Anda di halaman 1dari 8

TUGAS KESENIAN

Laporan Pementasan Teater Monolog Jokasmo

Disusun oleh Kelompok 2 Kelas X.6 : Arina al Khaq (04) Defara Maulida Alifa (06) Dinda Nur Hanifah (07) Fajar Edi Prabowo (08) Galih Nur Hidayat (10) Gesti Annisa Inayah (12) Intan Rakhmanisa (15) Irhas Giffari (16) Laeli Agustia (18) Meida Resti Widiastika (20) Muhamad Ilfani Miftakhudin (22) Muhammad Adinur Putra (23) Nida Amira Rahmadhania (25) Nur Intan Fitriani (27) Otniel Putra Hadisoewono (28) Rizky Ramadhan Achmadi (30)

UPTD SMA 1 KOTA TEGAL TEGAL 2013

MBAH TOHIR dalam MONOLOG JOKASMO


Tema Judul
: Kehidupan

Jokasmo
Tokoh
-

Sumo Jokasmo Mbah nini Collin Janda kembang desa Sang pemuda Pak lurah Si Dul Mbah Karyadi Lembayung Pemilik rumah makan Mbah Sarbini

Tokoh / Karakter :
Sumo Baik, peduli trhadap desanya, pantang menyerah Jokoasmo Teguh pada pendirian dan mimpinya, memiliki prinsip, idealis, Mbah nini Baik, suka menolong,, mempunyai rasaa ingin tau yang besar Collin Baik, acuh tak acuh Janda kembang desa Baik, penuh kasih sayang Sang pemuda Pencemburu, pemarah Pak Lurah Bijaksana Si Dul Baik, tabah, penuh kasih sayang terhadap anak dan istrinya Mbah Karyadi Baik, suka penasaran, pendengar yang baik Lembayung Egois, sombong, dan angkuh Pemilik rumah makan Pelit, perhitungan, tidak setia kawan Mbah Sarbini Baik, sabar, suka memaafkan

Alur : Campuran
Aku lahir di saat hujan lebat sehingga tangisku terdengar keras hingga mengalahkan derasnya hujan, suara tangisku terdengar hingga ke pelosok desa. Sehingga orang-orang didesa merasa bingung dan heran. Kenapa suara bayi itu terdengar keras sehingga suaranya sampai ke pelosok desa dan mengalahkan derasnya hujan begitulah kata orang desa. Kemudian datanglah Mbah Nini menemui sang bayi. Nak, kenapa? Ada apa denganmu? Kenapa suara tangismu sampai seperti ini. Ada apa gerangan? kata Mbah Nini Kemudian datanglah Collin Ada apa dengan bayi ini? Suara tangisnya sama seperti bayi yang lain, semuanya sama. Lalu datanglah janda desa yang tiba-tiba langsung menggendong bayi itu dan mendekap erat di dadanya dengan kasih

sayang sambil menenangkan tangis sang bayi. Seorang pemuda yang melihat kejadian itu pun merasa cemburu karena sang pemuda yang bertahun-tahun jatuh cinta dengan janda desa ini tidak pernah sekalipun menyentuhnya ataupun mendekapnya. Sang pemuda itu pun datang menghampiri janda desa yang sedang mendekap erat sang bayi dan menyatakan ketidaksenangannya dengan kejadian tadi. Kemudian terjadi perselisihan dan pertentangan mengenai hal itu. Kemudian Pak Lurah datang dan menengahi pertengkaran mereka. Bahwa akan terjadi perubahan karena semua yang terjadi di desa ini tidak seperti biasanya seperti tanda tangisan bayi ini. Ingatkah kalian tentang perkataan para leluhur, jika ada perubahan di desa ini akan ditandai dengan tanda-tanda yang tidak biasa. Bayi itu kemudian dinamakan Sumo oleh Collin. Setelah beberapa tahun lamanya, kini Sumo kecil telah tumbuh dewasa, penduduk pun sudah mulai lupa dengan tangisan sumo yang cukup menghebohkan itu. Sumo pun merantau ke kota selama beberapa tahun. Dan ia pun datang kembali ke desanya kemudian ia menemui sahabat karibnya yang bernama Si Dul. Si Dul memberitahu bahwa di desa ini telah terjadi perubahan total. Orang miskin di desa ini sudah berkurang karena banyak orang miskin meninggal dunia akibat mati kelaparan. Hutan yang di desanya kini mulai gundul dan airnya pun sudah tidak bersahabat sehingga ketika musim hujan akan tejadi banjir dan ketika musim kemarau sungai-sungai pun akan mengalami kekeringan. Sama seperti anak dan istriku yang meninggal kelaparan. Anakku yang meninggal dipangkuan ibunya akibat air susu ibunya kering dan ibunya pun meninggal akibat tak kuasa menahan lapar yang sudah melilit perutnya. Akhirnya mereka berdua meninggal dan dimakamkan. Tutur Si Dul. Ketika Si Dul bercerita, tiba-tiba datanglah dua orang pemuda yang berbadan kekar dan langsung memborgol kedua tangan Si Dul. Jangan tangkap saya, saya tidak bersalah. Saya hanyalah orang kecil. Saya hanya menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi. Jerit Si Dul. Mendengar perkataan Si Dul mereka melepaskan tangan Si Dul. Kenapa mereka merasa tidak bersalah? Setelah mereka melakukan perbuatan yang merusak alam dengan menggunduli hutan secara liar yang menyebabkan banjir kerap datang melanda desa ini. Justru di atas makam istri dan anakku mereka bersenang-senang dan aku pun tersiksa akan hal itu karena tak kuasa menahan kesedihan ini kata Si Dul. Tiba-tiba Si Dul mendengar suara istrinya yang sedang mendendangkan lagu Ing Tawang Ana Lintang. Si Dul pun mencari sumber suara sembari mengatakan minta maaf karena ia merasa telah membangunkan mereka dari tidur panjangnya. Hanya kata Maaf yang bisa Si Dul katakan. Si dul pun terus mencari sumber suara dengan histeris sampai akhirnya terdengar sebuah suara memasuki telinganya.

