Anda di halaman 1dari 4

Nama: Ahmad Rifqi Fauzan

NIM: 11190130000100

Kelas: PBSI 3C

Mata Kuliah: Apresiasi dan Ekspresi Sastra

Kemunafikan Tokoh Yuminah dalam Novel Aib dan Nasib Karya Minanto

Novel Aib dan Nasib merupakan sebuah novel pemenang Sayembara Novel Dewan
Kesenian Jakarta pada tahun 2019. Novel ini diterbitkan oleh Marjin Kiri pada tahun 2020.
Novel Aib dan Nasib ini merupakan karya seorang pria kelahiran tahun 1992 Indramayu,
Jawa Barat, yaitu Minanto. Pada tahun 2015, Minanto menamatkan pendidikannya di jurusan
Sastra Inggris, Universitas Padjadjaran, Bandung. Selain Novel Aib dan Nasib, sebelumnya
Minanto telah menerbitkan beberapa buku, di antaranya adalah Semang (2017), dan Dulatip
Ingin Membenturkan Kepalanya ke Tembok Setiap Kali Ia Diberitahu tentang Kabar
Orangtua (2018).

Dalam novel Aib dan Nasib karya Minanto ini terdapat salah seorang tokoh dalam
cerita yang memiliki ciri munafik terhadap tetangganya. Munafik sendiri jika dilihat dari
KBBI V memiliki arti perbuatan yang berpura-pura percaya atau setia dan sebagainya, tetapi
sebenarnya dalam hatinya tidak; atau suka (selalu) mengatakan sesuatu yang tidak sesuai
dengan perbuatannya; atau juga bisa dibilang bermuka dua.

Tokoh yang dimaksud di atas adalah tokoh Yuminah. Yuminah merupakan salah satu
tetangga terdekat Mang Sota, bahkan rumah mereka berdua hanya dibatasi oleh sebuah gang
kecil yang merupakan masih tanah Yuminah, tetapi gang kecil tersebut telah dijadikan tempat
rongsokan oleh Mang Sota, oleh karenanya gang kecil yang menjadi batas kedua rumah
mereka tersebut tertutup. Yuminah tinggal bersama orang tuanya. Ia memiliki suami bernama
Saiful. Saiful merantau jauh ke negara yang berjuluk ‘Petro Dollar’, Brunei Darussalam.
Selama merantau ke Brunei, Saiful hanya mendapat jatah pulang kampung dua kali.

Jika dilihat dari cerita novel Aib dan Nasib, tokoh Yuminah merupakan orang yang
peduli dan baik terhadap tetangganya. Seperti dalam kutipan berikut, Perihal makan Uripah,
ia tahu anak itu tidak akan kelaparan selagi Yuminah masih hidup. Yang perlu ia lakukan
hanyalah mengganti uang makan Uripah dengan upah narik becak. Yuminah sering
mengungkapkan rasa prihatin terhadap hidup mereka dengan meminta Mang Sota berpikir
tentang menikahi seorang perempuan. Jika dilihat kutipan tersebut, Yuminah sangat baik
terhadap tetangganya, Mang Sota. Yuminah memberi makan Uripah yang merupakan anak
Mang Sota, ia juga sangat peduli terhadap keadaan yang sedang dihadapi tetangganya itu. Ia
memberi saran agar Mang Sota menikah kembali setelah ditinggal mati istrinya karena
melahirkan Uripah.

Yuminah juga merupakan teman atau bisa dibilang yang mendidik Uripah selain
bapaknya, Mang Sota. Berkat Yuminah ia sintas. Yuminah bukan sekadar tetangga tetapi
lebih seperti seorang kakak. Manakala sempat, ia akan mengajak Uripah ke dapur,
berbelanja ke pasar, atau sekadar berjalan-jalan ke kebun, memetik daun singkong atau
buah cipir. Jika tidak sedang bersama Yuminah, ia sering bermain-main dengan kucing
kampung. Saking bersahabat dengan kucing itu, sering mereka tidur bersama. Pada kutipan
tersebut bisa dilihat, selain karena emang Uripah tidak ada teman ketika Mang Sota sedang
menarik becak, Yuminah pada saat seperti itu bukan lagi sekadar tetangga yang biasa,
melainkan seorang kakak bagi anak lugu tersebut.

