Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

HUBUNGAN TPACK DAN HOTS DENGAN MUATAN NILAI, NORMA,


MORAL DALAM KURIKULUM PKN YANG BERLAKU DI SD

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“Pembelajaran PKn Kelas Tinggi”

Dosen Pengampu:

Drs. Imam Namawi, M.Si

Disusun Oleh Kelompok 3:

Gita Praptaningrum 180151602068

Lidwina Klara Milenia Putri 180151602066

Samrotul Fikriyah 180151602075

Yustina Ayu Wulandari 180151602193

Offering C8-PGSD

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRASEKOLAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

DESEMBER 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat dan
rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Hubungan TPACK dan HOTS dengan Muatan Nilai, Norma, Moral dalam
Kurikulum PKn yang berlaku di SD” sesuai waktu yang telah ditetapkan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran
PKn Kelas Tinggi. Makalah ini diharapkan dapat digunakan untuk menunjang
proses belajar dan menambah wawasan pengetahuan bagi Penulis dan Pembaca.

Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan


makalah ini, maka Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. Imam Namawi, M.Si selaku dosen mata kuliah ini.
2. Kedua Orang Tua yang selalu memberikan motivasi belajar serta doa yang
tidak pernah berhenti mengalir untuk Penulis.
3. Teman-teman S1 PGSD offering C8, yang membantu memberikan
masukan dan saran.
Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
itu Penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan dan
penyampaian materi dalam makalah ini. Selanjutnya Penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita.

Malang, Desember 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................ ii

Daftar Isi................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

2.1 Hubungan TPACK dengan Muatan Nilai, Norma dan Moral .................. 3

2.2 Hubungan HOTS dengan Muatan Nilai ................................................... 7

2.3 Hubungan HOTS dengan Muatan Norma .............................................. 10

2.4 Hubungan HOTS dengan Muatan Moral ............................................... 12

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 17

3.1 Simpulan ................................................................................................. 17

3.2 Saran ....................................................................................................... 17

Daftar Pustaka ....................................................................................................... 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Terdapat berbagai permasalahan yang mendasar di lapangan untuk
implementasi Kurikulum 2013 yang ditemui antara lain masih terbatasnya
kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran yang optimal di sekolah
khususnya di Sekolah Dasar. Selain itu, juga kemampuan siswa yang belum
berkembang secara optimal, sesuai amanat kurikulum 2013 menghendaki
siswa memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi. Hal ini tentu akan
menjadi kendala untuk mencapai tujuan pendidikan yang ada di Undang-
Undang No.20/2003. Buku guru dan buku siswa yang tersediapun tidak
menjadi informasi yang cukup untuk menambah kompetensi guru. Oleh
karena itu, guru-guru di Sekolah Dasar membutuhkan pengetahuan dan
pemahaman serta kemampuan menyelenggarakan pembelajaran yang
mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi untuk dapat
meningkatkan karakter siswa. Kebutuhan yang mendesak agar guru-guru
diberikan kemampuan untuk itu dikarenakan akan sangat menentukan dalam
menyiapkan generasi emas tahun 2045 yang siap untuk menghadapi
kehidupan abad 21 yang semakin kompetitif.
Pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran
wajib yang diajarkan baik dari tingkat SD maupun perguruan tinggi
sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional pasal 3 menyatakan bahwa pedidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa. PKn menjadi mata pelajaran yang memiliki pesan-pesan nilai, norma
dan moral yang terkandung didalamnya salah satunya adalah pada mata
pelajaran pembelajaran PKn di SD. Dalam pembelajarannya, PKn di SD juga
mengembangkan TPACK dan HOTS yang berhubungan dengan nilai, norma,
dan moral.
TPACK (Technological, Pedagogical, Content Knowledge) adalah
sebuah framework (kerangka kerja) dalam mendesain model pembelajaran

1
2

baru dengan menggabungkan tiga aspek utama yaitu teknologi, pedagogi dan
konten/materi pengetahuan (ontologis). Kemajuan teknologi informasi yang
sedemikian pesatnya, adalah sebuah keniscayaan bahwa guru harus
menguasai teknologi untuk kemudian digunakan sebagai media pendukung
dalam kegiatan pembelajaran. TPACK merupakan upaya untuk mengemas
dan mengembangkan model pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran
melalui proses yang lebih baik. Pengetahuan teknologi, pedagogi, dan
konten/materi pengetahuan, seyogianya terkumpul dalam diri seorang guru.
Higher Order Thinking Skills (HOTS) menurut Ibrahim merupakan
suatu konsep reformasi pendidikan berbasis taksonomi hasil belajar
(Taksonomi Bloom) (Ahmadi, Nilashi, & Ibrahim, 2015). Ide ini menyatakan
bahwa beberapa tipe belajar memerlukan lebih banyak proses kognitif dari
pada yang lainnya. Taksonomi Bloom yaitu pada awal perkembangannya
memiliki enam level tingkat berpikir menggunakan kata benda yaitu
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, maka dapat disusun rumusan masalah
sebagai berikut.
1. Bagaimana hubungan TPACK dengan muatan nilai, norma, dan moral?
2. Bagaimana hubungan HOTS dengan muatan nilai?
3. Bagaimana hubungan HOTS dengan muatan norma?
4. Bagaimana hubungan HOTS dengan muatan moral?