Jo......!!! Jo bangun sudah siang ! bangun ! tadi kamu Cuma mimpi, Bangun!. Kata Mbah Karyadi. Jokasmo pun terbangun dari tidur histerisnya. Mbah Karyadi yang disampingnya pun dibuat bertanya-tanya sebenarnya mimpi apa yang membuat Jokasmo sampai mengigau sehisteris itu. Akhirnya Mbah Karyadi pun mencoba bertanya tentang hal yang sedari tadi ingin ia tanyakan kepada Jokasmo. Jokasmo yang mendengar pertanyaan Mbah Karyadi pun dengan semangatnya menjawab dan ia pun mulai menceritakan mimpinya pada Mbah Karyadi. Mbah Karyadi hanya mendengarkan secara seksama. Kemudian Mbah Karyadi bertanya pada Jokasmo Apakah kamu tidak ingin merubah nasib dan apa hanya ingin menjadi pemain teater?. Sebenarnya saya sudah pernah mencoba berbagai cara untuk merubah nasib saya. Jawab Jokasmo. Yang pertama Jokasmo menjadi tukang ojek. Suatu saat ada penumpang yang ingin diantarkan ke Rita Mall dan terjadilah tawar menawar. Jokasmo memberikan harga 5000 tapi penumpang menawar dengan harga 2000 dengan alasan dekat dan kelihatan dari pangkalan ojek, kemudian Jokasmo berbicara pada calon penumpangnya jika alasan Rita Mall kelihatan dari tempat ini lalu dibayar murah, jadi bagaimana dengan bulan yang setiap hari kelihatan?. Calon penumpangnya pun tidak jadi naik. Jokasmo pun berhenti menjadi tukang ojek dan beralih profesi menjadi penjaga toko pakaian. Karena majikannya cerewet dan suka berceramah panjang lebar serta sering terjadi perbedaan pendapat dengan majikannya akhirnya ia pun dipecat dan lagi-lagi Jokasmo beralih profesi menjadi pelayan di rumah makan. Suatu hari ada suami istri makan dirumah makan tempat Jokasmo bekerja. Saat mereka sedang asyik menyantap makanannya, terdengar pembicaraan Jokasmo dengan temannya bernama Tigor yang berasal dari Batak. Kamu lihat pasangan suami istri itu, yang suami makan dengan tangan apa? Tanya Jokasmo. Tangan kiri Jawab Tigor polos Kalau tangan kiri namanya apa? tanya Jokasmo Kidal Istrinya makan dengan tangan apa? Kanan Kalau pakai tangan kanan namanya apa? Kadal Jawab Tigor polos

