Oleh :
Annisa Fanda Faustina
Sekar Elok Mahanani
XII MIPA D
I. Sinopsis
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck merupakan novel karya Hamka yang
mengkisahkan tentang sepasang pemuda pemudi yang saling jatuh cinta dan saling
mencintai. Namun, kisah cinta pemuda pemudi ini terhalang oleh adat istiadat dan
kebiasaan yang tumbuh dan berkembang di daerah mereka. Zainuddin dan Hayati nama
dari pemuda pemudi ini. Zainuddin merupakan pemuda keturunan campuran Minang
yang berasal dari bapaknya dan Bugis yang berasal dari ibunya. Sedangkan, Hayati
merupakan pemudi keturunan Padang Minangkabau tulen yang juga merupakan
kemenakan dari Tuan Gedang atau sering disebut Datuk dari desa tempat tinggalnya,
Desa Batipuh.
Kisah cinta Zainuddin dan Hayati merupakan kisah cinta abadi yang tidak kekang
oleh waktu dan tidak hancur oleh karena buruknya adat kebiasaan di Minang.
Minangkabau, merupakan tempat yang masih kental dan teguh dengan adat dan
kebiasaannya jika ‘keturunan dan kekayaan adalah segala-galanya, di atas cinta’.
Konon, hidup di zaman sekarang berkehendak uang, begitulah. Cinta Zainuddin untuk
Hayati yang suci dan tulus dianggap kurang sempurna karena dia orang melarat dan
juga dianggap sebagai anak pisang, orang pendatang, tidak diakui sebagai orang
Minang. Kisah cinta keduanya semakin penuh lika-liku tatkala datanglah si Aziz
meminang Hayati untuk menjadi teman hidupnya. Aziz, merupakan kakak dari sahabat
Hayati, Khadijah yang memiliki kekayaan dan merupakan orang asli Minang. Di saat
bersamaan itu pula, Zainuddin juga mminang Hayati, namun ditolak. Pada akhirnya,
Hayati menikah dengan Aziz, mengikat janji suci, sehidup semati. Pada awalnya,
Zainuddin hancur dan terpuruk, tetapi Zainuddin masih setia dan tetap hidup dengan
ilmu dan karya-karyanya. Zainuddin pun memutuskan untuk mengadu nasib, memulai
hidup yang baru, meninggalkan kehidupan lamanya untuk pergi ke tanah Jawa, ke
Surabaya. Dia pergi tidak sendiri, melainkan bersam sahabatnya, Bang Muluk. Tidak
lama setelah ia tinggal di Surabaya, ia menemukan kesuksesan, memiliki nama, dan
memiliki kekayaan, sangat berbeda dengan dirinya dahulu. Zainuddin yang dulu
melarat, kini menjadi orang tersohor di Surabaya, bahkan seluruh Jawa hingga
Mengkasar telang mengenal dirinya.
Tidak terasa waktu berjalan lama, Aziz dan Hayati pindah dari Minang ke tanah
Jawa karena tuntutan pekerjaan Aziz. Namun, keretakan pernikahan Hayati dan Aziz
juga sudah semakin tampak setelah kepindahan mereka. Aziz memutuskan talak kepada
Hayati. Tidak lama setelah Aziz memutuskan talak, Aziz mati bunuh diri dan Hayati
pun menjanda. Sepeninggal Aziz, Zainuddin membiarkan Hayati untuk tinggal di
kediamannya, karena Hayati sudah tidak memiliki siapa-siapa di Surabaya selain
dirinya, takut jika Hayati menderita. Meskipun Hayati telah menjanda, Zainuddin
memutuskan untuk menikahi Hayati, karena hatinya masih sakit akibat ditiinggal
Hayati dahulu. Tidak lama Hayati tinggal di kediaman Zainuddin, karena Zainuddin
memutuskan untuk memulangkan Hayati ke kampung halamannya di Minang dengan
menaiki kapal Van Der Wijck, sebab sudah tidak ada alasan lagi Hayati untuk tinggal di
Surabaya. Awalnya Hayati menolak, namun pada akhirnya ia menuruti juga permintaan
Zainuddin untuk kembali ke tanah Minang.
