Anda di halaman 1dari 25

SEJARAH BATIK JAMBI

Pada zaman kesultanan, perdagangan dan produksi batik jambi secara terbatas. Batik
jambi adalah hasil kerajinan yang tidak dapat dimiliki sembarang orang, ia dikomsumsi
hanya oleh masyarakat yang mempunyai tingkat kehidupan sosial tinggi, misalnya
kerabat kerajaan atau kaum bangsawan. Dengan berakhirnya pemerintahan kesultanan
jambi, produksi batik jambi menurun secara drastis. Kalaupun ada pengrajin batik, itu
pun
dikerjakan
oleh
beberapa
pengrajin
yang
sudah
berusia
tua.
Pada masa penjajahan belanda, berita tentang batik jambi kembali di marakkan dengan
munculnya berbagai artikel yang ditulis oleh para penulis belanda , salah satunya
adalah B.M. Goslings. Dalam artikelnya, Goslings menyatakan bahwa atas persetujuan
Prof. Vam Eerde dia meminta Residen Jambi H.E.K. Ezermann untuk meneliti batik
Jambi. Sekitar oktober 1928 dtg tnggapan dari Ezermann, bhwa di Dsun tngah pada
wktu itu mmang ssungguhnya ada pengrajin seni batik dan menghasilkan karya yang
sangat
indah.
(B.M.
Goslings,
1928,
141)
Brdasarkn itu pla sudah trlihat bahwa smenjak jaman ksultanan jambi, jaman penjajahan
belanda, jepang dan sampai perang kemerdekaan, terdapat kerajinan batik di daerah
jambi akan tetapi belum berproduksi secara massal seperti sekarang.
Semenjak pembangunan Orde Baru, pembinaan dan pengembangan batik jambi telah
dilakukan kembali secara insentif dan massal, jika pda era 1980an yang dominan
adalah warna-warna jambi asli, pada era 90an yang digunakan adalah warna-warna
pekalongan dan cirebonan .namun Kini batik Jambi kembali ke warna aslinya. yang
cerah
dan
berkarakter
khas.
Sedangkan batik tulis jambi memiliki ciri khas yang unik dan eksotis. Baik dari segi
warna maupun motifnya sediri. Sebagian besar pewarnaan batik jambi diambil dari
bahan-bahan alami yang ada di alam sekitar jambi, yaitu campuran dari aneka ragam
kayu dan tumbuh-tumbuhan, seperti getah kayu lambato dan buah kayu bulian, daun
pandan, kayu tinggi dan kayu sepang. Dan, ada juga campuran dari dua jenis bahan
yang tidak terdapat di jambi seperti biji pohon tinggi dan daun nila, yang biasanya
didatangkan
langsung
dari
Yogyakarta.
Selain bahan pewarnanya, batik tulis jambi juga kaya dengan aneka motif dengan warna
cerah sebagai simbol keceriaan dan keriangan masyarakat jambi. Tercatat lebih dari 31
motif batik tulis jambi yang masih dapat dijumpai, seperti candi muara jambi,
kaca piring, puncung rebung, angso duo bersayap mahkota, bulan sabit, pauh ( mangga
), Antlas ( Tanaman ), Awan Berarak, dan Riang-Riang.