1.3 Tujuan
Dari pembahasan makalah ini, Tim Penulis bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui hubungan TPACK dengan muatan nilai, norma, dan
moral.
2. Untuk mengetahui hubungan HOTS dengan muatan nilai.
3. Untuk mengetahui hubungan HOTS dengan muatan norma.
4. Untuk mengetahui hubungan HOTS dengan muatan moral.
BAB II
PEMBAHASAN
Pada bab II ini akan membahas tentang hubungan TPACK dan HOTS
dengan nilai, norma dan moral pada muatan PKn SD. Hal-hal yang akan dibahas
antara lain, adalah:
2.1 Hubungan TPACK dengan Muatan Nilai, Norma dan Moral
2.2 Hubungan HOTS dengan Muatan Nilai
2.3 Hubungan HOTS dengan Muatan Norma
2.4 Hubungan HOTS dengan Muatan Moral

2.1 Hubungan TPACK dengan Muatan Nilai, Norma dan Moral


Technological Pedagogical and Content Knowledge (TPACK) atau
pengetahuan teknologi pedagogik dan konten adalah pengetahuan tentang
bagaimana menggunakan teknologi yang tepat pada metode pedagogik yang
sesuai untuk mengajarkan suatu konten yang spesifik dengan efektif.
Pengetahuan ini merupakan perpaduan antara tiga pengetahuan dasar, yaitu
content knowledge, pedagogical knowledge dan technological knowledge.
Termasuk dalam pengetahuan ini adalah kemampuan dalam
mengintegrasikan (memilih, menggunakan dan mengombinasikan) teknologi
secara tepat pada strategi pembelajaran yang sesuai untuk mengajarkan
konten yang spesifik. Puncak aktualisasi TPACK yaitu mampu membantu
teman sejawat dalam menggunakan teknologi yang tepat pada strategi
pembelajaran yang sesuai untuk mengajarkan konten yang spesifik dengan
efektif di dalam kelas.
Selain sebagai salah satu pengetahuan baru, TPACK telah menjadi
sebuah framework atau kerangka kerja (Koehler & Mishra, 2008). TPACK
framework memperkenalkan hubungan dan kompleksitas antara ketiga
pengetahuan dasar (konten, pedagogik, dan teknologi) yang menghasilkan
empat pengetahuan baru. TPACK framework dapat digunakan untuk
menganalisis dan memahmi tingkat pengetahuan guru untuk dapat
mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran (Cox & Graham, 2009;
Koehler, Mishra, & Cain, 2009, 2013).

3
4

Mengajar dengan mengintegrasikan teknologi merupakan tuntutan


pembelajaran abad 21. Pembelajaran pada abad 21, memainkan secara aktif
berbagai instrumen teknologi sebagai alat, proses maupun sumber
(Partnership for 21st Century Learning, 2015). Proses dan lingkungan belajar
harus memungkinkan akses yang setara terhadap alat, teknologi dan sumber
belajar yang berkualitas. Hasil pembelajaran diarahkan untuk membekali
siswa supaya dapat menjadi warga negara yang baik, yang dapat
mengevaluasi, membuat dan menggunakan informasi, media dan teknologi
dengan tepat dan efektif. Maka, dalam konteks pembelajaran abad 21 sangat
penting bagi guru untuk menguasai TPACK (Kereluik, Mishra, Fahnoe, &
Terry, 2013).
Dalam rangka pengembangan TPACK, harus didahului dengan
penguasaan konten yang akan diajarkan dan cara mengajarkannya ini
merupakan dasar untuk dapat mengintegrasikan teknologi dalam
pembelajaran (Koehler et al., 2011). Singkatnya pengetahuan tentang konten
atau materi yang akan diajarkan merupakan fondasi bagi guru untuk bisa
mengajar dengan mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran dengan
baik. Karakteristik konten menjadi pertimbangan awal dalam pemilihan
strategi dan teknologi yang akan digunakan untuk melaksanakan
pembelajaran. Hasil penelitian ini memperlihatkan berbagai kebutuhan
pengembangan TPACK pada calon guru PKn. Pengembangan TPACK bagi
calon guru PKn hendaknya dimulai dengan mematangkan pengetahuan
konten terlebih dulu, lalu kemudian meningkatkan pengetahuan teknologi.
Pematangan terhadap konten PKn lebih ditekankan pada pengetahuan
terhadap perkembangan keilmuan dan isu terbaru, tokoh ilmuwan bidang
PKn, dan perkembangan buku terbaru pada materi PKn. Materi PKn cukup
dinamis dan selalu mengalami perkembangan sesuai dengan fenomena yang
terjadi di masyarakat maka secara keilmuan dan pengetahuan terhadap isu
yang berkaitan dengan PKn perlu terus diikuti kebaruannya oleh calon guru
PKn masa depan. Sejalan dengan hal tersebut familieritas calon guru PKn
terhadap tokoh ilmuwan dan buku baru dalam bidang PKn perlu ditingkatkan
5

