Anda di halaman 1dari 9

10 Salah Kaprah dalam Bahasa

Indonesia
March 6, 2015 Fajar Erikha 43 Comments

FacebookTwitterWhatsAppLineShare
A: Bro, besok kita nongkrong yuk.
B: Ogah ah, males gue.
A: Ah, dasar antsos lo..
B: Heh, gue cuma asosial, bukan psikopat!
A: Hee?

Gue yakin banget, banyak dari elo yang bingung dengan dialog di atas. Kalau bingung, itu berarti selama
ini kalian biasa menggunakan istilah "antsos" untuk melabeli orang yang sedang malas atau menarik diri
dari lingkungan sosialnya. Padahal, penggunaan istilah itu keliru, lho. Ini adalah contoh salah kaprah
dalam berbahasa Indonesia!
Itu baru satu. Masih buanyak lagi contoh salah kaprah penggunaan bahasa Indonesia yang tanpa disadari
sering kita lakukan sehari-hari. Apalagi, di era informasi dan media sosial saat ini, kreasi kata baru
serta serapan bahasa daerah dan bahasa asing makin banyak mengakomodasi kebutuhan komunikasi
generasi melek internet. Di sisi lain, dengan banjir informasi, apakah sebagai generasi melek internet,
kalian juga peduli untuk sekadar cek-ricek kesesuaian kata-kata dengan makna yang digunakan sehari-
hari? Atau cuma asal nyeletuk yang penting lawan bicara paham?

Nah, bertemu lagi dengan gue Fajar, pengajar TPA Verbal di bimbel Zenius-X. Sebelumnya, gue sudah
pernah mengisi Zenius Blog tentang tips mengerjakan soal TPA Verbal untuk SBMPTN 2015. Tapi kali
ini, gue akan mengupas lebih lanjut salah kaprah dalam berbahasa Indonesia tercinta ini. Kenapa bisa ada
banyak salah kaprah berbahasa di masyarakat? Gue juga akan mengajak elo mengecek contoh-contoh salah
kaprah bahasa yang umum digunakan masyarakat. Jika dari kalian ada yang tahu contoh salah kaprah
berbahasa dan selama ini gatel ingin dikoreksi, yuk sama-sama berbagi melengkapi artikel ini.Untung-
untung bisa membantu perbendaharaan kata saat mengerjakan soal TPA Verbal di SBMPTN

nanti

Kenapa Ada Salah Kaprah dalam


Berbahasa?
Meskipun ditetapkan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia tidak serta merta jadi bahasa ibu bagi
masyarakatnya. Tidak sedikit orang yang dibesarkan dari keluarga yang dominan menggunakan bahasa
daerah. Namun demikian, mereka paham Bahasa Indonesia meskipun tidak mesti belajar secara formal
terlebih dulu seperti pembelajaran bahasa Inggris di kursus-kursus. Bisa dibilang, yang mempelajari secara
baik itu hanya orang asing dan guru bahasa saja.

Ternyata, ini punya efek yang jelek ke penggunaan Bahasa Indonesia itu sendiri. Kita jadi sering abai saat
berbahasa Indonesia karena merasa sudah bisa (dan biasa) menggunakannya. Kita suka malas buka kamus
saat menemukan kata yang artinya belum diketahui atau diketahui tapi berdasarkan dugaan semata. Ini
baru buta makna kata, belum buta tata bahasa dan tetek bengek lainnya. Akhirnya, kebutaan ini telanjur
menjadi kebiasaan padahal salah kaprah. Tidak hanya di level individu saja, di institusi pemerintah hingga
dunia jurnalistik yang seharusnya sangat memperhatikan penggunaan bahasa, salah kaprah banyak terjadi.

Salah Paham atau Salah Kaprah?


Ajip Rosidi, seorang bahasawan dan juga sastrawan tersohor, pernah mengemukakan salah kaprah dalam
berbahasa Indonesia. Baginya, salah kaprah itu berbeda dengan salah paham (salah kaprahsering
digunakan untuk maksud salah paham). Salah kaprah berarti sebuah kesalahan atau kekeliruan yang
digunakan secara luas dan masal sehingga dianggap kaprah (biasa;lumrah) atau dianggap kelaziman.