Batik sebagai warisan budaya Indonesia telah mendapat pengakuan dunia


dengan ditetapkannya Batik sebagai warisan budaya Indonesia dan benda
milik Bangsa Indonesia oleh Badan Dunia PBB UNESCO 2 Oktober 2009.
Sehingga tanggal 2 Oktober diperingati sebagai Hari Batik Nasioanal.
Sejarah
Kain batik dibawa dan diperkenalkan pertama kali di daerah Jambi oleh Haji
Muhibat pada tahun 1875. Saat itu, ia berserta keluarganya datang dari Jawa
Tengah untuk menetap di Jambi. Pada masa itu produksi batik Jambi dan
perdagangannya secara terbatas pada kaum bangsawan dan raja Melayu
Jambi sebagai pakaian adat. Motifnya pun masih sangat terbatas, bercorak
ukiran seperti yang ada pada rumah adat Jambi. Di masa ini batik Jambi
merupakan hasil karya seni yang tidak dapat dimiliki oleh sembarang orang.
Batik Jambi di konsumsi hanya oleh masyarakat yang mempunyai tingkat
kehidupan sosial yang tinggi, misalnya kerabat kerajaan atau kaum
bangsawan. Dengan berakhirnya masa kesultanan Jambi, kebutuhan akan
batik Jambi menurun secara drastis, sehingga jarang ditemukan ada
pengrajin batik Jambi. kalaupun ada, pengrajin itu sudah tua.
Pada zaman penjajahan Belanda, berita tentang batik Jambi marak kembali
dengan munculnya berbagai artikel yang ditulis oleh penulis berkebangsaan
Belanda. Salah satunya adalah B.M. Gosligs yang dalam artikelnya
mengatakan bahwa atas persetujuan Prof. Vam Eerde dia meminta residen
Jambi Tuan H.E.K. Ezermenn untuk meneliti batik Jambi. Sekitar bulan
oktober 1928 datang tanggapan dari Ezernann, bahwa di dusunkampung
Tengah (kelurahan Tengah) pada waktu itu memang sesungguhnya ada
pengrajin batik dan menghasilkan karya-karya seni batik yang Indah. (B.M
Goslings halaman 1411)
Dari keterangan di atas, sejak zaman Kesultanan, zaman Belanda, zaman
Kemerdekaan di Jambi memang terdapat seni batik, walaupun produksi dan
pemakaiannya masih terbatas. Setelah zaman orde baru terutama sejak
tahun 80-an hingga sekarang, perkembangan batik Jambi sangat pesat
sekali. Pembinaan terhadap sanggar-sanggar batik, dilakukan secara intensif
dan massal. Pemakaian batik Jambi tidak lagi terbatas pada kalangankalangan tertentu tetapi sudah memiliki kebebasan. Batik Jambi menjadi
milik masyarakat dan kebanggaan bangsa Indonesia dan dikenal bukan
hanya di Indonesia tetapi sampai ke manca Negara.
Nama-nama Motif Batik Jambi

Batik Jambi memiliki ciri khas yang unik dan eksotis. Baik dari segi warna
maupun motifnya sediri. Sebagian besar pewarnaan batik Jambi diambil dari
bahan-bahan alami yang ada di alam sekitar Jambi, yaitu campuran dari
aneka ragam kayu dan tumbuh-tumbuhan, seperti :

Kayu Sepang menghasilkan warna kuning kemerahan.

Kayu Ramelang menghasilkan warna merah kecokelatan.

Kayu Lambato menghasilkan warna kuning.

Kayu Nilo menghasilkan warna biru.

dsb
Motif batik Jambi sebagian besar diambil dari bentuk flora dan fauna, sebagai
mana motif batik yang terdapat di Indonesia pada umumnya. Namun dilihat
dari bentuk motif corak dan pewarnaannya, batik Jambi memiliki perbedaan
signifikan dibandingkan dengan batik yang ada di daerah lain.
Keunikan seni batik Jambi terletak pada kesederhanaan bentuk motif dan
pewarnaan yang khas, yaitu bentuk motif yang tidak berangkai (ceplokceplok) dan berdiri sendiri-sendiri.
Pemberian nama pada motif batik Jambi, diberikan pada setiap satu bentuk
motif, seperti motif bunga melati, motif bungo tanjung, motif riang-riang dan
sebagainya. Jadi bukan diberikan pada suatu rangkaian bentuk dari berbagai
unsur atau elemen yang telah di desain sedemikian rupa yang telah menjadi
satu kesatuan yang utuh kemudian baru diberi nama.
Adapun motif batik Jambi yang hingga saat ini masih bisa dirangkum adalah
sebagai berikut :

1. Motif wayang Gengseng 21.


2. Motif bungo Durian 22.
3.
Motif
Keris 23.
4. Motif pucuk Rebung 24.
5.
Motif
tabor
titik 25.
6. Motif Potong Intan 26.
7. Motif tabor bengkok 27.
8.
Motif
Siput 28.
9. Motif Kepiting
29.
10. Motif Ikan
30.
11. Motif Bungo Tanjung 31.
12. Motif Jangkar
32.
13. Motif Daun Kangkung 33.
14. Motif Riang-riang
34.
15. Motif Bungo Matahari 35.
16. Motif Kaca Piring
36.