agar dapat mengikuti perkembangan keilmuan dan isu terbaru secara


berkelanjutan.
Bisa dilihat dalam Materi Pancasila yang terdapat dalam PKn dewasa
ini yakni materi “rumus” dan “isi” Pancasila telah memungkinkan PKn
menjalankan fungsinya sebagai pendidikan nilai-moral, pendidikan
kebangsaan dan pendidikan politik dan hukum. Materi Pancasila pandangan
hidup bangsa beserta kandungan sila-sila yang termuat didalamnya
menjadikan PKn berfungsi sebagai pendidikan nilai-moral. Materi Pancasila
ideologi kebangsaan beserta kandungan sila-sila yang termuat didalamnya
menjadikan PKn berfungsi sebagai pendidikan kebangsaan. Materi Pancasila
dasar negara beserta kandungan sila-sila yang termuat didalamnya
menjadikan PKn berfungsi sebagai pendidikan politik dan hukum.
Dalam kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan sekolah tahun 2006
dimuat ruang lingkup Pancasila sebagai salah satu isi materi PKn 2006.
Ruang lingkup Pancasila ini berisikan materi: 1) Pengamalan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, 2) Proses perumusan Pancasila
sebagai dasar negara, 3) Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan
ideologi negara, dan 4) Pancasila sebagai ideologi terbuka. Keempat materi
Pancasila ini dalam kurikulum telah disusun peruntukkannya sesuai dengan
jenjang pendidikan di sekolah. Untuk materi 1) Pengamalan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dan 2) Proses perumusan Pancasila
sebagai dasar negara diperuntukkan bagi PKn tingkat SD.
Implementasi materi Pancasila kedalam pembelajaran PKn adalah
dengan mengembangkan materi pengetahuan teoritis (content knowledge)
Pancasila menjadi materi pendidikan di kelas atau sebagai pedagogical
content knowledge. Temuan penelitian menunjukkan bahwa materi Pancasila
ini telah dikembangkan melalui penyusunan rencana pembelajaran yakni
silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan modul PKn serta
dilaksanakannya pembelajaran atas materi Pancasila tersebut di kelas.
Temuan penelitian juga menunjukkan bahwa dalam hal penyampaian materi
mengenai “rumus” Pancasila, guru PKn lebih banyak menggunakan
pembelajaran yang menekankan ekspositori atau guru yang lebih aktif
6

menerangkan. Sementara untuk materi perihal “isi” Pancasila, guru PKn lebih
banyak menggunakan pembelajaran aktif siswa. Materi Pancasila meskipun
bersifat unvoidable indoctrination dan sebagai konten yang bersifat formal
structure tetap dapat diorganisasikan agar memenuhi materi yang bersifat the
responses of pupils atau bisa memenuhi kebutuhan dan minat siswa. Materi
pendidikan yang bisa memenuhi kebutuhan dan minat siswa merupakan salah
satu dari kreteria materi yang baik. Peluang tersebut terutama terhadap materi
“isi” Pancasila. Membelajarkan materi “isi” Pancasila lebih banyak meminta
siswa untuk secara leluasa mengembangkan pikiran-pikirannya dalam
memberi komentar, memberi contoh sikap dan perilaku baik yang sesuai
maupun yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Contoh-contoh yang
diberikan pada umumnya adalah contoh-contoh kecil dan riil yang dihadapi
oleh siswa itu sendiri sesuai dengan perkembangannya. Kegiatan
pembelajaranpun tidak hanya berpusat pada guru tetapi mampu menciptakan
pembelajaran siswa aktif. Berdasarkan hal tersebut, materi Pancasila
meskipun mengandung filsafat pendidikan perenialisme, akan tetapi dalam
pembelajaran di kelas dapat mengadopsi filsafat pendidikan progressivisme
yakni dalam hal perluasan contoh dan ilustrasi yang diberikan disesuaikan
dengan minat dan kebutuhan siswa serta pengembangan strategi pembelajaran
yang berpijak pada siswa. Dalam konteks isi pembelajaran, pendidikan nilai-
moral Pancasila mengacu pada nilai-nilai luhur bangsa (perenialisme), namun
dalam pelaksanaan pembelajaran dapat dikembangkan dengan
memperhatikan minat siswa dan pembelajaran siswa aktif (progressivisme).
Dengan cara ini maka dapat dihindari kecenderungan terjadinya indoktrinasi
dalam hal metode pembelajaran meskipun dari sisi isinya bersifat
unavoidable indoctrination. Terhadap materi Pancasila siswa tetap diberikan
kesempatan memberi respon dan berfikir kritis terhadap nilai-nilai tersebut
sampai pada akhirnya dipahami dan diterimanya sebagai nilai kebajikan.
Telah kita ketahui bersama bahwa muatan nilai, norma, dan moral
dalam PKn pada kurikulum yang berlaku di SD telah menyatu dalam kegiatan
pembelajaran PKn. Setiap materi pembelajaran PKn dalam penyampaian
materinya selalu memuat nilai, norma, dan moral. Dalam hubungannya
7

dengan TPACK dapat dilihat dari proses pembelajarannya, guru


mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan perencanaan, proses,
dan evaluasi pembelajaran serta menyesuaikan pembelajaran sesuai dengan
karakteristik, tingkat pemahaman dan kemungkinan kesalahpahaman atau
misconception pada siswa (pedagogical knowledge); guru mematangkan
pengetahuan konten/materi pembelajaran (content knowledge) serta;
mengintegrasikan dan menggunakan teknologi (technological knowledge)
dalam pembelajaran PKn yang memuat nilai, norma, dan moral.

