Anda di halaman 1dari 5

NAMA : MOHAMAD ZAINAL MOHI

KELAS : 1/A

NIM : (311421047)

Tugas : Menonton sebuah film (judul bebas) kemudian simak dan kaji unsur -unsur ekstrinsik dan
instrinsik dalam film tersebut

Judul filim Tenggelamnya Kapal Van der Wijck

Tenggelamnya Kapal Van der Wijck adalah sebuah karya sastra roman yang ditulis oleh Haji Abdul Malik
Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan nama Hamka. Roman yang dikarang oleh Prof. Dr. Hamka ini
diterbitkan tahun 1939. Roman ini mengisahkan tentang perbedaan adat istiadat dan latar belakang
sosial yang terjadi di minangkabau. Perbedaan tersebut menghalangi hubungan percintaan antara
Zainuddin dan Hayati sehingga berakhir dengan kematian. Kapal Van Der Wijck menjadi salah satu latar
belakang kisah ini. Pada suatu masa, di wilayah Mengkasar, daerah tepi pantai yang berada di antara
Kampung Baru dan Kampung Mariso, berdirilah sebuah rumah khas daerah Mengkasar. Di dalamnya
tinggal seorang pemuda berumur 19 tahun, pemuda itu bernama Zainuddin. Zainuddin tinggal bersama
ibu asuhnya, Mak Base. Dia merupakan hasil perkawinan campur antara Minangkabau dan Mengkasar.
Zainuddin sering mendengarkan cerita dari orang tua angkatnya tentang ayahnya saat muda. pada saat
itu, teringatlah pesan dari ayahnya ketika beliau akan meninggal, ayahnya mengatakan bahwa
kampungnya bukanlah Mengkasar. Di Negeri Batipuh Sapuluh Koto (Padang panjang) 30 tahun lampau,
hiduplah seorang pemuda bergelar Pendekar Sutan, pewaris tunggal dari harta peninggalan ibunya.
Namun, Pendekar Sutan tidak memiliki saudara perempuan sehingga harta warisan tersebut diurus oleh
mamaknya yaitu Datuk Mantari Labih (sesuai adat istiadat Matrilineal). Selain itu, Datuk Mantari Labih
memang mendapat amanah dari ibu Pendekar Sutan untuk menjaga warisan anaknya. Sayangnya,
Datuk Mantari labih serakah , ia ingin memiliki semua harta warisan yang dititipkan kepadanya dan tak
mengijinkan Pendekar Sutan untuk menggunakannya, padahal harta warisan itu milik Pendekar Sutan.
Puncaknya, ketika Pendekar Sutan ingin menikah, Datuk Mantari Labih tak mengijinkan harta warisan itu
digunakan untuk keperluan menikah.Hal ini membuat Pendekar Sutan marah.Maka terjadilah
pertengkaran antara Pendekar Sutan dan Datuk Mantari Labih. Pertengkaran tersebut menyebabkan
Datuk Mantari labih meninggal. Setelah itu, Pendekar Sutan pun ditangkap dan dibuang ke Cilacap. Saat
itu ia masih berusia 15 tahun. Setelah dibuang ke Cilacap, Pendekar Sutan dibawa ke Tanah Bugis
(Perang Bone), Akhirnya Pendekar Sutan pun bebas dari hukumannya, setelah bebas, ia pun pergi ke
daerah mengkasar. Disana, ia menemukan pujaan hatinya, Daeng Habibah, putri dari seorang penyebar
agama islam keturunan Melayu. Mereka pun menikah. Empat tahun kemudian, Daeng habibah
melahirkan seorang anak laki laki yang diberi nama Zainuddin. Namun, saat Zainuddin kecil, Daeng
Habibah, ibunya, meninggal.