Contohnya ya kata antsos atau antisosial pada dialog di atas.

Antisosial
Berarti perilaku yang melawan masyarakat atau lingkungan di sekitar kita, seperti merisak (bully),
membunuh, merampok, perilaku licik. Anti-: bentuk terikat (jadi harus digabung dengan kata berikutnya)
berarti melawan; menentang; memusuhi. Berdasarkan definisi ini, antisosial juga berarti bentuk gangguan
kepribadian dan berkaitan dengan psikopat. Nah, lho…

Jadi, masih yakin akan pakai istilah ini untuk kegiatan menarik diri dari
kehidupan sosial atau sekadar berdiam diri? Lebih baik pakai kata asosial.

Asosial
Dipungut dari bahasa Belanda (asociaal). Pada prinsipnya, kata ini lawan dari kata sosial. Perannya,
menegasikan kata berikutnya: sosial. Ini mirip dengan kata amoral, yang berarti tidak bermoral; tidak
berakhlak. Jadi bisa dibilang asosial berarti tidak bersifat sosial; tidak memedulikan kepentingan
masyarakat.

Selain satu contoh ini, gue akan coba kupas lebih lanjut 10 salah kaprah lain dalam menggunakan Bahasa
Indonesia itu. Oke deh langsung aja.
10 Contoh Salah Kaprah dalam
Berbahasa Indonesia di Kehidupan
Sehari-hari
1. Tegar
Semoga keluarga yang ditinggalkan dalam musibah ini menjadi tegar.

Pada awalnya (cek Kamus Umum Bahasa Indonesia, karya W.J.S Purwadarminta), kata tegar berarti keras
kepala, kepala batu dan ngeyel. Namun, entah sejak kapan kata ini bertambah makna (jadi dua makna)
yaitu tabah; kuat; sabar. Padahal makna kedua ini bertolak belakang dengan yang pertama. Entah kenapa
pula dalam keseharian makna yang lebih sering beredar makna yang kedua seperti pada kalimat contoh di
atas.

2. Ubah vs rubah
Aku Mau (Once)
Kau boleh acuhkan diriku
dan anggap ku tak ada
Tapi takkan merubah perasaanku
Kepadamu

Apa yang janggal dari lirik salah satu lagu yang pernah hits di radio ini? Ada apa dengan kata ubah?

Ya, dalam bahasa formal atau informal, seringkali kata ini dieja dengan kata rubah atau merubah. Ketika
kata ini diberi imbuhan me-, kata yang terbentuk adalah mengubah (me+ubah=meng+ubah) dan bukan
merubah. Merubah bisa saja berarti menjadi (seperti binatang) rubah. Gue menduga ini disebabkan karena
salah paham saat penutur mengubah kata berubah atau perubahan menjadi bentuk melakukan atau
membuat sesuatu jadi bentuk yang sama sekali berbeda dari sebelumnya. Dalam pengamatan gue,
kesalahan ini acap dilakukan oleh para orang tua kita.
3. Absensi vs presensi
Absensi Kehadiran Peserta Seminar Pembangunan Infrastruktur Indonesia

Apa yang keliru dari tulisan itu? Ya, betul. Yang keliru adalah penggunaan absensi yang disertai dengan
kata kehadiran. Absen dipungut dari bahasa Belanda (absent), berarti tidak hadir atau tidak masuk. Jadi,
kalau absensi digabung dengan kehadiran maka akan jadi arti yang beza, kalau kata orang Malaysia, dan
bertentangan. Lebih baik tulisan absensinya dihilangkan.

Namun begitu, penggunaan kata mengabsen (pemanggilan daftar hadir agar tahu mana yang hadir dan
tidak) atau absensi (daftar ketidakhadiran) sah-sah saja digunakan.

