Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

“TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME”


DDPMIPA

Oleh:
Saskia Widyawati (1705114003)
T.Nurul Ardillah (1705114021)
Yasvialan Arianta (1705114045)
M. Fikri Al-hidayah (170511)
Tiara Gunawan (1705114014)

DOSEN PENGAMPU :
Dr. Nahor Murani Hutapea

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PENDIDIKAN MATEMATIKA

1
2017/2018

DAFTAR ISI

I. KONSEP DAN KAREKTERISTIK TEORI BELAJAR


KONSTRUKTIVISME ..................................................................................... 3
A. PENGERTIAN TEORI KONSTRUKTIVISME .................................... 3
B. TUJUAN TEORI KONSTRUKTIVISME .............................................. 6
C. CIRI-CIRI PEMBELAJARAN SECARA KONSTUKTIVISME ........ 6
2. PRINSIP DAN TAHAP-TAHAP TEORI BELAJAR
KONSTRUKTIVISME ..................................................................................... 8
A. TAHAP BELAJAR MENURUT KONSTRUKVISTIK ........................ 8
B. PRINSIP-PRINSIP KONSTRUKTIVISME ........................................... 9
3. PENDEKATAN DAN METODE TEORI BELAJAR
KONTRUKTUVISME ....................................................................................... 13
A. METODE TEORI BELAJAR KONSTRUKTUVISME ...................... 13
B. PENDEKATAN TEORI BELAJAR KONSTRUKTUVISME............ 19
4. IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR KONSTRUKTUVISME ........... 23
5. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR
KONSTRUKTUVISME ................................................................................. 27
A. KELEBIHAN TEORI BELAJAR KONSTRUKTUVISME ............... 27
B. KEKURANGAN TEORI BELAJAR KONSTRUKTUVISME .......... 28
KESIMPULAN ..................................................................................................... 30

2
I. KONSEP DAN KAREKTERISTIK TEORI BELAJAR
KONSTRUKTIVISME
A. PENGERTIAN TEORI KONSTRUKTIVISME

Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang


menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri.
Pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia
kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif
melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan
skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut.
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran
konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak
sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep,
atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman
nyata.

Sedangkan menurut Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu filsafat


belajar yang dibangun atas anggapan bahwa dengan memfreksikan
pengalaman-pengalaman sendiri. Sedangkan teori Konstruktivisme adalah
sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar
atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan
atau kebutuhannya tersebut denga bantuan Fasilitasi orang lain.

Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini


memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri
kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna
mengembangkan dirinya sendiri.

3
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan
dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget.
Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori
perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak
untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir
hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud
dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan.
Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau
perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).

Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama


(Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam
pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan
informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun
kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi
tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang
akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema
baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah
ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).
Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa
siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan
sosial. Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial
(Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan Taylor,1993; Atwel, Bleicher & Cooper,
1998).

Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu
Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.

Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat


perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan
pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang

4
didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan
orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih
mampu.

Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa


selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan
memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang
semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997). Scaffolding
merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan
memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan,
peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan,
memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa
itu belajar mandiri.

Pendekatan yang mengacu pada konstruktivisme sosial (filsafat


konstruktivis sosial) disebut pendekatan konstruktivis sosial. Filsafat
konstruktivis sosial memandang kebenaran matematika tidak bersifat absolut
dan mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari pemecahan masalah dan
pengajuan masalah (problem posing) oleh manusia (Ernest, 1991). Dalam
pembelajaran matematika, Cobb, Yackel dan Wood (1992) menyebutnya
dengan konstruktivisme sosio (socio-constructivism), siswa berinteraksi
dengan guru, dengan siswa lainnya dan berdasarkan pada pengalaman
informal siswa mengembangkan strategi-strategi untuk merespon masalah
yang diberikan.

5
B. TUJUAN TEORI KONSTRUKTIVISME
Tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:
a. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa
itu sendiri.
b. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan
mencari sendiri pertanyaannya.
c. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman
konsep secara lengkap.
d. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
e. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

C. CIRI-CIRI PEMBELAJARAN SECARA KONSTUKTIVISME


Adapun ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah
1. Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui
penglibatan dalam dunia sebenar
2. Menggalakkan soalan/idea yang dimul akan oleh murid dan
menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
3. Menyokong pembelajaran secara koperatif Mengambilkira sikap dan
pembawaan murid
4. Mengambilkira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide
5. Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid
6. Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru
Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting
dengan hasil pembelajaran.
7. Menggalakkan proses inkuiri murid mel alui kajian dan eksperimen.

