Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS NOVEL

Analisis Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk


Ditulis oleh : Anugrah Indah Arani
(Mahasiswa Program Studi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

PEMBUKA
Dahulu pada tahun 1930 terdapat seseorang bergelar pandekar sutan, ia hidup bersama
mamaknya. Pada suatu hari ia terlibat pertengkaran karena pandekar sutan ingin segera
menikah dan berumah tangga, namun hal itu selalu dihalang-halangi oleh mamaknya dan saat
itu di pertengkaran yang terjadi pandekar sutan menancapkan belati di lambung kiri
mamaknya dan mengenai jantungnya. Mamak pandekar sutan meninggal dunia dan pandekar
sutan di asingkan ke cilacap. Setelah keluar dan bebas ia menetap dan tinggal di Makassar.
Disana ia menikah dengan Daeng habibah dan memilik anak bernama Zainuddin.

Tak lama dari itu saat Zainuddin bahkan belum dewasa dan masih anak-anak Daeng
Habibah menghembuskan nafas terakhirnya, dan beberapa bulan kemudian pandekar sutan
menyusul istri tercinta nya berpulang ke sang pencipta. Zainuddin hanya tinggal bersama mak
Base, yaitu kerabat ayahnya yang sangat baik merawat dan membesarkan Zainuddin sampai
besar. Setelah dewasa Zainuddin pergi ke tempat asalnya yaitu Minangkabau tepatnya di
Padang Panjang (Batipuh).

Namun ketika Zainuddin sampai disana ia tidak disambut baik oleh orang-orang di
Batipuh hanya karena ia dianggap orang asing karena mempunyai ibu yang tidak mempunyai
darah minang. Ia menjalani hari-hari yang hampa di tanah minangkabau yang sebelumnya ia
sangka sebagai “rumah”. Lalu kehampaan yang dirasakan Zainuddin kini berubah setelah ia
bertemu dengan Hayati, gadis minang yang sangat cantik dan berasal dari keluarga
terpandang.
Zainuddin dan Hayati jatuh cinta dan sayangnya kabar tentang mereka di ketahui oleh
warga di Batipuh. Kedekatan Mereka di bicarakan oleh banyak orang yang dimana itu
terdengar oleh mamak hayati. Mamak Hayati menentang hubungan Zainuddin dengan Hayati
dan menyuruh Zainuddin untuk pergi meninggalkan Hayati dan Minagkabau. Zainuddin
menuruti hal itu dan pergi meninggalkan Hayati namun tentu ia mempunyai rasa cinta yang
besar terhadap Hayati, ia mencoba melamar Hayati melalui surat namun Zainuddin mendapat
surat penolakan yang menyebabkan ia jatuh sakit selama 2 bulan. Ia juga bersedih ketika
mengetahui Hayati menikah dengan Aziz.

Setelah semua itu Zainuddin mencoba bangkit dengan menulis buku dan ternyata
buku yang ia tulis banyak penggemar nya, ia semakin sukses dengan kehidupannya di
Surabaya. Dan tidak disangka-sangka ia bertemu kembali dengan Hayati dan Aziz. Semakin
lama semakin terlihat sifat buruk dari Aziz yang arogan, penjudi dan suka main perempuan.

Ekonomi Aziz dan Hayati pun memburuk sehingga ia diusir dari kontrakan dan
menunpang dirumah Zainuddin. Singkat cerita Aziz pergi ke kota lain untuk bekerja namun ia
malah mengirimkan surat cerai kepada Hayati dan bunuh diri. Zainuddin meminta Hayati
untuk pulang menaiki kapal Van Der Wijk karena masih merasa sakit hati dan kecewa oleh
Hayati. Namun naas kapal yang ditumpangi Hayati mengalami kecelakaan dan menewaskan
Hayati. Zainuddin menyesal menyuruh hayati pulang dan hidup penuh dengan kerapuhan
sampai akhirnya ia pergi menyusul Hayati meninggalkanj dunia ini karena sakit.

UNSUR-UNSUR INTRINSIK DALAM NOVEL Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk.


