebelumnya.
Teman-temanku juga mengatakan kepadaku bahwa aku perlu lebih
banyak tersenyum, dan hidup akan menjadi sedikit lebih
menyenangkan. Sekelilingku terasa lebih hidup dan penuh warna, hidupku
terasa lebih menyenangkan, dan aku mulai benar-benar menantikan
pekerjaan part-time. Aku sama sekali tidak mengerti alasannya kenapa
bisa menjadi seperti ini.

Entah bagaimana, aku bisa merasakannya, bahwa hal baru ini sudah
menjadi bagian yang penting dalam diriku. Perasaan yang tertidur jauh di
dalam hatiku merupakan perasaan yang belum aku pahami. Namun ada
satu hal yang pasti, perasaan itu adalah sesuatu yang harus aku hargai.

Jika aku bisa memahaminya, aku merasa bahwa aku bisa lebih menyukai
diriku sendiri. Hidupku akan menjadi lebih indah. Alasan kenapa aku
menempel dengan Setsu-kun juga karena aku merasa akan lebih bisa
memahami perasaan ini jika aku melakukannya. Aku tak terlalu percaya
diri dalam hal ini, tetapi aku merasa seperti Setsu-kun memegang kunci
untuk semua ini.

Walau aku mengatakan itu, dengan situasi yang sekarang, mana mungkin
aku bisa memahaminya, jadi aku mengalihkan perhatianku pada
smartphone-ku dan membuka Human Beast Wars . Sekarang aku baru
kepikiran, saat aku merasakan perasaan ini ialah pada saat aku
mengetahui bahwa Setsu-kun dan Yosshii-san adalah orang yang
sama. Mungkin saat itu adalah petunjuk untuk ini.

Aku memikirkannya sedikit, tetapi seperti yang diduga, aku masih tidak
mengerti. Perasaan di dalam dadaku, detak jantungku yang berdetak
keras, dan rasa sakit ini yang belum pernah aku rasakan sebelumnya
merupakan semua hal yang tidak aku pahami. Aku tak tahu sudah berapa
kali aku meliriknya saat istirahat sekarang, tapi setelah melihat
smartphone-ku, dan kembali melirik Setsu-kun, aku menghela nafas kecil.

Perasaan ini…

Pikiranku terus berputar-putar memikirkan hal ini.

"Apa kau sedang memainkan Human Beast Wars ?"


Setsu-kun bertanya padaku sambil memainkan game di smartphone
miliknya. Dagdigdug. Hatiku berdetak kencang. Entah mengapa aku
menjadi sangat gembira.

"Aku baru saja akan memainkannya."

“Kalau begitu, Apa kau ingin bermain bersama? Lagipula, Aku juga akan
memainkannya. "

"… Yeah, kurasa tak masalah."

"... Eh, benarkah?"

"Beneran. Kau mengundangku, ‘kan? Apa-apaan dengan reaksi itu? ”

"Ti-Tidak, maksudku, kupikir kau akan menolak ..."

“Kau pikir aku ini tipe orang macam apa?”, Atau itulah yang ingin
kukatakan, namun saat aku mempertimbangkan sikapku di masa lalu,
tidak dapat dipungkiri bahwa dia akan berpikir seperti itu.

Sampai sekarang aku selalu bersikap dingin padanya.

...

... Tunggu, kenapa aku tiba-tiba bertingkah seperti ini pada Setsu-
kun? Aku benar-benar tidak menyukai Setsu-kun sebelumnya, itulah
mengapa aku bersikap seperti itu padanya ... Apa itu berarti sekarang ini
tidaklah sama? Aku tak mengerti, aku tak mengerti diriku sendiri.

Ini semua adalah perasaanku, namun sejak aku aku tidak bisa
mengendalikannya, rasanya seperti bukan milikku. Lalu, kemana perasaan
sejatiku pergi? Di saat aku sedang berpikir, pintu ruang istirahat
mendadak terbuka.

"Kalian berdua, terima kasih atas kerja kerasnya ~"


"Ah, terima kasih atas kerja keras anda juga."

"Terima kasih atas kerja keras anda."

Owner datang dengan tersenyum dan segera duduk di kursi yang paling
dekat pintu.

"Anda tidak menjaga di dalam cafe?"

"Ah, cafenya ditutup sementara untuk hari ini."

"" Eh? ""

Setsu-kun dan diriku menanggapi secara bersamaan terhadap kata-kata


misterius Owner.

“Pasti sulit sekali bagi kalian berdua untuk bekerja dalam cuaca yang
panas begini, kan? Selain itu, tidak ada pelanggan yang datang. ”

Biasanya juga begitu pikirku, lalu Setsu-kun mulai berbicara.

"Jadi, maksudnya kita boleh pergi sekarang?"

“Ah, tunggu sebentar. Aku tak keberatan membiarkan kalian pergi, tapi
aku masih merasa bahwa aku sudah merepotkan kalian berdua. Tentu,
kalian akan dibayar, namun aku masih merasa tidak enak karena
membuat kalian datang jauh-jauh ke sini, hanya untuk menghentikan
pekerjaanmu lebih dini. ”

"Tidak, anda tak perlu mengkhawatirkan hal itu…....."

“Tidak, Tidak, aku merasa tidak enak saja dengan kalian. Jadi, apa kau
keberatan menerima ini? ”

Si Owner, sembari meminta maaf, menyerahkan masing-masing secarik


kertas pada diriku dan Setsu-kun. Kertas itu adalah tiket film. Sebuah film
romance yang paling baru dibicarakan.
"…Apa ini?"

“Kalian berdua harus pergi bersama. Sungguh, aku merasa tidak enak
dengan semua ini! ”

Meskipun dia bilang begitu, wajah Owner dipenuhi dengan


senyuman. Kurasa dia benar-benar suka mencoba mengatur kita
bersama. Na-Namun, jika Onwer memaksa seperti itu, kurasa mau
bagaimana lagi, bukan? Aku melihat Setsu-kun dari sudut mataku.

"Yah ~ karena kita punya tiket, mengapa kita tidak pergi saja?"

"Tidak, aku tidak bisa"

"..."

Setsu-kun segera menolak.

"Ah, kurasa kau memiliki rencana lain?"

"Bukan seperti itu, tapi ... aku sudah mempuyai pacar, kau tahu?"

"Eh?"

"Itu sebabnya, aku akan merasa bersalah pada pacarku jika aku sendirian
dengan gadis lain."

... Seorang Pacar ... dia sudah punya pacar.

"Begitu ya ~. Kalau begitu, kurasa kau memang tidak bisa ~ ”

Terlihat kecewa, Si owner duduk di kursinya dengan wajah agak murung.

“Lalu, aku akan pergi sekarang. Echizen, aku akan menggunakan ruang
ganti duluan. ”

Setelah mengatakan itu, Setsu-kun segera memasuki ruang ganti.


...

Seorang Pacar ... dia sudah punya pacar…….


Chapter – 27

Hari ini sangat panas sekali ~

Karena AC tempat kerja telah rusak, melakukan pekerjaan terasa seperti


membutuhkan lebih banyak tenaga dibandingkan biasanya. Aku sedang
berada di kamarku dengan AC yang menyala, berbaring di tempat
tidurku. Awalnya, aku berencana melakukan pekerjaan part-time sampai
malam hari, namun sekarang aku tiba-tiba punya waktu luang.

Itu benar, aku belum banyak bermain baru-baru ini, jadi ayo main Human
Beast Wars . Anggota party lainnya mungkin tidak online, tapi aku masih
bisa berlatih sendiri. Dengan pikiran seperti itu, aku mengambil charger
teleponku di atas meja, dan menekan aplikasi sambil berbaring di tempat
tidur.

"Oh, Ryoma-san sedang online."

Di bagian atas daftar temanku, Ryoma-san ditandai sedang online. Tanpa


ragu, aku mengirim pesan pada Ryoma-san. Dia mungkin akan merespon
sedikit, jadi aku bisa berpikir sebentar saat aku menunggu.

Setelah 10 menit, Ryoma-san masih online tapi dia tidak membalas. Dia
terlihat tidak sedang menjalankan quest, aku penasaran apa yang
terjadi? Mungkinkah dia lupa mematikan smartphone-nya? Aku juga
pernah lupa mematikan smartphone-ku saat bekerja, jadi setelah aku
selesai bekerja dan melihat smartphone-ku, hanya ada beberapa persen
baterai yang tersisa.

Ryoma-san hampir tak pernah mengabaikan pesanku, jadi mungkin dia


lupa mematikan ponselnya. Setelah membuat kesimpulan seperti itu, aku
memilih mode matcmaking dan melanjutkan pencarian dengan pemain
lain. Sayang sekali, padahal aku benar-benar ingin pergi dengan Ryoma-
san.
*****

<Sudut pandang Echizen>

"Aku punya pacar, kau tahu?"

Kata-katanya terus bergema di dalam kepalaku, dan menusuk hatiku. Aku


berada di tempat tidurku saat aku melihat teman dalam game-ku, Yosshii-
san mengirim pesan padaku, hal itu membuatku menghela nafas
berat. Yosshii-san, yang sedang online sekitar 10 menit yang lalu,
mengirim pesan padaku, "Apa kau ingin melakukan quest bersama?"

Aku menerima pesan itu, tetapi aku tidak membalasnya. Karena itu,
Yosshii-san sekarang sedang melakukan quest sendiri. Sejujurnya,
melakukan quest dengan Yosshii-san sekarang akan sulit bagiku. Yosshii-
san yang aku suka, merupakan rekan kerjaku Setsu-kun, dan Setsu-kun
yang itu, sudah mempunyai pacar. Hanya mengetahui fakta ini saja sudah
sangat mengganggu hatiku sampai-sampai aku tidak berminat untuk
bermain game.

Lalu mengapa aku melihat layar ini? Itu karena ini merupakan satu-
satunya bukti bahwa aku memiliki hubungan dengan dirinya. Aku ingin
sedikit sesuatu yang lebih seperti dia, tapi aku tidak memiliki foto dirinya,
jadi aku hanya bisa melihat layar permainan. Nama penggunanya adalah
Yosshii-san, dan ikonnya gambar seekor anjing, tapi entah kenapa, aku
bisa melihat gambar dirinya yang tersenyum.

Yah, dia tidak tersenyum seperti itu di depanku sebelumnya, saat dia
berbicara dengan Owner, dia akhirnya tersenyum. Sudah seperti ini untuk
sementara waktu sekarang. Aku terus memikirkannya, dan itu tidak akan
meninggalkan pikiranku. Bagiku, yang tidak banyak berbicara dengan
orang lain di sekolah, ini adalah pertama kalinya aku merasakan hal
seperti ini.

Namun, bahkan aku mengerti apa perasaan ini.

Aku yakin ... bahwa aku ... telah jatuh cinta pada Setsu-kun.
Chapter – 28

Waktu menunjukkan pukul 07:52 pagi, dan hari ini, aku berangkat ke
sekolah lebih awal dari biasanya.

Karena sekolah SMA-ku biasanya memberi banyak PR selama liburan


musim panas, jadi tidak ada kegiatan ekstrakurikuler selama waktu
ini. Jika itu yang terjadi, lalu mengapa aku sekarang pergi menuju ke
sekolah?

Itu karena sekolahku, SMA Touyama, hari ini memiliki masa orientasi
untuk calon siswa. Aku akan membantu orientasi itu. Dan tugasnya ialah,
kami akan berbicara dengan para siswa SMP mengenai pengalaman kami
selama di SMA Touyama, dan melakukan beberapa kegiatan rekreasi
bersama mereka.

… Sejujurnya, aku tidak ingin pergi. Aku merasa sedikit kesal pada
kenyataan bahwa waktu liburan berhargaku digunakan untuk ini. Tepat
sebelum liburan musim panas, kelas kami mengadakan turnamen
hompimpa untuk menentukan satu cowok dan satu cewek yang akan
membantu dengan orientasi. Aku akhirnya kalah enam kali berturut-
turut. Samar-samar aku merasa bahwa sejak aku masih kecil, aku selalu
kalah dalam bermain hompimpa untuk menentukan hal-hal yang seperti
ini.

Yah, sekarang aku hanya perlu menerima kenyataannya saja. Hari ini, aku
harus melakukan pekerjaanku dengan baik dan berbicara dengan para
siswa SMP tentang pengalamanku. Kehidupan seseorang mungkin akan
berubah karena hal-hal yang kuberitahu, jadi aku harus memastikan aku
akan melakukannya dengan baik.

Setelah membuat keputusan, aku segera memasuki kereta. Karena liburan


musim panas, ada banyak kursi yang masih kosong seperti biasanya. Aku
secara acak memilih kursi dan mulai duduk.

Lalu…….…
“Pagi, Setsu-kun. Aku akan duduk di sebelahmu. ”

"Ya, pagi juga Mamiko."

Seperti biasa, Mamiko duduk di sebelahku. Itu benar, orang lain yang
bertugas membantu orientasi adalah Mamiko. Setelah melihatku kalah
dalam hompimpa, Mamiko putus asa sampai rasanya dia menjadi orang
lain. Mamiko yang itu sekarang menatapku dengan wajah penuh
senyuman.

"Eh, ada apa ini?"

"Bukan apa-apa ~ aku hanya berpikir saja bahwa sudah lama sejak kita
duduk berdampingan seperti ini."

Itu benar, sejak liburan musim panas dimulai, jumlah waktu agar kita bisa
bertemu menjadi lebih sedikit.

"Sekarang kau mengungkitnya, kurasa itu benar."

“Muu ~, apa kau merasa tidak senang Yoshiki-kun? Aku tahu, hanya aku
yang merasa sangat, sangat bahagia. ”

"Tentu saja aku juga sama. Kita belum bisa saling bertemu sama sekali. ”

"Benarkah? Ehehehe ~ Aku juga sangat senang ~ ”

Sudah lama waktu berlalu sejak terakhir aku melihatnya, dan aku sudah
bisa merasakan bahwa gambaranku mengenai Mamiko mulai
runtuh. Sebelumnya, dia tidak pernah mengatakan sesuatu seperti
"Ehehehe ~". Tapi, gadis yang imut mengatakan sesuatu yang imut seperti
ini benar-benar membuatku senang. Aku benar-benar harus menghargai
ini.

"Aku juga, aku merasa sangat senang."

Setelah mengatakan itu, aku menarik Mamiko untuk lebih dekat


denganku. Jarak antara kami menjadi nol.
"Eh, Yoshiki ... kun ...?"

Mamiko menjadi bingung karena aku belum pernah melakukan hal ini
sebelumnya. aku tidak mengatakan apapun, dan aku tetap memeluk
Mamiko. Apa yang kita lakukan pagi-pagi begini? Kau mungkin berpikir
seperti itu, tapi setidaknya Mamiko merupakan orang yang berharga
bagiku. Yah, kurasa tidak perlu melakukan ini di dalam kereta.

"Yoshiki-kun ... aku... menyukaimu ..."

Lalu, Mamiko juga melingkarkan lengannya dan menghadap ke arahku


dengan wajah yang seakan-akan hendak meleleh. Mungkin karena
panasnya musim panas, wajahnya yang memerah tampak agak
erotis. Karena aku tidak bisa melihat langsung ke wajah Mamiko, aku
mengalihkan pandanganku.

"Aku juga sangat menyukaimu."

Aku mengatakan itu dengan suara yang lembut.

*****

Setelah sampai di sekolah, Mamiko dan aku memasuki ruang kelas


khusus. Ruang kelas khusus digunakan bukan untuk belajar, melainkan
digunakan oleh para anggota Osis dan perwakilan kelas untuk
rapat. Ruangan itu sendiri cukup besar, ukurannya dua kali dari ukuran
ruang kelas biasa.

Di dalam ruangan itu sudah ada tiga orang yang duduk di meja
panjang. Saat ini, orang yang berkumpul hanyalah seorang guru wanita
berambut pendek yang mengenakan kacamata, Wada-sensei, dua orang
lainnya dari anggota OSIS, Mamiko, dan aku.

"Setsu-kun dan ... Kii-san, benar?"

Kemudian, anggota OSIS laki-laki dengan potongan rambut pendek


memanggil kami.
"Ya, itu benar."

“Aku Yoshimura, kelas tiga. Kami akan mengandalkan kalian hari ini. "

Yoshimura-senpai membungkuk sopan dan memperkenalkan


dirinya. Setelah itu, dia memberi kami satu set lembaran.

“Kemudian, langsung ke intinya saja, kami akan mulai menjelaskan


mengenai susunan acara hari ini. Silakan lihat lembarannya. ”

"Ah iya."

“Kami akan memulai dengan penjelasan ringan tentang sekolah, dan


kemudian, memasuki sesi pertanyaan terbuka. Setelah itu, Wada-sensei
akan memberikan kelas singkat, dan kami akan mengakhirinya dengan tur
keliling sekolah. ”

"Jadi begitu. Lalu, apa yang harus kita lakukan? ”

“Kau akan menjawab pertanyaan dari mereka, dan memberi tahu mereka
mengenai hal yang kau sukai dari sekolah. Ah, kalian juga yang akan
memberi penjelasan selama tur. ”

Yoshimura-senpai menjelaskan semuanya kepada kami dengan senyuman.

... Bukankah ini terlalu banyak yang harus dilakukan?

Juga, daripada menjelaskannya sekarang, aku harap kita bisa diberitahu


lebih awal. Sekarang, tidak ada banyak waktu untuk memikirkannya. Aku
ingin mengeluh, tetapi karena dia adalah seniorku, aku menahan diri.

“Ngomong-ngomong, apa tidak ada orang lain? Jika aku ingat dengan
benar, seharusnya ada dua orang dari tiap kelas. ”

“Ah ~ Mereka akan berada di ruang kelas lain. SMA kita tampaknya cukup
populer, jadi ada banyak orang yang berpartisipasi dalam orientasi ini. Ah,
kita tidak punya banyak waktu lagi, jadi kita harus mulai bersiap. ”
Saat Yoshimura-senpai mengatakan itu, kami mulai mengatur lembaran
dan posisi meja untuk mempersiapkan acara.

****

Sekarang sudah siang hari.

Hari Orientasi akhirnya berakhir. Bagaimana bilangnya ya, aku bisa


merasakan diriku didorong oleh energi para siswa SMP? Saat mereka
mengajukan pertanyaan, kami ditanya seperti, "Apa Senpai sudah punya
pacar?", Atau pertanyaan lain yang sama sekali tidak terkait. Ketika itu
terjadi, Mamiko bereaksi sangat aneh.

Aku merasa lebih lelah dari biasa yang kulakukan selama bekerja. Namun,
selama aku mengatasi ini, tidak ada yang lain kecuali liburan musim
panas. Yang harus aku lakukan hanyalah bekerja, PR musim panas, dan
bermalas-malasan sambil menulis cerita. Selagi aku berpikir tentang sisa
liburan, Yoshimura-senpai memanggilku.

"Terima kasih atas kerja kerasmu."

"Terima kasih atas kerja keras anda."

"Hari ini cukup sulit, bukan?"

"Benar-benar sulit. Apa semua anak SMP selalu seperti itu? ”

“Memang selalu seperti ini. Aku melakukan ini tahun lalu juga dan itu juga
sangat melelahkan. ”

"Begitu ya…"

"Namun, mungkin akan ada lebih banyak orang yang memilih untuk
datang ke sini karena dirimu, jadi terima kasih sudah membantu hari ini."

"Tidak, ini bukan apa-apa ..."


“Kalau begitu, kau boleh pulang lebih dulu. Terima kasih atas kerja
kerasmu. "

Setelah mengatakan itu, Yoshimura-senpai meninggalkan kelas dengan


membawa lembaran dan barang lain yang digunakan untuk orientasi. Dia
mungkin akan pergi ke ruang OSIS. Lalu, disana juga dia mungkin masih
memiliki beberapa pekerjaan yang harus dilakukan. Seberapa banyak
orang itu bekerja, apakah dia seorang budak perusahaan?

Karena sepertinya kita sekarang diperbolehkan pulang, ayo lakukan


itu. Ah, aku lupa bahwa aku akan makan siang bersama Mamiko. Dia
mengatakan itu saat di kereta tadi. Untuk mencari Mamiko, aku melihat
sekeliling kelas. Namun, tidak ada tanda keberadaan dirinya, hanya Wada-
sensei yang ada di dalam. Kemana dia pergi ...?

"Setsu, apa kau ada waktu?"

Kemudian, Wada-sensei memanggilku dari pintu masuk. Eh, apa aku


melakukan sesuatu?

Aku merasa sedikit bingung, aku cukup yakin bahwa aku sudah menjadi
siswa normal dan tak ada alasan bagi seorang guru untuk
memanggilku. Selain itu, Wada-sensei memiliki mata yang tajam, dan dia
terkenal guru yang galak di sekolah.

Orang itu sendiri mungkin tidak bermaksud untuk melotot pada siapa
pun, tetapi saat dia melihat orang-orang dari samping, itu benar-benar
terasa seperti dia memelototi dirimu. Mungkin ada banyak gadis yang
menganggap bahwa ini tak terlalu bermasalah, namun bagi siswa laki-laki,
itu sangatlah menakutkan.

"A-Aada apa sensei?"

"Apa kau bebas Minggu ini?"

"Aku…"

"Lalu, pergilah bersamaku di hari Minggu."


"" Eh. ""

Saat aku mendengar itu, aku membuat suara bingung sementara orang
lain juga melakukan hal yang sama di belakangku. Aku memiliki firasat
buruk karena bulu-bulu di kulitku mulai berdiri. Aku takut untuk melihat
dari mana suara itu datang, namun saat aku melakukannya, Mamiko sudah
berada di sana. Aku menutup mata, dan aku mencoba mengulangi
percakapan yang aku lakukan dengan sensei di dalam kepalaku. Ah, dia
pasti salah paham. Hanya membutuhkan waktu sekejap bagiku untuk
menyimpulkan itu.

"Apa maksudnya ini, Yoshiki-kun?"

Suara marah Mamiko mencapai telingaku.

Catatan TL:

1. Ini adalah kesalahpahaman yang cukup umum yang aku percayai di


sebagian besar cerita Jepang dan yang lainnya, tapi Wada-sensei
berkata, “日 曜 私 に 付 き 合 え”, yang dapat diartikan sebagai
“Datanglah denganku / temani aku hari ini” atau “Pergilah bersamaku
". Tentu saja, Mamiko kemungkinan besar menafsirkannya dalam arti
berpacaran.
Chapter – 29

"Apa maksud anda, Sensei?"

Sementara Mamiko yang sedang marah menghadapku, aku memandang


Wada-Sensei dari sudut mataku dan bertanya padanya.

“Tak ada maksud apapun. Pada hari Minggu, temani aku ke suatu tempat. ”

"Tidak, maksudku, kita ini memiliki hubungan guru-siswa ... bertemu pada
hari bukan sekolah itu sedikit ..."

“I-itu benar Sensei. Itu aneh sekali!"

Setelah mendengar jawabanku, Mamiko ikut menyela.

“Ah, salahku. Aku mengatakannya dengan cara yang buruk. Aku tak
bermaksud untuk pergi kencan denganku di suatu tempat. ”

Sensei menjawab dengan nada kosong. Jadi, saat dia berkata, “menemani”,
dia tak bermaksud pergi berkencan dengannya atau semacamnya? Eh, apa
aku salah paham karena aku tidak terbiasa dengan hal semacam ini?

"Lalu, apa maksud anda !?"

Saat aku sedang memikirkannya, Mamiko meninggikan suaranya.

“Itu bukan sesuatu yang besar. Hanya saja pada hari Minggu itu, aku ingin
Setsu ikut denganku ke sesi informasi sekolah yang ditargetkan untuk
para siswa SMP. ”

"Sesi informasi sekolah?"

“Ah, itu merupakan salah satu program yang diselenggarakan bersama


dengan beberapa sekolah SMA di daerah ini. Siswa yang seharusnya
mewakili sekolah kita ke sana, kakinya terluka, jadi aku berpikir untuk
meminta Setsu sebagai gantinya. ”

"Apa itu berarti aku akan berbicara di atas panggung?"

"Ya. Berdasarkan dari tahun-tahun sebelumnya, setidaknya ada dua ratus


siswa bersama orang tua mereka yang akan datang. ”

“Tidak, itu mustahil. Aku tidak bisa melakukan itu. Aku tidak ingin
melakukannya. ”

Saat aku mendengar bahwa akan ada lebih dari 200 orang yang akan
datang, aku menjadi gugup dan menolaknya. Tidak mungkin aku bisa
berbicara di depan banyak orang. Kemungkinan besar aku akan sangat
gugup, dan aku pasti tidak ingin melakukannya. Selain itu, aku sudah tidak
ingin datang hari ini, bagaimana aku bisa berdiri melakukan itu pada hari
Minggu. Sensei menanggapi penolakanku dengan takjub.

"Kau ... tidak perlu menolak sebegitunya."

“Aku benci sekali. Selain itu, tugas ini tidak harus diriku. Aku yakin ada
banyak orang lain yang bisa melakukannya. ”

“Tidak, meminta orang lain akan sangat merepotkan. Tolong, Apa kau mau
melakukannya? ”

"Aku tidak mau."

Sensei membuat wajah serius saat dia bertanya padaku sekali


lagi. Sayangnya, keputusanku tidak berubah. Aku takkan membiarkan hari
Minggu berhargaku dicuri untuk hal semacam ini. Kemudian, Mamiko
menyela percakapan antara Sensei dan diriku.

