Anda di halaman 1dari 6

Nama : Kevin Chikrista

NIM : I1011141053

1

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Film yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck adalah sebuah
drama cinta yang diangkat dari sebuah novel yang ditulis oleh Haji Abdul Malik
Karim Amrullah atau HAMKA. Sutradaranya adalah Sunil Soraya dan
Produsernya adalah Sunil Soraya dan Ran Soraya. Film yang berdurasi sekitar 2,9
jam ini diproduksi oleh Soraya Intercine Films dan menjadi film termahal yang
pernah diproduksi oleh perusahaan tersebut karena riset yang dilakukan untuk
latar, properti otentik seperti mobil, baju daerah, dan barang-barang era 1930-an
hingga pemesanan replika kapal Van Der Wijck dari Belanda. Film yang proses
produksinya sendiri menghabiskan waktu selama 5 tahun dan penulisan
skenarionya dilakukan selama dua tahun ini akhirnya dirilis pertama kali pada
tanggal 19 Desember 2013. Oleh karena film ini berhasil mendatangkan penonton
sebanyak 1.724.110 selama masa penayangannya di tahun 2013, film ini kembali
dirilis versi extendednya dengan durasi yang lebih panjang, yakni 3,5 jam.
Film klasik Indonesia ini menceritakan kisah cinta sepasang pemuda-
pemudi yang tidak direstui oleh adat dan keluarganya. Kisah pun dimulai ketika
Lelaki yang rendah hati, baik, dan suka menulis syair dan hikayat ini suatu hari
berlayar dari Makassar menuju ke sebuah desa yang bernama Desa Batipuh,
Ujung Pandang, yang merupakan tanah kelahiran ayahnya. Lelaki berdarah
campuran Minang dari ayah dan Bugis Makasar dari ibu ini bernama Zainuddin.
Namun, ketika sampai di Batipuh, ia dianggap sebagai anak pisang yang artinya
anak yang tidak mempunyai suku Minang oleh warga di desa tersebut. Adat
istiadat Minang memegang suatu tradisi bahwa garis keturunan suku seseorang
harus berasal dari ibunya, sedangkan Zainuddin memiliki ibu orang Bugis. Oleh
karena itulah dia dikucilkan di desa Batipuh. Namun, di desa inilah dia bertemu
dengan seorang perempuan yang cantik nan jelita yang bernama Rangkayo Hayati
yang senantiasa mau mendengarkan ceritanya serta perasaannya.
Sejak saat pertemuan pertamanya itu, ternyata di dalam hati mereka
masing-masing, telah tumbuh benih-benih cinta yang begitu kuat. Merekapun
mulai saling berkirim surat, berbincang-bincang, dan lain sebagainya. Mereka
2

juga begitu akrab dan dekat, sampai-sampai lelaki itu sempat memberanikan diri
untuk menyatakan perasaannya lewat sepucuk surat dan ditanggapi juga dengan
tanggapan positif oleh Hayati.
Namun, hubungan yang semakin dekat dan erat ini mendapat respon
negatif dari para tetangga dan warga sekitar desa, terutama tentang adat istiadat
yang sangat dijunjung tinggi oleh warga setempat dimana Hayati yang merupakan
seorang terpandang, sedangkan Zainudin adalah anak pisang. Sampai suatu saat,
karena seringnya mendapakan cibiran dan fitnahan di warga desa setempat dan
sekitar, maka sang kepala suku yang merupakan ayah Hayati memanggil
Zainuddin. Ia menyuruh Zainuddin untuk segera menjauh dari Hayati dan pergi ke
Padang Panjang.
Dengan berat hati, akhirnya Zainuddin pindah ke Padang Pandjang.
Namun, sebelum pergi, sepasang kekasih ini sempat bertemu dan berbincang-
bincang untuk terakhir kalinya. Hayati bahkan membuat sumpah di hadapan
Zainuddin bahwa dia akan tetap menunggu kepulangan Zainuddin walaupun 10
tahun, 20 tahun, dan dia akan tetap menjaga dirinya tetap suci dan bersih hanya
untuk Zainuddin. Mereka juga berjanji untuk tetap saling memberi kabar melalui
surat.
Di Padang Panjang, Zainuddin menumpang di rumah teman barunya yang
akhirnya menjadi sahabat karib Zainuddin, yaitu Muluk. Zainuddin sering kali
menceritakan tentang Hayati kepada Muluk. Sampai suatu hari, pada suatu
kesempatan, Hayati diajak oleh sahabatnya, Chadijah, berlibur ke Padang Panjang
untuk bersenang-senang dan menonton pacuan kuda. Namun Hayati pergi dengan
tujuan utama hendak bertemu dengan Zainuddin. Ketika tiba disana, Hayati dan
Zainuddin hanya dapat bertemu pandang oleh karena orang banyak yang
menonton pacuan kuda. Zainuddin yang menegur Hayati tentang pakaiannya yang
terlalu terbuka melalui sebuah surat dibaca dan direspon dengan sinis oleh
Chadijah yang sebenarnya ingin menjodohan Hayati dengan Aziz, kakak Chadijah
sendiri.
Singkat cerita, ia mendapatkan harta warisan yang cukup banyak dari
orang tuanya setelah Mak Base, pengasuh Zainuddin. Walaupun terpukul atas
3

