Anda di halaman 1dari 3

TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK

Tenggelamnya Kapal Van der Wijck adalah sebuah karya sastra roman yang ditulis oleh Haji
Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan nama Hamka. Roman yang dikarang
oleh Prof. Dr. Hamka ini diterbitkan tahun 1939.

Roman ini  mengisahkan tentang perbedaan adat istiadat dan latar belakang sosial yang terjadi
di minangkabau. Perbedaan tersebut menghalangi hubungan percintaan antara Zainuddin dan
Hayati sehingga berakhir dengan kematian. Kapal Van Der Wijck menjadi salah satu latar
belakang kisah ini.

Pada suatu masa, di wilayah Mengkasar, daerah tepi pantai yang berada di antara Kampung
Baru dan Kampung Mariso, berdirilah sebuah rumah khas daerah Mengkasar. Di
dalamnya tinggal  seorang pemuda berumur 19 tahun, pemuda itu bernama
Zainuddin. Zainuddin tinggal bersama ibu asuhnya, Mak Base. Dia
merupakan hasil perkawinan campur antara Minangkabau dan Mengkasar.
Zainuddin sering mendengarkan cerita dari orang tua angkatnya tentang ayahnya saat muda.
pada saat itu, teringatlah pesan dari ayahnya ketika beliau akan meninggal, ayahnya
mengatakan bahwa kampungnya  bukanlah Mengkasar.

Kilas Balik
Di Negeri Batipuh Sapuluh Koto (Padang panjang) 30 tahun lampau, hiduplah seorang pemuda
bergelar Pendekar Sutan, pewaris tunggal dari harta peninggalan ibunya. Namun, Pendekar
Sutan tidak memiliki saudara perempuan sehingga harta warisan tersebut diurus oleh 
mamaknya yaitu Datuk Mantari Labih (sesuai adat istiadat Matrilineal).
Selain itu, Datuk Mantari Labih memang mendapat amanah dari ibu Pendekar Sutan
untuk  menjaga warisan anaknya. Sayangnya, Datuk Mantari labih serakah , ia ingin memiliki
semua harta warisan yang dititipkan kepadanya dan tak mengijinkan Pendekar Sutan untuk
menggunakannya, padahal harta warisan itu milik Pendekar Sutan.
Puncaknya, ketika Pendekar Sutan ingin menikah, Datuk Mantari Labih tak mengijinkan
harta warisan itu digunakan untuk keperluan menikah.Hal ini membuat Pendekar Sutan
marah.Maka terjadilah pertengkaran antara Pendekar Sutan dan Datuk Mantari Labih.
Pertengkaran tersebut menyebabkan Datuk Mantari labih meninggal.
Setelah itu, Pendekar Sutan pun ditangkap dan dibuang ke Cilacap. Saat itu ia masih berusia
15 tahun. Setelah dibuang ke Cilacap, Pendekar Sutan dibawa ke Tanah Bugis (Perang Bone),
Akhirnya Pendekar Sutan pun bebas dari hukumannya, setelah bebas, ia pun pergi ke daerah
mengkasar. Disana, ia menemukan pujaan hatinya, Daeng Habibah, putri dari seorang
penyebar agama islam keturunan Melayu. Mereka pun menikah.