Beberapa bulan kemudian, Pendekar Sutan pun menyusul Daeng Habibah. Sehingga Zainuddin diasuh
oleh Mak Base. Mak base adalah orang terdekat dari Pendekar Sutan dan Daeng Habibah. Beliaulah yang
merawat dan mendidik Zainuddin sampai dewasa dan menjadi seorang yang berakhlak mulia.Setelah
Zainuddin dewasa, ia meminta izin kepada Mak Base untuk pergi ke kampung halaman ayahnya di
daerah Padang Panjang. Dengan berat hati, Mak Base melepas Zainuddin pergi. Sampai di Padang
Panjang Zainuddin langsung menuju kampung Batipuh. Disanalah ayahnya dilahirkan. Sesampainya di
sana ia sangat gembira, namun lama-kelamaan kegembiraan nya itu hilang karena ternyata tidak seperti
yang ia harapkan. Ia dianggap sebagai orang asing atau orang Bugis oleh masyarakat setempat, hanya
karena ia di lahirkan dari seorang wanita yang bukan keturunan ninik mamaknya. Tetapi Zainuddin tetap
tabah menghadapi omongan orang-orang di kampung tersebut. Betapa malangnya Zainuddin, karena di
negeri ibunya, ia dianggap sebagai orang asing juga atau sebagai orang Padang. Tenggelamnya Kapal
Van der Wijck adalah sebuah karya sastra roman yang ditulis oleh Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau
lebih dikenal dengan nama Hamka. Roman yang dikarang oleh Prof. Dr. Hamka ini diterbitkan tahun
1939. Roman ini mengisahkan tentang perbedaan adat istiadat dan latar belakang sosial yang terjadi di
minangkabau. Perbedaan tersebut menghalangi hubungan percintaan antara Zainuddin dan Hayati
sehingga berakhir dengan kematian. Kapal Van Der Wijck menjadi salah satu latar belakang kisah ini.
Pada suatu masa, di wilayah Mengkasar, daerah tepi pantai yang berada di antara Kampung Baru dan
Kampung Mariso, berdirilah sebuah rumah khas daerah Mengkasar. Di dalamnya tinggal seorang
pemuda berumur 19 tahun, pemuda itu bernama Zainuddin. Zainuddin tinggal bersama ibu asuhnya,
Mak Base. Dia merupakan hasil perkawinan campur antara Minangkabau dan Mengkasar. Zainuddin
sering mendengarkan cerita dari orang tua angkatnya tentang ayahnya saat muda. pada saat itu,
teringatlah pesan dari ayahnya ketika beliau akan meninggal, ayahnya mengatakan bahwa kampungnya
bukanlah Mengkasar. Di Negeri Batipuh Sapuluh Koto (Padang panjang) 30 tahun lampau, hiduplah
seorang pemuda bergelar Pendekar Sutan, pewaris tunggal dari harta peninggalan ibunya. Namun,
Pendekar Sutan tidak memiliki saudara perempuan sehingga harta warisan tersebut diurus oleh
mamaknya yaitu Datuk Mantari Labih (sesuai adat istiadat Matrilineal). Selain itu, Datuk Mantari Labih
memang mendapat amanah dari ibu Pendekar Sutan untuk menjaga warisan anaknya. Sayangnya,
Datuk Mantari labih serakah , ia ingin memiliki semua harta warisan yang dititipkan kepadanya dan tak
mengijinkan Pendekar Sutan untuk menggunakannya, padahal harta warisan itu milik Pendekar Sutan.
Puncaknya, ketika Pendekar Sutan ingin menikah, Datuk Mantari Labih tak mengijinkan harta warisan itu
digunakan untuk keperluan menikah.Hal ini membuat Pendekar Sutan marah.Maka terjadilah
pertengkaran antara Pendekar Sutan dan Datuk Mantari Labih. Pertengkaran tersebut menyebabkan
Datuk Mantari labih meninggal. Setelah itu, Pendekar Sutan pun ditangkap dan dibuang ke Cilacap. Saat
itu ia masih berusia 15 tahun. Setelah dibuang ke Cilacap, Pendekar Sutan dibawa ke Tanah Bugis
(Perang Bone), Akhirnya Pendekar Sutan pun bebas dari hukumannya, setelah bebas, ia pun pergi ke
daerah mengkasar. Disana, ia menemukan pujaan hatinya, Daeng Habibah, putri dari seorang penyebar
agama islam keturunan Melayu. Mereka pun menikah.