6
DAFTAR PUSTAKA
Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan.
Jakarta: Rajawali. Brennan, James F. 2006. Sejarah dan Sistem
Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Dahar, Ranta
Willis.1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.
Erman Suherman dkk, 2003. Strategi Pembelajaran Matematika
Kontenporer. Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA Universitas
Pendidikan Indonesia.

Dewin. 2009. Teori-Teori Belajar. Online.


http://dewin221106.blogspot.com/2009/11/teori-teori-belajar.html.
Diunduh 12 April 2010.

Hamzah. 2009. Teori Belajar Konstruktivisme. Online.


http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008 /08/20/teori-belajar-
konstruktivisme/. Diunduh 12 April 2010.

Pembelajaran-guru. 2008. Enam Keunggulan Penggunaan Pandangan


Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. Online. Available at
http://pembelajaranguru.wordpers.com/2008/05/31/konstruktivisme-6-
keunggulan-penggunaan-pandangan-konstruktivisme-dalam -
pembelajaran/Rifa’I, Ahmad dan Chatarina Tri Ani. 2009.

Psikologi Pendidikan. Semarang : UPT Universitas Negeri Semarang.

Saekhan Muchith, 2008. Pembelajaran Kontekstual. Rasail Media Group.


Semarang

Santrock. J. W.(2000). Educational psychlogy. In Tri S.B.W (Eds), Psikologi


Pendidikan. (2007). Jakarta: Interpratama Offse.

7
2. PRINSIP DAN TAHAP-TAHAP TEORI BELAJAR
KONSTRUKTIVISME

A. TAHAP BELAJAR MENURUT KONSTRUKVISTIK

Pandangan kontruktivis, aspek-aspek si belajar, peranan guru,


sarana belajar, dan evaluasi belajar.

1. Proses belajar kontruktivistik secara konseptual proses belajar jika


dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi
yang berlangsung satu arah dari luar kedalam diri siswa kepada
pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara
pada pemuktahiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang
dari segi rosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari pada fakta-
fakta yang terlepas-lepas.

2. Peranan siswa. Menurut pandangan ini belajar merupakan suatu proses


pembentukanpengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si
belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun
konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru
memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan
yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang
akhirnya paling menentukan adalah terwujudnya gejala belajar adalah niat
belajar siswa itu sendiri.

3. Peranan guru. Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan


membantu agar prosespengkontruksian pengetahuan oleh siswa berjalan
lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya,
melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri.

8
4. Sarana belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam
kegiatan belajaradalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi
pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan,
lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu
pembentukan tersebut. Sarana tidak terbatas hanya yang ada pada sekolah,
juga bisa memanfaatkan yang ada diluar sekolah.

5. Evaluasi. Pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat


mendukungmunculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap
realitas, kontruksi pengetahuan,serta aktifitas-aktifitas lain yang
didasarkan pada pengalaman. Evaluasi dalam hal ini tidak dimaksudkan
untuk mengetahui kualitas siswa dalam memahami materi dari guru,
evaluasi menjadi sarana untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan
proses pembelajaran

B. PRINSIP-PRINSIP KONSTRUKTIVISME
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam
belajar mengajar adalah:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya
dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar
3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ilmiah
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses
kontruksi berjalan lancar.
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah
pertanyaan
7. Mencari dan menilai pendapat siswa
8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.

9
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah
guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa .
siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru
dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat
informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan
sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan
strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga
kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu
mereka mencapai tingkat penemuan.

Menurut Suparno (1997:49) secara garis besar prinsip-prinsip


konstruktivisme yang diambil adalah (1) pengetahuan dibangun oleh siswa
sendiri, baik secara personal maupun secara sosial;(2)pengetahuan tidak
dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan keaktifan siswa sendiri untuk
bernalar; (3) siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi
perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai
dengan konsep ilmiah; (4) guru berperan membantu menyediakan sarana dan
situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.

Menurut prinsip konstruktivisme, seorang pendidik mempunyai


peran sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar
peserta didik berjalan dengan baik. Maka tekanan diletakkan pada peserta
didik yang belajar dan bukan pada pendidik yang mengajar. Fungsi sebagai
mediator dan fasilitator ini dapat dijabarkan dalam beberapa tugas antara lain
sebagai berikut (Suparno, 1997: 65-66):

(1). Menyediakan pengalaman belajar, yang memungkinkan pesera didik ikut


bertanggungjawab dalam membuat design, proses dan penelitian. Maka

10
menjadi jelas bahwa mengajar model ceramah bukanlah tugas utama seorang
pendidik.