Keesokan harinya, ketika Zainuddin membaca surat kabar harian, dia terhenyak
setelah membaca berita, “KAPAL VAN DER WIJCK TENGGELAM”. Setelah
mengetahui akan kabar tersebut, Zainuddin bersama dengan sahabatnya Bang Muluk
bergegas untuk pergi ke suatu rumah sakit di Lamongan setelah mengetahui keberadaan
Hayati dari kantor pencarian. Di rumah sakit tersebut, didapati hayati mendapat luka
parah di kepalanya, namun pada hari itu juga, Hayati menghembuskan nafas
terakhirnya, disamping Zainuddin dan dihadapan Bang Muluk. Jenazah Hayati
dimakamkan di Surabaya. Sepeninggal Hayati, Zainuddin jatuh sakit, kesehatannya
terus menurun, lantaran ia terus menerus larut dalam kesedihan dan penyesalan. Satu
tahun kemudian, Zainuddin pun wafat, di kediamannya, di kamar tulisnya ketika ia
sedang menuliskan kata-kata terakhir untuk karangannya. Lalu, ia dimakamkan
disamping pusara Hayati, sang pujaan hati, penyebab kemasyurannya.
II. Unsur Ekstrinsik
A. Menemukan Pandangan Penulis.
1. Kehidupan masyarakat di Desa Batipuh yang masih menjunjung tinggi
adat dan kebiasaan baik dalam urusan perjodohan, keturunan, kekayaan,
maupun dalam kehidupan sehari-hari.
2. Kehidupan di perkotan yang berbeda jauh dengan kehidupan di pedesaan,
seperti di desa Batipuh.
3. Anak muda zaman sekarang, dalam hubungan percintaan, rela berkorban
demi orang itu sampai menangisi orang tersebut hanya karena cinta yang
masih belum tentu ujungnya.
B. Menjelaskan Pandangan Penulis.
Adat dan kebiasaaan leluhur masih dipegang teguh oleh masyarakat
desa Batipuh, seperti dalam hal perjodohan yang harus meminta izin kepala
desa selaku wali dari keluarga yang akan dipinang. Selain itu, bagi pemuda
yang ingin meminang seorang gadis, biasanya pemuda tersebut akan dilihat
latar belakangnya, seperti dari mana dia berasal, apakah dia orang asli daerah
tersebut, serta berapa kekayaan yang dimilikinya. Sedangkan, dalam
keseharian masyarakat di desa Batipuh, dalam hubungan sosial antara laki-laki
dan perempuan yang masih belum menikah dan bukan mahramnya, baik untuk
berbicara dan bertemu berdua, maupun surat menyurat tanpa saling bertemu
merupakan hal-hal yang sangat tabu untuk dilakukan di sana.
Dalam kehidupan di desa Batipuh memiliki perbedaan yang sangat
jauh dengan kehidupan di perkotaan pada umumnya, misalnya saja dalam hal
gaya berpakaian. Di desa Batipuh, para gadis akan menggunakan pakaian yang
tertutup serta rambut mereka akan ditutupi dengan kerudung, sedangkan di
perkotaan, banyak gadis yang pakaian mereka tidak tertutup serta tidak
memakai tudung karena mereka mengikuti mode pakaian terbaru yang dibuat
pada zaman itu. Selain itu, dalam kehidupan sehari-hari, anak-anak muda
diperkotaan akan dibiarkan bebas untuk mengekspresikan apa saja hal yang
mereka inginkan, seperti pergi bersama teman-teman, menuntut ilmu sampai
tinggi tidak hanya dalam keagamaan saja, maupun memilih jodoh sesuai
dengan perasaan mereka. Sedangkan di desa Batipuh, anak-anak muda
terkekang oleh adat para leluhur mereka, mereka tidak dapat terlalu
mengekspresikan hal-hal yang mereka inginkan, untuk para gadis tidak
diperkenankan untuk menuntut ilmu tinggi-tinggi, dan jodoh mereka tidak
ditentukan oleh mereka sendiri, meliankan ditentukan oleh orang tua mereka
serta persetujuan dari kepala desa untuk mereka.