Empat tahun kemudian, Daeng habibah melahirkan seorang anak laki laki yang diberi nama Zainuddin.
Namun, saat Zainuddin kecil, Daeng Habibah, ibunya, meninggal. Beberapa bulan kemudian, Pendekar
Sutan pun menyusul Daeng Habibah. Sehingga Zainuddin diasuh oleh Mak Base. Mak base adalah orang
terdekat dari Pendekar Sutan dan Daeng Habibah. Beliaulah yang merawat dan mendidik Zainuddin
sampai dewasa dan menjadi seorang yang berakhlak mulia.Setelah Zainuddin dewasa, ia meminta izin
kepada Mak Base untuk pergi ke kampung halaman ayahnya di daerah Padang Panjang. Dengan berat
hati, Mak Base melepas Zainuddin pergi. Sampai di Padang Panjang Zainuddin langsung menuju
kampung Batipuh. Disanalah ayahnya dilahirkan. Sesampainya di sana ia sangat gembira, namun lama-
kelamaan kegembiraan nya itu hilang karena ternyata tidak seperti yang ia harapkan. Ia dianggap
sebagai orang asing atau orang Bugis oleh masyarakat setempat, hanya karena ia di lahirkan dari
seorang wanita yang bukan keturunan ninik mamaknya. Tetapi Zainuddin tetap tabah menghadapi
omongan orang-orang di kampung tersebut. Betapa malangnya Zainuddin, karena di negeri ibunya, ia
dianggap sebagai orang asing juga atau sebagai orang Padang. Pertemuan dua sejoli Akhirnya ia
memutuskan untuk kembali pulang ke Mengkasar menemui Mak Base. Namun, saat akan pergi, ia pun
bertemu dengan Hayati, seorang gadis cantik berdarah Minang. Pertemuan dengan Hayati membuat
hatinya gelisah dan sebagai alasan untuk tetap tinggal di sana. Berawal dari pertemuan yang tidak
disengaja, berlanjut dengan surat menyurat maka penderitaan sepasang kekasih ini pun dimulai. Dalam
suratnya Zainuddin menuliskan “Sebagai kukatakan dahulu, lebih bebas saya menulis surat daripada
berkata-kata dengan engkau. Saya lebih pandai meratap,menyesal dan mengumpat dalam sebuah surat.
Karena, bilamana saya bertemu dengan engkau, maka matamu yang sebagai Bintang Timur itu
senantiasa menghilangkan susun kataku.” Hayati adalah perempuan yang tak hanya cantik,namun juga
memiliki budi pekerti yang baik. Mereka sering bertemu dengan bantuan adik laki-laki Hayati. Namun
apa daya, Hubungan ini tidak disetujui oleh ninik dan mamaknya Hayati. Dikarenakan Zainuddin berasal
dari suku yang berbeda, asal-usulnya sebagai orang buangan di Mengkasar, dan tak memiliki harta.
Sedangkan Hayati terlahir dari keluarga terpandang. Untuk menghindari pergunjingan tentang
hubungan mereka, maka mamak Hayati menyuruh Zainuddin pergi meninggalkan Batipuh. Dengan berat
hati, Zainuddin pun pindah ke Padang Panjang. Disana, Zainuddin memperdalam ilmu agama dan
pengetahuannya. Di kota tersebut banyak sekolah-sekolah agama yang bagus. Pada suatu masa, di
wilayah Mengkasar, daerah tepi pantai yang berada di antara Kampung Baru dan Kampung Mariso,
berdirilah sebuah rumah khas daerah Mengkasar. Di dalamnya tinggal seorang pemuda berumur 19
tahun, pemuda itu bernama Zainuddin. Zainuddin tinggal bersama ibu asuhnya, Mak Base. Dia
merupakan hasil perkawinan campur antara Minangkabau dan Mengkasar Zainuddin sering
mendengarkan cerita dari orang tua angkatnya tentang ayahnya saat muda. pada saat itu, teringatlah
pesan dari ayahnya ketika beliau akan meninggal, ayahnya mengatakan bahwa kampungnya bukanlah
Mengkasar. Di Negeri Batipuh Sapuluh Koto (Padang panjang) 30 tahun lampau, hiduplah seorang
pemuda bergelar Pendekar Sutan, pewaris tunggal dari harta peninggalan ibunya. Namun, Pendekar
Sutan tidak memiliki saudara perempuan sehingga harta warisan tersebut diurus oleh mamaknya yaitu
Datuk Mantari Labih (sesuai adat istiadat Matrilineal). Selain itu, Datuk Mantari Labih memang
mendapat amanah dari ibu Pendekar Sutan untuk menjaga warisan anaknya. Sayangnya, Datuk Mantari
labih serakah , ia ingin memiliki semua harta warisan yang dititipkan kepadanya dan tak mengijinkan
Pendekar Sutan untuk menggunakannya, padahal harta warisan itu milik Pendekar Sutan. Puncaknya,
ketika Pendekar Sutan ingin menikah, Datuk Mantari Labih tak mengijinkan harta warisan itu digunakan
untuk keperluan menikah.Hal ini membuat Pendekar Sutan marah.Maka terjadilah pertengkaran antara
Pendekar Sutan dan Datuk Mantari Labih. Pertengkaran tersebut menyebabkan Datuk Mantari labih
meninggal. Setelah itu, Pendekar Sutan pun ditangkap dan dibuang ke Cilacap. Saat itu ia masih berusia
15 tahun. Setelah dibuang ke Cilacap, Pendekar Sutan dibawa ke Tanah Bugis (Perang Bone), Akhirnya
Pendekar Sutan pun bebas dari hukumannya, setelah bebas, ia pun pergi ke daerah mengkasar. Disana,
ia menemukan pujaan hatinya, Daeng Habibah, putri dari seorang penyebar agama islam keturunan
Melayu. Mereka pun menikah.