kematian Mak Base, Zainuddin terus dihibur oleh sahabatnya Muluk yang
menyadarkan Zainuddin masih memiliki janji untuk melamar Hayati dan
Zainuddin dapat menggunakan uang ini untuk mencapai tujuannya tersebut.
Namun ternyata tidak hanya surat lamaran Zainuddin yang sampai kepada
kepala suku, ada sebuah surat lamaran lainnya yaitu berasal dari Aziz yang ada di
Padang Panjang. Namun karena paksaan dari orang tuanya sekaligus untuk
menjaga nama baik dari keluarganya, akhirnya keluarga Hayati menerima surat
lamaran Aziz dan menolak lamaran dari Zainuddin. Hayati sebenarnya sangat
ingin menerima lamaran dari Zainuddin. Namun, atas dasar paksaan dari
keluarganya serta adat istiadatnya, maka, lamaran Aziz lah yang diterimanya.
Hayati secara pribadi juga mengirim surat kepada Zainuddin bahwa keputusan itu
ialah atas kemauannya sendiri karena Aziz adalah orang yang kaya, terpandang,
serta keturunan asli Minangkabau. Hal itu dilakukan agar Zainuddin segera
melupakannya dan tidak lagi mencoba untuk mendapatkan Hayati kembali karena
menurut Hayati, hal itu adalah sia-sia.
Zainuddin begitu terpukul dan sangat-sangat tertekan ketika membaca
surat dari Hayati itu. Bahkah ia sampai jatuh sakit dan stress berat karena sakit
hatinya yang tidak dapat dikendalikan. Kembali lagi, sang sahabat, Muluk, tak
henti-hentinya menemani, mendengarkan segala keluhan Zainuddin serta
menghiburnya. Muluk menasehati Zainuddin untuk melupakan Hayati karena kini
dia telah berkhianat. Muluk bahkan menguatkan Zainuddin dan berkata bahwa
cinta tidaklah menyakitkan hati, mematahkan semangat dan memupuskan
pengharapan, namun cinta itu harusnya membangkitkan semangat dan
pengharapan! Tersadar atas pemikirannya yang tertutup ini, Zainuddin mulai
move on dari hayati. Mereka berdua berencana untuk pergi merantau ke Jakarta.
Disana, Zainuddin bekerja sebagai pengarang cerita. Semua cerita yang ditulisnya
dimuat di dalam surat kabar. Dengan nama samaran Tuan Shabir atau Z, ia
berhasil menjadi pengarang yang sangat disukai pembacanya. Dan isi dari cerita
yang dikarang olehnya sebenarnya adalah cerita tentang kehidupan masa lalunya
bersama Hayati. Ia juga mendirikan perkumpulan tonil Andalas. Tidak butuh
waktu yang terlalu lama, kehidupannya telah berubah menjadi orang yang
4