Novel karya Hamka berjudul Tenggelamnya Kapal Van der Wijck ini bertemakan kisah
percintaan. Kisah yang terjalin antara Zainuddin dan Hayati namun, tidak dapat bersatu karena
adat istiadat serta budaya Minangkabau yang terlalu mendiskriminasi. Alu pada novel ini
menggunakan alur maju, dan ini terlihat juga pada tema yang menceritakan perjalanan kisah
tokoh secara rinci dari latar belakang ayah dan ibu sang tokoh utama dan diceritakan juga dari
Zainuddin kecil sampai meninggal dunia
Tokoh yang ada pada novel ini cukup banyak dan memiliki penokohan atau karakter
masing-masing, yang pertama Zainuddin (merupakan tokoh protagonist dalam novel ini) ia
adalah laki-laki yang memiliki hati yang baik, tulus akan cintanya, rapuh, lemah lembut, suka
mengalah. Hal ini ditandai dengan adanya kepenulisan “Zainuddin adalah seseorang yang
terdidik lemah lembut, didikan seni, ahli syair lebih suka mengalah untuk orang lain”.
Zainuddin dianggap rapuh karena ketika ia mendengar kabar bahwa Hayati menolak
lamarannya dan menikah dengan Aziz, ia mengalami sakit selama 2 bulan lamanya. Tokoh
yang kedua adalah Hayati perempuan yang cantik, baik hati dan perempuan yang sangat
menghormati mamaknya, hal ini ditandai karena Hayati menuruti kemauan sang mamak untuk
mau dinikahkan dengan Aziz, pria yang tidak dicintai nya.

Tokoh yang ketiga ada Aziz (merupakan tokoh antagonis dalam novel ini) ia adalah
seorang laki-laki yang suka main perempuan, kasar, arogan, dan suka bersenang-senang
dengan hartanya. Hal ini ditandai dengan kepenulisan “ketika akan meninggalkan rumah itu
masih sempat juga Aziz menikam kata-kata tajam ke sudut hati Hayati”. Aziz suka berfoya-
foya dengan berjudi menggunakan hartanya sehingga lama kelamaan keadaan ekonominya
memburuk.

Selanjutnya ada Muluk (sahabat Zainuddin) ia adalah seorang yang baik hati, ada
dikala susah, dewasa, paham keadaan. Hal ini ditandai dengan ketika Zainuddin di bodoh-
bodohi rasa sakit hati, Muluk lah yang menyadarkan Zainuddin untuk tidak berlarut-larut
dalam hal yang menyakitkan hati dan menyuruh Zainuddin untuk membuktikan kepada
dirinya sendiri bahwa ia bisa melewati itu semua. Berikutnya tokoh yang membersamai
Zainuddin sampai dewasa yaitu, Mak Base ia adalah seorang yang tulus hatinya, ikhlas, baik.
Hal ini ditandai dengan mak Base lah yang merawat Zainuddin, padahal Zainuddin bukan
merupakan anak kandungnya. Tetapi ia tulus menyayangi Zainuddin.

Selain dari tokoh dan penokohan, ada sudut pandang yang akan dibahas, pengarang
dalam cerita ini menggunakan sudut pandang orang ketiga. Hal ini ditandai dengan
digunakannya kata “dia” dan disini penggambaran dialog antar tokoh disampaikan melalui
pengamatan penulis. Lalu untuk latar sendiri dalam novel ini terdapat beberapa latar yang
pertama latar tempat, latar tempat ada di Mengkassar yaitu tempat dimana Zainuddin lahir dan
dibesarkan oleh orang tua nya di dilanjutkan oleh Mak Base, Batipuh yaitu tempat dimana
ayah Zainuddin berasal dan merupakan tempat dimana ia dipertemukan oleh cintanya yaitu
Hayati.