2.2 Hubungan HOTS dengan Muatan Nilai


Pendidikan merupakan sebuah pembelajaran pengetahuan,
keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari suatu
generasi ke generasi selanjutnya melalui jalan pengajaran, pelatihan, dan atau
penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi
juga memungkinkan secara mandiri. Di Sekolah Dasar pada khususnya,
terdapat pelajaran tematik yang di dalamnya mengandung muatan mata
pelajaran PKn (Pendidikan Kewarganegaraan). PKn tidak lepas dari
keberadaan nilai-nilai. Menurut Mulyana (2011:9) nilai adalah “keyakinan
yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya, patokan normatif
yang memengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya diantara cara-cara
tindakan alternatif”. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
pengertian nilai adalah “suatu bobot, mutu/kualitas perbuatan kebaikan yang
terdapat dalam berbagai hal yang dianggap sebagai barang/sesuatu yang
berharga, berguna, dan memiliki manfaat”.
Higher Order Thinking Skills (HOTS) menurut Ibrahim merupakan
suatu konsep reformasi pendidikan berbasis taksonomi hasil belajar
(Taksonomi Bloom) (Ahmadi, Nilashi, & Ibrahim, 2015). Ide ini menyatakan
bahwa beberapa tipe belajar memerlukan lebih banyak proses kognitif dari
pada yang lainnya. Taksonomi Bloom yaitu pada awal perkembangannya
memiliki enam level tingkat berpikir menggunakan kata benda yaitu
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi tidak sekadar mengingat (recall),
8

menyatakan kembali (restate), atau merujuk tanpa melakukan pengolahan


(recite) (Bloom, 1985).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan HOTS
merupakan suatu proses internal yang terjadi di dalam diri seseorang yang
ditandai oleh beberapa karakteristik sebagai berikut: (1) Melibatkan lebih dari
satu jawaban benar; (2) Berbicara tentang tingkat pemahaman; (3) Ditandai
dengan tugas yang kompleks; dan (4) Bebas konten dan sekaligus content-
related. Costa membagi keterampilan berpikir tingkat tinggi atas pemecahan
masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif (Costa &
McCrae, 1985). Menurut Ibrahim pemecahan masalah merupakan proses
yang digunakan untuk menyelesaikan masalah (Ahmadi et al., 2015). Salah
satu definisi penyelesaikan masalah adalah suatu proses yang terdiri banyak
langkah untuk mengatasi suatu masalah. Seseorang akan mampu
menyelesaikan masalah jika menemukan hubungan antara pengalamannya
(skema) masa lalunya dengan masalah yang sekarang dihadapinya dan
kemudian bertindak untuk menyelesaikannya. Kemampuan menyelesaikan
masalah menurut Gagne adalah hasil belajar yang paling tinggi, karena ketika
seseorang berhasil menyelesaikan masalah, maka seseorang telah mencapai
dua hal sekaligus, yaitu jawaban terhadap masalahnya (pengetahuan) dan cara
masalah diselesaikan (proses) (Gagne, 1985).
Dimensi proses kognitif HOTS menurut Anderson & Krathwohl
antara lain mengkreasi, mengevaluasi, dan menganalisis (Anderson et al.,
2001). Mengkreasi yaitu mengkreasi ide/gagasan sendiri. Kata kerja yang
biasa digunakan untuk mengindikasikan mengkreasi adalah mengkonstruksi,
merancang, kreasi, mengembangkan, menulis, memformulasikan.
Mengevaluasi yaitu mengambil keputusan sendiri. Kata kerja yang biasa
digunakan untuk mengindikasikan evaluasi seperti menilai, menyanggah,
memutuskan, memilih, dan mendukung. Menganalisis yaitu menspesifikasi
aspek-aspek/elemen, kata kerja: membandingkan, memeriksa, mengkritisi,
dan menguji.
Sekolah dasar (SD) merupakan jenjang pendidikan yang paling awal
untuk menanamkan sejumlah nilai-nilai karakter untuk membentuk
9