"Yoshiki-kun sudah mengatakan bahwa dia tidak ingin melakukannya, jadi


tolong hentikan!"

"Yoshiki-kun ... Aah, maksudmu Setsu."


Sensei bergumam pada dirinya sendiri saat dia berpikir sebentar, lalu
memfokuskan pandangannya pada Mamiko dan aku.

“Ngomong ngomong, aku merasa penasaran, tapi hubungan apa yang


kalian berdua miliki? Mungkinkah kalian berdua pacaran? ”

"Eh ... Tidak tidak tidak, kita tidak ber--"

"Kami berpacaran !!"

"Eh."

Karena aku tidak menyukai orang lain tahu tentang itu, aku akan menolak
kata-kata Sensei, namun pada saat itu, Mamiko memotong perkataanku
dengan suara kerasnya sendiri.

“Kami adalah pasangan yang benar-benar saling jatuh cinta. Tolong jangan
masuk di antara kami! ”

"... Kii, karaktermu benar-benar berbeda dari yang biasanya ..."

Sensei merasa terheran saat dia mengatakan itu. Yah, Mamiko biasanya
seseorang yang baik kepada semua orang, dan murid teladan. Dengan
Mamiko yang seperti ini, aku tak berpikir kalaua sensei tidak mengatakan
apapun.

"Namun, tetap saja, Setsu dan Kii ... kalian berdua benar-benar tidak cocok
sama sekali."

Yeah, aku mengerti itu. Aku sudah mengerti bahwa Mamiko dan aku tidak
serasi sama sekali. Aku sudah mengerti, jadi tolong jangan blak-blakkan
begitu, itu benar-benar menyakiti hatiku. Saat aku berkubang dalam
pikiranku sendiri, entah mengapa, Mamiko memelototi Sensei dengan
ekspresi menyesal.

“Aku sudah mengerti. Fakta bahwa kami berdua tidak cocok. Bagaimana
aku bisa cocok dengan orang keren seperti dirinya? Namun, kami berdua
saling menyukai satu sama lain! ”
Tidak, itu salah…

Sensei mungkin bermaksud sebaliknya. Aku membalas seperti itu dalam


pikiranku, tetapi kenyataan bahwa Mamiko berkata begitu tentang diriku
membuatku benar-benar merasa senang.

“Aah, begitu ya. Aku paham, aku paham. Jadi, Setsu, apa hari Minggu baik-
baik saja? ”

Sensei mungkin sudah lelah meladeni Mamiko, jadi dia sekali lagi
berbicara denganku.

"Tidak, seperti yang aku bilang, aku tidak bisa."

"Kenapa?"

"Pergi keluar untuk melakukan hal seperti itu pada hari libur, aku tak
menyukainya."

“Yah, itu juga yang akan aku lakukan, jadi tak masalah, ‘kan?”

“Tidak, aku keberatan. Hal itu tak ada manfaatnya bagiku. Sensei akan
dibayar, tapi aku tidak mendapatkan apapun dari itu. ”

Saat aku berkata begitu, seperti yang diharapkan, Sensei tak bisa berkata
apa-apa. Kemudian, setelah berpikir sebentar, beliau berbicara kembali.

"Lalu, selama kau mendapatkan imbalan, apa kau mau melakukannya?"

“Yah, kurasa begitu. Namun, jika imbalan anda tidak bisa membuatku
puas, aku masih tidak mau. ”

Aku bilang begitu, tapi aku berniat menolaknya apapun yang akan dia
katakan. Yah, jika itu sesuatu yang besar, aku masih akan memikirkannya.

“Begitu ya. Hmmm, bagaimana dengan ciuman? ”


"Apa?"

"Apaaa!?"

Mamiko bereaksi lebih dramatis terhadap kata-kata Sensei. Dia merasa


kalut dengan wajahnya yang sepenuhnya merah.

“Ci-cicici-ciuman !? Anda tak bisa melakukan itu, tidak pernah !! Se-selain


itu, bukankah itu kejahatan!? ”

“Ini hanya lelucon, hanya lelucon. Jangan terlalu serius, Kii, ”

“Tolong hentikan itu, Sensei. Mamiko tidak pernah menganggap hal


seperti itu sebagai candaan saja. ”

"Fuun ~, hal itu malah membuatku ingin terus menggoda kalian berdua."

"Tolong hentikan? Aku cukup serius tentang ini. "

Seseorang akan kehilangan kesabarannya jika dia terus bercanda


lagi. Lagipula, aku sudah dipelototi dari sebelahku. Dia mungkin merasa
frustrasi karena aku masih bisa berbicara normal dengan Sensei bahkan
setelah mengatakan hal seperti itu. Kemungkinan besar aku akan dimarahi
saat makan siang nanti. Sebelum itu, aku harus mencari cara untuk
membuatnya senang.

“Apa anda sudah selesai? Kami akan makan siang bersama sekarang. ”

“Tidak, tunggu dulu. Pembicaraan tentang sesi informasi ini belum


berakhir. "

"Aku tidak akan pergi."

"Keras kepala sekali kau ..."


Aku mengubah sikapku terhadap Sensei untuk menunjukkan
ketidaksabaran aku. Kemudian, seolah-olah dia mendapat inspirasi, Sensei
membuka matanya lebar-lebar.

"Setsu, jika kau mendapatkan semacam manfaat, maka kau akan


menerimanya, ‘kan?"

"Ya, kurasa…"

Namun, tidak ada yang bisa meyakinkanku untuk melakukannya.

“Lalu, aku akan tetap merahasiakan hubungan kalian berdua. Jadi


lakukanlah."

"..."

Jadi sampai pada titik ini ya...

"Dan, jika aku tidak ingin melakukannya?"

"Setelah liburan musim panas berakhir, kau mungkin akan mendapatkan


tatapan mematikan dari semua siswa di sekolah."

"..."

Kau mungkin lupa, tapi Mamiko adalah gadis paling populer di sekolah.

Orang-orang super waspada terhadap hal-hal yang terjadi padanya, dan


ada juga banyak orang yang suka Mamiko. Kenyataan bahwa Mamiko
memiliki pacar mungkin akan membuat orang cukup cemburu untuk
membunuhnya.

Sampai sekarang, interaksi antara Mamiko dan diriku di sekolah hanya


sebatas makan siang di atas atap sekolah, jadi tak terlalu banyak rumor
yang beredar. Namun, jika Sensei menyebarkan hubungan kami, maka
akan menjadi the end untukku.
"Jadi, apa yang akan kau lakukan?"

Senesei menanyakan itu dengan senyum tak kenal takut. Aku tidak punya
pilihan lagi.

****

“Karena itu, aku tidak bisa bekerja pada hari Minggu. Aku benar-benar
minta maaf. ”

“Ah, aku mengerti, jangan khawatir tentang itu. Ini sesi informasi,
kan? Semoga berhasil."

“Ya, aku akan melakukan yang terbaik. Terima kasih."

"Tak masalah ~"

Sejauh yang aku tahu, Setsu-kun terlihat sangat menyesal di telepon. Ini
hanya mengambil jeda dari satu hari kerja, tidak perlu khawatir tentang
hal itu. Tetap saja, hari Minggu ...

Siapa lagi yang bisa aku minta untuk masuk? Echizen-chan ... Ah, berbicara
tentang Echizen-chan, dia juga mengatakan dia akan pergi ke sesi
informasi sekolah hari itu.

Mungkin mereka berdua, Echizen-chan dan Setsu-kun, akan pergi ke


tempat yang sama.
Chapter – 30

“Hmm? Tumben hari ini bangun pagi, Onii-chan. ”

Sekarang adalah hari Minggu, dan karena aku bangun pagi-pagi sekali hari
ini, adik perempuanku memanggilku.

"Yeah, itu karena aku memiliki urusan hari ini."

“Kau memakai seragammu, apa itu sekolah? Tapi ini ‘kan hari Minggu. ”

“Tidak, ini adalah sesi informasi sekolah. Aku entah bagaimana dipaksa
untuk membantu. ”

"Eh, bukannya itu acara yang diselenggarakan di balai budaya kota?"

"Ya, memang."

"Jika memang seperti itu, aku juga hari ini akan pergi ke sana."

"Eh!"

Tanpa sadar aku berteriak keras pada kata-kata Yui. Menyikat giginya di
sampingku, Yui menunjukkan senyuman geli.

"Begitu ya ~ Onii-chan akan ada di sana ~. Aku menantikannya ~ ”

Sialan, dia mengejekku. Tak disangka Yui juga akan datang. Seharusnya ini
tak ada yang perlu dikhawatirkan, tapi ketika mengetahui ada keluargaku
di sana, itu membuatku merasa sangat gugup.

Tunggu sebentar.

“Bukannya kau sudah memutuskan untuk masuk ke


sekolahku? Seharusnya kau tidak perlu pergi. "

“Ada teman yang mengajakku karena mereka bilang agak sulit untuk pergi
sendiri. Selain itu, aku juga ingin melihat apakah aku bisa mencoba
sekolah yang lebih baik. ”
"Benarkah? Mencoba sekolah yang lebih baik? Sejak kapan kau menjadi
sepintar itu? ”

Bahkan jika aku sendiri yang bilang, aku akan mengatakan bahwa sekolah
kami, Touyama, sudah cukup terkenal. Sekolah yang lebih baik mungkin
berarti seperti SMA Oumi, atau sekolah terbaik di wilayah kami: SMA
Anzen.

Ditambah pula, jika kau ingin masuk ke SMA Oumi, mereka hanya
menerima Siswa SMP yang nilai ilmu pengetahuan dan matematika pada
tingkat yang sama dengan SMA Anzen... Jika itu yang terjadi, kau
membutuhkan nilai sekitar 250 pada ujian percobaan. Aku dengar
terakhir kali Yui mendapatkan nilai sekitar 180 ...

"Yah, aku benar-benar pintar."

"Memang saat ujian kemarin, kau dapat nilai berapa?"

"182."

"Itu tidak berubah sama sekali!"

Gadis ini ... dengan nilai segitu, bagaimana dia berharap diterima di SMA
Oumi atau SMA Anzen.

"Selain itu, dengan nilai 182, itu mungkin sedikit berbahaya bahkan untuk
sekolahku."

Nilai tertinggiku saat SMP ialah 246 dan aku rata-rata sekitar 230. Jika aku
berusaha keras, aku bisa memilih untuk mencoba masuk ke SMA Anzen,
tapi karena tak ada jaminan bisa masuk, aku menurunkan
levelku. Sekolahku menginginkan orang-orang yang memiliki nilai paling
sedikit 200. Ini masih liburan musim panas, tetapi 182 mungkin cukup
sulit.

“Aku sudah tahu itu. Itu sebabnya aku berusaha sangat keras sekarang. ”

Wajah yang Yui miliki sekarang begitu serius seolah-olah dia tidak sedang
bercanda. Itu terlihat lebih serius daripada yang pernah aku lihat
sebelumnya.
"..."

Itu benar, gadis ini juga seorang pelajar. Tentu saja dia akan serius.

"Lakukan yang terbaik, Yui."

Aku merasa bahwa mengatakan hal seperti ini kepada Yui, yang sudah
bekerja keras rasanya agak kasar, tapi aku tak bisa menemukan hal lain
untuk dikatakan. Kemudian, Yui menghadap ke arahku dengan senyuman
dan memberiku jawaban.

“Yeah, aku akan melakukan yang terbaik! Onii-chan juga, lakukan yang
terbaik hari ini! ”

"Yeah!"

Aku benar-benar tidak termotivasi hari ini, tapi setelah mendengar kata-
kata Yui, aku merasa sedikit bersemangat. Setelah itu, kami berdua
memutuskan untuk naik kereta bersama karena kami pergi ke tempat
yang sama.

*****

Balai Kebudayaan Touyama.

Konser atau kompetisi musik sering diadakan di sini, menjadikan tempat


ini sebagai fasilitas budaya terbaik di kota. Ketika aku masih di sekolah SD,
aku pernah datang ke sini untuk pertunjukan musik sekolah.

Namun, aku jarang datang ke sini baru-baru ini. Aku tak pernah berharap
untuk datang ke sini lagi, jadi datang seperti ini benar-benar tak
terduga. Sambil mengernyitkan mukaku, aku menunggu di tempat
pertemuan yang ditentukan di dekat pintu masuk.

Ngomong-ngomong, Mamiko juga datang hari ini. Karena seharusnya ada


seorang gadis dan seorang lelaki dari setiap sekolah, tampaknya Mamiko
mengambil tempat gadis lain yang seharusnya bertugas. Sungguh, betapa
putus asanya dia?

“Jadi, Onii-chan, aku harus pergi kesini karena temanku sudah


menungguku. Semoga berhasil."
Lalu, Yui berjalan menuju ke dalam balai kebudayaan. Melihatnya seperti
itu, aku benar-benar bisa merasakan bahwa Yui telah banyak
berubah. Setelah Yui mengaku padaku, hubungan kami tidak sepenuhnya
berubah, pada akhirnya, tidak ada perbedaan sekarang bila dibandingkan
dengan sebelum pengakuan.

Namun, rasanya ada sedikit jarak di antara kami. Lagi pula, kami berhenti
berbelanja bersama, dan waktu yang kami gunakan untuk berbicara di
rumah sudah sedikit berkurang. Yui sekarang melakukan ujian masuk
SMA, tapi tetap saja, ada sesuatu yang berubah tentang dirinya. Ini sedikit
aneh tapi aku merasa sedih dengan perubahannya, tapi pada saat yang
sama aku juga senang tentang itu.

Setelah melihat Yui menghilang, aku mengembalikan mataku ke


smartphone-ku. Kemudian, sebuah pesan datang dari Mamiko yang
mengatakan, [Apa kau sudah sampai?]. Hari ini, Mamiko tidak datang
dengan kereta tetapi dengan mobil, jadi kami datang secara terpisah.

[Aku sudah disini. Aku dekat pintu masuk.]

[Mengerti! Aku akan berada di sana sekitar 5 menit lagi!]

Setelah melihat jawaban Mamiko, aku kembali memainkan aplikasi game


yang aku mainkan sebelumnya. Game ini adalah game kartu yang sudah
aku mainkan selama sekitar satu tahun sekarang. Ini bukan permainan
yang aku mainkan sama seriusnya dengan Human Beast Wars, tapi aku
memainkannya kadang-kadang hanya untuk melewati waktu luangku.

“Hmm? Bukankah itu Setsu? ”

Kemudian, sebuah suara menghentikan tanganku yang sedang


memainkan game. Ketika aku menengok, aku melihat teman sekelasku
saat SMP dulu, Ueno, orang yang terakhir kali aku lihat di stasiun kereta.

“Hei, Ueno. Sudah lama, ada apa? ”

“Aku datang untuk sesi informasi sekolah. Aku mewakili sekolah SMA-ku
tahu. ”

"Aku juga sama."


“Eh, Setsu juga? Mengejutkan sekali! Kau sepertinya bukan tipe yang
melakukan hal seperti ini. ”

“Aku tak ingin melakukannya jika aku bisa. Namun, tidak ada orang lain
yang bisa melakukannya. ”

"Ah ~ Tak masalah, jangan dipikirkan."

Saat dia bilang bahwa aku bukanlah tipe orang yang melakukan hal seperti
ini, Ueno mengernyitkan sedikit wajahnya, tapi setelah itu, dengan cepat
tersenyum dan memberiku tepukan di punggung.

Jenis skinship ini tidak berubah sama sekali. Bukannya kau sudah punya
pacar? Apa baik-baik saja melakukan ini? Jika aku adalah pacarnya, aku
tak ingin kau melakukan ini.

"Ueno, seperti biasa, kau suka melakukan hal semacam ini bukan?."

Ueno adalah orang yang cukup agresif, tipe orang yang mengurusi hal
yang mana orang lain tidak ingin melakukannya. Kepribadian bergairah
miliknya itu sangat bersinar terang bagiku, dan mungkin itulah yang
menyebabkan aku jatuh cinta padanya saat itu. Karakterku sangat
berkebalikan dengannya.

"Yup. Berbicara di depan banyak orang adalah sesuatu yang sangat aku
sukai. ”

"Benarkah ... Aku tak bisa berpikir dengan cara yang sama ..."

“Kau juga, setelah melakukannya beberapa kali, kau akan menikmatinya!


Tentunya!"

Ueno menyemangatiku dengan senyuman. Setelah melihatnya beberapa


kali sekarang, sepertinya dia belum berubah sama sekali dari hari-hari
SMPnya.

“Ah, itu benar! Aku ingin bertanya, tapi apa yang terjadi dengan pacarmu
setelah itu? Apakah kalian putus? ”
Kemungkinan besar dia membicarakan tentang apa yang terjadi di kereta
terakhir kali. Saat di mana Mamiko melihat kami berbicara dan sedikit
marah.

"... Dia sangat marah."

"Tentu saja ~. Jika aku melakukan itu, pacarku juga akan marah. ”

"Namun, aku lega karena kita tidak putus."

“Yay! Itu bagus!"

"Ya, itu sebabnya aku berusaha untuk tidak sendirian dengan gadis lain."

“Ooh! Itu cara yang bagus~ ”

Yah, lagipula, aku tak ingin membuat Mamiko sedih.

“Namun, apakah situasi saat ini baik-baik saja? Maksudku, sekarang kau
sedang berbicara denganku sendirian, kan? ”

"Ah."

Sekarang dia menyebutkannya, itu benar. Sejujurnya, aku berhenti


memikirkannya saat aku melihat Ueno, jadi aku bahkan tidak
menyadarinya. Tidak, mengapa aku bisa menjadi orang yang pelupa
begini? Untungnya, Mamiko belum datang, jadi seharusnya tak masalah
kalau aku pergi sekarang.

"Yoshiki-kun?"

Aku sedang memikirkan itu ketika aku mendengar Mamiko memanggilku


dengan senyum gelapnya. Aha ~ aku pernah melihat perkembangan
seperti ini sebelumnya, tapi …...

Kurasa, aku belum cukup merenungkan tindakanku sendiri.


Chapter - 31

“Jadi, kalian berdua sudah berada di sini. Selamat pagi."

Di depan balai kebudayaan, Wada-sensei menyapa Mamiko dan aku, yang


sedang memiliki suasana aneh di antara kami.

"Selamat pagi."

"Selamat……pagi."

Kami masing-masing menanggapi salam Wada-sensei.

Namun, suara Mamiko tampak frustrasi, menunjukkan sedikit suasana


hatinya yang buruk.

Sementara itu, dia terus menatapku yang berada di sampingnya. Apa yang
terjadi sebelumnya adalah kesalahanku, dan aku akhirnya melakukan hal
yang sama seperti sebelumnya, tidak menunjukkan tanda bahwa aku
merenungi tindakanku.

Ngomong-ngomong, saat Mamiko tiba, Ueno langsung melarikan diri


entah kemana. Dia benar-benar cepat melarikan diri. Kemampuannya
yang tersembunyi sama tingginya saat di sekolah SMP juga. Saat aku
sedang memikirkan itu, aku tiba-tiba disikut dari samping tubuhku. Dan
itu cukup kuat juga.

Aku tidak bisa menahan sisi tubuhku ketika aku melihat ke arah di mana
sikutan itu datang dan melihat Mamiko. Melihatnya, dia melihatku dengan
tatapan yang lebih tajam dari sebelumnya.

"Mengapa kau berpikir tentang gadis itu?"

Kemudian, suaranya, yang terdengar lebih marah dibandingkan kesal


mencapai di telingaku. Eh, kenapa dia tahu apa yang aku
pikirkan? Memang benar, aku memikirkan tentang Ueno. Tapi tetap saja,
itu hanya sesaat, aku tidak memikirkannya selama itu. Bahkan jika aku
mengatakan itu padanya, suasana hati Mamiko mungkin takkan membaik,
jadi aku hanya pasrah diam terus disikut sisi tubuhku. Itu sangat
menyakitkan ...

Akhirnya, dengan suasana hati Mamiko yang tak kunjung membaik, kami
masuk melalui pintu belakang aula kebudayaan. Di pintu depan ada
banyak siswa SMP, namun berjalan masuk melalui pintu belakang, hampir
tidak ada orang. Hanya ada beberapa siswa SMA yang juga datang untuk
mewakili sekolah mereka seperti yang aku lakukan.

“Kalau begitu, kalian berdua bisa menunggu di ruangan ini. Aku akan pergi
menyapa guru lainnya. ”

Setelah Wada-sensei mengatakan itu, dia berjalan ke belakang. Seperti


yang dikatakan guru kami, kami tetap berada di ruang tunggu yang
ditujukan untuk siswa SMA. Di dalam ruangan, ada sebuah meja panjang
ditempatkan di tengah-tengah ruangan dengan sekitar sepuluh kursi atau
lebih dijajarkan di sepanjang meja.

Di satu sisi meja ada pendingin air, cangkir, dan beberapa makanan
ringan. Mamiko dan aku mengamati murid-murid lain melalui sudut mata
kami saat tengah memilih tempat kosong untuk duduk.

"Entah mengapa, sepertinya semua orang terlihat sangat pintar ..."

Sembari mengamati siswa lain, aku berkata begitu dengan suara kecil
pada Mamiko. Namun, Mamiko hanya melihat ke arah lain. Dia benar-
benar marah ... Apa yang harus aku lakukan ...?

Aku ingin melakukan sesuatu untuk membuat suasana hati Mamiko


sedikit membaik, tapi sepertinya dia takkan mendengarkan apa pun yang
aku katakan ... Sungguh, apa yang harus aku lakukan ...? Saat aku sedang
berpikir, mataku bertemu dengan Ueno yang duduk dari jauh.

Rupanya, Ueno sudah sampai sebelum kita. Duduk di sebelah Ueno adalah
seorang anak laki-laki yang tampak serius dan mengenakan
kacamata. Karena dia memakai seragam yang sama, mereka mungkin
berasal dari sekolah yang sama. Kemudian, setelah Ueno melihat Mamiko,
dia melihat ke arahku dan memberiku tatapan yang sepertinya berkata,
"Jangan khawatir".
Dia benar-benar berpikir ini adalah masalah orang lain. Tidak, yah, kukira
itu memang masalah orang lain ... Tapi tetap saja, aku ingin setidaknya dia
merasa sedikit menyesal tentang ini. Begitulah yang kurasakan, tapi tetap
saja, tidak peduli seberapa banyak aku memikirkannya, ini masih
salahku. Memikirkan itu, aku tidak mengatakan apapun saat menjatuhkan
jidatku di atas meja. Sungguh, apa yang bisa kulakukan untuk
memperbaiki ini ...?

"Hey apa yang salah? Yoshiki. "

Pada saat yang sama saat aku mendengar suara itu, seorang anak laki-laki
meletakkan tangannya di pundakku. Ternyata dia adalah teman sekelasku
saat SMP dulu, Kenji Kawachi. Kudengar dia memasuki klub rugby di SMA,
jadi meski tidak ada banyak perbedaan di antara ketinggian kami, Dia
tampak lebih besar dibandingkan orang di sekitarnya.

Meskipun begitu, rambutnya diatur dengan baik, memberikan suasana


rapi sampai batas tertentu. Dia seorang teman dari taman kanak-kanak,
dan dia adalah orang yang cukup baik. Dia masuk ke sekolah SMA Oumi,
jadi kami akhirnya berpisah, tapi sesekali ketika aku melihatnya di kereta,
kami selalu berbincang.

"Kenji, kau datang ke sini juga?"

"Ya, aku datang jauh-jauh ke sini di hari libur."

Sungguh mengejutkan. Kenji sama denganku dan bukan tipe orang yang
melakukan hal-hal yang merepotkan seperti ini. Aku penasaran berapa
banyak karakternya telah berubah.

"Tapi tetap saja, ini tak terduga ... untuk Yoshiki melakukan hal semacam
ini."

“Yah, ada beberapa hal yang terjadi. Lebih penting lagi, kau juga, Kenji, tak
biasanya kau melakukan ini juga. ”

"Bagiku, juga ... ummm ... ada banyak hal terjadi ..."

Kenji yang berdiri di sana seperti itu membuatku merasa ada yang
salah. Kenji biasanya lelaki yang cukup kuat dan biasanya takkan
menyerah seperti ini. Selain itu, entah mengapa wajahnya tersipu
merah. Kami sering bersama di sekolah SMP, tapi ini pertama kalinya aku
melihatnya seperti ini. Hampir seperti ... dia mulai terbakar atau sesuatu ...

"Begitu ya. Kita berdua memiliki kesulitan. ”

Aku tidak bertanya lebih jauh lagi. Lalu, dia tersenyum ringan kepadaku.

“Tidak, ini tidak seburuk itu. Aku datang ke sini dengan orang yang aku
sukai. ”

"Apa? Orang yang kau suka? ”

"Ya, itu orang lain yang datang bersamaku ke sesi informasi sekolah ini."

Kenji tersenyum malu. Ini adalah pertama kalinya aku melihat ekspresi itu
darinya. Jika aku ingat dengan benar, ini mungkin pertama kalinya Kenji
menyukai seseorang. Aku khawatir karena Kenji menempel ke ibunya
sepanjang waktu di sekolah SMP, tapi tampaknya hal itu tidak perlu.

"Heeeh. Apa dia gadis yang cantik? ”

“Ya, dia cukup cantik. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Kau
mungkin sama, ya? ”

Saat Kenji mengatakan itu, Mamiko memelototiku dengan lebih marah.