Motif Bungo Jatuh


Motif Kapal Sanggat
Motif Tagapo
Motif Antalas
Motif Keluk Paku
Motif Keladi Durian Pecah
Motif Biji Timun
Motif Ancak
Motig Bungo Cengkeh
Motif Merak ngeram
Motif Ayam Lepas
Motif Galo-galo
Motif Bungo Bintang
Motif Bungo Lumut
Motif tampuk Manggis
Motif Bungo Rambat

17.
18.
19.
20.

Motif
Motif
Motif
Motif

Kepak Lepas
Taritang
Bungo Pauh
Bungo Melati

37. Motif Patola


38. Motif Kuao berhias
39. Motif Kaligrafi

Rangkuman nama-nama motif ini diperoleh dari data koleksi batik Museum
Negeri Jambi pada tahun 1994/1995.
Pertumbuhan dan perkembangan batik Jambi pada masa sekarang memberi
dampak yang sangat baik bagi penambahan perbendaharaan motif batik
Jambi. Diantara penambahan perbendaharaan motif Jambi sebagai ciptaan
masa kini oleh para designer motif batik Jambi adalah sebagai berikut :

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Motif
Motif
Motif
Motif
Motif
Motif

angso duo
keris siginjai
kerang
sungai batanghari
Daun keladi
kajang lako

7.
Motif
incung
8. Motif cendawan
9. Motif bungo kopi
10. Motif sapit udang
11. Motif Anggur

Dari kebanyakan motif diatas lebih didominasi hiasan ragam berupa bunga
dan daun yang akan mendekatkan kepada unsur alam melayu Jambi. Seolah
tak habis disana, tak habis hanya sampai di motif saja. Ada juga hal-hal
menarik yang perlu dicermati dalam memaknai batik Jambi, sekaligus
memaknai Indonesia.
Gambar motif yang melekat pada batik Jambi merupakan wujud-sadar dari
watak dan karakter masyarakat melayu Jambi. Ya, tipikal orang melayu
Jambi adalah sederhana, egaliter dan terbuka terhadap budaya luar, namun
agak lamban merespon perubahan. Tipikal ini dilukiskan dengan sangat apik
dengan menampilkan unsur-unsur yang tak rumit dan fleksibel ditiap
motifnya.

Pertama, Motif Durian Pecah menggambarkan dua bagian kulit durian yang
terbelah, tapi masih beertautan pada pangkal tangkainya. Dua belah kulit itu
memiliki makna pada masing-masing bagiannya. Belahan pertama bermakna
pondasi iman dan takwa. Bagian kedua lebih bernuansa ilmu pengetahuan
dan teknologi. Makna yang dapat ditangkap disini adalah, pada motif Durian
Pecah, adalah segala pekerjaan mesti dilandasi oleh iman dan takwa serta
ditunjang oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuannya agar pekerjaan
itu mendapatkan hasil yang maksimal dan memuaskan.

Kedua, Motif Tampuk Manggis, melukiskan penampang buah manggis yang


terbelah pada bagian tengahnya, menampakkan kulit luar, daging kulit, dan
isi buah secara keseluruhan. Ilustrasi ini bermakna kebaikan budi pekerti,
kehalusan akhlak, dan kebaikan hati tak dapat dilihat dari kulit luarnya saja.

Ketiga, Motif Kapal Sanggat, mengisyaratkan keharusan untuk berhati-hati


dalam menjalankan sesuatu pekerjaan. Tidak boleh lalai dalam
melaksanakan tugas, selalu waspada dan paham aturan. karena kelalaian
dalam pekerjaan akan menyebabkan musibah dan mala petaka bagi yang si
pekerja.

Keempat, Motif Kuao Berhias menggambarkan seekor burung Kuao yang


tengah bercermin sambil mengepak-ngepakkan sayapnya. Makna yang
terkandung adalah sebagai pengenalan diri. Dalam penjabarannya,
kembangan kepakan dan bagian lain dari tubuh burung ini merupakan
pantulan cermin yang memperlihatkan siburung tengah berhias. Dengan
bercermin dan introspeksi diri daapat diketahui bagianbagian tubuh, keleihan
dan kekurangan termasuk hal spiritual. Pada manusia, dengan mengenal diri
sendiri diharapkan mampu menutup atau menyempurnakan bagian-bagian
yang kurang pantas termasuk berinteraksi sosial dengan masyarakat sekitar.