(2). Pendidik menyediakan pertanyaan-pertanyaan atau memberikan kegiatan-


kegiatan yang merangsang keingintahuan peserta didik, membantu mereka
untuk mencari, membentuk pengetahuan, mengekspresikan gagasan, pendapat,
sikap mereka dan mengkomunikasikan ide ilmiahnya. Menyediakan sarana
yang merangsang berpikir peserta didik secara produktif. Menyediakan
kesempatan dan pengalaman yang mendukung belajar peserta didik. Pendidik
hendaknya menyemangati peserta didik dan bukannya sebaliknya. Pendidik
perlu menyediakan pengalaman konflik. Pengalaman konflik ini dapat
berwujud pengalaman anomali yang bertentangan dengan pemikiran atau
pengalaman awal peserta didik. Pengalaman seperti ini akan menantang
peserta didik untuk berpikir mendalam.

(3). Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran peserta


didik itu jalan atau tidak. Pendidik menunjukkan dan mempertanyakan apakah
pengetahuan peserta didik berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang
berkaitan dengannya. Pendidik membantu dalam mengevaluasi hipotesis dan
kesimpulan peserta didik.

Seorang pendidik hendaknya tidak melihat peserta didik sebagai


tidak tahu apa-apa. Peserta didik sudah membawa konsep-konsep, norma-
norma, nilai-nilai, sikap dan pola tingkah laku tertentu ketika mengikuti
pelajaran pertama kali. Itulah pengetahuan awal yang mereka punyai yang
menjadi dasar untuk membangun pengetahuan selanjutnya. Di sini pendidik
perlu mengerti mereka sudah pada taraf mana pengetahuan mereka ( konsep,
nilai, norma, tingah laku, sikap,dll).

Pendidik perlu belajar mengerti cara berpikir peserta didik,


sehingga dapat membantu memodifikasikannya. Tanyakan kepada mereka
bagaimana mereka mendapatkan jawaban, ini cara

11
DAFTAR PUSTAKA

Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: Rajawali.

Brennan, James F. 2006. Sejarah dan Sistem Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

Dahar, Ranta Willis.1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Erman Suherman dkk, 2003. Strategi Pembelajaran Matematika


Kontenporer. Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA Universitas
Pendidikan Indonesia.

Aqib, Z. (2002). Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran. Surabaya : Insan


Cendikia.

Bruner,J(1998).ContructivistTheory. [online]Tersedia:
http://www.jaring.com.my/weblog/comments.php?id=3603 [25Maret 2006].

12
3. PENDEKATAN DAN METODE TEORI BELAJAR
KONTRUKTUVISME

A. METODE TEORI BELAJAR KONSTRUKTUVISME

Pada hakikatnya pembelajaran merupakan kegiatan yang


dilakukan untuk menciptakan suasana atau memberikan pelayanan agar
peserta didik belajar. Dalam menciptakan suasana atau pelayanan, hal
yang esensial bagi guru adalah memahami bagaimana murid-muridnya
memperoleh pengetahuan dari kegiatan belajarnya. Jika guru dapat
memahami proses pemerolehan pengetahuan, maka ia dapat menentukan
strategi atau metode-metode pembelajaran yang tepat bagi murid-
muridnya. Terjadinya proses belajar pada murid yang sedang belajar
memang sulit untuk diketahui secara kasat mata, karena proses belajar
berlangsung secara mental. Namun, dari berbagai hasil penelitian atau
percobaan, para ahli psikologi dapat menggambarkan bagaimana proses
tersebut berlangsung. Ahli psikologi konstruktivis berpendapat bahwa
proses pemerolehan pengetahuan adalah melalui penstrukturan kembali
struktur kognitif yang telah dimiliki agar bersesuaian dengan pengetahuan
yang akan diperoleh sehingga pengetahuan itu dapat diadaptasi.
Dalam proses belajar mengajar diperlukan suatu cara atau
metode untuk mencapai tujuan belajar. Menurut Hamalik (2003:2) metode
mengajar adalah suatu cara, teknik atau langkah-langkah yang akan
ditempuh dalam proses belajar mengajar. Sedangkan Roestiyah (2001:1)
Metode mengajar adalah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk
mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas
agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami dan digunakan oleh
siswa dengan baik.
Ada berbagai metode yang dapat digunakan guru dalam
kegiatan pembelajaran, diantaranya; ceramah bervariasi, tanya jawab,

