Pengarang : Hamka
Cetakan ke : 32
Ukuran Buku : 21 cm
ISBN : 979-418-055-6
KEPENGARANGAN
Hamka ialah Haji Abdul Malik Karim Amrullah dan merupakan putra dari Haji Abdul Karim Amrullah
seorang ulama pembaharu Islam yang terkemuka di Sumatra Barat. Meskipun sekolahnya hanya sampai
kelas II Sekolah Dasar saja, namun ia mendapat pendidikan agama dan bahasa Arab yang luas dan dari
ayahnya. Beliau dilahirkan tahun 1908 dan meninggal pada tahun 1981. Buku pertama yang diterbitkan
adalah Dibawah Lindungan Kakbah
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck adalah salah satu novel legendaris karya Haji Abdul Malik Karim
Amrullah atau yang lebih dikenal dengan nama Buya Hamka. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ini
bermula dari sebuah cerita bersambung yang dimuat dalam suatu surat kabar, tetapi karena banyak
masyarakat Indonesia yang suka pada cerita itu sampai menjadi fenomena dikala itu, Hamka mengambil
keputusan untuk mengangkatnya menjadi sebuah novel. Banyak kritikus serta sastrawan pada saat itu
mengatakan kalau Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ini adalah karya terbaik serta masterpiece
dari Buya Hamka.
Hamka menulis novel itu berdasar pada kisah nyata mengenai kapal Van Der Wijck yang berlayar dari
pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, menuju Tanjung Priok, Jakarta, serta tenggelam di Laut Jawa, timur
laut Semarang, pada 21 Oktober 1936. Peristiwa itu lalu diabadikan dalam sebuah monumen bersejarah
bernama Monumen Van Der Wijck yang dibangun pada tahun 1936 di Desa Brondong, Kecamatan
Brondong, Kabupaten Lamongan, sebagai tanda terima kasih masyarakat Belanda pada para nelayan
yang sudah banyak membantu ketika kapal itu tenggelam. Serta Hamka mengabadikannya dalam
sebuah novel.
Meskipun peristiwa tenggelamnya kapal Van Der Wijck itu benar-benar terjadi, cerita yang ditulis Hamka
dalam novel itu tentu saja fiksi belaka.
SINOPSIS
Berawal dari pertemuan yang tak disengaja antara Zainuddin dan hayati di jalan waktu hujan turun
itulah percintaan sepasang kekasih yang penuh derita ini dimulai. Hubungan kasihaku Zainuddin dan
Hayati tidak disetujui oleh ninik dan mamaknya Hayati. Dengan alasan Zainuddin tidak bersuku dan
berbeda adat itulah mereka tidak menyetujuinya. Zainuddin dianggap sebagai anak orang Mengkasar
oleh orang-orang Minangkabau sekalipun ayahnya asli orang situ karena ayahnya menikah bukan
dengan orang sesama sukunya. Begitu pula di Mengkasar Zainuddin dianggap orang padang oleh warga
tersebut karena ibunya bersuami ayahnya yang merupakan orang buangan dari Minangkabau.
Hayati akhirnya menikah dengan Azis kakak dari sahabatnya Khadijah yang tinggal di Padang Panjang
atas dasar pilihan Hayati dan keputusan mamaknya yang sepakat menerima Azis dan menolak lamaran
Zainuddin. Azis anak orang berada yang masih sesuku dan terikat kerabat walaupun jauh dengan
mamaknya hayati. Awal pernikahan Hayati dan Azis sangat bahagia karena Azis pandai mengambil dan
menyenangkan hati Hayati. Namun tanpa sepengetahuan Hayati, Azis adalah tipe pemuda yang suka
menghamburkan uang, berjudi, mabuk-mabukkan dan senang main perempuan.
Mendengar pernikahan Hayati dan penolakan atas pinangan yang di kirim melalui surat, Zainuddin pun
jatuh sakit. Sakitnya itu seperti orang tidak waras yang selalu memanggil nama Hayati setiap
erangannya. Atas permintaan dokter dan izin dari Azis suaminya akhirnya Hayati pun menjenguk
Zainuddin. Dengan sekejap sakitnya langsung sembuh. Setelah sembuh dari sakit Zainuddin menjadi
penulis yang terkenal di tanah Jawa. Seiring berjalannya waktu juga akhirnya Azis bangkrut kemudian
rela menceraikan Hayati demi Zainuddin yang telah banyak membantunya saat itu dan bunuh diri di
sebuah hotel. Tetapi Zainuddin menolak untuk menerima Hayati demi membalas dendamnya terhadap
Hayati atas pengkhianatan yang dilakukan Hayati.
Hayati bertolak pulang dengan perasaan sedih menaiki kapal Van Der Wijck. Kapal tersebut tenggelam
dalam perjalanan tetapi Hayati berhasil diselamatkan. Dia meninggal setelah Zainuddin mengajarkannya
mengucap kalimat syahadah. Zainuddin juga meninggal tidak lama kemudian karena menanggung
penyesalan yang tidak berkesudahan.
ISI
A. Tema
Tema pada buku ini yaitu percintaan. Yang mengisahkan cinta tak sampai antara Zainuddin dan Hayati.
2. Latar Waktu:
- Siang
- Malang
Penggambaran Waktu tidak begitu tergambar jelas dalam cerita hanya mengalir siang dan malam.
3. Latar Suasana:
- Mengharukan (saat Hayati menerima cinta Zainuddin ketika Zainuddin menyatakan lewat surat
dan bertemeu di bentang sawah milik Datuk)
- Menyedihkan (ketika Zainuddin hiup dengan sengsara, permintaan Zainuddin di tolak oleh
keluarga Hayati, ketika Hayati meninggal)
D. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam roman ini adalah orang ketiga.
E. Gaya Penulisan
Gaya bahasa dalam novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck menggunkan bahasa melayu kental di
padukan bahasa Minangkabau. Sering pula menggunakan bahasa pengandaian.
F. Amanat
Amanat yang ingin disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Selalu sabar dalam menghadapi segala cobaan dan penderitaan.
2. Siapa yang berbuat maka dia juga yang akan menerima balasan dari perbuatan itu.
3. Jangan gegabah dalam mengambil suatu keputusan.
4. Jika kita ingin berusaha dengan sungguh-sungguh pasti akan ada jalan.
5. Cinta bisa membutakan segalanya.
G. Alur
Alur yang digunakan dalam buku ini adalah alur campuran karena diawali dengan klimaks, kemudian
melihat lagi masa lampau dan diakhiri dengan penyelesaian.
Unsur Ekstrinsik
A. Nilai Keagamaan
Nilai keagamaan yang terkandung dalam buku ini adalah selalu mengingat Tuhan dalam keadaan
apapun. Hanya kepada Tuhan tempat kita meminta dan mengadu.
B. Nilai Budaya
Jangan selalu memandang rendah suku dan adat orang lain, karena belum tentu adat dan suku kita itu
lebih baik.
C. Nilai Politik
Siapa yang kaya dan bersuku maka dia yang berhak memutuskan dan berkuasa.
EVALUASI
A. Kelebihan
Buku ini sangat menyentuh hati pembacanya. Banyak mengajarkan banyak hal. Salah satunya adalah
untuk selalu sabar.
B. Kekurangan
Buku ini terlalu banyak menuliskan tentang surat Hayati dan Zainuddin sehingga membuat pembaca
sedikit bosan untuk membaca tulisan surat- surat mereka itu.
REKOMENDASI
Buku ini kurang cocok jika dibaca oleh anak-anak. Karena bahasa yang digunakan sedikit susah dipahami.
Pengarang banyak menggunakan bahasa Melayu.