Hingga kini, satu-satunya ciri khas khas motif Jambi yang dapat
dipertanggungjawabkan orisinalitas keberadaan adalah kesederhanaan
bentuk dan kemandirian objek motif tersebut. Motif batik Jambi berdiri
sendiri, tak berangkai dan merangkai, terlepas dari yang lainnya, sehingga
banyak ruang kosong didalamnya. Pada batik Jambi ruang kosong itu
biasanya diber isian ragam hiasan berupa bentuk tabur titik.
Penghargaan

di

tingkat

Nasional

Kini batik Jambi telah menjadi salah satu komoditi unggulan daerah Jambi,
selain
telah
dapat
membantu
pemerintah
daiam menanggulangi
pengangguran, juga telah mendapat penghargaan baik dari masyarakat
daerah maupun tingkat nasional. Dalam perjalanannya, batik Jambi telah
beberapa kali mendapat penghargaan di tingkat nasional yaitu :
1.
Upakarti tahun 1988 atas nama "Batik Relita"( H. Amran
Abdullah )
2.

Upakarti tahun 1990 atas nama "Batik Nova"( Yuliawati }

3.
Upakarti tahun 1993 atas nama Ketua Tim Penggerak PKK
Propinsi Jambi (Hj. Lily Abdurrahman Sayoeti )
4.

Upakarti tahun 1994 atas nama "Batik Mawarda"( Hj. Juriah ).

Sejarah

Pada akhir abad ke XIX di daerah Jambi terdapat kerajaan atau Kesultanan Jambi. Pemerintahan kerajaan ini dipimpin
oleh seorang Sultan dibantu oleh Pangeran Ratu (Putra Mahkota) yang mengepalai Rapat Dua Belas yang merupakan
Badan Pemerintahan Kerajaan.
Wilayah administrasi Kerajaan Jambi meliputi daerah-daerah sebagaimana tertuang dalam adagium adat "Pucuk
Jambi Sembilan Lurah, Batangnyo Alam Rajo" yang artinya : Pucuk yaitu ulu dataran tinggi, sembilan lurah yaitu
sembilan negeri atau wilayah dan batangnya Alam Rajo yaitu daerah teras kerajaan yang terdiri dari dua belas suku
atau daerah.

Secara geografis keseluruhan daerah Kerajaan Jambi dapat dibagi atas dua bagian besar yakni :

Daerah Huluan Jambi : meliputi Daerah Aliran Sungai tungkal Ulu, Daerah Aliran Sungai jujuhan, Daerah
Aliran Sungai Batang Tebo, Daerah Sungai Aliran Tabir, daerah Aliran Sungai Merangin dan Pangkalan
Jambu.

Daerah Hilir Jambi : meliputi wilayah yang dibatasi oleh Tungkal Ilir, sampai Rantau Benar ke Danau Ambat
yaitu pertemuan Sungai Batang Hari dengan Batang Tembesi sampai perbatasan dengan daerah Palembang.

Sebelum diberlakukannya IGOB (Inlandsche Gemente Ordonantie Buitengewesten), yaitu peraturan pemerintahan desa di luar Jawa dan Madura, di Jambi sudah dikenal pemerintahan setingkat desa dengan nama marga
atau batin yang diatur menurut Ordonansi Desa 1906. Pada ordonansi itu ditetapkan marga dan batin diberi hak
otonomi yang meliputi bidang pemerintahan umum, pengadilan, kepolisian, dan sumber keuangan.

Pemerintahan marga dipimpin oleh Pasirah Kepala Marga yang dibantu oleh dua orang juru tulis dan empat orang
kepala pesuruh marga. Kepala Pesuruh Marga juga memimpin pengadilan marga yang dibantu oleh hakim agama dan
sebagai penuntut umum adalah mantri marga. Di bawah pemerintahan marga terdapat dusun atau kampung yang
dikepalai oleh penghulu atau kepala dusun atau Kepala Kampung.

Pada masa pemerintahan Belanda tidak terdapat perubahan struktur pemerintahan di daerah Jambi. Daerah ini
merupakan salah satu karesidenan dari 10 karesidenan yang dibentuk Belanda di Sumatera yaitu: Karesidenan Aceh,
Karesidenan Tapanuli, Karesidenan Sumatera Timur, Karesidenan Riau, Karesidenan Jambi, Karesidenan Sumatera
Barat, Karesidenan Palembang, Karesidenan Bengkulu, Karesidenan Lampung, dan Karesidenan Bangka Belitung.

