Biarpun begitu muncul juga dari gua sanubariku, mengalir secepat kilat ke dalam otak menciptakan pikiran-
pikiran yang memalukan. Sambil berbaring memeluk guling. Tiba-tiba khayal membentang di depan muka
mata batinku. Aneh tak tahan lagi aku. Aku menjadi sebal dan mual. Gadis yang jelita dan tidak berdosa itu
harus menjadi korban, dibaktikan kepada seorang tua bangka, suka makan riba. Kupejamkan mataku,
menyusukkan kepalaku ke bawah bantal. Aku tidak mau mengujatnya.
Pagi ini tidak bisa lagi Timan tak marah. Kapal gratis ke Muara Baru masih belum bisa jalan, sementara
Rahmat anaknya yang sekolah pada sebuah SD di Pluit tak mau berangkat dengan bus. Tapi tentu Timan
mestinya ngerti. Dengan bus dari Marunda, Cilincing, ke Pluit, Penjaringan, jaraknya 10 km. Pukul
berapakah Rahmat sampai di sekolah.
"Orangtua Ari ingin Ari pindah ke Kota Malang untuk melanjutkan SMP di sana. Memang orangtuanya
tinggal di Malang, sedangkan di sini Ari tinggal bersama neneknya." Ibu terdiam sejenak, lalu berkata lagi.
"Oh, Lasmi, berpisah dengan teman-teman sekolah itu biasa. Kan, tidak selamanya kalian dalam satu
sekolah, lama kelamaan kau akan melupakan Ari juga." "Ah, tidak bisa, Bu. Ibu tahu selama ini Ari sudah
seperti saudara sendiri," kata Lasmi terbata-bata.
B. Lasmi ingin ikut pinda ke Malang jika Ari melanjutkan SMP di sana.
"Her, Tur ... lo mending jadi pemain Singapur aja! Nggak ada pemain kaya gue di Singapur! Muke lo juga
lebih pantes main di Singapur!" Ledek Benni. Arthur langsung berhenti dan menarik pundak Benni. "Heh!
Gue ini orang Indonesia! Nggak bakal gue tuker sama apa pun!
Konflik yang dialami oleh tokoh dalam kutipan cerita tersebut adalah ...
(1) Saat pelajaran dimulai Rio hanya fokus pada ponselnya saja. “Rio, ssst Rio udah berhenti main
ponselnya, “Tegur Fikri kepada Rio dengan nada pelan. “Kenapa? Tanggung ini lagi seru mainnya,” Jawab
Rio. “Ayo, fokus pada pelajaran,” Tegur Fikri kepada Rio. (2) Ternyata diam-diam Pak Widi memperhatikan
mereka yang sedang berbisik-bisik itu. “Fikri dan Rio apa yang kalian bicarakan? Dari tadi kalian hanya
berbicara saja.” Tegur Pak Widi kepada mereka berdua. “Nggh ini, Pak si Rio... si Rio ...” jawab Fikri
dengan ragu-ragu. “Ada apa dengan Rio Fikri?” potongnya. “Si Rio dari tadi tidak memperhatikan saat
Bapak menjelaskan tadi,” jawab Fikri. (3) “Apa benar Rio kamu tidak memperhatikan saat Bapak
menejelaskan di papan tulis tadi?” Tanya Pak Widi kepada Rio. “I... iya Pak,” jawab Rio dengan terbata-
bata.(4) Tanpa pikir panjang Pak Widi segera bergegas menuju tempat duduk mereka bedua. “Coba
keluarkan ponselmu, tegur Pak Widi kepada Rio dengan nada tinggi. (5) “B... baik ini, Pak,” sahut Rio
sambil mengeluarkan ponsel dan memberikan kepada Pak Widi. “Pasti ponsel ini yang membuat kamu
tidak memperhatikan Bapak tadi, benar bukan?” tanya Pak Widi. “Iya Pak,” jawabnya dengan lesu dan
menahan malu. (6) “Mulai hari ini Bapak akan memegang sementara ponsel ini kalau kamu ingin ponsel ini
kembali, temui Bapak bersama orang tua kamu besok di ruang guru,” kata Pak Widi. Pak Widi pun
langsung melanjutkan pelajaran hingga bel istirahat berbunyi.
B. ayah marah-marah