Anda di halaman 1dari 23

Terima kasih terutama kepada Allah SWT yang telah meridhai saya untuk

menyelesaikan novel ini, dan Ibu Guru Bunani yang membukakan jalan dan
kesempatan bagi saya untuk menerbitkan buku ini.
Kepada orang yang menginspirasikan saya dalam membuat novel ini, Kepada
seluruh keluarga tercinta, Bapak, Ibu disekolah.
Kepada teman-teman saya yang membuat saya lebih bersemangat untuk
menyelesaikan novel ini, teman yang selalu menemani saya dan memotivasi agar tidak
malas menyelesaikan novel ini, saya berterimakasih kepada teman-teman kelas XII-IPA
2 lainnya. Kepada teman-teman di SMA Negeri 64 Jakarta angkatan 36 tahun 2016 dan
guru-guru yang penuh inspirasi semoga bisa membuat materi-materi pembelajaran
yang lebih baik dan menginspirasi saya.
Terimakasih telah membuat saya semakin mengerti apa itu dunia kepenulisan
lebih luas. Di novel pertama yang saya tulis ini menceritakan tentang perjalanan hidup
saya.

Jakarta, 21 Desember 2016


Penulis
Bucika Hasanah Putri
Pagi hari di Kota Jakarta yang ramai. Suasana yang selalu terlihat ramai dan
tentunya sangat sibuk adalah ciri khas dari kota kelahiranku ini. Orang bilang, dulu
Jakarta adalah kota yang ramah, tentram dan nyaman untuk ditinggali. Kota yang dulu
diberi nama Batavia kemudian berganti dengan Sunda Kelapa hingga Jayakarta dan
sekarang menjadi Jakarta ini telah berevolusi sangat cepat menjadi kota yang ramai,
bising dan super duper sibuk sekali. Entahlah apa yang membuatnya berevolusi
secepat ini yang aku tahu cerita orang-orang mengenai kota Jakarta yang dulu adalah
hanya tinggal cerita saja. Yang jelas disinilah aku dilahirkan, dikota Jakarta yang telah
berevolusi sangat cepat ini.

Aku, Bucika Hasanah Putri yang lahir pada hari Selasa, 20 Juli 1999. Aku
dilahirkan di keluarga sederhana dengan kepala keluarga seorang tekhnik mesin yang
membuka usaha bengkel mobil dan motor sendiri dengan beberapa anak buah untuk
menafkahi istri dan anak-anaknya. Bengkel tersebut terletak di daerah Rawamangun,
Jakarta Barat. Ia adalah kepala keluarga dan seorang ayah yang hebat karena telah
membiayai keluarganya dengan penuh tanggung jawab, bahkan menjadikan ketiga
kakakku sarjana yang dapat bersaing di dunia kerja. Dia juga tak lupa menafkahi
istrinya dan menjaganya dengan sangat baik. Istrinya adalah seorang wanita yang
berasal dari Bengkulu, Sumatra Selatan yang merantau ke Jakarta pada usia 10 tahun.
Terkadang aku begitu bangga mendengarkan cerita hebatnya saat hidup sebatang kara
di kota yang besar ini. Di Jakarta ia hidup dengan kakak sepupunya. Ia disekolahkan
oleh mereka namun dengan tanggung jawab merawat anak-anaknya sebelum ia pergi
ke sekolah. Ugh betapa hebat dan tangguhnya ia sebagai seorang wanita. Aku harap
aku dapat sekuat dan setangguh dirinya kelak. Ketika duduk di bangku SLTA ia
bertemu dengan seorang laki-laki asli kota Jakarta yang begitu nakal dan tidak terlalu
pintar.

Ia bernama Husein Bahfari. Untuk laki-laki tersebut wanita yang sekarang


menjadi ibu ku ini adalah cinta sejatinya yang akan ia perjuangkan hingga akhir dan
mendapatkan dirinya seutuhnya. Aku ingat dulu ibu ku bercerita bagaimana laki-laki
yang sekarang telah menjadi ayahku itu berjuang untuk dirinya. Begita mengharukan
dan romantisnya cerita mereka. Terkadang aku heran dengan cerita Romeo and Juliet
yang digemari dan di bayang-bayangi anak-anak remaja pada zamannya. Menurutku
cerita cinta kedua orang tuaku adalah yang paling romantis dan begitu realistis. Cerita
mereka sangat unik dan selalu membuatku ku ingin tahu dan ingin menyaksikannya
secara langsung. Betapa beruntungnya ibuku yang diperjuangkan dengan begitu besar
oleh ayahku. Aku selalu ingat bahwa seorang lelaki itu pernah menunggu didepan
rumahnya hingga esok hari. Ia rela basah kuyup terkena hujan dan panasnya terik
mentari demi satu wanita yang sangat ia cintai dan begitu diinginkan. Entah ibuku
adalah seorang wanita yang jahat atau pun menjaga harga dirinya itu tega
memperlakukan lelaki yang sekarang menjadi ayahku seperti ini. Namun hati wanita
mana yang takkan tersentuh hatinya melihat betapa besar dirinya diperjuangkan.

Akhirnya wanita itu pun tak tahan melihatnya dan akhirnya menerimanya. Satu
kata yang akan selalu kubingat dari seorang wanita tangguh dan sedikit kejam itu
adalah 'Bila kita memang jodoh, maka kita akan dipertemukan dan disatukan lagi suatu
saat nanti'. Kata-kata yang sepatutnya di pegang teguh oleh seorang wanita yang
sangat menjaga harga dirinya itu. Aku akan mengingat selalu kata-kata dari mulut
wanita tangguh yang sekarang menjadi ibuku. Mereka negitu romantis satu sama lain.
Aku lupa memperkenalkan wanita tangguh itu.

Namanya adalah Dasmiati Muchtar Idris. Nama yang indah dan begitu tangguh.
Begitulah menurutku. Terkadang aku berharap kelak aku akan setangguh dirinya dan
diperjuangkan seromantis dirinya. Doakan saja yang terbaik. Aku percaya padamu
Tuhan. Engkaulah penulis skenario hidup terbaik dan Engkau pun tau itu adalah untuk
kebahagiaan umatmu. Terdengar begitu religius, namun itu bukanlah diriku. Aku hanya
perempuan yang duduk di bangku kelas XII IPA 2 di SMA Negeri 64 Jakarta. Usiaku 17
tahun sekarang namun tingkahku tak pernah terlihat sedewasa itu. Aku selalu
bertingkah layaknya aku masih kecil sampai-sampai semua temanku memanggil diriku
dengan sebutan "bocil".

Entahlah hal tersebut benar adanya atau hanya sebuah panggilan kesayangan
dari mereka, namun secara pribadi aku tak suka menjadi dewasa. Menurutku dewasa
itu ribet, ga bebas dan terlalu garing kayak kerupuk hehe.. Tapi yang jelas aku melihat
beberapa orang yang sudah dewasa malah ingin kembali ke masa anak-anaknya.
Begitupun diriku. Dewasa adalah dimana seseorang harus bersikap baik, bijaksana
laksana seorang pemimpin, serius seperti tidak ada yang lucu, dan tentunya monoton.
Aku selalu bertanya 'apakah aku harus dewasa?' Semua mengatakan 'Ya', 'Tentu' atau
'Kau akan menjadi dewasa pada waktu yang tepat'. Hmm jika begitu, aku pun akan
menikmati masa remaja ku dan membiarkan jiwa kedewasaanku mengalir dengan
sendirinya. Mungkin terdengar lebih baik untukku. Baiklah, kita lihat saja nanti, kapan
diriku yang selalu dipanggil 'bocil' oleh teman-temannya akan menjadi dewasa pada
waktunya. Kuharap ini berlangsung cepat mengingat usiaku yang memang seharusnya
sudah bersikap dewasa.