Khusus Karesidenan Jambi yang beribu kota di Jambi dalam pemerintahannya dipimpin oleh seorang Residen yang
dibantu oleh dua orang asisten residen dengan mengkoordinasikan beberapa Onderafdeeling. Keadaan ini
berlangsung sampai masuknya bala tentera Jepang ke Jambi pada tahun 1942.

Arti Logo

Lambang Daerah Tingkat I Provinsi Jambi, berbentuk Bidang Dasar Segi Lima, menggambarkan lambang Jiwa
dan semangat Pancasila.
Masjid, melambangkan Ketuhanan dan Keagamaan;

Keris, melambangkan kepahlawanan dan Kejuangan;

Gong, melambangkan jiwa musyawarah dan Demokrasi.

Nilai Budaya
Berdasarkan cerita rakyat setempat, nama Jambi berasal dari perkataan "jambe" yang berarti "pinang". Nama ini ada
hubungannya dengan sebuah legenda yang hidup dalam masyarakat, yaitu legenda mengenai Raja Putri Selaras
Pinang Masak, yang ada kaitannya dengan asal-usul provinsi Jambi.

Penduduk asli Provinsi Jambi terdiri dari beberapa suku bangsa, antara lain Melayu Jambi, Batin, Kerinci, Penghulu,
Pindah, Anak Dalam (Kubu), dan Bajau. Suku bangsa yang disebutkan pertama merupakan penduduk mayoritas dari
keseluruhan penduduk Jambi, yang bermukim di sepanjang dan sekitar pinggiran sungai Batanghari.
Suku Kubu atau Anak Dalam dianggap sebagai suku tertua di Jambi, karena telah menetap terlebih dahulu sebelum
kedatangan suku-suku yang lain. Mereka diperkirakan merupakan keturunan prajurit-prajurit Minangkabau yang
bermaksud memperluas daerah ke Jambi. Ada sementara informasi yang menyatakan bahwa suku ini merupakan
keturunan dari percampuran suku Wedda dengan suku Negrito, yang kemudian disebut sebagai suku Weddoid.
Orang Anak Dalam dibedakan atas suku yang jinak dan liar. Sebutan "jinak" diberikan kepada golongan yang telah
dimasyarakatkan, memiliki tempat tinggal yang tetap, dan telah mengenal tata cara pertanian. Sedangkan yang
disebut "liar" adalah mereka yang masih berkeliaran di hutan-hutan dan tidak memiliki tempat tinggal tetap, belum
mengenal

sistem

bercocok

tanam,

serta

komunikasi

dengan

dunia

luar

sama

sekali

masih

tertutup.

Suku-suku bangsa di Jambi pada umumnya bermukim di daerah pedesaan dengan pola yang mengelompok. Mereka
yang hidup menetap tergabung dalam beberapa larik (kumpulan rumah panjang beserta pekarangannya). Setiap desa
dipimpin oleh seorang kepala desa (Rio), dibantu olehmangku, canang, dan tua-tua tengganai (dewan desa).
Mereka inilah yang bertugas mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan hidup masyarakat desa.
Strata Sosial masyarakat di Jambi tidak mempunyai suatu konsepsi yang jelas tentang sistem pelapisan sosial dalam
masyarakat. Oleh sebab itu jarang bahkan tidak pernah terdengar istilah-istilah atau gelar-gelar tertentu untuk
menyebut lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat. Mereka hanya mengenal sebutan-sebutan yang "kabur" untuk
menunjukkan

status

seseorang,

seperti

orang

pintar,

orang

kaya,

orang

kampung

dsb.

Pakaian Pada awalnya masyarakat pedesaan mengenal pakaian sehari-hari berupa kain dan baju tanpa lengan. Akan
tetapi setelah mengalami proses akulturasi dengan berbagai kebudayaan, pakaian sehari-hari yang dikenakan kaum
wanita berupa baju kurung dan selendang yang dililitkan di kepala sebagai penutup kepala. Sedangkan kaum pria
mengenakan celana setengah ruas yang menggelembung pada bagian betisnya dan umumnya berwarna hitam,

sehingga dapat leluasa bergerak dalam melakukan pekerjaan sehari-hari. Pakaian untuk kaum pria ini dilengkapi
dengan kopiah.