“Tidak, tidak, aku sudah punya pacar yang sangat cantik.”

“Ehh! Kau sudah punya pacar !? ”

"Yeah, gadis yang duduk di sebelahku."

"... Halo."

Mungkin karena dia masih marah padaku, Mamiko memberi salam yang
tumpul. Saat Kenji melihat Mamiko, seluruh tubuhnya menegang. Dia
mulai bergerak beberapa detik kemudian dan melingkarkan tangannya di
pundakku. Dia kemudian berbicara kepadaku dengan suara dimana
Mamiko tak bisa mendengar.
"Kau….. apa kau benar-benar berpacaran dengan gadis yang secantik itu?"

"Aku memang pacarnya. Meski mungkin kita tidak terlihat cocok. ”

"Ya, kalian pasti tidak cocok."

"Kau mengatakannya dengan blak-blakan ..."

Tanpa mendengar kata-kata terakhirku padanya, Kenji menjauh sedikit


dariku dan menghadap ke arah Mamiko.

“Kanojo-san[1], dia memang seperti ini, tapi kuharap kau akan terus
merawatnya mulai dari sekarang.” (TN: panggilan buat pacar yang cewek,
kalo pacar yang cowok di panggilnya kareshi-san)

Apa kau ini orang tuaku atau semacamnya? Yah, kukira bahkan orang
tuaku tidak mengatakan itu.

"… Aku mengerti."

Setelah membalasnya dengan suara kecil, Mamiko dengan cepat


mengalihkan pandangannya dari Kenji dan melihat kembali smartphone
miliknya.

“Yoshiki, apa kau membuat dia marah?”

"Yah, ada beberapa hal yang terjadi ..."

Kenji memberiku tatapan ragu. Jika Mamiko bertindak sangat dingin, apa
boleh buat kalau dia akan berpikir bahwa sesuatu telah terjadi.

“Lebih penting lagi, siapa orang yang kau suka? Dia ada di sini sekarang,
‘kan? ”

Aku mencoba mengubah topik. Sejujurnya, jika aku mulai berbicara


tentang Mamiko, pasti tidak ada akhirnya, aku harus memikirkan cara
untuk membalasnya….

"Tidak, aku tak berpikir dia ada di sini ... Ah, dia baru saja tiba. Echizen-
san, sebelah sini. ”
Tampaknya orang yang Kenji suka baru saja tiba. Rupanya nama gadis itu
adalah "Echizen-san”. Echizen… SMA Oumi… Echizen…

Hmm ...?

Mungkinkah ...

Aku mengalihkan pandanganku ke pintu masuk ruang tunggu.

"Selamat pagi, Kawachi-ku ..."

Lalu, mataku akhirnya bertemu dengan orang itu. Ketika orang itu
melihatku, dia langsung membeku. Orang yang berdiri di sana adalah
rekan kerjaku, Echizen.
Chapter – 32

“Se-Selamat pagi, Echizen. Kau juga datang? ”

Aku sangat terkejut ketika Echizen muncul pertama kali, tapi setelah
dipikir-pikir lagi rasanya tidak terlalu mengejutkan. Dia mendapat
peringkat pertama di SMA Oumi. Jika itu yang terjadi, maka tidaklah aneh
untuk dirinya mewakili sekolah SMA-nya di sini. Yah, dia tidak terlihat
menjadi tipe orang seperti itu.

"Y-ya ... selamat pagi ..."

"Hmm? Yoshiki, kau kenal dengan Echizen-san?"

Saat aku melirik ke arah Echizen yang memiliki ekspresi sedikit tersipu,
Kenji bertanya padaku. Sementara itu, Mamiko juga memberi reaksi. Dia
mengirim pandangan yang lebih menyakitkan dari sebelumnya. Seberapa
jauh aku akan jatuh di mata Mamiko hari ini?

"Ah, Echizen dan aku bekerja—"

"Tunggu sebentar!"

Saat aku akan menjelaskan hubungan antara Echizen dan aku, Echizen
menghentikanku, dan membawa dirinya lebih dekat denganku. Lalu, dia
membawa mulutnya ke telingaku dan berbicara kepadaku dengan suara
lembut.

"Jangan bicara tentang pekerjaan."

“Eh, kenapa? Ini bukan seperti tidak diizinkan, bukan? ”

"Tak apa-apa. Hanya saja, jangan membicarakannya. ”

Terlihat putus asa, Echizen menjauh dariku dan memberi Kenji jawaban
yang tepat seperti, "Dia hanya kenalanku". Jika Echizen tidak ingin aku
mengatakannya maka kurasa aku tidak melakukannya, tapi apa
alasannya? Yah, memikirkannya mungkin takkan membawaku
kemanapun.

"Begitu ya. Echizen dan Yoshiki ..."

Kenji berbicara seolah-olah menyiratkan sesuatu. Namun, terlihat bahwa


dia menerimanya, saat dia dan Echizen pindah ke kursi kosong lebih jauh
dari kami dan duduk. Lebih penting lagi, bagaimana dengan keadaan
Mamiko? Melihat kembali apa yang terjadi sedikit lebih awal, bahkan jika
hal-hal yang aku katakan adalah kebohongan, aku dilirik sangat tajam ...

Ketika aku melihat kembali Mamiko yang menakutkan, dia malah terlihat
tenang dan diam. Dia tidak menatapku, dia juga tidak melihat Kenji atau
Echizen, dan dia juga tidak melihat smartphone miliknya. Yang dia
lakukan hanyalah menatap ke kejauhan. Mamiko bertingkah seperti itu
rasanya sedikit aneh jadi aku memberinya sedikit senggolan.

"Hei, apa ada yang salah?"

"Eh, ah, tak ada yang salah."

Mamiko memaksa tersenyum. Itu malah semakin aneh. Meskipun dia


dalam suasana hati yang buruk sampai dia bahkan tidak mau
mendengarkanku sebelumnya ... Namun, rasanya aneh untuk
menanyainya di sini jadi aku takkan melakukannya. Aku akan bertanya
padanya ketika kita akan pergi. Yah, sebelum itu, aku harus meminta maaf,
karena aku memang membuat Mamiko marah.

****

Setelah acara selesai, kami duduk di luar di lobi, bukan ruang tunggu dari
sebelumnya. Aku bersama Kenji dan Echizen saat Mamiko sedang berada
di kamar kecil. Wada-sensei bilang bahwa kami boleh pergi tapi karena
Kenji mengatakan bahwa dia ingin kami berempat berbicara sebentar jadi
kami memutuskan untuk beristirahat di sini.

Aku tidak banyak bicara, tapi mungkin karena perasaan bebas yang aku
dapatkan setelah acara selesai, aku akhirnya memenuhi permintaan
Kenji. Sejujurnya, aku ingin sendirian dengan Mamiko agar aku bisa
meminta maaf padanya, tapi ......
“Itu sangat menegangkan. Echizen juga gugup, kan? ”

“Eh, ya lumayan. Bagaimana denganmu ... Setsu-kun? ”

“Ah, aku juga sangat gugup. Aku biasanya tidak melakukan hal semacam
ini. ”

Kami akhirnya melakukan percakapan yang tidak berarti seperti


ini. Sudah sekitar 5 menit sejak Mamiko pergi ke kamar kecil, tapi dia
masih belum kembali. Kemudian, Kenji tiba-tiba berdiri.

"Maaf, aku ingin ke kamar kecil dulu."

Setelah mengatakan itu pada Echizen yang duduk di depanku, Kenji


berbalik dan berbicara kepadaku dengan suara berbisik.

"Tentang apa yang kita bicarakan tadi, bisakah kau bertanya padanya
tentang itu untukku?"

"Yeah, yeah."

Setelah aku memberinya tanggapan yang sesuai, Kenji pergi ke kamar


kecil dengan ekspresi puas. Hanya aku dan Echizen yang tertinggal. Ini
mirip seperti bekerja. Apa yang sedikit berbeda ialah Echizen terlihat
gelisah selama beberapa saat sekarang.

Pipinya juga sedikit memerah dan kelihatannya dia tidak bisa tenang. Aku
sedikit penasaran tentang itu, tapi pertama-tama, aku harus melakukan
apa yang diminta. Aku menarik nafas dan menaikkan suaraku.

"Echizen ... tentang Kenji, apa pendapatmu tentang dirinya?"

Ya, ini adalah apa yang Kenji ingin aku tanyakan. Kupikir dia harus
bertanya sendiri jika dia memang benar-benar penasaran, tapi karena ini
pertama kalinya dia menyukai orang lain, aku kira dia takkan bisa
melakukan itu. Yah, karena aku teman baiknya, aku ingin mendukung
cintanya Kenji, jadi ini baik-baik saja.

Ketika aku diminta untuk melakukan ini, aku juga bertanya tentang
bagaimana sikap Echizen biasanya, dan malah mendapat jawaban yang
sangat menakjubkan. Dia pasti bisa disebut idola sekolah. Sangat terkenal
sampai pada titik di mana tidak ada siswa yang tidak mengenalnya dan
setidaknya ada satu orang yang mengaku padanya setiap minggu.

Dia adalah sejenis keberadaan yang mirip seperti manga dimana Kenji tak
bisa dihindari untuk jatuh cinta padanya. Kupikir itu sangat keren bahwa
dia sangat jujur tentang hal itu jadi aku benar-benar ingin dia berhasil
mendapatkan cintanya. Itu sebabnya, aku bersedia melakukan apapun
untuk untuk mendukung cinta Kenji.

"Aku ingin tahu perasaanmu yang sesungguhnya, jadi jangan khawatir


tentang apa yang akan kau katakan."

"... Mengapa kau bertanya tentang ini?"

Pertanyaannya membuatku sedikit bingung. Jika aku mengatakan padanya


bahwa itu hanya rasa ingin tahu, dia mungkin akan curiga. Apa ada
sesuatu …... semacam alasan ...

“Ah, kalian berdua sepertinya sangat cocok satu sama lain. Sepertinya kau
tidak berkencan dengan Kenji, tapi aku ingin tahu apa yang kau pikirkan
tentang dia. ”

Yah, aku menjadi sedikit pria yang kepo, tetapi seharusnya terasa alami
seperti ini.

“Saling cocok…? Kawachi dan diriku? ”

"Aah, seperti pria tampan dengan gadis cantik, hal semacam itu."

"... Fuun ~, kita tidak benar-benar berpacaran, tapi aku juga tidak
menyukainya."

Untuk beberapa alasan, Echizen mengatakan itu dengan suara dingin.

“Jadi begitu. Lalu, apa pendapatmu tentang dia? ”

"Kupikir dia orang yang sangat bersemangat ..."

Sepertinya perasaannya pada Kenji tidak terlihat setinggi itu. Jangan


khawatir, Kenji. Masih ada peluang, jadi jangan menyerah.
"Begitu ya. Yah, dia memang orang yang sangat bersemangat. ”

"… Apa itu? Apa yang kau rencanakan? ”

“Eh !! Tidak, tidak, aku tak melakukan hal seperti itu. Aku hanya sedikit
penasaran ... ”

Aku memberinya alasan itu, tetapi Echizen terus menatapku dengan


curiga. Namun, setelah beberapa detik, seolah-olah dia kehilangan minat,
dia mengalihkan pandangannya. Lalu, untuk beberapa alasan, wajahnya
memerah saat dia menyentuh rambutnya sendiri.

"La-Lalu, apa aku boleh bertanya padamu juga?"

"Yeah, apa itu?"

"… Apa yang kau pikirkan…..tentang diriku?"

"..."

Dia sepertinya tidak bisa tenang, jadi aku penasaran pertanyaan macam
apa itu, tapi ternyata hanya itu saja. Sepertinya aku bodoh karena
meletakkan kewaspadaanku. Jika itu pertanyaan yang sederhana, maka
aku dapat dengan mudah menjawabnya.

“Kau adalah rekan kerjaku. Kami tidak sedekat itu sebelumnya, tapi baru-
baru ini, sangat menyenangkan berada di dekatmu. Ini mungkin sedikit
lancang, tapi aku menganggapmu sebagai teman. ”

Ya, seorang teman. Aku tidak punya banyak teman perempuan, tapi
Echizen termasuk dalam kelompok itu. Mungkin hanya aku yang berpikir
demikian ...

"Seorang teman…"

Echizen mengatakan itu dengan tenang dan kemudian menjadi


diam. Seperti yang kuduga, dia tidak menganggapku sebagai
teman. Kemudian, Echizen berdiri sambil melihat ke bawah.

"Maaf, aku memiliki urusan mendadak, jadi aku akan pergi lebih awal."
Saat dia perlahan berjalan keluar, aku bisa melihat sekilas wajahnya.

Itu adalah ekspresi putus asa.

Bagaimana bilangnya ya ... Ketika aku melihat itu, perasaan yang tak enak
mulai muncul di dalam dadaku.
Chapter – 33

<Sudut Pandang Mamiko>

Aku sekarang sedang merasakan sakit hati.

Hal ini mungkin sering terjadi, namun tetap saja, hatiku merasa sangat
sakit sekali. Karena aku tidak memiliki banyak teman lelaki, satu-satunya
lelaki yang sering berinteraksi denganku hanyalah Yoshiki-kun. Itu
sebabnya takkan ada orang selain Yoshiki-kun yang bisa aku sukai. Aku
akan selalu, selalu mencintainya.

Namun, Yoshiki-kun sedikit berbeda. Dia berinteraksi dengan banyak


gadis lain sepanjang waktu. Sebagai pacarnya, aku tidak menyukai
itu. Bukannya aku ingin Yoshiki-kun menjadi sama sepertiku, untuk tidak
berinteraksi dengan lawan jenis sama sekali. Aku juga mengerti kalau
Yoshiki-kun menyukaiku. Namun tetap saja, aku selalu saja merasa
khawatir.

Saat Yoshiki-kun berbicara dengan gadis lain, aku selalu berakhir


cemburu, hatiku terasa sakit, dan aku merasa semakin cemas dan
gelisah. Hari ini pun juga sama. Saat aku tiba di tempat pertemuan,
Yoshiki-kun sedang berbicara dengan gadis lain. Ditambah pula, terakhir
kali Yoshiki-kun bersamanya, aku merasa cemburu dan tidak
menyukainya.

Itu adalah gadis yang dia sukai saat SMP dulu. Aku tak tahu kapan dia akan
menyukainya lagi. Aku menjadi sangat cemas, dan imbasnya, aku hanya
bisa memukul Yoshiki-kun dengan kecemasan itu dalam bentuk
kemarahan.

Lalu, gadis itu juga muncul. Dia memiliki rambut pirang dan gadis yang
cukup cantik. Rupanya, dia adalah rekan kerja Yoshiki-kun. Aku pernah
mendengar tentang rekan kerjanya, tapi aku tidak pernah mengira dia
akan secantik ini. Terlebih lagi, reaksi yang dia miliki, sepertinya dia
memiliki sedikit perasaan pada Yoshiki-kun.
Ini hanyalah intuisi, tapi itulah yang kurasakan. Hal Itu membuat
kegelisahanku semakin bertambah. Kemudian, aku mulai
membayangkannya.

Adegan gadis pirang itu dan Yoshiki-kun berbicara dengan gembira satu
sama lain.

Adegan mereka bekerja bersama dengan senang hati.

Adegan mereka berjalan pulang bersama.

Adegan dari mereka berdua bertukar bibir dengan senang satu sama lain.

Tak peduli betapa tidak mungkinnya itu, aku membayangkan semuanya


menjadi mungkin. Aku tahu itu mustahil, tidak mungkin terjadi. Aku
mengerti itu. Aku mengerti itu, tapi setelah aku membayangkannya sekali,
adegan itu terbakar di dalam pikiranku. Di kepalaku, aku hanya bisa
memvisualisasikan adegan gadis pirang itu dan Yoshiku-kun dengan
senang menghabiskan waktu bersama.

Dan dalam adegan itu tidak ada tanda adanya kehadiranku. Keberadaanku
tidak diperlukan. Untuk beberapa alasan aku tak bisa membuat diriku
marah. Jika itu seperti biasa, aku akan marah pada Yoshiki-kun, namun
sekarang bukan seperti itu. Rasanya seperti, bagaimana aku harus
mengatakannya ... Sebuah perasaan menyerah, atau sesuatu seperti itu
menutupi hatiku.

Dan kemudian aku berpikir:

Aneh sekali kalau aku yang menjadi orang di sebelah Yoshiki-kun.

******

<Sudut Pandang Yoshiki>

“Hei, itu cukup lama. Dua orang lainnya sudah pulang. "

Aku memanggil Mamiko saat dia sudah kembali dari kamar kecil. Setelah
Echizen pergi, aku mencoba memikirkan berbagai hal, tapi pada akhirnya
aku tidak bisa memahami alasan ekspresi sedih Echizen. Beberapa menit
kemudian, Kenji juga kembali dari kamar kecil, dan ketika dia mengetahui
bahwa Echizen sudah pulang, dia melakukan hal yang sama dan
pergi. Lalu, Mamiko, yang berdiri di depanku setelah cukup lama di kamar
kecil, dan lima menit setelah Kenji pergi, dia akhirnya kembali.

"Maaf. Aku hanya memikirkan beberapa hal. ”

Berpikir…

Mungkin dia memikirkanku. Dia sangat marah pada saat itu. Itu benar, aku
harus meminta maaf tentang itu sekarang. Lalu kita bisa pergi ke restoran
keluarga dalam perjalanan pulang, dan dengan senang hati berbicara satu
sama lain.

"Apa kau-"

"Yoshiki-kun!"

Saat aku mencoba berbicara, Mamiko menyela dengan suaranya


sendiri. Dia sekarang berdiri sedikit di belakangku.

"... A-Ada apa?"

"... Ini, ini mungkin sulit untuk dikatakan, tapi ..."

Saat Mamiko berbicara, wajahnya menunduk, jadi aku tidak bisa melihat
wajahnya dengan sangat akurat. Aku tidak bisa membaca ekspresi yang
dia miliki. Lalu dengan posisi seperti itu, Mamiko mengatakan sesuatu
dengan suara gemetarnya yang tidak bisa aku percayai.

"Ayo kita putus."


Chapter – 34

<Sudut Pandang Yoshiki>

Saat naik kereta untuk pulang kembali rumah, aku hanya bisa menatap ke
luar jendela dengan pandangan kosong. Meskipun kereta ini jarang ada
penumpang seperti biasa, Mamiko, yang biasanya ada di sampingku, tidak
ada di sana. Yah, karena hari ini dia datang dengan mobil. Namun, bahkan
jika Mamiko datang dengan kereta, kami mungkin akan terpisah satu sama
lain seperti ini.

Mengapa? Karena kita berdua sudah tidak berpacaran lagi.

Ini adalah minggu terakhir liburan musim panas.

Aku menyelesaikan semua tugas musim panasku, dan sekarang aku berada di
rumah dan tidak melakukan apapun, hanya duduk dalam keadaan linglung.
Menghabiskan waktuku seperti ini adalah pemborosan, aku mengerti itu, tapi
sekarang sepertinya aku tidak bisa melakukan apapun.

Jika aku mencoba menulis cerita, membaca manga, atau bahkan bermain
game smartphone, aku akhirnya berpikir tentang wajah Mamiko. Dan setiap
kali itu terjadi, air mata langsung keluar di mataku. Aku penasaran sudah
berapa kali aku menangis sejak Mamiko putus denganku seminggu yang
lalu. Sejujurnya, aku tak berpikir bahwa aku sangat
menyukainya. Berpacaran dengannya adalah sesuatu seperti tak sengaja, tapi
entah mengapa, aku akhirnya jatuh cinta padanya.

"Haha ... bodohnya aku."

Pada saat itu, aku seharusnya meminta maaf kepada Mamiko lebih
cepat. Sebelum itu, aku seharusnya lebih menghargainya. Karena dia adalah
pacarku, aku menganggapnya sebagai hal yang biasa. Jika dia marah, Mamiko
akan tetap memaafkanku, pikirku. Pada akhirnya, keyakinan naif itu adalah
akhir dariku. Aku benar-benar ingin memukul diriku yang dulu. Dan
kemudian aku ingin memberi tahu dia untuk lebih menghargai Mamiko.
Namun, itu sudah terlambat. Mamiko sudah meninggalkanku. Aku yakin dia
lelah denganku sekarang. Kemudian, setelah liburan musim panas berakhir,
dia mungkin akan berpacaran dengan seorang lelaki yang lebih baik ...

"Haha ... aku tidak menyukai itu ..."

Membayangkan Mamiko berpacaran dengan lelaki lain saja sudah


membuatku merasa cukup buruk untuk muntah. Walaupun sekarang aku
hanyalah orang asing bagi Mamiko. Tidak ada hubungan apapun di antara
kita lagi.

... Itu tidak bisa dihindari, aku masih sangat menyukai Mamiko. Aku sangat
menyukainya sampai membuat hatiku hancur. Dalam sehari, hanya itu yang
bisa kupikirkan ketika aku duduk tanpa melakukan apa-apa.

“Aku ingin melihatnya. Aku ingin menghabiskan waktu bersamanya lagi ... ”

Aku menyuarakan harapanku, tapi aku mengerti bahwa harapan itu tak
mungkin dikabulkan.

****

<Sudut Pandang Mamiko>

Aku akhirnya mengatakannya.

Aku hanya ... mengatakannya.

Satu minggu yang lalu, aku menyukainya, aku benar-benar menyayangi


Yoshiki-kun, namun aku mengatakan kepadanya, “Ayo kita putus.” Aku
mengatakan itu pada Yoshiki-kun, orang yang ingin kunikahi. Namun, entah
mengapa aku tidak menyesalinya. Meskipun begitu, karena aku masih sangat
menyukai Yoshiki-kun, ada banyak waktu selama minggu ini dimana aku
menangis ketika memikirkannya.

Tetap saja, jika Yoshiki-kun merasa senang, maka aku baik-baik saja dengan
tidak bahagia. Jika dia bisa bersama dengan seseorang yang sangat dia sukai,
tertawa dan tersenyum, maka aku tidak punya masalah dengan itu. Aku
mungkin takkan pernah bertemu seseorang yang aku sukai sama seperti aku
menyukai Yoshiki-kun, tapi jika dia bahagia, maka aku akan baik-baik saja.
Aku akan hidup hanya dengan kenanganku tentang dirinya. Pergi ke sekolah
bersamanya, berpegangan tangan dengannya, dan bahkan
menciumnya. Pergi berbelanja dengannya dan menemui orang
tuanya. Semua itu sangat menyenangkan. Sungguh, itu semua sangat
menyenangkan ... Selama aku memiliki kenangan ini ... aku bisa hidup ......

“Hidup… aku tidak bisa ~. Aku sudah tidak bisa melanjutkan hidup seperti
ini~. "

Saat aku di tempat tidur, semua perasaan yang aku tahan, mulai
meledak. Sejumlah besar air mata mulai keluar.

"Tidak, aku tidak ingin putus ~ aku ingin selalu bersama selamanya."

Namun, ketika aku melihat Yoshiki-kun bersama dengan gadis itu, aku tidak
bisa memikirkan alasan bagiku untuk berada di sana. Aku pikir aku tidak
dibutuhkan.

Namun tetap saja, perasaanku.

“Aku ingin bersama. Aku sangat mencintaimu, jadi aku ingin menjadi
kekasihmu selamanya ~ ”

Segera setelah aku diliputi oleh perasaanku sendiri, kata-kataku menjadi


kata-kata yang seharusnya aku katakan kepada Yoshiki-kun.

"Yoshiki-kun juga mengatakan bahwa dia menyukaiku ... kenapa dia harus
bersama gadis lain ~?"

Aku mengerti bahwa apa yang aku katakan semakin bertambah egois, tapi
aku tidak bisa menahan diri.

"Sungguh, bermain-main denganku, Baka! Bakabakabakabaka !! Yoshiki-kun


... Yoshiki-kun ..."

Mudah sekali jika aku hanya berkata, “Aku membencinya”? Namun,


perasaanku justru sebaliknya, aku tidak bisa memaksakan diriku untuk
mengucapkan kata-kata itu.

"Uuuu ~ Yoshiki-ku ~ n ... Yoshiki-ku ~ n ... Aku ingin melihatmu ~ Aku ingin
kau peduli padaku ~"
Sebaliknya, aku akhirnya mengatakan kata-kata sedih sembari air mata
mengalir di wajahku.
Chapter – 35

Sekarang adalah hari terakhir liburan musim panas dan aku berada di
Mon Pet Kuwa, tempat dimana aku bekerja part-time.

Aku memiliki shift pendek hari ini dari pukul 12:00 siang sampai pukul
3:00 sore. Saat aku memasuki ruang istirahat, Echizen sudah memakai
seragamnya. Sepertinya hari ini juga, aku akan bersama Echizen. Selama 2
minggu terakhir, jumlah waktu ketika Echizen dan aku bersama-sama
menjadi berkurang, jadi rasanya sudah lama sejak ini terjadi.

"Terima kasih atas kerja kerasmu, Echizen."

"Terima kasih atas kerja kerasmu."

Setelah memberinya sapaan ringan, aku memasuki ruang ganti. Ini


pertama kalinya aku melihat Echizen sejak sesi informasi
sekolah. Ngomong-ngomong, kami berpisah dengan suasana aneh saat
itu. Namun, keterkejutan dari Mamiko begitu kuat sehingga aku tidak
ingat dengan baik, tapi aku merasa seperti Echizen memiliki ekspresi
sedih …...