Terkadang teman sebangku di Sma ku sekarang ini mengatakan, 'Loh kok lu


sedewasa ini sih cik?' dan aku pun hanya diam dan tak tau harus menjawab apa,
karena memang benar dewasa itu datang pada waktu yang tepat. Di kelas XII Ipa 2
saya duduk bersama seorang teman, namanya Erin Setia Budi Arti. Ia anak yang baik,
pintar dan cantik. Banyak sekali laki-laki yang mendekatinya, namun sayangnya ia telah
berpacaran dengan kakak kelas yang telah menjadi alumni SMAN 64Jakarta ini. Aku
sering sekali berbagi cerita dengannya, bahkan terkadang kami bertukar pendapat
untuk menjadi lebih baik. Ia telah mengenal diriku cukup jauh, karena dulu kami adalah
teman satu kelas di kelas X dulu. Masa SMA ku berjalan begitu cepat. Tak terasa
sebentar lagi, beberapa bulan lagi, aku akan melanjutkan belakarku ke jenjang yang
lebih tinggi. Dimana tak ada lagi canda tawa yang akan selalau ada saat jam pelajaran
kosong, tak ada lagi bermacam model guru yang kelak akan digantikan oleh sebutan
dosen yang entahlah mungkin akan lebih kejam dari sekarang ini, tak ada lagi perasaan
yang labil seperti anak-anak SMA, dan semua akan berganti menjadi keseriusan hidup
yang akan aku jalani untuk menggapai cita-cita ku. Untuk mewujudkan keinginanku
agar dapat menjadi orang yang berguna bagi nusa, bangsa dan negara Indonesia ini.

Pagi hari ketika sekolah aku selalu diantar oleh ayahku. Ia memang sudah tak
lagi bekerja, ketiga kakak ku yang menyuruhnya untuk berhenti bekerja karena usianya
yang sudah lanjut. Berbeda dengan beberapa tahun lalu ketika aku masih berusia 6
tahun. Ia masih sangat aktif bekerja di bengkel miliknya. Dengan dibantu dua anak
buah, ia terliihat begitu bertanggung jawab dalam pekerjaannya. Aku dulu sering sekali
diajak olehnya ke tempat bersejarah itu. Disana terdapat rumah yang dapat dihuni dan
dulu juga masih ada Kakekku yang biasa aku panggil dengan sebutan 'Baba'. Itu adalah
sebutan kakek laki-laki dalam bahasa Betawi. Ayahku memang asli Jakarta tetapi ibuku
dari Bengkulu.

Ketika usiaku 6 tahun, aku bersekolah di TK Nur Nusantara. Aku adalah anak
yang sangat penurut. Begitulah adanya. Sebab ketika dulu, aku selalu mengerjakan
pekerjaan rumahku atau PR setelah aku pulang dari sekolah. Akan tetapi, ketika di
taman kanak-kanak aku sangat sering tidak masuk sekolah. Ibuku selalu bercerita
bahwa aku pernah tidak masuk sekolah sampai 1 bulan lamanya. Dia selalu bilang
seperti ini, "Chika ini waktu TK maunya libur terus sekolahnya, ga pernah seneng
masuk sekolah, untungnya saya bisa ajarin dirumah. Kalo diitung-itung nih, bisa sampe
1 bulan lamanya ia tidak masuk sekolah waktu TK dulu." Aku hanya mencoba
mengingat-ingat apakah aku seperti itu dulu, haha aku pun tak mengingatnya, yang ku
ingat dulu TK adalah tempat bermain dan tempat untuk pertama kalinya aku
bersosialisasi.

Sewaktu di Taman Kanak-Kanak dulu, saya diajarkan menghitung, membaca,


berenang, bermain, dan belajar menari. Namun, aku lebih merasa bahwa ibu ku lebih
berperan dalam mengajarkan itu semua, karena memang benar ternyata aku diajarkan
ibuku dirumah dan hanya masuk sekolah semauku. Bisa kalian maklumi saja, anak
kecil hanya tau tentang bermain, meminta sesuatu yang diinginkannya dengan cara
apapun dan tidak akan melakukan hal yang disuruh jika ia tak menyukainya. Tak terasa
masa kanak-kanak ku berlalu selama 2 tahun lamanya. Dan saatnya aku
melanjutkannya di tingkat Sekolah Dasar.
Setelah Tk selama 2 tahun, ternyata umurku baru genap 7 tahun beberapa
minggu lagi, sedangkan pendaftaran siswa baru sudah dimulai pada bulan Juni. Lantas
aku pasti tidak bisa masuk SD jika usia ku saja belum 7 tahun. Ibu ku berusaha sekali
untuk memasukkan ku ke SD. Sampai-sampai ia meminta kepada salah satu guru di
sekolah tersebut yang dimana ia adalah teman ibuku untuk memasukkan ku ke sekolah
tersebut sebagai murid baru. Namun guru itu meresponnya dengan lambat, sehingga
aku pun mencari salah satu sekolah dasar swasta yang berada disekitar rumahku.
Waktu itu aku tidak sendiri, tetapi aku bersama seorang gadis kecil. Dia adalah saudara
ku, tepatnya keponakan dari ayahku. Ia sama sepertiku, belum genap berusia 7 tahun.
Dia juga satu TK denganku, yaitu di TK Nur Nusantara. Kami sangat dekat, bahkan
kami selalu main bersama. Kami akhirnya memutuskan untuk melihat-lihat sekolah
dasar swasta yang ada disekitar rumah kami berdua, agar kami dapat berangkat dan
pulang bersama.

Sekolah dasar pertama yang kami kunjungi adalah Sekolah Dasar Angkasa di
daerah Halim Perdana Kusuma. Sekolahnya bagus dan terdapat beberapa mainan
disana. Terlihat sangat menarik untuk gadis kecil seusiaku dulu. Hmm aku suka berada
disekolah ini. Ketika ditanyakan apakah aku mau bersekolah disini, aku hanya
menjawab, 'Apa gak kejauhan sekolah disini? Nanti pulangnya gimana?' pertanyaan
seorang gadis polos ini pun ada benarnya. Karena jika terlalu jauh, kedua orang tua
kami pun takut kelak akan terjadi sesuatu hal yang tak diinginkan yang terjadi kepada
kami berdua.

Akhirnya kami memutuskan untuk kembali. Kemudian Ibu ku kembali kepada


guru sd yang merupakan temannya itu. Dan akhirnya guru tersebut berkata, "Baikalh,
mana berkas-berkasnya?" Uhhh.. Satu kalimat yang tak terduga keluar dari mulutnya.
Berkas-berkas ku yang tadinya telah dibuang ke tempat sampah oleh mereka karena
usiaku yang belum genap 7 tahun itu akhirnya dapat dipakai untuk menjadikan ku dan
saudaraku seorang siswa SD. Betapa lega raut wajah ibuku. Tentunya begitupun diriku
yang senang karena dapat sekolah di SD. Namun, ada sedikit perasaan takut yang
terlintas dalam hatiku. Aku pun tak tahu apa yang aku takutkan, mungkin aku takut
untuk ditinggalkan seorang diri ketika di sekolah nanti atau mungkin aku takut tidak bisa
mendapatkan teman disana, aku pun tidak mengerti akan perasaan takut tersebut.
Pada awal semester ganjil dan juga hari pertama diriku masuk sekolah dasar itu, aku
meminta ibuku untuk memunggui diriku selama aku belajar didalam kelas. Agar aku
dapat mengetahui bahwa ia menunggu diriku diluar sana, aku menyuruhnya untuk
menunggu di dekat jendela. Aku pun sekali-kali memperhatikan jendela tersebut untuk
memastikan dirinya tetap menungguku disana. Ibuku melakukan kegiatan tersebut
selama beberapa minggu, setelah itu ia pun menungguku diwarung depan sekolah ku.