Kesenian di Provinsi Jambi yang terkenal antara lain Batanghari, Kipas perentak, Rangguk, Sekapur sirih, Selampit
delapan, Serentak Satang.

Upacara

adat yang

masih

dilestarikan

antara

lain Upacara

Lingkaran

Hidup

Manusia,

Kelahiran,

Masa

Dewasa, Perkawinan, Berusik sirih bergurau pinang, Duduk bertuik, tegak betanyo, ikat buatan janji semayo, Ulur
antar serah terimo pusako dan Kematian.

Filsafat Hidup Masyarakat Setempat:Sepucuk jambi sembilan lurah, batangnyo alam rajo.

Video ssyoutube.com/watch?v=6YFZ4wzNXyM
http://www.amali-muadz.com/2014/02/batik-jambi.html

Ragam hias batik jambi ditentukan faktor estetika dan filosofis yang digali dan
diperkaya dari muatan lokal yang berupa keadaan geografis, kebudayaan, kepercayaan dan
hasil seni juga kerajinan.

Secara umum ragam hias batik jambi merupakan satu kesatuan dari elemen-elemen
yang terdiri atas titik, garis, bentuk warna dan tekstur. Kesatuan elemen tersebut,
mewujudkan keindahan melalui pengulanagan, pusat perhatian, keseimbangan dan
kekontrasan yang memiliki bobot kultur setempat, opini dan nilai-nilai filosofis.

Biji Timun

Buah Anggur

Bungo Cendawan

Bungo Keladi

Bungo Matahari

Durian Pecah

Kaca Piring

Kampung Manggis

Kapal Sangat

Kepiting

Melati

Pauh

Riang-Riang

Tampuk Manggis

Bungo Kopi

Merak Ngerem

Sumber: http://umzaragallery.wordpress.com/2011/04/18/gambar-motif-batik-jambi/

Motif Batik Jambi


Seperti halnya daerah lain di Indonesia yang memiliki kain khas, kota Jambi juga
mempunyai kekayaan tekstil yang begitu indah berupa kain Batik Jambi. Tak bisa
dipastikan kapan tepatnya Batik Jambi ditemukan. Pada masa Kesultanan Melayu
Jambi, Batik Jambi sudah dibuat dengan motif khas fauna dan flora untuk keperluan
keluarga dan lingkungan Kesultanan. Saat itu, perdagangan dan produksi Batik Jambi
masih terbatas. Batik Jambi merupakan hasil kerajinan yang tidak dapat dimiliki
sembarang orang dan hanya dimiliki masyarakat yang mempunyai tingkat kehidupan
sosial tinggi, misalnya kerabat kesultanan atau kaum bangsawan. Dengan berakhirnya
Pemerintahan Kesultanan Jambi, produksi Batik Jambi menurun secara drastis.

Pembinaan dan pengembangan Batik Jambi dilakukan kembali secara insentif dan
massal pada pembangunan Orba (Orde Baru). Tahun 1980-an, Batik Jambi masih
banyak menggunakan warna khas Jambi, namun tahun 1990-an yang digunakan adalah
warna-warna Pekalongan dan Cirebonan. Saat ini Batik Jambi kembali ke warna aslinya
yang cerah dan berkarakter khas.

Jika dilihat dari segi geografis dan historis, Jambi merupakan daerah yang strategis dan
merupakan jarak yang terpendek dalam hubungan dengan Tiongkok dan Selat Malaka.
Jambi juga menjadi salah satu pusat perdagangan di Nusantara. Pedagang berasal dari
dalam negeri maupun luar negeri. Hubungan dagang ini turut mempengaruhi dalam
bidang kebudayaan, termasuk motif Batik Jambi. Pengaruh kebudayaan Arab terlihat
pada ragam hias kaligrafi serta pengaruh Cina lebih banyak pada bagian rumpal atau
pinggiran kain.
Penggambaran motif Batik Jambi merupakan representasi watak dan karakter
masyarakat Melayu Jambi dengan tipikalnya yang sederhana, egaliter dan terbuka
terhadap hal-hal lain di luarnya, walau cenderung lamban merespon perubahan. Tiap
motifnya memiliki makna dan filosofi tertentu. Motif utama pada Batik Jambi sangat
sederhana, tidak rumit dan cenderung konvensional. Mencirikan watak asli masyarakat
Melayu Jambi. Jika ada motif Batik Jambi yang rumit dan detailnya kompleks, maka bisa
jadi itu merupakan motif pengembangan baru yang muncul pada dekade 80-an.
Beberapa daerah penghasil Batik Jambi diantaranya: Kota Jambi, Batanghari,
Soralangun, Merangin, Tebo dan Bungo.