13
diskusi, pemberian tugas, bermain peran,karyawisata, inquiry, kerja
kelompok, discovery, demonstrasi. Karena keterbatasan kemampuandan
waktu maka tidak akan semua metode dapat digunakan. Namun yang
terpenting adalah penggunaan metode harus dikaitkan dengan situasi dan
tujuan belajar yang hendak dicapai dan ditekankan kepada keaktifan siswa
dalam membangun pengetahuan.
Penerapkan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran
sejarah pada penelitian ini akan lebih banyak menggunakan metode
inquiry (menemukan) dan akan dibantu metode-metode lain yang akan
dilaksanakan secara integratif dan diperkirakan mampu dilaksanakan oleh
guru mitra peneliti dan siswa di lapangan. Penjelasan metode-metode
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Tanya Jawab (questioning)
Bertanya (questioning) merupakan strategi atau metode utama
lainya dalam pendekatan konstruktivisme untuk mengukur sejauh mana
siswa dapat mengenali konsep-konsep pada topik pelajaran yang akan
dipelajari. Bertanya dalam sebuah pembelajaran dipandang sebagai
kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan
berpikir siswa. Dalam pembelajaran yang berbasis inquiry, kegiatan
bertanya merupakan bagian yang sangat penting untuk menggali
informasi, mengkonfirmasikan hal-hal yang sudah diketahui, serta
mengarahkan perhatian pada hal-hal yang belum diketahuinya.
Kegiatan bertanya sangat berguna dalam pembelajaran yang
produktif seperti dikemukakan
Nurhadi (2003: 14) berikut ini:
1. menggali informasi, baik administrasi maupun akademis
2. mengecek pemahaman siswa
3. membangkitkan respon kepada siswa
4. mengetahui sejauh mana keinginan siswa
5. mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa

14
6. memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki
guru
7. membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa
8. menyegarkan kembali pengetahuan siswa

b. Penyelidikan/Menemukan (Inquiry)
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa
diharapkan sebagai hasil penyelidikan sampai kepada menemukan
sendiri bukan hasil mengingat seperangkat fakta, guru harus
berusaha selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan
menemukan untuk berbagai materi yang diajarkan. Metode inkuiri
dalam proses pembelajaran lebih bersifat studentcentered. Dalam
pembelajaran seorang guru hendaknya dapat mengajarkan
bagaimana siswadapat membelajarkan dirinya, karena siswa yang
lebih banyak melakukan kegiatan pembelajaran. Belajar dengan
metode inkuiri pada dasarnya adalah cara siswa untuk menemukan
sendiri pengetahuannya.
Penggunaan metode inkuiri oleh guru akan mengurangi
aktivitas guru di kelas dalam arti tidak terlalu banyak bicara,
karena aktivitas lebih banyak dilakukan oleh siswa. Guru tidak lagi
berperan sebagai pemberi pengetahuan melainkan menyiapkan
situasi yang menggiring siswa untuk bertanya, mengamati,
menemukan fakta, konsep, menganalisis data dan mengusahakan
kemungkinan-kemungkinan jawaban dari suatu masalah.
Inkuiri memberikan perhatian dalam mendorong, siswa
menyelidiki secara independen, dalam suatu cara yang teratur.
Melalui Inkuiri, siswa bertanya memperoleh dan mengolah data
secara logis sehingga mereka dapat mengembangkan strategi
intelektual secara umum yang mereka gunakan untuk mendapatkan
jawaban atas pertanyaan itu.