Lahirnya Zainuddin
Empat tahun kemudian, Daeng habibah melahirkan seorang anak laki laki  yang diberi nama
Zainuddin. Namun, saat Zainuddin kecil, Daeng Habibah, ibunya, meninggal. Beberapa bulan
kemudian, Pendekar Sutan pun menyusul Daeng Habibah. Sehingga
Zainuddin  diasuh oleh Mak Base. 
Mak base adalah orang terdekat dari Pendekar Sutan dan Daeng Habibah. Beliaulah yang
merawat dan mendidik Zainuddin sampai dewasa dan  menjadi seorang  yang berakhlak
mulia.Setelah Zainuddin dewasa, ia meminta izin kepada Mak Base untuk pergi ke kampung
halaman ayahnya di  daerah Padang Panjang. Dengan berat hati, Mak Base melepas Zainuddin
pergi. Sampai di Padang Panjang Zainuddin langsung menuju kampung Batipuh. Disanalah
ayahnya dilahirkan. Sesampainya di sana ia sangat gembira, namun lama-
kelamaan kegembiraan nya itu hilang karena ternyata tidak seperti yang ia harapkan.
Ia dianggap sebagai orang asing atau orang Bugis oleh masyarakat setempat, hanya karena
ia di lahirkan dari seorang wanita yang bukan keturunan ninik mamaknya. Tetapi Zainuddin
tetap tabah menghadapi omongan orang-orang di kampung tersebut.
Betapa malangnya Zainuddin, karena di negeri ibunya, ia dianggap sebagai orang asing juga
atau sebagai orang Padang.

Pertemuan dua sejoli


Akhirnya ia memutuskan untuk kembali pulang ke Mengkasar menemui Mak Base. Namun,
saat akan pergi, ia pun bertemu dengan Hayati, seorang gadis cantik berdarah Minang.
Pertemuan dengan Hayati membuat hatinya gelisah dan sebagai alasan untuk tetap tinggal di
sana.
Berawal dari pertemuan yang tidak disengaja, berlanjut dengan surat menyurat maka
penderitaan  sepasang kekasih  ini pun dimulai. 
Dalam suratnya Zainuddin menuliskan “Sebagai kukatakan dahulu, lebih bebas saya menulis
surat daripada berkata-kata dengan engkau. Saya lebih pandai meratap,menyesal dan mengumpat
dalam sebuah surat. Karena, bilamana saya bertemu dengan engkau, maka matamu yang sebagai
Bintang Timur itu senantiasa menghilangkan susun kataku.”
Hayati adalah perempuan yang tak hanya cantik,namun juga memiliki budi pekerti yang
baik. Mereka sering bertemu dengan bantuan adik laki-laki Hayati.
Namun apa daya, Hubungan ini tidak disetujui oleh ninik dan mamaknya
Hayati. Dikarenakan Zainuddin berasal dari suku yang berbeda, asal-usulnya sebagai orang
buangan di Mengkasar, dan tak memiliki harta. Sedangkan Hayati terlahir dari keluarga
terpandang.
Untuk menghindari pergunjingan tentang hubungan mereka, maka mamak Hayati menyuruh
Zainuddin pergi meninggalkan Batipuh.
Dengan berat hati, Zainuddin pun pindah ke Padang Panjang. Disana, Zainuddin
memperdalam ilmu agama dan pengetahuannya. Di kota tersebut banyak sekolah-sekolah
agama yang bagus.

Hayati Menikah
Akhirnya, Hayati memilih untuk diperistri oleh Aziz, kakak dari sahabatnya, Khadijah. Luluh
lantaklah hati si Yatim-Piatu yang terbuang itu, terlebih lagi disaat yang sama Zainuddin
mendapat kabar kalau Mak Base, pengasuhnya telah berpulang. 
Mak Base meninggal dan mewariskan banyak harta kepada
Zainuddin. Zainuddin memberanikan diri mengirim surat lamaran kepada Hayati di Batipuh.
Tetapi sayangnya, bersamaan dengan datangnya rombongan dari pihak Aziz yang hendak
melamar Hayati. Zainuddin tanpa menyebutkan harta kekayaan yang kini ia miliki, sehingga
ia ditolak oleh ninik mamak Hayati.