Sejujurnya, aku tidak bisa berpikir lebih jauh dari ini. Pikiranku dipenuhi
dengan Mamiko. Aku benar-benar tidak merasakan motivasi untuk
melakukan apapun. Jadi, lega rasanya karena ini masih musim panas. Jika
waktu sekolah, aku merasa seperti berada di tingkat di mana aku harus
tidak datang ke sekolah.

"Haaa ~"

Aku tidak menyukai diriku sendiri karena mencoba bertahan pada


Mamiko. Namun, aku tidak bisa menahannya, aku tidak pernah diberi
alasan mengapa kami putus. Semua yang dia katakan adalah “Ayo kita
putus" dan hanya itu. Bukankah itu terlalu mengerikan?

"Haa ~"
Aku menghela nafas lagi. Dengan perasaan murung itu, aku keluar dari
ruang ganti saat Echizen melihat ke arahku. Seolah-olah dia menatap
hatiku.

"Ada apa, Echizen?"

“Bukankah kau terlalu banyak menghela nafas? Ini sedikit tidak nyaman. "

"Ah maaf."

Yah, itu bukan hal yang baik untuk menghela nafas di depan orang
lain. Aku akan berhati-hati mulai sekarang.

“Dan juga? Kenapa kau menghela nafas seperti itu? ”

Sudah waktunya untuk shift-ku, jadi aku mencoba menuju ke dalam cafe,
saat aku dipanggil Echizen, yang juga akan menuju ke dalam cafe.

"Ah ~ Tidak, bukan apa-apa kok."

"... Benarkah?"

"Beneran."

Tidak seperti biasanya, Echizen mencoba bertanya padaku, tapi aku


menjawabnya dengan enteng. Tak perlu mengatakan padanya secara
khusus bahwa aku baru saja putus. Rasanya akan aneh dan cukup
mengganggu.

Echizen dan aku pergi ke dalam dan mengatur peralatan seperti yang
biasa kami lakukan. Kami berpencar untuk mengatur meja dan kursi
pelanggan. Lalu, setelah semua itu selesai, kami berakhir dengan banyak
waktu luang. Echizen dan aku berdiri sekitar 1 meter terpisah satu sama
lain.

Pada saat seperti ini, kita biasanya akan berbicara tentang Human Beast
Wars, tapi karena aku belum log-in baru-baru ini untuk event, jadi aku
tidak punya banyak hal untuk dibicarakan. Dengan demikian, terus seperti
ini dalam keheningan. Sebelumnya keheningan ini akan membuatku
merasa canggung, tapi sekarang, tidak begitu banyak. Yah, aku mungkin
tidak benar-benar ingin berbicara dengan siapa pun sekarang.
"Pasti ada yang salah, kau terlihat muram."

Kemudian, Echizen menggumamkan hal itu. Suaranya begitu pelan


sampai-sampai aku tidak tahu kalau dia sedang berbicara denganku, tetapi
aku tahu bahwa dia menghadap ke arahku.

"Tidak, semuanya normal kok."

“Tidak, pasti ada yang aneh. Selain itu, kau mendesah. Pasti ada sesuatu
yang terjadi. "

"Itu bukan masalah besar. Aku hanya kehilangan dompetku, itu saja. ”

Jika aku membiarkannya terus berlanjut, sepertinya dia akan terus


bertanya, jadi aku membuat sedikit kebohongan. Namun, tampaknya
Echizen tidak mempercayaiku saat dia terus menatapku. Mamiko juga
dengan mudah melihat kebohonganku, tapi apa aku seburuk itu dalam
berbohong?

Aku memikirkan itu di dalam kepalaku, tapi mana mungkin aku bisa
mengatakan itu. Berpura-pura tidak menyadari bahwa dia menatapku, aku
terus memasang poker face saat aku terus melihat ke depan. Setelah itu,
aku terus merasakan tatapan tajam padaku sampai jam 3:00 sore saat
shift-ku berakhir.

Shift-ku berakhir dan aku pulang lebih awal dari biasanya. Seperti biasa,
kedua orang tuaku atau adik perempuanku tidak ada di rumah. Aku
langsung menuju ke kamarku, dan berbaring di tempat tidur. Untuk
menghabiskan waktu, ayo kita mainkan Human Beast Wars…

Dengan pemikiran itu aku mengeluarkan smartphone-ku dan menekan


aplikasinya. Karena sudah sekitar dua minggu, ada beberapa
pembaruan. Setelah dua menit, pembaruan selesai dan layar berubah ke
layar judul. Aku melihat berbagai hal setelah masuk. Tampaknya ada
beberapa event menarik yang terjadi, tapi aku tidak benar-benar merasa
ingin mengikuti event.

Bagaimanapun, aku merasa seperti menemukan beberapa mangsa kecil


untuk berburu sekarang. Saat aku baru saja memulai quest peringkat D,
aku menerima pesan. Itu dari anggota party-ku, Ryoma-san. Entah
mengapa, sudah lama sejak aku mendapat pesan dari Ryoma-san.

[Yosshii-san, lama tidak bertemu!]

Sepertinya saat hanya ada Ryoma dan aku, dia selalu super ceria. Hanya
melalui layar, tapi aku merasa lebih energik. Itu karena ada seseorang
yang takkan berubah.

[Lama tidak bertemu. Maaf, aku belum bisa log-in baru-baru ini.]

[Tidak masalah!]

Itu semua yang Ryoma-san kirim. Ini mengejutkan sekali, aku pikir dia
akan bertanya apa alasannya ... Namun, aku hanya bisa memikirkan itu
untuk sesaat.

[Kenapa kau tidak bisa log-in?]

Ryoma-san akhirnya memukulku dengan pertanyaan itu. Yah, aku sudah


mengharapkan itu. Pada dasarnya dia tak tahu apapun tentang diriku.

"Apa yang harus aku katakan…?"

Pada awalnya, aku ingin berbohong padanya, tapi tidak ada alasan untuk
melakukan itu dengan Ryoma-san, kan? Karena ini adalah hubungan
dalam game, maka tidak ada masalah bahkan jika aku mengatakan yang
sebenarnya. Dia akan peduli tentang hal itu sampai ke titik tertentu, tapi
karena dia masih hanya teman dalam game, dia takkan terlalu peduli.

Lagipula, aku tidak ingin berbohong pada Ryoma-san.

Aku menarik napas dalam-dalam saat aku mengetik huruf ke dalam kolom
chat.

[Aku putus dengan pacarku, kau tahu ... dan aku tidak dalam mood untuk
bermain karena terlalu syok.]

Setelah mengetiknya, aku sekali lagi menyadari bahwa aku telah putus
dengan Mamiko. Yah, tak ada yang bisa aku lakukan tentang itu
sekarang. Aku mengetuk tombol balasan dengan setenang mungkin.
Chapter – 36

<Sudut pandang Echizen>

Teman ...

Aku baru saja mengingat apa yang dikatakan Setsu-kun padaku


sebelumnya. Hari ini, aku kebetulan bertemu dengannya di sesi informasi
sekolah yang aku ikuti. Saat aku melihatnya, aku benar-benar terkejut, tapi
lebih dari itu, aku sangat senang. Waktu kita bersama di tempat kerja
mulai semakin dan semakin berkurang. Tapi saat kami melakukan
percakapan bersama sebelum aku pulang, Dia memanggilku "teman". (TN :
Sakitnya kena friend-zone :’v)

Kata-kata itu ......benar-benar mempengaruhiku. Bagiku, aku mungkin


melihat Setsu-kun sebagai seseorang yang lebih dari sekedar
"teman". Karena itu, aku ingin Setsu-kun memegang perasaan yang sama
untukku. Namun, dia sudah memiliki pacar…...

"Apa yang harus aku lakukan…?"

Aku bergumam pada diriku sendiri saat berada di dalam kamarku. Aku tak
tahu apa yang harus aku lakukan. Aku tidak mengerti bagaimana aku
harus mengatasi perasaanku sendiri. Aku tidak pernah mengalami jatuh
cinta dengan seseorang sebelumnya, jadi aku tidak jelas tentang hal-hal
yang seperti ini. Haruskah aku terus mengejar cinta yang mustahil
ini? Haruskah aku menutup perasaan ini selamanya?

Kemungkinan besar, semua pilihan itu akan sulit bagi aku. Dalam hal ini,
aku ingin memilih pilihan yang takkan aku sesali, tapi pada akhirnya, aku
merasa seperti aku akan menyesalinya tak peduli pilihan mana yang aku
pilih, karena aku akan berakhir dengan mengidealkan pilihan yang tidak
aku buat.

"Sungguh... apa yang harus aku lakukan ...?"


Selama sisa liburan musim panas, aku akan selalu memikirkan hal-hal
seperti ini.

Kemudian, ketika liburan musim panas akan berakhir, aku akhirnya


bekerja dengan shift yang sama dengan Setsu-kun yang lama tak pernah
aku lihat. Pada saat itu, dia tidak bersemangat sama sekali dan aku tidak
bisa melihat kehangatan yang sama seperti sebelumnya.

Dia terus mendesah, dan rasanya seolah-olah dia jatuh ke dalam lubang di
suatu tempat. Aku menjadi sangat khawatir. Aku ingin orang yang aku
suka selalu bersemangat. Aku ingin dia terus tersenyum. Itu sebabnya aku
selalu bertanya padanya tentang hal itu, tetapi dia hanya memberiku
tanggapan biasa.

Semua yang dia katakan adalah kebohongan yang jelas bahkan aku sendiri
bisa menyadarinya. Dia berusaha menyembunyikan alasan
sebenarnya. Namun, jika Setsu-kun tidak mau mengatakannya maka tak
perlu baginya untuk memberitahuku. Aku merasa sedikit sedih, tapi aku
bukan pacarnya, lagipula, aku hanyalah seorang teman. Sambil
memikirkan hal ini, aku selalu mengawasi sosoknya.

Melihat lebih dekat, dia bukanlah lelaki tampan, tapi rambutnya diatur
dengan baik dan dia memiliki alis yang rapi. Perawatannya yang teliti
membuatnya terlihat keren. Seperti yang kuduga, aku ingin bersamanya ...
Aku akhirnya memikirkan itu, namun, pemikiran seperti itu membuatku
semakin menderita.

Malam hari itu, aku akhirnya beristirahat di tempat kerja. Setsu-kun


pulang lebih awal sendirian.

Biasanya, kami akan beristirahat bersama, jadi rasanya sedikit sepi, tapi
hari ini, mungin akan menjadi canggung jadi mungkin lebih baik seperti
ini. Aku duduk di kursi ruang istirahat dan melihat smartphone-ku.

Setelah melihat SNS-ku, seolah-olah menjadi kebiasaan, jariku akhirnya


mengetuk ikon Human Beast Wars . Setelah log-in ke Human Beast Wars ,
aku bisa melihat bahwa Yosshii-san sedang online. Yosshii-san adalah
teman dalam game-ku, dan dia juga adalah Setsu-kun, orang yang bekerja
bersamaku.

Dia belum login baru-baru ini jadi aku berpikir dia mungkin sudah tidak
memainkannya sehingga aku merasa sedikit terkejut, tapi pada saat yang
sama, aku merasa lega. Dengan begini, aku bisa berbicara dengan Setsu-
kun tentang Human Beast Wars sambil bisa berbicara dengannya di game
juga. Aku merasa sedikit senang dan mengirim pesan kepada Yosshii-
san. Ketika aku melakukan itu, balasan segera datang.

Aku hanya melakukan sapaan dasar sejauh ini, tapi sepertinya kita bisa
memiliki percakapan yang menyenangkan seperti sebelumnya jadi aku
menjadi lebih senang. Namun, aku lupa apa yang harus aku sampaikan
kepadanya. Ini hanya intuisiku, tapi aku merasa alasan kenapa Setsu-kun
tidak bersemangat hari ini, dan alasan dia jarang log-in, mungkin adalah
alasan yang sama. Dia tak tahu bahwa aku adalah teman dalam game-nya,
jadi aku ragu karena aku merasa seperti aku menipunya.

Meski begitu, aku khawatir padanya. Aku merasa khawatir tentang hal-hal
yang orang yang aku suka khawatirkan. Aku mungkin dibenci oleh Setsu-
kun jika dia tahu tentang hal ini, tapi aku mengumpulkan keberanian dan
memutuskan untuk menanyakan alasannya. Kemudian, balasan darinya
datang.

[Kau tahu, aku putus dengan pacarku ... dan aku sedang tidak mood untuk
bermain karena syok.]

Itulah isi balasan darinya. Melihat kata-kata itu, aku langsung tertegun
kaku.

Aku pikir bahwa cintaku tak pernah dikabulkan.

Aku pikir karena dia sudah punya pacar, aku tak pernah memiliki
kesempatan untuk mendekatinya.

Aku pikir bahwa aku tak pernah bisa membuatnya berbalik dan menatap
diriku.

Namun, pemikiran seperti itu kini telah hancur. Ah, aku masih memiliki
harapan .....
****

<Sudut Pandang Yoshiki>

Sekarang adalah hari terakhir liburan musim panas.

Karena aku berpikir bahwa tinggal di rumah sepanjang hari karena aku
tak bekerja sangat tidak sehat, aku memutuskan untuk pergi ke toko
buku. Hari ini, manga baru yang aku nantikan akan dirilis.

Karena rumahku berada di pedesaan dan tidak memiliki toko buku di


dekat rumah, aku harus pergi jauh-jauh ke sekolah. Ini tak masalah karena
aku bisa pergi ke toko buku dengan banyak pilihan. Selain itu, sudah
sekitar 2 bulan sejak aku pergi ke toko buku. Mungkin aku bisa
menemukan light novel atau cerita menarik yang belum aku baca
sebelumnya. Hatiku serasa melakukan tarian kecil karena antisipasi saat
aku keluar dari rumahku.

Aku turun dari stasiun sebelum stasiun SMA Touyama tempat dimana aku
biasanya turun. Setelah berjalan sekitar 10 menit, aku sampai di toko
buku. sekarang adalah hari terakhir liburan musim panas, tapi karena ini
adalah hari kerja, tidak ada banyak orang di dalam.

Pemandangan pertama saat memasuki toko adalah banyaknya drama dan


film yang ditampilkan di bagian depan. Di antara mereka, ada juga drama
dan cerita yang pernah aku lihat sebelumnya. Setelah melewati area
pertama, selanjutnya muncul berbagai anime, drama, dan manga yang
baru saja diatur dengan rapi. Cerita-cerita di sini jauh lebih banyak dari
yang berbaris di depan toko dan memiliki banyak judul yang menarik
minatku. Di antaranya, ialah manga yang kunantikan untuk aku beli hari
ini dan segera mengambil manga dengan tanganku.

Setelah itu, aku menuju ke area light novel. Di seluruh toko buku, semua
light novel ditempatkan di area ini. Yah, karena mereka adalah light novel,
tidak bisa dipungkiri bahwa mereka diperlakukan dengan cara seperti
ini. Hanya ada pembeli tertentu yang ingin membacanya.

Toko ini secara mengejutkan menempatkan banyak perhatian pada light


novel, karena light novel yang diterbitkan dari penerbit yang kurang
terkenal ditempatkan di bagian depan. Nah, karya-karya seperti ini
akhirnya menghilang setelah beberapa waktu, tapi terkadang mereka
terlihat menarik. Hari ini juga, aku datang untuk mencari yang menarik,
tapi ... hmm, sepertinya tidak ada yang bagus hari ini.

Aku bahkan tidak melihat rilisan baru dari karya yang aku suka ... Merasa
sedikit tidak puas, aku melangkahkan kakiku ke area manga. Aku biasanya
hanya memilih beberapa karya spesifik ketika membeli manga, tapi
terkadang aku suka membeli yang menarik untuk dilihat. Namun, karena
aku selesai membaca manga dengan sangat cepat, tidak ada perasaan yang
menarik, jadi jika aku harus memilih yang aku sukai, in pasti novel.

Melihat-lihat di area manga, aku melihat seseorang memegang keranjang


belanja sambil menatap satu seri tertentu. Mengenakan topi yang sampai
menutupi matanya, pada pandangan pertama, dia terlihat
mencurigakan. Manga yang orang itu tatap dengan penuh semangat
adalah manga olahraga yang populer dikalangan gadis dan sudah memiliki
lebih dari 30 jilid. Aku bahkan telah menonton animenya, dan aku ingat
bahwa itu cukup menarik. Meski internet mengatakan bahwa itu adalah
sesuatu yang akan populer di kalangan wanita, itu masih sesuatu yang
bisa dinikmati oleh anak laki-laki.

Aku akhirnya mencoba untuk melewati pelanggan yang berpakaian aneh


itu. Saat aku melakukan itu, ia tiba-tiba mulai menempatkan manga
olahraga ke dalam keranjangnya. Selain itu, ini bukan hanya 1 atau 2
volume. ia memasukkan 15 atau 16 volume sekaligus.

"Eh ..."

Saat aku lewat, aku lupa untuk terus berjalan dan akhirnya menatap
pemandangan yang mengejutkan itu. Aku belum pernah melihat belanja
impulsif seperti itu sebelumnya. Lalu, pelanggan itu menyadari
keberadaanku di belakangnya, dan berbalik menghadapku. Begitu ia
melakukannya, aku terkejut untuk kedua kalinya hari ini. Pelanggan ini
memiliki tampang yang pernah aku lihat sebelumnya, dengan rambut
pirang yang juga pernah aku lihat sebelumnya.

Situasi yang sama terjadi sebelum beberapa hari yang lalu, tapi pelanggan
ini adalah gadis pirang yang sangat kukenal. Ia adalah Echizen.
Chapter – 37

Saat aku menyadari bahwa dia adalah Echizen, nampaknya dia juga
menyadariku saat dia dengan cepat membalikkan punggungnya.

"Ke-Kenapa ...?"

Echizen mengatakan itu dengan suara panik.

Yah, itulah yang ingin aku ketahui juga. Echizen memiliki citra seorang
siswa teladan, jadi aku tak berpikir bahwa dia akan menjadi tipe orang
yang membaca hal-hal seperti manga. Kurasa dia memainkan Human
Beast Wars, jadi itu tidak terlalu aneh….... Tapi tetap, secara spontan
membeli begitu banyak masih sangat tak terduga.

"Tidak, maksudku, aku datang untuk membeli manga, kau datang untuk
itu juga ‘kan, Echizen?"

Aku melirik keranjang belanja Echizen ketika mengatakan itu. Kemudian,


dengan ekspresi yang tampak malu, wajahnya memerah saat dia
menyembunyikan keranjang di belakangnya.

"Ti-tidak, ini ..."

“Tidak perlu merasa malu, ‘kan? Itu wajar bagi para gadis untuk membaca
manga juga. ”

Walaupun, membelinya begitu banyak bukanlah hal yang normal ...

"Be-Benarkah?"

"Ya, setidaknya, itulah yang aku pikirkan."

"Begitu ya ... syukurlah."

“Hmm? Apa kau bilang sesuatu? "


"Tidak, tidak ada."

"Ah, oke."

Aku pikir, aku mendengar dia mengatakan sesuatu dengan suara yang
kecil tapi tampaknya itu hanya imajinasiku saja. Kemudian, kami berdua
terdiam. Kemungkinan besar, Echizen tidak ingin aku melihatnya seperti
ini, jika aku ada di sini, aku akan merasakan hal yang sama. Karena itu,
suasana menjadi keheningan yang canggung. Tidak dapat menahannya,
aku berinisiatif berbicara.

"... La-lalu, aku akan pergi sekarang."

"T-tunggu!"

"Apa "

"Tentang ini ... dan orang lain ..."

"Jangan khawatir, aku takkan memberi tahu siapa pun."

Sebaliknya, mengapa aku memberitahu orang lain. Setiap orang memiliki


privasi mereka sendiri. Selain itu, Echizen bebas untuk memiliki minatnya
sendiri.

"Apa itu saja? Jika demikian, aku akan pergi sekarang. ”

“Tolong tunggu sebentar lagi. Ha-Hari ini, apa kau sedang bebas? ”

"Yah, aku bebas ..."

"La-Lalu, bagaimana kalau makan siang bersama?" (TN: Kittaaaaa,


serangan dari Echizen untuk mendapatkan Yoshiki :’v)

Itu mengejutkan sekali, aku tak mengharapkan undangan seperti


ini. Biasanya, dia mungkin takkan mengundang seorang lelaki untuk
makan, tapi sepertinya aku sekarang dianggap sebagai "teman" oleh
Echizen. Aku merasa sedikit senang karena itu, tetapi sejujurnya, aku
merasa sedikit canggung berpacaran dengan gadis lain selain Mamiko.

"Maaf, kalau sekarang sedikit ..."


Setelah aku mengatakan itu dengan suara kecil, Echizen menatapku
dengan ekspresi tersakiti.

"Apa kau punya sesuatu untuk dilakukan?"

"Bukan seperti itu, tapi ..."

“Maka tak masalah ‘kan. Ikutlah bersamaku. ”

"Yeah, tidak ..."

"Ayo pergi."

"Tidak, kau tahu…."

Aku ingin mengatakan sesuatu, tetapi itu semua sia-sia. Pada akhirnya,
aku menyerah pada dorongan Echizen, dan memutuskan untuk pergi
dengan Echizen ke restoran keluarga.

Sungguh, ketika mengenai hal seperti ini, aku ini mengerikan. Aku lemah
terhadap dorongan dan dengan cepat menyerah pada orang lain. Karena
aku seperti ini, itu wajar bagiku untuk terguncang. Sambil melihat menu
restoran keluarga, aku jatuh ke dalam depresi diri.

"Apa kau sudah memutuskan?"

Lalu, Echizen, yang duduk di depanku di kursi 4 orang, menatapku sambil


tidak menyadari apa sedang kupikirkan.

"Yeah."

"Apa?"

"Burger lada."

"Oke. Aku akan memanggil pelayan. "

Dengan berkata begitu, Echizen memanggil pelayan dan memesan


untukku juga. Namun, aku menyesalinya sedikit, karena biasanya lelaki
yang seharusnya melakukan itu.
"Aku merasa bersalah karena kau juga memesan milikku."

"Tidak apa-apa. Lagipula ini tidak merepotkan. ”

Tanpa melihatku, Echizen mengeluarkan tasnya yang berisi manga yang


dia beli sebelumnya. Dia memiliki lebih dari 10 volume sebelumnya, tapi
pada akhirnya, dia hanya membeli 2-3 volume.

"Manga itu, itu menarik, ‘kan?"

Akan terasa aneh jika tidak mengatakan apapun jadi aku mencoba untuk
memulai percakapan. Aku ingin tahu mengapa Echizen membaca manga.

"Kau tahu manga ini?"

"Yeah, aku hanya menonton animenya."

“Begitu ya, jadi kau nonton anime. Itu cukup mengejutkan. ”

"Jika kau bilang begitu, maka rasanya cukup mengejutkan juga karena kau
membaca manga."

"... Seperti yang kuduga, aku yang membaca sesuatu seperti ini terlihat
aneh, ‘kan?"

“Tidak, bukan seperti itu. Sebaliknya, aku sedikit senang. Aku juga suka
manga. ”

"Be-Benarkah.. ... Fu ~ un"

Dengan pipinya yang sedikit memerah, Echizen bergumam pada dirinya


sendiri. Mengikuti arus percakapan, aku pikir ini adalah kesempatanku
untuk bertanya apa yang ingin kuketahui.

“Ngomong-ngomong, Echizen, bukannya tadi kau memilih lebih dari 10


volume di keranjangmu?”

"…Yeah."

"Apa kau berencana membeli mereka semua?"


"…Ya."

Apa dia beneran.. ... Tetap saja, kukira aku akhirnya berada di jalan itu
sehingga aku merasa bersalah.

"Bila seperti itu, jika kau membeli yang bekas dari internet, harganya akan
lebih murah."

"Yang baru lebih bagus."

"Tapi bukannya itu berarti kau menggunakan banyak uang?"

"... Itu sebabnya aku bekerja part-time."

"... Umm, jadi, alasan Echizen bekerja part-time, adalah agar kau bisa
membeli manga ...?"

Aku cukup takut dengan responnya, karena dia perlahan menganggukkan


kepalanya karena malu. Mungkin, Echizen lebih otaku dari yang kukira. Ini
masuk akal dia bekerja untuk membeli manga. Oh ya, alasan dia ingin
merahasiakan bahwa dia bekerja, mungkin inilah alasannya. Lagi pula,
akan sulit untuk mengatakan kepada orang lain bahwa kau bekerja untuk
membeli manga.

"... ini aneh,’ kan ...?"

Kemudian, mungkin karena wajah canggung yang aku buat, Echizen


membuat komentar negatif untuk ketiga kalinya hari ini. Jenis Echizen
yang lemah pikiran seperti ini sungguh tidak biasa.

“Tidak aneh sama sekali. Setiap orang memiliki satu atau dua hobi mereka
sendiri, itu benar-benar normal. ”

Saat aku berkata begitu, Echizen membuat ekspresi senang. Dan dengan
ekspresi itu, dia terus menatapku.

"A-apa?"

“Manga yang kau suka, apa kau tak keberatan mengatakannya padaku?”

"... Aku tak keberatan sih, tapi semuanya ditargetkan untuk lelaki."
"Tak apa-apa. Aku ingin tahu hal yang kau sukai. ”

"..."

"..."

Aku tertegun sejenak setelah Echizen mengucapkan kata-kata berani


seperti itu. Echizen mungkin juga menyadari saat wajahnya mulai menjadi
merah padam dan sekarang melihat ke bawah.