15
Belajar dengan melakukan inkuiri pada dasarnya adalah
cara siswa untuk ”menemukan sendiri”, dan karena itu Bruner
menyebutnya sebagai discovery. Strategi mengajar dengan model
inkuiri ini menempatkan siswa tidak hanya dalam posisi
mendengarkan, akan tetapi siswa melibatkannya dalam pencarian
intelektual yang aktif, pencariandengan memanipulasi data yang
dikumpulkan berdasarkan pengamatan dan pengamalannya sendiri,
atau oleh orang lain, untuk dipahami dan dibermaknakan
(Wiriaatmadja, 2002:137).
Metode inkuiri menekankan pada permasalahan
bagaimana siswa menggunakan sumber belajar. Sumber belajar
dipakai sebagai upaya untuk mengidentifikasi masalah dan
merumuskan masalah. Peranan siswa dalam pembelajaran inkuiri
adalah sebagai pengambil inisiatif atau prakarsa dalam menemukan
sesuatu untuk mereka sendiri. Dalam hal ini siswa harus aktif
menggunakan cara belajarnya sendiri, sehingga mengarah pada
pengembangan kemampuan berpikir melalui bimbingan yang
diberikan oleh guru. Permasalahan dalam inkuiri berkaitan dengan
sumber belajar adalah bukan pada dari mana sumbernya, tetapi
lebih menekankan pada bagaimana siswa dan guru memanfaatkan
sumber tersebut dalam proses pembelajaran. Jadi sumber belajar
harus dimanfaatkan sebagai upaya untuk mengembangkan
kemampuan mengidentifikasi masalah melalui pertanyaan-
pertanyaan yang terarah pada penjelasan masalah.
Berikut adalah langkah-langkah inkuiri menurut
beberapa ahli diantaranya adalah; Hasan, Said Hamid (1996 :14) :
langkah-langkah inkuiri adalah :1) Perumusan masalah, 2)
pengembangan hipotesis, 3) pengumpulan data, 4) pengolahan
data, 5) pengujian hipotesis, dan
6)penarikan kesimpulan. Menurut Dahlan (1990:169) langkah-
langkah inkuiri adalah 1) orientasi, 2) hipotesis, 3) definisi, 4)

16
eksplorasi, 5) pembuktian, 6) generalisasi. Sedangkan menurut
Joyce & Weil (2000:473-475) mengemukakan langkah-langkah
inkuiri sebagai berikut :1) penyajian masalah, 2) pengumpulan data
dan verifikasi data, 3) mengadakan eksperimen dan pengumpulan
data, 4) merumuskan penjelasan, 5) mengadakan analisis tentang
proses inkuiri. Menurut Nurhadi (2003:13): adalah 1) Merumuskan
masalah, 2) Mengamati dan melakukan observasi, 3) Menganalisis
dan meyajikan hasil tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan
karya
lainnya, 4) Mengkomunikasikannya atau menyajikan hasil karya
pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audien yang lain.
Sebenarnya tidak ada perbedaan yang sangat prinsipil
menurut ahli tersebut tentang langkah-langkah inkuiri. Pada intinya
hampir sama, yaitu dimulhai dari perumusan masalah dan terakhir
membuat kesimpulan. Dalam penelitian ini peneliti memberi
makna metode inkuiri sebagai strategi pembelajaran yang berusaha
memecahkan suatu permasalahan melalui langkah-langkah yang
sistematis dan logis.
c. Komunitas Belajar (Learning Community)
Komunitas belajar atau belajar kelompok adalah
pembelajaran dengan bekerjanya sejumlah siswa yang sudah
terbagi kedalam kelompok-kelompok kecil untuk mencapai tujuan
tertentu secara bersama-sama (Moejiono,1991/1992:60).
Pengembangan pembelajaran dalam kelompok dapat
menumbuhkan suasana memelihara disiplin diri, dan kesepakatan
berperilaku. Melalui kegiatan kelompok terjadi kerja sama antar
siswa, juga dengan guru yang bersifat terbuka. Belajar
berkelompok dapat dijadikan arena persaingan sehat, dan dapat
pula meningkatkan motivasi belajar para anggota kelompok.
Dengan pendekatan konstruktivisme, guru
melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar.

17
Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang anggotanya
heterogen. Kelompok siswa bisa sangat bervariasi bentuknya, baik
anggotanya maupun jumlahnya. Menurut Slavin (1995:4-5)
“kelompok yang efektif terdiri dari empat sampai enam orang,
dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen”.
Pembelajaran dengan konsep komunitas belajar dapat
berlangsung apabila ada komunikasi dua arah. Siswa yang terlibat
dalam kegiatan komunitas belajar memberi informasi yang
diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus meminta informasi
juga yang diperlukanteman belajarnya. Kegiatan beIajar ini dapat
terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan dalam
bjerkomunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk
bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua
pihak mau saling mendengarkan, pembelajaran dengan teknik
komunitas belajar ini sangat membantu pembelajaran di kelas.
Untuk pelaksanaan metode-metode tersebut berpedoman
kepada langkah-langkah yang ditentukan dalam waktu
perencanaan. Langkah-langkah pelaksanaannya dapat dilakukan
sebagai berikut :
Langkah pertama, siswa didorong dan diberi motivasi
agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep dari
pokok bahasan atau sub pokok bahasan yang akan dibahas. Guru
memancing dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan
problematik tentang fenomena-fenomena yang sering ditemui
sehari-hari dengan mengaitkan konsep yang akan dibahas. Siswa di
beri kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengilustrasikan
pemahamannya tentang konsep itu. Pada langkah ini penggunaan
metode tanya jawab sangat diperlukan antara siswa dengan guru,
siswa dengan siswa yang difasilitasi oleh guru.
Langkah kedua, siswa diberi kesempatan untuk
menyelidiki dan menemukan konsep-konsep dan permasalahan-