Oiya Sekolah Dasar ku itu bernama SDN Setu 04 Petang. Sekolah tersebut
terletak tak jauh dari rumahku. Sekolah yang bagus, bertingkat 2 itu adalah sekolah
negeri, bukan sekolah swasta seperti yang aku kunjungi kemarin. Tentu akan banyak
perbedaan antara kedua sekolah tersebut. Aku akui sekolah swasta lebih bagus dan
lebih menarik untuk dilihat, dan sungguh memikat hati untuk bersekolah disana tapi
sekolah negeri disini lebih baik untuk meneruskan pendidikan selanjutnya. Jadi, aku
mutuskan untuk melanjutkannya di SDN Setu 04 Petang tersebut.

Disana sangat menyenangkan. Tak disangka-sangka aku mendapatkan rangking


1 pada kelas 1 sd. Selanjutnya setelah naik ke kelas 2 sd, aku pun begitu bersemangat.
Dan tiba-tiba salah satu teman laki-laki ku menyukai diriku. Dia menyatakan
perasaannya kepadaku, aku pun terkejut dan tak menjawabnya. Dia terus memberi ku
gelang dan kalung untuk memancing diriku. Namun aku tak kunjung menerimanya.
Sampai kelas 3 ia masih menyukaiku dan pada akhirnya ia mulai menyukai gadis lain.

Gadis yang merupakan anak baru itu telah menggantikan posisi ku. Aku
bersyukur ia sudah tidak menyukaiku. Aku bukan bermaksud jahat kepadanya. Aku
melakukan hal tersebut pasti dengan alasan tertentu yang yelah aku pertimbangkan.
Alasan ku adalah ini masih terlalu dini untuk memulai kisah cintaku. Aku belum
mengerti apa-apa tentang cinta, maka dari itu aku memutuskan untuk tidak menerima
dirinya. Aku masih harus belajar dan melanjutkan sekolah ku ketingkat yang lebih tinggi
lagi, yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP). Aku harus belajar yang baik agar bisa
masuk SMP Negeri. Jika tidak, ayahku akan mendaftarkan ku ke pesantren. Ohh tidak!
Aku tak akan mau, tak akan pernah mau. Aku tidak mau berpisah dengan ibuku. Aku
belum siap untuk hidup sendiri, aku masih ingin bermanja ria dengan mereka. Setelah
aku memutuskan untuk fokus belajar, akhirnya aku mendapatkan rangkin 1 untuk 2
tahun pertama ku bersekolah di SDN Setu 04 Petang ini. Kemudian, entah mengapa
diriku di kelas 3 sangat menurun.

Apa aku mulai menyesali telah menolak cowo ingusan seperti dirinya?

Ohh tidak mungkin.

Baiklah aku tak tahu mengapa nilai akademik ku menurun hingga aku berakhir di
posisi 3. Namun, pada kelas 4 sd aku kembali seperti semula. Aku kembali merebut
kedudukan ku di posisi 1. Aku sangat senang dapat kembali merebutnya. Dan hal yang
sama terjadi pada kelas 5. Yeayy aku pun begitu senang dapat mempertahankan
rangking 1 ku. Namun, tak disangka ketika memasuki semester 2, nilai-nilai ku mulai
merosot. Turun semakin turun. Aku sadar aku menyukai dirinya. Menyukai laki-laki yang
tak sengaja nertemu karena dia adalah tetangga baru ku. Dan ternyata dia adalah
kakak kelas ku, namun ia sekolah di SDN Setu 03 Petang. Sekolah kamu memang
bersebelahan. Akan tetapi saya dan dirinya baru bertemu ketika saya mengetahui
bahwa ia adalah tetangga baru ku. Hft sial! Sepertinya diriku menyukainya.

Yaa Allah, bagaimana ini?


Aku benar-benar menyuka dirinya.

Semoga dia memang jodoh ku. Aamiin.

Doakan saja, aku selalu meminta yang terbaik, karena Allah adalah penulis
skenario terbaik dan Aku tau Ia sutradara tak tertandingi. Semoga Allah merestuinya.
Apa aku benar-benar telah jatuh cinta? Tidak! Aku mohon jangan untuk sekarang. Ini
terlalu cepat dan aku menyukai orang yang banyak disukai oleh orang lain. Apakah aku
perlu memberitahukan namanya? Hmm kurasa tidak. Tapi aku sangat ingin kalian
mengetahuinya. Maagkan diriku yang masih labil dan mencerminkantingkah anak SMA
yang populer ini. Sewaktu SD dulu, aku berusaha untuk bersikap biasa saja dengannya.
Namun, setelah beberapa hari mengenalnya, aku pun tak dapat membohongi diriku
bahwa aku telah jatuh cinta dengan dirinya. Secara tak langsung aku mulai bersikap
aneh dan selalu berusaha untuk tetap terlihat dan tentunya memarik perhatiannya. Aku
berkata kepadanya,

"Hati-hati dengan Pak Nasir, ia sangat galak disini."

Yap, diriku mulai mencoba mendekatinya. Dulu aku berkata seperti itu, tapi jika
dipikir-pikir untuk waktu yang sekarang ini, mungkin aku menyesali perkataan
pertamaku padanya karena perkataan tersebut sungguh hanya seperti kalimat tak
berguna yang aku beritahukan kepada dirinya. Sikap tersebut sangat terlihat dan begitu
menunjukkan bahwa diriku benar-benar ingin diperhatikan dan mendekati dirinya. Jujur,
aku menyesal. Tapi tak dapat aku pungkiri aku senang bisa bertemu orang setampan
dan sebaik dirinya. Walaupun dia telah membuat ku jatuh cinta untuk pertama kalinya
sehingga membuat nilai-nilai akademik ku turun di kelas 5 sd lalu, aku bersyukur dapat
dipertemukan dengan dirinya.

Entahlah apa yang membuat diriku begitu bersyukur telah bertemu dengannya,
mungkin ini yang dinamakan First love. Kata orang-orang cinta pertama atau first love
ini terkadang memang sulit untuk dilupakan dan aku akan membenarkan kalimat
tersebut. Mungkin dia adalah cinta pertama untukku, karena benar adanya aku tidak
bisa melupakannya sampai aku masuk ke jenjang SMA ini. Dulu aku selalu memendam
perasaanku terhadapnya karena usia kita yang memang masih begitu belia. Aku tau
dan dapat melihat bahwa banyaksekali perempuan yang menyukai dirinya. Seperti
saudara perempuan ku yang tinggal di dekat rumah ku. Sikap yang ia tunjukkan sangat
terlihat jelas bahwa ia menyukai lelaki tersebut. Namun, aku akui dia sangat mudah
mendekati lelaki tersebut. Lain halnya dengan diriku yang sangat kaku berhadapan
dengan lelaki tampan tersebut.

Baiklahh aku menyerah dan meutuskan untuk berpura-pura tidak menyukai


dirinya dan akan memendam perasaan ku sendiri. Aku mulai menunjukkan sikap biasa
saja kepada dirinya. Yang dulunya di Sd aku sering menarik perhatiannya, seperti
meleparkan biskuit dari lantai 2 untuk dirinya, beberapa teman perempuanku yang
meledeki diriku dengan memanggil-manggil onamanya dan berkata,

" Dewa, bucika suka sama lu!" Hhftt..

Begitulah teman-teman ku. Membuat diriku malu saja. Walaupun aku tahu,
tujuan mereka sebenarnya adalah untuk mendekatkan diriku dengan dirinya atau
mungkin untuk memuat lelaki tersebut mengetahui perasaanku sesungguhnya. Tapi
cara tersebut justru membuat diriku mati kutu, tamatlah sudah diriku.