Dalam novel ini juga diceritakan bahwa banyak anak muda yang sering
patah hati karena ditinggalkan oleh orang yang mereka sukai dan cintai, tak
jarang juga mereka sampai berlarut-larut dalam kesedihan. Selain itu, tidak
hanya sedih saja, ada juga yang merasa dirinya kurang berharga sampai
bersakit-sakitan, tetapi tidak sedikit juga yang memutuskan untuk mengakhiri
hidupnya dari dunia yang fana ini.
Budaya
Agama
Ziarah ke makam orang tersayang.
Perbuatan buruk yang dilakukan kepada orang lain akan dibalas dengan balasan yang
setimpal oleh tuhan.
Moral
Tidak menangisi seorang perempuan dan berputus asa karena ditinggalkannya seakan
tidak ada perempuan lain di dunia ini.
Seorang yang tinggi budi dan ilmu akan membalas dendam dengan cara menunjukkan
bahwa ia bisa memiliki kehidupan yang lebih baik dari orang yang
mengecewakannya, bukan dengan menganiaya atau menggunai-gunai dengan ilmu
hitam.
Cinta bukan mengajarkan kita lemah tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan
melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat.
Kebahagiaan karena materi tidak akan bisa menggantikan kebahagiaan cinta dan kasih
sayang.
Zaman sekarang orang memandang suatu keindahan hanya dari apa yang dilihatnya
dari luar, bukan dari isi yang terkandung didalamnya.
Seorang laki-laki yang tulus mencintai seorang perempuan akan menghormati
perempuan tersebut ketika sang perempuan ketika sudah bersuami dengan tidak
mengganggu ataupun menggoda perempuan tersebut kita sang suami tidak ada.
Amanat
Janganlah menangisi seorang perempuan dan berputus asa karena ditinggalkannya
seakan tidak ada perempuan lain di dunia ini hingga merasa hidup ini tak berarti dan
tak ada gunanya.
Sebagai orang yang berakhlak dan berilmu, janganlah membalaskan dendam dengan
cara kekerasan.
Janganlah merasa putus asa ketika patah hati, karena cinta bukan melemahkan
semangat, tetapi membangkitkan semangat dan cinta bukan mengajarkan kita lemah
tetapi membangkitkan kekuatan.
Bantulah fakir dan miskin dan tolonglah anak-anak terlantar.
Janganlah berfikir bahwa materi bisa menggantikan kebahagiaan cinta dan kasih
sayang.
Janganlah memandang seseorang hanya dari apa yang dilihatnya dari luar bukan dari
karakter dan ketulusan hatinya.
Janganlah berjudi karena berjudi tidak akan membuat orang semakin kaya, namun
membuat orang semakin melarat.
Janganlah berbuat buruk kepada orang lain.
Seorang suami harus memiliki tanggungjawab kepada istri dan keluarganya.
Sebagai seorang laki-laki yang beradab, menghormatilah seorang perempuan yang
sudah bersuami dengan tidak menggodanya.
Memintalah maaf kepada orang yang telah engkau buat kecewa hatinya.
Setialah kepada sahabatmu dan memperlakukanlah ia dengan baik walaupun
‘kedudukan’mu lebih tinggi daripada sahabatmu.
Ziarahlah ke makam orang yang engkau sayangi dan doakanlah mereka.
Alur
Secara umum novel ini memiliki alur maju, dibuktikan dengan... namun ada bagian yang
menggunakan sorot balik, yaitu ketika awal cerita dikisahkan tentang perjalanan hidup ...
yang sebenarnya adalah ayah dari Zainudin kemudian kembali ke kehidupan Zainudin di
masa ini
Ketika Zainudin teringat akan perkataan datuk saat dirinya melamar Hayati yang
mengatakan bahwa ia adalah orang yang tak beradat dan tak jelas asal
keturunannya. (jajal di cek nek bagianmu enek gak fan sing flash back perkoro iki,
nek gk enek gausah mergo nek bab mburi iki cuma nek percakapan ngono)
Latar
a. suasana
Meriah : saat persiapan pernikahan Hayati dengan Azis. Mulai dari menumbuk
padi, menata rumah, hingga saat pesta pernikahan yang dihadiri banyak orang
mulai dari kerabat hingga teman-teman Azis yang turut mengantarkan dan
saudara serta teman Hayati yang menghadiri pesta pernikahan tersebut.