18
permasalahan melalui pengumpulan dan pengorganisasian dan
penginterpretasian data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang
guru. Pada tahap ini guru menggunakan metode inquiry. Secara
bekerja kelompok siswa membahas kemudian mendiskusikan
temuannya dengan kelompok-kelompok lain. Secara keseluruhan
tahap ini akan memenuhi rasa keingintahuan siswa tentang topik
pelajaran yang dibahas pada saat itu.
Langkah ketiga, Siswa memberikan penjelasan dan
solusi yang didasarkan padaobservasinya ditambah dengan
penjelasan-penjelasan guru untuk menguatkan pengetehuan siswa
yang telah mereka bangun, maka siswa membangun pengetahuan
dan pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari. Hal
ini menjadikan siswa tidak ragu-ragu lagi tentang konsepsinya.
Langkah terakhir, guru berusaha menciptkan iklim
pembelajaran yang memungkinkansiswa dapat mengaplikasikan
pemahaman konsepnya tentang topik pelajaran saat itu.

B. PENDEKATAN TEORI BELAJAR KONSTRUKTUVISME


Penentuan Pendekatan Belajar umumnya tidak seluruhnya efektif
bagisetiap orang, artinya mungkin pendekatan yang digunakan itu efektif
untuk seseorang namun tidak efektif bagi orang lain.Kebermaknaan
pendekatan belajar yang efektif itu tergantung ada karekteristik individu
dalam belajar,dan penggunaan pendekatan belajar dalam mempelajari
sesuatu.Thomas dan Rohwer (Slavin, 1994) menyajikan beberapa
pendekatan belajar yang efektif sebagai berikut:
a. Spesifikasi
pendekatan belajar itu hendaknya sesuai dengan tujuan belajar dan
karakteristik peserta didik yang menggunakanya.

19
b. Pembuatan
pendekatan belajar yang efektif yaitu yang memungkinkan
seseorangmengerjakan kembali materi yang telah dipelajari, dan
membuatsesuatu menjadi baru
c. Pemantauan yang efektif
Pemantauan yang efektif yaitu berarti bahwa peserta ddik mengetahui
kapan dan bagainaam cara menerapkan strategis belajarnya dan bagaimana
cara menyatakan bahwa strategi yang digunakan itu bermanfaat.
d. Kemujaraban personal
Peserta didik harus memiliki kejelasan bahwa belajar akan berhasilapabila
dilakuakn dengan sunggguh sungguh.
Berdasarkan pada penggunaan pendekatan belajar tersebut,Slavin
(1994) menyarankan 3 strategi belajar yang dapat digunakan untuk belajar
yang efektif yaitu:

1. Membuat catatan
Pendekatan ini akan menjadi efektif untuk materi belajar tertentu karena
mempersyaratkan pengolahan mental untuk memperolehgagasan utama
tentang meteri yang telah dipelajari dan pembuatan keputusan tentang
gagasan gagasan apa yang harus ditulis

2. Belajar kelompok
Belajar kelompok memungkinkan peserta didik membahas materi yang
telah dibaca atau didengar di dalam kelas.

3. Metode P4QR
Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan dayaingat
peserta didik terhadap meteri yang dipelajari.Prosedur yang digunakan
dalam metode ini yaitu

20
- Preview
Mensurvai atau membaca dengan cepat materi yang dibaca
untuk memperoleh gagasan utama dari pengorganisasian materi dan
topok topik serta sub topik
- Question
Membuat pertanyaan untuk diri sendiri mangenai materi
yangkan dibaca.
- Read
Membaca materi dengan menyusun jawaban atas
pertanyaanyang telah dirumuskan pada saat membaca.
- Ref lect on the material
Memahami dan membuat kebermakanaan informasi yang
disajikan.
- Recite
Praktik menginngat informasi dengan cara menyatakan
secaralisan terhadap hal hal penting, ajukan pertanyaan dan jawab
sendiri
- Review
Review secara aktif atas materi yang telah dipelajari,
fokuskan pada pertanyaan yang telah dirumuskan dan baca kembali
materi yang mendukung jawaban atas pertanyaan yang telah
dirumuskan kembali.