Berarti yang prianya kidal yang wanitanya kadal Simpul Tigor dengan nada bicara yang keras Sehingga suami istri itu pun mendengar dan lagi-lagi Jokasmo dipecat dan kembali lagi beralih profesi menjadi sopir seorang pejabat selama beberapa tahun. Suatu hari Jo, sekarang jam sebelas aku mau tidur di sofa dan kalau saya lupa tolong bangunkan saya jam 5 karena saya ada rapat Kata sang majikan. Iya pak, sekarang silahkan bapak tidur nanti jam 5 saya bangunkan tapi kalau saya lupa tolong diingatkan Kata Jokasmo Sang majikan yang mendengar perkataan Jokasmo tadi pun marah dan lagi-lagi Jokasmo pun dipecat. Akhirnya Jokasmo pun lebih memilih menjadi pemain teater sampai sekarang. Karena dipanggung inilah ia belajar kehidupan. Dan dipanggung inilah ia hidup serta jiwa dan raganya ada dipanggung yaitu menjadi seorang pemain teater. Apa selama kamu menjadi pemain teater tidak pernah jatuh cinta, Jo? Tanya Mbah Karyadi kembali. Sebenarnya pernah mbah, disaat saya menjadi pemain sama seperti sekarang ini. Perempuan itu bernama Lembayung, dia cantik bola matanya yang bening kecoklatan, senyumnya yang mengembang membuat dia terlihat semakin cantik. Dia juga salah satu fans saya dan selalu datang saat saya sedang pementasan. Kemudian saya dan Lembayung pun berkomitmen untuk berpacaran. Ketika suatu saat saya mengajak Lembayung untuk menikah, ia memberikan syarat bahwa jika ingin menikah dengannya saya harus berhenti menjadi seorang pemain teater. Saya pun menolak permintaan Lembayung, karena ini adalah hidup saya, apa jadinya kalau saya tidak lagi menjadi pemain teater? panggung ini hidup saya, nafas saya, jiwa saya. Sampai akhir hayat, saya akan jadi pemain teater. Setelah mendengar penolakkan saya, dia pun pergi entah kemana. Tutur Jokasmo Jokasmo pun hanya bisa menerima kenyataan bahwa Lembayung hanya ingin berpacaran dengan pemain teater, tetapi bukan untuk menikah dengan pemain teater seperti ia. Dan Jokasmo pun kembali bercerita tentang kedua temannya yang juga berprofesi sebagai pemain teater. Pemain teater itu ada yang jadi orang yang baik dan jahat. Pernah pada suatu hari saya mampir ke rumah makan milik teman saya yang juga merupakan pemain teater sama seperti saya. Saya makan dan minum di rumah makan itu. Setelah selesai makan, saya disodori bon makanan yang tadi saya pesan. Saya pun bingung, karena saya sudah menganggap pemilik rumah makan ini seperti saudara saya karena saking akrabnya. Tapi saya harus membayar makanan tadi? Apa karena saya makan dirumah makannya, saya harus membayar? Bagaimana kalau saya makan dirumahnya? Mungkin lain kejadiannya.

Ada teman saya yang juga pemain teater yang bernama Mbah Sarbini.ia seorang yang sederhana. Setiap hari ia selalu mandi di kamar mandi yang atapnya terbuka, dan menjadikan tembok kamar mandinya sebagai tempat untuk menaruh celananya. Pernah ia dijaili oleh anak-anak yang disekitar rumahnya yang mengambil celananya dan kemudian celananya dikerek di tempat sangkar burung, Mbah Sarbini yang kebingungan mencari celananya, lantas memanggil istrinya. Istrinya pun menghampiri sambil membawa handuk dan memberikan handuk itu pada mbah sarbini.sesudah kejadian itu, saat mbah sarbini dan istrinya makan, ia malah memanggil anak yang telah menjahilinya dan mengajaknya ikut serta makan. Ia tidak peduli dengan perbuatan anakanak yang telah menjahilinya Diakhir cerita Jokasmo pada Mbah Karyadi, ia meminum segelas air penuh dan menghabiskannya, setelah itu mengisi air ke dalam gelasnya untuk yang kedua kali dan meminumnnya kembali. Sama seperti gelas ini. Aku tidak ingin kosong seperti gelas pertama yang tadi, Aku ingin kosong seperti gelas kedua ini, karena gelas kedua ini kosong tapi tidak kosong alias berisi. Aku ingin ada seperti gelas yang kedua tadi. Ada tapi tidak ada. Aku ingin menjadi pemain sandiwara kehidupan karena dari itu aku belajar arti kehidupan. Disadari atau tidak kita semua adalah pemain sandiwara kehidupan.kita berusaha menjadi seorisinil mungkin menjadi pemain sandiwara kehidupan. Aku ingin diakhir hidupku tetap menjadi pemain sandiwara kehidupan.

Setting :
Setting Tempat : - Desa - Panggung Teater - Rumah Makan - Rumah Mbah Sarbini - Di kamar Jokasmo

Amanat :
Jadilah orang yang bermanfaat selama kita hidup, sehingga kita dapat dikenang selama kita hidup, maupun saat kita sudah tiada. Setiap manusia lahir dengan kepribadian yang berbeda yang Jadikan diri kita sebagai orang yang mampu menempatkan diri sesuai pada situasi. Janganlah merusak alam dengan menebang hutan. Orang yang sabar dan bekerja keras akan mendapat hikmah dibalik masalah yang ia alami Jadilah diri sendiri. Jangan jadikan kegagalan dan masalah yang menghadang sebagai hambatan untuk meraih kesuksesan.

Jangan mudah goyah walaupun masalah dan rintangan yang senantiasa ada dalam hidup

Kesan :
Monolog Mbah Tohir dalam Jokasmo dibawakan dengan apik, bahasa yang digunakan pun mudah dimengerti meski tedapat beberapa alur ataupun monolog yang sedikit membingungkan. Pembawaan yang ringan tersebut membuat pesan atau amanat yang disampaikan pun menjadi mudah diterima oleh kalangan pelajar. Kemudian monolog ini juga disisipi oleh lawakan, sehingga tidak membosankan dan menarik untuk diikuti.

Anda mungkin juga menyukai