Aku yang sudah berniat untuk memendam perasaanku, aku yang sudah
bertekad untuk berpura-pura seolah-olah aku tidak menyukai dirinya sudah gagal dalam
sekejap.

Namun, bagaimanapun itu adalah salah satu dari banyak hal yang aku kangenin
dari masa-masa sd ku. Hmn tak terada waktu berjalan begitu cepatnya, Dewa, lelaki
yang telah berhasil membuatku merasakan indahnya katuh cinta itu trlat tamat sd dan
akan melanjutkan pendidikannnya di Sekolah Menengah Pertama. Namun, sebelum ia
lulus, ia sudah terlebih dulu pindah rumah. Ia meninggalkan teman-temannya disini.

Disini, ia memiliki banyak teman dekat, sampai-sampai ia membuat geng


bermain. Geng tersebut terdiri dari beberapa anak perempuan dan anak laki-laki.
Tentunya anak perempuan tersebut bukan diriku. Dia adalah saudaraku. Hmm aku
sempat iri dengannya, karena dia bisa bermain dan tentunya lebih dekat dengan Dewa.
Saat Dewa ingin pindah rumah, mereka terlihat begitu sedih. Wajar saja mereka teman
yang terlihat begitu akrab, selalu bermain bersama saat sorr hari, saat hari libur dan
diwaktu senggang. Sedangkan diriku hanya sekedar mengenalnya dan tidak akan
mungkin bisa lebih dekat dengannya. Aku pun yang mengtahui hal tersebut bahwa
Dewa akan pindah rumah hanya bisa tersenyum seolah tak terjadi apapun.
Bagaimanapun aku tidak akan bisa menyampaikan kesedihanku, karena aku bukan
teman dekatnya. Rasanya aku ingin sekali berbicara banyak hal sebelum ia pergi
meninggalkan desa kami.

Namun, apalah daya aku takkan sanggung melakukannya. Berbeda halnya


dengan teman-teman dekatnya. Sebelum ia pindah, mereka semua berkumpul untuk
mengadakan salam perpisahan. Setahu diriku, ada yang memberikannya sebuah
kalung, dimana sebagian liontin ada pada kalung yang dipegangnya dan sebagian lagi
ada pada temannya. Sungguh sangat membuat diriku iri saja. Hmm mungkin kalian
heran bagaimana diriku dapat mengetahui cerita ini, jika kalian mengatakan aku adalah
seorang secret admirer yang profesional, kau salah besar kawan karena aku
mengetahui semua itu dari seorang saudara perempuanku yang kuga termasuk dalam
anggota geng tersebut. Ia selalu menceritakan semuanya kepadaku. Akupun hanya
dapat memberikan tanggapan seperti ini.
"Ciieee, udah deket banget yaa sama dianyaa."

"Engga kok biasa aja, eh waktu itu gue pernah diboncengin dia loh naik sepeda,
padahal awalnya si dia yang mau, tetapi Dewa malah menyuruh gue yang naik ke
sepedanya. Senangnya gue."

"Ciaelahhhhh yang lagi berbunga-bunga, bentar lagi jadian nih jadian? Kasih gue peje
yaa nanti.# Balasku penuh godaan.

"Apaan sih, engga kok. Gue sama dia cuma temenan." Elaknya.

"Halahhh ngeless aja lu, aamiinin orang mahh." Timpal diriku yang mengetahui bahwa
dirinya menyukai Dewa.

"Haha iyaa deh iya, aamiin. Eh tapi Dewa kan mau pindah, Chik. Sedih banget nih gue."
Keluhnya.

"Loh? Seriusan? Pindah kemana?." Tanyaku penuh dengan keseriusan.

"Iya, katanya ke daerah Cipayung gitu. Dia ngasih tau alamatya ke gue, tapi jangan
bilang diapa-siapa yaa. Dia cuma kasih tau ini ke gue." Jelasnya.

"Oalah, jauh yaa. Cieee spesial banget sih lu." Ledek diriku yang sebenarnya sangat iri
dengan dirinya ini.

"Hehe ga juga kok, ngomong-ngomong gue emang udah jadian sih sama dia, eh gue
pergi dulu yaa, bentar lagi Dewa mau berangkat pindahan, gue sama temen-temen gue
ngadain kayak salam lerpidahan gitu buat dia." Jelasnya dan tiba-tiba pergi begitu saja
tanpa ingin mendengar balasan dari diriku.

Aku pun hanya terdiam dan terkejut ternyata mereka benar-benar sudah jadian.
Oh Tuhan, apa sesakit ini orang yang patah hati.

Mengapa aku harus merasakannya Tuhan?

DEG! Ini sungguh sangat menyakitkan.

Bagaimana tidak?

Lelaki yang merupakan cinta pertamamu telah menjadi milik orang lain, terlebih
orang itu adalah saudaramu sendiri. Ini sungguh sangat sulit diterima. Hfft.. Mengapa
harus seperti ini cinta pertamaku? Sudahlah, aku harus memikirkan sekolah ku dahulu
daripada memikirkan dirinya.

Keesokan harinya, aku sangat bersemangat untuk pergi ke sekolah. Kalian tahu
mengapa? Itu karena aku hanya dapat menemui Dewa saat sekolah saja. Aku
beruntung ia sekolah di jam yang sama dengan diriku. Walaupun aku tahu, dia telah
jadian dengan saudaraku paling tidak aku bisa memandangi wajahnya yang tampan
mempesona itu hehe. Waktu berjalan begitu cepat, tak disangka Dewa telah lulus dari
sekolah dasar ini. Cukup sudah sampai disini, aku tak akan dapat melihat nya lagi
disekolah itu. Tak akan ada lagi yang menjadi semangat diriku untuk pergi ke sekolah.
Dan pada akhirnya aku mendapatkan rangkin 3 di kelas 5.

Hft apakah ini karena seorang lelaki tampan itu?

Dasar kau sungguh menyebalkan.

Kau telah membuatku lupa akan ambisiku untuk selalu berada di rangking kelas
teratas. Baiklah tak mengapa, aku masih harus berjuang untuk mendapatkan SMP
Negeri favorit di sekitar rumah ku. Secara perlahan aku dapat melupakan dirinya
sedikit demi sedikit. Walaupun perasaan ku terhadapnya tetap tak kunjung berubah.
Mengapa demikian? Jangan tanyakan padaku, karena aku pun tak mengetahui
jawaban apa yang harus aku lontarkan.

Akhirnya aku sudah berada di kelas 6 sd. Puncak dari sekolah dasar yang aku
tuntut sejak kelas 1 dahulu. Aku gadis kecil yang tadinya tak dapat diterima disekolah
ini karena usiaku yang belum genap 7 tahun ini sudah berhasil mencapai puncak dari
sekolah dasar tersebut. Tang disangka, waktu sangat cepat berlalu, sampai-sampai aku
tak menyadari aku sudah berada di puncak sekolah dasar. Aku harus serius kali ini, tak
ada lagi main-main dan santai-santai seperti dulu. Aku harus lebih giat belajar untuk
mengahadapi TO atau Try Out yang akan mengantri untuk bertemu dengan ku. Aku
harus siap mengahadapinya. Aku pun memutuskan untuk les bahasa inggris dengan
guruku disekolah dan kakakku akan mengajari beberapa teman-teman ku dan diriku
untuk menempuh Ujian Nasional kelak.

Oiyaa, aku belum bercerita mengenai ketiga kakak laki-laki ku. Iyaa, aku memiliki
3 orang saudara kandung. Mereka semua laki-laki dan mereka semua sangat
menyayangi diriku. Mungkin karena aku adalah adik perempuan satu-satunya yang
dimiliki oleh mereka. Jujur saja, kedua orang tua ku juga sangat overprotective terhadap
diriku. Mereka sangat menjaga diriku agar tidak termakan oleh jahatnya dunia. Aku
tidak pernah dibiarkan pergi bebas kemana saja jika urusan tersebut tak begitu penting,
maka pasti izin pun tak direalisasikan. Begitulah keadaan diriku yang merupakan satu-
satunya anak perempuan disebuah keluarga sederhana ini.