Empat tahun kemudian, Daeng habibah melahirkan seorang anak laki laki yang diberi nama Zainuddin.
Namun, saat Zainuddin kecil, Daeng Habibah, ibunya, meninggal. Beberapa bulan kemudian, Pendekar
Sutan pun menyusul Daeng Habibah. Sehingga Zainuddin diasuh oleh Mak Base. Mak base adalah orang
terdekat dari Pendekar Sutan dan Daeng Habibah. Beliaulah yang merawat dan mendidik Zainuddin
sampai dewasa dan menjadi seorang yang berakhlak mulia.Setelah Zainuddin dewasa, ia meminta izin
kepada Mak Base untuk pergi ke kampung halaman ayahnya di daerah Padang Panjang. Dengan berat
hati, Mak Base melepas Zainuddin pergi. Sampai di Padang Panjang Zainuddin langsung menuju
kampung Batipuh. Disanalah ayahnya dilahirkan. Sesampainya di sana ia sangat gembira, namun lama-
kelamaan kegembiraan nya itu hilang karena ternyata tidak seperti yang ia harapkan. Ia dianggap
sebagai orang asing atau orang Bugis oleh masyarakat setempat, hanya karena ia di lahirkan dari
seorang wanita yang bukan keturunan ninik mamaknya. Tetapi Zainuddin tetap tabah menghadapi
omongan orang-orang di kampung tersebut. Betapa malangnya Zainuddin, karena di negeri ibunya, ia
dianggap sebagai orang asing juga atau sebagai orang Padang.Pertemuan dua sejoli Akhirnya ia
memutuskan untuk kembali pulang ke Mengkasar menemui Mak Base. Namun, saat akan pergi, ia pun
bertemu dengan Hayati, seorang gadis cantik berdarah Minang. Pertemuan dengan Hayati membuat
hatinya gelisah dan sebagai alasan untuk tetap tinggal di sana. Berawal dari pertemuan yang tidak
disengaja, berlanjut dengan surat menyurat maka penderitaan sepasang kekasih ini pun dimulai.
Dalam suratnya Zainuddin menuliskan “Sebagai kukatakan dahulu, lebih bebas saya menulis surat
daripada berkata-kata dengan engkau. Saya lebih pandai meratap,menyesal dan mengumpat dalam
sebuah surat. Karena, bilamana saya bertemu dengan engkau, maka matamu yang sebagai Bintang
Timur itu senantiasa menghilangkan susun kataku.” Hayati adalah perempuan yang tak hanya
cantik,namun juga memiliki budi pekerti yang baik. Mereka sering bertemu dengan bantuan adik laki-laki
Hayati. Namun apa daya, Hubungan ini tidak disetujui oleh ninik dan mamaknya Hayati. Dikarenakan
Zainuddin berasal dari suku yang berbeda, asal-usulnya sebagai orang buangan di Mengkasar, dan tak
memiliki harta. Sedangkan Hayati terlahir dari keluarga terpandang.