“Terima kasih sudah menunggu ~. Burger lada dan doria keju. Ini masih
panas jadi harap berhati-hati. ”

Seolah-olah sudah diatur, si pelayan itu menginterupsi kami dengan


waktu yang sebaik mungkin. Sungguh melegakan, ini hanya akan menjadi
canggung lagi.

Setelah itu, Echizen dan aku terus makan dengan diam dan dengan cepat
berpisah.

Catatan TL:
1. Doria adalah hidangan yang terdiri dari nasi dan keju dan kemudian
dipanggang. seperti ini:
Chapter – 38

Liburan musim panas telah berakhir dan semester baru akan dimulai hari
ini.

Bukannya aku benci sekolah atau semacamnya tapi bangun pagi-pagi


rasanya membuat tubuhku sakit. Selain itu, jika aku pergi ke sekolah, aku
akan bertemu Mamiko. Aku akhirnya bisa mengatasi luka dari putus
dengannya, tetapi melihat dia secara langsung akan tetap terasa canggung.

... Aku tidak ingin pergi ke sekolah. Pemikiran itu terus mengalir di
kepalaku saat aku berbaring di tempat tidurku, tapi aku bukanlah seorang
siswa yang tidak sekolah tanpa alasan apa pun. Dengan perasaan yang
begitu rumit, aku membawa sepedaku ke stasiun.

Ketika aku tiba di stasiun, ini seperti biasanya. Karena sekarang adalah
upacara pembukaan untuk banyak sekolah, ada lebih banyak orang, tapi
selain itu, orang-orang yang aku lihat di sana adalah mereka yang
biasanya aku lihat setiap hari. Aku pergi ke gerbong kedua seperti
biasanya, tetapi kemudian aku ingat bahwa jika aku naik ke gerbong
kedua seperti biasanya, aku akan bertemu Mamiko lagi. Ya, aku pasti akan
menemuinya. Setidaknya aku ingin menghindari itu. Ini akan menjadi
canggung bagi kita berdua.

Memikirkan itu, aku memutuskan untuk naik ke gerbong pertama dari


kereta dan menggerakkan diriku ke posisi yang lebih jauh di depan
platform. Pukul 7:52 dan kereta dua gerbong pun tiba di peron. Aku naik
kereta dan mencari tempat duduk kosong.

"Ah…"

Lalu, aku melihatnya. Mamiko yang berdiri di sana bersandar pada


dinding sambil memegang pegangan. Kenapa dia ada di gerbong
pertama? Bukannya dia selalu di gerbong kedua? Aku mengatakan kata-
kata itu di dalam hatiku. Bagaimanapun juga, akan lebih baik menjauh dari
Mamiko untuk saat ini. Untungnya, dia tidak memperhatikanku, jadi aku
dengan cepat mencoba untuk membuat jarak diantara kami
berdua. Namun, ketika aku melihat ke dalam kereta, satu-satunya ruang
terbuka di kereta adalah di sekitar Mamiko.

Lalu, apa boleh buat. Hanya ada ruang di dekat Mamiko. Aku perlahan
berjalan sekitar tiga meter jauhnya dari Mamiko dan meletakkan
tanganku di pegangan. Mamiko juga akhirnya memperhatikanku dan
mengeluarkan suara gelisah "Eh ..." tapi aku mengabaikannya. Mau
bagaimana lagi, tidak ada tempat lain untuk berdiri selain di sini. Saat aku
terus mengatakan itu, aku melirik Mamiko dari sudut mataku.

"!!"

"!!"

Kemudian, mata kami bertemu. Mamiko juga menatapku. Aku dengan


cepat mengalihkan tatapanku, tapi wajahnya terus muncul
dipikiranku. Wajahnya sedikit merah, dan dia tampak sedikit senang. Apa-
apaan itu ... bukannya itu tidak adil? Jika dia membuat wajah seperti itu,
aku juga akan merasa senang.

Jarak antara Mamiko dan diriku sekitar 3 meter. Itu lebih jauh dari jarak
nol diantara kita yang pernah kami miliki sebelum liburan musim panas,
tapi entah bagaimana rasanya aku masih pergi bersama dengannya sama
seperti sebelumnya. Karena itulah, senyum kecil muncul di wajahku.

Kemudian, aku akhirnya berpikir kembali. Aku ingin lebih dekat. Saat aku
berpikir begitu, aku sangat ingin bersama dengan Mamiko.

Saat aku tiba di sekolah, di dalam kelas sedikit lebih berisik daripada
biasanya. Di sana, seperti biasa, teman dekatku Sagami adalah orang
pertama yang berbicara denganku di pagi hari.

“Hei, Setsu. Apa kau menikmati liburan musim panasmu? "

Sangat menyenangkan melihatnya begitu bersemangat.

"Aku bisa menikmatinya."

"Begitukah?, itu bagus."


Yeah, yeah, Sagami tersenyum sambil mengangguk. Kemudian, pada saat
berikutnya, dia tiba-tiba berbisik ke telingaku.

“Dan, seberapa jauh kamu pergi dengan Kii-san? Mungkin kau sudah
melakukan beberapa hal… seperti hal ini atau hal itu? ”

“Kami tidak melakukan apapun. Lebih penting lagi, kami sudah putus. ”

"..."

Mata Sagami melebar setelah mendengar kata-kataku. Namun, dia dengan


cepat mengembalikan energi aslinya.

“Ye-yeah, aku mengerti! Selamat datang kembali di dunia para jomblo


brother! "

Dia mengatakan itu dengan sangat bahagia.

“Tentu saja seperti itu. Kau dan Kii-san tidak pernah cocok. Untuk
menghiburmu, ayo pergi bermain bowling !! ”

Dia tiba-tiba merasa bersemangat walaupun ini masih pagi. Seberapa


bahagianya dia tentang kabarku yang sudah putus? Namun, ketika dia
akhirnya mengatakannya dengan begitu jelas, aku tidak bisa marah. Aku
akan membentaknya jika waktu aku baru putus. Nah, inilah yang membuat
Sagami luar biasa. Aku benar-benar ingin pergi bermain bowling dengan
Sagami, tapi aku sudah punya rencana sepulang sekolah.

"Maaf. Ada yang harus aku lakukan hari ini jadi aku tidak bisa pergi. ”

“Begitu ya. Aku mengerti, kita bisa mencoba lagi lain waktu. ”

Sembari tersenyum, Sagami kembali ke tempat duduknya sendiri ketika


guru wali kelas masuk dan memulai homeroom.

Karena ada upacara pembukaan hari ini, waktu sekolah berakhir dengan
cepat. Sepulang sekolah, Sagami dan beberapa orang lain mengundangku
untuk nongkrong, tetapi aku menolak ajakan mereka. Itu karena ayahku
memanggilku hari ini. Dia mungkin akan bertanya padaku tentang
manganya lagi.
Karena aku suka berbicara tentang hal-hal seperti itu, aku benar-benar
menantikannya. Aku meninggalkan ruang kelas dengan suasana hati yang
cerah. Namun, pada waktu itu, aku melihat Mamiko berbicara dengan
siswa laki-laki lain, jadi hatiku sedikit terluka.

"Hei, kau datang tepat waktu."

Saat aku tiba di tempat kerja, ayahku sedang bekerja di tempat biasanya di
sofa, dengan seorang wanita mengenakan kacamata dan jas. Ini pertama
kalinya aku melihatnya, namun dia wanita yang cukup cantik.

"Dan, orang ini adalah orang yang bertanggung jawab padaku, Itou."

“Ah, begitukah. Senang bertemu dengan anda."

"Senang bertemu denganmu. Yoshiki-kun, ‘kan?"

"Ya, itu benar."

"Terima kasih."

"… Terima kasih."

Eh, untuk apa dia berterima kasih? Pertanyaan itu muncul di benakku, tapi
aku tidak mengatakan apapun. Lagi pula, tidak sopan untuk terus bertanya
kepada seseorang yang baru saja kau temui untuk pertama kalinya. Hanya
seperti itu, salamku kepada Itou-san berakhir dan aku menghadap ke
ayahku.

“Lalu, apa yang akan dilakukan hari ini? Apa Ayah mengalami stuck lagi? "

“Tidak, bukan seperti itu. Hari ini, Itou-san tertarik padamu. ”

"Eh, benarkah?"

Aku sekali lagi menghadap ke arah Itou-san. Dia tersenyum lembut saat
dia melambaikan tangannya padaku. Itou-san bertanggung jawab atas
ayahku, ‘kan? Mengapa orang seperti itu tertarik padaku? Selagi aku
memikirkan itu, Itou-san bergerak sedikit lebih dekat ke arahku.
Dia terus tersenyum kecil. Entah mengapa, itu sedikit
menakutkan. Mungkin, dia akan membuatku melakukan sesuatu yang
aneh. Eh, menakutkan sekali, apa ini, apa yang harus aku lakukan? Sambil
merasa tidak nyaman seperti ini, Itou-san terus bergerak ke
arahku. Kemudian dia berhenti bergerak sejauh satu meter dariku.

"... A-apa ...?"

Aku bertanya sambil menunjukkan ketidaknyamananku. Namun, ekspresi


Itou-san tidak berubah sama sekali. Lalu, dia perlahan membuka
mulutnya.

“Yoshiki-kun, maukah kau mencoba membuat manga?”

...

"Naaniiiiii!?"

Momen ini mungkin yang kedua, mungkin bahkan pertama, hal paling
mengejutkan yang pernah terjadi padaku.
Chapter – 39

<Sudut pandang Ayah Yoshiki>

"Setsu-sensei, apa yang sedang anda lihat?"

Setelah pertemuan selesai, supervisor-ku, Itou-san mengatakan itu


padaku. Karena tidak ada banyak gerakan di jariku di smartphone, dia
mungkin penasaran.

"Novel online."

"Heeeh, anda juga melihat hal-hal semacam ini."

“Tidak, sebenarnya, putraku menulis cerita. Jadi aku baru saja


memeriksanya. ”

“Itu menakjubkan, jadi putramu menulis cerita. Apa ceritanya bagus? ”

“Yah, itu rumit. Ke titik di mana tidak mungkin untuk menilai apakah itu
menarik atau tidak. ”

"Begitu ya. Sini, izinkan aku membacanya sebentar. ”

Aku menyerahkan smartphone-ku kepada Itou setelah dia mengatakan


itu. Dia kemudian menggeser layar dengan kecepatan yang gila, mungkin
karena pengalamannya sebagai editor yang perlu melalui banyak
membaca. Ketika aku pertama kali bergabung, aku benar-benar terkejut
dengan kecepatan itu. Sekejap setelah aku menyerahkan smartphone-ku
pada Itou, dia mengalihkan tatapannya dari layar dan mengembalikannya
kepada aku.

"Bagaimana?"

Aku mencoba bertanya padanya dengan tenang, tapi aku cukup


gugup. Dari sudut pandang orang tua, aku pikir itu ditulis dengan cukup
baik, tetapi aku penasaran bagaimana seorang profesional akan
menilainya.

"Dari sudut pandang plot, itu tidak menarik."

"... Be-Begitu ya..."

"Namun, settingan ceritanya menarik."

"Be-Benarkah!"

Entah mengapa, aku merasa senang seolah-olah aku yang dipuji.

"Apa tak masalah kalau aku bertemu dengan putra anda?"

"Y-ya, tentu saja!"

Inilah alasan pengawasku datang menemui Yoshiki.

*****

<Sudut pandang Yoshiki>

"Manga asli, ya, kenapa?"

Aku sangat tertegun, dan tanpa sadar bernapas dengan cepat. Meski
begitu, ekspresi Itou-san tidak berubah.

"Aku diizinkan untuk membaca ceritamu."

"Ehh ..."

"Dan, itu tidak terlalu menarik."

"Eeehhhh ..."

Apa yang orang ini coba katakan ...?


“Itu jika dilihat dari alur dan perkembangan cerita. Tapi di sisi lain ide dan
settingan-nya sangat luar biasa. ”

"..."

Ini buruk, dia mengatakan sesuatu yang membuatku sangat senang. Tidak,
tidak, jangan mudah terpengaruh. Masih ada banyak tempat yang perlu
aku tingkatkan.

"Ta-Tapi, ceritaku tidak begitu populer ..."

Itu benar, cerita fantasi yang aku tulis selama musim panas tidak begitu
populer. Aku menyelesaikannya selama istirahat dengan memperbarui
setiap hari, tetapi pada akhirnya, jumlah bookmark hanya mencapai
ribuan. Ratingnya bahkan tidak setinggi itu. Tidak mungkin bagi seorang
profesional untuk menemukan bakat dalam pekerjaan seperti itu.

“Sudah kukatakan sebelumnya, tapi ceritamu sendiri tidak menarik. Tidak


mungkin itu akan populer. Yang aku bicarakan adalah bagian-bagian yang
bagus, pengembangan duniamu dan latarnya. ”

“Tapi, bukan itu yang seharusnya menarik dalam cerita tertulis. Mana
mungkin itu bisa bagus dalam manga. ”

"Itu salah. Hanya menggambarnya menjadi manga akan memungkinkan


duniamu bersinar seperti seharusnya. ”

"Eh?"

“Selain itu, kemampuan menulismu tidak luar biasa, dan kau tidak bisa
benar-benar mengekspresikan apa yang kau inginkan dengan sangat
baik. Namun, jika kau bisa menggambarnya dengan baik, aku yakin itu
pasti akan sangat menarik. ”

"Be-Begitu..."

Setelah membalas seperti itu, aku akhirnya menunduk ke bawah. Terakhir


kali aku dipuji seperti ini ialah saat sekolah dasar sampai-sampai aku
hampir menangis karena terlalu senang. Apa yang bisa kukatakan? Aku
cukup terharu.
“Begitulah. Jadi? Apa kau ingin mencobanya denganku? ”

"Umm, apa aku bisa menggambar dengan benar apa yang kuinginkan?"

"Tentu saja. Selalu ada pendatang baru yang pandai menggambar. ”

Itou-san langsung menatapku. Gairahnya ditunjukkan melalui mata


itu. Ditatap oleh mata seperti itu, mana mungkin aku bisa menolak. … Aku
juga ingin mencoba dan melihat jenis dunia yang berbeda.

“Aku mengerti. Aku akan mencobanya.”

Aku memberinya keputusanku dan Itou-san meresponnya dengan


senyuman, dan mengaduk-aduk sesuatu sebelum menarik sesuatu dari
belakangnya.

“Disini. Lihatlah iPad ini. Ini memiliki banyak manga yang berbeda, dan
artikel tentang cara menggambar dengan benar. Silahkan baca mereka. ”

“Ah iya…”

“Juga, yang di sini adalah nomer kontakku. Silahkan hubungi aku jika kau
memiliki masalah. ”

“Y-ya. Mengerti. “

“Kalau begitu, itu saja untuk saat ini.”

Itou-san tiba-tiba bangun dan memberi ayahku sapaan terakhir sebelum


meninggalkan tempat kerja. Setelah Itou-san pergi, keheningan yang biasa
terjadi lagi di tempat kerja ini. Dengan atmosfir seperti ini, rasanya seperti
apa yang terjadi sebelumnya hanyalah kebohongan belaka. Namun, iPad
yang dia berikan padaku pasti ada di tanganku. Selain itu, aku juga
memiliki kertas dengan nomer kontaknya yang membuktikan bahwa apa
yang terjadi sebelumnya adalah nyata. Apa ini berarti aku memiliki editor
220profe220sional sekarang …?

Sungguh, ini terasa tidak nyata. Apa yang harus aku lakukan tentang
ini? Dengan sedikit 220panik, aku berbalik menghadap ayahku yang
sedang menggambar manga di atas mejanya. Lalu, dia tersenyum saat dia
menatapku.
“Lakukan yang terbaik, Yoshiki.”

Ada nada yang sedikit bahagia dan menggoda dalam kata-kata itu. Menjadi
agak terganggu oleh ayahku, aku bergumam, “Aku pergi”, dan
meninggalkan tempat kerja.

****

Malam itu, aku membaca manga di iPad yang diberikan Itou-san


padaku. Ada begitu banyak manga populer di dalamnya jadi aku mulai
merasa khawatir apakah aku boleh membaca karya-karya populer seperti
ini secara gratis.

Kemudian, smartphone-ku yang sedang di charge mendadak


bergetar. Melihat ke layar, itu adalah panggilan dari nomor yang tidak
kuketahui. Sedikit mencurigakan, aku mengangkat panggilan.

"Halo, siapa ini?"

"Ah, Yoshiki-kun? Ini Itou."

Aku tidak menyangka itu adalah Itou-san. Tidak tunggu dulu, mengapa dia
tahu nomorku?

"Mengapa anda tahu nomorku ...?"

"Aku mendapatkannya dari ayahmu."

Dasar ayah, ada sesuatu yang disebut privasi, kau tahu? kalau itu Itou-san
dia mungkin tidak bermaksud buruk, kurasa tidak apa-apa.

"Aku paham, jadi, apa ada sesuatu yang anda butuhkan?"

“Aku lupa mengatakannya hari ini, tapi aku ingin bertemu denganmu
sebentar. Apa kita bisa bertemu setelah sekolah pada hari Jumat? Kau bisa
memutuskan lokasinya. ”

"Jumat? Jumat agak sulit ... ”


“Kegiatan klub?”

"Tidak, kerja part-time."

“Ah, kau bekerja part-time. Apakah kau memiliki sesuatu yang kau
inginkan? ”

"Bukan seperti itu, aku tidak memiliki apapun yang aku inginkan, tapi ...
aku berpikir hanya ingin mencobanya."

“Fuun, mengerti. Lalu, bagaimana kalau Sabtu? ”

"Jika di pagi hari maka tak apa-apa."

"Kedengarannya bagus. Kemudian, Sabtu ini, untuk lokasi ... di mana kau
akan menyukainya? ”

"Tempat kerja ayahku tak masalah."

"Oke, ayo kita bertemu di sana."

“Y-ya, ayo lakukan itu. Terima kasih sudah bekerja sampai larut malam. ”

“Larut malam, saat itulah pekerjaan editor benar-benar dimulai, jadi


jangan cemaskan itu. Kemudian, sampai jumpa hari Sabtu. ”

Tapi, sudah lewat jam sepuluh malam. Memulai pekerjaan dari sekarang,
berapa lama hingga editor ini akan terus bekerja? Aku tidur sambil
bersimpati dengan Itou-san.
Chapter – 40

Pada hari Sabtu, kubawa diriku ke tempat kerja ayahku, tempat dimana
kupilih sebagai lokasi pertemuan dengan Itou-san. Ayahku menggerakkan
pulpennya dengan penuh semangat seperti biasanya, jadi aku diam-diam
menjauh agar tidak mengganggunya sambil membaca manga sendiri.

Setelah menunggu beberapa menit, Itou-san pun tiba. Hanya saja,


sekarang bulan September jadi masih ada sisa panas dari musim panas
yang cukup untuk membuatnya berkeringat. Entah bagaimana, seorang
wanita dewasa dengan keringat terlihat agak erotis. Maafkan aku, Itou-
san.

"Kalau begitu, ayo kita mulai pertemuannya sekarang."

Tidak menyadari pikiran jahat yang aku miliki tentangnya, Itou-san


mengelap keringatnya dan mengatakan itu padaku dengan wajah segar.

Ketika aku melihat dia seperti itu, aku akhirnya merasakan banyak
kesalahan. Melihat seseorang yang sangat fokus pada pekerjaan, aku
benar-benar ingin memukul diriku dari sebelumnya.

"Oke, ayo mulai."

"Gu ~"

Aku mencoba menjawabnya, tetapi kata-kataku dihalangi oleh suara keras


dari perut seseorang. Tentu saja, itu bukan dariku. Jelas bukan ayahku
yang tenggelam dalam pekerjaannya. Jika itu masalahnya, pencetus suara
sudah jelas. Aku perlahan berbalik untuk melihat orang itu.

Namun, Itou-san tidak menunjukkan rasa malu dan malah menunjukkan


ekspresi yang sangat alami. Ah, kurasa dia tidak terlalu peduli tentang itu
... Tetap saja, Itou-san mungkin lapar, jadi aku tidak bisa membiarkannya
begitu saja.
"Jika kita melakukannya di sini, kita mungkin mengganggu ayahku, jadi
bagaimana kalau kita pergi ke restoran keluarga di dekat sini?"

"Tak apa-apa, kita tidak perlu pindah."

Dia dengan cepat menanggapi usulanku. Itu yang dia katakan, tapi dia
pasti sedang lapar. Aku merasa tidak enak jika akhirnya kita melakukan
pertemuan seperti ini.

"Tidak, apa anda tidak lapar?"

“Aku tidak terlalu lapar. Sekarang, mari kita mulai. ”

"Eh, tapi ... anda ..."

"..."

Saat aku terus bersikeras, Itou-san tampak seolah-olah dia tidak ingin aku
terus membicarakannya. Kurasa dia peduli tentang itu ... Yah, tentu saja
begitu. Aku tidak ingin orang lain mendengar perutku mengeluarkan
suara seperti itu.

Akan sangat buruk jika dia menjadi lebih lapar. Bagaimanapun, aku akan
terganggu jika Itou-san kehilangan konsentrasi karena rasa laparnya.

“Umm, aku juga lapar jadi apa tak masalah kalau kita ganti lokasi?”

"... Dimanapun oke, kurasa."

“Kalau begitu, ayo pergi ke restoran keluarga terdekat. Aku benar-benar


lapar ~ ”

Setelah menerima balasan yang enggan darinya, aku sengaja meletakkan


tanganku di atas perutku untuk mengekspresikan rasa laparku. Bahkan
aku merasa agak terganggu oleh aktingku sendiri. Kemungkinan besar,
bahkan Itou-san sudah menyadari bahwa aku sebenarnya tidak terlalu
lapar.

Kemudian, setelah dia memberiku tatapan sejenak, dia mendesah kecil.

"Yeah, ayo pergi."


Karena itu, Itou-san dan aku pergi ke restoran keluarga.

****

Satu jam telah berlalu sejak kami pindah ke restoran keluarga. Ada
sejumlah besar hidangan yang tersisa di meja, yang mana sebagian besar
berisi makanan yang dimakan oleh Itou-san.

Sebelum datang ke sini dia berkata, “Aku tidak terlalu lapar”, tapi ketika
dia pertama memesan, dia memilih nanban teishoku, steak, dan pasta
daging. Aku terheran kemana kata-katanya tadi yang katanya tidak terlalu
lapar.

Kemudian, setelah semua pesanan tiba, Itou-san makan dengan penuh


semangat dan menghabiskan ketiga hidangan itu hanya dalam 10
menit. Yang lebih mengejutkan lagi ialah, setelah dia selesai, dia memesan
lebih banyak lagi, dan akibatnya sekarang hidangan tersisa ditinggalkan di
atas meja.

Dari teishoku, salad dan makanan penutup, berbagai piring ditempatkan


di sekitar meja. Dalam semua hidangan ini, yang aku makan hanyalah
gratin penne. Berapa banyak yang bisa dimakan orang ini?

Saat aku mendesah, seorang pelayan laki-laki datang untuk mengambil


sejumlah besar piring.

“Wow, Yoshiki-kun, kau benar-benar bisa memakan banyak ~. Aku tak


bisa memasukkan semua ini ke dalam perutku ~. "

"Eh?"

Lalu, Itou-san menyemburkan kata-kata itu. Kurasa itu, dia tidak ingin
orang lain tahu bahwa dia memakan semua makanan ini sendiri. Yah,
karena dia perempuan.

Pada akhirnya Itou-san melanjutkan aksinya sampai pelayan laki-laki itu


mengumpulkan semua piring yang ada di meja, sebelum akhirnya melihat
ke arahku.

"Itu balasan atas aktingmu yang sebelumnya."


Setelah mengatakan itu, dia mengeluarkan laptop dari tasnya.

Maksudku, aku memang melakukan beberapa akting aneh tapi ...


Bukannya yang anda lakukan tadi hanya meninggalkan kesan buruk
bagiku? Bukannya itu terlihat seperti aku ini orang yang rakus
sekarang? Yah tak apa-apa karena aku mungkin takkan pernah melihat
pekerja itu lagi.

"Kalau begitu, ayo kita mulai rapatnya."

"Ya, tolong lakukan."

Sampai saat ini kami hanya makan siang, tetapi sekarang "rapat" akan
dimulai, rasa gugup mulai menjalari tubuhku. Dalam upaya untuk
membebaskan diri, aku meregangkan punggungku.

“Ah, tak apa-apa kok. Jangan terlalu dipikirkan. Ini hanya pertemuan
kecil. ”

Sepertinya aku terlalu gugup sampai rasa gugupku bisa terlihat di


wajahku. Santai... santai.

"Aku juga menanyakan ini kemarin, tapi kau bersedia membuat manga
yang baru dan asli, benar?"

“Te-Tentu saja. Kupikir akan ada banyak hal yang tidak bisa aku lakukan,
tapi aku akan mencoba yang terbaik. ”

"Bagus sekali."

Setelah merespon perkataanku, Itou-san membalikkan layar laptopnya ke


arahku. Di layar itu ada homepage majalah bernama Step. Majalah yang
disebut Step ini berorientasi pada penulis pendatang baru. Ini adalah
majalah di mana beberapa penulis masa depan pertama kali
memulai. Meskipun penuh dengan penulis baru, ada banyak hal yang
menarik, jadi terkadang aku membelinya untuk dibaca.