Kakak laki-laki pertama ku bernama Ramadhan akbar Fitrianto. Ia lahir pada hari
yang sama dengan diriku, yaitu Selasa. Ia dilahirkan pada 12 Juli 1982. Dia adalah
kakak yang paling dekat dengan diriku. Aku tidak pernah bertengkar dengannya,
kecuali jika dia terus menciumiku, aku akan segera melaporkan dirinya kepada ibuku.
Dia pun berhenti melakukannya dan dimarahi oleh ibu. Sekarang dirinya telah
mempunyai keluarga sendiri. Ia menikah setelah aku duduk dibangku Sekolah
Menengah Pertama kelas 2. Ia menikahi seorang gadis bandung yang tentunya geulis
pisan euy, begitulah jika orang Bandung yang bilang. Namun, memang benar adanya.
Dia begitu cantik dan baik. Dia adalah anak pertama dari 4 bersaudara, sama dengan
kakak ku ini. Mereka bertemu secara tidak sengaja, saat itu kakak ku sedang dekat
dengan seorang perempuan, namun perempuan tersebut akan melanjutkan kuliah di
luar daerah Jakarta.

Akhirnya perempuan itu menitipkan dan mengenalkan kakak saya dengan


temannya, namanya Anna. Entahlah apa yang terjadi sehingga kakakku menikah
dengan Anna, teman perempuan yang dikenalkan oleh perempuan yang dekat dengan
kakakku. Kalau dijaman sekarang ini, bisa disebut sebagai TMT mungkin, yaitu Teman
Makan Teman. Jika dibayangkan mungkin sungguh menyakitkan, namun pasti kakakku
memiliki alasan tertentu mengapa ia melakukan hal ini. Sekarang ia telah memiliki
keluarga kecil dengan gadis nan geulis tersebut, Anna dan memiliki 2 orang anak laki-
laki yang sangat lucu. Anak pertamanya diberi nama Asyam Farras, yang sekarang
sudah berusia 6 tahun dan yang kedua bernama Arsyad Rafif yang baru berusia 3
tahun. Mereka tinggal di daerah Bekasi Timur, tepatnya di Grand Ragency Avenue. Aku
dan kakak ku sering sekali di ledeki oleh nya.

"Ammah, gimana sama yang di 'boarding school'? Oiya lupa, udah putus yaa? Kan
muka ammah udah banyak jerawatnya, udah berpaling ya dia?" Ledekan yang paling
sering ia lontarkan kepada diriku.

"Yeuu.. mana ada, kan aku yang mutusin dia wkwk" Balasku dengan pedenya.

"Oalah gitu yaa, bukannya berpaling ke yang lain? Hahaha." Ledekan kedua.

"Ish ngeselin banget sih lu bang-,- Dasar rese!" Balasku kesal.

"Utukutukutukk, jangan nangis gitu dong. Nanti makin jelek." Ledekan selanjutnya.

"Ishhhh tau ahh. Bodooo bang bodooo." Balasku berlalu meninggalkan dirinya.

Setelah meninggalkan dirinya yang sangat menyebalkan itu, aku pun berlalu ke
rumah disebelahnya, yaitu rumah kakakku yang kedua. Kakak ku yang kedua bernama
Agus Hermanto. Ia juga telah memiliki keluarganya sendiri. Ia menikah beberapa bulan
setelah kakak pertamaku menikah. Ia menikah di Semarang sedangkan yang pertama
itu di Bandung. Kakak keduaku ini sangat misterius dan sulit diduga.

Ia memang pintar, apakah orang pintar memang seperti itu?

Terlihat cool memang, seperti tipe cowo ideal ku haha.


Dia adalah lulusan STAN, Sekolah Tinggi Akuntansi Negera. Sungguh dia
adalah laki-laki yang sangat pintar. Ibuku selalu mengatakan bahwa ia adalah anak
yang rajin dan seharusnya aku mengikuti dirinya.

"Kamu tuh yaa main hp terus, kapan belajarnya?" Kira-kira seperti itulah ketika ibuku
menceramahi diriku ketika dilihatnya aku sedang memegang hp.

"Iya bu, nanti aku belajar. Ini istirahat bentar." Balasku.

"Kamu tuh yaa, lihat tuh Bang Eman, nama panggilan kakak keduaku, di kamarnya
banyak sekali tempelan-tempelan rumus pada dindingnya. Jadi kalo mau tidur, sekalian
baca-baca biar hafal."

Aku pun hanya terdiam dan tidak menanggapinya. Ada benarnya apa yang
dikatakan oleh ibuku, seharusnya aku seperti itu bila ingin masuk STAN sepertinya. Dia
telah lulus STAN dan juga telah bekerja di bawah Lembaga Kementrian Keuangan
Republik Indonesia. Ia juga telah mengambil S2 di Institut Tekhnologi Bandung. Hfftt
betapa pintar dirinya. Sedangkan kakak pertamaku tadi bekerja disalah satu bank
swasta di Jakarta. Ia adalah seorang sarjana sastra inggris yang melenceng menjadi
seorang akuntan. Sepertinya diriku akan mengikutin jejaknya, yaitu dari SMA dengan
jurusan IPA yang akan mengambil jurusan akuntansi di STAN. Doakan saja aku bisa
menggapai cita-citaku itu. Aamiin..

Agus Hermanto, ia telah menikahi seorang gadis asal Semarang yang sedikit
lebih tua darinya. Gadis itu adalah seorang dokter yang sedang ptt di Papua.
Sedangkan kakakku sedang ditugaskan juga di daerah Papua. Lantas seperti itulah
mereka dipertemukan. Ia pun menikahi perempuan tersebut setelah dikenalkan oleh
teman-temannya. Melalui suatu hubungan perkenalan yang sangat simpel dan secara
mendadak akan segera menikahi perempuan itu. Ia pun segera menghubungi kedua
orang tuaku dan membicarakan persoalan rencananya yang mendadak itu. Kedua
orang tuaku pun sangat terkejut. Namun, sulit diduga bahwa jawaban mereka adalah
'iya'. Mereka menyetujui rencana tersebut dan akhirnya berangkat ke Semarang.
Setelah beberapa tahun menikah, mereka telah dikaruniai 3 orang anak yang sangat
menggemaskan. Anak pertama mereka diberi nama Hamzah Harrist, yang kedua diberi
nama As-Syifa dan yang terakhir adalah Salman Al-Harist. Nama yang sungguh
berlatarbelakang sejarah islam yang terkenal. Mereka memang keluarga yang sangat
agamis. Walaupun kakakku sekarang sedang bertugas di Manado, namun mereka
tetap dapat menjaga keharmonisan keluarga mereka.

Dan yang terkahir adalah Tri Dahus Susanto, ia adalah satu-satunya kakakku
yang belum menikah. Mungkin ia belum menemukan kekasih hatinya yang dapat
memikat hatinya. Tentunya ia masih tinggal di rumah kedua orang tuaku bersama
diriku. Ia pun sudah bekerja. Ia adalah kakak yang sering sekali bertengkar dengan
diriku. Namun, aku tetap menyayangi dirinya walaupun dia terlalu overprotective seperti
kedua orang tua dan kedua kakakku. Ia adalah sarjana akuntansi dari Universitas Islam
Negeri atau UIN Syarif Hidayatullah.