keperibadian peserta didik. Jika pembentukan kepribadian peserta didik pada


jenjang pendidikan ini dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat maka
kualitas hasil pendidikan akan tercapai dengan baik pula. Mata Pelajaran PKn
SD ditujukan untuk pembentukan dasar-dasar nilai dan moral yang kuat bagi
peserta didik. Hal ini terlihat dari muatan kurikulum PKn SD yang memuat
nilai-nilai karakter yang fundamental.
Penanaman nilai-nilai karakter dalam PKn harus terintegrasi pada
setiap kompetensi dasar (KD) yang dibelajarkan. Dalam pendidikan karakter
penting sekali dikembangkan nilai-nilai etika inti seperti kepedulian,
kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap diri dan orang
lain, bersama dengan nilai-nilai kinerja pendukungnya seperti ketekunan, etos
kerja yang tinggi, dan kegigihan sebagai basis karakter yang baik. Aspek-
aspek nilai-nilai inti tersebut merupakan cakupan dari aspek afeksi yang harus
menjadi muatan utama dalam setiap pembelajaran PKn. Penanaman nilai
dalam PKn SD juga dibantu dengan adanya PPK (Penguatan Pendidikan
Karakter) pada Kurikulum 2013. PPK difokuskan untuk pengembangan nilai
Religius, Nasionalis, Mandiri, Gotong Royong, dan Integritas.
Penerapan Pendekatan HOTS yang Mengandung Nilai pada Muatan
PKn
Berikut contoh penerapan soal HOTS pada PKn SD Tema 9 Kelas 5
Semester 2 pada KD 3.4 dan 4.4.
1. Seperti yang kamu ketahui, perbedaan kenampakan alam di setiap
wilayah menciptakan ciri khas suatu masyarakat sehingga berbeda
dengan masyarakat lainnya. Meskipun ada perbedaan antarmasyarakat,
kita harus tetap menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan.
Jika Lani adalah suku jawa dan tinggal di pegunungan sedang Budi suku
bugis yang tinggal di daerah pantai. Menurutmu, bagaimana cara Lani
dan Budi menjaga nilai-nilai persatuan sebagai bangsa Indonesia?
10

2. Perhatikan Gambar berikut ini.


GAMBAR 1 GAMBAR 2

Jelaskan perbedaan kedua gambar tersebut!


3. Buatlah dialog yang tidak mencerminkan persatuan dan kesatuan beserta
akibatnya!
4. Buatlah dialog yang mencerminkan hidup rukun dengan tetangga
sehingga tercipta kedamaian dalam lingkungan masyarakat!

2.3 Hubungan HOTS dengan Muatan Norma


Higher Other Thingking Skill (HOTS) merupakan suatu tigkat berfikir
yang menekankan pada penerapan pengetahuan yang telah diterima,
penelaran reflkesi, pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan
selanjutnya merumuskan pada suatu hal yang baru (Sulaiman, Muniyan,
Madhvan, Hasan & Rahim, 2017; Widodo, 2013; Brookhart, 2010; King,
Goodson & Rohani, 2006). HOTS pada dasarnya adalah kemampuan berpikir
kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif yang merupakan
kemampuan berpikir tingkat tinggi. Peserta didik yang mencapai level HOTS
akan mampu menerapkan pengetahuan secara kreatif dan kritis sehingga
suatu pengetahuan akan terus di proses dan akhirnya akan menghasilkan
suatu pemecahan masalah.
Untuk mencapai siswa yang aktif dan kreatif itu tentu saja disini
pendidik atau gurulah yang harus menciptakan suasana kelas menjadi aktif
salah satunya dengan penggunaan model dan metode pembelajaran yang
mendukung terhadap materi yang akan dikaji sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Penerapan HOTS itu sendiri sebagai komponen kurikulum
2013 pada mata pelajaran PKn. Guru meminta peserta didik untuk mengamati
11

dan menganalisis video yang berkaitan dengan materi yang ditayangkan guru
pada saat pembelajaran berlangsung. Terkadang, guru juga meminta peserta
didik untuk mengamati kejadian sehari-hari yang ada di lingkungan
sekitarnya dan menganalisisnya sesuai nilai-nilai norma yang berlaku di
masyarakat. Model pembelajaran studi kasus digunakan guru untuk melatih
peserta didik berpikir tingkat tinggi dalam penyeselesaiannya. HOTS disini
bertujuan untuk menekankan kepada peserta didik untuk bisa berfikir kreatif
dan kritis.
Dalam metode pembelajaran studi kasus ini tentunya dalam
pelaksanaannya harus memperhatikan muatan norma yang berlaku. Misalnya,
di dalam implementasi metode studi kasus, dalam mencari dan menemukan
tentang suatu permasalahan pastinya harus memperhatikan norma-norma
yang berlaku. Misalnya nanti terdapat tahap kegiatan wawancara, maka pada
saat melakukan wawancara harus sopan, baik perkataan maupun perilakunya.
Selain itu, juga meminta izin terlebih dahulu kepada pihak terkait apabila
ingin mendokumentasikan atau mengamati sesuatu. Hal ini berarti telah
memperhatikan norma kesopanan yang berlaku. Contoh lain, pada
implementasi model pembelajaran Problem Base Learning (PBL). Ketika
menyampaikan pendapat tentang solusi dari permasalahan yang dibahas.
Dalam menyampaikan pendapat, siswa harus menghargai pendapat orang
lain, tidak boleh menyela ketika ada teman lain yang sedang berbicara atau
menyampaikan pendapat, dan tidak boleh merendahkan pendapat orang lain.
Hal ini sesuai dengan norma kesopanan yang berlaku.

Penerapan Pendekatan HOTS yang Mengandung Norma pada Muatan


PKn
HOTS identik diimplementasikan dalam bentuk soal-soal yang dapat
membuat siswa memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi. Dalam bentuk
soal, biasanya soal HOTS mengacu pada taksonomi Bloom di tahap analisis
(C4), evaluasi (C5), dan kreasi/mencipta (C6). Berikut contoh penerapan
HOTS dalam soal muatan norma dalam PKn.
Contoh soal:
12

Indonesia dikenal dengan keberagamannya. Baik keberagaman suku, bahasa,


agama, dan budaya. Salah satu daerah yang terdapat banyak keberagaman
budaya yakni daerah Bali. Selain keberagaman budaya, juga beragam Bahasa
dan agama. Suatu ketika kamu melakukan kegiatan study tour ke Bali.
Bagaimana sikapmu ketika menjumpai keberagaman-keberagaman yang
berbeda denganmu tersebut? Kemukakan pendapatmu!

