Kisah bermula pada suatu kejadian di sebuah negeri kecil dalam wilayah Batipuh X
Koto (Padang Panjang). Kala itu, terjadi perdebatan mengenai harta warisan antara
Pendekar Sutan dengan mamaknya yang berujung pada kematian. Akibat ulahnya,
Pendekar Sutan lantas diasingkan dari Batipuh ke Cilacap selama dua belas tahun
karena membunuh mamaknya. Adapun pembunuhan yang dilakukannya bukan
tanpa alasan, melainkan karena rasa ketidakadilan yang dialaminya. Semua
dikarenakan hukum adat yang berlaku ketika itu.
Setelah bebas dari keterasingan, Pendekar Sutan memilih menetap di Makassar dan
enggan kembali ke kampung halamannya. Pendekar Sutan lalu menikah dengan
Daeng Habibah, anak seorang tua keturunan bangsa Melayu. Akan tetapi, setelah
memperoleh seorang anak bernama Zainuddin, Daeng Habibah meninggal dan, tak
lama setelah itu Pendekar Sutan pun menyusul sang istri menghadap Sang Khalik,
Zainuddin lalu menjadi yatim piatu, anak orang terbuang yang sungguh malang.
Tak dapat dipungkiri, benih-benih cinta lantas bersemayam di hati kedua insan muda
tersebut. Mereka saling mengagumi, dan kemudian menyadari bahwa mereka
ternyata saling cinta. Tapi, lagi-lagi harapan kembali pupus dan demi memulihkan
hati dan perasaannya, berbekal janji dan rasa cinta Hayati, Zainuddin lalu
memutuskan pindah ke Padang Panjang.
Mengetahui perihal pernikahan tersebut, Zainuddin yang sempat berputus asa pergi
ke Jawa bersama temannya Muluk, seorang pendosa yang ingin insaf dan bertobat.
Mereka tinggal pertama kali di Batavia sebelum akhirnya pindah ke Surabaya. Di
perantauan, Zainuddin menjadi penulis yang terkenal dikarenakan jiwa
pengarangnya yang luar biasa. Pada saat yang sama, Aziz juga pindah ke Surabaya
bersama Hayati karena alasan pekerjaan, tetapi rumah tangga mereka akhirnya
menjadi berantakan. Tak pelak kisruh rumah tangga yang terjadi dikarenakan sikap
Aziz yang di luar batas kewajaran. Surabaya lantas menjadi tempat pertemuan
mereka di tanah rantau.
Lintang Nurcahyo
XI IPA 6