"Apa kau tahu majalah ini?"

"Eh, tentu saja."


“Maka, itu akan menjadi cepat. Aku punya satu tempat untuk menerbitkan
majalah ini. ”

"!!"

Eh, maksudnya, dia ingin memasukkan karyaku?

"Aku berharap banyak darimu, tapi aku masih belum memutuskan untuk
memberimu tempat itu."

... Yah, tentu saja begitu ...

"Lalu, kenapa begitu?"

“Itu karena kau seorang kandidat. Jika kau akhirnya menulis sesuatu yang
menarik, aku akan memasukkannya ke majalah ini. Di sisi lain, jika itu
membosankan, debutmu akan tertunda sampai waktu yang belum
ditentukan. ”

"Begitu ya. Lalu, kapan aku harus menyelesaikannya…? ”

"Tidak ada banyak waktu, jadi dalam seminggu, aku ingin 45 halaman
tidak peduli seberapa buruk gambarnya, semua dalam panel yang tepat
juga."

"Satu minggu ... itu cukup sulit..."

Meskipun aku benar-benar baru dalam hal ini, dan aku bahkan tidak tahu
cara menggambar dengan benar ... Membuat panel, belum lagi
menggambar gambar itu sendiri, tampaknya terlalu sulit.

"Aku tahu itu. tapi, jika kau tidak melakukan ini, kau tidak bisa melakukan
debut. Apa kau bisa melakukannya?"

Itou-san menatapku dengan tatapan menantang.

Aku tidak tahu apa aku bisa menggambarnya. Aku mungkin berakhir
menciptakan karya yang begitu membosankan bahkan akan mengejutkan
diriku sendiri.
Kecemasan seperti itu mengambil alih kepalaku untuk sesaat, tapi hal itu
dengan cepat menghilang. Aku mungkin tidak bisa melakukannya, tetapi
aku hanya bisa menghadapi tantangan ini.

“Aku bisa melakukan itu. Aku akan menggambar sesuatu yang sangat
menarik sebelum minggu depan. ”

Aku menatap lurus ke Itou-san dan menjawabnya dengan jelas.

****

Kemudian, untuk seminggu ke depan, aku bekerja seperti


workaholic. Sepulang sekolah, aku kembali ke rumah dan segera mulai
berpikir tentang mangaku, bahkan selama bekerja, aku terus
memikirkannya.

Dan, akhirnya aku dapat menyelesaikan semua 45 halaman. Itu adalah


potongan kasar yang digambar dan digambar berulang kali. Jika aku bilang
sendiri, aku percaya itu akan menjadi sangat menarik.

Kemudian.

“Kelihatannya menarik. Yeah, ayo kita teruskan dengan ini. "

Setelah membaca karyaku, Itou-san membuka mulutnya dan mengatakan


itu.

Pada saat itu, aku tanpa sadar mengeluarkan teriakan sukacita. Maksudku,
itu tidak bisa dihindari. Karyaku akan dipublikasikan di majalah, mana
mungkin aku tidak akan senang.

"Lalu, ayo kita lanjutkan bekerja bersama-sama dan memperbaikinya."

Menatap ke arahku, dia tersenyum dan berbicara kepadaku dengan suara


yang lembut.

Dan begitulah, debutku sebagai mangaka telah diputuskan.


Chapter – 41

Setelah pertemuan singkat, Itou-san dan diriku menuju ke tempat kerja


ayah. Sepertinya Ia ingin memeriksa kemajuan ayahku. Aku diberi tahu
bahwa aku boleh kembali ke rumah jika aku mau, tetapi jika ayahku juga
akan pulang ke rumah, kami bisa kembali bersama.

Dalam perjalanan ke tempat kerja, kami terlibat dalam percakapan.

"Apakah menjadi editor benar-benar sibuk?"

"Ya. Ini jauh lebih sibuk daripada pekerjaan normal lainnya. Ada hari di
mana aku bekerja lebih dari 12 jam. ”

"12 jam!? Itu luar biasa. Bukankah itu cukup sulit? ”

"Yah, ada beberapa orang yang mengatakan menjadi editor itu cukup sulit,
tapi aku tidak berpikir begitu."

Melihat Itou-san mengatakannya dengan nada santai, aku menjadi sedikit


takut padanya. Seseorang yang baik-baik saja dengan bekerja 12 jam
dalam satu hari, pasti ada yang salah dengan kepala anda, ‘kan? Bahkan
jika pekerjaan itu seperti pekerjaan part-time milikku saat ini, aku masih
akan merasa keberatan jika aku disuruh bekerja 12 jam.

Melihatku mundur sedikit, Itou-san tersenyum.

“Maa ~ kau tak perlu membuat wajah seperti itu. Hanya saja aku sangat
menyukai pekerjaanku. Aku merasa ini pengalaman yang sangat berharga.

Itu benar, jika orang itu sangat menyukai manga, bahkan bekerja 12 jam
akan baik-baik saja ... atau tidak. 12 jam masih terlalu sulit. Semua Editor
pasti hanyalah kumpulan orang-orang aneh.

“Selain itu, si penulis berkali-kali lebih sibuk daripada kami, editor. Tidak
mungkin kita bisa mengeluh karena sibuk. ”
"Itu benar, ayahku sendiri memang benar-benar sibuk."

“Fuu, jangan bertindak seperti itu adalah masalah orang lain. Kau sendiri
bukan pengecualian, tahu? ”

"Eh?"

"Meskipun dapat dibaca, dan itu dapat dimasukkan ke dalam sebuah


majalah, aku berencana membuatmu menyempurnakannya dengan benar
setelah menggambar ulang berkali-kali."

Sungguh ... Untuk mencoba menggambar storyboard untuk 45 halaman


saja sudah sangat sulit, dan sekarang aku harus menggambar ulang yang
mana kutahu berapa kali lagi ... Merasa tertekan, aku menundukkan
kepalaku. Kemudian, Itou-san berkata:

“Itu sebabnya, kau tidak seharusnya berpikir bahwa kau cukup bebas
untuk tetap bekerja part-time. Kau bisa mendapat penghasilan dari
mangamu, jadi kurasa kau tidak perlu memaksakannya. ”

Keluar dari pekerjaan part-time ... Aku tak pernah memikirkannya, tapi
jika aku akan menggambar manga, itu benar bahwa aku tidak memiliki
banyak waktu luang. Selain itu, aku mungkin mendapat pemasukan yang
stabil. Karena tidak banyak pelanggan yang datang ke tempatku bekerja,
mereka mungkin tidak terlalu dirugikan ... Aku mungkin tidak bisa melihat
si Owner atau Echizen lagi, namun sekarang, aku ingin melakukan yang
terbaik pada mangaku.

“Kalau dipikir-pikir, itu benar. Kukira aku akan berhenti dengan pekerjaan
part-time-ku. "

“Eh, apa itu baik-baik saja? Aku memang menyarankanmu tapi bukannya
itu terlalu buruk jika kau mendadak berhenti?. ”

“Tidak juga, tempatku bekerja adalah kafe di mana tidak ada banyak
pelanggan yang datang. Jika aku berhenti mungkin tak terlalu bermasalah.

“Kalau memang begitu, kurasa tak apa-apa. Jika kau berhenti bekerja, Kau
bisa berkonsentrasi pada manga milikmu. "
"Ya, aku pasti akan menggambar sesuatu yang menarik, dan menarik
perhatian para pembaca."

Ketika aku mengatakan itu, Itou-san memberi senyuman ringan.

"Butuh keberanian untuk mengatakan sesuatu yang sangat memalukan."

"..."

"..."

"... Tidak, tolong jangan tunjukkan itu ..."

****

Waktu pun berlalu tanpa aku sadari dan setengah dari bulan September
telah terlewati. Menderita karena panasnya terik matahari, aku menuju ke
tempat kerjaku di Mon Pet Kuwa seperti biasa.

Ini adalah pertama kalinya aku mulai bekerja sejak aku memutuskan
untuk berhenti bekerja, dalam rangka untuk fokus mengerjakan
mangaku. Aku harus memberitahu Owner sekarang mengenai niatku
untuk berhenti dalam dua minggu ke depan. Untuk alasan itu, sangat
penting bahwa aku pergi lebih awal.

Namun, ingin mengatakan bahwa aku akan berhenti membuatku sangat


gugup. Rasanya seperti aku melakukan sesuatu yang salah. Namun, jika
aku tidak mengatakannya dengan cepat, aku akan berakhir tidak bisa
menyelesaikannya jadi aku harus mengatakannya hari ini.

Aku menyemangati diriku sendiri saat aku berjalan masuk ke ruang


istirahat, tetapi hari ini, tidak seperti biasanya, Owner sedang berada di
dalam cafe dan bukan di bagian belakang. Yah, ada banyak waktu setelah
shift-ku jadi tidak perlu terburu-buru.

Setelah menghela nafas panjang, aku mengganti seragamku dan


memeriksa jadwal shift. Hari ini hanya ada aku dan Owner. Baru-baru ini,
selama liburan musim panas dan aku memiliki banyak shift di mana aku
bekerja dengan Echizen, tapi beberapa hal jauh lebih santai ketika itu
hanya aku. Karena Echizen tidak ada di sini, aku juga punya banyak hal
untuk dilakukan.

Sambil memikirkan hal seperti itu, aku pergi ke dalam cafe. Saat aku baru
masuk, aku melihat Owner berada di sana, melayani pelanggan tidak
seperti biasanya. Ini "tidak seperti biasanya", mengacu pada fakta bahwa
Owner melayani dan ada pelanggan. Segera setelah Owner selesai
melayani pelanggan, dia kembali ke arahku.

“Hei, Setsu-kun. Terima kasih sudah datang."

"Terima kasih atas kerja anda. Aku melihat ada pelanggan datang hari ini.

"Ya, aku cukup terkejut."

Tidak, anda tidak perlu terkejut tentang itu. Aku menelan kata-kata itu
dan terus berbicara.

“Kemudian, Owner. Aku punya sesuatu yang ingin aku bicarakan, apa
sekarang tak apa-apa? ”

"Maaf, pesanan baru saja datang, jadi nanti saja oke?"

"Itu benar. Maaf, kalau begitu aku akan bicara nanti. ”

Berkata begitu, Owner pergi ke dapur dan mulai melakukan beberapa


pekerjaan.

Bahkan jika ada pelanggan, di dalam café hanya ada satu grup, jadi tidak
ada banyak pekerjaan. Dengan demikian, aku hanya berdiri di sana sambil
melamun.

Setelah sedikit waktu berlalu, aku dipanggil oleh Owner. Sepertinya


pesanannya sudah siap di antar.

Aku mengambil pesanan dan membawanya ke meja pelanggan.

"Terima kasih telah menunggu. Eh, Kenji ... dan Echizen? ”


Itu benar, kelompok yang ada di sana terdiri dari temanku di SMP, Kenji,
dan rekan kerjaku, Echizen. Mereka berdua memasuki sekolah yang sama,
SMA Oumi, dan aku baru-baru mengetahui bahwa Kenji menyukai
Echizen.

“Yoshiki! Jadi kau bekerja di tempat ini! ”

"Yah begitulah. Apa yang sedang kalian berdua lakukan? ”

Aku mengatur hidangan di atas meja dan menanyakan ini kepada


mereka. Ketika aku bertanya, pipi Kenji memerah saat dia bergumam.

"... Ke-kencan."

"Eh?"

"Ya, kurasa ……kencan."

Nah, Kenji bilang bahwa ini kencan tapi aku merasa kalau Echizen tak
berpikiran sama. Dia benar-benar memiliki ekspresi terkejut di
wajahnya. Ketika Kenji mengatakan bahwa ini adalah "kencan" aku
berpikir bahwa mereka mungkin sedang berpacaran, tetapi tampaknya
bukan itu yang terjadi.

Tetap saja, tidak perlu menunjukkannya secara khusus. Bukan berarti kau
harus menjalin hubungan untuk bisa pergi "kencan" bersama.

“Tu-tunggu sebentar. Kita tidak berkencan, kok? ”

Namun, Echizen, yang tidak memikirkan "kencan" dengan cara lain selain
satu dengan makna khusus, untuk beberapa alasan, menghadapiku dan
dengan jelas menyangkal hal itu.

“Tidak, maksudku meski itu kencan, kau bisa pergi dengan teman,
kan? Benar seperti itu, ‘kan Kenji? ”

“I-itu benar. Yeah yeah. "

Ditolak begitu jelas, Kenji terlihat sedih, jadi aku memutuskan untuk
mendukungnya. Ketika aku melakukan itu, dia segera mengerti.
"Jadi begitu ya,..."

Echizen bergumam, terlihat bisa menerimanya.

"Lalu, selamat menikmati."

Aku seharusnya tidak mengganggu mereka berdua, jadi aku meninggalkan


tempat mereka. Selain itu, aku secara teknis sedang bekerja sekarang.

"… Ah…"

"Sampai ketemu lagi, Yoshiki."

"Ya."

Ketika aku kembali, Owner menatapku dengan tatapan yang


mencurigakan.

“Mengejutkan, bukan? Tak kusangka kalau Echizen-chan akan datang


dengan pacarnya ~ ”

"Itu benar. Aku sedikit terkejut. ”

“Tetap saja, sepertinya agak canggung. Aku ingin tahu apakah dia bisa
berbicara dengan benar. ”

“Tidak perlu khawatir tentang itu kan? Dia bukan anak kecil lagi. ”

"Itu benar, tapi …... aku masih khawatir."

Aku mundur sedikit dari Owner yang sedang memutar tubuhnya karena
khawatir di usia tuanya saat aku mencoba mengubah topik.

"Yang lebih penting lagi, apa sekarang tak masalah kalau aku
membicarakan masalah tadi?"

"Ah ... apa yang ingin kau katakan?"

"Yah, ummm ..."


Ini buruk, aku tiba-tiba menjadi gugup. Aku tak bisa mengucapkan satu
kata pun. Namun, aku harus mengatakannya sekarang!

"Pekerjaan ini, apa boleh kalau aku berhenti?"

Kashan.

Saat aku memberitahu Owner niatku untuk berhenti, suara dari sendok
jatuh terdengar. Ketika aku melihat ke arah suara itu, tidak ada seorang
pun di sana.

Namun, aku tidak terlalu memperhatikannya. Sebaliknya, aku hanya terus


melihat ke arah Owner.
Chapter – 42

Begitu aku melihat dirinya, hidupku menjadi begitu indah.

Masa SMP memang menyenangkan dalam caranya tersendiri, tapi aku


tidak memiliki pengalaman romantis yang sama seperti orang-orang di
sekitarku. Dibandingkan orang lain, aku selalu merasa sedikit
berbeda. Namun, aku langsung jatuh cinta ketika aku melihatnya. Hanya
melihatnya, bahkan hanya memikirkan dirinya saja sudah terasa
menyenangkan.

Jika aku melihat dirinya selama kegiatan klub, aku mencoba bertingkah
keren daripada sesuatu yang normal. Jika mata kami bertemu, aku akan
berkhayal, dan aku akan merenungkannya tanpa aku sadari.
Aku merasa seperti anak SMP, tapi aku senang. Aku tak pernah mengalami
seperti ini sebelumnya.

Dan aku ingin lebih.

Aku ingin bersama dengannya.

Aku ingin lebih dekat dengannya.

Perasaan itu semakin kuat, dan aku membuat keputusan.

"Aku akan mengaku padanya.”

****

“Maaf, Echizen-san! Apa kau sudah lama menunggu? ”

"Tidak, tidak sama sekali!"

Saat ini pukul 10 pagi di akhir pekan pada paruh terakhir bulan
September, ketika irama akhir liburan musim panas kembali lagi. Aku,
Kenji Kawachi, telah menunggu Echizen-san tercintaku di stasiun Toyama.

Dia memiliki rambut pendek, pirang dan matanya berbentuk almond,


semua bagian itu menarik keluar kecantikannya. Dia memiliki atmosfer
semacam itu yang membuatnya tampak lebih dewasa. Selain itu, dia
mengenakan blus hitam yang hampir transparan, dan beberapa celana
kargo putih. Dia benar-benar tampak seperti orang dewasa.

"Baiklah, haruskah kita pergi?"

"Oke!"

Aku berseru, dan kami menuju ke tujuan hari ini - bioskop.

“Aku tak percaya kau memenangkan tiket ini! Kau cukup beruntung, ya? "

DIA memulai percakapan ?!

Hubungan kita bahkan tidak sehebat itu. Kami berdua pergi ke sesi
informasi sekolah bersama, tapi kami bahkan jarang berbicara di sekolah
setelah itu. Ini hanya cinta pada pandangan pertama, dan aku cukup puas
dengan itu. Karena itu, dia memulai pembicaraan itu membuatku gembira.

Aku mencoba untuk menutup semua perasaan itu, dan ketika aku
melakukannya, aku dengan tenang membuka mulutku.

“Yeah, aku benar-benar beruntung! Dan aku kebetulan mendapatkan tiket


untuk film yang ingin kau tonton. Tak bisa kupercaya!"

Ya, alasan aku menonton film hari ini dengan Echizen-san ialah karena
aku, atau lebih tepatnya ibuku, memenangkan beberapa tiket
film. Sejujurnya, aku tidak tertarik dengan filmnya, tapi aku mendengar
rumor bahwa Echizen-san ingin melihatnya dan memutuskan untuk
bertanya padanya, dan di sinilah kami sekarang.

Saat dia berkata, “Oke,” aku tak peduli jika aku meninggal saat itu juga, aku
sangat senang sekali. Temanku bilang bahwa terlalu bersemangat sampai
membuatnya merasa jengkel, itulah betapa aku tidak bisa diam tentang
dirinya. Sebenarnya, aku masih sangat senang sekali, aku bisa mati saat
itu.

"Hehe, ini menarik!"

"Ah-"
“Hm? Kawachi-kun, ada apa? ”

"Bu-Bukan apa-apa, aku baik-baik saja!"

Aku menghindari matanya dan menjawabnya dengan gagap. Tapi


senyuman yang barusan di wajahnya ...

Aku melirik ke arahnya, tapi tentu saja, itu curang. Dia selalu begitu
tenang dan bermartabat, tetapi ketika Echizen-san menngeluarkan
senyum kekanak-kanakan itu, itu sangat manis sekali! Anehnya – tidak, itu
karena senyum itu – aku sedikit bingung, tapi aku entah bagaimana tetap
tenang dan akhirnya kami tiba di bioskop tanpa insiden.

*****

Dan setelah sekitar 130 menit dari film Sci-Fi yang kami tonton, kami
kembali di depan stasiun. Saat ini masih sekitar jam 1 siang, dan aku
merasa kalau pulang sekarang masih terlalu awal.

"Jadi, apa kau punya rencana untuk sisa hari ini?"

"Uh, kau takkan pulang?"

"..."

Echizen-san mungkin tidak bermaksud buruk, tetapi kata-kata itu


menusuk hatiku. Tapi aku bukan tipe pria yang berkecil hati oleh sesuatu
seperti itu.

“Nah, mengapa kita tidak nongkrong sedikit lagi? Maksudku, jika kau
sedang sibuk, aku mengerti, tapi ... ”

Dia berpikir sedikit ketika aku menggumamkan itu. Dan setelah beberapa
saat, dia tiba-tiba mengangkat kepalanya.

"Kamu benar. Aku tidak sibuk, jadi ayo kita nongkrong sedikit lagi! ”

"Baiklah!"
Aku menggenggam tanganku dengan senang. Tapi, apa yang harus kita
lakukan sekarang? Aku memikirkan sebentar. Aku tidak tahu apa yang
harus dilakukan ... Pada saat itu, dia berbicara.

"Jadi, kemana kita akan pergi?"

"..."

Ehh, apa yang harus kita lakukan? Sesuatu yang bisa kita lakukan bersama
pasti terasa hebat, tapi aku tidak bisa memikirkan apapun! Aku benar-
benar bodoh! Meratapi kebodohanku sendiri, aku putus asa melihat ke
sekeliling. Pasti ada di suatu tempat, tempat kita bisa bersenang-senang
bersama ...

Ah, aku baru saja ingat! Bukankah temanku bilang ada kafe yang bagus di
dekat sini? Aku tidak tahu di mana letaknya, tapi mengapa kita tidak pergi
ke sana? Jika aku tidak salah, namanya ...

"Hmm, bagaimana kalau pergi ke Mon Pet Kuwa?"

Aku entah bagaimana berhasil melakukan itu.

****

<Sudut pandang Echizen>

"Apa aku boleh berhenti dari pekerjaan ini?"

Ketika aku berada di dekat dapur untuk mengambil garpu dan sumpit, aku
mendengar kata-kata itu dari Setsu-kun. Aku sangat terkejut, sampai aku
menjatuhkan garpu di tanganku, tetapi tampaknya mereka tidak
menyadarinya.

Aku menjauh dari mereka dan sedikit lega. Maksudku, aku berpikir tak
terlalu penting jika mereka menemukanku, tapi jika aku adalah Setsu-kun,
aku tidak ingin ada orang yang menguping. Jadi, aku ingin menghindari itu
jika aku bisa. Tapi meski ingin cepat kembali ke tempat dudukku, kakiku
masih melekat ke lantai. Setsu-kun benar-benar selalu ada di
pikiranku. Apakah dia benar-benar akan berhenti dari pekerjaannya? Aku
jadi kepikiran terus.

"Berhenti? Mengapa?"

Saat aku berdiri di sana, Owner berbicara dengan nada suara yang sama
seperti yang selalu dia miliki.

“Ini seperti, aku mendapatkan pekerjaan yang kuinginkan di tempat lain


dan ...”

“Hmph! Dan kau tidak bisa bekerja di sini pada saat yang sama? ”

"Ini akan sedikit sulit, pikirku ..."

"Begitu ya. Yah, jika itu masalahnya, tidak ada yang bisa aku lakukan. Ini
bukan seperti kita kekurangan orang atau apapun ... ”

"Benarkah? Terima kasih banyak! Apa tidak masalah jika aku


menyelesaikan bulan ini? ”

“Tentu saja. Nah, pertahankan ini selama dua minggu terakhir, oke? ”

Tanpa menunjukkan tanda-tanda kekecewaan, dia kembali ke


pekerjaannya dengan senyuman. Tangan Setsu-kun memantul dengan
ceria dari cangkir yang dipoles. Dari sudut pandangku, mereka berdua
tampak sangat tenang tentang hal itu, tetapi aku merasa seperti sudah
ditinggalkan. Aku kehilangan ketenanganku. Perasaan aneh mengalir
dalam diriku. Aku merasa kasihan pada diriku sendiri.

Namun, aku tidak tahu bagaimana menghentikan perasaan ini. Rasa


kecewa dalam hatiku terus tumbuh.

Tidak! Aku tidak ingin Setsu-kun berhenti dari pekerjaannya! Ada banyak
hal yang belum bisa kukatakan padanya. Aku masih ingin bekerja
dengannya. Aku mencoba mengungkapkan keinginan itu kepadanya,
tetapi kurasa aku tidak bisa mengatakan sesuatu seperti itu di wajahnya
sekarang.

Aku kembali ke tempat dudukku, merasa semakin tidak nyaman di dalam


diriku.
Chapter – 43

Setelah itu, aku tidak bisa menjernihkan kepalaku karena terus


memikirkan tentang Setsu-kun.

Tanpa aku sadari, aku sudah berada di luar Mon Pet Kuwa, berjalan
bersama Kawachi-kun di atas trotoar.

“Meski begitu, aku cukup terkejut. Aku tak pernah mengira Setsu akan
bekerja part-time ... Lain kali, aku akan minta dia mentraktirku sesuatu. ”

Dia mengatakan itu sembari berjalan sedikit di depanku. Itu mungkin tak
terduga untuk Kawachi-kun, tapi bagiku, itu adalah sesuatu yang sudah
menjadi bagian dari keseharianku. Memang belum cukup setahun, tapi
menjadi rekan kerja Setsu-kun adalah sesuatu yang sudah aku terima
begitu saja dan aku tak pernah berpikir tentang perubahan itu.

Kemungkinan besar, jika itu adalah aku dari beberapa bulan yang lalu, aku
takkan memikirkan hal ini, tapi sekarang sudah berbeda. Saat ini aku jelas
memiliki perasaan khusus pada Setsu-kun. Itu sebabnya tidak mungkin
aku bisa mengambil ini dengan mudah. Aku terus tenggelam dalam
pikiranku sambil memikirkan Setsu-kun sejak terakhir kali Kawachi-kun
berbicara.

"Echizen-san, apa terjadi sesuatu?"

Karena itu, dia menyelaraskan langkah kakinya denganku saat dia


mengatakan itu padaku.

"Tidak apa. Tak ada yang salah."

"Benarkah? Tak apa-apa sih, tapi ... ”

Dari nadanya, sepertinya dia belum menerima jawabanku. Namun,


baginya untuk tidak bertanya lebih jauh adalah sisi baiknya. Seperti itu,
Kawachi-kun terus berbicara denganku secara normal, seolah sikapku
yang sebelumnya tak pernah terjadi.
“Lalu, apa kau ingin kembali sekarang? Atau apa kau ingin pergi dan
melakukan sesuatu? ”

"Ayo kita kembali."

"Aku mengerti ... Lalu, sebelum kita kembali, ada tempat yang ingin aku
kunjungi, apa kau tak keberatan?"

"Ya."