Pinangan Aziz
Ninik mamak hayati menerima pinangan Aziz yang di mata mereka lebih beradab dan kaya
raya. Hayati akhirnya menikah dengan Azis. Azis adalah anak orang terpandang, satu suku
dan terikat kerabat dengan mamaknya hayati, walaupun jauh. Awal pernikahan Hayati dan
Azis sangat bahagia karena Azis pandai mengambil dan menyenangkan hati Hayati. Namun
tanpa sepengetahuan Hayati, Azis adalah tipe pemuda yang suka menghamburkan uang,
berjudi, mabuk-mabukkan dan senang main perempuan.
Di sisi lain, Zainuddin tidak mampu menerima penolakan tersebut, apalagi menurut Muluk,
sahabatnya bahwa sebenarnya Aziz memiliki perilaku yang buruk.
Zainuddin pun jatuh sakit, akibat terlalu memikirkan orang yang ia cintai pergi bersama pria
lain. Setiap hari, ia selalu memanggil nama Hayati. Atas permintaan dokter dan izin dari Azis,
suami hayati, akhirnya hayati pun menjenguk Zainuddin. Dalam sekejap, Zainuddin pun
sembuh. Setelah sembuh dari sakit, Zainuddin pun mulai bangkit untuk melupakan Hayati. 

Bangkitnya Zainuddin
Zainuddin dtemani Muluk, sahabatnya pindah ke Pulau Jawa. Di Pulau Jawa,
Zainuddin menjadi penulis terkenal. Ia menggunakan nama Samaran “Z” di setiap karyanya.
Muluk lah yang menyemangati Zainuddin sampai ia bisa mencapai titik tersebut, sukses dan
melupakan hayati.
Hayati dan Aziz hijrah ke Surabaya. Perekonomian mereka makin memprihatinkan dan terlilit
banyak hutang akibat ulah Aziz. Mereka diusir dari kontrakan dan secara kebetulan mereka
bertemu dengan Zainuddin, mereka singgah di rumah Zainuddin. Karena tak kuasa
menanggung malu atas kebaikan Zainuddin, Aziz meninggalkan istrinya untuk mencari
pekerjaan ke Banyuwangi.

Aziz bunuh diri


Beberapa hari kemudian, datang dua surat dari Aziz yang pertama berisi surat perceraian
untuk Hayati sedangkan yang kedua berisi surat permintaan maaf dan permintaan agar
Zainuddin mau menerima Hayati kembali. Setelah itu datang berita bahwa Aziz ditemukan
bunuh diri di kamarnya.
Hayati juga meminta maaf kepada Zainuddin. Ia berharap bisa kembali bersama Zainuddin.
Namun, masih terasa sakit di hati Zainuddin. Sehingga ia menyuruh Hayati pulang ke
kampung halamannya, Batipuh. Esok harinya, Hayati  pulang ke Batipuh menumpang kapal
Van Der Wijck meskipun dengan terpaksa dan kesedihan yang mendalam. 

Meninggalnya Hayati
Setelah Hayati pergi, barulah Zainuddin menyadari bahwa ia tidak bisa hidup tanpa Hayati.
Apalagi setelah membaca surat Hayati yang bertuliskan “aku cinta engkau dan kalau kumati,
kematianku dalam mengenang engkau.” Maka segeralah ia menyusul Hayati ke Jakarta. Saat
Zainuddin sedang bersiap-siap, tersiar kabar bahwa kapal Van Der Wijck yang ditumpangi
Hayati tenggelam. Zainuddin langsung syok dan langsung pergi bersama Muluk untuk mencari
Hayati. Muluk menyesal karena ia tidak memberi tahu Zainuddin bahwa Hayati sebenarnya
masih mencintainya.

Zainuddin pun menyusul Hayati


Hayati menghembuskan nafas terakhir setelah Zainuddin membimbing mengucapkan kalimah
syahadat. Tak lama setelah Hayati meninggal, Zainuddin pun menyusulnya. Karena tidak bisa
berhenti memikirkan hayati menyebabkan ia sakit-sakitan sampai akhirnya meninggal.
Sedangkan jasadnya dimakamkan  dekat pusara Hayati oleh muluk. Cinta sejatinya kekal
abadi.

Anda mungkin juga menyukai