Dan anak terakhir dari keluarga Husein Bahfari dan Dasmiati Muchtar Idris
adalah seorang perempuan, yaitu aku. Aku adalah gadis yang tidak terlalu
memperhatikan lingkungan sekitar, gadis yang polos, kekanak-kanakan dan cengeng.
Masih ingatkah dengan diriku yang menyukai seorang laki-laki yang merupakan warga
baru dilingkungan rumahku, ya Muhammad Alif Farhan Dewa. Entahlah sampai
dijenjang SMA pun aku masih tetap mengagumi dirinya. Tau kah kamu, bahwa ternyata
dirinya melanjutkan belajarnya dari tingkat Sekolah Dasar ke sebuah Pesantren di
daerah Bogor. Aku pun mengetahuinya dari saudaraku yang mengatakan bahwa ia dulu
berpacaran dengannya. Aku, gadis kelas 10 SMA yang hanya mencintai satu laki-laki
dari kelas 5 SD ini adalah gadis yang pandai menutupi perasaannya. Aku sering
membuka sosial media facebook dan terkadang melihat akun laki-laki tersebut.

Apakah first love memang seperti ini?

Hfft memang sangat menakjubkan kekuatan dari sebuah first love.

Aku terus mencoba melupakan dirinya, tapi apa daya aku selalu gagal setelah
beberapa persen berhasil melupakannya. Sial! Aku selalu memikirkannya. Baiklah aku
mulai mengambil laptop dan menyalakannya. Kemudian aku menyambungkan ke
jaringan internet. Setelah itu aku pun segera membuka situs Facebook, memasukkan
user name serta passwordnya. Kemudian aku melihat-lihat timeline difacebookku.
Setelah bosan aku pun ingin me-logout akun facebook milikku, namun tiba-tiba ada
notif bahwa akun milikku menerima sebuah pesan baru. Aku pun segera membuka
pesan tersebut. Betapa terkejutnya diriku setelah melihat nama pengirim pesan
tersebut. Nama tersebut adalah nama seorang laki-laki yang selalu aku ingin lupakan.
Yup, dia adalah first love ku. Betapa terkejut dan senangnya diriku mendapat pesan
dari orang itu. Pesan tersebut sangat singkat namun mungkin ini adalah awal
permulaan yang baik untuk memulai semuanya kembali.

“Assalamu’alaikum.” Begitulah isi pesannya.

“Wa’alaikumsalam.” Aku pun segera membalasnya.

“Bagaimana kabarnya? Udah lama juga nih ga nyapa.”

“Alhamdulillah baik-baik saja, sendirinya gimana?”

“Alhamdulillah baik juga kok. Gimana sekolahnya?”


“Ya biasalah makin banyak tugasnya. Kalo lu gimana nih di pesantren?
Kok bisa main facebook?” Jiwa penasaranku mulai muncul.

“Yaa emang bisa, tapi ini Cuma sebentar. Ga bisa lama-lama. Eh udah
dulu yaa, ini udah disuruh keluar nih. Assalamu’alaikum.”

“Yah yahh.. kok cepet banget sih, baru juga chatan. Yaudah deh,
wa’alaikumsalam.”

Setidaknya begitulah percakapan singkat yang memulai segala penantian


diriku yang selalu berusaha melupakan dirinya namun scara tiba-tiba ia mengirim
pesan kepadaku melalui Facebook. Betapa bahagianya diriku melihat seutas
pesan yang dikirim olehnya.

Hari-hari berlalu, aku dan dirinya semakin sering berkomunikasi. Walau


hanya pada hari-hari tertentu seperti hari Sabtu Minggu atau saat liburan
sekolah. Percakapan yang kami utarakan satu sama lain semakin lama semakin
menjurus dengan permasalahan hati. Mungkin aku sudah terlalu lama
memendam perasaan terhadapnya. Entahlah bagaimana aku bisa
menyampaikan perasaanku kepada dirinya. Dan betapa terkejutnya diriku
setelah dia pun ternyata memiliki perasaan yang sama terhadapku. Tak lama
kemudian kami pun jadian. Engkau pasti takkan dapat mengira seberapa
senangnya diriku. Oh Tuhan, betapa terkejutnya diriku dengan skenario yang
telah kau buat. Terimakasih, aku bersyukur dengan skenario yang aku dapatkan.
aku semakin yakin bahwa skenario milik-Mu adalah yang paling baik dari yang
terbaik.

Kami berpacaran jarak jauh, istilah anak zaman sekarang adalah LDR
atau Long Distance Relationship. Kami menjalani hubungan ini dengan tenang
dan tak pernah terjadi konflik. Mungkin hal ini terjadi karena kami hanya bisa
berkomunikasi pada hari-hari tertentu. Aku berharap bisa terus seperti ini dengan
dirinya. Aku percayakan semuanya kepada-Mu, pembuat skenario yang sangat
profesional.

Liburan sekolah pun tiba, ternyata sekolahku libur lebih dulu dari
pesantren tempatnya belajar. Baiklah aku tetap akan menunggu dirinya sampai
ia mengabari diriku.

Oh tidak.

Sudah 2 minggu berlalu.

Aku tetap tidak mendapatkan kabar apapun dari dirinya.


Apa yang harus aku lakukan?

Baiklah mungkin beberapa hari lagi. Sesabar apapun aku menunggunya,


aku akan tetap marah dengannya karena dia telah membuatku menunggu
sangat lama dan membuat aku berpikir yang tidak-tidak. Aku pun masih sabar
menunggu dirinya. Karena buah dari kesabaran pasti adalah kebaikkan. Maka
dari itu aku akan berusaha tetap bersabar menunggu dirinya.

Akhirnya beberapa hari setelah puncak kekesalanku, aku pun mendapat


kabar bahwa aku akan berlibur ke Palembang. Kabar baik tersebut sedikit
membuat diriku merasa baik dan emosiku terhadap Dewa mulai menurun.
Baiklah semoga nanti dia bisa menemaniku saat diperjalanan menuju ke kota
mpek-mpek tersebut.

Keesokkan harinya aku pun bersiap-siap untuk berangkat ke Palembang,


setidaknya liburan kali ini aku dapat pergi jauh dengan saudara-saudaraku.
Liburan kali ini bisa memiliki cerita yang sedikit berbeda. Baiklah semoga
menyenangkan. Selamat berlibur!

Malam pun telah singgah, bulan pun datang untuk menggantikan matahari
bertugas. Namun dirinya tak kunjung singgah sekedar memberi kabar mungkin
atau pun menyapaku. Baiklah mungkin besok atau besoknya lagi atau kapan pun
itu. Aku harus lebih bersabar dengan dirinya.

Yeay! Yippyyy! Welcome to Palembang. Kota mpek-mpek yang sangat


sejuk dan ramah ini membuatku merasa lebih baik. Perasaan baikku juga tak
jauh-jauh dari kabar dirinya yang akhirnya memberiku pesan singkat, sekedar
menyapa diriku yang sudah menunggu dirinya dari bebrapa minggu lalu.

Ternyata dia liburan setelah seminggu diriku menghabiskan liburanku


hanya untuk menunggu dirinya yang tak tau diuntung itu. Ia bahkan tak sedikit
pun merasa telah berbuat kesalahan apapun. Tidak sadarkah dirinya bahwa
diriku telah menanti sebuah pesan dari dirinya. Apakah itu menyita waktu
berharganya. Sedikit pun tak bisa kah?

Baiklah ini adalah liburan yang harus aku nikmati tak seharusnya
memikirkan orang yang membuatku menghabiskan waktu yang sia-sia untuk
menunggu orang sepertinya.

Diperjalanan menuju kota mpek-mpek itu, aku ditemani oleh beberapa


saudaraku. Ia bersama ibu dan dua adiknya pergi bersamaku untuk berlibur
serta berkunjung, sekedar bersapa dan mengulas cerita masa lalu yang mungkin
akan menarik dan akan selalu teringat oleh kedua orangtuaku dan saudara
ibuku. Karena di kota Palembang tersebut hanya ada saudara dari ibuku saja.
Namun tak mengapa, mungkin hal ini dapat membuat ayahku lebih akrab
dengan saudara-saudara ibuku.