21
DAFTAR PUSTAKA

Hamalik. (2003). Metode Teori Belajar Konstruktivisme. Pontianak: Nilam


Sejahtera.

Nurhadi. (1994). Kegiatan Bertanya. Redwood Shores: Prentice Hall.

Roestiyah. (2001). Metode Belajar. New York: Cambridge University press.

Rohwer, T. d. (1994). Pendekatan Belajar. Amsterdam: Agrivita Unibraw.

22
4. IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR
KONSTRUKTUVISME

Beberapa model pembelajaran matematika yang dilandasi paham


kontruktivisme adalah adalah : (1) Model Pembelajaran Matematika
Realistik (PMR) dan (2) Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
Model Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)

Model Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) merupakan teori


belajar mengajar dalam pendidikan matematika. Teori PMR pertama kali
diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut
Freudenthal. Teori ini mengacu pada pendapat Freudenthal yang
mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan
matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus
dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari.
Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan
kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika
dengan bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994). Upaya ini
dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan
“realistik”. Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak mengacu pada
realitas tetapi pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa
(Slettenhaar, 2000). Prinsip penemuan kembali dapat diinspirasi oleh
prosedur-prosedur pemecahan informal, sedangkan proses penemuan
kembali menggunakan konsep matematisasi.

23
Dua jenis matematisasi diformulasikan oleh Treffers (1991), yaitu
matematisasi horisontal dan vertikal. Contoh matematisasi horisontal
adalah pengidentifikasian, perumusan, dan penvisualisasi masalah dalam
cara-cara yang berbeda, dan pentransformasian masalah dunia real ke
masalah matematik. Contoh matematisasi vertikal adalah representasi
hubungan-hubungan dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model
matematik, penggunaan model-model yang berbeda, dan
penggeneralisasian. Kedua jenis matematisasi ini mendapat perhatian
seimbang, karena kedua matematisasi ini mempunyai nilai sama (Van den
Heuvel-Panhuizen, 2000) .

Berdasarkan matematisasi horisontal dan vertikal, pendekatan


dalam pendidikan matematika dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu
mekanistik, emperistik, strukturalistik, dan realistik.

Pendekatan Mekanistik merupakan pendekatan tradisional dan


didasarkan pada apa yang diketahui dari pengalaman sendiri (diawali dari
yang sederhana ke yang lebih kompleks). Dalam pendekatan ini manusia
dianggap sebagai mesin. Kedua jenis matematisasi tidak digunakan.

Pendekatan Emperistik adalah suatu pendekatan dimana konsep-


konsep matematika tidak diajarkan, dan diharapkan siswa dapat
menemukan melalui matematisasi horisontal.

Pendekatan Strukturalistik merupakan pendekatan yang


menggunakan sistem formal, misalnya pengajaran penjumlahan cara
panjang perlu didahului dengan nilai tempat, sehingga suatu konsep
dicapai melalui matematisasi vertikal.

Pendekatan Realistik adalah suatu pendekatan yang menggunakan


masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran. Melalui aktivitas
matematisasi horisontal dan vertikal diharapkan siswa dapat menemukan
dan mengkonstruksi konsep-konsep matematika.

24
Karakteristik PMR

Karakteristik PMR adalah menggunakan: konteks “dunia nyata”,


model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif, dan keterkaitan
(intertwinment) (Treffers,1991; Van den Heuvel-Panhuizen,1998).

25
DAFTAR PUSTAKA

______, Modul Ilmu Pendidikan. Bahagian Pendidikan Guru. Kementerian


Pendidikan Malaysia.

Aqib,z, 2002, Profesionalisme Guru dalam Pembalajaran, insanecendikia,


Surabaya

Borich&Tombari (1997) Educational Phychology, A Contemporary Approach


halaman 177

Kardi, S., nur, M. 2000. Pengantar pada Pengajaran dan Pengelolaan Kelas.
Surabaya: Universty Press- UNESA.

Kompenan 1 & 2. ____, Psikologi Pendidikan dan Pedagogi. Kuala


Lumpur:Kumpulan Budiman SdnBhd.