"Syukurlah, kalau begitu, ayo kita pergi. "

Karena ada tempat yang ingin dia datangi, setelah tertawa ringan,
Kawachi-kun mulai berjalan sedikit di depanku lagi. Setelah itu, aku
akhirnya mengikuti di belakangnya.

*****

Sudah sekitar 10 menit berjalan dengan hampir tidak ada percakapan


sama sekali. Kami meninggalkan daerah perkotaan yang memiliki banyak
toko dan melewati daerah pemukiman. Aku tak tahu banyak tentang
daerah ini, tetapi Kawachi-kun tampaknya berjalan tanpa ragu-ragu
kemanapun dia pergi. Sungguh, dia mau pergi ke mana?

Aku terus berpikir saat kami terus berjalan sampai kami mencapai
taman. Pada saat itu, pemandangan yang terpapar di hadapanku
membuatku ingin menahan nafasku sendiri. Pemandangan di depanku
dipenuhi dengan warna merah dari daun musim gugur yang menari di
udara. Itu adalah pemandangan fantastis yang belum pernah aku lihat
sebelumnya, membuatku berpikir bahwa itu terlihat sangat
indah. Sementara mataku tercuri oleh pemandangan menakjubkan yang
terjadi, Kawachi-kun mendekatiku dan membuka mulutnya dengan
lembut.

"Ini Luar biasa, ‘kan? ”

"Yeah, ini…"

“Tempat ini cukup bagus. Aku tidak tahu banyak tentang itu, tapi aku
sangat menyukainya. ”
Aku sangat setuju dengan kata-katanya. Aku juga sangat menyukai tempat
ini. Ini pertama kalinya aku begitu terharu seperti ini.

"Ya, ini tempat yang bagus."

"Iya. ‘kan? Dan yah, ada sesuatu yang ingin aku katakan di sini ... ”

"Hmmm, ada apa?"

Aku bilang begitu sambil aku menoleh ke arah Kawachi-kun yang terlihat
gugup. Sepertinya dia telah memutuskan untuk sesuatu saat dia menatap
lurus ke arahku.

Kemudian.

“Echizen-san, aku menyukaimu. Tolong berpacaranlah denganku. "

Mendengar pengakuannya, tubuhku menegang. Aku tak pernah berpikir


dia akan mengatakan sesuatu seperti ini pada waktu ini. Selain itu, aku
terkejut oleh fakta bahwa dia menyukaiku. Karena aku cenderung tak
peka dengan hal-hal semacam ini, aku benar-benar tidak
menyadarinya. Aku benar-benar terkejut dengan ini, tetapi jawabanku
sudah diputuskan.

"Maafkan aku. Aku tidak bisa berpacaran denganmu. ”

Hanya mengatakan itu maka semuanya selesai. Sejauh ini, ketika aku
mendapat pengakuan, aku selalu berakhir dengan memberikan respon
yang tidak berperasaan seperti itu. Kali ini juga ...

Atau itulah yang aku pikirkan, tetapi entah kenapa, kata-kata itu tidak bisa
keluar dari mulutku. Aku hanya perlu menolak seperti biasanya, tapi
mulutku tetap tertutup. Sebaliknya, "air mata"-lah yang keluar. Aku, orang
yang mendapat pengakuann, menangis.

“Eh, eh !? Tu-tunggu, ada apa, Echizen-san? ”

“T-tidak apa-apa, maaf. Hanya saja…"

Kawachi-kun mendatangiku dengan cemas. Untuk orang yang lemah


lembut seperti dirinya, aku sekarang akan ... Memikirkan itu, aku merasa
ingin menangis lagi. Namun, membuatnya menunggu lebih lama juga
salah. Menunda jawabanku akan menjadi tak sopan bagi Kawachi-
kun. Selain itu, aku penasaran mengapa air mataku mulai berceceran
keluar.

Mungkin karena aku tahu bagaimana rasanya sekarang. Jatuh cinta pada
seseorang, dan kemudian mungkin orang itu menolakmu, itu adalah
sesuatu yang aku ketahui dengan sangat baik. Aku memikirkan penyesalan
dan kesedihan yang akan aku rasakan.

Cinta bisa sangat menyakitkan.

Dan sekarang, Kawachi-kun akan merasakan rasa sakit ini. Karena aku
akan membuatnya merasa seperti itu, aku akhirnya menangis karena aku
sangat menyesal. Karena itu, aku berpikir itu akan baik-baik saja jika aku
berpacaran dengannya, tapi seperti yang aku pikirkan, aku sangat
menyukai Setsu-kun terlalu banyak. Aku tidak bisa berpacaran dengan
Kawachi-kun sekarang.

"..."

Menggigit bibirku dengan lembut, aku membuat keputusan. Kemudian,


secara perlahan, seperti daun musim gugur yang menari di sekitar kami,
kubuka mulutku dan berbicara.

"Maafkan……..aku. Aku tidak bisa berpacaran denganmu ... Kawachi-kun ...



Chapter – 44

Untungnya, aku bisa berhenti dari pekerjaan part-time tanpa masalah.

Setelah shift-ku berakhir, aku duduk di bangku dekat stasiun kereta lokal
sembari memikirkan hal lain. Karena ini Owner yang kita bicarakan,
kupikir dia akan berkata, "Tolong jangan berhenti", tetapi tanggapannya
tak terduga mudah sekali. Entah bagaimana, rasanya dia tidak tertarik ...

Lebih penting lagi, Kenji dan Echizen sedang berkencan. Aku tak tahu
mengapa mereka datang ke Mon Pet Kuwa, tapi dari bagaimana aku
melihatnya, aku tidak bisa melihat mereka bertingkah seperti
pasangan. Yah, Echizen mungkin tidak melihatnya sebagai hal lain selain
jalan-jalan dengan seorang teman.

Namun, bagi Kenji, itu mungkin kemajuan yang sangat bagus. Dia tak
pernah bisa melakukan hal seperti ini dengan Echizen sebelumnya, dan
selain itu, Echizen tampaknya tidak terlalu menentang berada di
dekatnya. Biasanya, tidak ada seorang pun akan bertemu sendiri dengan
seseorang yang mereka benci di akhir pekan. Dengan kata lain, kesan
Echizen tentang Kenji tidak terlihat buruk. Ya, bukankah itu bagus? Jika
terus berkembang seperti ini, aku ingin tahu apakah hari dimana aku akan
melihat mereka berdua jadian akan datang.

... Kedengarannya bagus. Sepertinya berjalan dengan lancar, dan Kenji


tampaknya bersenang-senang. Aku cukup cemburu. Aku secara tidak
sadar memikirkan hal itu. Tak diragukan lagi itu adalah pikiranku yang
sebenarnya. Kenji hari ini tampak sangat cerah untuk dilihat. Berada
bersama dengan orang yang dia sukai sepertinya membuat dirinya sangat
bahagia bahkan membuatku sedikit tersenyum. Di sisi lain, aku sendiri…...

Sungguh, apa yang sedang aku lakukan ...?

Kami ini sudah putus, tapi sebagian diriku masih memikirkan dirinya. Di
sekolah, aku selalu melihat Mamiko sepanjang waktu. Sejujurnya, aku
masih jatuh cinta padanya. Mungkin pada titik di mana aku takkan pernah
menyukai orang lain dengan cara yang sama. Jika kita berpacaran kembali,
aku akan benar-benar menghargainya ......

Aku tidak tahu sudah berapa kali rasa penyesalan ini muncul kembali,
walau memikirkannya benar-benar tidak berguna …... Saat aku tengah
memikirkan perasaanku, kereta dua gerbong tiba di stasiun. Aku naik ke
kereta dan duduk di kursi kosong.

Kemudian, setelah dua puluh menit diguncang di dalam kereta, aku tiba di
tujuanku. Aku turun di halte tepat sebelum stasiun yang paling dekat
rumahku, Hari ini, aku ada pertemuan dengan Itou-san tentang
mangaku. Meskipun pada dasarnya storyboard-ku sudah selesai,
pertemuan ini hanya untuk pemeriksaan terakhir. Ah, setelah itu, dia juga
akan menunjukkan beberapa gambar dari mangaka lain.

Setelah meninggalkan stasiun, aku melewati tempat kerja ayahku dan


menuju ke restoran keluarga tempat kami biasanya mengadakan
pertemuan. Meskipun masih ada waktu sebelum pertemuan, Itou-san
sudah ada di tempat, masih terlihat baik sama seperti biasanya. Yah, dia
terlihat sedikit lebih energik dari biasanya.

"Lama tidak jumpa, Yoshiki-kun."

"Ya. Entah bagaimana, anda terlihat lebih energik dari biasanya ...? ”

"Benarkah? Yah, kau bisa melihatnya? Sebelumnya, aku melihat gadis yang
sangat cantik di sini. ”

"Gadis yang cantik ...?"

"Betul sekali. Dia benar-benar cantik. Tempat duduknya agak jauh


sehingga kau tidak bisa melihatnya sekarang, tapi aku ingin melihatnya
sekali lagi. ”

"... Jadi bahkan wanita pun akan merasa senang setelah melihat gadis yang
cantik."

"Tentu saja. Entah bagaimana, ini sangat menarik. ”

"Haa, begitu ya."


Sejujurnya, aku sedikit terkejut olehnya. Teman-teman di sekitarku sering
memiliki gambar idola yang cantik atau selebriti, tapi aku tidak seperti
itu. Aku pikir mereka lucu atau cantik, tapi aku tidak punya waktu untuk
melihat sesuatu seperti itu. Nah, ada waktu di mana aku terus melihat foto
mamiko yang bersamaku selama lebih dari 2 jam...

“Ngomong-ngomong, mari kita tinggalkan itu untuk sekarang, bisakah kau


tunjukkan padaku apa yang kau gambar ulang?”

"Y-ya, ini dia."

Aku sedikit bingung dengan Itou-san yang tiba-tiba beralih ke mode kerja,
tetapi aku menyerahkan storyboard yang telah aku gambar ulang dalam
beberapa hari terakhir. Dia membalik bacaan dengan kecepatan yang
biasa, dan kemudian dia menunjukkan ekspresi puas. Melihat itu, aku
menghela nafas lega karena dia hanya akan menunjukkan ekspresi ini
ketika dia puas dengan pekerjaanku.

“Kelihatannya bagus. Lalu, aku akan menyerahkannya kepada seorang


ilustrator agar mereka melihatnya. Aku berpikir untuk membuat mereka
mengerjakannya. Apa itu baik-baik saja? ”

Sambil mengatakan itu, Itou-san memberikanku selembar kertas


manuskrip. Di sana ada gambar dari manga yang sedang aku buat saat
ini. Gambar itu seolah menghembuskan kehidupan ke dalam karakter
yang telah aku buat. Itu bukan karakter anorganik yang sama dengan yang
aku gambar di storyboard-ku, tapi gambar ini terasa seperti itu memiliki
jiwa sendiri yang dituangkan ke dalamnya.

Itou-san menambahkan bahwa "Itu tidak terlalu bagus", tapi bagi seorang
amatir seperti diriku itu cukup bagus. Aku merasa tergugah sampai pada
titik di mana aku berpikir bahwa hanya orang ini yang akan bekerja
denganku.

“Ini benar-benar oke! Ini sangat bagus! ”

“Jika kau menyukainya, maka baiklah. Kemudian, aku akan menyerahkan


storyboard ke Yamauchi-kun nanti. Aku akan menunjukkannya lagi
padamu saat dia selesai dengan naskahnya. "
"Mengerti!"

Aku mencoba menjawab dengan tenang, tapi aku tidak bisa menahan
kesenanganku saat aku berpikir tentang bagaimana naskah itu akan
dikerjakan.

“Baiklah, kalau begitu ayo kita akhiri di sini untuk hari ini. Aku akan pergi
sekarang, tapi apa kau akan tinggal sebentar? ”

"Tidak, aku juga akan pergi."

"Lalu, ayo pergi."

Dan, dengan pertemuan kami yang agak singkat sudah selesai, Itou-san
dan aku keluar dari restoran.

"Ah, gadis itu."

Segera setelah kami melangkah keluar, Itou-san berbicara dengan suara


gembira. Dia memandang seorang gadis yang berdiri sendirian di tempat
parkir restoran keluarga. Dia adalah gadis yang terlalu akrab dengan
rambut hitam panjang.

"... Mamiko ..."

Itu benar, dia adalah mantan pacarku, Mamiko. Kenapa, kenapa dia di sini
...?

“Eh? Apa kau kenal gadis itu? Kedengarannya bagus ... ”

“Tidak, tunggu, apa itu gadis yang anda bilang cantik?”

"Benar. Bukankah dia sangat cantik? "

Dia memang cantik. Sangat,sangat, sangat cantik. Tidak, lebih penting lagi,
jika aku dilihat dalam situasi ini mungkin akan berakhir buruk. Dilihat dari
perspektif orang luar, pemandangan ini hanya bisa dilihat sebagai
kencan. Itu tidak akan aneh jika Mamiko muncul dengan kesalahpahaman
lain.
Memikirkan itu, untuk memastikan bahwa Mamiko tidak memperhatikan
kita, aku mencoba dengan paksa menyeret Itou-san pergi. Namun,
semuanya tidak berjalan dengan baik ...

"Yoshiki ... kun ...?"

Seharusnya aku terbiasa dengan suaranya tapi sepertinya terdengar


sedikit asing. Namun, tak diragukan lagi itu suara Mamiko dan aku tidak
bisa memaksa diriku untuk mengabaikannya juga.

"... Mamiko ..."

Saat aku menjawab, aku segera menyadarinya. Aku mencoba secara paksa
menarik Itou-san pergi. Dengan kata lain, aku sekarang memegang
tangannya. Melihat ini, tidak dapat dipungkiri bahwa seseorang akan
berpikir kita adalah sepasang kekasih. Aku segera melepaskan tangan
Itou-san, tapi itu sudah terlambat. Mamiko menunduk ke bawah saat dia
berjalan ke arah yang berlawanan denganku dengan langkah kaki yang
tidak berenergi.

Aku harus memperbaiki ini sekarang. Meskipun aku bukan pacarnya, aku
didorong oleh desakan saat aku mengejar Mamiko dan meraih
pergelangan tangannya.

"Tunggu!"

"..."

"Umm, kau mungkin tidak mempercayaiku, tapi kita berdua tidak


memiliki hubungan semacam itu."

“... Jadi? Apa itu? I-Ini bukan seperti kita ... ”

"Itu benar, tapi aku tidak ingin disalahpahami."

"… Aku mengerti."

Dia berbicara seolah-olah dia merajuk, tapi aku tak tahu karena dia tidak
menghadap ke arahku. Meski begitu, mengetahui bahwa Mamiko
mempercayaiku, aku sedikit lega ketika aku melepaskan tangannya. Tapi
pada saat itu, kali ini Mamiko meraih tanganku. Dia sekarang berbalik
untuk menghadapiku wajahku secara langsung.

"..."

"Ah!!"

Aku tertegun dari pergantian peristiwa yang mendadak. Kemudian,


Mamiko, menyadari tindakannya, dia panik saat dia melepaskan tanganku.

“La-Lalu, aku akan pergi sekarang. Maaf sebelumnya. ”

Lalu setelah dengan cepat mengucapkan beberapa kata perpisahan,


Mamiko dengan segera berjalan ke suatu tempat. Ekspresinya tadi muncul
dalam pikiranku. Tetesan kecil muncul di sudut matanya, keduanya sedikit
memerah saat dia terlihat sangat sedih. Apa Mamiko membuat ekspresi
itu karena aku bersama wanita lain?

Ini mungkin sedikit terlalu egois ...

Tapi, bagaimana pun juga ...

Terlebih, ketika dia memegang tanganku, rasanya dia memiliki jejak


penyesalan. Masih merasakan kehangatan yang ditinggalkan Mamiko di
tanganku, aku sekali lagi membuat tekadku.

Aku akan mengaku kepada Mamiko.

Dan sekali lagi, aku akan berdiri di sisinya.


Chapter – 45

Hari terakhir pekerjaan part-timeku di Mon Pet Kuwa ialah minggu


terakhir bulan September ketika hawa panas mereda. Aku memiliki
perasaan yang kuat tentang hal itu, tetapi pikiran-pikiran tentang Makiko
selalu muncul.

Kapan aku harus mengaku?

Bagaimana aku harus mengaku?

Aku tidak tahu harus berbuat apa ...

Aku masih belum mengungkapkan perasaanku setelah setengah bulan,


kami bahkan jarang bercakap-cakap hanya dengan kami berdua, namun
aku sudah memikirkan hal ini tanpa henti.

Mungkin karena aku terus memikirkannya, aku tidak bisa


mengungkapkannya. Aku terlalu berlebihan memikirkannya, dan aku
hanya diam, tidak melakukan apapun. Aku rasa ini adalah jenis hal yang
lebih baik dilakukan secara alami, tetapi jika kau membiarkan itu
mendorongmu untuk bertindak gegabah, kau akan menyesalinya nanti.

“Setsu-kun? Apa yang sedang kau lakukan?"

"A-maaf!"

Sepertinya, aku begitu terperangkap dalam pikiranku sendiri, aku


membeku di luar Mon Pet Kuwa. Ketika aku berdiri di sana seperti itu,
Owner melihatku dan memanggil lagi.

"Apa? Apa ada sesuatu yang kau pikirkan? Mungkinkah, karena ini hari
terakhirmu, jadi kau merasa sentimental? ”

Yang benar adalah aku sedang memikirkan tentang Makiko, tetapi aku
menegaskan apa yang dia katakan. Karena dia juga tidak salah; Aku
merasa emosional tentang ini juga. Berbicara dengan Owner seperti ini
terasa emosional, karena ini adalah kali terakhir aku datang ke sini untuk
bekerja. Ini agak menyedihkan untuk dipikirkan.

"Ya, tapi itu akan menyedihkan tanpamu di sini, Setsu-kun."

"Kurasa aku akan sedikit sedih juga."

“Haha, hanya 'sedikit'? Nah, Setsu-kun, semoga sukses dengan mimpimu!

Owner memaksa wajahnya yang cemberut dan memberiku tepukan kuat


di bahuku.

"Oke, aku akan melakukan yang terbaik!"

Aku mengatakan itu dengan sekilas, dan kemudian pergi ke ruang ganti di
bagian belakang untuk merubah pakaianku. Ketika aku mengganti
pakaian, aku melirik ke jadwal shift, Rupanya Echizen akan masuk 30
menit setelah giliranku.

Tetapi meskipun hari ini adalah libur sekolah, sangat jarang aku bisa
bersama dengan Echizen. Selalu hanya ada aku dan Owner. Yah, itu tidak
masalah jika itu satu atau dua orang. Lagipula jarang ada pelanggan.

"Hei, Setsu-kun."

Dan 30 menit setelahnya, Echizen masuk. Sudah setengah bulan sejak aku
melihat Echizen, dan dia memiliki kegugupan yang aneh tentang
dirinya. Aku bahkan tidak mengatakan apapun padanya, tapi kurasa aku
akan memberitahunya bahwa aku akan berhenti hari ini.

“Terima kasih, Echizen. Bisakah kita bicara sebentar? ”

Aku menghentikannya untuk duduk di meja. Dia berhenti dan menatapku.

"Apa?"

"Ini mungin terlalu mendadak, tapi aku akan berhenti hari ini."

"Ya aku sudah tahu."

“Eh ?! Bagaimana?!"
“Aku mendengarnya dari Owner. kau memiliki pekerjaan lain yang ingin
kau lakukan, bukan? ”

“Uh, ya. Jadi, ya, uhm, terima kasih untuk semuanya. ”

"Sama denganmu."

Jawab Echizen tidak ramah sama seperti biasanya. Dia bahkan tidak
terlihat sedikit sedih. Maksudku, kurasa aku tidak mengharapkannya, tapi
bahkan sedikit, "Aku minta maaf" pasti akan menyenangkan. Tapi ini juga
terakhir kalinya aku akan berbicara dengan Echizen seperti ini. Kami pergi
ke sekolah SMA yang berbeda, dan aku mungkin takkan pernah bertemu
dengannya lagi. Ini terasa sedikit sedih, tapi dia bahkan tidak peduli, jadi
mengapa aku terlalu peduli? Aku berpikir itu saat aku melihatnya
mengatur tempat duduk seperti biasanya.

****

Satu jam kemudian di dalam cafe, di mana bahkan pada hari terakhirku
tidak ada pelanggan yang datang, dan dengan tidak ada yang harus
dilakukan seperti biasa, Echizen dan aku berdiri berdampingan.

Meskipun ini terakhir, tidak ada percakapan yang muncul sama sekali. Aku
berpikir untuk berbicara dengannya, tetapi aku merasa seperti itu harus
diakhiri dengan suasana seperti ini, jadi aku tidak mengatakan apa-apa.

“Kau masih memainkan Human Beast Wars?

Dan kemudian, tanpa diduga, Echizen berbicara padaku. Meski aku


terkejut, aku menjawab dengan tegas.

"Uh-huh, aku masih memainkannya."

Baru kemarin, aku melakukan quest dengan anggota party.

"Bagaimana denganmu?"
"Aku juga."

"Benarkah?"

"Ya. Kurasa itu berarti kau melakukan quest dan hal lain dengan temanmu,
ya?

"Ya, sepanjang waktu."

Ketika aku menjawab, dia tampak sedikit gugup, seperti sulit baginya
untuk berbicara. Setelah menarik napas dalam-dalam, dia perlahan-lahan
meninggikan suaranya padaku.

"Jadi, um, jika teman itu adalah seorang gadis, dan dia adalah kenalanmu
atau semacamnya, apa yang akan kau lakukan?"

Dan, dengan wajah tersipu, mirip seperti di manga, dia mengatakan itu
padaku.

"Hmm, yah, aku tak berpikir ada yang seperti itu, tapi jika itu masalahnya,
aku akan berpikir itu sudah ditakdirkan."

"Ditakdirkan ..."

"Ya. Biasanya, aku pikir bertemu seseorang seperti itu adalah takdir, dan
bahwa kami terhubung atau sesuatu. ”

"Sungguh? Jadi kemungkinan itu terjadi, meski kalau dipikir-pikir, aku


merasa hal seperti itu tidak mungkin terjadi. ”

Apa-apaan dengan situasi teoritis ini? Dan mengapa aku menjawabnya


dengan sangat serius? Aku sedikit malu.

"Bagaimana denganmu, Echizen?"

Menekan rasa maluku, aku terus terang bertanya.

"Aku, uh, hmm ..."


Kemudian, Echizen mulai berpikir. Apakah dia bertanya padaku tanpa
memikirkannya sendiri? Dan mengapa dia terus menatapku? Apa aku
melakukan sesuatu yang salah?

"Aku ... mungkin jatuh cinta padanya ..."

"... Serius?"

"Mhmm ..."

Echizen tampaknya cukup tenang. Aku mengatakan itu akan terasa seperti
takdir, tapi tentu saja, aku tidak akan merasa jatuh cinta begitu
saja. Maksudku, kurasa jika itu sudah cukup ditakdirkan, aku tak tahu
apakah aku akan mengembangkan perasaan seperti itu, tapi ya. Sambil
memikirkan itu, aku melanjutkan percakapan dengan Echizen.

“Yah, kau mungkin jatuh cinta pada seseorang, kurasa. Apa masalahnya,
menanyakanku sesuatu seperti itu? ”

“Eh, bukan apa-apa.”

“Hmm, baiklah, terserah. Ngomong-ngomong, apa kau sudah melakukan


quest khusus saat ini? Aku tidak bisa melakukannya sendirian, tahu. "

“Aku juga, tapi aku bisa dengan anggota party.”

"Aku bisa melakukannya dengan party juga, tapi tentu saja aku ingin
melakukannya sendiri,"

****

Aku menghabiskan banyak waktu berbicara dengan Echizen tentang


game, meski ini hari terakhirku. Dan begitu saja, ini adalah waktu tutup,
dan aku menutup cafe dengan Owner, mengobrol santai dengannya
sepanjang waktu.

“Terima kasih atas segalanya, Setsu-kun. Aahhh, mungkin nanti rasanya


akan sepi! ”

"Ya, aku juga sedih!"


Aku mengatakannya dengan santai, tapi sebagian diriku juga merasa ingin
menangis. Tentu saja, seseorang cukup terharu jika berakhir seperti ini,
kan? Maksudku, bukan berarti aku tidak akan menemui Owner lagi, tapi
aku masih merasa aneh.

"Lalu, aku akan pulang ke rumah."

"Tanpa mengatakan apapun pada Echizen?"

“Aku sudah memikirkannya, tapi hari ini dia butuh waktu untuk ganti baju
jadi tak masalah. Dan kurang lebih aku sudah mengatakan apa yang ingin
kukatakan padanya. ”

“O-oh, benarkah ..? Hmm, yah, terima kasih kembali. ”

"Sama dengan anda."

Pada akhirnya, seperti biasa, kami saling berpisah ketika meninggalkan


Mon Petto Kuwa. Dan aku menuju ke stasiun di jalur yang sama yang
selalu aku lakukan, tapi pemandangannya tampak sedikit berbeda.

Lebih dari biasanya, sepertinya itu bersinar karena suatu alasan. Bunga-
bunga indah yang biasanya tidak aku perhatikan, atau kucing liar lucu
yang biasanya tidak aku lihat. Dan aku berpikir tentang bagaimana aku
takkan kembali ke sini lagi, dan merasa sedikit sedih.