Sinonim presensi: hadir, masuk


Antonim presensi: mangkir, bolos, perlop, madol, tidak hadir

4. Acuh
Gelandang Manchester United Nani mulai menunjukkan sikap acuh terhadap
klubnya. Pemain internasional Portugal tersebut terlihat tidak perduli saat
klubnya Kamis dinihari tadi melakoni pertandingan "hidup dan mati".

(cekdisini: http://bola.viva.co.id/news/read/490238-sikap-acuh-nani-di-laga--hidup-mati--mu )

Kata "acuh" merupakan kata paling sering disalahartikan. Bagi sebagian penutur, acuh itu berarti cuek dan
tidak perhatian. Padahal menurut kamus, acuh itu berarti peduli; hirau; ingat; indah; hisab. Jadi kalau
kalimat: dia sudah mengacuhkanku lagi berarti dia sudah memedulikan dirinya lagi. Lalu bagaimana
dengan frasa acuh tak acuh? Ya, berarti itu berarti peduli-tidak peduli atau terkadang perhatian dan
terkadang tidak.

5. Geming
Di saat ia menembak gue, tubuh gue jadi grogi, diam tak bergeming.
Selain acuh, kata geming termasuk yang sering salah tempat. Coba bayangkan, kata yang berarti diam dan
tak bergerak ini dijadikan ke dalam kalimat di atas. Jadi, apa coba artinya? Diam tak diam? Padahal
maksudnya itu kan diam dan tak bergerak. Hal serupa juga ditemukan dalam tautan (link) berita berikut.

Pengamat: PAN Tak Bergeming Soal Rangkap Jabatan

Si wartawan tentu ingin menyampaikan bahwa politikus Partai Amanat Nasional ini diam (tenang-tenang
saja) saat isu jabatan rangkap ini bergulir ke publik.

6. Nuansa vs suasana (sanskerta: suasana)


Penggunaan kata nuansa dalam lirik lagu yang pernah dipopulerkan oleh Vidi Aldiano ini termasuk yang
benar ya. Nuansa diserap dari bahasa Belanda (nuance) dan berarti variasi, derajat atau perbedaan yang
sangat halus/kecil sekali. Konteksnya seperti warna, suara, kualitas dan makna kata. Atau pemisalan lain:
terdapat nuansa makna yang berbeda antara kata murah dan murahan.

Namun demikian, kita masih mendengar kata ini digunakan maksud yang sama dari kata suasana. Contoh
konkret penggunaan salah kaprah ini adaah pada berita berikut.

Nuansa Seram dalam Ritual Sumpah Pocong

Kalau aja si wartawan mau cek kamus, dia bakal menemukan kalo "Suasana menyeramkan" lebih pas
digunakan daripada "Nuansa menyeramkan".

7. Ke luar vs keluar
Menurut elo mana yang tepat:
Sandra akan pergi ke luar negeri
atau
Sandra akan pergi keluar negeri?

Walaupun dua kata ini ditulis berbeda, namun saat diucapkan, kedengarannya sama aja. Sebetulnya, dua
kata ini sangat beda. Ke luar merupakan bentuk preposisi, sama seperti ke dalam, ke mana, ke sana, di
atas, di mana dll. Kalau kita contohkan dengan: Sandra akan pergi ke luar negeri. Sebut saja ia akan ke
Singapura. Artinya, Sandra akan pergi ke luar dari negeri Indonesia menuju Singapura.

Sedangkan keluar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai kata kerja (verba) dan
bermakna ’bergerak dari sebelah dalam ke sebelah luar’. Coba kita cari apa lawan dari kata keluar? Iya,
jawabannya adalah masuk. Contoh lain kata keluar: Ia dikeluarkan dari sekolahnya karena didapati
mengonsumsi narkoba di kelas atau Shanti mengeluarkan beberapa uang receh setelah pengamen itu
menyanyi.

Kedua contoh ini mencerminkan makna memindahkan sesuatu dari dalam (dari dalam sekolah dan dari
dalam saku). Nah, sesuai dong kalau lawannya adalah masuk?