2.4 Hubungan HOTS dengan Muatan Moral


Lickona (1991) menyatakan bahwa karakter itu sendiri memiliki tiga
unsur yang memiliki relasi kuat dengan moral, antara lain (1) moral knowing,
(2) moral feeling, and (3) moral behavior. Moral knowing berarti
diperlukannya pengetahuan moral bagi individu untuk mengetahui moral
yang baik. Moral feeling berarti pengetahuan moral yang dimiliki individu
akan diterima menjadi rasa, dan kemudian pada akhirnya menjadi perilaku
moral yang ada pada diri individu. Moral behavior berarti sebuah tindakan
atau perilaku setelah membentuk pemahaman dan sikap, maka dengan penuh
kesadaran anak-anak akan bertindak dengan nilai-nilai kebaikan.
Kesemuanya merupakan komponen pembentuk karakter secara terpadu dan
terintegrasi. Hal tersebut sebagaimana dikatakan Lickona (1991:51) dalam
paparan selanjutnya yaitu
...moral knowing, feeling, and action do not function as separate
spheres but interpenetrate and influence each other in all shorts of ways.
(...pengetahuan moral, perasaan, dan tindakan tidak berfungsi sebagai satuan
terpisah tetapi merupakan satu kesatuan dan berpengaruh satu dengan lainnya
dalam satu langkah terpadu).
Dengan demikian, dapat disintesiskan bahwa ketiga konsep yang
membangun karakter seseorang melalui proses pendidikan di atas merupakan
komponen yang satu kesatuan dalam sebuah sistem. Untuk membangun
sistem itu sendiri agar kuat dan kokoh diperlukan satu upaya agar ketiga
unsur tersebut dapat diimplementasikan dan dilakukan individu pada proses
kehidupan, sehingga karakter individu dimaksud dapat terbangun, terpelihara,
berkembang, dan kuat.
13

Di sisi lain, Aristoteles (dalam Borba, 2008: viii) juga mengatakan


bahwa kemampuan manusia untuk melakukan tindakan baik dan bermoral
disebutnya sebagai karakter. Menurut Aristoteles (dalam Borba, 2008: vii),
manusia tidak menjadi bermoral dan bijak dengan sendirinya. Kalaupun
akhirnya bermoral dan bijak, itu berkat usaha sepanjang hidup yang dilakukan
sendiri dan masyarakat. Berdasarkan pendapat Aristoteles tersebut maka
manusia menjadi bermoral harus diupayakan oleh dirinya sendiri dan bantuan
dari masyarakatnya. Masyarakat di sini bisa juga dilakukan melalui sekolah
yang mempunyai peran besar dalam membangun masyarakat bermoral. Salah
satu upaya dalam mengembangkan nilai-nilai karakter adalah dengan
melakukan proses pembelajaran tingkat tinggi (HOTS) yang memberikan
tantangan untuk memotivasi rasa ingin tahu dan belajar lebih lanjut dengan
kreatif dan inovatif, tekun, dan menyadari potensi diri serta memacu
semangat kompetitif. Dengan adanya dorongan, motivasi, strategi mengajar
guru dengan pembelajaran yang aktif, kreatif, akan dapat meningkatkan hasil
belajar yang tercermin dalam perilaku, prestasi tinggi, kreatif, produktif, dan
bertanggung jawab.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills
atau HOTS) sangatlah penting bagi siswa. Kemampuan berpikir tingkat tinggi
merupakan suatu kemampuan berpikir yang tidak hanya membutuhkan
kemampuan mengingat saja, namun membutuhkan kemampuan lain yang
lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir kreatif dan kritis. Kemampuan atau
keterampilan berpikir tingkat tinggi tersebut jauh lebih dibutuhkan di masa
kini daripada di masa-masa sebelumnya.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan proses berpikir yang
tidak sekedar menghafal dan menyampaikan kembali informasi yang
diketahui. Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan kemampuan
menghubungkan, memanipulasi, dan mentransformasi pengetahuan serta
pengalaman yang sudah dimiliki untuk berpikir secara kritis dan kreatif dalam
upaya menentukan keputusan dan memecahkan masalah pada situasi yang
baru dan itu semua tidak dapat dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. Dengan
14