Aku menuju ke stasiun dengan kecepatan yang lebih lambat dari biasanya.
Chapter – 46

"Echizen-chan, Setsu-kun sudah pergi dari tadi."

Aku berjongkok dengan seragam kerja part-time saat aku mendengar


Owner memanggilku dari luar ruang ganti. Setelah sekitar 10 detik, aku
perlahan keluar dari ruang ganti.

“Apa itu baik-baik saja? Tidak mengatakan apa pun. "

"..."

"Meski kau bilang bahwa kau ingin dia tetap bekerja di sini."

Owner mengatakan itu seolah-olah menyalahkanku akan sesuatu.

"... Aku tak apa-apa."

"..."

Aku menjawab seperti itu, tapi Owner tampaknya tidak yakin sama
sekali. Sebaliknya, sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu. Kemudian,
dia tiba-tiba membawa cermin tangan ke arahku.

"Jika kau mengatakannya dengan wajah seperti itu, itu tidak terlalu
meyakinkan."

"!!!!"

Sosokku yang terpantul di cermin tangan tampak sangat lemah. Itu adalah
wajah yang terlihat seperti air mata bisa keluar kapan saja.

"Aku memiliki banyak pengalaman yang berbeda dalam percintaan, tetapi


jika aku tidak membantu, akhirnya aku akan menyesali itu, pikirku."

Owner mengatakan itu padaku dengan baik. Aku tidak pernah


memberitahunya, tapi sepertinya dia menyadari bahwa aku menyukai
Setsu-kun. Yah, kurasa siapapun akan cepat menyadarinya secara normal.
"Ayo, kejarlah Setsu-kun."

"... Tidak perlu."

"... Hah ~"

Melihat diriku menunduk ke bawah seperti ini, Owner membuat desahan


yang berlebihan.

“Itulah yang kau bilang, Echizen-chan, lalu kenapa kau memutuskan untuk
datang bekerja hari ini? Bukankah itu supaya kau bisa memberi tahu
sesuatu pada Setsu-kun? ”

Nada Owner terdengar sedikit marah. Itulah yang dikatakan Owner, tapi
dari awal aku tak pernah berniat mengakui perasaanku .. Aku datang
bekerja hari ini karena aku akan menyerah.

"Jika seorang teman dalam game adalah seseorang yang aku tahu dalam
kehidupan nyata"

Jika Setsu-kun berada dalam situasi itu, apa yang akan terjadi? Aku
akhirnya jatuh cinta pada masalah sederhana semacam itu. Jadi, aku ingin
menyangkal perasaanku terhadap Setsu-kun.

"Bukannya aku datang untuk menyukaimu" , itulah yang ingin kukatakan.

Tapi pada akhirnya, kata-kata itu tak pernah terucap dan menjadi, "Kukira
aku benar-benar datang untuk menyukaimu."

Jika akhirnya aku mengatakan hal seperti itu, aku akan mengharapkan
sesuatu. Itu sebabnya aku terus bersembunyi di dalam ruang ganti. Jika
aku melihat Setsu-kun sekali lagi, emosiku akan berakhir meledak dan aku
mengakui perasaanku padanya.

"Tidak, bukan seperti itu."

Aku membalas Owner dengan nada tajam, aku sekali lagi kembali ke ruang
ganti. Lalu, aku dengan cepat berganti dan meninggalkan ruangan.

'' Aku akan pulang sekarang. Terima kasih atas kerja keras Anda. "
"... Terima kasih atas kerja kerasmu."

Owner tampaknya sedikit marah saat aku pergi ke suatu


tempat. Kemungkinan besar, itu adalah bagian dari kebaikan Owner
karena dia tidak ingin aku menyesalinya. Namun, aku merasa menyesal
padanya karena aku tidak bisa menerima sarannya.

Lagipula, Aku akan sangat menyesali ini. Karena aku tak pernah
menyampaikan perasaanku... Aku takkan menyampaikan perasaanku
kepada orang yang sangat aku sukai.

Aku mungkin akan menyesali ini selamanya. Aku bisa mengakui padanya
pada saat itu. Tapi aku tidak melakukannya. Itu karena selama Setsu-kun
bahagia, aku tak bermasalah dengan itu.

Aku tidak ingin dia menderita karena pengakuanku. Itu benar-benar


menyakitkan ketika Kawachi-kun mengaku padaku. Memiliki seseorang
menyukai diriku adalah sesuatu yang membuatku senang, tetapi
mengetahui bahwa aku akan mengkhianati perasaan itu rasanya sangat
menyakitkan. Selama beberapa hari berikutnya, aku sangat menyesal
bahwa aku tak bisa bersemangat dalam melakukan apapun.

Aku tidak ingin Setsu-kun menderita karena sesuatu yang aku lakukan.

Jika aku mengaku padanya, ada kemungkinan kita berpacaran, tapi


kemungkinan itu bisa terjadi sangatlah kecil. Itu sebabnya aku tidak akan
melakukannya. Meskipun aku sangat percaya ini, karena apa yang
dikatakan Setsu-kun, aku masih terus merasa penasaran.

Jika aku mengatakan kepadanya bahwa aku adalah teman dalam game-
nya, bagaimana reaksinya? Mungkin, dia akan mengencaniku karena
itu. Merangkul harapan yang sangat redup itu, pada akhirnya aku tidak
bisa mengucapkan selamat tinggal kepadanya. Aku merasa sedikit
menyesal karena itu, tapi itu sekarang sudah tidak terlalu penting.

Untuk saat ini, aku senang bahwa aku tidak mengeluarkan kata,
"suka". Sejujurnya, bekerja bersama dengannya har ini dan berbicara
dengannya tentang game itu sangat buruk. Aku hampir akan
mengungkapkan pengakuanku kepadanya setiap saat.
Setiap kali aku melihat senyuman Setsu-kun, setiap kali aku mendengar
suaranya, hanya itu yang bisa aku pikirkan. Keinginan untuk mengaku
padanya semakin kuat.

Ah ~ aku bersyukur bahwa aku tidak mengakui perasaanku. Aku


bersyukur bahwa aku tidak menyakiti Setsu-kun. Ini adalah apa yang aku
katakan pada diriku sendiri ketika aku sedang berjalan sendirian di jalan
menuju rumahku.

Lalu, tetesan besar air mata mulai mengalir dari mataku. Namun, aku tidak
menyekanya. Aku sudah tahu mengapa air mata ini meluap. Aku sudah
tahu perasaanku sendiri. Namun, aku tidak bisa mengarahkan mataku ke
arah itu. Takkan ada jalan untuk berhenti jika aku melakukannya. Itu
sebabnya aku putus asa memalingkan muka. Sampai pada hari dimana
perasaan-perasaan ini lenyap, aku tidak akan pernah menarik perhatianku
pada perasaan “suka” ini. Jadi, aku membuat keputusanku, tapi ...

"..."

Perasaan di dalam dadaku memberontak seperti naga yang dikurung, dan


aku menjadi tidak bisa mengabaikan mereka.

... Itu sebabnya, hanya untuk saat ini. Untuk momen terakhir ini, aku
diizinkan untuk meluapkan emosi-emosi ini, ‘kan? Aku tidak tahu pada
siapa aku menanyakan pertanyaan itu. Lalu, aku mengatakannya.

"Aku menyukaimu, aku benar-benar mencintaimu."

Itu adalah kata-kata yang dimaksudkan untuknya dan keluar dari mulutku
tanpa berpikir. Karena tidak ada orang di jalan yang gelap ini, tidak perlu
merasa malu.

Setelah mengatakan itu, emosiku yang baru saja lepas kendali, mulai
sedikit tenang. Meski itu hanya untuk diriku sendiri, aku berpikir bahwa
begitu aku mulai, aku tidak akan bisa berhenti jika melanjutkan, tapi
bukan itu masalahnya.

Di dalam hatiku, ada perasaanku terhadap Setsu-kun. Bahkan sekarang


aku dapat mengatakan bahwa aku sangat menyukainya. Tapi, ada sedikit
tembok yang menghalangi. Ada juga sesuatu selain diriku di balik
perasaan itu. Sekarang, kemungkinan besar aku sudah menyerah apa yang
kupercayai.

Aku mungkin tidak akan bisa melihat Setsu-kun lagi. Jika kita bertemu, itu
mungkin akan menjadi percakapan santai. Dia atau aku tidak akan
menjadi bagian utama dari kehidupan satu sama lain lagi.

Namun, aku harap. Aku berharap Setsu-kun akan bahagia.

Aku mencintaimu, selamat tinggal.

Lain kali, ayo kita bertemu sebagai teman dalam game.


Chapter – 47

"Besok nanti, di restoran keluarga yang biasanya."

Tepat jam 12 tengah malam, saat akuhendak rtidur, pesan itu muncul di
layar ponselku. Itu dari Ito-san, editorku.

"Apa masalahnya?"

Sambil menggigil di tempat tidurku pada malam yang dingin di bulan


Oktober, aku membalas pesan Ito-san.

"Naskah Yamauchi akhirnya selesai, dan aku ingin kau memeriksanya."

"O-oh!"

Aku tak sengaja berteriak saat membaca pesan itu dari Ito-san. Aku rasa
itu masuk akal. Aku sudah menantikan naskah ini untuk sementara waktu.

"Mengerti. Aku akan berada di sana jam 6 sore setelah sekolah. ”

Aku mengirim Ito-san pesan itu dengan perasaan santai di hatiku. Sialan,
aku sangat senang! Karakter yang aku buat akan menjadi
manga! Bagaimana bisa aku tidak merasa senang?

Aku penasaran. Wajah macam apa yang akan mereka miliki, dan
bagaimana mereka akan bergerak? Karena aku memikirkan itu sepanjang
malam, pagi pun datang dan aku tidak bisa tidur sama sekali. Tapi karena
kegembiraan itu, aku menjalani sepanjang hari tanpa merasa lelah, dan
sekolah akhirnya berakhir.

Aku segera meninggalkan sekolah dan menuju stasiun. Bukannya aku


sudah terlambat atau semacamnya, tapi karena semangatku yang begitu
tinggi, kecepatanku secara alami meningkat. Sekarang masih butuh waktu
5 menit sampai kereta datang. Tentu saja aku pergi terlalu cepat, tapi ini
lebih baik daripada terlambat.
Aku duduk di bangku stasiun, dan secara refleks mengeluarkan
smartphone-ku. Setelah beberapa menit, aku mendengar langkah kaki
yang perlahan mendekat. Sepertinya ada orang lain yang akan
menggunakan kereta ini. Yah, kukira akan ada yang lain, tapi aku kupikir
tidak akan banyak orang pada saat ini.

Dari sekolah, jika Kau tidak segera pergi setelah kelas terakhir selesai, Kau
takkan berhasil, jadi kebanyakan orang akan naik kereta pada waktu saat
ini. Aku akan menaikinya juga jika aku tidak memiliki rencana seperti
itu. Sambil memikirkan hal itu, aku melihat pada sumber langkah kaki
yang datng, namun aku segera memalingkan muka. Karena sumber
langkah kaki itu berasal dari Mamiko.

"..."

Diam-diam, aku berpura-pura tidak melihatnya dan terus menekan


aplikasi secara acak di smartphone-ku. Mamiko tidak duduk di bangku
yang sama denganku. Aku sangat marah karena dia tidak duduk di
sebelahku seperti yang aku harapkan. Tapi kurasa aku tidak perlu
terkejut. Pada dasarnya, aku ini sudah menjadi mantan pacarnya, dan itu
akan menjadi canggung ...

Karena aku sangat canggung. Aku tidak tahu apakah hanya mendekatinya
tak masalah. Sejujurnya, mengaku dalam situasi seperti ini tidaklah masuk
akal. Pikiran yang lemah itu terus datang padaku. Sungguh menyedihkan
sekali.

Aku memikirkan itu, sekarang, di peron, dengan kami berdua yang


terpisah di stasiun. Kakiku tidak bisa bergerak sedikit pun meski ada
kesempatan sempurna untuk mengaku. Bahkan jika aku tidak
mendapatkan kesempatan lain seperti ini, keberanian semacam itu takkan
datang dua kali. Aku sendiri merasa terkejut.

Aku sangat menyukai Mamiko, tapi aku merasa tidak bisa


mengungkapkan perasaanku sekarang ..

Aku bahkan berpikir bahwa aku tidak pantas untuk duduk di sampingnya
...
Saat aku memikirkan itu, kereta datang seolah-olah ingin menyapu pikiran
negatif itu dariku. Aku berdiri dan naik ke kereta. Ini hanya kereta dengan
satu gerbong, dan masih banyak tempat yang kosong. Namun aku tidak
benar-benar ingin duduk jadi aku hanya berdiri di tempat biasa. Mamiko
juga naik kereta, dan sepertinya dia akan berdiri di tempat yang dekat
denganku. Aku berharap kita bisa duduk ...

Biasanya, aku akan senang bisa dekat dengan Mamiko, tapi sekarang
rasanya berbeda. Mungkin karena apa yang baru saja aku pikirkan. Karena
pikiran itu, aku menjadi gila. Dengan pemikiran semacam itu yang terus
mengalir di kepalaku, aku menghabiskan seluruh waktuku di kereta
dengan bermain-main smartphone-ku.

Setelah 20 menit perjalanan, aku turun dari satu stasiun lebih awal dari
yang aku inginkan. Dan saat melakukannya, Mamiko kembali
mengejutkanku.

Dalam upaya untuk menjaga keterkejutanku dari Mamiko, aku keluar dari
stasiun tanpa ekspresi dan berjalan ke restoran keluarga. Tapi tentu saja,
aku tidak bisa melupakannya. Dan aku menatap pemandangan yang indah
itu. Dan di sana, di samping Mamiko yang tersenyum gembira, ada seorang
lelaki yang ramping, tinggi, dan tampan.

…Hah?

Sesaat, Aku tidak bisa mempercayainya. Tapi setelah menggosok mataku


sedikit, tidak ada yang berubah. Itu jelas bahwa dia orang asli. Eh, tunggu
dulu. Apa Mamiko mendapatkan pacar baru? Tidak, itu belum tentu
pacarnya, bisa jadi lelaki itu hanya kerabatnya atau semacamnya. Tapi,
tentu saja, tidak peduli bagaimana aku melihatnya, mereka terlihat seperti
pasangan. Mereka terlihat seperti bersenang-senang bersama. (TN: NTR
Detected :v)

Apa-apaan ini? Jadi selama ini dia sudah punya pacar baru? Apa-apaan
itu? Jika kau memang sudah punya pacar, jangan membuatku berharap
padamu! Katakan saja kalau kau tidak suka padaku. Bagaimana aku bisa
mengaku padanya jika dia punya pacar? Mengungkapkan
perasaanku? Mustahil.
Aku berpikir begitu, tetapi isi otakku hampir meledak. Perasaanku pada
Mamiko mulai menjadi liar.

Perasaan negatif ini tidaklah mutlak. Karena aku baru saja melihatnya dan
mengenali mereka lagi.

Tentu saja, aku mencintainya. Aku tidak ingin dia diambil oleh lelaki
manapun. Bahkan jika lelaki itu lebih baik dariku, aku pasti tidak ingin
kalah, aku tidak ingin menyerah.

Pikiran yang kuat itu membuatku merasa hampa. Sepertinya aku tidak
bisa berpikir rasional lagi. Dengan menggenggam kuat perasaan itu, aku
dengan berani berjalan ke arah Mamiko dan pria itu. Tentu saja, ketika
mereka menyadariku, mereka menertawakanku Namun aku tidak
berhenti, aku terus berjalan maju ke arah mereka.

Aku hanya memiliki satu perasaan di dalam diriku sekarang.

Aku tidak ingin Mamiko dicuri dariku.

Hanya dengan perasaan ini, aku berjalan tepat di depan Mamiko dan
menggenggam tangannya.

“Mamiko, aku sangat menyukaimu. Aku ingin kau memberiku kesempatan


lain! ”

Dan, bahkan aku sendiri terkejut, kata-kata yang tidak bisa kukatakan
selama setengah bulan akhirnya bisa kusampaikan. Pada awalnya, dia
memiliki tatapan bingung di wajahnya, tetapi setelah beberapa detik
kemudian, dia secara bertahap menundukkan kepalanya.

"A- Aku tidak bisa, aku sudah punya ..."

Kata Mamiko, saat dia mengalihkan tatapannya ke pria tampan di


sampingnya.

"... Seperti yang kuduga, dia adalah pacarmu."

"Apa yang kau katakan, Mamiko?"

Pria itu berkata dengan dingin. Dan kemudian dia menatapku.


"Kami berdua tidak berpacaran."

Dia melanjutkan, “Aku akan duluan,” dan kemudian dia berjalan


melewatiku. Setelah pergi, dia berbicara pada diriku dengan nada yang
setengah berbisik.

"Jangan percaya padaku ..."

Suara itu terdengar sedikit marah. Begitu dia pergi, keheningan pun
melanda. Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan Mamiko. Aku
memutuskan untuk bertanya padanya apa yang ada di pikiranku.

"Jadi kau tidak pacaran dengan laki-laki itu?"

"... Ya."

"Lalu kenapa kau ..."

Aku bertanya, tapi jawaban yang jelas datang darinya.

"... Karena aku ... tidak ingin berpacaran denganmu."

Kata-kata yang sudah kuduga, keluar dari mulut Mamiko. Tentu saja,
menurut dirinya seolah-olah aku ini sudah mati. Kurasa dia tidak ingin
berpacaran denganku. Yah, aku sebaiknya berhenti saja. Aku harus
berhenti. Aku harus, aku HARUS, tapi aku ...

"Kenapa? Jika ada sesuatu yang tidak kamu sukai dariku, aku akan
memperbaikinya. ”

Bahkan aku pikir itu menjijikan. Meskipun itu mengguncangnya, itu


merusak suasana hati. Meski begitu menyakitkan melihatnya dalam
keadaan seperti itu, aku terus menunggu jawaban darinya. Tapi tidak ada
yang bisa aku lakukan. Aku hanya ingin bersamanya. Aku ingin
menghabiskan waktu bersama Mamiko.

"... Tidak ada yang salah denganmu, Yoshiki-kun."

"Kalau begitu apa-"

“Ada yang salah denganku! Yoshiki, aku masih menyukaimu— "


Air mata mulai muncul di sudut matanya. Dan diam-diam jatuh mengalir
ke pipinya.

“Aku masih menyukaimu, jadi saat aku melihatmu bersama gadis lain, aku
merasa cemburu! Ini sangat menyakitkan, dan sedih! Jadi aku tidak mau ...

Dia tidak bisa menyelesaikannya. Bahkan aku sendiri mengerti


alasannya. Aku mengerti perasaan sejatinya. Mereka sama denganku. Itu
luar biasa untuk didengar, dan aku ingin dia merasa lebih baik.

Aku menciumnya bibirnya yang basah karena air mata. Dan


memeluknya. Dia mencoba melepaskan dirinya dariku.

"Ini salahku. Itu semua salahku. Tapi percayalah, aku hanya


mencintaimu. Karena dari sini, aku hanya akan melihatmu, aku hanya
akan mencintaimu. ”

Aku mencoba menghentikan tangisannya saat aku memeluknya dan


mengatakan itu, tetapi dia hanya menangis lebih keras. Tapi aku
mengabaikan itu dan berbisik ke telinganya.

"Jadi, apa kau mau menjadi pacarku lagi?"

Dan kemudian aku merasakan lengannya melingkari tubuhku. Dia


memelukku dengan tenaga yang kuat, tetapi aku tidak keberatan. Aku
merasa senang bahwa dia mau memelukku kembali. Dan kemudian dia
mengatakan sesuatu yang membuatku lebih bahagia.

"Iya! Tolong biarkan aku menjadi pacarmu lagi! ”

Atmosfer meningkat, dan aku menciumnya lagi untuk menarik semuanya.


Walau rasanya sesaat, tetapi itu adalah ciuman terpanjang yang kami
miliki, dan sangat agresif sampai kami saling bertukar air liur.

Setelah itu kami pergi ke taman terdekat bersama, melupakan rencana


apapun yang kami miliki, dan mencium serta memeluk dan berpegangan
tangan seolah-olah menggantikan waktu satu bulan selama kami
terpisah. rasanya seperti, hanya ada kami berdua di dunia ini, aku merasa
sangat bahagia.
Dan aku bersumpah di dalam hatiku untuk tidak pernah membiarkan
kebahagiaan ini pergi.
Chapter - 48 (End)

[Selanjutnya, jangan ulangi lagi.]

Hanya membaca kata-kata dari pesan itu saja, sudah kelihatan kalau Ito-
san sangat marah.

Menurutnya, dia sudah menunggu lebih dari satu jam dan mengirimiku
banyak pesan juga. Setelah aku kembali ke rumah dan aku baru menyadari
itu, aku meminta maaf berulang kali dan entah bagaimana membuatnya
memaafkan aku. Namun, sudah tidak ada waktu, dan sepertinya aku tidak
bisa melihat naskah yang baru dibuat.

Yah, itu benar-benar kesalahanku jadi apa boleh buat. Lain kali jika aku
bertemu langsung dengan Itou-san, aku akan meminta maaf padanya
dengan sepenuh hati. Bagaimanapun, Itou-san yang biasanya baik itu
sekarang benar-benar marah. Sambil memikirkan hal seperti itu, aku
mengalihkan pandanganku dari layar smartphone-ku. Lalu, jam 7:30 pagi,
aku meninggalkan rumah seperti biasa.

Mengayuh sepeda selama 20 menit, aku tiba di stasiun. Sebulan


sebelumnya, bersepeda sebentar seperti ini saja sudah membuatku
berkeringat, tapi sekarang tidak. Musim benar-benar berubah dengan
cepat.

Aku menuju ke peron, di sana terdapat sejumlah orang. Ini hanya kejadian
sehari-hari. Aku berhenti di tempat biasa, dan mengeluarkan smartphone-
ku.

Ngomong-ngomong, aku tidak sempat memainkan Human Beast Wars


kemarin. Aku telah berjanji untuk bermain dengan party-ku juga. Aku
pasti sudah menyebabkan banyak masalah bagi orang lain,
bukan? Berpikir tentang semua ini, aku membuka aplikasi Human Beast
Wars.
Seperti yang kuduga, masih ada history anggota party-ku yang melakukan
quest tanpa melibatkanku. Ahh ~, mereka akan marah padaku lagi ...

Sementara aku membuat wajah gugup, sebuah pesan datang dari chat
dalam game.

[Yosshii-san, apa kemarin terjadi sesuatu?]

Orang yang mengirim pesan begitu ceria adalah Ryoma-san. Aku mungkin
bisa mengatakan bahwa dia adalah teman terbaikku dalam game.

[Aku punya beberapa rencana. Maaf.]

[Nggak apa-apa, kok. Lain kali, ayo pergi lagi.]

[Ya terima kasih.]

Setelah percakapan santai itu, Ryoma-san langsung offline.

Aku mendapat getaran aneh dari Ryouma-san. Jika itu seperti biasa, kami
akan melakukan quest hanya dengan kami berdua, tapi dia dengan cepat
keluar hari ini. Aku mulai berpikir kalau dia sedang marah.

Kemudian, kereta datang ke stasiun tepat waktu seperti biasanya. Tidak


banyak orang di dalam kereta seperti yang diharapkan. Aku duduk di
tempat biasa. Kemudian.

"Selamat pagi, Yoshiki-kun."

Setelah mengatakan itu, seorang gadis dengan santai duduk di


sampingku. Dengan rambut hitam panjangnya, wajah yang rapi, gadis
paling cantik di sekolah, dan pacarku saat ini, Mamiko. Aku
mengungkapkan perasaanku padanya kemarin dan bisa berpacaran lagi
dengannya. Aku sangat senang sampai aku berpikir aku akan mati. Yah,
setelah itu aku melihat pesan dari Itou-san dan dibawa kembali ke dunia
nyata.

Tetap saja, saat kita bertemu kemarin, ada sesuatu yang membuatku
penasaran. Pria tampan kemarin. Sebenarnya dia itu siapa? Aku mencoba
bertanya pada Mamiko kemarin, dan dia bilang itu kerabatnya. Tebakanku
luar biasa benar.
Tampaknya kerabatnya dirawat di rumah sakit terdekat, dan Mamiko
berencana akan mengunjunginya. Ketika aku melihat dia di restoran
keluarga sebelumnya, sepertinya itu sesudah mengunjunginya. Dan juga,
sepertinya Mamiko menceritakan tentang diriku pada kerabatnya itu. Jika
memang seperti itu, aku bisa mengerti mengapa dia sedikit marah.

Selagi aku memikirkan tentang kemarin, Mamiko tersenyum dan


menatapku.

"Hmm, ada apa?"

"Tidak, bukan apa-apa ~"

"Begitu ya."

Mana mungkin tidak apa-apa jika dia memiliki wajah seperti itu, tapi dia
tidak akan mengatakan apapun jika aku bertanya jadi aku tidak bertanya
lebih lanjut. Menjadi seperti ini ketika hanya kita berdua saja tak terlalu
bermasalah, tapi rasanya sulit saat ada banyak orang di sekitar kita.

Sambil memikirkan itu, Mamiko terus menempel ke badanku tanpa


pikiran buruk. Tiba-tiba, aku berpikir.

Pacarku, gadis tercantik di sekolah sedang duduk di sebelahku, dan aku


sekarang merasa sangat, sangat bahagia.

=>TAMAT<=

Anda mungkin juga menyukai