Ya, teruslah mengingat bahwa Tuhan telah menulis skenario cerita


milikmu, skenario yang tak pernah engkau bayangkan betapa indahnya jalan
cerita yang akan kau tempuh. Tentunya dengan usaha dan tetap tawakkal
berharap serta meminta kepadanya untuk menentukan jalan terbaik yang akan
dijalaninya. Tak apa terjatuh, tak apa gagal berkali-kali, tak apa jika kau salah,
tak mengapa jika kau mungkin lelah dengan semua yang terjadi, yang penting
adalah tetaplah memiliki sebuah keyakinan bahwa suatu saat nanti, dihari yang
paling tepat, kau akan tersenyum melihat semua usaha dan kerja kerasmu yang
telah kau lalui.

Ingatlah, skenariomu telah tertulis disana, tinggalah dirimu sendiri yang


menentukan bagaimana hasil yang akan kau tuai kelak.

Hasil baikkah?

Burukkah?

Atau tak keduanya?

Pilihlah satu diantara keduanya. Mungkin usahamu akan sedikit


membantumu. Kemudian kau akan melihat dari awal usahamu yang kau
perkirakan dengan penuh keyakinan yang paling akurat, ternyata tak sesuai
perkiraanmu, tak sesuai dengan harapanmu yang indah. Kau akan melihat
bagaimana dirimu terjatuh dan betapa keren dan tangguhnya dirimu ketika kau
bangkit kembali. Bangkit demi apa yang kau harapkan, mengingat untuk apa kau
memulai dan sudah sejauh apa kau melangkah? Kau akan terus berusaha
menjadi apa yang kau inginkan. Yakinlah suatu saat skenario usahamu akan
menjadi saksi betapa kerennya dirimu.

Baiklah sudah cukup motivasi untuk diriku sendiri. Hmm akhirnya aku pun
hanya sekedar bertanya kepadanya kenapa dia tak kunjung mengabari diriku
beberapa minggu yang lalu, dan jawaban yang simpel namun tak terbantahkan.
Alasannya adalah ia baru mendapatkan liburannya. Aku hanya bisa terdiam dan
mengalihkan topik pembicaraan agar aku dan dirinya tak terlilit perkataan yang
dibalut dengan emosiku.

Diperjalan, di pelabuhan sampai di atas kapal aku hanya ditemani oleh


chat dari dirinyaa. Tak mengapa aku senang menghabiskan waktu dengannya
walapun hanya lewat chat yang tidak jelas alur yang dituju.
Keesokkan harinya, pagi yang cerah di kota Palembang telah
membangun perasaan hati indah dan tentram sangat baik untuk merefresh otak
dan pikiranku yang tidak terlalu buruk sehingga mudah sekali membersihkannya,
seperti halnya dengan taman yang terawat harusnya aku mampu merawatnya
akan tetapi secara perlahan akan rusak juga oleh para pendatang yang tidak
bertanggung jawab.

Seperti halnya sekeping hati, kau selalu saja berusaha menjaga serta
merawatnya dengan penuh tanggung jawab dan cinta. Namun semakin kau
menjaga dan terus merawatnya, hatimu pastilah akan semakin menarik dan akan
mengundang para pendatang untuk mengunjunginya.

Sekedar singgah?

Bermain?

Beristirahat?

Atau menetap?

Bisakah kau memilih pendatang tersebut?

Kurasa tak akan bisa. Jika kau bisa, bisakah kau memberitahuku
bagaimana caranya? Akan sangat berterimakasih kepadamu jika kau
menemukan cara tersebut.

Sudahlah, ini bukanlah waktu untuk memikirkan hal tak penting seperti itu.
Sebaiknya kau memiirkan hal yang lebih berguna seperti masa depan dirimu
yang akan engkau hadapi beberapa tahun kemudian. Bersiaplah untuk
menyambut hal itu datang. Persiapkan mentalmu, kuatkan barisanmu, sertaa
tunjukanlah kemampuanmu. Kehidupan dimasa mendatang dipengaruhi oleh
apa yang kamu lakukan hari ini, semangat memulai hari yang baru demi masa
yang baru dan gemilang menyambutmu digaris finish.

Satu hari di Palembang. Tak terasa aku melewati hari pertamaku hanya
dengan berdiam diri disalah satu rumah milik saudara ibuku. Disana sangat
ramai, bagaimana bisa mereka semua begitu ramah dengan pendatang seperti
kami. Padahal kami hanya membuat rumah itu tambah ramai, penuh namun tak
pengap karena udara disana sangat sejuk dan sedikit terdapat polusi. Kami pun
merasa sangat nyaman berada disana.

Canda tawa, tingkah lucu, saling bertanya, membuka pembicaraan


dengan sedikit canggung dan mengguncang hati agar terbiasa berkomunikasi
bersama. Tak terasa hanya dengan beberapa jam kita bersama. Apakah ini
kekuatan dari sebuah kata rindu yang sangat amat mendalam yang berlabuh di
hati mereka dan diriku? Ini sangat menyenangkan. Hal baru yang tidak
sedikitpun membuat keadaan membeku. Keadaan disini selalu cair oleh canda
tawa dan keramah tamahan pemilik rumah. Kami pun hanyut dalam suasana
yang hangat ini, hingga tak terasa hari sudah sangat larut. Namun mata-mata
indah ini tak kunjung mengeluarkan air mata meminta untuk diistirahatkan
bahkan untuk sejenak.

Secara perlahan, detik demi detik yang kami lalui untuk membuat rasa
kantuk itu datang dengan sendirinya pun terlaksana. Kami pun terlelap dalam
keheningan malam. Keramaian yang tadi kami buat seketika lenyap seolah
ditelan ombak laut yang begitu besar dan menggantikkan semua keramaian
dengan sebuah kesenyuian. Selamat malam, dari kota mpek-mpek untukmu
anak boarding school yang sangat menyebalkan.

Pagi.

Sunyi.

Tentram.

Palembang, kota mpek-mpek, diriku terbangun oleh suara kebisingan


ibuku yang menyuruh diriku agar segera bangun dan menunaikan solat subuh.
Akupun terbangun dengan separuh jiwa ku masih dialam bawah sadar, masih
terlelap dan terhanyut oleh rasa kantuk yang sangat menghantui. Namun
kupaksakan untuk bangun dan menunaikan solat subuh. Setelah itu aku tak bisa
melanjutkan tidurku yang kurasa tidak cukup untuk segera pulih kembali.

Namun, satu pesan dari dirinya sudah cukup menghilangkan rasa kantuk
yang tadinya menguasai separuh jiwaku. Aku pun segera membalas pesan
tersebut dan kami pun terhanyut dalam suasana yang kami buat berdua.
Walaupun dipisahkan beratus-ratus kilometer bahkan lautan yang sangat luas
dan dalam aku dan dirinya tetap dapat menikmati suasana yang kami buat.

Aku yang terhanyut dengan hpku yang berisi suasana yang kami buat
itupun tak boleh membiarkan diriku seperti itu. Karena itu akan membuat diriku
tidak memperhatikan sekelilingku dan malah mendekatkan yang jauh tapi
menjauhkan yang dekat. Hal ini tak boleh dibiarkan karena aku dan keluarga
serta saudaraku telah datang jauh-jauh ke kota mpek-mpek ini untuk
mempererat tali silaturahmi dan mendekatkan diri satu sama lain.