8. Pasca vs paska
Kuliah Perdana Paska Sarjana Sekolah Tinggi Intelijen Negara

Akhir-akhir ini para pembawa berita di televisi sering membubuhkan kata pasca untuk mengganti kata
sesudah atau setelah. Mungkin kata itu terdengar lebih keren dibandingkan dua kata padanannya. Hal itu
sah-sah saja. Tapi masalahnya banyak yang menulis atau membaca kata ini dengan ejaan paska. Kesalahan
lain adalah memisahkan penulisan pasca dengan kata apa pun yang melekat setelah kata itu.
Misalnya, pasca bayar, pasca SBY atau pasca tsunami.

Lalu, bagaimana dengan contoh yang gue berikan di atas? Salahnya ganda, euy. Hehehe

Pasca merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta dan dalam penulisannya mesti digabung karena
termasuk bentuk terikat. Ada juga penulisan yang menggunakan tanda strip (-) seperti pasca-SBY,
maksudnya setelah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono; pasca-SBMPTN, setelah ujian
Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Selain itu, bedakan
penulisan pascatsunami denganpasca-Tsunami Aceh. Pascatsunami, penulisannya dirangkai karena
tsunami yang dibahas merupakan kejadian alam yang umum sedangkan pasca-Tsunami Aceh lebih khusus.

9. Garang vs gahar

Maksud hati ingin memberikan nilai garang, seram, keras atau laki banget, hal yang terucap malah kata
gahar. Gue ga tahu apa musabab kata ini dipadankan dengan empat kata sebelumnya. Pas gue cek juga di
KBBI, arti kata gahar jauh banget dari contoh di atas: menggosok secara kuat. Tapi kalo menurut Kamus
Slang Indonesia (www.kamusslang.com), kata gahar baru senada dengan empat contoh di atas. Ini berarti,
kata gahar belum diakui sebagai kata resmi dan bersifat informal, hanya digunakan waktu percakapan
santai saja.

Kata yang berasal dari bahasa Jawa ini, bukan tidak mungkin mengalami nasib yang sama
dengan tegar(memiliki dua makna padahal awalnya cuma satu), akhirnya bermakna dua dan saling tidak
berkaitan satu sama lainnya. Cuma, sayang kan, kalau memang artinya berbeda dan itu berawal dari
kekeliruan tapi dimaklumkan lalu “direstui” masuk kamus besar.

10. Nol tau kosong?


Tanya : Mba, saya mau pesan taksi..
Jawab : Oh, baik. Berapa nomor teleponnya pak?
Tanya : nol delapan satu tiga…
Jawab : kosong delapan satu tiga…
Tanya: mba, nol. Bukan kosong…

Sebagian dari kita sering menemukan “perlakuan” seperti itu. Ya, ini terjadi karena ada yang menyamakan
peran angka nol (0) yang diambil dari bahasa Belanda (nul), dengan kata kosong. Dalam penjelasan
Tesaurus Bahasa Indonesia, padanan untuk nol itu kosong, namun hanya diberi label cak (cakapan alias
tidak resmi; informal). Sementara makna kedua adalah hampa; nihil dan keduanya merupakan kata sifat.
Padahal kata nol pada contoh di atas merupakan kata bilangan, bukan kata sifat.

Kalau ada yang masih ingat iklan layanan internet oleh Telkom dan sering diputar pada televisI swasta
pada awal millennium ini: Telkom-net Instan 080989999, mungkin ada yang berprasangka hal ini yang
memperkuat penggunaan nol menjadi kosong menjadi kaprah.

****

Baiklah, ini baru sepuluh dari segudang kesalahkaprahan berbahasa kita yang gue pun baru tahu beberapa
tahun terakhir ini, kok. Kita bisa mulai memperbaiki dan menggunakannya dengan baik mulai saat ini…
secara perlahan. Coba bayangkan kalau nanti para bule belajar bahasa kita dan mereka lebih paham serta
terampil dari kita? Hehehe. Dan seperti yang gue sebutkan di atas, kalau ada dari kalian yang tahu contoh
salah kaprah berbahasa lagi, yuk sila cantumkan di komentar bawah, ya. Biar kita bisa saling berbagi ilmu

penggunaan bahasa Indonesia

Anda mungkin juga menyukai