Selain baik dan peduli terhadap tetangganya yang bekerja sebagai penarik becak dan
pengarit rumput itu, Yuminah juga kerap berbicara yang dapat menyinggung tetangganya itu.
Seperti pada kutipan berikut, Karena itu, Yuminah berkata kepada Mang Sota, “Kapan kamu
mau mengajari Uripah memakai kutang?” “Sudah. Tapi ia tidak pernah betah. Sama seperti
ia tidak pernah betah memakai baju bekasmu.” “Kaupaksalah dia.” “Sudah. Tapi ia lebih
suka memakai baju bekasku.” “Kalau begitu, ia lebih baik dikirim ke panti orang gila
daripada ia diperolok seperti itu.” “Kupikir kau berbeda dengan orang-orang, Yum. Tapi
sama saja,” balas Mang Sota. Pada kutipan tersebut bisa dilihat kalau Yuminah adalah orang
yang berbicara tanpa memikirkan perasaan orang yang sedang ia ajak bicara. Yuminah
memberi saran ke Mang Sota, kalau Uripah lebih baik dikirim ke panti orang gila saja.
Mendengar hal itu, Mang Sota tersinggung atas ucapan Yuminah tersebut. Walaupun Uripah
merupakan anak yang lugu dan mempunyai beberapa kekurangan, namun sebagai bapak yang
baik, Mang Sota tetap ingin memberlakukan Uripah sebagai anak pada umumnya.

Lain halnya seperti pada kutipan berikut, Mang Sota ingat betul justru Yuminalah
yang pertama kali mengatakan bahwa ia adalah seorang pembunuh. Demikian ia perlu
menjotos mulut Yuminah sebelum menjotos mulut orang lain. Ketika itu, ia belumlah lepas
berkabung lantaran ditinggal Turi mati. Pada saat Turi —istri Mang Sota— ingin melahirkan
Uripah, Mang Sota hanya seorang diri yang membantu Turi melahirkan. Setelah berhasil
melahirkan Uripah, ternyata Turi pada saat itu juga menghembuskan napas terakhirnya. Atas
kejadian itulah orang-orang seantero Tegalurung beranggapan Mang Sotalah yang
membunuh istrinya, Turi. Tetapi, Mang Sota tahu betul, siapa orang yang pertama kali
mengatakan kalau dia adalah seorang pembunuh. Orang yang pertama kali mengatakan hal
tersebut tidak lain dan tidak bukan ialah tetangga dekatnya sendiri, yaitu Yuminah.

Pada kutipan yang berbeda, lagi-lagi Yuminah berbicara yang tidak mengenakan
tentang tetangganya itu, Kemudian, Mang Sota bercerita kalau dia curiga Uripah telah
diperkosa. Yuminah pun mengerutkan dahi, terkekeh-kekeh, dan berkata, “Pemuda jejeg
mana bisa tertarik dengan Uripah, Mang Sota? Kalau benar Uripah diperkosa, pasti
pemuda itu sudah sinting.” Mendengar itu, Mang Sota tidak saja tersinggung, ia juga pengin
manampar mulut Yuminah. Bagaimana Mang Sota tidak tersinggung bahkan ingin menampar
mulut Yuminah, Yuminah dengan seenak jidatnya bilang langsung ke Mang Sota, kalau
benar ada orang yang tertarik dengan Uripah maka pemuda itu sinting.

Pada kutipan yang lain, Yuminah yang niat hati ingin menghibur Mang Sota yang
sedang kehilangan Uripah, malah membikin Mang Sota marah. “Mang, kau kenal Baridin
kan?” Yuminah memulai pembicaraan, dan karena tidak dapat tanggapan, ia pun
melanjutkan, “Si Boled Boleng, anak Baridin dan Ratminah, juga sama seperti Uripah. Dia
sering tiba-tiba hilang. Tapi tidak lama. Kata orang ia pulang sendiri ke rumah.” Mang Sota
tahu Yuminah sedang berusaha untuk menghibur, tapi alih-alih merasa terhibur, setelah
mendengar nama Boled Boleng, ia malah tersulut amarah.

Suatu pagi saat Bi Sartinah berhenti di muka rumah Yuminah, Uripah belum bangun,
sedangkan Mang Sota sedang ngangkang di kakus. Ia sedikit menghirup napas lega meski
bercampur dengan bau tahi. Di balik bilik bambu itu, jelaslah ia bisa mendengar
percakapan antara dua perempuan itu. “Memang kau tidak risih mendengar anak itu
ngamuk-ngamuk hampir setiap hari?” “Demi Gusti Pangeran! Kalau aku bisa memindahkan
rumahku dengan cara apa pun dari sini, akan kulakukan meski harus kebongkar dulu
kemudian kugotong keping demi keping baru bata dan genting.” Jika dilihat dari kutipan
tersebut, Yuminah memang tidak benar-benar peduli dan baik terhadap tetangganya yang
tinggal persis di samping rumahnya itu. Yuminah sering kali mencibir Uripah secara
langsung maupun tidak langsung. Memang, hal baik yang dilakukan Yuminah kepada Mang
Sota hanyalah suruhan suaminya, Saiful. Saiful berpesan pada istrinya pada kutipan berikut,
“Berbuat baiklah demi aku, Yuminah,” ujar Saiful memungkasi percakapan malam di tengah
hujan itu. Oleh karena hal tersebutlah, Yuminah bisa dibilang salah satu tokoh yang munafik
pada novel Aib dan Nasib ini.

Anda mungkin juga menyukai