Seiring berjalannya waktu, motif yang dipakai oleh para raja dan keluarganya saat ini
tidak dilarang digunakan oleh rakyat biasa. Keadaan ini menambah pesatnya
permintaan akan kain batik sehingga berkembanglah industri kecil rumah tangga yang
mengelola batik secara sederhana. Motif Batik Jambi saat ini telah mengalami modifikasi
atau pengembangan sesuai dengan selera pasar.
Batik Jambi memiliki ciri khas yang unik dan eksotis. Baik dari segi warna maupun
motifnya sediri. Sebagian besar pewarnaan batik Jambi diambil dari bahan-bahan alami
yang ada di alam sekitar Jambi, yaitu campuran dari aneka ragam kayu dan tumbuhtumbuhan, seperti getah kayu lambato, buah kayu bulian, daun pandan, kayu tinggi,
kayu sepang, dan lain sebagainya.

Keunikan Batik Jambi terletak pada kesederhanaan bentuk motif dan pewarnaan yang
khas, yaitu bentuk motif yang tidak berangkai (ceplok-ceplok) dan berdiri sendiri-sendiri.
Pemberian nama pada motif batik Jambi, diberikan pada setiap satu bentuk motif,
seperti Batang Hari, Bungo Pauh, Duren Pecah, Kapal Sanggat, Merak Ngeram,
Tampok Manggis, Candi Muara Jambi, Kaca Piring, Puncung Rebung, Angso Duo
Bersayap, dan lain sebagainya. Jadi bukan diberikan pada suatu rangkaian bentuk dari
berbagai unsur atau elemen yang telah didesain sedemikian rupa yang telah menjadi
satu kesatuan yang utuh kemudian baru diberi nama. Dalam penerapannya tentu saja
tidak monoton terdiri dari satu bentuk motif saja. Sehelai kain biasanya diterapkan
beberapa bentuk motif pokok, dan diisi atau didampingi dengan bentuk motif lainnya.
Motif2 isian itu adalah motif tabor titik, motif tabor bengkok, motif belah ketupat dan
bentuk motif-motif isian lainnya. Batik Jambi juga kaya dengan aneka motif dengan
warna cerah sebagai simbol keceriaan dan keriangan masyarakat Jambi.

Berikut adalah motif-motif dari Batik Jambi :


1. Motif Angso Duo Bersayap

Motif Durian Pecah menggambarkan dua bagian kulit durian yang terbelah, tapi masih
bertaut pada pangkal tangkainya. Dua belah kulit itu memiliki makna pada masingmasing bagiannya. Belahan pertama bermakna pondasi iman dan taqwa. Bagian
satunya lagi lebih bernuansa ilmu pengetahuan dan tehnologi. Makna yang disimpulkan
motif ini yaitu melaksanakan pekerjaan berlandaskan iman dan taqwa, serta ditopang
oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan tehnologi akan memberikan hasil yang baik
bagi yang bersangkutan serta keluarga.
2. Motif Sungai Batanghari

Kearifan lokal yang berupa keadaan geografis, kebudayaan, kepercayaan dan hasil seni
sangat mempengaruhi motif, sehingga Batik Jambi sarat dengan estetika dan filosofi.
Secara umum motif Batik Jambi merupakan satu kesatuan dari elemen-elemen yang
terdiri atas titik, garis, bentuk warna dan tekstur. Kesatuan elemen tersebut,
mewujudkan keindahan melalaui pengulangan, pusat perhatian, keseimbangan dan
kekontrasan yang mengandung kebudayaan setempat, opini dan nilai-nilai filosofis.
3. Motif Kaca Piring