Mok Soon Sang. (2005). Ilmu Pendidikan untuk KPLI (Sekolah Rendah):

Nurhadi;Senduk, A.G.2003. Pemeblajaran Kontekstual (Contextual Teachingand


Learning/ CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Cet. 1-Malang :Universitas
Negeri Malang.

Ramlah Jantan. (2004). Psikologi Pendidikan Pendekatan


Kotemporari.EdisiRevisi.TanjongMalim: Universiti Pendidikan Sultan Idris.

Wina Sanjaya. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta : Ed. 1 cet. 5

26
5. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR
KONSTRUKTUVISME
A. KELEBIHAN TEORI BELAJAR KONSTRUKTUVISME

1. Berfikir artinya, Dalam proses membina pengetahuan baru murid diajarkan


berfikir untuk menyelesaikan masalah atau sebuah studi kasus dan dapat
mengembangkanya menjadi sebuah ide atau membuat keputusan.
2. Faham artinya, Dalam proses pembelajaran murid harus terlibat langsung
dalam mengembangkan sebuah pengetahuan baru, sehingga peserta didik
akan lebih faham dan boleh mengaplikasikanya dalam sebuah situasi.
3. Daya ingat artinya, pada dasarnya dalam proses belajar murid harus
terlibat secara langsung dengan aktif, sehingga mereka akan ingat lebih
lama semua konsep yang ada yakni dengan cara murid melakukan
pendekatan membina sendi kehafaman mereka. Dengan cara itu mereka
akan yakin dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi
baru.
4. Kemahiran sosial artinya, dalam proses belajar kemahiran sosial diperoleh
apabila seorang murid berinteraksi dengan guru dan rekan dalam membina
pengetahuan baru.
5. Seronok artinya, dalam proses belajar yang benar peserta didik pastinya
akan terlibat secara terus menerus dan semakin lama mereka akan faham,
ingat, dan lebih yakin dalam memutuskan sebuah pengetahuan baru.
Apabila peserta didik melakukan interaksi secara sehat dengan guru atau
rekan, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina
pengetahuan baru.

27
B. KEKURANGAN TEORI BELAJAR KONSTRUKTUVISME

1. Kadang guru itu tidak memperhatikan muridnya secara keseluruhan


misalkan guru tidak pernah memberi kesempatan pada peserta didiknya
untuk menyelesaikan suatu masalah atau berdiskusi sehingga peserta didik
hanya mendapat pembelajaran yang itu-itu saja, jadi pola pikir peserta
didik tidak berkembang.
2. Tidak semua guru atau pendidik itu mempunyai karakter atau sifat yang
sama, pada dasarnya guru hanya memberi penjelasan saja saat
pembelajaran sehingga peserta didik dituntut untuk hanya memahami saja
tanpa terlibar secara langsung dalam mengaplikasikan sebuah situasi baru.
3. Membahas tentang sifat seorang guru, guru seharusnya tidak berperan
sebagai orang yang kaku dan harus ditakuti, guru seharusnya berperan
sebagai teman bagi peserta didiknya sehingga peserta didik dapat
beriteraksi dengan baik dalam membina pengetahuan baru.
4. Pada dasarnya guru itu dijadikan sebuah panutan bagi peserta didiknya
maka dari itu guru tidak diwajibkan memberi contoh yang negativ kepada
peserta didiknya, kadang ada guru yang memiliki sifat yang buruk yaitu
sering berkata kotor atau kasar di depan peserta didiknya, itu sangat
dilarang dalam aturan etika seorang guru, karena apabila itu dihadapkan
pada anak usia sekolah dasar sangat tidak pantas untuk dilakukan.
5. Apabila peserta didik tidak dilibatkan dalam pembelajaran praktik maka
daya ingat dan pengetahuan peserta didik tidak akan berkembang dengan
baik, dan apabila diberi materi baru pasti materi sebelumnya akan
dilupakan

28
DAFTAR PUSTAKA

Khoirunnisa. (2013). Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: STKIP PGRI.

29
30
KESIMPULAN
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan
dapat diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan
hidup yang berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi)
pembelajaran k o n s t e k t u a l ya i t u b a h w a p e n g e t a h u a n dibangun oleh
manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks
yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat
fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia
harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan member makna melalui pengalaman
nyata.
Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk
menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuatkeputusan. Siswa akan
lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru,
mereka akanlebih pahamdan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi.
Selian itu siswa terlibat secara langsung denganaktif, mereka akan ingat lebih
lama semua konsep.

31

Anda mungkin juga menyukai