Pagi itu ibuku diajak untuk mengunjungi saudaraku yang juga berada di
Palembang dan tak jauh dari rumah yang kutinggali. Ajakan tersebut pun
disetujui oleh ibuku dan tentunya yang si pengendara mobil harus menyetujuinya
juga. Aku pun segera disuruh untuk bersiap-siap agar kami tak kesiangan karena
disini juga ada kemacetan seperti di kota Jakarta. Mungkin kota ini tak mau kalah
dengan kesibukkan di Jakarta.

Perasaan malas pun menghampiri diriku, air yang sangat dingin ini
memperparah perasaan malas yang menguasai jiwaku. Sangat dingin. Begitulah,
kota Palembang, air yang dingin pasti membuat orang jakarta seperti kami malas
untuk beraktivitas dan hanya menginginkan terus berbaring dengan balutan
selimut hangat yang memanjakan kami. Namun, semangat untuk mengarungi
kota mpek-mpek ini mengalahkan rasa malas ini. Rasa penasaran terhadap
seluruh isi kota ini pun melunjak naik secara perlahan namun pasti dan
menggeser posisi malas yang tadi menghampiri.

Akhirnya diriku memaksakan untuk mandi. Menyiram badanku dengan air


yang sangat dingin ini. Merasakan dinginnya air ini membuat bulu kudukku naik.
Sangat dingin. Ugh, aku ingin segera mengakhiri sesi mandi ini. Akhirnya aku
pun mandi dengan perasaan yang sangat buru-buru agar rasa dingin tak lagi
menghantui diriku.

Setelah mandi aku pun segera mengganti pakaianku dengan yang baru
dan menaruh pakaian kotorku di kantong plastik. Akhirnya aku pun selesai mandi
dan meninnggalkan rasa dingin itu.

Setelah mandi aku pun menunggu yang lain, karena disana hanya
terdapat 2 kamar mandi. Kami pun mandi secara berganti-gantian. Setelah
mandi kami pun sarapan bersama. Rasa kekeluargaan sangat terasa pada saat-
saat seperti ini.

“Makan yang banyak chik, biar gemuk. Dari dulu badannya segitu-gitu
ajaa sih dek, kapan gemuknya?” Ucap saudara ibuku yang biasa aku panggil
dengan sebutan Ayu Ita.

“udah Yu, udah banyak kok ini. Ini juga udah gemukkan kok, nih liat dong,
aku udah naik 3 kg loh.” Balasku dengan penuh candaan.

“Mana gemukkan sih kamu dek? Makin kurus iya kali itumah.” Balas
kakak ibuku yang biasa aku sebut Ba’wo.

“Iya deh wo, iyaa.” Aku hanya membalas singkat dan tersenyum ramah.

Setelah itu perbincangan mengenai rumah yang akan kami kunjungi pun
dimulai. Aku hanya mendengarkan sambil memainkan hpku. Tepatnya
membalas pesan dari cowo itu. Sampai ibuku pun menegur diriku.
“Chika, makan dulu. Jangan sambil main hp.”

Aku pun hanya menuruti perintahnya dan kembali melanjutkan makanku


dengan lahap.

Setelah itu aku pun segera menaruh piring kotorku di belakang. Oiya,
ternyata disana masih menggunakan sebuah sumur sebagai penampungan air.
Namun ada juga mesin air yang digunakan. Sumur tersebut terletak dibelakang
rumah tersebut. Tepatnya dihalaman belakang rumah. Rumah ini lumayan besar,
dan terdapat halaman depan dan belakang. Mungkin inilah yang membuat
rumah ini sangat nyaman ditinggali. Suasana yang sangat sejuk, tentram serta
ramah membuat diriku tak ingin cepat-cepat kembali ke Jakarta.

Akhirnya semua orang yang akan ikut menemani kami berkunjung ke


rumah saudara itu telah selesai bersiap-siap. Sebagai penunjuk arah, Ba’woku
duduk dikursi sebelah ayahku.

Perjalanan kami pun dimulai.

Betapa aku terkagumnya melihat pemandangan di kota Palembang ini.


Mulai dari kemarin adanya tugu selamat datang, jembatan Ampera yang sangat
terkenal itu, yang dibawahnya terdapat sungai Musi. Dan terutama pasar
apungnya yang sangat eksotik, pasar yang sangat jarang untuk ditemui di
Indonesia dan di Jakarta terutama.

Setelah beberapa jam diperjalanan sambil bertanya-tanya alamat yang


akan kami tuju, akhirnya kami pun sampai di rumah tersebut. Awalnya kami
sempat tersasar beberapa kali, karena sang penunjuk jalan, yaitu Ba’wo ku lupa
jalan yang harusnya kami lewati untuk sampai ketempat itu. Yaa kami pun harus
memaklumi dirinya yang memang sudah tua. Dia adalah orang yang keras
kepala dan harus dituruti, maka dari itu kami tersasar karena sifatnya yang keras
kepala.

Namun, ia adalah orang yang sangat perhatian. Ketika kecil, dia yang
sangat sering menggendong diriku ketika aku diajak berjalan - jalan dengannya.
Dia sangat peduli terhadap diriku. Dia selalu mengingatkan diriku untuk solat
tepat waktu dan aku pun hanya berusaha menuruti kemauannya. Menurutku dia
adalah orang bawel. Dia sangat bawel dan terus - terusan berkata jika aku harus
makan yang banyak. Padahal aku sudah merasa bahwa diriku sudah makan
dengan porsi yang lebih banyak dari aku yang dulu.

Ketika sampai dirumah yang kami tuju, kami pun disambut dengan ramah
tamah yang sangat hangat. Apakah semua orang di daerah Palembang ini
sangat ramah dengan semua pendatang baru seperti kami ini. Keramahan yang
ia buat menyampaikan ketulusan hati terdalam yang meluluhkan hati kami dan
membuat kami semakin dekat dengan mereka walaupun hanya dalam waktu
yang singkat.

Setelah berbincang - bincang sebentar agar menambah keakraban satu


sama lain dan saling memperkenalkan diri, kami pun disuguhkan hidangan yang
telah disiapkan sejak tadi. Tentunya mereka membuat sambal tempoyak, dan
tentunya sambal tempoyak buatan asli sana, sangatlah enak untuk disantap
dengan hidangan yang lain. Dan membuat rasa yang sangat enak terus
terngiang – ngiang dalam pikiran dan jiwa.

Kami pun menyantap makan siang kami bersama – sama. Tentunya aku
tidak menyukai sambal tempoyak yang dihidangkan oleh pemilik rumah.
Akhirnya aku pun hanya memakan ayam dan mengambil sambal goreng yang
disiapkan. Menurutku itupun sudah cukup karena suasana yang kami buat sudah
membangkitkan selera makan kami. Jadi, walaupun aku hanya memakan ayam
goreng yang di Jakarta pun sudah tentu ada, tetapi itu pun sudah cukup
untukku.

Setelah makan bersama, kami kembali melanjutkan berbincang – bincang


bersama. Memperbanyak canda tawa, senda gurau, dan permainan kata yang
mungkin tak kami dapatkan setelah hari ini berlalu. Tiba – tiba seorang gadis
kecil yang manis menghampiri diriku dan mengajak diriku mengobrol.

“Kak Chika kan yaa?” Sapa gadis itu ramah.

“Eh iya, kok tau?” Balasku tak kalah ramah.

“Yah masa lupa sih, dulu kan pernah main ke Jakarta.” Balasnya sedikit
kecewa.

“Eh iya kah?” Aku pun bertanya – tanya, siapa dirinya. Ahh begitu
pelupanya diriku. Aku jadi merasa tak enak dengan dirinya. Aku berusaha
mengingat nama itu, tapi percuma. Aku gagal mengingat siapa dirinya.

“Iya, aku Melly. Masih tidak ingatkah dirimu?” tanyanya.

“Maafkan aku, tapi aku benar – benar tidak mengingat dirimu.”


RANCANGAN NOVEL

Anda mungkin juga menyukai