Anda di halaman 1dari 6

TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK

Ringkasan
Film tenggelamnya kapal van der wijck merupakan film yang mengisahkan perjalanan
cinta, dan hidup seorang pemuda bernama Zainuddin. Zainuddin merupakan putra almarhum
dari pendekar sutan yang masih merupakan rakyat Minangkabau. Namun, ayah Zainuddin
menikah dengan seorang perempuan yang berasal dari makassar yang tak lain adalah
almarhum ibunya, sehingga hal itu membuat Zainuddin dianggap sebagai orang yang tak
bersuku di daerah asal ayahnya.
Suatu waktu Zainuddin pergi ke Batipuh dengan tujuan untuk mengunjungi saudara
ayahnya, sekaligus belajar agama. Namun, ternyata disanalah perjalanan pahitnya di mulai.
Zainuddin bertemu dengan seorang gadis cantik bernama Hayati. Hayati merupakan gadis
yatim piatu yang tinggal bersama dengan mamaknya (paman) yang merupakan pemangku
adat di Batipuh. Keluarga Hayati adalah orang orang yang sangat menjaga tradisi dan adat.
Tak disangka sangka, melalui pertemuan singkat antara Zainuddin dan Hayati ternyata
membuka tali silaturrahmi baru. Zainuddin dan Hayati sering berkirim surat untuk saling
bertukar cerita. Namun, di suatu waktu Zainuddin mengirimkan sebuah surat yang berisikan
cerita mengenai perasaannya kepada Hayati. Hayati menerima surat tersebut dengan perasaan
bahagia, ia tak masalah jika Zainuddin jatuh cinta kepadanya sebab ia juka jatuh cinta kepada
Zainuddin. Namun ternyata hubungan antara Zainuddin dan Hayati diketahui oleh mamak
Hayati, dan mengkibatkan Zainuddin di minta pergi meninggalkan Batipuh. Sebelum
keduanya berpisah, Hayati berjanji kepada Zainuddin bahwa ia akan terus menunggu
Zainuddin kembali, entah berapa lama waktunya. Ia juga berjanji bahwa ia akan menjaga
kesucian dirinya untuk Zainuddin. Hayati juga memberikan kerudungnya kepada Zainuddin
sebagai kenang kenangan.
Suatu waktu, Hayati diminta menginap di rumah Khadijah. Khadijah merupakan
sahabat karib Hayati yang tinggal di Padang Panjang, tempat Zainuddin kini berada. Hayati
menerima permintaan tersebut dengan riang gembira, sebab dari situlah ia juga bisa bertemu
dengan kekasihnya, Zainuddin. Sesampainya Hayati di rumah Khadijah, ia bertemu dengan
Uda Aziz, kakak Khadijah. Dari pertemuan pertama itu, Uda Aziz jatuh hati melihat
kecantikan Hayati. Dari situlah muncul upaya upaya Uda Aziz untuk mendekati Hayati.
Suatu waktu, Hayati diajak oleh keluarga Khadijah untuk menonton pacuan kuda.
Hayati menerima ajakan tersebut dengan bahagia, ia berias secantik mungkin dan
mengenakan baju khas Minangkabau miliknya yang paling indah. Namun, hal itu justru
mendapat tanggapan tidak mengenakkan dari Khadijah, “apalah kau Hayati, macam lepat
dibungkus sajo.” Khadijah memakaikan Hayati baju yang lebih modern, baju yang saat itu
umum digunakan oleh Wanita Wanita Belanda. Melihat kecantikan Hayati yang
menggunakan baju modern, membuat Uda Aziz semakin jatuh cinta.
Berangkatlah Hayati bersama Khadijah ke pacuan kuda. Tak disangka, disana Hayati
benar benar bertemu Zainuddin. Zainuddin terkejut melihat perubahan Hayati yang begitu
cepat. Sehari kemudian, ia cepat cepat mengirim surat kepada Hayati dan menyampaikan
bahwa ia kecewa dengan gaya berpakaian Hayati sekarang. Zainuddin juga menanyakan
tentang janji Hayati yang akan menjaga kesucian dirinya. Hayati menangis menyesali bahwa
ia telah melanggar janjinya. Beberapa hari kemudian, Hayati kembali ke kampung
halamannya di Batipuh.