demikian, maka dapat diasumsikan bahwa melatih untuk berpikir tingkat


tinggi menuntut siswa untuk selalu kritis dalam berpikir sehingga dengan
mudah menentukan sikap dan perilaku yang benar dan tepat pada saat
dibutuhkannya dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik menjadi lebih
berhati-hati untuk bersikap dan berperilaku, sehingga selalu jauh dari perilaku
negatif yang tidak diiinginkan serta berani mengatakan tidak pada hal yang
negatif saat dihadapkan pada situasi tertentu dalam kehidupannya sehari-hari.
Menurut Widihastuti (2014), cara berpikir yang baik dapat dibentuk
melalui pengembangan HOTS yang nantinya dapat mengarahkan pada
pembentukan sikap yang baik, dan sikap yang baik diwujudkan dalam bentuk
perilaku yang baik. Jadi, dengan pembelajaran yang berbasis HOTS yaitu
yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dapat
membentuk karakter peserta didik dalam proses belajarnya. Hal ini penting
untuk dilatihkan pada peserta didik khususnya di tingkat sekolah dasar.
Dengan membiasakan peserta didik untuk berpikir tingkat tinggi yaitu
berpikir dengan menganalisis, mensintesis, menilai, dan mencipta akan
terbentuk karakter yang kuat untuk mengembangkan rasa ingin tahu,
kejujuran, dan integritas dalam setiap tindakannya di kehidupan sehari-hari.
Dengan penerapan HOTS dalam pembelajaran dapat meningkatkan
hal positif seperti keberanian menghadapi soal sulit, terbentuknya kerjasama
antar siswa dengan baik, adanya interaksi siswa dengan siswa maupun siswa
dengan guru yang lebih tinggi, aktivitas belajar yang lebih baik, serta karakter
siswa yang baik dalam hal disiplin, ketekunan, tanggungjawab, teliti dan
sikap terbuka (Widodo dan Srikadarwati, 2013). Hal itu secara langsung
maupun tidak langsung menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran HOTS
mampu meningkatkan kualitas pembelajaran sekaligus maningkatkan hasil
belajar siswa baik dalam aspek kognitif, psikomotori dan afektif.
Pengembangan pembelajaran dengan PPK berbasis HOTS
memberikan beberapa keuntungan bagi peserta didik, antara lain: informasi
yang dipelajari dan diproses melalui proses berpikir tingkat tinggi
menguatkan ingatan terhadap informasi tersebut, dan lebih jelas dibandingkan
dengan informasi yang diproses dengan LOTS (Low Order Thinking Skills),
15

misalnya menghafal. Sebagai contoh menghafalkan nilai dasar Pancasila


dengan menjelaskan makna nilai dasar Pancasila. Dengan pembelajaran
HOTS peserta didik tidak hanya menghafal tetapi juga memahami dan
mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari pegamalan nilai-nilai dasar
Pancasila melalui pencerminan perilaku yang bermoral.
Penerapan Pendekatan HOTS yang Mengandung Nilai Moral pada
Muatan PKn
Pembelajaran pada mata pelajaran PKn, guru menyampaikan masalah
isu-isu aktual, kontekstual, bahkan kontroversial untuk kemudian dibahas
oleh peserta didik. Misalnya masalah hukuman mati bagi koruptor. Apakah
hal tersebut perlu dilakukan sebagai bentuk efek jera untuk pelaku?
Bagaimana kaitannya dengan perlindungan HAM? Apakah hukuman mati
masih layak untuk dilakukan di Indonesia di saat sudah banyak negara yang
tidak lagi memberlakukannya? Apakah koruptor perlu dimiskinkan? Apakah
koruptor perlu diberikan hukuman kerja sosial? dan sebagainya. Saat masalah
tersebut disampaikan kepada para peserta didik, tidak menutup kemungkinan
akan muncul dua pendapat, yaitu kelompok yang setuju dan kelompok yang
tidak setuju dengan berbagai argumen yang disampaikannya.
Perbedaan pendapat dalam menyikapi masalah tersebut adalah bentuk
dari pengembangan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Setiap pendapat
diterima sepanjang disertai dengan alasan yang logis dan rasional, dan disertai
dengan data dan fakta, bukan sekedar pendapat yang asal beda. Oleh karena
itu, para peserta didik diberikan kesempatan untuk mencari informasi, lalu
menyusun bahan untuk dijadikan sebagai bahan argumennya.
Pada saat curah pendapat, guru hanya sekedar berperan sebagai
fasilitator, menggiring peserta didik untuk mengambil kesimpulan dan
refleksi. Dibalik perbedaan antara kedua belah pihak, guru memberikan
penguatan berkaitan dengan pentingnya sikap antikorupsi dikalangan peserta
didik.
Contoh Soal:
Persatuan dan kesatuan merupakan suatu hal yang penting bagi masyarakat
Indonesia. Bangsa Indonesia memiliki keragaman budaya yang sangat rentan
16