Selanjutnya ada di Padang Panjang yaitu tempat dimana ia pindah seusai ia di usir
pindah oleh mamak Hayati, Jakarta dan Surabaya, di Surabaya Zainuddin menjadi penulis
terkenal dan tempat dimana Aziz, Hayati dan Zainuddin bertemu kembali. Dan terakhir
Lamongan, tempat terakhir dimana Zainuddin dan Hayati bertemu di dunia karena Hayati
meninggal dalam kecelakaan kapal

Selain latar tempat terdapat juga latar waktu latar waktu yang dijelaskan penulis yaitu
Pagi, Malam dan Siang dan penggambaran waktu disini tidak terlalu di jelaskan oleh penulis.
Latar suasana juga turut ada dalam novel ini yang salah satunya suasana sedih, ketika
dirumah sakit di Lamongan, Hayati dan Zainuddin menyampaikan pesan terakhir mereka
untuk satu sama lain. Dan ada juga suasana mengharukan melihat ketulusan cinta Zainuddin
dan Hayati

Selanjutnya adalah gaya Bahasa, gaya Bahasa dalam novel ini menggunakan Bahasa
Minangkabau yang cukup tidak awam bagi pembaca selain yang berasal dari Minangkabau.
Amanat dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk adalah Ketulusan cinta yang ada
pada Zainuddin dan Hayati memberikan kita banyak pelajaran bahwa cinta tak mesti harus
memiliki. Mereka sama-sama menjaga cintanya walaupun tidak ditakdirkan untuk bersama-
sama. Tidak putus asa dan terus menjalani hidup dengan penuh pengharapan juga merupakan
salah satu hal yang harus dilakukan agar kita bisa terus bertahan. Cinta tulus yang ada pada
Zainuddin dan Hayati adalah sejati dan tidak lekang oleh waktu. Kita lah yang berhak untuk
menentukan hidup kita bukan orang lain.

TENTANG PENGARANG
Buya Hamka atau Abdul Malik Karim Amrullah lahir di Agam, Sumatra Barat, pada
17 Februari 1908. Buya Hamka berkecimpung di beberapa bidang yaitu kepenulisan dan
agama islam. Buya Hamka sangat mahir berbahasa arab. Lahir dan besar di tanah Minang
sehingga banyak mengetahui adat dan tradisi disana, beliau menerbitkan novel dengan judul
dibawah lindungan ka’bah, kemudian novel roman tenggelamnya kapal van der wijk.selain
itu tafsir al-azhar karya Buya Hamka.

Ayah Buya Hamka bernama Abdul Karim Amrullah dan ibu bernama Sitti Shafiah. Ia
tumbuh dan besar penuh dengan didikan muslim karena ayah Buya Hamka adalah seorang
ulama dan ibunya adalah berasal dari keluarga seni. Setelah Buya Hamka pulang dari
Mekkah, ia bekerja di Majalah Pelita Andalas sebagai seorang penulis. Lalu ia menikah
dengan Siti Raham, setelah menikah ia aktif terjun dalam kepengurusan Muhammadiyah.
Buya Hamka juga merupakan ketua MUI pertama yaitu pada tahun 1975.

Sepak terjangnya di berbagai bidang membuat Buya Hamka dikenal berkat


banyaknya karya yang dibuat dan pemikiran positif yang membawa pengaruh positif pula
bagi banyak orang. Dari Buya Hamka muda, ia dikenal sebagai orang yang senang sekali
bepergian dan berkelana. Ia pernah berkelana ke kota Yogyakarta dan pada saat itu ia baru
berusia 16 tahun, selain Yogyakarta ia juga pernah ke Medan setelah ia pulang beribadah
haji. Di Medan ia mulai menekuni dunia kepenulisan dunia jurnalistik

PENUTUP

Buku ini merupakan salah satu novel terbaik yang sampai saat ini banyak digemari
oleh banyak orang. Berisikan cerita yang menyentuh hati dan memberikan banyak pelajaran
kepada pembaca dan membuat pembaca sedikit banyak mengetahui tentang budaya serta adat
istiadat yang ada di Minangkabau. Novel yang cukup menarik untuk dibaca dan saran saya
kepada pembaca yang mungkin baru ingin membaca novel ini, sebaiknya membaca lebih
teliti dan memahami maksud dari setiap kata yang penulis ucapkan. Karena Bahasa yang
digunakan tidak terlalu sering kita dengar.

Anda mungkin juga menyukai