Tak lama dari itu, datanglah dua kabar yang bersamaan ke rumah Hayati. Kabar
pertama berasal dari keluarga Uda Aziz yang ingin meminang Hayati. Kabar kedua dating
dari Zainuddin dengan maksud dan tujuan yang sama. Untuk memutuskan hal berat tersebut,
para sesepuh adat melakukan musyawarah, dan di dapatkan keputusan bahwa pinangan yang
mereka terima ialah milik Uda Aziz. Hayati hanya bisa mengiyakan dengan perasaan
terpaksa. Akhirnya menikahlah Hayati dengan Uda Aziz.
Mendengar hal itu Zainuddin sangat bersedih, terlebih saat mendengar kabar bahwa
pria yang dinikahi Hayati adalah pria yang kurang baik, suka berjudi, dan minum minum.
Zainuddin menilai laki laki macam itu tidak bisa membimbing Hayati ke jalan yang benar.
Akibat terlalu sering memikirkan Hayati, akhirnya Zainuddin pun jatuh sakit. Tak henti
hentinya ia terbayang bayang akan keberadaan Hayati di hadapannya. Melihat hal itu, Ma’
Tangah, kerabat Ibu Zainuddin meminta Hayati datang kemari menemui Zainuddin.
Saat Zainuddin bertemu Hayati, ia menangis bahagia. Namun, tiba tiba Zainuddin
melepaskan genggaman tangan Hayati sebab ia melihat tanda merah di tangan Hayati yang
berarti bahwa Hayati telah menikah. Zainuddin kecewa dan mengusir Hayati dari rumahnya.
Zainuddin terus terbaring di tempat tidur dengan keadaan yang membuat siapapun iba
melihatnya, ia hanya bisa menangisi kepergiaan Hayati.
Namun, hal itu tak berlangsung lama. Bang muluk, anak ma’ tangah memberi
Zainuddin semangat untuk bangkit. Zainuddin pun bangkit. Mereka berdua berangkat
merantau ke Batavia untuk mencari pekerjaan. Di Batavia, Zainuddin mulai menulis sebuah
buku yang mengisahkan tentang dirinya dan Hayati. Kemudian, dijual buku itu agar
Zainuddin bisa mendapat penghasilan. Ternyata, buku itu dapat mencuri hati banyak orang.
Buku Zainuddin menjadi buku yang terkenal diseluruh penjuru Indonesia. Hingga akhirnya,
ia diminta untuk menjadi salah satu pengurus dari sebuah perusahaan buku di Surabaya.
Berangkatlah Zainuddin dan Bang Muluk ke sana.
Sementara Hayati di Padang Panjang, mendapat kabar bahwa suaminya, Uda Aziz
mendapat kenaikan pangkat dan harus pindah ke Surabaya. Ikutlah Hayati dengan suaminya
ke Surabaya. Disana Hayati juga membaca buku yang tak disangka sangka adalah karangan
mantan kekasihnya sendiri. Hayati menangis membaca kalimat demi kalimat yang tertulis di
buku itu. Ia merasa seperti melihat kembali perjalanan pedih antara dirinya dan Zainuddin.
Selama Zainuddin di Surabaya, ia bekerja dengan sangat baik. Hingga pada akhirnya
ia diberikan sebuah rumah megah oleh pimpinan perusahaanya. Tinggallah Zainuddin
bersama Bang Muluk dan para pelayannya di rumah itu. Zainuddin hidup sebagai orang yang
jauh berbeda dari yang lalu jika dilihat dari segi penampilanya. Namun di dalam batinnya, ia
tetap merindukan orang yang sama yakni Hayati.’
Suatu ketika, Zainuddin diminta untuk menghadiri opera dari bukunya yang berjudul
Teroesir. Tak disangka, disana ia bertemu dengan Hayati dan suaminya. Zainuddin bertukar
kabar dengan mereka. Kini, bagi Zainuddin Hayati adalah istri dari seorang sahabatnya.