dengan adanya perselisihan. Apabila masyarakat mampu menjaga persatuan


dan kesatuan, perbedaan yang dimiliki masyarakat dapat menjadi medium
mempererat bangsa. Oleh karena itu, mari kita ikut serta menjaga persatuan
dan kesatuan.
Menurut kamu, bagaimana cara kita agar perbedaan yang ada di masyarakat
dapat mempererat bangsa dan tanah air? Beserta penerapannya!
Pada contoh soal HOTS tersebut siswa diharapkan dapat menganalisis
perilaku-perilaku atau tindakan apa yang dapat menjaga persatuan dan
kesatuan untuk mempererat bangsa dan tanah air. Diharapkan juga siswa
dapat menerapkan perilaku tersebut dalam kehidupan sehari-hari sehingga
tercipta lingkungan yang rukun dan damai. Hal ini menunjukkan adanya
muatan moral yang terkandung pada soal HOTS tersebut, yaitu siswa
menganalisis perilaku yang baik dan menerapkannya pada kehidupan sehari-
hari, hal tersebut merupakan salah satu tindakan bermoral menurut dasar
negara Indonesia.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Muatan nilai, norma, dan moral dalam PKn pada kurikulum yang
berlaku di SD telah menyatu dalam kegiatan pembelajaran PKn. Artinya
sudah termuat di dalam proses pembelajaran materi-materi PKn. Dalam
hubungannya dengan TPACK dapat dilihat dari proses pembelajarannya, guru
mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan perencanaan, proses,
dan evaluasi pembelajaran serta menyesuaikan pembelajaran sesuai dengan
karakteristik, tingkat pemahaman dan kemungkinan kesalahpahaman atau
misconception pada siswa (pedagogical knowledge); guru mematangkan
pengetahuan konten/materi pembelajaran (content knowledge) serta;
mengintegrasikan dan menggunakan teknologi (technological knowledge)
dalam pembelajaran PKn yang memuat nilai, norma, dan moral. HOTS
identik diimplementasikan dalam bentuk soal-soal yang memuat nilai, norma,
dan moral yang dapat membuat siswa memiliki keterampilan berpikir tingkat
tinggi. Akan tetapi, HOTS juga dapat diimplementasikan melalui penggunaan
model dan metode pembelajaran. Dengan penerapan HOTS dalam
pembelajaran dapat meningkatkan hal positif dalam pembentukan karakter
siswa yang sesuai dengan nilai, norma, dan moral dalam PKn.

3.2 Saran
Penulis tentunya menyadari jika makalah ini masih terdapat banyak
dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah dengan
berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para
pembaca.

17
DAFTAR PUSTAKA

Chotimah Umi, dkk. Memperkuat Karakter Peserta Didik melalui Implementasi


Model Pembelajaran Berbasis HOTS pada Pembelajaran PPKn. Bhineka
Tunggal Ika: Kajian Teori dan Praktik PKn Volume 7, No. 1, Mei 2020,
pp. 55-67 (Online) diakses pada 02 Desember 2020.
Danawati, Murtyas Galuh. 2020. Analisis Nilai Karakter pada Buku Siswa
Tematik Sekolah Dasar Berorientasi Pendidikan Karakter. JP2SD (Jurnal
Pemikiran dan Pengembangan Sekolah Dasar) Vol. 8 , No. 1, April 2020,
Hlm. 60-70.
Francisca, Leonie., dan Clara R.P. Ajisuksmo. 2015. Keterkaitan Antaramoral
Knowing, Moral Feeling, dan Moral Behavior pada Empat Kompetensi
Dasar Guru. Jurnal Kependidikan: Penelitian Inovasi Pembelajaran.
Universitas Katolik Atma Jaya.
Hayati, Eti., dkk. Analisis Technological Pedagogical and Content Knowledge
(TPACK) Calon Guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(PPKn). Prosiding Seminar Nasional Enhancing Innovations For
Sustainable Development: Dissemination Of Unpam’s Research Result.
Mujtahidin. 2015. Analisis Integrasi Nilai-Nilai Karakter Dalam Kompetensi
Dasar Mata Pelajaran PKn Kelas IV Sekolah Dasar. Widyagogik, Vol. 3
No. 1 Juli-Desember 2015.
Nurhasanah, Nina., dan Yetty Auliyati. Pengembangan Nilai Karakter Siswa
melalui Pembelajaran Berbasis Higher Order Thinking Skills di Sekolah
Dasar. Jurnal Pemberdayaan Sekolah Dasar (JPSD) - Vol. 1 No. 1 Oktober
2018.
Rahmadi, Imam Fitri. 2019. Penguasaan Technological Pedagogical Content
Knowledge Calon Guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan Vol. 16 No. 2 Tahun 2019
(Online) file:///C:/Users/user/Downloads/20550-74916-5-PB.pdf diakses
pada tanggal 01 Desember 2020.
Sofyatiningrum, Etty. dkk. 2018. Muatan HOTS pada Pembelajaran Kurikulum
2013 Pendidikan Dasar. Jakarta: Pusat Penlitian Kebijakan Pendidikan

18
dan Kebudayaan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Subadar. Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) Berbasis Higher Order Thinking
Skills (HOTS). Jurnal Pedagogik, Vol. 04 No. 01. Januari-Juni 2017.
Wahono, Margi. 2019. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Ppkn di Sekolah
Menengah Pertama di Kota Semarang melalui Penerapan Penguatan
Pendidikan Karakter dan HOTS. UCEJ, Vol. 4 No. 1, April 2019, Hal 16-
28 (Online) diakses pada 02 Desember 2020.
Winarno. Implementasi Pancasila Melalui Pendidikan Kewarganegaraan di
Indonesia. FKIP:Universitas Sebelas Maret. (Online)
https://lmsspada.kemdikbud.go.id/pluginfile.php/9738/mod_resource/conte
nt/1/Contoh%20Artikel%20Penelitian.pdf diakses pada tanggal 2
Desember 2020.

19

Anda mungkin juga menyukai