Resah : Zainudin tidak bisa tidur menunggu kepulangan Muluk dari pesta
pernikahan Hayati
Sedih :
i) Zainudin menangis di meja kecilnya ketika mengetahui kabar dari
Muluk bahwa Hayati telah menikah dengan Azis
ii) Hayati yang hanya bisa menangis ketika menahan amarah dan
kesedihannya kepada Azis yang sikapnya telah berubah kasar dan tak
lagi mempedulikannya
iii) Saat Muluk menceritakan perjalan hidup Zainudin kepada Hayati
hingga hayati mengetahui fotonya di kamar zainuddin
iv) Zainuddin memutuskan untuk memulangkan hayati ke padang
v) Hayati meminta zainuddin untuk menuntunnya mengucapkan kalimat
‘syahadat’
Haru :
i) Zainudin menantikan Hayati menjenguknya ketika ia sakit di
rumah Muluk yang akhirnya Hayati datang juga atas
permintaan dokter. Ketika Zainudin mendengar suara Hayati ia
bisa bangkit.
ii) Zainuddin berhasil menemukan hayati di rumah sakit
iii) Saat Hayati mengucapkan perpisahan pada Muluk dan
menitipkan surat untuk Zainuddin
iv) Saat pemakaman hayati dan saat zainuddin berziarah ke makam
hayati
Muram : ketika Zainudin merenung di anai-anai karena patah hati
ditinggal Hayati, kemudian Muluk datang dan menasihati Zainudin.
Semangat : ketika Zainudin pergi ke Jawa bersama Muluk dan memulai
karir sebagai penulis di Jakarta dengan semangat baru hingga akhirnya
ia sukses dan dapat menerbitkan karangannya sendiri di Surabaya.
Menegangkan :
i) hayati saling berkirim surat dengan sahabatnya, khadijah,
dimana salah satu isi suratnya menceritakan harapan hayati kepada
azis.
ii) Hayati dan Azis bertemu Zainudin setelah pementasan tonil.
iii) Penagih hutang datang ke rumah kontrakan hayati dan azis
untuk menyita harta keduanya sebagai pembayar hutang, teman azis
juga datang untuk memberitahukan pemecatan, dan pemilik kontrakan
meminta kunci rumah dikembalikan karena hayati dan azis sudah tak
mampu lagi membayar sewa.
Menjengkelkan : saat azis mabuk-mabukan dan bermain perempuan di luar
rumah serta meminjam uang kepada zainuddin untuk berjudi
Tempat
Rumah hayati : tempat pesta pernikahan hayati digelar
Rumah muluk : tempat tinggal Zainuddin ketika sakit
Anai-anai : tempat zainuddin merenung setelah sembuh dari sakit
Gedung pentas : tempat pementasan tonil
Kontrakan : tempat tinggal hayati dan azis selama di surabaya, terlihat ketika
orang berbondong-bondong datang menagih hutang
Rumah zainudin : ketika azis dan hayati bertamu ke rumah zainudin
Kafe : tempat zainudin merokok sambil memikirkan hayati yang tinggal di
rumahnya
Kamar zainuddin : saat muluk menunjukkan foto hayati yang ditutupi kain
berwarna hijau dan saat hayati meminta maaf kepada zainuddin
Kamar hayati : saat hayati bersiap-siap untuk pulang ke minang
Pelabuhan : muluk mengantarkan hayati untuk berlayar ke minang dan
mengucapkan perpisahan
Kapal van der wijk : kapal yang dinaiki hayati kembali ke minang
Rumah sakit : saat muluk dan zainuddin mencari hayati yang dirawat
Makam : ketika pemakaman hayati dan zainudin serta tempat zainuddin
berziarah di pusara hayati
Waktu
Malam hari : waktu pernikahan hayati dengan azis
Sore hari :
i) Saat pengantar surat mengantarkan surat Club Anak Sumatra ke tempat
tinggal hayati di surabaya
ii) Saat Zainudin merokok di kafe
Pagi hari : muluk mengantarkan hayati ke pelabuhan