Zainuddin berusaha menerima kenyataan bahwa ia harus merelakan Hayati.
Tak disangka sangka, kepindahan Hayati dan suaminya ke Surabaya, membuat
pergaulan suaminya semakin tidak terkontrol. Setiap hari suami Hayati terus saja berjudi,
hingga pada akhirnya mengalami kekalahan besar. Datanglah rentenir untuk menyita rumah
Uda Aziz dan Hayati, akibat Uda Aziz tak kunjung membayar hutang yang ia pakai untuk
berjudi. Di usirlah keduanya dari rumah besar nan megah yang berfasilitas lengkap tersebut.
Mendengar hal itu, Zainuddin sebagai sahabat menawarkan mereka untuk tinggal di
rumahnya. Uda Aziz setuju untuk tinggal selama beberapa waktu di rumah Zainuddin.
Beberapa hari tinggal disana, tiba tiba Uda Aziz jatuh sakit dan kondisinya cukup buruk.
Zainuddin menyarankan agar Uda Aziz beristirahat total selama beberapa hari di rumahnya.
Namun, Uda Aziz bersikeras ingin pergi untuk mencari pekerjaan. Kini ia menyesal sudah
mengkhianati istrinya. Ia menitipkan Hayati di rumah Zainuddin, nanti ketika ia sudah
mendapat pekerjaan akan di jemputnya Hayati.
Namun, janji itu sekedar janji. Sebulan setelah kepergiannya, Hayati menerima kabar
bahwa Uda Aziz mentalaknya dan Uda Aziz telah meninggal dunia akibat memakai barang
haram, yakni narkoba. Hayati bersedih atas meninggalnya suami tercintanya itu, terlebih
dengan cara yang mengenaskan. Zainuddin berusaha menghibur Hayati dengan cara yang ia
bisa.
Suatu ketika, Hayati mengatakan kepada Zainuddin bahwa ia masih mencintainya.
Namun, kini Zainuddin menolak mentah mentah cinta Hayati. Hal itu dilakukannya karena ia
masih punya rasa kesal kepada Hayati yang telah mengingkari janjinya, dan mematahkan
harapannya. Zainuddin meminta Hayati untuk pulang ke kampung halaman, ia
membelikannya tiket kapal untuk pulang ke kampung halaman. Meski Hayati berusaha
menolak, tetapi Zainuddin tetap tegak pada pendiriannya.
Akhirnya, berangkatlah Hayati ke Pelabuhan Tanjung Perak diantar oleh Bang Muluk.
Sebelum berangkat, Hayati sempat mengucapkan “Entah mengapa, rasanya seperti saya akan
masuk ke dalam lautan yang dalam.” Bang Muluk berusaha menenangkan Hayati, dan
mengatakan bahwa itu hanya rasa sedihya akibat tidak ingin meninggalkan Surabaya.
Akhirnya, Hayati pun berangkat dengan Kapal Van Der Wijck yang akan
mengantarnya menuju kampung halaman. Namun, naas sekali nasib Hayati. Kapal yang
ditumpanginya tiba tiba karam. Hayati masuk ke dalam lautan bersama dengan karamnya
kapal tersebut. Ucapannya benar benar nyata.
Mendengar kabar tersebut, Zainuddin bergegas mendatangi rumah sakit terdekat dari
lokasi tenggelamnya kapal. Disana ia mencari keberadaan Hayati. Di temukannya Hayati
dengan kondisi yang sangat lemah akibat paru parunya dipenuhi air dan tulang rusuknya
patah. Zainuddin menangis menyesali keegoisannya yang memaksa Hayati pulang. Saat itu,
Hayati mengucapkan kalimat kalimat indah terakhirnya untuk Zainuddin. Kemudian, ia
meminta agar Zainuddin membantunya untuk mengucapkan dua kalimat ajaib, yakni
syahadat. Beriring kalimat Ajaib itu, Hayati pergi meninggalkan Zainuddin untuk kembali ke
pangkuan tuhan.
Beberapa waktu kemudian, Zainuddin mulai merelakan kepergian Hayati. Ia ikhlas
kekasihnya itu pergi. Untuk mengenang Hayati, Zainuddin mendirikan sebuah panti asuhan
yang ia berinama “HAYATI.”