terpandang. Bahkan suatu hari, ada tawaran yang sangat besar, yaitu mengurus
sebuah lembaga penerbit buku di Surabaya yang sudah sejak lama tidak ada orang
yang mengurusnya. Dengan kepandaiannya dalam menulis, Zainuddin
mengembangkan penerbit buku yang telah usang ini sehingga menjadi penerbit
buku yang terkenal dan sukses. Muluk diangkat menjadi tangan kanannya
Zainuddin serta membantu mengurus dan mengembangkan penerbit tersebut.
Buku yang sangat laris itu juga akhirnya sampai kepada tangan Hayati lewat
temannya yang bersilahturahmi ke rumah Hayati
Hubungan Aziz dan Hayati sangatlah tidak harmonis. Aziz yang pada
awalnya sudah merasa nyaman dengan kekayaannya tidak terlalu memperdulikan
pekerjaannya. Aziz sering kali menyiksa dan memukul istrinya dengan berbagai
macam alasan. Bahkan suatu hari, Aziz marah besar kepada Hayati hanya karena
dia ketiduran karena membaca buku karya Z. Aziz juga terkadang tidak
menghargai usaha istrinya yang selalu menunggunya hingga larut malam. Namun
sang istri tetap sabar kepada suaminya. Akhirnya pada suatu hari, karena tuntutan
pekerjaan, Aziz dan istrinya pergi ke Surabaya. Di Surabaya, Hayati mendapat
sebuah undangan dari perkumpulan sandiwara yang dipimpin dan disutradarai
oleh Tuan Shabir atau Z. Hayati memohon kepada Aziz supaya Aziz bersedia
menemaninya menonton pertunjukan tersebut. Ketika menonton, Hayati
menyadari bahwa sandiwara yang ditontonkan sangatlah mirip dengan kisah masa
lalunya bersama Zainuddin. Di akhir pertunjukan, Tuan Shabir atau Z memberi
salam kepada mereka semua. Dari situlah Aziz dan Hayati tahu bahwa Tuan
Shabir atau Z adalah Zainuddin.
Walaupun teringat dengan masa lalunya, Zainuddin juga tetap
memberikan salam hangat kepada pasangan Aziz dan Hayati layaknya sahabat
karib. Seiring waktu berjalan, Aziz mulai tidak menghiraukan pekerjaannya.
Hayati yang selalu setia kepadanya juga sering dipukuli dan disiksa. Bahkan
kesetiaan Hayati kepada Aziz dibalas dengan pengkhiatan dengan cara bermain
judi dan bermain perempuan tanpa sepengetahuan istrinya. Ketika uangnya habis,
Aziz juga pergi menemui Zainuddin untuk meminjam uang kepadanya. Namun
ternyata uang yang dipinjamnya tidak digunakan dengan baik, Aziz malah
5

menggunakan uang tersebut untuk kesenangannya sendiri untuk pergi keluar
malam-malam bersama perempuan lain, bermain judi dan mabuk-mabukan
sampai uangnya habis. Sampai suatu saat, ada orang yang datang ke rumah
sewaan mereka dan mengancam akan membawa semua barang-barang yang ada
di dalam rumah jika hutang Aziz yang sudah menumpuk itu tidak dibayar pada
saat itu juga. Para penagih utang juga mengatakan kepada Hayati bahwa Aziz
sudah seminggu tidak bekerja lagi karena telah dipecat dari tempatnya bekerja.
Akhirnya setelah mereka tidak berumah lagi, mereka terpaksa menumpang di
rumah Zainuddin. Sampai suatu ketika, Aziz jatuh sakit dan membuat dirinya
hanya bisa terbaring lemah tanpa dapat melakukan apa-apa. Saat itulah dia mulai
meratapi kehidupannya dan merasa dirinya tidak berguna serta hanya
menyusahkan Zainuddin yang begitu baik kepada dirinya. Setelah sembuh dari
sakitnya, Aziz meminta ijin untuk pergi mencari kerja dan ingin menitipkan
istrinya tetap tinggal di rumah Zainuddin. Namun, setelah beberapa hari kemudian,
ada surat yang sampai ke tangan Zainuddin. Ternyata pengirimnya adalah Aziz.
Di dalam surat itu, berisi permohonan maaf kepada Zainuddin karena telah
menyusahkannya dan juga permohonan agar Zainuddin mau menerima kembali
Hayati serta menikahinya lagi. Bahkan ada surat cerai yang terselip di dalam surat
itu. Terlepas dari kesedihan setelah ditinggal mati oleh suaminya, Hayati ternyata
masih menyimpan perasaan cintanya kepada Zainuddin. Sampai suatu saat, Hayati
mengungkapkan perasaannya itu kepada Zainuddin secara langsung. Namun, ego
Zainuddin masih sangat tinggi karena masih menyimpan perasaan yang teramat
kecewa karena penolakan pinangannya dulu. Di hadapan Hayati, ia menyinggung
bagaimana surat balasan Hayati saat menolak surat lamarannya yang mengaku
tanpa paksaan dan lebih memilih Aziz. Zainuddin dengan sangat berat hati
mengatakan kata-kata yang sangat tajam. Tidak! Pantang pisang berbuah dua
kali, pantang pemuda makan sisa! Begitulah ucapan Zainuddin menolak Hayati.
Akhirnya Hayati disuruh pulang ke Minang menumpangi kapal pesiar Van
Der Wijck yang di tengah perjalanannya tenggelam. Zainuddin yang mendengar
berita tersebut, langsung menuju ke Rumah Sakit bersama Muluk. Pada akhirnya
6

mereka menemukan Hayati yang sedang sekarat. Akhirnya Hayati meninggal di
pelukan Zainuddin yang masih sangat mencintai Hayati.

Anda mungkin juga menyukai