Perendaman kain batik pada pewarna di dalam gentong dilakukan dalam waktu yang
lama. Gentong yang sudah diberi air dan pewarna disimpan dalam ruangan tertutup.
Ruangan harus benar-benar kedap cahaya. Pengrajin batik akan mencelup-celupkan
kain di dalam air rendaman selama 24 jam. Ia harus mengulang proses tersebut
keesokan harinya. Begitu seterusnya selama 6 bulan. Bahkan, ada yang melakukan
proses ini selama setahun nonstop. Itu sebabnya, warna batik gentongan tahan sangat
lama, bahkan hingga puluhan tahun.
Harganya? Jangan ditanya. Setelah melalui proses yang rumit dan memakan waktu
lama, wajar saja kalau kain batik gentongan berharga jutaan rupiah. Batik gentongan
berharga antara 2,5 juta hingga 5 juta rupiah bahkan lebih.
Batik gentongan memiliki ciri khas warna yang berani (colour full), pengerjaan yang
halus, batik gentongan makin lama warnanya makin cemerlang meski kainnya telah
rapuh dan memiliki aroma rempah-rempah karena perendaman. Motif-motifnya
beragam, namun tidak dapat diketahui secara pasti apakah yang menjadi motif klasik
batik gentongan. Seperti yang kebanyakan, motif kembang randu, burung hong, sik
melaya, ola-ola dan banyak lagi.
Pada zaman dahulu, membatik menghabiskan waktu berbulan-bulan bahkan untuk batik
gentongan bisa mencapai satu tahun proses hanya untuk sepotong batik. Hal ini karena
motif yang sangat rumit dan detail. Luar biasa..... :). Dahulu batik menjadi pekerjaan
perempuan di daerah itu untuk mengisi waktu luang menunggu suami mereka yang
bekerja sebagai pelaut pergi ke daerah yang jauh, seperti ke pulau Kalimantan dan
Sulawesi. Bagi perempuan Tanjungbumi, menunggu kedatangan suami merupakan
saat-saat paling panjang dan menegangkan. Mereka selalu gelisah apakah suaminya
bisa pulang kembali dengan selamat dan bisa membawa uang untuk menghidupi rumah
tangganya. Untuk mengurangi rasa gelisah tersebut, akhirnya mereka mulai belajar
membatik. Namun, hingga kini belum ada yang dapat memastikan kapan para istri itu
mulai membatik. Selain itu masyarakat disana juga memiliki budaya, batik digunakan
untuk simpanan. Yang diperlakukan sebagai emas atau tabungan. Atau disimpan untuk
diserahkan kepada anak dan cucu, sebagai tanda kasih dan cinta ibu. Terutama bagi
yang memiliki anak perawan, batik simpanan ini akan diberikan manakala mereka mulai
berumah tangga. Batik menjadi salah satu sumber kekayaan dan kebanggaan mereka.
Tak heran mereka melakukannya dengan sepenuh hati. Nilai ini semakin bergeser
karena zaman, membatik bukan lagi sebagai tanda kasih dan cinta ibu, namun sematamata untuk mencari uang. Nilai komersial ini menjadi salah satu sebab mengapa hasil
penggarapan batik tidak lagi sebagus yang dahulu... sangat disayangkan yahhhh....L.
Namun kegiatan yang dilakukan untuk membunuh waktu itu sekarang menjadi industri
rakyat yang cukup besar.
4. Batik Bungo Keladi

Keladi merupakan sekelompok tumbuhan dari genus Caladium (suku talas-talasan,


Araceae). Dalam bahasa sehari-hari keladi kerap juga dipakai untuk menyebut
beberapa tumbuhan lain yang masih sekerabat namun tidak termasuk Caladium, seperti
talas (Colocasia).
Keladi sejati jarang membentuk umbi yang membesar. Asal tumbuhan ini dari hutan
Brazil namun sekarang tersebar ke berbagai penjuru dunia. Penciri yang paling khas
dari keladi adalah bentuk daunnya yang seperti simbol hati/jantung. Daunnya biasanya
licin dan mengandung lapisan lilin. Ukuran keladi tidak pernah lebih daripada 1m.
Beberapa jenis dan hibridanya dipakai sebagai tanaman hias pekarangan.

Sekian ulasan tentang Batik Jambi! Terima kasih sudah mengunjungi blog kami!
-Salam Sprachklasse-

http://jambibatik.org/news/newsall/
http://www.motifbatik.web.id/makna-motif-batik-jambi.html
http://batik-nusantara-sprachklasse.blogspot.com/2013/11/batik-jambi.html

http://jambibatik.org/news/newsall/
http://www.motifbatik.web.id/makna-motif-batik-jambi.html

Anda mungkin juga menyukai