Unsur Intrinsik
1. Tema
Perjalanan hidup seseorang dan perjuangan mencari jati diri.
2. Latar
Tempat: Makassar, Batipuh, Padang Panjang, Batavia, Surabaya.
Waktu: Pagi, siang, sore, senja, malam.
Suasana: Haru, mencekam, riang, menyenangkan.
3. Alur
Alur Maju
4. Amanat
Mencintai tak harus memiliki. Terkadang kita perlu merelakan seseorang untuk bukti
bahwa kita benar benar mencintai dia. Sebaik baik takdir tuhan, jika ia milik kita
maka akan tetap kembali pada diri kita.
5. Tokoh
Zainuddin, Hayati, Ma’ Base, Ma’ Tangah, Uda Aziz, Khadijah, Datuk, Bang Muluk.
6. Watak
Zainuddin: Pekerja keras, alim, sederhana, cerdas.
Ma’ Base: Penyayang
Ma’ Tangah: Pemarah
Uda Aziz: Sombong, ceroboh, pemalas, boros.
Khadijah: Periang, suka mempengaruhi orang, baik kepada teman.
Datuk: Pemarah, berpendirian teguh.
Bang Muluk: Bijaksana, senang menolong.
7. Sudut Pandang
Sudut Pandang orang ketiga.
8. Gaya Bahasa
Campuran antara Bahasa Melayu, Minangkabau, Bahasa Indonesia, dan Bahasa
Belanda.
Unsur Ekstrinsik
1. Biografi Pengarang
Film tersebut diangkat dari sebuah novel karangan Buya Hamka. Nama lengkapnya
ialah Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah. Beliau lahir Sumatera Barat, 17
Februari 1908 dan meinggal di Jakarta, 24 Juli 1981. Beliau merupakan seorang
ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Beliau berkiprah sebagai seorang wartawan,
penulis, dan pengajar. Beliau juga terjun dalam organisasi politik melalui Masyumi
hingga partai tersebut dibubarkan. Beliau juga pernah menjabat sebagai ketua Majelis
Ulama Indonesia (MUI) pertama, dan aktif dalam Muhammadiyah hingga akhir
hayatnya.
2. Lingkungan Budaya
Dalam film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck sangat kental akan budaya Melayu
dan Miangkabau. Di selipkan pula beberapa budaya khas Belanda.
3. Lingkungan Sosial
Lingkuangan sosial yang terdapat film tersebut sangat beragam. Mulai dari
lingkungan keluarga yang kental akan adat istiadat, keluarga miskin, keluarga kaya
raya, hingga lingkungan social modern dan tradisional.
4. Keadaan Zaman
Zaman yang diceritakan pada film tersebut ialah zaman dimana pengaruh Belanda
masih sangat besar terhdap Indonesia. Hal itu terbukti dengan banyaknya Warga
Belanda yang tinggal di Indonesia, dan beberapa ejaan dalam penulisan kata masih
sangat mirip dengan ejaan Belanda.
5. Nilai Kehidupan
Dalam film tersebut terdapat nilai kehidupan berupa pesan agar terus mengingat Allah
sebagai tuhan yang maha esa.
SENTILAN SENTILUN – BELAJAR DARI FILM

Isi dari tayangan yang saya tonton:


 Sebagai seorang pemimpin, kita harus mendukung penuh kebutuhan rakyat
dan sebesar besar mencurahkan ide dan perhatiannya untuk rakyat.
 Kita harus mendukung ide ide kreatif yang muncul dari pemikiran anak anak
muda bangsa.
 Banyak anak muda yang antusias untuk membuat film film bagus, oleh
karena itu kita harus mendukungnya.
 Pemerintah harus memberi ruang supaya kreatifitas anak muda dalam perfilm-
an bisa terus tumbuh dengan baik supaya film bisa benar benar menjadi
industry kreatif di setiap negeri.
Ditonton: 18 Desember 2020, Pukul 10:52 WIB.

Anda mungkin juga menyukai