Untuk menghindari pergunjingan tentang hubungan mereka, maka mamak Hayati menyuruh Zainuddin
pergi meninggalkan Batipuh. Dengan berat hati, Zainuddin pun pindah ke Padang Panjang. Disana,
Zainuddin memperdalam ilmu agama dan pengetahuannya. Di kota tersebut banyak sekolah-sekolah
agama yang bagus. Akhirnya, Hayati memilih untuk diperistri oleh Aziz, kakak dari sahabatnya, Khadijah.
Luluh lantaklah hati si Yatim-Piatu yang terbuang itu, terlebih lagi disaat yang sama Zainuddin mendapat
kabar kalau Mak Base, pengasuhnya telah berpulang. Mak Base meninggal dan mewariskan banyak
harta kepada Zainuddin. Zainuddin memberanikan diri mengirim surat lamaran kepada Hayati di
Batipuh. Tetapi sayangnya, bersamaan dengan datangnya rombongan dari pihak Aziz yang hendak
melamar Hayati. Zainuddin tanpa menyebutkan harta kekayaan yang kini ia miliki, sehingga ia ditolak
oleh ninik mamak Hayati. Ninik mamak hayati menerima pinangan Aziz yang di mata mereka lebih
beradab dan kaya raya. Hayati akhirnya menikah dengan Azis. Azis adalah anak orang terpandang, satu
suku dan terikat kerabat dengan mamaknya hayati, walaupun jauh. Awal pernikahan Hayati dan Azis
sangat bahagia karena Azis pandai mengambil dan menyenangkan hati Hayati. Namun tanpa
sepengetahuan Hayati, Azis adalah tipe pemuda yang suka menghamburkan uang, berjudi, mabuk-
mabukkan dan senang main perempuan. Disisi lain, Zainuddin tidak mampu menerima penolakan
tersebut, apalagi menurut Muluk, sahabatnya bahwa sebenarnya Aziz memiliki perilaku yang buruk.
Zainuddin pun jatuh sakit, akibat terlalu memikirkan orang yang ia cintai pergi bersama pria lain. Setiap
hari, ia selalu memanggil nama Hayati. Atas permintaan dokter dan izin dari Azis, suami hayati, akhirnya
hayati pun menjenguk Zainuddin. Dalam sekejap, Zainuddin pun sembuh. Setelah sembuh dari sakit,
Zainuddin pun mulai bangkit untuk melupakan Hayati. Zainuddin dtemani Muluk, sahabatnya pindah ke
Pulau Jawa. Di Pulau Jawa, Zainuddin menjadi penulis terkenal. Ia menggunakan nama Samaran “Z” di
setiap karyanya. Muluk lah yang menyemangati Zainuddin sampai ia bisa mencapai titik tersebut, sukses
dan melupakan hayati. Hayati dan Aziz hijrah ke Surabaya. Perekonomian mereka makin
memprihatinkan dan terlilit banyak hutang akibat ulah Aziz. Mereka diusir dari kontrakan dan secara
kebetulan mereka bertemu dengan Zainuddin, mereka singgah di rumah Zainuddin. Karena tak kuasa
menanggung malu atas kebaikan Zainuddin, Aziz meninggalkan istrinya untuk mencari pekerjaan ke
Banyuwangi. Beberapa hari kemudian, datang dua surat dari Aziz yang pertama berisi surat perceraian
untuk Hayati sedangkan yang kedua berisi surat permintaan maaf dan permintaan agar Zainuddin mau
menerima Hayati kembali. Setelah itu datang berita bahwa Aziz ditemukan bunuh diri di kamarnya.
Hayati juga meminta maaf kepada Zainuddin. Ia berharap bisa kembali bersama Zainuddin. Namun,
masih terasa sakit di hati Zainuddin. Sehingga ia menyuruh Hayati pulang ke kampung halamannya,
Batipuh. Esok harinya, Hayati pulang ke Batipuh menumpang kapal Van Der Wijck meskipun dengan
terpaksa dan kesedihan yang mendalam.

Setelah Hayati pergi, barulah Zainuddin menyadari bahwa ia tidak bisa hidup tanpa Hayati. Apalagi
setelah membaca surat Hayati yang bertuliskan “aku cinta engkau dan kalau kumati, kematianku dalam
mengenang engkau.” Maka segeralah ia menyusul Hayati ke Jakarta. Saat Zainuddin sedang bersiap-siap,
tersiar kabar bahwa kapal Van Der Wijck yang ditumpangi Hayati tenggelam. Zainuddin langsung syok
dan langsung pergi bersama Muluk untuk mencari Hayati. Muluk menyesal karena ia tidak memberi tahu
Zainuddin bahwa Hayati sebenarnya masih mencintainya. Hayati menghembuskan nafas terakhir setelah
Zainuddin membimbing mengucapkan kalimah syahadat. Tak lama setelah Hayati meninggal, Zainuddin
pun menyusulnya. Karena tidak bisa berhenti memikirkan hayati menyebabkan ia sakit-sakitan sampai
akhirnya meninggal. Sedangkan jasadnya dimakamkan dekat pusara Hayati oleh muluk. Cinta sejatinya
kekal abadi.

Anda mungkin juga menyukai